Anda di halaman 1dari 25

Referat

Mild Cognitive Impairment

Oleh:

Shelin Amanda Pusparesa, S.Ked

NIM. 2130912320079

Pembimbing:
dr. Steven, M.Si, Med, Sp.S

DEPARTEMEN/KSM NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
November, 2022

i
ABSTRAK

MILD COGNITIVE IMPAIRMENT

Mild Cognitive Impairment (MCI) adalah suatu kondisi fase transisi


gangguan kognisi antara proses penuaan normal demensia. Pasien dengan MCI di
seluruh dunia kebanyakan dalam populasi berusia 60 tahun ke atas. Prevalensinya
adalah 6,7% untuk mereka yang berusia 60-64 tahun, 8,4% untuk mereka yang
berusia 65-69 tahun, 10,17% untuk mereka yang berusia 70-74 tahun, 14,8%
untuk mereka yang berusia 75-79 tahun, 25,2% untuk mereka yang berusia 80-84
tahun, dan 37,6% untuk mereka yang berusia 85 tahun ke atas. MCI bisa menjadi
kondisi prodromal demensia, MCI juga bisa bersifat sekunder dari proses penyakit
(misalnya, gangguan neurologis, demensia, sistemik, atau kejiwaan lainnya) yang
bisa menyebabkan defisit kognitif. MCI juga bisa disebabkan oleh kondisi yang
reversible seperti hipotiroidisme, hipoglikemia dan hiperglikemia, dehidrasi, dan
defisiensi vitamin B12. MCI bisa berkembang menjadi demensia kebanyakan
dalam bentuk penyakit Alzheimer. Tingkat perkembangan tahunan MCI menjadi
demensia sekitar 5% hingga 17%. Tujuan dari perawatan MCI adalah untuk
mengurangi gejala klinis yang ada dan untuk menunda perkembangan disfungsi
kognitif dan mencegah terjadinya demensia. Saat ini belum ada terapi
farmakologis yang efektif untuk MCI, terapi yang dilakukan berupa terapi
nonfarmakologis seperti aktivitas fisik teratur dan intervensi kognitif.

Kata-kata kunci : Mild Cognitive Impairment, prodromal demensia, penyakit


Alzheimer

ii
DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................ i
ABSTRAK................................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG................................................................... 1
B. TUJUAN PENULISAN................................................................ 1
C. MANFAAT PENULISAN............................................................ 1
BAB II ISI
A. DEFINISI....................................................................................... 2
B. EPIDEMIOLOGI........................................................................... 2
C. ETIOLOGI..................................................................................... 2
D. FAKTOR RISIKO......................................................................... 5
E. MANIFESTASI KLINIS............................................................... 6
F. KLASIFIKASI............................................................................... 7
G. PATOGENESIS............................................................................ 7
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG.................................................. 9
I. KRITERIA DIAGNOSIS.............................................................. 11
J. DIAGNOSIS BANDING.............................................................. 13
K. TATALAKSANA......................................................................... 14
L. KOMPLIKASI............................................................................... 16
M. PROGNOSIS................................................................................. 17
BAB III PENUTUP................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 19

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar
halaman

Gambar 2.1 Penyebab reversible MCI...........................................................4

Gambar 2.2 Jenis MCI dan kemungkinan etiologic.......................................5

Gambar 2.3 Klasifikasi MCI..........................................................................7

Gambar 2.4 Pet pada pasien MCI...................................................................11

Gamba5 2.5 Penilaian domain kognitif..........................................................13

Gambar 2.6 The cognitive continuum pada penuaan normal, MCI,


dan demensia..................................................................................................14

Gambar 2.7 Bukti dan kesimpulan terapi nonfarmakologis pada MCI..........15

Gambar 2.8 Bukti dan kesimpulan terapi farmakologis pada MCI................16

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mild Cognitive Impairment (MCI) adalah suatu kondisi fase transisi


gangguan kognisi antara proses penuaan normal demensia. MCI bisa menjadi
tampilan kelainan kognitif awal dari penyakit Alzheimer, MCI juga bisa bersifat
sekunder dari proses penyakit (misalnya, gangguan neurologis, demensia,
sistemik, atau kejiwaan lainnya) yang bisa menyebabkan defisit kognitif. MCI
juga bisa disebabkan oleh kondisi yang reversible seperti hipotiroidisme,
hipoglikemia dan hiperglikemia, dehidrasi, dan defisiensi vitamin B12.1,2

Pasien dengan MCI di seluruh dunia kebanyakan dalam populasi berusia


60 tahun ke atas. Prevalensinya adalah 6,7% untuk mereka yang berusia 60-64
tahun, 8,4% untuk mereka yang berusia 65-69 tahun, 10,17% untuk mereka yang
berusia 70-74 tahun, 14,8% untuk mereka yang berusia 75-79 tahun, 25,2% untuk
mereka yang berusia 80-84 tahun, dan 37,6% untuk mereka yang berusia 85 tahun
ke atas. MCI bisa berkembang menjadi demensia kebanyakan dalam bentuk
Alzheimer demensia. Tingkat perkembangan tahunan MCI menjadi demensia
sekitar 5% hingga 17%.3,4

B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan dari referat ini adalah untuk mengetahui berbagai
informasi serta ilmu tentang mild cognitive impairment.
C. MANFAAT PENULISAN
Penulisan referat ini diharapkan dapat menambahkan wawasan bagi
penulis serta pembaca tentang mild cognitive impairment.

1
BAB II

ISI

A. DEFINISI

Mild Cognitive Impairment (MCI) adalah suatu kondisi fase transisi


gangguan kognisi antara proses penuaan normal demensia. Meskipun MCI bisa
menjadi tampilan kelainan kognitif awal dari penyakit Alzheimer, MCI juga bisa
bersifat sekunder dari proses penyakit (misalnya, gangguan neurologis, demensia,
sistemik, atau kejiwaan lainnya) yang bisa menyebabkan defisit kognitif.1,2

B. EPIDEMIOLOGI

Pasien dengan MCI di seluruh dunia kebanyakan dalam populasi berusia


60 tahun ke atas. Prevalensinya adalah 6,7% untuk mereka yang berusia 60-64
tahun, 8,4% untuk mereka yang berusia 65-69 tahun, 10,17% untuk mereka yang
berusia 70-74 tahun, 14,8% untuk mereka yang berusia 75-79 tahun, 25,2% untuk
mereka yang berusia 80-84 tahun, dan 37,6% untuk mereka yang berusia 85 tahun
ke atas. MCI umum di populasi yang lebih tua, dan prevalensinya meningkat
dengan bertambahnya usia dan tingkat pendidikan yang lebih rendah. 2 Menurut
Einstein aging study, prevalensi MCI berdasar geografis lebih tinggi pada
populasi Negroid dibandingkan dengan Kaukasia. Berdasarkan Mayo klinik aging
study, prevalensi MCI adalah 16%, di antaranya 11,1% adalah MCI amnestic dan
4,9% MCI non-amnestik. MCI amnestik domain tunggal adalah jenis yang paling
sering. Prevalensi MCI meningkat dengan bertambahnya usia, lebih sering pada
laki-laki dan pembawa alel APOE e3e4 atau e4e4. Insiden MCI keseluruhan
berdasarkan berbagai uji coba berada dalam kisaran 21,5 hingga 71,3 per 1000
orang/tahun dan sangat tergantung pada usia. Selain itu, penyakit kardiovaskular,
stroke, Diabetes tipe 2, etnis Negroid dan Hispanik dikaitkan dengan frekuensi
MCI yang tinggi.3

C. ETIOLOGI

2
Mild cognitive impairment (MCI) atau gangguan neurokognitif ringan
adalah keadaan antara penurunan fungsi kognitif karena penuaan normal dan
demensia. Keadaan ini dapat berkembang menjadi demensia, sebagian besar
dalam bentuk Penyakit Alzheimer. Jadi MCI merupakan kondisi predemensia
yang menunjukan berarti bahwa proses penyakit di otak yang menyebabkan
demensia sudah mulai terbentuk. Hal ini menunjukan penyebab demensia juga
bisa menjadi penyebab dari MCI. Tidak ada penyebab tunggal mild cognitive
impairment, Semua kemungkinan penyebab mild cognitive impairment belum
sepenuhnya ditemukan. Berbagai etiologi MCI seperti penyakit sistemik, penyakit
neurologis, obat-obatan, dan gangguan kejiwaan menyebabkan hasil yang
heterogen. Dalam sejumlah kecil kasus, kondisi lain mungkin menyebabkan gejala
yang terlihat pada mild cognitive impairment. Ada banyak penyebab yang dapat
diobati yang dapat berkontribusi atau bahkan menyebabkan MCI. Penyebab ini
sering diabaikan dan diremehkan, karena beberapa penyebab ini mudah diperbaiki
dan akan meningkatkan fungsi kognitif. Salah satu penyebab yang sangat
berpengaruh yang mempengaruhi kognisi sehari-hari adalah polifarmasi. Banyak
kelas obat umum dapat memiliki efek halus pada ingatan, termasuk opioid,
pelemas otot, anxiolytics, antiepileptik, dan obat antikolinergik, yang meliputi
obat antihistamin, antidepresan, antipsikotik, dan obat inkontinensia urin.
Hipotensi relatif dan/atau hipotensi ortostatik, keduanya dapat mengurangi aliran
darah otak dan dapat menyulitkan kemampuan untuk berpikir. Sebuah studi
menemukan bahwa skor kognitif tertinggi didapatkan pada tekanan darah sistolik
sekitar 135 mmHg, tetapi menurun dengan penurunan tekanan darah. Setiap obat
berpotensi memiliki efek sampingnya sendiri dan efek samping ini dapat
ditingkatkan atau diperparah oleh interaksi obat-obat antara berbagai obat.4,5,6

Kontributor lain yang sering diabaikan dan umum untuk MCI adalah
depresi. Depresi adalah masalah besar dan dapat menyebabkan gangguan fungsi
fisik dan kognitif. Fungsi kognisi cenderung membaik begitu depresi ditangani
dan diobati secara memadai. Penelitian juga menunjukkan bahwa depresi dapat
mempercepat konversi MCI ke demensia. Kekurangan metabolik seperti
hipotiroidisme, hipoglikemia dan hiperglikemia, dehidrasi, dan defisiensi vitamin

3
B12 semua harus dinilai dan dapat segera diperbaiki, meningkatkan kognisi.
Fibrilasi atrium dapat menyebabkan kejadian embolik yang kecil dan tidak
terdeteksi, menyebabkan stroke kecil atau serangan iskemik transien, yang
menyebabkan MCI dan akhirnya demensia vaskular. Obstructive sleep apnea
adalah penyakit lain yang dapat diperbaiki yang dapat menyebabkan kelelahan
siang hari dan gangguan kognitif ketika tidak diobati. Bahkan defisit sensorik
seperti gangguan pendengaran dan visual dapat menyebabkan gangguan kognitif
dan kinerja yang buruk pada pengujian kognitif. Sebagian besar kasus dapat
diperbaiki dengan kacamata baru, operasi katarak, atau alat bantu dengar.
Hidrosefalus tekanan normal, yang menyebabkan akumulasi cairan serebrospinal
(CSF) dalam sistem ventrikel otak yang menyebabkan pembesaran ventrikel dan
akhirnya kerusakan otak, dapat memengaruhi kemampuan mengingat informasi.
Gejala hallmark termasuk triad gangguan kognisi, gaya berjalan ataksia, dan
inkontinensia urin. Seringkali, efek kognitif yang merugikan dapat dicegah jika
terdeteksi dan diobati pada awal perjalanan penyakit. Namun, sebagian besar
kasus MCI disebabkan oleh berbagai penyakit, seperti penyakit Alzheimer
parkinson, demensia lewy body , demensia vaskular, demensia frontotemporal,
dan penyebab lainnya. 6

Gambar 2.1. Penyebab reversibel mild cognitive impairment6

4
Gambar 2.2. Jenis MCI dan kemungkinan etiologi7
D. FAKTOR RISIKO

MCI adalah keadaan antara penurunan fungsi kognitif antara penuaan


normal dan demensia. MCI juga bisa disebut kondisi predemensia yang
menunjukan berarti bahwa proses penyakit di otak yang menyebabkan demensia
sudah mulai terbentuk. Hal tersebut menyebabkan faktor risiko demensia juga
berperan pada MCI. Ada dua faktor risiko yaitu yang dapat dimodifikasi dan tidak
dapat dimodifikasi. 1,8

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi berupa usia, jenis kelamin,
genetik dan riwayat keluarga, disasibilitas intelektual, dan sindrom down. Risiko
terjadinya demensia meningkat secara nyata dengan meningkatnya usia,
meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun pada individu diatas 65 tahun. Diduga
faktor genetik dan lingkungan saling berpengaruh. Di antara semua faktor genetik,
gen Apolipoprotein E yang paling banyak diteliti. Telaah sistematik studi populasi
menerangkan bahwa APOE e4 signifikan meningkatkan risiko demensia terutama
pada wanita dan populasi antara 55-65 tahun, pengaruh ini berkurang pada usia
yang lebih tua. Apabila dicurigai autosomal dominan, maka tes dapat dilakukan
hanya setelah dengan informed consent yang jelas atau untuk keperluan
penelitian.1 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor risiko

5
kardiovaskular, berbagi studi kohort dan tinjauan sistematis menunjukkan bahwa
faktor resiko vaskular berkontribusi terhadap meningkatnya resiko demensia.
Secara khusus, hipertensi usia pertengahan, hiperkolesterolemia pada usia
pertengahan, diabetes melitus dan stroke semuanya telah terbukti berhubungan
dengan peningkatan resiko kejadian demensia. Pajanan kronis terhadap kadar
kortisol yang tinggi, seperti terlihat pada fase lanjut depresi juga dihipotesiskan
untuk meningkatkan risiko gangguan kognitif melalui pengurangan volume
hipokampus.1,9

E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran utamanya adalah turunnya penampilan kognitif (terrnasuk
hendaya daya ingat, daya belajar, dan sulit berkonsentrasi). Banyak orang yang
menyadari bahwa mereka secara bertahap menjadi lebih pelupa seiring
bertambahnya usia seperti perlu waktu lebih lama untuk memikirkan kata atau
mengingat nama seseorang. Tetapi ketika terjadi penurunan fungsi kognitif di atas
penurunan normal sesuai dengan penambahan usia menunjukan anda menderita
mild cognitive impairment (MCI). Gejala yang sering muncul pada MCI seperti
memory loss, Gangguan bahasa (misalnya Kesulitan dalam menemukan kata-
kata). Defisit perhatian (misalnya Kesulitan dalam mengikuti atau fokus pada
percakapan). Kemunduran dalam keterampilan visuospatial (misalnya,
disorientasi dalam lingkungan yang akrab dengan tidak adanya kondisi motorik
dan sensorik yang akan menjelaskan keluhan). Pasien yang menderita MCI juga
sering mengeluhkan seperti, lebih sering melupakan berbagai hal, melupakan
acara penting seperti janji temu atau keterlibatan sosial. Merasa semakin sulit
dalam membuat keputusan, merencanakan langkah-langkah untuk menyelesaikan
tugas atau memahami instruksi. kesulitan menemukan jalan di lingkungan yang
akrab dengan diri anda. Menjadi lebih impulsif atau menunjukkan penilaian yang
semakin buruk. Keluarga dan teman terdekat biasanya memperhatikan dan
menyadari adanya perubahan yang terjadi. Penderita MCI mungkin juga
mengalami depresi, mudah marah, agresi, dan gelisah.10’11’12

6
F. KLASIFIKASI
Klasifikasi MCI dikategorikan berdasarkan jenis atau domain defisit
kognitif (memori vs non-memori seperti bahasa, visuospatial, kecepatan dalam
memproses sesuatu atau fungsi eksekutif) dan luasnya defisit (tunggal domain vs.
beberapa domain). Berdasarkan kriteria ini terdapat empat subtipe MCI yaitu:
Amnestic MCI-Single Domain (a-MCI-sd), Amnestic MCI Multiple Domain (a-
MCImd), Non-Amnestic MCI Single Domain (na-MCI-sd) dan Non-Amnestic
MCI-Multiple Domain (na-MCI-md). Jenis kognitif MCI (a-MCI vs na-MCI) dan
jumlah kognitif domain yang terpengaruh (tunggal vs multipel) menentukan hasil
di masa depan dari gangguan kognitif ringan. Amnestic MCI-Single Domain
merupakan prekursor penyakit Alzheimer, sedangkan orang dengan na-MCI
cenderung berkembang menjadi demensia non-AD, seperti demensia lewy body,
demensia fronto-temporal, penyakit Huntington atau Parkinson-Demensia.3

Gambar 2.3. Klasifikasi MCI3


G. PATOGENESIS
Patofisiologi MCI bersifat multifaktorial. Sebagian besar kasus MCI
amnestik hasil dari perubahan patologis AD yang belum menjadi cukup parah
untuk menyebabkan demensia klinis. Setidaknya dalam populasi penelitian
khusus, otopsi yang dilakukan pada pasien MCI amnestik telah menemukan
neuropatologi yang khas dari AD. MCI nonamnestik dapat dikaitkan dengan

7
penyakit serebrovaskular, demensia frontotemporal (sebagai prekursor), atau tidak
ada patologi spesifik.10

Berbagai macam teori dikemukakan terkait dengan pathogenesis dari


MCI itu sendiri. Salah satunya adalah teori tentang inflamasi dan oksidasi.
Penuaan adalah faktor risiko utama untuk MCI dan penyakit neurodegenerative
lainnya. Penuaan biasanya disertai oleh kerusakan akibat oksidasi dan peradangan,
yang telah terlibat dalam neuropatologi banyak penyakit neurodegeneratif. Pasien
MCI menunjukkan profil imun yang berubah. Serum monosit protein
chemotactic-1 (MCP-1), terbukti mengalami disregulasi pada pasien MCI dan AD
ringan. Pasien MCI dan AD yang berkembang dari MCI memiliki kadar
proinflamasi yang lebih tinggi. Baru-baru ini, penelitian menemukan bahwa
tingkat berbagai jenis sitokin inflamasi dalam darah meningkat pada pasien MCI.
Perubahan pada sistem imun pasien menunjukan bahwa peristiwa inflamasi
mungkin mendahului perkembangan klinis AD. Oleh karena itu, penekanan dalam
proses peradangan mungkin mewakili strategi yang menjanjikan untuk mencegah
atau menunda MCI. Konsumsi oksigen yang tinggi oleh otak membuat organ ini
rentan terhadap serangan oksidatif. Zat-zat radikal bebas, termasuk oksigen dan
nitrogen reaktif, dapat bereaksi dengan protein, lipid, karbohidrat, DNA, dan
RNA. Studi sebelumnya menunjukkan kerusakan oksidatif merupakan peristiwa
awal dalam pathogenesis dari AD. Analisis spesimen otak dari pasien dengan
amnestic MCI menunjukkan kerusakan oksidatif terhadap lipid, protein, DNA,
dan RNA di daerah otak. Produk oksidatif dalam DNA mitokondria secara
signifikan meningkat di daerah neokortikal dibandingkan dengan otak kecil pada
pasien MCI. Pemeriksaan imunohistokimia dari hippocampus / gyrus
parahippocampal pada pasien MCI juga menunjukkan produk oksidasi RNA otak.
Hasil terbaru menunjukkan stres oksidatif ditemukan pada tingkat darah perifer
pasien MCI, ditunjukkan peningkatan modifikasi protein, dan menunjukkan
penurunan dalam kadar glutathione tereduksi (GSH) dan rasio GSH / GSSG
(teroksidasi glutathione) pada pasien MCI dibandingkan dengan subjek kontrol
yang sesuai usia. Temuan ini menunjukkan bahwa penanda stress oksidatif perifer

8
mencerminkan degenerasi fungsional otak. Hasil ini menunjukkan akumulasi stres
oksidatif di otak terlibat dalam patogenesis MCI dan pada awal proses AD.13

Teori lainnya adalah Hilangnya neuron pada MCI. Sejumlah penelitian


telah meneliti perubahan dalam jumlah neuron pada MCI, dengan fokus pada
struktur dalam medial temporal lobe (MTL). Dalam MTL, entorhinal cortex
(ERC), multimodal
sensory relay region ke hippocampus mengalami kehilangan sel pada pasien
MCI. Dukungan terhadap keterlibatan ERC dan hippocampus di awal proses
penyakit juga berasal dari investigasi MRI, yang menunjukkan atrofi daerah ini
pada pasien aMCI dibandingkan dengan kontrol yaitu lansia yang sehat secara
kognitif. Studi morfometri berbasis voxel baru-baru ini menunjukkan penurunan
yang signifikan dalam volume white matter parahippocampal, sebuah wilayah
yang mencakup proyeksi jalur perforant ke hippocampus pada pasien aMCI
dibandingkan dengan subyek kontrol yang sehat . Selanjutnya, tingkat atrofi MTL
tampaknya terkait dengan luasnya disfungsi memori deklaratif. Hasil struktural in
vivo sejalan dengan penyelidikan jaringan postmortem menunjukkan bahwa
patologi terkait-AD memengaruhi wilayah entorhinal dan perubahan volume
white matter tidak hanya mencerminkan hilangnya serat aferen dan serat eferen di
wilayah gyrus parahippocampal, tetapi mungkin juga karena demielinasi parsial
dalam sisa serat dalam MCI.13

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada MCI adalah pemeriksaan


biomarker, genetic, dan neuroimaging. Beberapa marker perkembangan dari MCI
untuk penyakit Alzheimer telah dipelajari dalam dekade terakhir. Di antaranya,
pembawa alel apolipoprotein E4 (ApoE4) telah menjadi salah satu variabel yang
paling menonjol. Untuk amnestic MCI, ApoE4 telah terbukti menjadi faktor risiko
untuk perkembangan penyakit Alzheimer yang lebih cepat. Beberapa penanda
CSF juga telah diidentifikasi sebagai prediktor yang mungkin terhadap
perkembangan penyakit: konsentrasi rendah yang patologis dari Aβ42 (asam amino
42 bentuk β-amiloid) serta konsentrasi tinggi patologis dari total tau (t-tau) dan

9
phospho tau (p-tau) dapat berdiferensiasi lebih awal pada Penyakit Alzheimer dari
penuaan normal. Beberapa perubahan lokasi dari ekspresi protein terlibat dalam
jalur pathogen dari penyakit Alzheimer (pendekatan proteomik) adalah
pendekatan lain digunakan untuk membantu deteksi dini penyakit Alzheimer.
Beberapa protein (cystatin C, / β-2 microglobulin, dan BEGF polipeptida) telah
terdeteksi melalui teknik baru, dan saat ini sudah ditemukan beberapa protein dari
CSF dan darah yang terlibat dalam patologi penyakit Alzheimer.9

Karena MCI dianggap sebagai tahap prodromal untuk beberapa penyakit


seperti penyakit Alzheimer, frontotemporal atau demensia vaskular, gen yang
berbeda mungkin berhubungan dengan MCI. Empat gen telah dijelaskan dalam
hubungannya dengan penyakit Alzheimer: the amyloid precursor protein (APP)
gene, presenilin-1 (PSENJ), presenilin-2 (PSEN2), and the apolipoprotein E
(APOE). Tiga gen pertama jarang terlibat dalam autosomal dominan dari penyakit
Alzheimer, jadi skrining untuk masing-masing mutase dari gen ini akan memiliki
nilai yang terbatas untuk diagnosis MCI pada populasi umum. Apolipoprotein E
(APOE) diketahui menjadi faktor risiko predictor untuk perkembangan dari MCI
menjadi AD. Karena etiologi dari MCI adalah heterogen, kemungkinan besar
sejumlah gen yang berbeda yang mendasari patologi MCI belum ditemukan
seluruhnya.9

Kemajuan dalam studi neuroimaging bertujuan untuk mengembangkan


langkah-langkah yang memungkinkan untuk membedakan antara MCI dengan
penuaan normal serta MCI yang mungkin akan berkembang menjadi AD atau
MCI yang tetap stabil seiring berjalannya waktu. Studi struktural volumetrik pada
MCI menunjukkan perubahan awal dalam struktur temporal medial, termasuk
atrofi neuron, penurunan kepadatan sinaptik, dan kehilangan neuron secara
keseluruhan. Atrofi hippocampus dan korteks entorhinal telah terjadi dalam MCI.
Atrofi hippocampus adalah juga dilaporkan dapat memprediksi laju
perkembangan dari MCI ke Penyakit Alzheimer. Teknik pemodelan tiga dimensi
memiliki perubahan bentuk yang terlokalisasi dari daerah yang spesifik dari atrofi
dalam hippocampus. Mungkin perkembangan yang paling menjanjikan adalah

10
munculnya senyawa pelacak PET yang memvisualisasikan plak amiloid dan
neurofibrillary. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa individu dengan
MCI yang pada pemeriksaan PET ditemukan adanya amiloid positif lebih
cenderung berkembang lebih pesat menjadi AD di kemudian hari.9

Gambar 2.4. PET pada pasien MCI9

I. KRITERIA DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis kondisi MCI meliputi adanya keluhan memori


subjektif, terutama yang dikemukakan oleh keluarga, disertai dengan hasil
pemeriksaan kognisi yang abnormal sesuai dengan usia dan tingkat pendidikan.
Defisit tidak boleh atau hanya sedikit mempengaruhi fungsi intelektual global dan
kemampuan dalam melakukan aktivitas hidup keseharian. Pasien tidak boleh
menunjukkan bukti mengalami demensia. Klasifikasi MCI sekarang diperluas
meliputi domain kognitif lain seperti fungsi eksekutif dan bahasa, sehingga
memungkinkan adanya pembagian MCI non amnestik atau amnestik domain
tunggal dan mutipel.1

Semua pasien yang diduga menderita MCI harus menjalani pemeriksaan


fisik, neurologis, kognitif, evaluasi status psikologis dan fungsional. Penting
untuk mengidentifikasi penyebab MCI yang berpotensi reversibel, seperti depresi,
penyakit tiroid, defisiensi vitamin B12. Perhatian khusus harus diberikan pada

11
riwayat pengobatan. Beberapa obat, termasuk obat penenang, obat nyeri
narkotika, antikonvulsan atau antikolinergik memiliki potensi untuk
mempengaruhi fungsi kognitif. Penilaian neurologis yang akurat sangat penting
untuk menentukan etiologi gangguan kognitif. Untuk diagnosis yang akurat,
sangat penting untuk mewawancarai anggota keluarga pasien atau kenalan dekat,
yang akrab dengan mereka dalam kegiatan sehari-hari, membutuhkan
keterampilan perencanaan, organisasi dan komunikasi. Idealnya, seorang
informan harus mengenal pasien selama bertahun-tahun untuk secara memadai
mengenali kemunduran dari fungsi kognisi pasien. Informasi diterima dari
berbagai sumber harus diintegrasikan dengan benar.3

Dokter harus sadar, bahwa gangguan kognitif sering disertai dengan


kecemasan, yang mana mengganggu kinerja kognitif; Oleh karena itu, wawancara
harus dilakukan dengan santai. Pemeriksa harus menanyakan tentang kemampuan
pasien untuk menangani perangkat teknis. Misalnya, pasien dengan MCI dapat
mengendarai mobil secara normal, tetapi mereka mungkin mengalami episode
disorientasi ketika mereka mengemudi di lingkungan yang tidak dikenal, atau
cenderung salah berbelok. Pasien dengan MCI dapat memiliki kesulitan tertentu
saat merencanakan perjalanan atau kegiatan sosial dan mereka mungkin
membutuhkan lebih banyak waktu untuk melakukan kegiatan kompleks yang
memerlukan perencanaan dan organisasi. Informasi harus dikumpulkan tentang
kemampuan pasien untuk mengelola operasi keuangan. Individu dengan MCI
mungkin memerlukan lebih banyak waktu untuk melakukan transaksi, atau secara
berkala bersifat gegabah dan membuat kesalahan. Penilaian kognitif harus
dilakukan pada akhir wawancara, lebih baik pasien sendiri tanpa orang yang
menemani ketika penilaian kognitif dilakukan. Penilaian kognitif harus
memasukkan domain memori, perhatian, fungsi eksekutif, bahasa dan evaluasi
fungsi visuospatial untuk membedakan subtipe MCI secara tepat. Tidak ada
konsensus tentang jenis dan jumlah tes neuropsikologis yang harus digunakan
untuk menilai individu dengan MCI. Tes yang biasa digunakan disajikan di
gambar 2.3.3

12
Tes skrining kognitif merupakan bagian penting lainnya untuk evaluasi
klinis pasien dengan MCI. The Montreal Cognitive Assesment (MoCA) dengan
cutoff 24/25 adalah alat skrining kognitif yang direkomendasikan untuk MCI.
Sensitivitas dan spesifisitas tes adalah 80,48% dan 81,19%. Namun, hal itu
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, faktor gaya hidup, dan keragaman etnis.
Misalnya, versi bahasa Cina Kanton dengan cutoff 22/23 menunjukkan
sensitivitas 78% dan spesifisitas 73% dalam mendeteksi amnestic tipe MCI.
Pemeriksaan Status Mini-Mental (MMSE) dan Skala Penilaian Dementia (DRS)
tidak direkomendasikan sebagai alat skrining untuk MCI karena keterbatasannya
dalam mendeteksi fungsi kognitif yang abnormal. Potensi penjelasan mengenai
batasan kinerja MMSE dalam mendeteksi MCI adalah faktor budaya, tingkat
pendidikan, faktor yang terkait dengan penggunaan bahasa yang sering digunakan,
dan korelasi domain kognitif pada defisit kognitif awal.5

Gambar 2.5. Penilaian domain kognitif.3

J. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding untuk MCI adalah penurunan fungsi kognisi terkait


bertambahnya usia dan demensia. The cognitive continuum menggambarkan jalur
perubahan yang halus dari penurunan kognitif terkait usia menuju MCI dan
menuju demensia. Pada model ini, terdapat gambaran tumpang tindih di kedua
titik pada MCI, yang menyebabkan cukup sulit untuk mengidentifikasi titik

13
transisi. Dalam praktiknya, membedakan MCI dari penurunan kognitif terkait usia
berada terutama pada tes neuropsikologis, yang menunjukkan penurunan kognitif
lebih parah dari kriteria usia tersebut. Perbedaan utama antara MCI dan penyakit
Alzheimer terletak pada kurangnya gangguan fungsional pada MCI.9

Gambar 2.6. The cognitive continuum pada penuaan normal, MCI, dan demensia9

K. TATALAKSANA

Tujuan dari perawatan MCI adalah untuk mengurangi gejala klinis yang
ada dan untuk menunda perkembangan disfungsi kognitif dan mencegah
terjadinya demensia. Sayangnya, saat ini belum ada terapi farmakologis yang
efektif untuk MCI dan juga tidak ada perawatan yang disetujui oleh FDA untuk
MCI saat ini. Perawatan MCI melibatkan skrining dan diagnosis yang memadai.
Melakukan kontrol terhadap faktor-faktor risiko vaskular (tekanan darah tinggi,
hiperkolesterolemia, diabetes mellitus) dapat bermanfaat sebagai metode
pencegahan metode untuk kasus-kasus MCI yang didasari oleh kelainan vascular.
Mengidentifikasi penyebab-penyebab yang bersifat reversibel dari MCI
(hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12, gangguan kognitif akibat obat, depresi)
bisa memberikan manfaat dalam perawatan MCI.3,9

Saat ini belum ada terapi farmakologis yang terbukti efektif untuk MCI.
Inhibitor kolinesterase (donepezil) telah terbukti menyebabkan peningkatan
kognitif pada pasien dengan MCI amnestik bila dibandingkan dengan placebo,
namun hal tersebut belum menunjukkan hasil yang bermakna secara klinis.
Pedoman praktis tentang MCI menurut American Academy of Neurology (2018)

14
menyatakan bahwa tidak ada data yang cukup untuk mendukung penggunaan
inhibitor cholinesterase secara umum. Uji klinis pada efektivitas Inhibitor
kolinesterase tidak membuktikan bahwa mereka dapat menunda timbulnya
penyakit Alzheimer (AD) atau demensia pada individu dengan MCI. Meskipun
proses inflamasi berperan dalam patofisiologi MCI, tetapi tidak ada data saat ini
untuk penggunaani agen anti-inflamasi (misalnya, rofecoxib, celecoxib, dan
aproxen), ginkgo biloba, vitamin E, atau vitamin E ditambah vitamin C
memberikan manfaat dalam penundaan MCI menuju AD. Begitu pula yang
minuman yang mengandung flavonoid, dan V0191 menunjukkan hasil yang tidak
sesuai harapan.3,5

Aktivitas kognitif dan fisik teratur menujukan hasil memperbaiki fungsi


kognitif pada MCI, tetapi masih diperlukan banyak kajian dan bukti untuk hal
tersebut. Intervensi fisik yang dimaksud adalah aktivitas fisik multikomponen
termasuk fleksibilitas, kekuatan, keseimbangan, daya tahan, dan pelatihan aerobic.
Meskipun intervensi aktivitas fisik komponen tunggal tidak menunjukkan hasil
yang menguntungkan pada fungsi kognitif, tetapi hal tersebut tetap memberikan
keuntungan pada penyakit kronis lainnya.5

15
Gambar 2.7. Bukti dan kesimpulan untuk terapi nonfarmakologis pada MCI14

16
Gambar. 2.8. Bukti dan kesimpulan untuk terapi farmakologis pada MCI14

L. KOMPLIKASI

Komplikasi dari MCI adalah berkembang menjadi AD. Meta analisis


menunjukkan sekitar 10% pasien dengan MCI berkembang menjadi demensia per
tahunnya. MCI amnestik domain tunggal dapat merupakan stadium pre demensia

17
dari Alzheimer sedangkan MCI multi domain dapat merupakan prekursor untuk
DA maupun DV. MCI non amnestik domain tunggal dapat ditemukan pada fase
prodromal dari DFT, DV, DLB atau kelainan depresi.1

M. PROGNOSIS

Tingkat perkembangan tahunan MCI menjadi demensia sekitar 5%


hingga 17%. Faktor-faktor yang memprediksi perkembangan MCI ke demensia
AD termasuk defisit memori yang menonjol, riwayat keluarga yang menderita
demensia, adanya alel apolipoprotein ε4 (Apo ε4), volume hippocampus yang
kecil, kadar β amyloid yang rendah pada CSF, dan peningkatan tau atau adanya
bukti deposisi amiloid di otak pada pencitraan positron emission tomography
(PE).4,5

18
BAB III

PENUTUP

Mild Cognitive Impairment (MCI) adalah suatu kondisi fase transisi


gangguan kognisi antara proses penuaan normal demensia. MCI bisa menjadi
tampilan kelainan kognitif awal dari penyakit Alzheimer, MCI juga bisa bersifat
sekunder dari proses penyakit (misalnya, gangguan neurologis, sistemik, atau
kejiwaan lainnya) yang bisa menyebabkan defisit kognitif. MCI juga bisa
disebabkan oleh kondisi yang reversible seperti hipotiroidisme, hipoglikemia dan
hiperglikemia, dehidrasi, dan defisiensi vitamin B12. MCI dapat berkembang
menjadi demensia, sebagian besar dalam bentuk Penyakit Alzheimer. Tingkat
perkembangan tahunan MCI menjadi demensia sekitar 5% hingga 17%. Saat ini
belum ada terapi farmakologis yang efektif untuk MCI, terapi yang dilakukan
berupa terapi nonfarmakologis seperti aktivitas fisik teratur dan intervensi
kognitif. Faktor-faktor yang memprediksi perkembangan MCI ke demensia
tadalah defisit memori yang menonjol, riwayat keluarga yang menderita
demensia, adanya alel apolipoprotein ε4 (Apo ε4), volume hippocampus yang
kecil, kadar β amyloid yang rendah pada CSF, dan peningkatan tau atau adanya
bukti deposisi amiloid di otak pada pencitraan positron emission tomography
(PET).

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Perdossi. Panduan Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan


Demensia. 2015;
2. Wang G, Cui HL. Reader response: Practice guideline update summary:
Mild cognitive impairment: Report of the Guideline Development,
Dissemination, and Implementation Subcommittee of the American
Academy of Neurology. Neurology. 2018;91(8):371–2.
3. Botchorishvili MJ . Mild Cognitive Impairment. Lancet.
2018;367(1):1262–70.
4. Smith WS, Johnston SC, Hemphill JC. Cerebro Vascular Disease. In :
Hauser SL, Jospheson SA, Kasper D, Fauci A, Longo D, Jameson JL,
editors. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. 4th edition. New
York : Mc Graw Hill Education. 2017.
5. Jongsiriyanyong S, Limpawattana P. Mild Cognitive Impairment in
Clinical Practice: A Review Article. Am J Alzheimers Dis Other Demen.
2018;33(8):500–7.
6. Sanford AM. Mild Cognitive Impairment. Clin Geriatr Med.
2017;33(3):325–37. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.cger.2017.02.005
7. Duara R, Loewenstein DA, Wright C, Crocco E, Varon D. Mild Cognitive
Impairment. Dementia. 2016;(April):77–95.
8. Alzheimer’s Association. Mild Cognitive Impairment (MCI). 2016.
9. Äüôú Ö. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry:Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry.11th ed. Philadelphia:
Lippincott WoltersKluwer;2015. 2003. 6–8 p.
10. Medscap. Mild Cognitive Impairment. 2019 Apr 22. Available from
https://emedicine.medscape.com/article/1136393-overview
11. Mayo clinic. Mild Cognitive Impairment. 2018 Aug 23. Available form :

20
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/mild-cognitive-
impairment/symptoms-causes/syc-20354578#:~:text=Mild%20cognitive
%20impairment%20(MCI)%20is,than%20norma.
12. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya. 2013. 46–47
13. Mufson EJ, Binder L, Counts SE, Dekosky ST, Detoledo-Morrell L,
Ginsberg SD, et al. Mild cognitive impairment: Pathology and
mechanisms. Acta Neuropathol. 2012;123(1):13–30.
14. Petersen RC, Lopez O, Armstrong MJ, Getchius TSD, Ganguli M, Gloss
D, et al. Practice guideline update summary: Mild cognitive impairment
report of theguideline development, dissemination, and implementation.
Neurology. 2018;90(3):126–35.

21

Anda mungkin juga menyukai