Anda di halaman 1dari 12

NSTEMI

INFARK MIOKARD AKUT TANPA ELEVASI ST ( NSTMI )


I. Pengertian

secara klinis infark akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) sangat mirip dengan angina tidak
stabil. Yang membedakan adalah adanya enzym petanda jantung yang positif.

II. Patofisiologi

NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi
karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner
diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya
mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis
dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang yang cenderung ruptur
mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang
tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limposit T yang
menunjukkan adanya proses imflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin
proinflamasi seperti TNF, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran
hsCRP di hati. (Sudoyo Aru W, 2006)

Manifestasi klinik

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri
seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh,
berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI.
Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki
gejala dengan onset baru angina/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik
dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas
rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak
khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu
atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia
lebih dari 65 tahun.

Pada pemeriksaan Elektro Kardiogram (EKG)


Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien.
Pada Trombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru
sebanyak 0,05 mV merupkan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan
peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan
memberatnya depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan
tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.

Pemeriksaan Laboratorium

Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard lebih spesifik dari
pada CK dan CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin pada darah perifer
setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.

Stratifikasi Resiko

Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan
penilaian risiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan
terapi awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang heterogen dengan
subgrup yang berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula.
Penatalaksanaan sebaiknya terkait pada faktor resikonya,

Skor Resiko

Insiden keluaran yang buruk (kematian, (re) infark miokard, atau iskemia berat rekuren)
pada 14 hari berkisar antara 5% dengan risiko 0-1, sampai 41% dengan skor risiko 6-7.
Skor resiko ini berasal dari analisis pasien-pasien pada penelitian TIMI IIB dan telah
divalidasi pada empat penelitian tambahan dan satu registry, terdapat banyak bukti
yang menunjukkan disfungsi ginjal berhubungan dengan peningkatan resiko keluaran
yang buruk. Beberapa penelitian seperti Platelet Receptor Inhibition Ischemic
Syndrome Management in Patien Limited by Unstable Sign and Symptom (PRISM-
PLUS). Treat Angina with Aggrastat and Determine Cost of Therapy with invasive or
Conservative Strategy (TACTICS)-TIMI 18, DAN Global Use Strategies to Open
Ocluded Coronary Arteries (GUSTO) IV-ACS, kesemunya menunjukkan pasien-pasien
dengan kadar klirens kreatinin yang lebih rendah memiliki gambaran resiko yang lebih
besar dan keluaran yang kurang baik. Walaupun strategi invasive banyak bermanfaat
pada pasien disfungsi ginjal, namaun memiliki resiko perdarahan lebih banyak. Karena
“molekul kecil” inhibitor GP IIb/IIIa dan LMWH diekskresikan lewat ginjal. (Sudoyo
Aru W, 2006)
Newby et al. mendemonstrasikan bahwa strategi bedside menggunakan mioglobin,
creatinin kinase MB dan Troponin I memberikan stratifikasi risiko yang lebih akurat
dibandingkan jika menggunakan petanda tunggal berbasis laboratorium. Sabatin et al.
Mempertimbangkan 3 faktor patofisiologi yang terjadi pada UA /NSTEMI yaitu :
 Ketidaksetabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat mikroembolisasi
 Inflamasi vaskuler

 Kerusakan ventrikel kiri

Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan penilaian terhadap


petanda-petanda seperti cardiac-spesific troponin. C-reactive protein dan brain
natriuretic peptide, berturut-turut. Pada penelitian TACTICS-TIMI 18, dimana resiko
relative, mortalitas 30 hari pasien dengan bio marker 0, 1, 2, dan 3 semakin meningkat
berkali lipat 1,2. 1,5. 7, dan 13,0 berturut-turut. Pendekatan petanda laboratorium
sebaiknya tidak digunakan sendiri-sendiri tapi seharusnya dapat memperjelas
penemuan klinis.

III. Penatalaksanaan

Harus Istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG guna pemantauan segmen ST
dan irama jantung.

Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap pasien
NSTEMI yaitu :

 Terapi antiiskemia

 Terapi anti platelet/antikoagulan

 Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi),

 Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.

IV. Terapi
a. Terapi Antiiskemia

o Nitrat ( ISDN )

o Penyekat Beta
Obat Selektivitas Aktivitas Agonis Dosis umum untuk
Parsial Angina

Propranolol Tidak Tidak 20-80mg 2 kali sehari


Metoprolol Beta 1 Tidak 50-200mg 2 kali sehari
Atenolol Beta 1 Tidak 50-200mg/hari
Nadolol Tidak Tidak 40-80mg/hari
Timolol Tidak Tidak 10mg 2 kali sehari
Asebutolol Beta 1 Ya 200-600mg 2 kali sehari
Betaksolol Beta 1 Tidak 10-20mg/hari
Bisoprolol Beta 1 Tidak 10mg/hari
Esmolol (intravena) Beta 1 Tidak 50-300mcg/kg/menit
Labetalol Tidak Ya 200-600mg 2 kali sehari
Pindolol Tidak Ya 2,5-7,5mg 3 kali sehari
b. Terapi Antitrombotik

o Antitrombotik (Streptokinase, Urokinase, rt-PA)

c. Terapi Antiplatelet

o Antiplatelet (Aspirin, Klopidogrel, Antagonis Platelet GP


IIb/IIIa)

d. Terapi Antikoagulan

o LMWH (low Molekuler weight Heparin)

e. Strategi Invasif dini vs Konservasif dini

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membandingkan strategi


invasif dini (arteriografi koroner dini dilanjutkan dengan revaskularisasi
sebagaimana diindikasikan oleh temuan arteriografi) dengan strategi
konservatif dini (kateterisasi dan jika diindikasikan revaskulaisasi,
hanya pada yang mengalami kegagalan terhadap terapi oral/obat-
obatan).

V. Perawatan untuk pasien resiko rendah

a. Tes stres noninvasif


b. Hasil tes menunjukkan gambaran resiko tinggi sebaiknya menjalani
arteriografi koroner dan berdasarkan temuan anatomis, revaskularisasi dapat
dilakukan
c. Arteriografi koroner dapat dipilih pada pasien-pasien tes positif tapi
tanpa temuan risiko tinggi.

VI. Tatalaksana Predischarge dan pencegahan sekunder


Tatalaksana terhadap faktor resiko antara lain :

 Mencapai berat badan optimal


 Nasehat diet
 Penghentian merokok
 Olah raga
 Pengontrolan Hipertensi
 Tatalaksana Diabetes Melitus dan deteksi Diabetes Melitus yang tidak
dikenali sebelumnya

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian.

a. Kualitas Nyeri dada : seperti terbakar, tercekik, rasa


menyesakkan nafas atau seperti tertindih barang berat.
b. Lokasi dan radiasi : retrosternal dan prekordial kiri, radiasi
menurun ke lengan kiri bawah dan pipi, dagu, gigi, daerah
epigastrik dan punggung.
c. Faktor pencetus : mungkin terjadi saat istirahat atau selama
kegiatan.
d. Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama,
berakhir lebih dari 20 menit, tidak menurun dengan istirahat,
perubahan posisi ataupun minum Nitrogliserin.
e. Tanda dan gejala : Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan
keringatan, dispnea, pening, tanda-tanda respon vasomotor
meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit dinghin dan lembab,
cekukan dan stress gastrointestinal, suhu menurun.
f. Pemeriksaan fisik : mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-
tanda gagalnya ventrikel atau kardiogenik shok terjadi. BP
normal, meningkat atau menuirun, takipnea, mula-mula pain
reda kemudian kembali normal, suara jantung S3, S4 Galop
menunjukan disfungsi ventrikel, sistolik mur-mur, M. Papillari
disfungsi, LV disfungsi terhadap suara jantung menurun dan
perikordial friksin rub, pulmonary crackles, urin output menurun,
Vena jugular amplitudonya meningkat ( LV disfungsi ), RV
disfungsi, ampiltudo vena jugular menurun, edema periver, hati
lembek.
g. Parameter Hemodinamik : penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/CI.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
ditandai dengan :
 nyeri dada dengan / tanpa penyebaran
 wajah meringis
 gelisah
 delirium
 perubahan nadi, tekanan darah.

Tujuan :

Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di RS

Kriteria Hasil:

 Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1


 ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang
 tidak gelisah
 nadi 60-100 x / menit,
 TD 120/ 80 mmHg

Intervensi :

 Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut.


 Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
 Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis; nafas dalam, perilaku distraksi,
visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
 Pertahankan Olsigenasi dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit )
 Monitor tanda-tanda vital ( Nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
 Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan factor-faktor listrik,
penurunan karakteristik miokard

Tujuan :
Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di
RS

Kriteria Hasil :

 Tidak ada edema


 Tidak ada disritmia
 Haluaran urin normal
 TTV dalam batas normal

Intervensi :

 Pertahankan tirah baring selama fase akut


 Kaji dan laporkan adanya tanda – tanda penurunan COP, TD
 Monitor haluaran urin
 Kaji dan pantau TTV tiap jam
 Kaji dan pantau EKG tiap hari
 Berikan oksigen sesuai kebutuhan
 Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
 Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis
 Berikan makanan sesuai diitnya
 Hindari valsava manuver, mengejan ( gunakan laxan )
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung,
penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria ditandai dengan :

 Daerah perifer dingin


 EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
 RR lebih dari 24 x/ menit
 Kapiler refill Lebih dari 3 detik
 Nyeri dada
 Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak selalu )
 HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O 2 <>2 > 45 mmHg
dan Saturasi <>
 Nadi lebih dari 100 x/ menit
 Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL

Tujuan :
Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan
perawatan di RS.

Kriteria Hasil:

 Daerah perifer hangat


 tak sianosis
 gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
 RR 16-24 x/ menit
 tak terdapat clubbing finger
 kapiler refill 3-5 detik
 nadi 60-100x / menit
 TD 120/80 mmHg

Intervensi :

 Monitor Frekuensi dan irama jantung


 Observasi perubahan status mental
 Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
 Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
 Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi
 Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit , GDA( Pa
O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan Pemberian oksigen
4. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan
perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air , peningkatan tekanan hidrostatik,
penurunan protein plasma.

Tujuan :

Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan


keperawatan selama di RS

Kriteria Hasil :

 tekanan darah dalam batas normal


 tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen
 paru bersih
 berat badan ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %)
Intervensi :

 Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung


keseimbangan cairan
 Observasi adanya oedema dependen
 Timbang BB tiap hari
 Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler
 Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.
5. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau
kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps
jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif )
ditandai dengan :
 Dispnea berat
 Gelisah
 Sianosis
 perubahan GDA
 hipoksemia

Tujuan :

Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 <>2 > 45 mmHg dan
Saturasi <>

Kriteria hasil :

 Tidak sesak nafas


 tidak gelisah
 GDA dalam batas Normal ( pa O2 <>2 > 45 mmHg dan Saturasi <>

Intervensi :

 Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan


 Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan
adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll.
 Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya ,
batuk,penghisapan lendir dll.
 Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
 Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau
tanda vital berubah.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard ditandai dengan
gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia,
kelemahan umum

Tujuan :

Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan


selama di RS

Kriteria Hasil :

 klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien


 frekuensi jantung 60-100 x/ menit
 TD 120-80 mmHg

Intervensi :

 Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas


 Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )
 Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
 Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun
dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah mkan.
 Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau
memerlukan pelaporan pada dokter.
7. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis

Tujuan :

cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS

Kriteria Hasil :

 Klien tampak rileks


 Klien dapat beristirahat
 TTV dalam batas normal
Intervensi :

 Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
 Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
 Ajarkan tehnik relaksasi
 Minimalkan rangsang yang membuat stress
 Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan
 Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana
tenang
 Berikan support mental
 Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung /
implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang akan datang ,
kebutuhan perubahan pola hidup ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan
konsep, pertanyaan, terjadinya kompliksi yang dapat dicegah

Tujuan :

Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi pendidikan


kesehatan selama di RS

Kriteria Hasil :

 Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung , rencana pengobatan, tujuan


pengobatan & efek samping / reaksi merugikan
 Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat.

Intervensi :

 Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi, contoh buku, program
audio/ visual, Tanya jawab dll.
 Beri penjelasan factor resiko, diet ( Rendah lemak dan rendah garam ) dan
aktifitas yang berlebihan,
 Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava
 Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap contoh : jalan,
kerja, rekreasiaktifitas seksual.

DAFTAR PUSTAKA
Hazinski Mary Fran (2004), Handbook of Emergency Cardiovaskuler Care for
Healthcare Providers, AHA, USA
Joewono Budi Prasetyo (2003), Ilmu Penyakit
Jantung, Airlangga University Press, Surabaya
Joyce Levefer (1997), Buku Saku Pemeriksaan Labotatorium dan Diagnostik
dengan Implikasi Keperawatan, EGC, Jakarta
Kalim Harmani, dkk (2004), Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Tanpa ST
Elevasi, PERKI
Pratanu Sunoto (2000), Kursus EKG, PT Karya Pembina Swajaya, Surabaya
Ruhyanudin Faqih (2006), Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler, UMM Press, Malang
Woods Susan L (2005), Cardiac Nursing 5th edition, Lippincott Williams and
Walkins, USA

Sudoyo Aru W , Setiyohadi B dkk,Juni 2006 “Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam” Edisi ke Empat-Jilid III

Anderson Jeffrey L, 2007 “Journal of the American College of Cardiology”

Anda mungkin juga menyukai