Anda di halaman 1dari 6

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pulau Lombok merupakan salah satu pulau yang berada di NTB dengan panjang garis
pantai 514 km. Secara potensi pulau lombok memiliki sumberdaya yang tinggi, dimana
Pulau Lombok terkenal dengan keindahan alamnya. Salah satu daerah di Pulau Lombok
yang memiliki sumberdaya alam yang cukup melimpah yaitu Gili Petagan. Gili Petagan
berada di Kabupaten Lombok Timur, Sambelia. Srihermanto et al (2022) megatakan
bahwa Gili Petagan memiliki potensi ekosistem yang besar terutama ekosistem pantai,
seperti mangrove dan padang lamun.
Padang lamun ini memiliki banyak manfaaat bagi biota yang berasosiasi di ekosistem
tersebut. Padang lamun merupakan hamparan lamun yang berada diantar ekositem
mangrove dan terumbu karang. Riniatsih et al (2021) mengatakan bahwa padang lamun
merupakan ekosistem yang ada di laut dangkal yang memiliki banyak fungsi baik
sebagai tempat fishing ground maupun feeding ground dari berbagai jenis organisme laut
yang berasosiasi di padang lamun. Karlina dan Idris (2019) meyatakan bahwa padang
lamun menjadi penyedia bagi biota yang ada disekitarnya baik itu secara langsung
maupun tidak langsung. Terdapat banyak biota yang berasosiasi di padang lamun mulai
dari ikan, Echinodermata, Athropoda, Dugong, dan Megabenthos.
Biota yang sering diumpai berasosiasi dengan padang lamun adalah megabenthos.
Dimana megabenthos ini menjadikan pada lamun sebagai tempat untuk mencari makan
dan sebgai tempat untuk berlindung. Seperti yang dikatakan Karlina dan Idris (2019)
bahwa selain dugong yang memanfaatkan lamun sebgai habit untun mencari makan dan
berlindung, terdapa megabenthos yang juga memanfaatkan padang lamun.
Mengabenthos menjadi biota bentik yang sering diumpai di terumbu karang dan padang
lamun. Biota ini memiliki banyak peran yang penting dalam jaring makanan di perairan.
Akan tetapi biota bentik ini sensiti dengan perubahan lingkungan yang ada (Herawati et
al,2017).
Penelitian yang dilakukan Satyawan dan Atriningrum (2021) yaitu melihat kondisi
megabenthos di Gili Petagan pada ekosistem terumbu karang. Dimana dalam penelitian
tersebut diapatkan 15 jenis megabenthos dari 5 Filum megabenthos dengan
menggunakan metode Benthos Belt Transect (BBT). Metode yang sama
digunakanRiniatsih et al (2021), dimana hasil yang didapatkan pada kedua penelitian
tersebut hanya ditemukan 8 spesies megabenthos yang ada di perairan Jepara. Sedangkan
pada penelitian Riniatsih dan Munasik pada tahun 2017 dengan menggunakan metode
yang sama yaitu Benthos Belt Trensect dimana hasil yang didapatkan dari penelitian
tersebut juga 8 spesies megabenthos. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Karlina
dan Indris (2019) dengan menggunakan metode purposive, ditemukan sebanyak 21
spesies megabenthos yang ada di Teluk Bakau, Bintan. Adanya perbedaanhasil yang
didaptkan yaitu dapat disebabkan oleh banyak faktor yang dapat mempengaruhi
kelimpahan megabenthos di suatu perairan baik itu dari tutupan lamun maupun dari
kondisi substrat yang ada di sekitar megabenthos tersebut.
Berdasakan uraian latar belakang diatas dapat diketahui masih kurangnya penlitian
yang mengkaji tentang megabethos di padang lamun terutama di Gili Petagan.Oleh
karena itu perlu dilakukannya penelitian untuk melihat kelimpahan megabenthos serta
karakteristik habitatnya di padang lamun yang ada di Gili Petagan. Tujuan penelitian ini
dilakukan yaitu untuk mengetahui keanekaragaman serta kelimpahan megabenthos di
padang lamun.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu
1. Bagaimanakan hubungan kelimpahan megabenthos dengan kerapatan lamun yang
ada di Gili Petagan?
2. Bagaimanakan hubungan substrat dengan kelimpahan megabenthos di padang lamun
yang ada di Gili Petagan?
3. Bagaimanakah kualitas air dapat mempengaruhi kelimpahan megabenthos di Gili
Petagan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu
1. Untuk mengetahui hubungan kelimpahan megabenthos dengan kerapatan lamun yang
ada di Gili Petagan,
2. Untuk mengetahui hubungan substrat dengan kelimpahan megabenthos di padang
lamun yang ada di Gili Petagan,
3. Untuk mengetahui kualitas air yang dapat mempengaruhi kelimpahan megabenthos
di Gili Petagan.
BAB III. METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10-13 Mei 2023, yang bertempat di Gili
Petagan, Kecamatan Sambelia, Lombok Timur

3.2 Alat dan Bahan


3.2.2 Alat
Adapun alat yang digunakan yaitu
Tabel 3.1 Alat dan Fungsinya

No Nama Alat Fungsi

1 ATK

2 Botol Sampel Untuk memasukan sampel air

Cool Boox Untuk menyimapan sampel agar


tetap dingin

DO meter Untuk mengukur oksigen terlarut

GPS Untuk menentukan lokasi penelitian

pH meter Untuk mengukr keasaman air

Plastik klip Untuk wadah sampel megabenthos

Plot kuadran 0,5 x 0,5 Untuk lebih mudah menentukan


kelimpahan megabenthos

Roll meter Untuk membuat transek

Snorkel mask Untuk membantu melihat


megabnethos di padang lamun saat
air pasang

11 Thermometer Untuk mengukur suhu air

3.3 Metode Pengumpulan Data


Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling. Menurut
Laksana, (2019 ) bahwa metode purposive sampling adalah penentuan titik
sampling dengan beberapa pertimbangan oleh peneliti dan sesuai dengan kriteria
kondisi perairan. Setelah dilakukan survei lapangan, maka ditentukan 3 Stasiun
penelitian dengan kriteria Stasiun 1 (kerapatan padat), Stasiun 2 (kerapatan
sedang), Stasiun 3 (kerapatan jarang). Setiap Stasiun dibagi menjadi 3 line,
dimana Stasiun I yaitu line 1,2,3, Stasiun II yaitu line 4,5,6, dan Stasiun III yaitu
line 7,8,9.
Pengambilan Data Megabentos
Pengambilan Data Kelimpahan Megabentos Penelitian ini dilakukan di Perairan
Gili Petagan, KecamatanSambelia, Lombok Timur. Pengambilan sampel
Megabentos menggunakan teknik transek garis dan kuadran berukuran 5 m 2. 3
transek diletakkan secara tegak lurus terhadap garis pantai pada tiap Stasiun
dengan panjang transek 100m dan jarak antar transek 50m. Masing-masing
transek diletakkan 5 kuadran, dengan jarak tiap kuadran 20m. Terdapat 3 Stasiun
yang digunakan dengan kriteria kerapatan padat, kerapatan sedang, dan kerapatan
jarang. Total jumlah penempatan kuadran pada 3 Stasiun sebanyak 45 kuadran.
Selanjutnya di lakukannya Identifikasi teripang menggunakan buku Pedoman
Umum Identifikasi dan Monitoring Populasi Megabentos.

Gambar 1. Metode pengambilan data (sumber;


3.4 Analisi Data
Data kualitatif yang didapatkan dapat dianalisi secara deskriptif, sementara
data megabenthos dan data lamun dapat dianalisi secara kuantitatif dengan
menghitung indeks ekologi yaitu indeks Keanekaragaman (H’), Indeks
Dominansi (C), dan Indeks Keseragaman (E), Kelimpahan (Di), Kerapatan (K),
dan Tutupan lamun.
Keanekaragaman (H’)
Indek keanekaragaman (H’) merupakan keadaan dri suatu populasi
secara matematis yang dapat memudahkan untuk menganalisis informasi baik
perjenis maupun informasi jenis yang menyusun suatu komunitas, dapat dihitung
menggunakan rumus (Maduppa,2007 dalam Setianingrum et al, 2022), sebagai
berikut:
H ' =−∑ ¿ × ln ¿
N N
Keterangan:
H’ = indeks keanekaragaman
ni = jumlah individu setiap jenis
N = jumlah total individu seluruh jenis

Dominansi (C)

Indeks Dominansi merupakan indeks yang digunakan untuk


menggambarkan ada tidaknya suatu spesies yang mendominasi dalam suatu
komunitas, dapat dihitung menggunakan rumus (Maduppa,2007 dalam
Setianingrum et al, 2022), sebagai berikut:

2
C=∑ ¿
N ( )
Keterangan

C = indeks dominansi

ni = jumlah individu jenis

N = jumlah total individu seluruh jenis

Keseragaman (E)
Indeks keseragaman (E) digunakan dalam menggambarakan komposisi
dari individu setiap spesies yanga ada dalam suatu komunitas, dapat dihitung
dengan menggunakan rumus (Maduppa,2007 dalam Setianingrum et al, 2022),
yaitu:
H'
E=
ln S
Keterangan:
E = indeks keseragaman
H’ = indeks keanekaragaman
S = jumlah jenis

Kelimpahan (Di)
Kelimpahan merupakan banyaknya individu dalam suatu komunitas
yang dapat di ambil, kelimpahan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus
(Soegianto, 1994 dalam Setianingrum et al, 2022), sebagai berikut:
Di= ¿
A
Keterangan
Di : Kelimpahan spesies i (ind m-2)
ni : Jumlah total individu spesies i (tegakan)
A : Luas daerah sampling (m2)

Kerapatan

Kerapatan lamun dapat dihutung dengan menggunakan rumus


(Rahmawati et al., 2014, dalam Setianingrum et al, 2022)

K= ¿
A

Keterangan

K = kepadatan jenis lamun (koloni/m2)

Ni = jumlah koloni spesies lamun (koloni)

A = luas transek (m2)

Tutupan Lamun

Tutupan lamun merupakan luas area yang ditutupi lamun yang


dihitung dalam jumlah presentasi (%), dapat dihitung dengan menggunakan
rumus (Rahmawati et al., 2014, dalam Setianingrum et al, 2022), sebagai berikut

Jumlah nilai penutupan lamun(4 kotak)


Penutupan= × 100 %
4

Anda mungkin juga menyukai