Asuhan Keperawatan Infeski Pada Sistem I
Asuhan Keperawatan Infeski Pada Sistem I
Asuhan Keperawatan Infeski Pada Sistem I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini agar mahasiswa mengetahui,
mengerti dan mahasiswa dapat melaksanakan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan sistem integumen karena infeksi
mikroorganisme
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa
mengetahui, mengerti dan mahasiswa dapat melaksanakan:
1. Mengetahui definisi gangguan sistem integumen karena infeksi
mikroorganisme
2. Mengtahui penyebab gangguan sistem integumen karena infeksi
mikroorganisme
3. Mengetahui patofisiologi dari gangguan sistem integumen karena
infeksi mikroorganisme
4. Mengetahui manifestasi klinis gangguan sistem integumen karena
infeksi mikroorganisme
5. Mengetahui penatalaksanaan dari gangguan sistem integumen
karena infeksi mikroorganisme
6. Megetahui pathways gangguan sistem integumen karena infeksi
mikroorganisme
7. Mengetahui asuhan keperawatan pada gangguan sistem integumen
karena infeksi mikroorganisme
1.3 Manfaat
1. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi gangguan sistem integumen
karena infeksi mikroorganisme
2. Mahasiswa dapat menjelaskan penyebab dari gangguan sistem
integumen karena infeksi mikroorganisme
3. Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi dari gangguan sistem
integumen karena infeksi mikroorganisme
4. Mahasiswa dapat menjelaskan gangguan sistem integumen karena
infeksi mikroorganisme
5. Mahasiswa dapat menjelaskan manifestasi klinis gangguan sistem
integumen karena infeksi mikroorganisme
6. Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan gangguan sistem
integumen karena infeksi mikroorganisme
7. Mahasiswa dapat menegakkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme
8. Mahasiswa dapat mengetahui, mengerti dan mahasiswa dapat
melaksanakandiagnosakeperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem integumen karena infeksi mikroorganisme
9. Mahasiswa dapat mengetahui, mengerti dan mahasiswa dapat
melaksanakanintervensikeperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem integumen karena infeksi mikroorganisme
10. Mahasiswa dapat mengetahui, mengerti dan mahasiswa dapat
melaksanakanimplementasi dan evaluasi keperawatankeperawatan pada
pasien dengan gangguan sistem integumen karena infeksi
mikroorganisme
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infeksi adalah proses saat organism (misalnya bakteri, virus, jamur)
yang mampu menyebabkan penyakit masuk kedalam tubuh atau jaringan dan
menyebabkan trauma atau kerusakan. (Grace&Borley,2007).
Tiga Infeksi organism yang dapat menimbulkan gangguan atau
penyakit pada system integument menurut adalah sebagai berikut :
a. Infeksi jamur
Infeksi jamur biasa terjadi pada organ integumen seperti kulit. infeksi
jamur pada kulit dianggap sebagai infeksi superficial dan biasanya
digambarkan berdasarkan tempat infeksi. Infeksi pada kulit disebut tinea.
Tinea pedis adalah infeksi di kaki, misalnya kutu air (athlete’s foot).
Tinea korporis (ringworm) adalah infeksi di badan, tinea barbe adalah
infeksi di janggut, dan tinea kapitis adalah infeksi dikulit kepala. Tinea
versikolor adalah infeksi jamur di badan yang menimbulkan area kulit
yang berubah warnanya dan diperburuk oleh pajanan sinar matahari.
(Corwin,2009)
b. Infeksi bakteri
Infeksi bakteri yang biasa terjadi pada organ integument biasanya seperti
bakteri streptokokus yang menyebabkan selulitis, stafilokokus yang
menyebabkan folikulitis , kemudian ada penyakit lain yang disebabkan
oleh bakteri, yaitu karbunkel,impetigo, dan eritrasma. Infeksi akibat
mikobakterium seperti tuberculosis kulit, skrofuloderma,lupus vulgaris,
warty tuberculosis, tuberkulid,dan lepra.(Graham&Burns,2005)
c. Inveksi Virus
Selain inveksi jamur dan bakteri, infeksi virus juga dapat menyebabkan
penyakit atau gangguan padasistem integument. Virus yang berperan
menginfeksi dalam hal ini adalah seperti virus dari kelompok Human
Papiloma Virus (HPV). (Graham&Burns,2005)
2.2 Etiologi
a. Infeksi jamur
Infeksi jamur dapat dialami orang yang terpajan pada keadaan apapun
dalam hidupnya. Factor pencetus infeksi ini dapat terjadi tanpa alasan
yang jelas, tetapi seringkali orang terpajan akibat lingkungan atau
perilakunya. Predisposisi juga dapat terjadi pada orang-orang yang
mengalami penurunan fungsi imun, seperti pasien diabetes, wanita hamil,
dan bayi. Orang yang menderita imunodefisiensi berat, termasuk
pengidap AIDS, beresiko mengalami infeksi jamur yang kronik dan berat.
(Corwin,2009)
Berikut ini penyebab gangguan integument akibat infeksi jamur
berdasarkan klasifikasi penyakit: (Graham&Burns,2005)
a) Tinea Pedis
Infeksi biasanya didapat dari adanya kontak dengan debris yang
terinfeksi pada lantai kolam renang dan kamar mandi.
b) Tinea Kruris
Sumber infeksi hampir selalu berasal dari kaki pasien. Jamur diduga
berpindah ke lipatan paha melalui jari-jari yang dipakai menggaruk
lipat paha setelah menggaruk kaki atau melalui handuk.
c) Tinea Korpodis
Sumber jamur pada orang dewasa biasanya berasal dari kaki,
sedangkan pada anak-anak biasanya menyebar dari kulit kepala.
d) Tinea manum
Sumber jamur hampi selalu berasal dari kaki pasien
e) Tinea Unguium
Lebih sering berkaitan dengan adanya tinea pedis
f) Tinea Kapitis
Lebih sering menyerang anak-anak daripada orang dewasa, hal ini
mungkin berkaitan dengan perubahan kandungan lemak dalam sebum
pada saat jelang pubertas. Sebum pada masa pubertas mengandung
asam lemak yang bersifat jamurstatik.
b. Infeksi Bakteri
Berikut ini penyebab gangguan integument akibat infeksi bakteri
berdasarkan klasifikasi penyakit: (Graham&Burns,2005)
a) Selulitis
merupakan infeksi bakteri pada jaringan subkutan pada orang-orang
dengan imunitas normal, biasanya disebabkan streptococcus
pyrogens. Kadang-kadang bakteri lain ikut terlibat, haemophilus
influenze merupakan penyebab yang penting dari selulitis fasial pada
anak-anak. Pada orang-orang dengan imunokompromasi berbagai
bakteri mungkin menyebabkan selulitis. Selulitis paling sering terjadi
pada tungkai. Organism penyebab biasanya masuk melalui kulit-kulit
yang lecet ringan atau retakan kulit pada jari kaki.
b) Folikulitis
merupakan infeksi pada bagian superficial dari folikel rambut oleh
Staphylococcus aureus menimbulkan postula kecil dengan dasar yang
kemerahan pada tengah-tengah folikel.
c) Furunkulosis/bisul
merupakan infeksi yang dalam pada folikel rambut oleh S.aureus.
beberapa orang mungkin merupakan penyebar stafilokokus pada
daerah nasal serta perinasal, dan kemudian organism tersebut bisa
dipindahkan melalui jari-jemari ketempat-tempat lain di tubuh.
d) Karbunkel
merupakan infeksi yang dalam oleh s.aureus pada kelompok folikel
rambut yang berdekatan.
e) Impetigo
merupakan infeksi superficial yang menular dan mempunya dua
bentuk klinis, yaitu nonbulosa dan bulosa impetigo nonbulosa
disebabkan oleh S.aureus, streptokokus, atau kedua organism
tersebut.
4
f) Eritrasma
disebabkan oleh organism gram positif, Corynebacterium
minutissimum. Timbul didaerah intertriginosa yaitu aksila,lipat paha,
dan daerah dibawh payudara. Namun, daerah yang paling sering
diserang adalah sela-sela jari kaki.
c. Inveksi virus
Inveksi virus pada kulit dapat diperoleh secara eksogen (misal,infeksi
virus herpes simpleks primer) atau secara endogen (misal, reaktivasi
infeksi virus varisela atau herpes simpleks). (Corwin,2009)
Beberapa virus yang menjadi penyebab yaitu, kelompok Human
Papiloma Virus (HPV) yang menyebabkan kutil pada kulit, virus
varisella zoster menyebabkan Herpes Zooster, kemudian Herpes Virus
Hominis (HSV) yang menyebabkan Herpes
Simpleks(Graham&Burns,2005)
5
hipersensitivitas, reaksiradang dan kerusakan jaringan. Akibat dari proses
tanggap kebal dijumpai berbagai gejala klinis seperti demam dan
kelemahan (Syahrurachman, 1994).
6
jamur dengan mudah masuk lalu menginvasi jaringan yang lebih dalam.
Akibatnya timbul reaksi peradangan lokal dan beberapa gejala (Hainer,
2003).
Manifestasi klinis (Hainer, 2003).
a. Demam
b. Gatal
c. Kemerahan
d. Nyeri
2.5 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan dan penanganan adalah menghilangkan factor
predisposisi yang memudahkan terjadinya penyakit, serta terapi obat anti
mikroorganisme yang sesuai dengan penyebab.
a. Infeksi Jamur
a) Medikamentosa
Pengobatan dapat lokal atau sistemik. Pengobatan lokal diberikan
pada tempat infeksi. Pengobatan sistemik mempengaruhi seluruh
tubuh. Banyak dokter lebih senang memakai pengobatan lokal dahulu.
Obat lokal menimbulkan lebih sedikit efek samping dibanding
pengobatan sistemik. Pengobatan lokal termasuk: olesan; supositoria
yang dipakai untuk mengobati vaginitis; cairan; dan lozenge yang
disebabkan oleh jamur dengan cara dilarutkan dalam mulut.
Pengobatan lokal dapat menyebabkan rasa pedas atau gangguan
setempat. Beberapa obat sistemik tersedia dalam bentuk pil. Obat
7
sistemik generasi baru yang dapat digunakan adalah flukonazol,
itrakonazol, dan terbinafin.. Efek samping yang paling umum adalah
mual, muntah dan sakit perut. Kurang dari 20% orang mengalami
efek samping ini. Seperti pengobatan yang paling murah untuk
kandidiasis mulut adalah gentian violet; obat ini dioleskan di tempat
ada lesi (jamur) tiga kali sehari selama 14 hari. Kolaborasi antibiotik
(skabisida, malathion 5%) dan kolaborasi antihistamin juga sering
digunakan untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit seperti banyak
digunakan pada scabies. Kolaborasi pemberian antifungus seperti
mikonazol, klotrimazol, haloprogin, tolnaftat/tinactin dan griseofulvin
oral seperti padan penyakit Tinea Pedis dapat menekan pertumbuhan
jamur.
b) Terapi Tradisional
Penggunaak terapi tradisional seringkali digunakan secara mandiri
ataupun sebagai dukungan terapi medikamentosa. Berikut contoh
terapi Komplementer/Pengobatan secara Tradisional menanganani
panu. Caranya yaitu Potong satu ujung lengkuas yang masih segar,
lalu celupkan pada bubuk belerang kemudian digosokan pada kulit
yang terkena panu atau kudas. Lakukan rutin dua kali sehari.
b. Infeksi pada Bakteri
a) Medikamentos
Krim antibiotik banyak digunakan untuk pengobatan topical pada
pasien dengan infeksi bakteri. Diduga karena sumbatan kelenjar
minyak oleh keratin dan peningkatan sekresi sebum yang dirangsang
hormon androgen pada kulit, bila terkena infeksi bisa menjadi bisul
dan bernanah, Acne tampaknya berasal dari interaksi faktor genetik,
hormonal, dan bakterial. Pada kasus Acne dan infeksi kulit lain sering
dilakukan pemberian antibiotik Topikal, guna membantu membunuh
bakteri pada kulit yang menginfeksi. Efek sampingnya yaitu iritasi
kecil pada kulit, kemerahan, kulit terbakar, dan kulit mengelupas.
Pada impetigo banyak digunakan juga drainage: bula dan pustula
ditusuk dengan jarum steril untuk mencegah penyebaran local.
Manajemen nyeri keperawatan sebagai upaya meringankan nyeri pada
infeksi kulit.
b) Manajemen lain yang dapat dilakukan yakni menggunakan air kelapa.
Secara umum, 100ml air kelapa mengandung 294 mg potassium,
25mg sodium, 5 mg gula, 118 mg chloride. Kombinasi ini cukup
meyakinkan untuk membuat kulit jauh dari masalah akibat bakteri.
Selain itu, air kelapa juga mengandung sitokinin. Berdasarkan
penelitian, sitokinin mampu membantu pertumbuhan dan regenerasi
sel kulit sehingga sangat baik untuk menyembuhkan bekas luka. Cara
pemakaiannya dengan membersihkan luka terlebih dahulu kemudian
oleskan air kelapa atau dibasuh pada kulit yang bermasalah atau
gunakan sebagai masker di malam hari sebelum tidur, kemudian bilas
dengan air bersih dan keringkan jika telah selesai.
c. Infeksi Virus
Pada infeksi kulit yang disebabkan oleh virus tujuan tatalaksana adalah
meredakan rasa nyeri dan mengurangi/menghindari komplikasi, seperti
8
pada Varisela dan Herpes Zoester . Untuk penatalaksannannya diantara
lain adalah :
a) Terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotik oral:
i. Dikloksasilin 12,5-50mg/kg/hari
ii. Eritromisin stearat 4x250-500mg/hari.
iii. Asiklovir sedini mungkin (dalam 1-3 hari pertama), Dewasa:
5x800mg/hari (selama 7-10 hari), Anak : 20mg/kgBB/kali
800mg 4kali/hari (selama 5 hari)
b) Salep antibiotik: yang erosi diberikan salep sodium fusidat.
c) Nonfarmako
Manajemen nyeri seperti, atur posisi fisiologis, manajemen
lingkungan, teknik relaksasi dan distraksi, dan manajemen sentuhan.
Rasa nyeri dikendalikan dengan pemberian analgesic karena
pengendalian nyeri yang adekuat selama fase akut akan membantu
mencegah terbentuknya pola nyeri yang persisten.
Pada Herpes Zoester bila saraf oftalmikus cabang dari saraf
trigeminus terkena, maka harus dirujuk pada seorang dokter ahli
penyakit mata karena dapat terjadi perforasi kornea akibat infeksi
tersebut.
d) Pemberian kortikosteroid sistemik dini dapat membantu mencegah
timbulnya neuralgia post-herpetika.
e) Asiklovir oral 800 mg 5 kali sehari selama 10 hari dapat
mempersingkat lama infeksi pada herpes zoester.
d. Pencegahan Penularan
a) Mengajarkan untuk selalu menjaga kekeringan pada kulit. Pasien
diberitahukan untuk memakai handuk dan lap wajah yang bersih tiap
hari. Semua daerah kulit dan lipatan kulit yang menahan air harus
dikeringkan dengan seksama karena infeksi jamur akan berkembang
pada udara yang panas dan lembab. Pakaian yang menyentuh kulit
secara langsung (seperti pakaian dalam) harus pakaian dari katun
bersih.
b) Meningkatkan cara hidup sehat seperti intake makanan yang baik,
keseimbangan antara aktivitas dan istirahat, monitor status kesehatan
dan adanya infeksi. Meningkatkan system imun dan pertahanan tahap
infeksi
c) Cuci seluruh tubuh sekali sehari dengan sabun antiseptik. Cuci tangan
beberapa kali sehari sebelum dan sesudah melakukan kegiatan.
Hindari berbagi handuk dengan anggota keluarga lainnya. Ganti
pakaian dan pakaian dalam secara teratur.
9
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
a. Data umum pasien
Identitasyang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan saat
ini dan sebelumnya apakah sering terpapar sinar matahari secara
langsung, kondisi tempat tinggal, status perkawinan, agama, suku
bangsa dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama yang dialami pasien infeksi jamur,
bakteri dan virus adalah nyeri pada kulit, gatal-gatal dan perubahan
bentuk pada kulit
c. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Lengkapi analisis tanda dan gejala dengan NOPQRST :
N = Normal. Sebelum terinfeksi bakteri, jamur dan virus kondisi
kulit normalnya cukup pigmentasi, tidak ada petekie, tidak ada
purpura, tidk ada lesi atau ekskoriasi.
O = Onset. Sejak kapan gejala itu muncul, hari apa pukul berapa,
dan diawali dengan gejala seperti apa?
P = Precipitating and palliative factors. Disebabkan karena apa?
Aktivitas terakhir ketika gejala itu muncul? Apa yang sudah
dilakukan untuk mengatasi gejala yang timbul?
Q = Quality and quantity. Bagaimana gejala itu terasa? Bagaimana
mendeskripsikan gejala yang muncul? Apakah semakin parah atau
tidak?
R = Region and radiation. Dimana gejala tersebut muncul? Apakah
mengganggu aktivitas sehari-hari?
S = Severity. Skala nyeri 1-10, dengan angka 10 sebagai skala
yang paling nyeri. Apakah berpengaruh terhadap kegiatan sehari-
hari?
T = Time. Berapa lama gejala itu muncul? Seberapa sering gejala
itu muncul?
2) Apakah ada perubahan warna kulit, pigmentasi, suhu, dan tekstur
dari awal gejala hingga dibawa ke rumah sakit. Apakah ada
perubahan lesi baik ukuran, warna dan lokasi dari awal gejala
hingga dibawa ke rumah sakit.
d. Riwayat penyakit dahulu
1) Riwayat penyakit masa kecil dan imunisasi: contoh impetigo,
scabies, measles, chicken-pox, scarlet fever.
2) Riwayat penyakit akut dan kronis, pengobatan termasuk terapi dan
hospitalisasi: contoh Diabetes, peripheral vascular disease, Lyme
disease, Parkinson disease, imobilisasi, malnutrisi, trauma, kanker
kulit, terapi radiasi, HIV/AIDS, penyakit autoimmune.
3) Faktor resiko: usia, terpaparnya sinar matahari
4) Riwayat pembedahan: biopsy kulit
10
5) Riwayat alergi: obat, makanan, dan bahan-bahan lainnya
6) Riwayat pengobatan: aspirin, antibiotic, barbiturate, sulfodinamide,
thiazide diuretics, oral hypoglycemic agents, tertacyclin,
antimalarials, antineoplastic agent, hormones, metals, topical
steroids.
e. Riwayat penyakit keluarga
1) Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau
bakteri.
2) Riwayat status kesehatan yang menyebabkan kematian keluarga
dan saudara seperti kanker kulit, penyakit autoimun.
f. Riwayat kebiasaan/social
1) Merokok, minum minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang
lainnya.
2) Lingkungan: terpapar serangga dan hama seperti jamur, terpapar
bahan kimia, dan perubahan suhu yang ekstrim.
3) Pekerjaan/aktivitas: petani, tukang kebun
4) Diet: perubahan pola makan, pertambahan atau penurunan berat
badan, nafsu makan.
5) Pola tidur: insomnia, cemas
6) Personal hygiene: mandi, keramas, lotion, bedak sabun
7) Riwayat perjalanan terakhir
g. Riwayat psikologi
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan
penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita,
cemas, murung, depresi, atau marah
11
- Wheal : menonjol, area menonjol tidak jelas, berisi benda
padat, ukuran bervariasi
- Cyst : menonjol, berisi cairan atau semi padat
b) Lesi sekunder terdiri dari:
- Skuama : pelepasan lapisan tanduk / stratum korneum
- Krusta : cairan tubuh yang mengering diatas permukaan
kulit
- Vegetasi : erupsi kulit yang tumbuh ke permukaan dasar
ulkus atau kulit
- Guma : infiltrat sirkumskrip, kronik, destruktif ke
sekitarnya
- Erosi : kehilangan jaringan yang tidak melebihi stratum
basalis(epidermis)
- Ekskoriasi : kehilangan jaringan sampai startum papilare di
dermis
- Ulkus : kehilangan jaringan yang melebihi startum
papilare bentuk cawan tepi, dinding, dasar, isi
- Fisura : kontinuitas kulit hilang belahan kulit tanpa
kehilangan jaringan
3) Kondisi rambut
a) Allopesia : karena farmakoterapi, kemoterapi, obat lainnya
heparin.
b) Hirsutism : pada wanita dan anak-anak karena kelebihan
hormone androgen (gangguan endokrin), menopause, adan
farmakoterapi seperti kortikosteroid dan androgenic.
c) Perubahan tekstur rambut :
Tipis dan rapuh kemungkinan hipotiroidisme
Kasar dan kemerahan kemungkinan karena kurang protein
d) Kulit kepala dan rambutnya : apakah mudah mengelupas, ada
luka, ada kutu, telur kutu, ulat gelang
4) Kondisi kuku
a) Kondisi kuku yang terinfeksi biasanya berwarna kuning,
kehitaman atau terdapat peradangan.
b) CRT normalnya <2 detik
c) Warna kuku kebiruan pertanda sianosis
d) Kuku yang terlihat pucat kemungkinan karena kurangnya aliran
darah
e) Clubbing fingers : ketika sudut kuku 180 o atau lebih, karena
hipoksemia kronis
f) Beau’s lines : karena penyakit akut
g) Spoon nails : karena anemia
h) Pitting : karena psoriasis/penyakit kulit yang kronis
i) Paronychia : karena infeksi local.
B. Palpasi
1) Tekstrur
Normal: halus, lembut, kenyal
Abnormal: bengkak dan athrophy
2) Kelembaban
12
Abnormal: lembab, dingin
3) Temperature
Lebih dingin/hipotermia pertanda kurangnya pasokan darah ke
arteri
4) Turgor
Jika ada edema, bengkak, atau pasien dehidrasi menyebabkan
turgor kulit menurun
5) Edema
Terdapat pitting edema pada pre tibia dan dorsalis pedis.
13
dirinya malu dengan kondisinya inflamasiLesi tubuh
sekarang kulitPerubahan jaringan
DO: Respon negatif verbal atau kulit pada daerah tubuh
nonverbal, pasien tidak melihat tertentu
bagian tubuh tertentu, pasien
menarik diri dan menutupi
dirinya dengan pakaian yang
tertutup
DS: Pasien terlihat cemas, INFEKSI KULITProses Ansietas
gelisah dan bingung, tidak bisa inflamasiLesi
tidur kulitPerubahan jaringan
DO: takikardi (>100x/menit), kulit pada daerah tubuh
pasien terlihat ketakutan tertentuCemas terhadap
perubahan fisik baru
14
sesuai dengan lesi/luka yang dialami pasien dapat mempercepat
klien. penyembuhan jaringan
15
(skala 0-10) dan penyebaran. obstruksi dan kemajuan gerakan
Perhatikan tanda non-verbal, kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar
contoh peningkatan TD dan nadi, ke punggung, lipatan paha, genitalia
gelisah, merintih, menggelepar. sehubungan dengan proksimitas saraf
pleksus dan pembuluh darah yang
menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan
Ajarkan teknik relaksasi nafas hebat dapat mencetuskan ketakutan,
dalam dan distraksi gelisah, ansietas berat.
Nafas dalam dapat meningkatkan asupan
O2 sehingga menurunkan sensasi nyeri,
Lakukan perawatan kulit dengan sedangkan pengalihan perhatian dapat
tepat dan baik menurunkan stimulus nyeri
Perawatan kulit dengan baik akan
membuat px nyaman sehingga
Jelaskan penyebab nyeri mempercepat penyembuhan dan
mengurangi resiko infeksi
Pengetahuan pasien terhadap nyeri dapat
membuat pasien lebih patuh pada
Kolaborasi pengobatan.
Berikan obat analgesik Membantu mengurangi nyeri, Analgesik
memblok stimulus rasa nyeri
16
Ditandai dengan:
a) Peningkatan frekuensi jantung
b) Insomnia
c) Gelisah
d) Ketakutan
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam ansietasdapat berkurang/hilang atau
teradaptasi
Kriteria Hasil :
Pasien menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis dan fisiologis.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat ansietas: ringan, sedang, Untuk menentukan tingkat
berat. keparahan ansietas supaya dapat
Beri kenyamanan dan ketentraman hati ditentukan penanganan yang tepat
a. Dampingi pasien Supaya pasien lebih tenang karena
b. Jelaskan tentang penyakitnya. pendampingan perawat dan ketika
c. Berbicara dengan perlahan dan tenang. pasien mengetahui tentang proses
d. Jangan membuat tuntutan. penyakitnya, pasien akan bisa
e. Beri kesempatan klien untuk lebih tenang
mengungkapkan rasa cemasnya.
KASUS
Ny. D (25 tahun) seorang pramuniaga yang baru saja menikah, suami Ny. D
bekerja sebagai sopir angkot yang penghasilannya pas-pasan. Pasien datang ke
rumah sakit spesialis kulit dan kelamin dengan keluhan gatal-gatal dan nyeri di
daerah genital dengan kulit dan selaput lender yang menjadi merah sejak 5 hari
yang lalu. Ny. D mengaku bahwa akhir-akhir ini sering stress dan kelelahan akibat
pekerjaannya. Ny. D juga mengaku terakhir berhubungan badan dengan suaminya
sekitar 1 minggu yang lalu. Hasil pengkajian awal didapatkan: TD: 130/90
mmHg, T: 38,5OC, RR: 23x/menit, Nadi: 105x/menit. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan positif HSV-2 sehingga Ny. D di dioagnosa menderita penyakit
herpes simplex genitalis.
3.5 Pengkajian
3.5.1 Anamnesa
a. Data umum pasien
Nama : Ny. D
Usia : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pramuniaga
Status perkawinan : Baru menikah
b. Keluhan Utama
Gatal-gatal dan nyeri di daerah genital dengan kulit dan selaput lender
yang kemerahan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
a) Lengkapi analisis tanda dan gejala dengan NOPQRST :
N = Normal. Tidsk kemerahan, tidak gatal dan tidak nyeri
17
O = Onset. Sejak 5 hari yang lalu, yaitu 2 hari setelah berhubungan
badan.
P = Precipitating and palliative factors. 2 hari sebelum keluhan
muncul, Ny. D dan suami berhubungan badan.
Q = Quality and quantity. Pasien mengeluh nyeri yang semakin
bertambah dan juga terasa gatal.
R = Region and radiation. Pada daerah genitalia sehingga
mengganggu aktivitas sehari-hari termasuk dalam hal toileting.
S = Severity. Pasien mengaku nyeri yang ia rasakan antara 6-7 dan
menghambat kegiatannya sehari-hari.
T = Time. Gejala terasa sudah 5 hari dan terasa nyeri terus-
menerus.
b) 5 hari sebelumnya timbul vesikula (vesikel = peninggian kulit
berbatas tegas dengan diameter kurang dari 1 cm dan dapat pecah
menimbulkan erosi seperti koreng kecil) pada permukaan mukosa
kulit (mukokutaneus), bergerombol di atas dasar kulit yang
berwarna kemerahan pada area genitalia.
d. Riwayat penyakit dahulu
a) Riwayat penyakit masa kecil dan imunisasi: pada usia 7 tahun Ny.
D menderita scarlet fever dan tertangani dengan baik.
b) Riwayat penyakit akut dan kronis, pengobatan termasuk terapi dan
hospitalisasi: semasa remaja Ny.D pernah mendapatkan terapi
radiasi karena adanya kanker serviks stadium 2.
c) Faktor resiko: usia Ny.D 25 tahun dengan riwayat penyakit yang
cukup menyebabkan herpes simplex genitalis.
d) Riwayat pembedahan: -
e) Riwayat alergi: Ny.D mengaku alergi terhadap ayam dan telur
ayam.
f) Riwayat pengobatan: -.
e. Riwayat penyakit keluarga
Ayah dan ibu Ny.D terkena panu akibat lifestyle yang tidak baik, tidak
ada keluarga yang mengidap kelainan kulit yang berakibat kematian
sebelumnya.
f. Riwayat kebiasaan/social
Lingkungan tempat tinggal Ny.D tergolong kumuh. Akhir-akhir ini
Ny.D sulit untuk tidur saat malam, Ny.D mengaku kalau jarang
mengati celana dalamnya.
g. Riwayat psikologi
Ny.D akhir-akhir ini stres
3.5.2 Pemeriksaan Fisik Integumen
Tanda-tanda vital:
TD: 130/90 mmHg, T: 38,5OC, RR: 23x/menit, Nadi: 105x/menit
a. Inspeksi
a) Warna Kulit: erythema pada daerah genitalis
b) Lesi: terdapat lesi vesicle pada permukaan mukosa kulit
(mukokutaneus), bergerombol di atas dasar kulit yang berwarna
kemerahan pada area genitalia.
c) Kondisi rambut tidak ada masalah.
18
d) Kondisi kuku tidak ada masalah.
b. Palpasi
a) Tekstrur bengkak pada daerah genitalia
b) Kelembaban berlebih
c) Temperature, pasien mengalami hipertermi akibat infeksi pada
kulitnya
d) Turgor kulit bagus
e) Tidak terdapat edema/pitting edema
3.5.3 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan TORCH yaitu memeriksa Anti HSV2 IgM & Anti HSV2 IgG
didapatkan hasil positif virus HSV2
19
DO: pasien tampak gelisah terhadap perubahan daerah dengan penyakit
genitalia Kurangnya menular seksual
paparan/pemahaman atas
informasi mengenai PMS,
Baru aktif secara seksual
Perubahan pada pasangan
seksual
20
Kriteria Hasil :
a. Suhu tubuh normal (36-37 C)
b. Individu mempertahankan suhu tubuh.dalam rentan normal
Intervensi Rasional
Monitor suhu tubuh pasien Peningkatan suhu tubuh yang berkelanjutan pada
pasien akan memberikan komplikasi pada kondisi
penyakit yang lebih parah dimana efek dari
Ajarkan klien pentingnya peningkatan tingakat metabolisme umum dan
mempertahankan asupan dehidrasi akibat hipertermi.
cairan yang adekuat (> 2000 Selain sebagai pemenuhan hidrasi tubuh, juga akan
ml/hari kecuali terdapat meningkatkan pengeluaran panas tubuh melalui sistem
kontraindikasi penyakit perkemihan, maka panas tubuh juga dapat dikeluarkan
jantung atau ginjal) melalui urine.
Pantau asupan dan haluaran Untuk menjaga asupan cairan tubuh supaya tidak
pasien. terjadi dehidrasi. Dehidrasi salah satu pencetus
hipertermi
Kolaborasi pemberian Analgesik diperlukan untuk penurunan rasa nyeri dan
analgesik-antipiretik antipiretik digunakan untuk menurunkan panas tubuh
dan memberi rasa nyaman pada pasien.
21
sedangkan pengalihan perhatian dapat
menurunkan stimulus nyeri
Lakukan perawatan kulit Perawatan kulit dengan baik akan membuat
dengan tepat dan baik px nyaman sehingga mempercepat
penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi
Jelaskan penyebab nyeri Pengetahuan pasien terhadap nyeri dapat
membuat pasien lebih patuh pada
pengobatan.
Kolaborasi
Berikan obat analgesik Membantu mengurangi nyeri, Analgesik
memblok stimulus rasa nyeri
22
- Tekankan mengenai risiko PMS yang sesungguhnya akibat
aktivitas seks yang tidak terlindungi
- Anjurkan pasien untuk tidak melakukan aktivitas seksual
c. Berikan informasi yang terbatas dan saran yang spesifik
- Ingatkan pasien untuk menghindari aktivitas seksual jika pasien
mengalami gejala PMS
- Jelaskan mengenai bahaya infertilitas, morbiditas, atau kematian
akibat terkena PMS
d. Lakuakan rujukan sesuai indikasi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Infeksi adalah proses saat organism (misalnya bakteri, virus, jamur)
yang mampu menyebabkan penyakit masuk kedalam tubuh atau jaringan dan
menyebabkan trauma atau kerusakan. (Grace&Borley,2007).
Sistem integumen merupakan lapisan terluar dari tubuh yang terdiri
dari kulit dan beberapa derivatnya seperti kuku, rambut dan beberapa jenis
kelenjar. Sistem ini dengan komponen terbesarnya yaitu kulit, memiliki
banyak fungsi diantaranya berfungsi sebagai aksesoris dan proteksi. Kulit
melindungi tubuh dari mikroorganisme, penarikan atau kehilangan cairan serta
melindungi dari zat iritan dan alergen (Sloane, 2003).
Tatalaksana pada infeksi kulit oleh mikroorganisme pada umumnya
tergantung dari jenis mikroorganisme yang menginfeksi dan organ tubuh yang
terkena. Selain mengatasi penyebab infeksi, tatalaksana juga ditujukan untuk
mengurangi tanda dan gejala yang muncul misalnya pada infeksi varisela
selain diberikan antibiotik juga diberikan antipiretik untuk mengatasi keluhan
demam dan antihistamin untuk mengurangi rasa gatal.
4.2 Saran
Sebagai seorang perawat sebaiknya kita mengetahui asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme
dengan jelas agar dapat menunjang keahlian perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien secara tepat, sehingga pelayanan yang diberikan sesuai
dan dapat mengurangi serta memperbaiki kondisi klien.
23
DAFTAR PUSTAKA
Sloane, Ethel. (2003). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Brown, R.G. Burns, T. (2005). Lecture Notes on Dermatologi edisi 8. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Akmal, Chairiya. Semiarty, Rima. Gayatri. (2013). “Hubungan Personal Hygiene
dengan Kejadian Skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik
Air Pacah, Kecamatan Koto Tengah Padang Tahun 2013”. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2(3) Hal. 164-167
Sutisna, Iis Aisyah. Harlisa, Pasid. Zulaikhah, Siti Thomas. (2011). “Hubungan
antara Hygiene Perorangan dan Lingkungan dengan Kejadian Pioderma”.
Jurnal_ Vol.3 No.1 Hal. 24-30
Muttaqin Arif & Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta : Salemba Medika
Isselbacher, Kurt J et al. 1999. Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam
edisi 13. Jakarta: EGC
Corwin,E.2009.Buku Saku Patofisiologi.Edisi :3. Jakarta:EGC
Grace,P & Borley.2007. At a Glance Ilmu Bedah Ed:3.Erlangga Medical Series
Graham,R & Burns,R.2005. Dermatologi : Catatan Kuliah.Ed:8.Jakarta: Erlangga
Siregar R.S. (2004). Penyakit Jamur Kulit. Ed 2. Jakarta: EGC
www.itsehat..blogspot.com. Cara Mengobati Koreng di Kaki Secara Alami.
Diakses tanggal 10 Maret 2014 jam 23.10 WIB
Morton, Patrecia Gonce & Gorrie K. Fontaine. (2009). Critical Care Nursing A
Holistic Approach Ninth Edition. China: Wolters Kluwer
Morton, Patrecia Gonce & Dorrie K. Fontaine. 2009. Essentials Of Critical Care
Nursing A Holistic Approach. China: Wolters Kluwer
Lynda Juall Carpenito dan Moyet. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta: EGC
24