Anda di halaman 1dari 12

Kajian Etnobotani Masyarakat Adat Suku Moronene ....

Heru Setiawan & Maryatul Qiptiyah

KAJIAN ETNOBOTANI MASYARAKAT ADAT SUKU MORONENE DI


TAMAN NASIONAL RAWA AOPA WATUMOHAI

(The Ethnobotany Study of Moronene Ethnic Community in


Rawa Aopa Watumohai National Park)

Heru Setiawan* dan Maryatul Qiptiyah**

*Balai Penelitian Kehutanan Makassar


Jl. P. Kemerdekaan Km 16 Makassar Sulawesi Selatan Indonesia Telp./Fax. (0411) 554049/554051
Email: hiero_81@yahoo.com
**Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta, Indonesia

Diterima 22 Oktober 2013; revisi terakhir 26 Juni 2014; disetujui 27 Juni 2014

ABSTRAK

Masyarakat adat Suku Moronene yang tinggal di kawasan hutan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TN.
RAW) mempunyai interaksi yang sangat kuat dengan alam dan lingkungan di sekitarnya. Interaksi tersebut
melahirkan kearifan dalam mengelola sumberdaya alam agar dapat bermanfaat secara berkesinambungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bentuk-bentuk pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat adat Suku
Moronene. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey lapang dengan kegiatan meliputi
wawancara, identifikasi jenis tanaman dan analisis data. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara
semi terstruktur dengan responden. Setelah pengumpulan data, dilakukan pengumpulan spesimen tumbuhan
yang didampingi oleh informan kunci. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Pemanfaatan tumbuhan
oleh masyarakat adat Suku Moronene terbagi menjadi tiga kelompok besar yaitu untuk kebutuhan pangan,
obat-obatan dan adat istiadat. Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat teridentifikasi sebanyak 124 jenis,
meliputi 68 jenis untuk sumber pangan, 65 jenis untuk obat-obatan dan 10 jenis untuk kepentingan adat.

Kata kunci : Etnobotani, Suku Moronene, Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai

ABSTRACT

The Moronene ethnic living in the forests of Rawa Aopa Watumohai National Park has strong interaction with
nature and environment around the park. The interaction of indigenous people with their environment produced the
wisdom to manage the natural resources for sustainable benefit. This study was aimed to comprehend various forms
of plants utilizations by this local community. The method used is field survey, included interviews, plant identification
and data analysis. The data was collected by semi-structured interviews with respondents. Plant specimen collection
was conducted together with key informants. The data was analyzed with descriptive qualitative method. The
utilization of plants by indigenous peoples of Moronene tribe is divided into three major groups, including for food,
medicine and traditional ceremony. As much as 124 species, including 68 species for food, 65 species for medicine and
10 species for traditional ceremony were identified.

Keywords : Ethnobotany, Moronene ethnic, Rawa Aopa Watumohai National Park

I. PENDAHULUAN temurun. Menurut Nopandry (2007) secara


tradisional, masyarakat adat memiliki kearifan
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
lokal yang merupakan potensi dan kekuatan
majemuk, terdiri dari berbagai suku bangsa,
dalam pengelolaan suatu kawasan hutan. Hal ini
agama dan bahasa. Menurut Na’im dan
dapat dilihat dari keberadaan mereka yang selalu
Syaputra (2010), jumlah suku bangsa di
diiringi dengan eksistensi hutan selama
Indonesia secara keseluruhan mencapai lebih
beratus-ratus tahun yang merupakan suatu bukti
dari 1.300 suku bangsa dengan masing-masing
peradaban dalam pelestarian hutan.
kearifan lokal yang diwariskan secara turun

107
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 3 No.2, Juni 2014: 107 - 117

Salah satu suku bangsa di Propinsi pewarna dan lainnya (Suryadharma, 2008).
Sulawesi Tenggara yang mendiami sebagian Dokumentasi pengetahuan lokal masyarakat
wilayah Taman Nasional Rawa Aopa dalam memanfaatkan sumberdaya tumbuhan akan
Watumohai (TN. RAW) adalah Suku Moronene. sangat membantu menjaga kelestarian
Masyarakat adat Suku Moronene telah keanekaragaman hayati dan usaha domestikasi
menempati kawasan tersebut jauh sebelum tanaman obat yang bernilai penting (Kandari et al.,
kawasan ini ditetapakan sebagai kawasan 2012).
konservasi. Menurut Sarlan Adi Jaya,
Pengetahuan atau kearifan tradisional
antropolog dari Universitas Haluoleo, seperti
masyarakat Suku Moronene dalam pemanfaatan
yang dikutip dalam situs id.wikipedia.org,
sumberdaya alam, khususnya tumbuhan,
keberadaan Suku Moronene telah ada sejak
merupakan kekayaan budaya yang perlu digali
abad 18. Hal tersebut didukung dengan adanya
agar pengelolaan tradisional tersebut tidak punah.
sebuah peta yang dibuat oleh pemerintah
Pemanfaatan tumbuhan pangan lokal perlahan
Belanda pada tahun 1820 yang mencantumkan
namun pasti telah tersingkir dari peradaban. Salah
Kampung Hukaea yang merupakan kampung
satu sebabnya adalah kebijakan yang hanya
terbesar orang Moronene. Seperti halnya suku
terfokus pada peningkatan satu sumber pangan
bangsa yang lain, Suku Moronene juga
secara nasional yaitu beras dengan mengabaikan
memanfaatkan tumbuhan demi kelangsungan
sumber pangan lokal lainnya, telah membunuh
hidupnya. Masyarakat adat Suku Moronene
karakter dan mental sebagian masyarakat
yang tinggal di kawasan adat Hukaea-Laea
pengguna pangan lokal non beras (Zuhud, 2007).
memanfaatkan tumbuhan dari hutan hujan
Pengembangan jenis-jenis tanaman pangan liar
tropis pegunungan dataran rendah TN. RAW
hanya terbatas dilakukan oleh masyarakat hutan
untuk bahan pangan, obat-obatan dan
pedalaman atau masyarakat adat yang
kepentingan adat istiadat.
memanfaatkannya pada lingkup sangat kecil
Penetapan kawasan adat Suku Moronene secara lokal untuk kebutuhan sendiri (Hidayat,
menjadi kawasan konservasi pada awalnya 2010). Penelitian ini dilakukan dalam rangka
menjadi sumber konflik antara pihak pengelola untuk mengkaji bentuk-bentuk pemanfaatan
kawasan dengan masyarakat adat. Keberadaan tumbuhan oleh masyarakat adat Suku Moronene
konflik tersebut dapat berpotensi menjadi di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
ancaman bagi kelestarian sumberdaya alam
yang berada dalam kawasan konservasi. II. METODE PENELITIAN
Seiring dengan berjalannya waktu, terbentuk
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
kesadaran dari kedua belah pihak tentang
pentingnya keberadaan hutan bagi masyarakat Penelitian secara keseluruhan dilaksanakan
adat Suku Moronene dalam menunjang selama enam bulan, mulai dari bulan Juni sampai
kehidupannya. Interaksi antara masyarakat Nopember 2010. Lokasi penelitian dilaksanakan di
adat Suku Moronene dan lingkungan alam kawasan adat Hukaea-Laea yang merupakan
melahirkan budaya lokal yang selaras dengan tempat tinggal masyarakat adat Suku Moronene.
kelestarian lingkungan. Interaksi tersebut Kawasan adat Hukaea-Laea masuk dalam wilayah
melahirkan kearifan lokal masyarakat dalam TN. RAW. Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
memanfaatkan sumberdaya alam secara arif adalah salah satu taman nasional tertua di
untuk meningkatkan kesejahteraan Indonesia. Kawasan ini ditetapkan sebagai taman
masyarakat. nasional sejak tahun 1990 berdasarkan SK
Menhut No. 756/Kpts-II/1990 dengan luas
Kajian etnobotani menekankan pada
105.194 ha. Secara administrasi kawasan TN. RAW
keterkaitan antara budaya masyarakat dengan
mencakup empat kabupaten, yaitu Kabupaten
sumberdaya tumbuhan, baik secara langsung
Konawe, Konawe Selatan, Kolaka dan Bombana.
maupun tidak langsung. Etnobotani dapat
Secara geografis terletak antara 121°44’ -122°44’
digunakan sebagai salah satu alat untuk
Bujur Timur dan 4°22’ – 4°39’ Lintang Selatan.
mendokumentasikan pengetahuan masyarakat
tradisioal yang telah menggunakan berbagai Masyarakat adat Suku Moronene mendiami
macam manfaat tumbuhan untuk menunjang ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang
kehidupan seperti, pangan pengobatan, bahan di dominasi oleh savana. Hutan hujan tropis
bangunan, upacara adat, budaya, bahan dataran rendah di kawasan TN. RAW berada pada

108
Kajian Etnobotani Masyarakat Adat Suku Moronene ....
Heru Setiawan & Maryatul Qiptiyah

ketinggian antara 500 sampai 980 mdpl responden yang diwawancarai yaitu masyarakat
dengan vegetasi yang beragam dan tajuk hutan yang memiliki pengetahuan serta yang sering
yang selalu menghijau sepanjang tahun. Pada memanfaatkan tumbuhan dalam kesehariannya,
umumnya hutan ini terdapat disepanjang memahami segala informasi terkait dengan tema
alur-alur sungai dan membentuk penelitian dan masyarakat yang mempunyai
kelompok-kelompok hutan di tengah savana. pengalaman tertentu yang berhubungan dengan
Jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di tema penelitian seperti tokoh adat, kepala
daerah ini antara lain, bitti (Vitex pubescens), kampung, masyarakat yang memiliki mata
bayam (Intsia bijuga), jenis ficus, pandan, pencaharian di dalam kawasan hutan, ibu-ibu
bambu dan lain-lain. Lantai hutan banyak rumah tangga dan dukun atau tabib.
ditumbuhi jenis liana, rotan dan tumbuhan
Kegiatan wawancara dilakukan untuk
menjalar serta semak belukar.
mengidentifikasi jenis pemanfaatan tumbuhan
B. Bahan dan Alat Penelitian dalam menunjang kehidupan masyarakat. Selain
dengan wawancara, data tumbuhan hutan yang
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
dimanfaatkan juga didapatkan dengan observasi
yaitu alat tulis, kamera, kalkulator, recorder,
lapangan. Observasi lapangan dilakukan dengan
parang, gunting stek, tally sheet, kuisioner dan
didampingi oleh tokoh masyarakat adat atau
seperangkat komputer dengan perangkat lunak
masyarakat biasa yang berinteraksi dengan hutan
Microsoft Office 2007 (Word, Excel) untuk
secara intensif. Seluruh informasi mengenai
pengolahan data. Bahan yang digunakan dalam
spesies tumbuhan dicatat, kemudian disurvey di
penelitian ini adalah alkohol 70%, kertas koran,
lapangan, dikumpulkan dan dibuat material
sasak, label gantung, tali rafia, sampel
herbariumnya. Pembuatan herbarium ditujukan
tumbuhan dan plastik.
untuk pengkoleksian spesimen tumbuhan yang
C. Desain Penelitian terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting
lengkap dengan daun, serta bunga dan buahnya
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap,
jika ada). Selanjutnya sampel tumbuhan dianalisis
yaitu studi pustaka, observasi lapangan dan
di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu
wawancara, serta pengolahan dan analisis data.
Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk mengetahui
Data yang diambil terdiri atas data primer dan
nama ilmiahnya.
data sekunder. Data primer merupakan data
yang diambil secara langsung di lapangan D. Analisis Data
berupa hasil wawancara dengan responden,
Pengolahan dan analisis data dilakukan
hasil diskusi dengan ketua adat, pengamatan
secara deskriptif kualitatif untuk memperoleh
kondisi biofisik lingkungan dan pengambilan
informasi mengenai jenis, kelompok kegunaan,
sampel herbarium. Data sekunder adalah data
dan cara pengolahan tumbuhan yang dilakukan
yang diambil dari hasil penelitian atau laporan
oleh masyarakat. Kelompok kegunaan tumbuhan
maupun publikasi yang dilakukan pihak lain,
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai
contohnya laporan kondisi demografi, sosial
sumber bahan pangan, sebagai sumber bahan
budaya dan kondisi geografis masyarakat.
obat-obatan dan sebagai pelengkap dalam
Pada penelitian ini, data primer kegiatan upacara adat. Bagian tumbuhan yang
didapatkan melalui kegiatan wawancara secara digunakan meliputi bagian tumbuhan yang paling
formal mapun informal. Wawancara yang atas (daun) sampai ke bagian paling bawah (akar).
dilakukan secara formal menggunakan metode
pengisian kuisioner dengan model pertanyaan III. HASIL DAN PEMBAHASAN
terbuka. Wawancara secara informal dilakukan
A. Karakteristik Responden
dengan bantuan daftar pertanyaan yang telah
dibuat. Penetapan responden dilakukan Masyarakat adat Suku Moronene merupakan
menggunakan pendekatan metode purposive masyarakat yang hidup secara tradisional.
random sampling yaitu sampel diambil secara Memahami karakteristik perilaku masyarakat adat
sengaja berdasarkan tujuan penelitian. Dalam yang memanfaatkan sumberdaya hutan untuk
metode ini, wawancara dilakukan terhadap memenuhi kebutuhan hidupnya merupakan
sasaran responden yang ditentukan secara informasi yang sangat penting sebagai panduan
terpilih (Hamidu, 2009). Adapun kriteria bagi pengambil kebijakan untuk menyusun

109
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 3 No.2, Juni 2014: 107 - 117

strategi pengelolaan hutan. Dalam penelitian secara swadaya. Dengan gambaran pendidikan
ini, jumlah responden secara keseluruhan masyarakat tersebut, diharapkan pihak-pihak
berjumlah 108 responden dengan mata terkait untuk lebih memperhatikan kualitas
pencaharian pokok sebagai petani. Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat adat
Berdasarkan komposisi umurnya, sebagian Suku Moronene.
besar responden tergolong ke dalam umur
B. Pemanfaatan Tumbuhan
produktif (15-64 th) dengan persentase
mmencapai 79,63% sedangkan 20,37% Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun
termasuk dalam golongan non-produktif tua (> 1990, tumbuhan adalah semua jenis sumber daya
64 th). Berdasarkan jumlah anggota keluarga, alam nabati, baik yang hidup di darat maupun di
sebagian besar responden tergolong dalam air. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8
rumah tangga kecil (2-4 orang) sebesar 46,3%, Tahun 1999, pemanfaatan tumbuhan dan satwa
kelas sedang dengan jumlah anggota keluarga liar bertujuan agar jenis tumbuhan dan satwa liar
5-7 orang mencapai 42,59%, dan rumah tangga dapat didayagunakan secara lestari untuk
besar (lebih dari 7 orang anggota keluarga) sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tradisi
sebesar 11,11%. pengetahuan masyrakat lokal di daerah
pedalaman tentang pemanfaatan tumbuhan untuk
Tingkat pendapatan sebagian besar
memenuhi kebutuhan sehari-hari telah
masyarakat tergolong rendah yaitu antara Rp
berlangsung sejak lama. Pengetahuan ini bermula
100.000,- sampai Rp 500.000,-/bulan
dari dicobanya berbagai jenis tumbuhan untuk
(42,59%), kemudian 36,11% tergolong dalam
memenuhi kebutuhan hidup. Tradisi pemanfaatan
pendapatan sedang antara Rp 500.000,-
tumbuhan ini sebagian telah dibuktikan
sampai Rp 1.000.000,-/bulan, dan 21,3%
kebenarannya secara ilmiah terutama untuk
termasuk dalam keluarga dengan pendapatan
tumbuhan obat.
tinggi yaitu diatas Rp 1.000.000,-/bulan. Jika
dibandingkan dengan upah minimum Propinsi Kekayaan keanekaragaman hayati tumbuhan
Sulawesi Tenggara tahun 2010 sebesar Rp merupakan salah satu modal dasar dalam
860.000,-/bulan, pendapatan rata-rata pelaksanaan pembangunan nasional untuk
masyarakat Suku Moronene masih dibawahnya. kesejahteraan masyarakat. Namun, pemanfaatan
Dengan kondisi demikian, perlu lebih tersebut harus sesuai dengan daya dukung
ditingkatkan lagi program-program (carrying capacity), karakteristik, dan fungsinya
pengentasan kemiskinan oleh pemerintah (Ismanto, 2007). Hasil penelitian menunjukkan
maupun pihak terkait agar tingkat bahwa masyarakat adat Suku Moronene
kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. memanfaatkan tumbuhan untuk sumber pangan,
Tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat obat-obatan dan keperluan upacara adat sebanyak
tergolong rendah. Persentase pendidikan 124 jenis terdiri atas 68 jenis untuk sumber
masyarakat yang terbesar adalah lulus SD pangan, 65 jenis untuk obat-obatan dan 10 jenis
sebesar 60,19%, kemudian SMP sebesar untuk kepentingan upacara adat. Terdapat
15,74%, tidak sekolah atau tidak lulus SD beberapa jenis tumbuhan dengan kegunaan lebih
sebesar 13,89%, lulus SMA atau sederajat dari satu, misanya tanaman lanu (Corypha utan)
9,26% dan lulus diploma tiga 0,93%. Hanya yang digunakan untuk sumber pangan dan adat
terdapat satu Sekolah Dasar (SD) di kawasan istiadat. Proporsi bagian tumbuhan yang
Kampung Adat Hukae-Laea yang dikelola dimanfaatkan Suku Moronene dapat dilihat pada
Gambar 1.

110
Kajian Etnobotani Masyarakat Adat Suku Moronene ....
Heru Setiawan & Maryatul Qiptiyah

Gambar 1. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Suku Moronene


Figure 1. The Parts of plant used by Moronene people

Dari Gambar 1 dapat diketahui bahwa Tangale, Propinsi Gorontalo yang tercatat
pemanfaatan bagian tumbuhan tertinggi sebanyak 33 jenis tanaman yang didominasi oleh
adalah daun dengan 52 jenis tanaman, buah buah-buahan dan sayuran (Sunarti et al., 2007).
dengan 40 jenis tanaman, selanjutnya
Pemanfaatan tumbuhan hutan sebagai
umbi,umbut dan kulit kayu dengan jumlah
sumber pangan dapat dibagi menjadi tiga bagian,
jenis yang sama yaitu 9 jenis tanaman, bagian
yaitu sumber pangan pengganti makanan pokok
batang dengan 8 jenis tanaman, bagian
(karbohidrat), sumber pangan berupa
lain-lain (getah) sebanyak 6 jenis tanaman dan
sayur-sayuran dan sumber pangan berupa
bagian akar dengan 4 jenis tanaman. Penelitian
buah-buahan. Pada masyarakat adat Suku
yang dilakukan oleh Anggana (2011) juga
Moronene, Tumbuhan hutan yang dijadikan
menyebutkan bahwa bagian tanaman yang
sebagai sumber pangan pengganti makanan pokok
paling banyak digunakan oleh masyarakat di
adalah aren (Arenga pinnata), ondo (Dioscorea
sekitar Taman Nasional Gunung Merapi adalah
hispida), garut (Marantha arunginaceae), talas
bagian daun sebanyak 47 jenis dan yang paling
(Colocasia esulenta) dan rumbia (Metroxylon sago).
sedikit adalah bagian akar yaitu 1 jenis
Dari beberapa jenis tanaman pengganti makanan
tumbuhan. Hal ini juga sejalan dengan
pokok tersebut yang paling populer adalah rumbia
penelitian Hidayat (2010) yang menyatakan
(Metroxylon sago) dan ondo (Dioscorea hispida).
bahwa, dari 292 jenis tumbuhan yang
Kedua jenis tumbuhan ini banyak tumbuh di
dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Adat
kawasan adat Hukaea-Laea dan masih
Dukuh di Garut, Jawa Barat, sebanyak 110 jenis
dimanfaatkan sampai sekarang.
(37,67%) adalah bagian daun yang merupakan
persentase tertinggi. Pengolahan rumbia dilakukan dengan
menebang pohon rumbia, kemudian batangnya
C. Pemanfaatan Tumbuhan untuk Bahan
dipotong dengan ukuran dua meteran. Potongan
Pangan
batang dibelah dan pada bagian empulur diparut.
Tumbuhan pangan adalah segala sesuatu Hasil parutan diperas sambil disiram dengan air
yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, atau diinjak-injak dengan kaki, kemudian disaring.
berdaun, dan dapat dimakan atau dikonsumsi Hasil saringan didiamkan selama dua jam, airnya
oleh manusia. Bahan pangan yang dimaksud dibuang dan endapannya yang berupa tepung
adalah makanan pokok, tambahan, minuman, dijemur, setelah kering tepung rumbia siap untuk
bumbu masakan, dan rempah-rempah dijadikan bahan makanan.
(Saepuddin, 2005). Secara keseluruhan,
Pengolahan ondo dilakukan dengan cara
tumbuhan yang dijadikan sumber pangan oleh
pertama-tama umbi dikupas, diiris tipis kemudian
masyarakat adat Suku Moronene berjumlah 68
direndam air yang dicampur dengan kulit kayu
jenis. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingan
wilalo selama tiga hari dan ditiriskan, direndam
dengan jumlah tumbuhan yang berpotensi
kembali di air bersih selama dua sampai tiga
sebagai bahan pangan di daerah Cagar Alam

111
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 3 No.2, Juni 2014: 107 - 117

malam, selama perendaman diaduk tiga kali jumlahnya masih melimpah di dalam hutan.
dalam sehari setelah itu ditiris kemudian Tumbuhan Lanu (Corypha utan) sangat penting
dikukus atau dijemur dan siap digoreng. dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
Perendaman selama tiga malam dan kehidupan Suku Moronene. Sayur dari tumbuhan
pencampuran dengan kulit wilalo berfungsi lanu merupakan masakan yang harus ada dalam
sebagai penetralisir racun. Umbi ondo bisa juga setiap upacara adat yang dilakukan oleh Suku
dimakan langsung dengan terlebih dulu Moronene. Jenis tumbuhan hutan yang menjadi
dikupas, kemudian ditusuk dengan batang sumber pangan buah-buahan berjumlah 32 jenis.
tanaman onese dan dibakar. Setelah matang, Dari ke-32 jenis buah-buahan tersebut yang paling
umbi disekitar batang onese dapat langsung populer dan banyak terdapat di sekitar hutan
dimakan. adalah manggis hutan (Garcinia sp). Bahan pangan
nabati yang berasal dari tumbuhan hutan dapat
Sumber pangan berupa sayur sayuran
diperoleh dari berbagai bagian tumbuhan
yang berasal dari hutan berjumlah 33 jenis
misalnya daun, buah, batang dan lain-lain. Gambar
tanaman. Beberapa jenis yang populer
2 berikut adalah gambaran bagian tumbuahan
diantaranya adalah daun huka (Gnetum
yang dimanfaatkan oleh masyarakat adat Suku
gnemon), lanu (Corypha utan) dan Tokulo
Moronene untuk kebutuhan pangan.
(Kleinhovia hospital). Pemanfaatan sayur
daun huka sangat umum dijumpai pada
masyarakat adat Suku Moronene dan

Gambar 2. Pemanfaatan bagian tumbuhan untuk bahan pangan


Figure 2. The utilization parts of plant for food

Dari Gambar 4 dapat diketahui, secara tumbuhan obat modern, dan 3) tumbuhan obat
berturut-turut bagian tumbuhan yang paling potensial. Pemanfaatan tumbuhan sebagai
banyak dimanfaatkan untuk bahan pangan obat-obatan telah dikenal manusia sejak manusia
adalah buah dengan 37 jenis tanaman, daun berinteraksi dengan hutan (Bonai, 2013).
dengan 19 jenis tanaman, selanjutnya umbut Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia
dengan 7 jenis tanaman, batang dengan 4 jenis (WHO), sekitar 80% penduduk dunia bergantung
tanaman, umbi dengan 4 jenis tanaman dan pada obat-obatan yang berasal dari tumbuhan
bagian lain-lain atau keselurtuhan terdiri dari (herbal) untuk perawatan kesehatan primer
jamur dan rebung yaitu 2 jenis tanaman. (Mukherjee dan Wahil, 2006). Obat-obatan yang
berasal dari tumbuhan tidak mengandung efek
D. Pemanfaatan Tumbuhan untuk
samping, hal ini dapat terjadi karena bahan alami
Obat-Obatan
dalam obat tradisional tidak menyisahkan residu
Tumbuhan obat adalah seluruh spesies di dalam tubuh manusia, sedangkan bahan sintesis
tumbuhan yang diketahui atau dipercaya dalam obat-obatan medis akan menyisahkan
mempunyai khasiat obat (Abdiyani, 2008). residu dalam tubuh manusia (CIFOR, 2007).
Tumbuhan obat tersebut dikelompokkan Keunggulan tersebut menyebabkan permintaan
menjadi : 1) tumbuhan obat tradisional, 2) terhadap produk obat herbal semakin tinggi.

112
Kajian Etnobotani Masyarakat Adat Suku Moronene ....
Heru Setiawan & Maryatul Qiptiyah

Tinginya permintaan komersial terhadap bahwa masyarakat adat Suku Moronene mengenal
produk obat herbal dan adanya 65 jenis tanaman hutan yang digunakan sebagai
ketergantungan terhadap tumbuhan obat yang obat-obatan. Hasil ini sedikit lebih kecil jika
diambil dari alam menyebabkan berkurangnya dibandingan dengan pemanfaatan jenis tumbuhan
jumlah tumbuhan obat di habitat alaminya. untuk obat-obatan oleh masyarakat Suku Angkola
Permintaan pasar global terhadap tanaman di sekitar Cagar Alam Dolok Sibual-buali,
obat dan obat-obatan herbal diperkirakan Kabupaten Tapanuli Selatan yang memanfaatkan
senilai US$800 miliar per tahun (Kumar et al., 67 jenis tumbuhan untuk obat-obatan (Hasibuan,
2011). 2011).
Masyarakat adat Suku Moronene yang Pada umumnya jenis-jenis tumbuhan yang
mendiami kawasan hutan sekitar TN. RAW digunakan masyarakat adat Suku Moronene untuk
memiliki budaya pengobatan tradisional, obat-obatan adalah tumbuhan liar yang tumbuh di
termasuk penggunaan tumbuhan obat sejak dalam kawasan hutan. Berdasarkan habitus atau
dulu dan dilestarikan secara turun menurun. perawakannya, tumbuhan obat tersebut dapat
Masyarakat adat Suku Moronene berupa pohon, semak dan liana. Bagian tumbuhan
mengklasifikasikan penyakit menjadi dua jenis, yang digunakan untuk obat terdiri atas daun, kulit
yaitu penyakit biasa dan penyakit yang timbul kayu, buah, umbi, getah, akar, batang, keseluruhan,
karena magis. Penyakit biasa adalah penyakit umbut dan bunga. Sebagian pengobatan
yang umum diderita oleh penduduk seperti tradisional yang dilakukan masyarakat hanya
demam, batuk, pegal-pegal atau sakit yang menggunakan satu bagian tumbuhan, misalnya
timbul karena perubahan cuaca dan kuman daunya saja, atau umbinya saja, sedangkan bagian
penyakit. Penyakit karena magis diyakini lain dari tumbuhan tersebut tidak digunakan atau
penduduk timbul akibat pelanggaran adat atau ada juga yang menggunakan keseluruhan dari
karena adanya gangguan dari roh halus. Untuk tanaman tersebut. Contoh penggunaan
jenis penyakit seperti ini penanganannya masing-masing bagian tumbuhan tersebut seperti
dilakukan oleh tokoh adat yang telah ditunjuk. yang tercantum pada Tabel 1.
Dari hasil survey dan wawancara, diketahui

Tabel 1. Pemanfaatan bagian tumbuhan untuk obat-obatan oleh masyarakat Suku Moronene
Table 1. The utilization parts of plant for medicine purposes by Moronene people
Bagian Jenis Penyakit Cara Penggunaan
No Tumbuhan (Name of
(Part of plant) (Species) llness) (How to use)

1. Daun Pisa akorea Diare dan sakit Daun muda sebanyak 5-10 lembar direbus
(Psidium perut dengan 2-3 gelas air sampai mendidih dan
guajava) hingga airnya menjadi satu gelas, kemudian air
rebusan tersebut disaring dan diminum
sebelum makan tiga kali sehari.
2. Kulit kayu Kayu jawa Penyakit Kulit kayu jawa ukuran sekitar 10 sampai 20 cm
(Spondias dalam dibersihkan bagian luarnya dan bagian
mombin) (kembung, dalamnya dikeruk dengan menggunakan pisau.
magh) Kulit kayu bagian dalam yang telah dikeruk
kemudian diperas dan airnya dicampur santan
sedikit dan kuning telur ayam kampong
kemudian diminum tiga kali sehari.
3. Buah Tangkule Penyakit darah Mengkonsumsi langsung buah belimbing setiap
(Averrhoa tinggi hari.
bilimbi)
4. Umbi Kunyit Penyakit gula Kunyit dicuci kemudian diiris-iris dan direbus
(Curcuma atau diabetes dengan air 1 liter sampai mendidih dan biarkan
domestica) hingga hingga air yang ada tersisa 1/2 liter. Hasil
rebusan kemudian disaring dan diminum 3 kali
sehari.

113
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 3 No.2, Juni 2014: 107 - 117

Tabel 1. Lanjutan
Table 1. Continued
Bagian Jenis Penyakit Cara Penggunaan
No Tumbuhan (Name of
(Part of plant) (Species) llness) (How to use)

5. Getah Pulai (Alstonia Luka luar (luka Getah pulai dioleskan pada luka.
angustiloba) sobek)
6. Akar Alang-alang Penyakit dalam Akar alang-alang dicuci kemudian direbus, air
(Imperata hasil rebusan diminum hangat-hangat setiap
cylindrical) hari.
7. Batang Ngguni atau Penyakit Batang akar kuning dibersihkan dan
akar kuning diabetes, dipotong-potong dengan ukuran lebih kurang
(Arcangelisia hepatitis dan 15 cm, kemudian batang tersebut dipukul-pukul
flava) sakit perut hingga memar dan selanjutnya direbus dengan
akibat air 1 liter sampai mendidih dan dibiarkan hingga
kembung. hingga air tersisa 1/2 liter. Hasil rebusan
kemudian disaring dan setelah hangat airnya
diminum 3 kali sehari.
8. Keseluruhan Benalu Penyakit gula Secara keseluruhan (akar, batang dan daun)
(Loranthus dan penyakit dibersihkan dan direbus dengan air 1 liter
europaeus) dalam. sampai mendidih dan biarkan hingga hingga air
yang ada tersisa 1/2 liter. Hasil rebusan
kemudian disaring dan setelah hangat airnya
diminum 3 kali sehari.
9. Umbut Wua Obat cacing Mengkonsumsi langsung umbut pinang setiap
(Areca catechu) hari.

10. Bunga Tunjung biru Penyakit dalam Bunga tunjung biru dibersihkan dan direbus
(Nymphaea dengan air 1 liter sampai mendidih dan biarkan
stellata) hingga hingga air yang ada tersisa 1/2 liter. Hasil
rebusan kemudian disaring dan setelah hangat
airnya diminum 3 kali sehari.

Secara umum bentuk pengobatan yang yang banyak digunakan adalah daun dari satu
dilakukan oleh masyarakat adat Suku jenis tumbuhan. Sebagian besar cara pengolahan
Moronene dapat dikategorikan menjadi dua tumbuhan dilakukan hanya dengan ditumbuk dan
yaitu jenis pengobatan luar dan jenis kemudian dilulurkan pada bagian kulit yang sakit.
pengobatan dalam. Jenis-jenis penyakit dengan Contohnya untuk obat sakit akibat bengkak,
menggunakan pengobatan luar misalnya sakit digunakan daun kapuk (Ceiba petandra) yang
mata, luka karena benda tajam, sakit gigi, dihaluskan kemudian dibalurkan pada bagian
bengkak atau memar, penyakit kulit, bisul dan tubuh yang bengkak. Untuk pengobatan dalam,
borok. Pengobatan dalam adalah jenis masyarakat mengolah tumbuhan tersebut dengan
pengobatan dengan memakan atau meminum direbus atau dihaluskan kemudian diambil sari
olahan dari tumbuh-tumbuhan obat. Penyakit tumbuhannya. Pada umumnya komposisi jenis
dengan pengobatan dalam ini antara lain tumbuhan untuk pengobatan dalam ini lebih dari
diabetes, TBC, malaria, tekanan darah, muntah satu jenis tumbuhan. Misalnya obat untuk sakit
darah, lever, ginjal dan lain-lain. batuk digunakan akar alang-alang, akar kelapa dan
jambu yang dikeringkan, kemudian dihaluskan
Teknik pengobatan luar dilakukan
ditambahkan sedikit merica dan diminum seperti
dengan cara bervariasi berdasarkan jenis
kopi. Gambar 3 berikut ini adalah gambaran
penyakitnya. Umumnya pengobatan luar
bagian tumbuahan yang dimanfaatkan oleh
menggunakan komposisi tumbuhan tunggal.
masyarakat adat Suku Moronene untuk
Untuk luka dan sakit kulit, bagian tumbuhan
pengobatan.

114
Kajian Etnobotani Masyarakat Adat Suku Moronene ....
Heru Setiawan & Maryatul Qiptiyah

Gambar 3. Pemanfaatan bagian tumbuhan untuk obat-obatan


Figure 3. The utilization parts of plant for medicine

Dari gambar 3 dapat dijelaskan secara juga memanfaatkan tumbuhan untuk kepentingan
berturut-turut, bagian tumbuhan yang paling adat-istiadat diantaranya adalah kepentingan
banyak dimanfaatkan untuk obat-obatan untuk upacara adat. Dari hasil survey dan
adalah daun dengan 31 jenis tanaman, kulit wawancara, diketahui bahwa masyarakat adat
kayu dengan 8 jenis tanaman, selanjutnya buah, Suku Moronene mengenal 10 jenis tanaman hutan
umbi, getah dan akar masing-masing sama yang biasa digunakan untuk kepentingan adat.
dengan 4 jenis tanaman, bagian batang dengan Hasil ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan
3 jenis tanaman, keseluruhan bagian tanaman pemanfaatan tumbuhan untuk kepentingan adat
dengan 3 jenis tanaman dan bagian lain-lain pada masyarakat melayu di sekitar Taman
(umbut dan bunga) dengan 3 jenis tanaman. Nasional Bukit Tigapuluh yang memanfaatkan 13
jenis tumbuhan untuk kepentingan adat (Fakhrozi,
E. Pemanfaatan Tumbuhan untuk
2009). Gambar 4 berikut adalah gambaran bagian
Kepentingan Adat
tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat adat
Selain untuk kebutuhan pangan dan Suku Moronene untuk kepentingan adat.
obat-obatan, masyarakat adat Suku Moronene

Gambar 4. Pemanfaatan bagian tumbuhan untuk kepentingan upacara adat-istiadat


Figure 4. The utilization parts of plant for traditional ceremony

Dari Gambar 4 dapat dijelaskan, bagian bagian batang dengan 3 jenis tanaman, bagian
tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan umbut dengan 3 jenis tanaman dan keseluruhan
untuk kepentingan adat-istiadat adalah daun tanaman dengan 2 jenis tanaman. Kepentingan
dengan 9 jenis tanaman, lain-lain (anakan, adat istiadat yang sering dilakukan adalah upacara
bunga, buah, akar) dengan 4 jenis tanaman, mengusir roh halus, upacara kematian, upacara

115
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 3 No.2, Juni 2014: 107 - 117

lamaran (pinangan), upacara pernikahan, turun-temurun. Nilai-nilai budaya yang ada di


upacara mendirikan rumah dan upacara masyarakat merupakan potensi ekowisata yang
kelahiran. Beberapa contoh tanaman yang dapat dikembangkan oleh pihak Balai TN. RAW.
digunakan untuk kepentingan adat adalah Dengan adanya pelibatan masyarakat adat dengan
tanaman rotan (Calamus inops), tanaman lanu nilai-nilai kearifan lokal yang berkembang
atau gebang (Corypha utan), dan pandan diharapkan kawasan hutan di TN. RAW dapat
(Pandanus sp). Rotan digunakan untuk terjaga kelestariannya
pembuatan keranjang sebagai wadah daun
sirih dan buah pinang yang digunakan untuk UCAPAN TERIMAKASIH
upacara lamaran atau perkawinan. Bagian
Penulis menyampaikan terimakasih kepada
umbut tanaman gebang dimasak, dan masakan
Balai Penelitian Kehutanan Makassar dan
ini menjadi masakan yang wajib dihidangkan
Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang
pada saat upacara adat. Daun pandan dianyam
telah mendukung dalam pendanaan dalam
menjadi tikar untuk keperluan berbagai
kegiatan penelitian ini. Terimakasih juga kami
upacara adat.
sampaikan kepada Balai Taman Nasional Rawa
Aopa Watumohai yang telah memberikan ijin dan
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
bantuan dalam pengambilan data di lapangan.
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Masyarakat adat Suku Moronene
memanfaatkan tumbuhan sebanyak 124 jenis Abdiyani, S. (2008). Keanekaragaman jenis tumbuhan
yang dikelompokkan kedalam tiga kelompok bawah berkhasiat obat di dataran tinggi Dieng.
pemanfaatan, yaitu sebagai sumber bahan Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 5(1),
pangan sebanyak 68 jenis, obat-obatan 79-86.
sebanyak 65 jenis dan untuk kepentingan Anggana, A.F. (2011). Kajian Etnobotani Masyarakat di
upacara adat sebanyak 10 jenis. Pemanfaatan Sekitar Taman Nasional Gunung Merapi; Studi
tumbuhan hutan untuk kebutuhan pangan Kasus di Desa Umbulharjo, Sidorejo, Wonodoyo dan
dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai pengganti Ngablak (Skripsi). Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor. (Tidak dipublikasikan).
makanan pokok, sayur-sayuran dan
buah-buahan. Sumber makanan pokok yang Bonai, Y.M.M. (2013). Pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan
paling populer adalah rumbia (Metroxylon sago obat tradisional oleh masyarakat Suku Klabra di
Rottb) dan ondo (Dioscorea hispida Daenst), Kampung Buk Distrik Klabot Kabupaten Sorong
sementara untuk sayur adalah daun melinjo (Skripsi). Fakultas Kehutanan. Universitas Negeri
Papua. (Tidak dipublikasikan).
(Gnetum gnemon), dan untuk buah-buahan
adalah manggis hutan (Garcinia sp). CIFOR (Center for International Forestry Research).
(2007). Hutan dan kesehatan manusia. Info brief
B. Saran No.11(b). Jakarta.
Perlu dilakukannya upaya program Fakhrozi, I. (2009). Etnobotani masyarakat Suku Melayu
pengembangan pemanfaatan tumbuhan tradisional di sekitar Taman Nasional Bukit
berguna oleh masyarakat adat Suku Moronene. Tigapuluh: Studi Kasus di Desa Rantau Langsat, Kec.
Salah satu bentuk pengembangan tersebut Batang Gangsal, Kab. Indragiri ulu, Provinsi Riau
dengan melakukan upaya pelestarian dalam (Skripsi). Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
bentuk domestifikasi atau budidaya terhadap Bogor. (Tidak dipublikasikan).
spesies-spesies tumbuhan yang mempunyai Hamidu, H. (2009). Kajian etnobotani Suku Buton (Kasus
nilai manfaat tinggi sehingga masyarakat tidak masyarakat sekitar hutan Lambusango Kabupaten
mengandalkan untuk mencari di kawasan Buton Provinsi Sulawesi Tenggara). Skripsi.
hutan contohnya daun melinjo (Gnetum Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
gnemon), ondo (Dioscorea hispida Daenst) dan (Tidak dipublikasikan).
manggis hutan (Garcinia sp). Pembinaan bagi Hasibuan, M.A.S. (2011). Etnobotani masyarakat Suku
masyarakat adat Suku Moronene juga Angkola : Studi kasus di Desa Padang Bujur sekitar
disarankan untuk ditingkatkan agar mereka Cagar Alam Dolok Sibual-buali, Kabupaten
dapat mempertahankan nilai-nilai budayanya Tapanuli Selatan, Sumatera Utara (Skripsi).
khususnya pengetahuan etnobotani yang Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
(Tidak dipublikasikan).
terdapat dikalangan mereka secara

116
Kajian Etnobotani Masyarakat Adat Suku Moronene ....
Heru Setiawan & Maryatul Qiptiyah

Hidayat, S. (2010). Etnobotani Masyarakat Kampung Nopandry, B. (2007). Hutan untuk masyarakat
Adat Dukuh di Garut, Jawa Barat (Skripsi). pemanfaatan lestari hutan konservasi. Buletin
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Konservasi Alam, 7 (1), 4-8.
(Tidak dipublikasikan).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8
Ismanto. (2007). Inventarisasi Potensi Pakis Tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan
(Cyathea sp) di Kabupaten Mamuju Provinsi dan satwa liar
Sulawesi Barat. Buletin Konservasi Alam, 7 (1):
Saepuddin, R. (2005). Etnobotani pada masyarakat adat
48-56.
Kasepuhan Banten Kidul, Kabupaten Sukabumi,
Kandari, L.S. Phondani, P.C. Payal, K.C. Rao, K.S. and Jawa Barat (Skripsi). Fakultas Kehutanan. Institut
Maikhuri, R.K. (2012). Ethnobotanical Study Pertanian Bogor. (Tidak dipublikasikan).
towards Conservation of Medicinal and
Sunarti, S. Rugayah. dan Djarwaningsih, T. (2007).
Aromatic Plants in Upper Catchments of
Tumbuhan Berpotensi Bahan Pangan di Daerah
Dhauli Ganga in the Central Himalaya. Journal
Cagar Alam Tangale. Jurnal Biodiversitas, 8 (2),
of Mountain Science, 9, 286-296.
88-91.
Kumar, G.P. Kuma, R. and Chaurasia, O.P. (2011).
Suryadharma, I. (2008). Diktat kuliah etnobotani.
Current status and potential prospects of
Jurusan Pendidikan Biologi. Fakultas Matematikan
medicinal plant sector in trans-Himalayan
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Yogyakarta:
Ladakh. Journal of Medicinal Plants Research, 5,
Universitas Negeri Yogyakarta.
2929-2940.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
Mukherjee, P.K. dan Wahil, A. (2006). Integrated
1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati
approaches towards drug development from
dan ekosistemnya
Ayurveda and other systems of medicine.
Journal of Ethnopharmacology, 103: 25-35. Zuhud, E.A.M. (2007). Sikap Masyarakat dan konservasi,
suatu analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC)
Na'im, A. dan Syaputra, H. (2010). Kewarganegaraan,
Merr.), sebagai stimulus tumbuhan obat bagi
suku bangsa, agama, dan bahasa sehari-hari
masyarakat, kasus di Taman Nasional Meru Betiri
penduduk indonesia; hasil sensus penduduk
(Disertasi). Fakultas Pascasarjana Institut
2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Pertanian Bogor. (Tidak dipublikasikan).

117
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 3 No.2, Juni 2014: 107 - 117

118

Anda mungkin juga menyukai