Laporan Hiperkes 1501 Studi Tour PT Tekstil
Laporan Hiperkes 1501 Studi Tour PT Tekstil
PENDAHULUAN
1
menyediakan Alat Pelindung Diri bagi tenaga kerja maupun orang lain yang
berada di tempat kerja, training K3, sarana dan prasarana pengolahan limbah hasil
industri. PT. Adi Satria Abadi dinilai cukup baik bagi mahasiswa untuk menimba
ilmu pengetahuan pengalaman praktek kerja lapangan yang berkenaan dengan
Higene Perusahaan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Selain itu mahasiswa
dapat berlatih untuk mengidentifikasi bahaya, penyebab terjadinya kecelakaan
kerja dan menemukan penanganannya. Berkaitan dengan latar belakang tersebut
di atas, maka kami melaksanakan observasi serta menyusun laporan tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Adi Satria Abadi.
2
1.3 Tujuan
1. Melakukan pengukuran dan pengamatan mengenai bahaya kimia dan fisik,
kebisingan, pencahayaan, iklim kerja dan paparan debu di PT. Adi Satria
Abadi.
2. Mengidentifikasi potensi bahaya kimia dan fisik, kebisingan,
pencahayaan, iklim kerja dan paparan debu di PT. Adi Satria Abadi.
3. Merencanakan upaya pengendalian potensi bahaya kimia dan fisik,
kebisingan, pencahayaan, iklim kerja dan paparan debu di PT. Adi Satria
Abadi.
1.4 Manfaat
1. Bagi Perusahaan
Memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi perusahaan
terhadap upaya penanganan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
sehingga dapat meminimalisasi tingkat kecelakaan kerja, penyakit akibat
kerja.
2. Bagi Dokter Peserta Pelatihan
Rangkaian kegiatan observasi ini dapat dijadikan pengalaman dan
pengajaran untuk kegiatan ilmiah pada umumnya dan hiperkes pada
khususnya.
3. Bagi Masyarakat
Hasil observasi ini dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kondisi
perusahaan secara umum dan menjadi bahan pertimbangan dalam mencari
lapangan pekerjaan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
di tempat kerja PT. Adi Satria Abadi, identifikasi bahaya yang dilakukan di
a. Area Office
Berikut ini merupakan identifikasi bahaya yang mungkin terjadi pada area
1) Bahaya Fisik
Bahaya yang timbul di area office antara lain bahaya akibat kebisingan, bahaya
office tidak kedap suara, sehingga terpapar kebisingan yang di sebabkan oleh
yang ada di area ini masih di bawah NAB yaitu sebesar 78 dB sedangkan batas
Lingkungan,2009)
pekerja.
4
c) Aktivitas di area office yang menggunakan komputer berpotensi
menyebabkan bahaya akibat radiasi yang di hasilkan oleh layar komputer, hal
ini dapat mengakibatkan kelelahan pada mata serta efek radiasi lainnya.
2) Bahaya Mekanik
Bahaya ini berasal dari pengaturan penempatan perlengkapan yang tidak rapi juga
3) Bahaya Kimia
Bahaya pada area office, penggunaan zat kimia dapat diidentifikasikan pada
penggunaan tinta printer dan tinta bolpoin yang berbahaya apabila terhirup karena
mengandung timah hitam. Timah hitam yang terhirup secara berlebihan dapat
b. Area Produksi
1) Bahaya Fisik
Bahaya fisik yang timbul di area produksi, antara lain : bahaya akibat
a) Kebisingan
Bahaya fisik akibat kebisingan pada area produksi ini pada bagian proses
drum ialah 79,4 dBA, bagian Shaving 82,9 dBA, tidak melebihi ambang
batas. Nilai Ambang Batas 85 dBA, sedangkan ruang Enzine Setter 90,3
dBA, ruang staking 93,8 dBA, yaitu melebihi ambang batas Nilai ambang
batas 85 dBA. Sumber kebisingan di area produksi PT. Adi Satria Abadi
5
terdapat pada proses produksi staking, karena pada area tersebut
perusahaan.
b) Getaran
Getaran di PT. Adi Satria Abadi berasal dari alat-alat proses yang
berada dalam setiap ruangan terutama pada mesin setter utara dan mesin
2) Bahaya Mekanik
dan lain-lain.
3) Bahaya Kimia
pekerja dan apabila dengan mudah meledak dan terbakar apabila tidak
2.2 Kebisingan
2.2.1 Definisi
Hampir semua jenis industri manufaktur menggunakan peralatan atau
mesin-mesin yang berpotensi menimbulkan kebisingan. Suara dapat terjadi
apabila ada bagian-bagian mesin atau benda yang bergetar, getaran ini
selanjutnya dihantarkan oleh udara dalam bentuk gelombang dan sampai
ke telinga bagian dalam unuk dianalisis, kemudian dilanjutkan melalui
6
saraf pendengaran ke cortex cerebr. Mengingat sumber getaran tidak
hanya satu, maka kebisingan terdiri dari bermacam-macam frekuensi yang
acak.
Kebisingan menurut PERMENAKER no : PER-13/MEN/X/2011
didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu
dapat meninbulkan gangguan pendengaran. Sedangkan definisi nilai
ambang batas (NAB) menurut sumber yang sama didefinisikan sebagai
standar faktor tempat kerja yang dapat dditerima tenaga kerja tanpa
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari
hari untuk waktu yang tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Jadi jelas bahwa kebisingan yang akan dibicarakan dalam makalah ini
ruang lingkupnya terbatas pada tempat kerja atau workplace.
2.2.2 Jenis Kebisingan
Kebisingan dapat dibedakan menjadi 5 jenis yaitu :
a. Steadynoise
b. Intermitten noise
c. Fluctuating noise
d. Impulsive noise
e. Impact noise
Kebisingan di tempat kerja dapat terdiri dari kombinasi kelima jenis bising
diatas, bergantung dari sumber bising yang ada di tempat tersebut.
Parameter suara atau atau bising yang penting adalah intensitas dan
frekuensi.
2.2.3 Pengukuran Kebisingan
Di dalam industri, pengukuran kebisingan dapat dilakukan dengan
tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengakses keterpaparan kebisingan tenaga kerja yang dikaitkan
dengan resiko kerusakan pendengaran atau gangguan komunikasi.
2. Untuk mengakses sumber bising sebagai dasar tindakan pengendalian.
3. Untuk melihat sejauh mana kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan.
7
Pengukuran kebisingan dapat menggunakan Sound Level Meter, sebuah
sound level meter pada prinsipnya terdiri dari : microphone, frequency
weihting networks, dan amplifier. Sound level meter yang lengkap
biasanya mempunyai perangkat untuk analisa frekuensi
(octavebandanalyzer). Analisa frekuensi ini diperlukan untuk memperoleh
data spektrum frekuensi dari sumber bising yang kompleks. Selanjutnya
data ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengendalian termasuk sebagai
dasar pemilihan suatu alat pelindung telinga.
Dalam suatu sound level meter dengan grade yang baik biasanya
dilengkapi juga dengan fasilitas Equivalent Continuous Sound Level atau
Leq. Kebisingan lebih mudah terbaca bila menggunakan Leq, karena Leq
mengukur besarnya energi suara yang berfluktuasi dan memberikan suatu
level kebisingan yang equivalent dengan suara yang tidak berfluktuasi
secara kontinyu dengan kandungan energi yang sama.
2.2.4 Prinsip Kesamaan Energi
Keterpaparan kebisingan tidak berarti hanya dipengaruhi tingkat
kebisingan saja, tetapi juga lamanya terpapar. Bertambahynya 3dB berarti
bahwa energi akustik yang sampai ke telinga akan menjadi 2 kali lipat. Ini
berarti bila seseorangterpapar 85dB selama 8 jam akan wquivalent dengan
terpapar 4 jam oleh tingkat kebisingan 88 dB.
2.2.5 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Waktu pemajanan / Intensitas kebisingan dB
hari
8 jam 85
4 88
2 91
1 94
30 menit 97
15 100
7.5 103
3.75 106
0.94 112
8
28.12 115
14.06 118
1.88 119
7.03 121
3.52 124
1.76 127
0.88 130
0.44 133
0.22 136
0.11 139
Tidak boleh 140
9
Suara ledakan hebat dapat memecahkan gendang telinga,
merusakkan ossicles dan merusak sel sensor pendengaran dari
organ corti dan sekitarnya. Bils tingkat kebisingan diatas 140
dB, maka kerusakan pendengaran akan terjadi.
2. Chronic noise induced hearing loss
Terpapar kebisingan yang berulang-ulang dan berlangsung
selama bertahun-tahun dapat menyebabkan PTS . Mula-mula
hanya satu frekuensi yang meningkat ambang pendengaranyya,
dalam tahap perkembanghannya, gangguan akan merambah
pada semua frekuensi pembicaraan akan mengalami kenaikan
ambang pendengaran.
3. Gangguan komunikasi
Kebisingan akan menyebabkan seseorang akan sulit
berkomunikasi satu dengan yang lain. Kesulitan ini akam
muncul terutama apabila tingkat kebisingan melebihi 90dB.
Pengaruh yang paling berbahaya apabila kebisingan tersebut
menutup suara sinyal tanda bahaya yang seharusnya
didengarkan oleh pekerja, namun karena background noise
demikian tinggi sehingga sinyal tersebut tidak dapat didengar,
hal ini bisa menimbulkan kecelakaan kerja.
4. Efek-efek lain
Pengaruh kebisingan sudah banyak dipelajari dan diteliti,
diantaranya gangguan pada pembuluh darah yang
menyebabkan tekanan darah meningkat, denyut nadi
bertambah, vertigo serta melebarnya pupil mata seseorang bila
berada di tempat yang sangat bising. Selain gangguan tersebut,
kebisingan dapat mengganggu ko9nbsentrasi dan sulit tidur.
10
Pengendalian kebisingan sebaiknya dimulai dari sumbernya, yaitu
dapat berupa penggantian peralatan atau mesin yang bising,
memodifikasi mesin, dan perawatan mesin dengan baik secara
periodik.
2. Memotong jalur transmisi kebisingan
Langkah-langkah yang dapat dilakukan antara lain : meredup atau
meredam mesin yang bising, menambah jarak antara sumber bising
dan pekerja, membuat ruangan kedap suara, menggunakan bantalan
mesin dan anti vibrasi.
11
g. Ear plug lebih nyaman dibanding ear muff pada lingkungan yang
panas.
h. Ear plug tidak diganggu oleh pemakai yang berkacamata dan
berambut panjang.
i. Ear plug lebih praktis jika dipakai dalam lingkungan confined
space.
2.3 Pencahayaan
2.3.1 Definisi
Intensitas pencahayaan / penerangan di tempat kerja dimaksudkan untuk
memberikan pennerangan kepada benda – benda yang merupakan object
kerja, peralatan , atau mesin dan proses produksi serta lingkungan kerja.
Untuk itu diperlukan intensistas penerangan yang optimum. Selain
menerangi object kerja, penerangan juga diharapkan cukup memadai
menerangi keadaan sekelilingnya (Badan Statistik Nasional,2004)
2.3.2 Faktor faktor yang mempengaruhi penglihatan
Beberapa factor yang dapat mempengaruhi penglhatan menurut Dyer dan
Morris (1990) adalah : (Padmanaba CGR , 2006)
1. Faktor Usia
Bertambahnya usia menyebabkan lensa mata berangsur angsur
kehilangan elastisnya, dan agak kesulitan melihat pada jarak dekat. Hal
ini akan menyebabkan ketidak nyamanan penglihatan ketika
mengerjakan sesuatu pada jarak dekat, demikian ppula penglihahatan
jauh.
2. Faktor Penerangan
Luminasi adalah banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan
objek. Jumlah sumber cahaya yang tersedia juga mempengaruhi
kepekaan mata terhadap warna tertentu. Tingkat luminasi juga akan
mempengaruhi kemampuan mata melihat objek gambar dan pada usia
tua diperlukan intensitas penerangan lebih besar untuk melihat objek
gambar . semakin besar luminasi dari sebuah objek, rincian objek yang
dapat dilihat oleh mata jug akan semakin bertambah.
12
3. Faktor Silau (glare)
Menurut Granjean (1988) silau adalah suatu proses adaptasi yang
berlebihan pada mata sebagai akibat dari retina terkena sinar yang
berlebihan
4. Faktor ukuran pupil
Agar jumlah sinar yang diteriima sinar sesuai , maka otot iris akan
mengatur ukuran pupil.
5. Faktor sudut dan ketajaman penglihatan
Sudut penglihatan (visual angle) sebagai sudut yang berhadapan
dengan objek pada mata.
benda yang perlu diterangi. Untuk efek yang optimal, disarankan langit-
langit, dinding, serta benda yang ada di dalam ruangan perlu diberi warna
dikurangi.
13
yakni memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya ke atas. Pada
dirawat dengan baik. Pada sistem ini masalah bayangan praktis tidak ada
14
Rekomendasi tingkat pencahayaan lingkungan kerja berdasarkan jenis kegiatan
MENKES/SK/XII/02
1. Pekerjaan kasar dan tidak terus menerus adalah 100 lux pada ruangan
penyimpanan dan ruang peralatan yang memerlukan pekerjaan kontinui.
2. Pekerjaan kasar terus menerus adalah 200 lux pada pekerjaan dengan mesin
dan perakitan kasar\
3. Pekerjaan rutin adalah 300 lux pada ruang administrasi , ruang control ,
pekerjaan mesin dan perakitan
4. Pekerjaan agak halus 500 lux pada pembuatan gmbar atau bekerja dengan
mesin kantor , pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan dengn mesin.
5. Pekerjaan halus adalah 1000 lux pada pemeilihan warna , pemrosesan
textile, pekerjaan mesi halus dan perakitan halus
6. Pekerjaan amat halus adalah 1500 lux pada mengukir dengan tangan dan
perakitan yang sangat halus . tidak menimbulkan bayangan
7. Pekerjaan terinci adalah 3000 lux pada pemeriksaan pekerjaan, perakitan
sangat halus tidak menimbulkan bayangan
2.4 Getaran
Dalam kehidupan sehari hari kita sering tidak menyadari bahwa
sebenarnya alat transportasi seperti : bus, kereta api dan mobil adalah
sumber paparan vibrasi. Selain itu, tenaga kerja dalam melakukan
pekerjaannya juga tidak lepas dari paparan vibrasi terutama mereka yang
menggunakan : hand tool, mesin mesin produksi atau kendaraan berat.
Sebagaimana halnya dengan suara, ada yang bias dinikmati misalnya
music atau yang bersifat mengganggu seperti suara mesin pabrik. Vibrasi
pada manusia dapat juga membuat nyaman atau tidak nyaman. Vibrasi yang
menyenangkan dapat berupa jogging / lari, dan menari. Sedang yang
membuat tidak nyaman dapat dijumpai pada hand held power tool atau
mengemudi diatas jalan berbatu / tidak rata.
15
Ada 2 jenis vibrasi pada manusia, yaitu whole body vibration (WBV) dan
Hand Arm Vibration ( HAV). WBV ditransmisikan ke tubuh melalui
permukaan penyangga ( kaki, pantat dan punggung ). Seseorang yang
mengemudikan kendaraan akan terpapar vibrasi melalui pantat dan
punggung. HAV ditransmisikan ke telapak tangan dan lengan, vibrasi
tersebut terutama dialami oleh operator alat alat getar. Sistem WBV dan
HAV secara mekanis berbeda, oleh karena itu masing masing dipelajari
secara terpisah.
Keterpaparan terhadap WBV
Terpapar terhadap WBV dapat menyebabkan kerusakan fisik
permanen atau gangguan pada system saraf. Terpapar setiap hari olehWBV
selama bertahun tahun dapat menyebabkan kerusakan fisik yang serius,
sebagai contoh ischemic lumbago yang mempengaruhi tulang belakang
bagian bawah, selain itu system sirkulasi dan urologi juga terganggu.
Terpapar WBV dapat menggangu system saraf pusat. Gejala dari
gangguan ini biasanya akan muncul selama atau segera setelah terpapar
getaran. Biasanya gejala berupa, kelelalahan, imsonia atau sakit kepala.
Banyak orag mengalami gejala tersebut setelah melakukan perjalanan
panjang dengan mobil atau kapal. Namun demikian gejala biasanya akan
hilang setelah beristirahat beberapa saat.
Keterpaparan terhadap HAV
Terpapar setiap hari oleh HAV selama bertahun tahun dapat
menyebabkan kerusakan fisik permanen, yang umumnya dikenal sebagai
“White finger syndrome” atau dapat merusakkan persendian dan otot otot
jari atau lengan. White finger syndrome ditandai dengan memutihnya jari-
jari yang disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah dan saraf pada
jaringan lunak. Gejalanya biasanya mempengaruhi satu jari pada mulanya,
selanjutnya jari- jari yang lain akan terpengaruhi bila keterpaparan HAV
berlanjut. Dalam sebagian besar kasus-kasus bergejala akan menyerang
pada kedua tangan. Pada tahap awal White-finger syndrome gejalanya
berupa sensasi gatal, mati rasa dan hilangnya control pada jari-jari yang
dipengaruhi. Hilangnya rasa dan control dari jari-jari dapat mengundang
16
bahaya secara langsung dan seketika. Kerusakan sendi-sendi jari atau siku
sering disebabkan oleh paparan vibrasi yang dihasilkan oleh alat seperti:
asphalt hammers dan rock drill dalam jangka panjang. Kerusakan ini
menyebabkan sakit dipersendian dan otot-otot lengan dengan disertai
berkurangnya kotrol dan kekuatan otot lengan.
Respon frekuensi dari tubuh manusia
Vibrilasi mekanis dari sebuah mesin disebabkan oleh komponen
komponen mesin yang bergerak. Setiap gerakan komponen mempunyai
frekuensi tertentu. Vibrasi keseluruhann yang ditransmisikan ke seluruh
tubuh manusia dibangun oleh frekuensi yang berbeda dari vibrilasi yang
terjadi secara stimultan. Merupakan kenyataan yang perlu dipertimbangkan
bila mengukur vibrasi pada, karena masing masing bagian tubuh manusia
sensitifitasnya tidak sama untuk setiap kisaran frekuensi vibrilasi.
Untuk mengetahui mengapa bagian tubuh manusia ada yang
sensitive dan ada yang tidak sensitive terhadap beberapa frekuensi vibrilasi,
maka perlu dipandang bahwa tubuh manusia merupakan system mekanis.
Sistem ini demikian complicated karena adanya kenyataan bahwa :
a. Masing masing bagian tubuh mempunyai sensitifitas terbesar pada
kisaran frekuensi yang berbeda.
b. Tubuh manusia tidak simetris
c. Tidak ada dua orang yang merespon vibrilasi dengan cara yang tepat
sama.
17
X, Y atau Z yang diambil dalam pengukuran vibrilasi. HAV mempunyai
sensitivitas terbesar pada kisaran frekuensi 12 – 16 Hz.
Pengukuran Vibrilasi
Adalah penting untuk mengukur vibrasi pada manusia secara akurat,
sehingga suatu assessment dapat dibuat untuk :
1. Ketidaknyamanan yang dihasilkan oleh vibrasi
2. Kemungkinan bahaya dari bagian tubuh yang terpapar
Dari pengukuran yang akurat dapat diambil step step yang perlu untuk
mempengaruhi kedua factor diatas. Akurasi dari pengukuran vibrasi
tergantung pada kualitas dari transducer dan analisis sebuah alat yang
digunakan. Transducer atau accelerometer yang sekarang banyak digunakan
untuk pengukuran vibrasi adalah piezoelectric accelerometer. Responnya
meliputi seluruh frekuensi yang penting dalam pengukuran vibrasi pada
manusia. Accelerometer yang dipilih sebaiknya berbentuk kecil :
a. Vibrasi yang sedang diukur tidak terganggu oleh keberadaannya
b. Tidak mengganggu operator dalam menjalankan alat
Pengendalian Vibrasi
a. Pada Whole Body Vibration ( WBV )
18
c. Mengurangi waktu terpapar
d. Mengenakan sarung tangan
19
Tekanan panas adalah keseluruhan beban panas yang diterim tubuh
yang merupakan kombinasi dari kerja fisik, faktor lingkungan (suhu
udara, tekanan uap air, pergerakan udara, perubahan panas radiasi) dan
faktor pakaian. Tekanan panas akan berdampak pada terjadinya :
1. Dehidrasi
Penguapan yang berlebihan yang akan mengurangi volum darah
dan pada tingkat awal aliran darah akan menurun dan otak akan
kekurangan oksigen.
2. Heat rash
Paling umum adalah prickly heat yang terlihat sebagai papula
merah, hal ini terjadi akibat sumbatan kelenjar keringat dan retensi
keringat. Gejala bisa berupa levet terus menerus dan panas disertai
gatal yang menyengat.
3. Heat fatigue
Gangguan pada kemampuan motorik dalam kondisi panas.
Gerakan tubuh menjadi lembat, kurang waspada terhadap tugas.
4. Heat cramps
Kekejangan otot yang diikuti penurunan sodium klorida dalam
darah sampai dibawah tingkat kritis. Dapat terjadi sendiri atau
bersama dengan kelelahan panas, kekejangan timbul mendadak.
5. Heat exhaustion
Dikarenakan kekurangan cairan tubuh atau elektrolit.
6. Heat syncope
Keadaan kolaps atau kehilangan kesadaran selama pemejanan
panas dan tanpa kenaikan suhu tubuh atau penghentian keringat.
7. Heat stroke
Kerusakan serius yang berkaitan dengan kesalahan pada pusat
pengatur suhu tubuh. Pada kondisi ini mekanisme pengatur suhu
tidak berfungsi lagi disertai hambatan proses penguapan secara
tiba-tiba. (Ramdan, 2007)
20
b. Iklim Kerja Dingin
Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi effisiensi dengan keluhan
kaku atau kurangnya koordinasi otot. Sedangkan pengaruh suhu
ruangan sangat rendah terhadap kesehatan dapat mengakibatkan
penyakit yang disebut frost bite. Pencegahan terhadap gangguan
kesehatan akubat iklim kerja suhu dingin dilakukan melalui seleksi
pekerja yang fit dan menggunakan pakaian pelindung yang baik. Di
samping itu, pemeriksaan kesehatan perlu juga dilakukan secara
periodik. (Budiono, 2008)
21
2.6.2. Sifat-Sifat Debu
Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Sitepu
(2002), partikel-partikel debu di udara mempunyai sifat:
1. Sifat pengendapan
Sifat pengendapan adalah sifat debu yang cenderung selalu
mengendap karena gaya gravitasi bumi. Namun karena kecilnya ukuran
debu, kadang-kadang debu ini relatif tetap berada di udara.
2. Sifat permukaan basah
Sifat permukaan debu akan cenderung selalu basah, dilapisi oleh
lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu
dalam tempat kerja.
3. Sifat penggumpalan
Oleh karena permukaan debu selalu basah, sehingga dapat
menempel satu sama lain dan dapat menggumpal. Turbulensi udara
meningkatkan pembentukan penggumpalan debu. Kelembaban di bawah
saturasi, kecil pengaruhnya terhadap penggumpalan debu. Kelembaban
yang melebihi tingkat huminitas di atas titik saturasi mempermudah
penggumpalan debu.Oleh karena itu partikel debu bias merupakan inti dari
pada air yang berkonsentrasi sehinga partikel menjadi besar.
4. Sifat listrik statis
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel
lain yang berlawanan. Dengan demikian, partikel dalam larutan debu
mempercepat terjadinya proses penggumpalan.
5. Sifat optis
Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan
sinar yang dapat terlihat dalam kamar gelap.
Partikel debu yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron
dihasilkan dari proses-proses mekanis seperti erosi angin, penghancuran
dan penyemprotan , dan pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau
pejalan kaki. Partikel yang berdiameter antara 1-10 mikron biasa nya
termasuk tanah dan produk-produk pembakaran dari industri lokal.
Partikel yang mem- punyai diameter 0,1-1 mikron terutama merupakan
22
produk pembakaran dan aerosol fotokimia (Fardiaz, 1992).
Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem
pernafasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan terutama terjadi
pada sistem pernafasan. Faktor lain yang paling berpengaruh terhadap
sistem pernafasan terutama adalah ukuran partikel, karena ukuran partikel
yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel ke dalam pernafasan.
Debudebu yang berukuran 5-10 mikron akan ditahan oleh jalan pernafasan
bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian
tengah jalan pernafasan (Yunus, 1997).
American Lung Association membagi penyakit paru akibat kerja mejadi
dua kelompok besar : Pneumokoniosis disebabkan karena debu yang
masuk ke dalam paru serta penyakit hipersensitivitas seperti asma yang
disebabkan karena reaksi yang berlebihan terhadap polutan di udara
(Suma'mur, 2009).
Menurut Suma'mur (1996), debu yang dapat menimbulkan ganggguan
kesehatan bergantung dari :
a. Solubility
Jika bahan-bahan kimia penyusun debu mudah larut dalam air, maka
bahan - bahan itu akan larut dan langsung masuk ke pembuluh darah
kapiler alveoli. Apabila bahan-bahan tersebut tidak mudah larut, tetapi
ukurannya kecil, maka partikel-partikel itu dapat memasuki dinding
alveoli, lalu ke saluran limpa atau ke ruang peri bronchial menuju ke luar
bronchial oleh rambut-rambut getar di kembalikan ke atas.
b. Komposisi kimia debu
1. Inert dust
Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis
pada paru. Efeknya sangat sedikit atau tidak ada sama sekali pada
penghirupan normal.
- Poliferal dust
Golongan debu ini di dalam paru akan membentuk jaringan parut
atau fibrosis. Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan
alveoli sehingga mengganggu fungsi paru. Debu golongan ini
23
menyebabkan fibrocytic pneumoconiosis, contohnya : debu silika,
asbestosis, kapas, berilium dan sebagainya.
- Tidak termasuk inert dust dan poliferatif dust
Kelompok debu ini merupakan kelompok debu yang tidak tahan
di dalam paru, namun dapat ditimbulkan efek iritasi yaitu debu
yang bersifat asam atau asam kuat.
c. Konsentrasi debu
Semakin tinggi konsentrasi debu di udara tempat kerja, maka
semakin besar kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan.
d. Ukuran partikel debu
Ukuran partikel besar akan di tangkap oleh saluran nafas bagian
atas. Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya
penyakit pada saluran pernapasan. Dari hasil penelitian ukuran
tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut :
1. Ukuran debu 5 – 10 mikron, akan tertahan olah cilia pada
saluran pernapasan bagian atas.
2. Ukuran debu 3 – 5 mikron, akan tertahan oleh saluran
pernapasan bagian tengah.
3. Ukuran debu 1 – 3 mikron, sampai dipermukaan alveoli.
4. Ukuran debu 0,5 – 1 mikron, hinggap dipermukaan
alveoli,selaput lendir sehingga menyebabkan fibrosis paru.
5. Ukuran debu 0,1 – 0,5 mikron, melayang dipermukaan
alveoli.
24
2.6.4. Jenis Debu
Jenis debu terkait dengan daya larut dan sifat kimianya. Adanya
perbedaan daya larut dan sifat kimiawi ini, maka kemampuan
mengendapnya di paru juga akan berbeda pula. Demikian juga tingkat
kerusakan yang ditimbulkannya juga akan berbeda pula. Suma'mur (2009)
mengelompokkan partikel debu menjadi dua yaitu debu organik dan
anorganik. Klasifikasi debu dapat dilihat pada tabel.
Jenis Debu Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Kesehatan
Pada Manusia
No Jenis Debu Contoh (Jenis Debu)
1. 1 Organik
a. Alamiah
1. Fosil Batu bara, karbon hitam, arang, granit.
2. Bakteri TBC, antraks, enzim, bacillus substilis.
Koksidiomikosis, Histoplasmosis.
3. Jamur Actinomycosis, kriptokokus, thermophilic.
4. Virus Cacar air, Q fever, psikatosis.
5. Sayuran Kompos jamur, ampas tebu, tepung padi, gabus,
serat nanas, atap alang-alang, katun, rami.
6. Binatang Kotoran burung, kesturi, ayam
b. Sintesis
Plastik 1. Plastik
b. Silika
1. Fibrosis Asbestosis, sillinamite, talk
25
c. Metal
1. Inert Besi, barium, titanium, alumunium
2. Lain-lain Berilium
3. Bersifat keganasan Arsen, kobal, nikel hematite, uranium, khrom,
(Sumber : Suma'mur. P.K 2009)
Partikel debu yang terdapat di lingkungan kerja lokasi
penelitian sebagian besar bersumber dari akitivitas pengepressan
barang-barang bekas yang terbuat dari besi dan alumunium yang
sudah korosif (berkarat). Debu di lingkungan kerja lokasi penelitian
sebagian besar debu anorganik golongan metal yang bersifat inert.
Debu inert merupakan debu kerja nonfibrogenik, dimanadebu ini
yang tidak menimbulkan reaksi jaringan paru akibat inhalasi di
tempatkerja, contohnya adalah ferrioksida, stanum oksida,
alumunium oksida, barium sulfat, titanium dioksida (Harrianto,
2010).
26
Alat ini menghisap udara ambien dengan pompa berkecepatan 1,1 -
1,7 m³/menit, partikel debu berdiameter 0,1-10 mikron akan masuk
bersama aliran darah melewati saringan dan terkumpul pada permukaan
serat gelas. Alat ini dapat digunakan untuk pengambilan contoh udara
selama 24 jam, dan bila kandungan partikel debu sangat tinggi maka
waktu pengukuran dapat dikurangi menjadi 6 - 8 jam.
2. Low Volume Air Sampler (LVAS)
Alat ini dapat menangkap debu dengan ukuran sesuai yang kita
ingin kan dengan cara mengatur flow rate 20 liter/menit dapat
menangkap partikel berukuran 10 mikron. Dengan mengetahui berat
kertas saring sebelum dan sesudah pengukuran maka kadar debu
dapat dihitung.
3. Low Volume Dust Sampler (LVDS)
Alat ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama dengan
alat low volume air sampler.
4. Personal Dust Sampler (PDS)
Alat ini biasa digunakan untuk menentukan Respiral Dust (RD) di
udara atau debu yang dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia
selama bernafas. Untuk flow rate 2 liter/menit dapat menangkap
debu yang berukuran < 10 mikron. Alat ini biasanya digunakan pada
lingkungan kerja dan dipasang pada pinggang pekerja karena
ukurannya yang sangat kecil.
27
lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya
terhadap kesehatan.
Kadar debu yang melampaui ambang batas yang ditentukan
dapat mengurangi penglihatan, menyebabkan endapan tidak
menyenangkan pada mata , hidung, dan telinga dan dapat juga
mengakibat kerusakan pada kulit. Nilai ambang batas kadar debu di
udara berdasarkan Permenakertrans RI Nomor 13 tahun 2011
tentang Nilai Ambang Batas Bahan Fisika dan Kimia di Tempat
Kerja, bahwa kadar debu di udara tidak boleh melebihi 3,0 mg/m3.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
29
dilemaskan menggunakan mesin (milling), untuk kulit yang berwarna
putih dilakukan dengan cara wide stacking.
4. Barang yang dihasilkan :
a. Produk utama : Kulit lembaran
b. Produk sampingan : -
Faktor Kimia
30
Soda klorid cukup
Formid acid
Amoniak
Permian carbonat
Kimia padat - - -
3.3 Kebisingan
A. Hasil
Tingkat
Jenis Sumber NAB
No Lokasi kebisingan Keterangan
bising bising (dB)
Leq Lmax
Bag. Mesin Belum
1 81.6 95.5 Kontinu 85
tanning tanning melebihi
Bag. Mesin Belum
2 83.5 91.7 Kontinu 85
Shaving shaving melebihi
Bag. Mesin
3 Enzyn- 80.4 92.4 Kontinu enzyn 85 < NAB
setter
Bag. Kipas
4 Bengkel 88.2 96.9 Intermitten angin, alat 85 >NAB
perbaikan
Bag. Mesin
Stacking stacking,
5 80.1 81.5 Kontinu 85 <NAB
exhaust
fan, fan
Bag. Mesin
Milling milling,
6 83.1 87.9 Kontinu 85 <NAB
exhaust
fan, fan
Bag. Mesin
Polish polish,
7 80.7 90.3 Kontinu 85 <NAB
exhaust
fan, fan
8 Bag. 80 87.7 Kontinu Mesin 85 <NAB
31
Togglin toggling,
g fan
Bag. Mesin
9 83.7 87.7 kontinu 85 <NAB
Dying dying
Bag. Mesin
Enzyn- enzyn,
10 talk 99.7 105 Kontinu kompresor, 85 >NAB
mesin
giling
b. Pembahasan
Dari hasil pengukuran 10 lokasi diatas hasil yang didapatkan menunjukkan
bahwa hasil pengukuran kebisingan di bagian PT ASA didapatkan NAB (nilai
ambang Batas) yang melebihi standar antara lain pada bagian enzyn talk (99.7
dB) dan bagian bengkel (88.2 dB), sedangkan bagian tanning, shaving, enzyn
setter, stacking, milling, polish, dan toggling didapatkan nilai NAB <85 dB.
Tingkat pengukuran bising terendah diadapatkan pada bagian toggling yaitu
80 dB dan bising tertinggi didapatkan pada bagian enzyn talk dengan nilai 99.7
dB. Faktor yang mempengaruhi tingginya kebisingan pada bagian Enzyn talk
adalah banyaknya bmesin kompresor di ruangan tersebut. Terdapat 4 buah alat
pada ruangan enzyn talk. Dari 4 alat yang ada, 3 alat beroperasi pada hari
tersebut. Setiap harinya mesin tersebut beroperasi secara kontinue bselama 8
jam. Jenis bising dapat dikategorikan sebagai kontinu dan intermitten,
sedangkan untuk sumber bising berasal dari mesin di dalam ruangan.
Pengendalian sumber kebisingan oleh pihak perusahaan baru terbatas pada
pemakaian APD, dan belum difokuskan pada sumber bising.
Kesimpulan mengenai pengukuran pada 10 bagian pabrik, didapatkan 2
bagian memiliki kebisingan diatas NAB. Saran untuk memperbaiki tingkat
kebisingan di pabrik antara lain dengan cara menggalakkan promosi
penggunaan APD berupa earplug dan menggunakan media yang bersifat
persuasif. Dari segi sumber bising dapat dilakukan pengendalian berupa
pemeliharaan bising secara berkala, atau penggantian mesin lama dengan
32
mesin baru. Dari segi adminiostratif dapat dilakukan rotasi kerja yang teratur
dan kontinu sehingga resiko gangguan pendengaran dapat berkurang.
3.4 Pencahayaan
A. Hasil
No Lokasi Tingkat Pencahayaan Jenis Tingkat Keterangan
Umum Lokal Kerja Pencahayaan
Range Rata- Range Rata-
Rata Rata
1 Trimmine 14-60 24,6 13-45 26,3 Sedang, Kurang Sumber :
(merapikan sepintas Matahari,
bahan) lampu
2 Milling 100- 117,5 70- 90 Sedang, Cukup Lampu
(sebelum 160 110 sepintas
tanning)
3 Tanning 109- 116,3 42-90 63,67 Sedang, Cukup Sumber :
(pencucian) 130 3 sepintas Matahari,
lampu
4 Shaving 47- 102,6 44,5- 48,43 Sedang, Cukup Lampu
(penipisan 198 7 54,5 sepintas
ukuran
kulit)
5 Toggling 70- 90 70- 87,5 Sedang, Kurang Lampu
110 100 sepintas
6 Setter 40-58 49,33 28,778 55 Sedang, Kurang Lampu
(pelebaran sepintas
bahan)
7 Enzyn Talk 48-50 49 170- 235 Sedang, Cukup Lampu
300 sepintas
8 Stacking 80- 96,67 90- 100 Sedang, Cukup Lampu
(pelemasan) 110 110 sepintas
9 Polish 55,2- 57,7 54,1- 57,4 Sedang, Kurang Lampu
60,8 60,7 sepintas
Dari hasil pengukuran 9 lokasi diatas hasil yang didapatkan menunjukkan
bahwa hasil pengukuran pencahayaan di bagian PT ASA didapatkan tingkat
pencahayaan yang kurang daripada standar antara lain pada bagian trimming,
toggling, setter, dan polishing. Beberapa ruangan tersebut menggunakan
sumber cahaya berupa lampu yang dinyalakan selama kurang lebih 8 jam
sehari. Selain lampu didapatkan sumber cahaya dari mataharin yang sedikit
masuk di setiap ruangan. Faktor yang mempengaruhi rendahnya pencahayaan
pada beberapa ruangan tersebut antara lain kurangnya jumlah lampu yang ada
33
di ruangan, jenis lampu yang digunakan dan kurangnya ventilasi sehingga
cahaya matahari sulit masuk ke dalam ruangan. Baik pencahayaan lokal dan
general pada beberapa bagian tersebut masih kurang. Hal ini dikhawatirkan
dapat menjadi sumber bahaya terutama bagi pekerjaan yang membutuhkan
ketelitian tinggi dan menggunakan sumber cahaya menjadi hal yang penting
dalam proses produksi Pengendalian sumber cahaya oleh pihak perusahaan
belum terlalu banyak dilakukan. Saran untuk memperbaiki tingkat
pencahayaan di pabrik antara lain dengan cara berkoordinasi dengan
perusahaan untuk menambah unit lampu, menambah daya kekuatan lamu dan
mengatur ventilasi yang ada agar cahaya yang masuk dapat optimal. Dari segi
adminiostratif dapat dilakukan rotasi kerja yang teratur dan kontinu serta
pemeriksaan berkala pada mata sehingga resiko gangguan penglihatan dapat
berkurang.
3.5 Getaran
A. Hasil Pengujian Getaran ( Lengan dan Tangan )
Batas ) yang dibawah standar antara lain pada Proses Tanning (0,0131 m/s 2),
pada Enzym Talk (0,0149 m/s2) dan pada staking (0,0176 m/s2). Tingkat
Getaran terendah pada Proses tanning dan tertinggi pada Staking. Faktor yang
34
2.3 Iklim Kerja
A. Hasil
Hasil Pengujian
Sumber NAB
No Lokasi TnWb RH ISBB Beban Kerja Keterangan
Panas ISBB
(ºC) (%) (ºC)
1 Bagian 25,4 87 26,6 Sedang Atap asbes, 31 Di bawah
Mesin Mesin, NAB
Drum Lampu
2 Bagian 25,1 82 26,4 Sedang Atap asbes, 31 Di bawah
Stacking Mesin, NAB
Lampu
3 Bagian 25,0 82 26,4 Sedang Atap asbes, 31 Di bawah
Buffing Mesin, NAB
Lampu
4 Bagian 25,1 82 26,4 Sedang Atap asbes, 31 Di bawah
Toggling Mesin, NAB
Lampu
5 Bagian 26,2 79 27,7 Sedang Atap asbes, 31 Di bawah
Milling Mesin, NAB
Lampu
6 Bagian 24,1 62 26,2 Ringan Atap asbes, 31 Di bawah
Gudang Mesin, NAB
Lampu
Keterangan :
TnWb : Suhu Basah Alami (ºC)
RH : Relative Humidity / Kelembaban Udara Relatif (%)
ISBB : Indeks Suhu Basah dan Suhu Bola (ºC)
B. Pembahasan
Ruangan 1 yaitu ruangan tanning (bagian mesin drum) memiliki
TnWb sebesar 25,4 ºC. Nilai tersebut berada di bawa Nilai Ambang Batas
(NAB) untuk TnWb di tempat kerja yang berkisar antara 21-30 ºC.
35
Kelembapan udara relatif di ruangan ini sebesar 87 %, sesuai dengan
kelembapan udara relatif yang nyaman untuk iklim tropis yaitu sekitar 65-
95 %. Pada ruangan ini didapatkan ISBB 26,6 ºC. Beban kerja di ruangan
ini termasuk beban kerja sedang. Pada suhu sekian, semestinya pekerja
dapat bekerja selama 75-100 % dari lama jam kerja (8 jam).
Ruangan 2 yaitu ruangan stacking memiliki TnWb sebesar 25,1
ºC. Nilai tersebut berada di bawa Nilai Ambang Batas (NAB) untuk TnWb
di tempat kerja yang berkisar antara 21-30 ºC. Kelembapan udara relatif di
ruangan ini sebesar 82 %, sesuai dengan kelembapan udara relatif yang
nyaman untuk iklim tropis yaitu sekitar 65-95 %. Pada ruangan ini
didapatkan ISBB 26,4 ºC. Beban kerja di ruangan ini termasuk beban kerja
sedang. Pada suhu sekian, semestinya pekerja dapat bekerja selama 75-100
% dari lama jam kerja (8 jam).
Ruangan 3 yaitu ruangan buffing memiliki TnWb sebesar 25,0 ºC.
Nilai tersebut berada di bawa Nilai Ambang Batas (NAB) untuk TnWb di
tempat kerja yang berkisar antara 21-30 ºC. Kelembapan udara relatif di
ruangan ini sebesar 82 %, sesuai dengan kelembapan udara relatif yang
nyaman untuk iklim tropis yaitu sekitar 65-95 %. Pada ruangan ini
didapatkan ISBB 26,4 ºC. Beban kerja di ruangan ini termasuk beban kerja
sedang. Pada suhu sekian, semestinya pekerja dapat bekerja selama 75-100
% dari lama jam kerja (8 jam).
Ruangan 4 yaitu ruangan toggling memiliki TnWb sebesar 25,1
ºC. Nilai tersebut berada di bawa Nilai Ambang Batas (NAB) untuk TnWb
di tempat kerja yang berkisar antara 21-30 ºC. Kelembapan udara relatif di
ruangan ini sebesar 82 %, sesuai dengan kelembapan udara relatif yang
nyaman untuk iklim tropis yaitu sekitar 65-95 %. Pada ruangan ini
didapatkan ISBB 26,4 ºC. Beban kerja di ruangan ini termasuk beban kerja
sedang. Pada suhu sekian, semestinya pekerja dapat bekerja selama 75-100
% dari lama jam kerja (8 jam).
Ruangan 5 yaitu ruangan milling memiliki TnWb sebesar 26,2 ºC.
Nilai tersebut berada di bawa Nilai Ambang Batas (NAB) untuk TnWb di
tempat kerja yang berkisar antara 21-30 ºC. Kelembapan udara relatif di
36
ruangan ini sebesar 79 %, sesuai dengan kelembapan udara relatif yang
nyaman untuk iklim tropis yaitu sekitar 65-95 %. Pada ruangan ini
didapatkan ISBB 27,7 ºC. Beban kerja di ruangan ini termasuk beban kerja
sedang. Pada suhu sekian, semestinya pekerja dapat bekerja selama 75-100
% dari lama jam kerja (8 jam).
Ruangan 6 yaitu ruangan storage memiliki TnWb sebesar 24,1 ºC.
Nilai tersebut berada di bawa Nilai Ambang Batas (NAB) untuk TnWb di
tempat kerja yang berkisar antara 21-30 ºC. Kelembapan udara relatif di
ruangan ini sebesar 62 %, di bawah dari nilai kelembapan udara relatif
yang nyaman untuk iklim tropis yaitu sekitar 65-95 %. Pada ruangan ini
didapatkan ISBB 26,2 ºC. Beban kerja di ruangan ini termasuk beban kerja
ringan. Pada suhu sekian, semestinya pekerja dapat bekerja selama 75-100
% dari lama jam kerja (8 jam).
Tabel Pedoman Penilaian ISBB
ISBB (ºC)
No Variasi Kerja
Kerja Ringan Kerja Sedang Kerja Berat
1 75-100 % 31,0 28,0
2 50-75 % 31,0 29,0 27,5
3 25-50 % 32,0 30,0 29,0
4 0-25 % 32,2 31,0 30,5
Parameter : Debu
37
terklasifikasi
B. Pembahasan
38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Adapun potensi bahaya yang dapat timbul di tempat kerja yang ada di PT.
Adi Satria Abadi meliputi, terjepit, terjatuh, tertimpa kulit, terpeleset, dan
peledakan.
Bahaya yang ada di lingkungan kerja yang ada di PT. Adi Satria Abadi
meliputi :
a) Faktor fisik :
39
5.2 Kebisingan
Dari hasil pemeriksaan yang telah kami lakukan pada PT. ASA, hasil
Saran :
5.4 Getaran
tersebut.
40
Saran:
dan dihirup oleh karyawan yang bekerja. Saran dari kami adalah
41
DAFTAR PUSTAKA
Budiono, Sugeng dkk. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
Suma’mur PK. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT.
Tim Hiperkes. 2012. Modul Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi
42