Anda di halaman 1dari 37

BAB I PENDAHULUAN Appendiks disebut juga umbai cacing atau yang sering disebut masyarakat sebagai usus buntu.

Istilah usus buntu adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya adalah caecum. Appendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti, namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermivormis dan merupakan kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Appendisitis merupakan penyakit yang sering dijumpai sehingga harus dicurigai sebagai keadaan yang paling mungkin menjadi penyebab nyeri akut abdomen. 1 Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidensi pada lakilaki lebih banyak daripada perempuan. Insidensi tertinggi pada laki-laki pada usia 10-14 tahun, sedangkan pada perempuan pada usia 15-19 tahun. Penyakit ini jarang ditemukan pada anak-anak usia di bawah 2 tahun. 1 Diagnosis appendisitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data-data tersebut. Tak jarang kasus-kasus appendisitis yang lolos dari diagnosis bahkan ada yang salah didiagnosis. Kadang-kadang untuk menegakkan diagnosis appendisitis sulit karena letak appendiks di abdomen sangat bervariasi. 1 Peradangan akut appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Penatalaksanaan appendisitis dilakukan dengan appendektomi, yaitu suatu tindakan bedah dengan mengangkat appendiks. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyulit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas, seperti dapat menyebabkan terjadinya perforasi atau ruptur pada appendiks. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1. Anatomi Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjang 10 cm (antara 3-15 cm), dan berpangkal di caecum. Lebar 0,3 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya (hal ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens appendisitis pada usia ini). 1, 2 Appendiks terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileocaecum yang bermuara di bagian posterior dan medial dari caecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli yaitu taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum. Muara appendiks berada di sebelah posteromedial caecum. Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan. Pada pangkalnya terdaapat valvula appendikularis. 2, 3, 4

Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendiks juga mempunyai mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan appendiks pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan appendiks dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendiks dapat lebih panjang daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendiks yang panjang menyebabkan appendiks bergerak masuk ke pelvis (antara organorgan pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendiks bergerak ke belakang colon yang disebut appendiks retrocolic. 4
2

Letak appendiks dapat bermacam-macam yaitu retrocaecal (65,28%), pelvical (31,01%), subcaecal (2,26%), preileal (1%), parakolika kanan dan post ileal (0,4%). 1, 2

Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Selebihnya appendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang colon asendens atau di tepi lateral colon asendens. Gejala klinis appendisitis ditentukan oleh letak appendiks. 1, 5 Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti A. mesenterika superior dan A. apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari N. torakalis X (oleh karena itu nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus). 1 Pendarahan appendiks berasal dari A. appendikularis (arteri tanpa kolateral). Jika arteri ini tersumbat misalnya karena trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren. 1

II. 2. Fisiologi Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis. 1 Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Tetapi pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfoid di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan seluruh tubuh. 1, 2

II. 3. Etiologi
a.

Peranan lingkungan (diet dan higiene) Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intracaecal yang berakibat sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal colon. 5, 6 Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendisitis. Diet memainkan peran utama pada pembentukan sifat feses, yang mana penting pada pembentukan fekalit. Kejadian appendisitis jarang di negara yang sedang berkembang, dimana diet dengan tinggi serat dan konsistensi feses lebih lembek. Kolitis, divertikulitis dan karsinoma kolon adalah penyakit yang sering terjadi di daerah dengan diet rendah serat dan menghasilkan feses dengan konsistensi keras. 5, 6

b.

Peranan flora bakterial Flora bakteri pada apendiks sama dengan di colon, dengan ditemukannya beragam bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam appendisitis sama dengan penyakit colon lainnya. Penemuan kultur dari cairan peritoneal biasanya negatif pada tahap appendisitis sederhana. Pada tahap appendisitis supurativa, bakteri aerobik terutama Escherichia coli banyak ditemukan, ketika gejala memberat banyak organisme, termasuk Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri aerobik yang paling banyak dijumpai adalah E. coli. Sebagian
4

besar penderita appendisitis gangrenosa atau appendisitis perforasi banyak ditemukan bakteri anaerobik terutama Bacteroides fragilis. 5, 6 c. Peranan obstruksi Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam appendisitis akut. Obstruksi yang terjadi pada lumen appendiks. Obstruksi pada lumen appendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen appendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. 5, 6 Fekalit merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen appendiks pada 20% anak-anak dengan appendisitis, terjadinya fekalit berhubungan dengan diet rendah serat. Frekuensi obstruksi meningkat sesuai dengan derajat proses inflamasi. Fekalit ditemukan 40% pada kasus appendisitis sederhana (simpel), sedangkan pada appendisitis akut dengan gangren tanpa ruptur terdapat 65% dan appendisitis akut dengan gangren disertai ruptur terdapat 90%. 6 Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks pada usia 2 bulan setelah lahir. Jaringan limfoid ini akan terus bertambah sampai pubertas kemudian menetap pada dekade berikutnya dan mulai menurun sesuai dengan usia. Sehingga setelah usia 60 tahun tidak ada jaringan limfoid yang tersisa dan biasanya terjadi obliterasi total pada lumen appendiks. Jaringan limfoid yang terdapat di submukosa appendiks akan mengalami edema dan hipertrofi sebagai respon terhadap infeksi virus di sistem gastrointestinal atau sistem respiratorius, yang akan menyebabkan obstruksi lumen appendiks. Megakolon kongenital terjadi obstruksi pada kolon bagian distal yang diteruskan ke dalam lumen appendiks dan hal ini merupakan salah satu alasan terjadinya appendisitis pada neonatus. 6 Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti Entamuba hystolityca dan benda asing mungkin tersangkut di appendiks untuk jangka waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala, namun cukup untuk menimbulkan risiko terjadinya perforasi. 6

II. 4. Epidemiologi Peradangan akut pada appendiks atau yang lebih lazim kita sebut appendisitis akut merupakan kasus yang paling sering pada operasi akut abdomen. Penyakit ini timbul pada semua usia tetapi paling sering terjadi pada kehidupan dekade II dan III. 2 Perbandingan pada pria : wanita kira-kira 1 : 1 sebelum pubertas, tetapi pada pubertas perbandingan antara laki-laki dan perempuan menjadi 2 : 1 dan insidensnya akan menjadi sama setelah umur 30-an. 2 Insidens appendisitis akut yang memerlukan appendektomi telah menurun drastis sejak 3 atau 4 dekade belakangan ini karena diagnosis yang lebih baik, serta perubahan kebiasaan diet, perubahan flora usus, nutrisi yang lebih baik, intake vitamin yang tinggi, dan antibiotik. 2

II. 5. Patofisiologi Appendisitis terjadi karena adanya sumbatan lumen appendiks oleh hiperplasia kelenjar limfe, fekolit, benda asing, striktur akibat peradagan sebelumnya atau tumor yang menyebabkan mukus yang diproduksi oleh mukosa menumpuk dan mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Dengan adanya tekanan yang meningkat, drainase saluran limfe terganggu sehingga terjadi oedem appendiks dan apabila disertai infeksi oleh kuman/bakteri akan menyebabkan ulserasi mukosa appendiks, yang disebut fase akut fokal appendisitis dengan gejala nyeri pada ulu hati yang disertai mual dan muntah. 1, 7, 8 Bila sekresi mukus berlanjut dan tekanan intralumen terus meningkat, dapat terjadi sumbatan vena yang mengakibatkan terjadinya oedem, trombosis dan iskemia serta bakteri akan menembus dinding appendiks. Peradangan yang timbul akan mengenai peritoneum setempat. Fase ini disebut fase akut supuratif appendisitis dengan gejala nyeri di daerah perut kanan bawah (titik Mc Burney). 7 Bila kemudian aliran arteri terganggu maka akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti dengan gangren. Fase ini disebut appendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah maka akan terjadi appendisitis perforasi. 3
6

Bila semua proses diatas berjalan tidak terlalu cepat, maka pada saat terjadi peradangan omentum dan usus akan bergerak ke arah appendiks dan melokalisasi peradangan dengan membentuk infiltrat appendikularis. Peradangan appendiks tersebut dapat menjadi abses (appendicular abcess) apabila tidak diterapi. 4, 7 Perforasi pada anak-anak mudah terjadi, karena omentum lebih pendek, appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis dan daya tubuh yang masih kurang maka memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena daya tahan tubuh yang menurun, gangguan pembuluh darah/arteriosclerosis, serta perubahan anatomi aappendiks berupa penyempitan lumen. 5 Obsruksi lumen appendiks akan menghambat sekresi appendiks sehingga terjadi peningkatan tekanan intralumen yang merangsang saraf aferen nyeri visceral yang menghasilkan nyeri tumpul, merata di abdomen tengah atau epigatrium. Distensi appendiks juga merangsang peristaltik sehingga kolik juga bisa menyertai nyeri visceral pada permulaan appendisitis. Distensi appendiks selain disebabkan oleh sekresi appendiks sendiri, juga disebabkan oleh pertumbuhan kuman yang cepat pada lumen appendiks yang menyebabkan proses peradangan di mukosa. 3, 5 Proses appendisitis dimulai di mukosa yang kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periappendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah apendisitis infiltrat. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang kemudian dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses maka apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan mengurai diri secara lambat. 1, 7 Closed-loop obstruction akan menimbulkan sumbatan proksimal sedangkan sekresi masih terus berlangsung. Hal ini akan menyebabkan terjadinya distensi. Lumen appendiks bervolume 0,1 mL. Jika lumen appendiks terisi sebanyak 0,5 ml maka akan menaikkan tekanan intralumen 60 cmH2O. Distensi tersebut akan menstimulasi ujung serabut saraf aferen viseral sehingga akan timbul rasa nyeri yang tidak jelas asalnya, tumpul, dan difus pada abdomen tengah dan dibawah epigastrium. Distensi akan terus berlanjut karena sekresi mukosa yang terus berlangsung dan adanya multiplikasi bakteri appendiks. 2, 6 Peningkatan tekanan intraorgan akan meningkatkan tekanan vena. Hal ini menyebabkan aliran darah vena tersumbat, sedangkan aliran darah arteri terus berlangsung,
7

akibatnya terjadi kongestif vaskular. Distensi yang terjadi akan menimbulkan refleks mual dan muntah serta nyeri viseral difus akan semakin hebat. 6 Proses inflamasi lambat laun melibatkan serosa appendiks dan peritoneum parietale pada regio tersebut sehingga nyeri dirasa berpindah ke kanan bawah. Pada distensi yang hebat, daerah dengan suplai darah terburuk akan lebih menderita sehingga akan terjadi infark. Distensi, invasi bakteri, kelainan vaksular dan infark dapat menyebabkan terjadinya perforasi. Akan tetapi, proses tersebut tidak selalu terjadi, pada beberapa kasus dapat sembuh spontan. 8
Infeksi di mukosa

Infeksi ke seluruh lapisan apendiks (24-48 jam pertama)

Pertahanan tubuh baik

Pertahanan tubuh jelek

Omentum, usus halus, adneksa bergerak menutupi appendiks

Apendisitis infiltrat

Abses

Pertahanan tubuh baik

Pertahanan tubuh jelek

Nekrosis

Sembuh

Perforasi

Peritonitis

Appendisitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi pada appendiks. Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor pencetus antara lain sumbatan lumen appendiks oleh mukus yang terbentuk terus menerus atau akibat feses yang masuk ke appendiks yang berasal dari caecum. Feses ini mengeras seperti batu dan disebut fekalit. 3, 6
8

Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi tidak dapat keluar dan tertimbun di dalam lumen appendiks. Obstruksi lumen appendiks disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Proses selanjutnya invasi kuman ke dinding appendiks sehingga terjadi proses infeksi. Tubuh melakukan perlawanan dengan meningkatkan pertahanan tubuh terhadap kuman-kuman tersebut. Proses ini dinamakan inflamasi. 4, 6 Jika proses infeksi dan inflamasi ini menyebar sampai dinding appendiks, appendiks dapat ruptur. Dengan ruptur, infeksi kuman tersebut akan menyebar mengenai abdomen, sehingga akan terjadi peritonitis. Pada wanita bila invasi kuman sampai ke organ pelvis, maka tuba fallopi dan ovarium dapat ikut terinfeksi dan mengakibatkan obstruksi pada salurannya sehingga dapat terjadi infertilitas. Bila terjadi invasi kuman, tubuh akan membatasi proses tersebut dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa, sehingga terbentuk massa periappendikular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Appendiks yang ruptur juga dapat menyebabkan bakteri masuk ke aliran darah sehingga terjadi septikemia. 7 Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan di sekitarnya, yang akan menimbulkan keluhan berulang pada perut kanan bawah, dan jika suatu saat terjadi peradangan akut lagi maka dinyatakan sebagai eksaserbasi akut. 7, 8

II. 6. Pembagian appendisitis a. Appendisitis akut Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa saja. Appendiks kadang tampak normal, atau hanya hiperemia saja. Bila appendiks tersebut dibuka, maka akan tampak mukosa yang menebal, edema dan kemerahan. Kondisi ini disebabkan invasi bakteri dari jaringan limfoid ke dalam dinding appendiks. Karena lumen appendiks tak tersumbat, maka hal ini hanya menyebabkan peradangan biasa. 2 Bila terjadi obstruksi, sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks, terjadi peninggian tekanan dalam lumen, tekanan ini mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edem dan kemerahan. Pada appendiks edema mukosa ini mulai terlihat dengan adanya luka-luka kecil pada mukosa. 3
9

Gejalanya diawali dengan rasa kurang enak di ulu hati/daerah pusat, mungkin diserta dengan kolik, muntah, kemudian anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada fase ini seharusnya didapatkan adanya leukositosis. 4 b. Appendisitis rekurens Diagnosis apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya appendektomi, dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan appendisitis akut pertama kali sembuh sepontan. Namun appendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Resiko terjadi serangan lagi sekitar 50%. Biasanya dilakukan appendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut. 1 c. Appendisitis kronik Ditegakkan dengan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopis dan mikroskopis, dan hilangnya keluhan setelah appendektomi. 1 Kriteria mikroskopis appendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding appendiks, sumbatan parsial atau total lumen appendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. 1, 8

II. 7. Gambaran Klinik Mukosa dari appendiks mempunyai sifat khusus dimana masih dapat menghasilkan sekresi pada tekanan yang tinggi sehingga distensi dari lumen akan terus meningkat. Distensi ini akan merangsang ujung saraf viseral yang mensarafi appendiks sehingga muncul nyeri. Nyeri awalnya dirasakan pada umbilikus dan kuadran bawah epigastrium dengan nyerinya yang tumpul dan difus. Nyeri ini dirasakan pada umbilikus karena persarafan appendiks berasal dari N. Thorakal X yang lokasinya pada umbilikus. Maka nyeri pada umbilikus merupakan suatu reffered pain. 5, 6 Distensi dari appendiks juga akan meningkatkan peristalsik usus sehingga menimbulkan nyeri kolik. Distensi appendiks dengan mukus ini dikenali dengan mucocele
10

appendiks. Selain faktor-faktor ini, kuman komensal dalam apendiks yang bermultiplikasi juga akan meningkatkan distensi dari appendiks. Pada kondisi ini resolusi dapat terjadi dengan spontan atau dengan antibiotik. Apabila penyakitnya berlanjut, distensi appendiks yang semakin bertambah ini akan menyebabkan obstruksi vena dan iskemia pada dinding appendiks. 5, 6 Tekanan dalam lumen yang semakin meningkat akan meningkatkan tekanan vena dan menyebabkan oklusi venula dan kapiler, tetapi aliran arteriol tidak terganggu sehingga akan menimbulkan kongesti vaskular appendiks. Kongesti ini akan menimbulkan refleks mual dan muntah diikuti dengan nyeri viseral yang semakin meningkat. 6 Selanjutnya, apabila serosa dari appendiks mulai terganggu ,diikuti dengan kehadiran muscularis hiatus dan peritonitis lokal, akan menimbulkan gejala nyeri alih ke kuadran kanan bawah. Bila invasi dari bakteri bertambah dalam, akan muncul gejala-gejala demam, takikardia dan leukositosis akibat absorbsi toksin bakteri dan produk dari jaringan yang mati. 5, 6 Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat dikuatirkan pada appendisitis akut. Peritonitis terjadi akibat migrasi bebas bakteri melalui dinding apendiks yang iskemik, perforasi gangren apendiks atau melalui abses apendiks yang lanjut. Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya peritonitis adalah usia lanjut, immunosupresi, diabetes mellitus, obstruksi fekalit pada lumen appendiks, pelvik appendiks dan riwayat operasi abdomen, karena ini mengurangi kemampuan omentum untuk menutupi penyebaran kontaminan peritonitis. 5 Pasien dengan faktor-faktor di atas lebih mudah mengalami perburukan klinis yang berakhir dengan peritonitis difuse dan sindrom septik sistemik. 5 Nyeri abdomen yang dimulai di daerah epigastrium atau daerah umbilikus adalah tanda utama appendisitis akut. Setelah interval antara 4-6 jam nyeri terlokalisasi di kuadran kanan bawah abdomen, tetapi pada sebagian pasien, nyeri dimulai di kuadran kanan bawah dan menetap di sana. Perbedaan posisi appendiks juga menyebabkan perbedaan lokalisasi nyeri pada appendisitis, sebagai contoh appendiks pelvika menyebabkan nyeri di suprapubis, retroileal appendiks menyebabkan nyeri pada testis. Nyeri ini akan pindah ke kuadran kanan bawah dalam beberapa hari karena terjadinya nyeri somatik setempat. 1

11

Gejala khas didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, dengan atau tanpa rangsangan peritoneal lokal. Gejala klasik appendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat rangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. 1 Bila letak apendiks retrocaecal retroperitoneal dan karena letaknya terlindung oleh caecum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi dari M. psoas mayor yang menegang dari dorsal. 2, 4 Apendiks yang terletak di rongga pelvis bila meradang dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristalsik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika appendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya. 3, 7 Gejala appendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tersebut sering appendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90% appendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. 5, 6 Kadang-kadang appendisitis sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi, misalnya pada orang berusia lanjut yang gejalanya sering samarsamar saja sehingga lebih dari separuh penderita didiagnosis setelah perforasi. Pada kehamilan, keluhan utama appendisitis adalah nyeri perut, mual dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah pada kehamilan trimester pertama juga sering terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, caecum dan appendiks terdorong ke craniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. 6, 7

12

Untuk appendisitis akut yang telah mengalami komplikasi, misalnya perforasi, peritonitis, dan infiltrat atau abses, gejala klinisnya seperti dibawah ini 1. Perforasi Terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Rasa nyeri bertambah dasyat dan mulai dirasa menyebar, demam tinggi (rata-rata 38,3C). Jumlah lekosit yang meninggi merupakan tanda khas kemungkinan sudah terjadi perforasi. 7 2. Peritonitis Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari appendisitis yang telah mengalami gangren. Sedangkan peritonitis umum adalah merupakan tindak lanjut daripada peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defences muscular yang meluas, distensi abdomen, bahkan ileus paralitik, merupakan gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam makin tinggi dan timbul gejala-gejala sepsis, menunjukkan peritonitis yang makin berat. 7
3. Abses/infiltrat

Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba massa lunak di abdomen kanan bawah. Seperti tersebut di atas karena perforasi terjadilah walling off (pembentukan dinding) oleh omentum atau viscera lainnya, sehingga terabalah massa (infiltrat) di regio abdomen kanan bawah tersebut. Massa mula-mula bisa berupa plegmon, kemudian berkembang menjadi rongga yang berisi pus. Dengan USG bisa dideteksi adanya bentukan abses ini. Untuk massa atau infiltrat ini, beberapa ahli menganjurkan antibiotika dulu, setelah 6 minggu kemudian dilakukan appendektomi. Hal ini untuk menghindari penyebaran infeksi. 7

13

Hubungan patofisiologi dan manifestasi klinis apendisitis 7 Kelainan patologis 1. Peradangan awal 2. Apendisitis mukosa 3. Radang seluruh dinding
4. Appendisitis komplit radang

Keluhan dan tanda 1. Kurang enak ulu hati atau daerah pusat, bisa kolik 2. Nyeri tekan kanan bawah 3. Nyeri sentral kanan bawah, mual, muntah
4. Rangsang peritoneum local, nyeri pada

peritoneum parietale appendiks


5. Radang

gerak aktif dan pasif, defence muscular lokal yang 5. Gejala pada organ yang terkait 6. Demam sedang, takikardi, mulai toksik, leukositosis
7. Nyeri dan defence muscular seluruh perut

alat

atau

jaringan

menempel pada appendiks 6. Apendisitis gangrenosa 7. Perforasi 8. Pembungkusan a. Tidak berhasil b. Berhasil c. Abses

8. a. Gejala perforasi + demam tinggi, dehidrasi, syok, toksik b. Massa perut kanan bawah, keadaan umum berangsur membaik c. Demam remiten, keadaan umum toksik, keluhan dan tanda setempat

II. 8. Pemeriksaan Fisik Tanda vital tidak berubah terlalu mencolok pada appendisitis. Kenaikan suhu jarang lebih dari 1C, tetapi perbedaan suhu rektal dan aksilar lebih dari 1C, nadi normal atau naik sedikit. Perubahan tanda vital yang mencolok menunjukkan terjadinya komplikasi atau diagnosa lain. 5, 8 Pasien lebih memilih tidur terlentang atau miring ke kanan, dan pergerakan sangat minim karena dapat mencetuskan nyeri. Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut kanan bawah. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita
14

dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler. 4 Pada palpasi didapatkan nyeri terbatas pada iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defence muscular menunjukan adanya tanda rangsangan peritoneum parietal, hal ini berarti proses peradangan sudah mengenai peritoneum. Palpasi dimulai dari kuadran kiri bawah yang dilanjutkan ke kuadran kiri atas, kuadran kanan atau dan diakhiri dengan pemeriksaan kuadran kanan bawah. 5, 8 Beberapa test yang dapat dilakukan untuk pasien yang dicurigai appendisitis, tetapi perlu diingat bahwa uji-uji tersebut tidak selalu positif pada semua kasus karena seringkali tergantung dari letak appendiks. 1, 6, 8 a. Mc. Burneys Sign Dengan penekanan ujung jari pada regio iliaka kanan didapatkan nyeri tekan positif, maksimum pada titik Mc. Burney. b. Blumbegs Sign Dengan menekan pelan-pelan sisi kiri abdomen kemudian dilepaskan secara tiba-tiba, penderita merasa nyeri di daerah appendiks. c. Rovsings Sign Nyeri dijalarkan ke bagian kuadran kanan bawah sewaktu dilakukan penekanan di daerah kuadran kiri bawah. d. Tenhorn Sign Pada penderita laki-laki bila testis ditarik pelan-pelan maka akan timbul nyeri sebab testis ada hubungan dengan peritoneum.
e.

Psoas Sign (untuk appendisitis retroperitoneal) Bila appendiks berdekatan dengan M. psoas, gerakan M. psoas akan menimbulkan nyeri. Tes dilakukan dengan rangsangan M. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. 1. Cara aktif Pasien terlentang, tungkai kanan lurus dan ditahan oleh pemeriksa. Pasien disuruh aktif memfleksikan articulatio coxae kanan, akan terasa nyeri di perut kanan bawah 2. Cara pasif Pasien miring ke kiri, paha kanan dihiperekstensi oleh pemeriksa, akan terasa nyeri di perut kanan bawah

15

f.

Obturator Sign Biasanya positif pada appendisistis dengan appendiks letak pelvika dilakukan dengan cara penderita tidur terlentang, tungkai kanan difleksi ke atas, pemeriksa mamutar sendi panggul ke dalam (endorotasi) untuk meregangkan M. obturator internus, jika terasa nyeri daerah apendiks berarti positif.

The obturator sign. Pain on passive internal rotation of the flexed thigh. Examiner moves lower leg laterally while applying resistance to the lateral side of the knee (asterisk) resulting in internal rotation of the femur.
g.

Rectal Toucher Nyeri colok dubur antara jam 9-12 biasanya ditemukan pada appendisitis intrapelvinal. Karena terjadi pergeseran caecum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, maka keluhan nyeri pada appendisitis sewaktu hamil trimester II dan III akan bergeser ke kanan sampai ke pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan orang yang tidak hamil, karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau appendiks. Bila penderita miring ke kiri dan nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, maka terbukti proses bukan berasal dari appendiks. 6
16

Perkusi abdomen pada appendisitis akan didapatkan bunyi timpani. Pada peritonitis umum terdapat nyeri di seluruh abdomen, pekak hati menghilang. Pada appendisitis retrocaecum atau retroileum terdapat nyeri pada pinggang kanan atau angulus kostovertebralis punggung. 7 Pada auskultasi biasanya didapatkan bising usus positif normal. Peristaltik dapat tidak ada karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata. 3, 7

II. 9. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium


1. Pemeriksaan darah

Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Leukositosis sedang (10000-18000/mm3) dan disertai predominan polimorfonuklear sel yang terdapat pada kasus apendisitis akut. Tetapi jika jumlah leukosit lebih dari 18000 / mm3, atau pergeseran ke kiri sangat mencolok, appendisitis perforasi atau proses peradangan organ visceral yang lebih besar mungkin terjadi. Pada appendikular infiltrat, LED akan meningkat. 7 2. Pemeriksaan urin Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis. Urinalisa ditemukan BJ tinggi karena dehidrasi. Jika letak appendiks dekat vesika urinaria akan ditemukan eritrosit dan leukosit dalam urinalisa. 7

17

b.

Radiologis

1. Abdominal X-Ray Digunakan untuk melihat adanya fekalit sebagai penyebab appendisitis. Gambaran appendikolit pada foto polos abdomen, caecum yang distensi merupakan kunci diagnosa appendisitis. Selain itu, dapat dilihat tanda-tanda peritonitis. Kebanyakan kasus appendisitis akut didiagnosa tanpa memperlihatkan kelainan radiologi. Foto polos bisa memperlihatkan densitas jaringan lunak dalam kuadran kanan bawah, bayangan psoas kanan abnormal, gas dalam lumen appendiks dan ileus lebih menonjol. Foto pada keadaan berbaring bermanfaat dalam mengevaluasi keadaankeadaan patologi yang meniru appendisitis akut. Contohnya udara bebas intraperitoneum yang mendokumentasi perforasi berongga seperti duodenum atau kolon. Kelainan berupa radioopaque, benda asing serta batas udara cairan di dalam usus yang menunjukkan obstruksi usus. Sebaiknya dilakukan BNO dalam 3 posisi. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak. 1, 7

2. Barium enema Suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Enema barium mungkin membantu dalam diagnosa appendisitis pada beberapa pasien, terutama pada anak-anak dimana diagnosa berdasarkan pemeriksaan fisik tidak jelas dan operasi bisa sangat merugikan. Pengisian penuh pada appendiks dan tidak terdapat perubahan pada mukosa lumen appendiks bisa menyingkirkan
18

kemungkinan appendisitis. Tetapi jika terdapat tanda patognomonik appendisitis pada barium enema seperti appendiks yang tidak terisi, adanya massa di medial dan bawah lumen caecum yang mempengaruhi irregularitas lumen appendiks maka diagnosa bisa ditegakkan. 7
3. Appendikogram

Untuk lihat apendisitis kronis 7 4. USG abdomen Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya

Ultrasonogram showing longitudinal section (arrows) of inflamed appendix.

19

(Tampak atas) ultrasound pada bagian kanan bawah perut (tampak kiri, noncompress/tidak ada kepadatan; tampak kanan, compresses/adanya kepadatan) menunjukan dinding yang tebal, struktur noncompresibel tubular (inflamasi apendiks) dengan bayangan apendikolith (tanda panah) (Tampak bawah) gambar longitudinal ultrasound yang menunjukan dinding yang tebal dari inflamasi apendiks dan apendikolith (tanda panah) serta pengumpulan cairan periappendiceal.

5. CT-Scan Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%, serta akurasi 94100%. CT-Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon. 1, 7

Computed

tomographic scan showing cross-section of inflamed appendix (A) with appendicolith (a)6

20

Computed tomographic scan showing enlarged and inflamed appendix (A)6 extending from the cecum (C).

Perbandingan pemeriksaan penunjanng appendisitis akut Sensitivitas Spesifisitas Akurasi Keuntungan Ultrasonografi 85% 92% 90 - 94% Aman Relatif tidak mahal Dapat mendignosis kelainan lain pada wanita Baik untuk anak-anak Kerugian Tergantung operator Sulit secara tehnik Nyeri Sulit di RS daerah CT-Scan 90 - 100% 95 - 97% 94 - 100% Lebih akurat Mengidentifikasi abses dan flegmon lebih baik Mengidentifikasi apendiks normal lebih baik

Mahal Radiasi ion Kontras Sulit di RS daerah

Pada pasien yang tidak hamil, CT-Scan pada daerah appendiks sangat berguna untuk mendiagnosis appendisitis dan abses periappendikular sekaligus menyingkirkan adanya penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis yang menyerupai appendisitis. 2, 5, 8

21

c.

Laparoscopi Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks. 5

II. 10. DIAGNOSIS Diagnosis klinis appendisitis akut masih mungkin salah (15%-20%). Kesalahan diagnosis lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini karena pada perempuan terutama yang masih muda sering timbul gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain. 3, 6, 7 Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis appendisitis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. 3 Foto barium kurang dapat dipercaya. USG dan laparaskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis. Pada pemeriksaan laboratorium, jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis appendisitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi. 8 Skor yang biasa digunakan untuk appendisitis 6, 7, 8
a.

Skala Alvarado untuk appendisitis Manifestasi Nyeri yang bermigrasi Gejala Anoreksia Nausea/vomiting Tanda Nyeri RLQ Rebound Nilai 1 1 1 2 1
22

Peningkatan suhu Laboratorium Leukositosis Pergeseran ke kiri

1 2 1

Dari tabel di atas kemudian dapat ditarik kesimpulan dengan menjumlah setiap skor, kemudian kemungkinan diagnosis apendisitis adalah berdasarkan pembagian interval nilai yang diperoleh tersebut. 4,10

>8 57 <5

: appendisitis akut : suspek appendisitis akut : bukan appendisitis akut

b.

Ohmann Score

Low Moderate High

:5 : 6 - 11 : 12 13

c.

Eskelinen Score

23

55

: appendisitis akut

d.

Skoring appendisitis pada anak-anak Yang sering digunakan adalah Samuel Score. Sistem penilaian ini meliputi 9 variabel untuk menilai appendisitis akut:
1. Gender (laki-laki 2 points, perempuan 0 point)

2. Intensitas nyeri (berat 2 points, sedang or moderate 0 point)


3. Perpindahan dari nyeri (ya 4 points, tidak 0 point)

4. Nyeri pada kuadran perut kanan bawah (RLQ) (ya 4 points, tidak 0 point) 5. Muntah (ya 2 points, tidak 0 point) 6. Suhu badan (37.5C 3 points, <37.5C 0 point) 7. Guarding (ya 4 points, tidak 0 point)
8. Bising usus (absent atau meningkat 4 points, normal 0 point) 9. Rebound tenderness (ya 7 points, tidak 0 point)

Apendisitis akut mempunyai nilai 0 sampai nilai maksimum 32. Dan nilai ini digunakan untuk mendiagnosa ada atau tidaknya appendisitis akut.

24

Nilai batas untuk apendisitis akut adalah 21 kemungkinan besar appendisitis akut.

Jika nilainya 15, kemungkinan untuk appendisitis akut adalah rendah.10

II. 11. Diagnosa banding 1, 2, 3, 5, 7, 8 a. Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis. b. Demam dengue Pada demam dengue didapatkan hasil tes positif untuk Rumple leede, trombositopenia, dan hematokrit yang meningkat. c. Demam tifoid Disebabkan oleh karena makan makanan yang terkontaminasi. Pemeriksaan abdomen menyerupai gastroenteritis viral, akan tetapi pada sebagian kasus nyeri abdomen dirasakan lebih berat, terlokalisir, dan juga terdapat nyeri lepas. Perbedaannya adalah pada demam tifoid onsetnya subakut dengan gejala prodromal selama beberapa hari, terdapat maculopapular rash, bradikardi relatif dan leukopenia. Diagnosis pasti demam tifoid adalah ditemukannya kuman salmonella tifoid pada kultur darah dan feses. Perforasi terjadi pada 1% kasus dan biasanya pada ileum bagian distal. d. Limfadenitis mesenterika Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan dan disertai dengan perasaan mual dan muntah.

25

e. Intususepsi Penting untuk membedakan antara intususepsi dengan appendisitis, oleh karena penanganannya yang berbeda. Batasan umur penting, appendisitis jarang terjadi pada umur dibawah 2 tahun, sedangkan sebagian besar intususepsi idiopatik terjadi pada usia kurang dari 2 tahun. Intususepsi terjadi pada bayi yang sehat dengan gejala nyeri kolik, antara kedua serangan pasien biasanya asimtomatik, adanya feses yang bercampur lendir dan darah, dapat juga teraba massa pada abdomen. Gejala intususepsi dapat dikurangi dengan melakukan barium enema sedangkan pada appendisitis hal ini sangat berbahaya. f. Divertikulitis Meskipun divertikulitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada divertikulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendisitis.
g. Infeksi panggul pada wanita

Salphingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut karena tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnecitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak seksual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan (nyeri goyang serviks).
h. Gangguan pada alat kelamin (kelainan ovulasi)

Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasanya hilang dalam waktu 24 jam. i. Kehamilan ektopik Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada

26

pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan kavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah. j. Torsi kista ovarium Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina, atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi menentukan diagnosis. k. Endometriosis eksterna Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada dan darah terkumpul sewaktu menstruasi karena tidak ada jalan keluar. l. Ulkus peptikum yang perforasi Sangat mirip dengan appendisitis jika isi gastroduodenum terbalik mengendap turun ke daerah usus bagian kanan (caecum). m. Urolitiasis pielum / ureterolitiasis kanan Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Jika diperkirakan mengendap dekat appendiks, ini menyerupai appendisitis retrocaecal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, atau penis. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan, dan piuria.
n. Penyakit lain

Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan di perut seperti divertikulitis meckle, perforasi tukak duodenum/lambung, pankreatitis, divertikulitis kolon, perforasi kolon, tifus abdominalis.

27

II. 12. Komplikasi Komplikasi yang paling sering adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi yang telah mengalami pendinginan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. 4 a. Appendisitis akut purulenta
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah yang disertai edema, menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombus. Hal ini akan memperberat iskemik dan edema pada appendiks. Bakteri yang dalam normal terdapat di daerah ini berinvasi ke dalam dinding, menimbulkan infeksi serosa, sehingga serosa jadi suram, karena dilapisi eksudat dan fibrin. Karena infeksi akan terbentuk nanah terjadi peritonitis lokal.1 Ditandai dengan adanya rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan,nyeri lepas di titik McBurney, adanya defence muskular dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defence muskular dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum, seperti demam tinggi. Bila perforasi terjadi, leukosit akan pergi ke jaringan-jaringan yang meradang tersebut, maka mungkin kadar leukosit di dalam darah dapat turun, sebab belum sempatnya tubuh merespon kebutuhan leukosit yang tiba-tiba meninggi. Namun setelah tubuh sempat merespon kebutuhan ini maka jumlah leukosit akan meninggi di dalam darah tepi. Appendisitis akut purulenta ini kebanyakan terjadi karena adanya obstruksi. Appendiks dan mesoappendiks edema, hiperemi, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. 4

b. Appendisitis akut gangrenosa


Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu terutama bagian antemesentrial yang peredarannya paling minimal, hingga terjadi infark dan gangren.1 Tampak appendiks edema, hiperemis, dengan gangren pada bagian tertentu, dinding appendiks berwama ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendiksitis akut gangrenosa ini bisa terdapat mikroperforasi. 4

28

c. Perforasi appendiks

Perforasi appendiks pada kasus appendisitis akut tidak dapat diprediksi, bisa terjadi pada kasus mana saja. Adanya fekalit, umur, dan keterlambatan diagnosis merupakan faktor yang yang berperanan dalam terjadinya perforasi appendiks. Tindakan yang aman dalam menghindari perforasi pada kasus appendisitis akut adalah appendektomi segera. Walaupun begitu kasus perforasi appendiks masih sering terjadi. Penggunaan antibiotik untuk menghindari/menunda terapi operatif pada kasus appendisitis karena obstruksi sangat berbahaya dan merupakan usaha yang tidak dapat diterima. 1

Obstruksi yang tidak hilang pada lumen apendiks menyebabkan gangren dan perforasi appendiks yang telah terisi pus sehingga terjadi peritonitis umum. Lokasi perforasi hampir selalu di bagian distal dari sumbatan fekalit. Jika proses pendindingan tidak sempurna pada saat terjadi perforasi appendiks, maka akan terjadi penyebaran kontaminasi ke kuadran kanan bawah, rongga pelvis melalui gravitasi, ruang subhepatik kanan dan secara sentrifugal ke seluruh abdomen. 3 Kejadian yang lebih berbahaya pada peritonitis umum karena perforasi appendiks adalah terjadinya ruptur abses organ intraabdominal karena kontaminasi dari perforasi appendiks. 5 Kejadian perforasi appendiks diprediksi antara 15-30% dimana kejadiannya lebih signifikan pada pasien anak dan geriatrik. 60% perforasi pada penderita diatas usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insiden perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi berupa
29

penyempitan appendiks, arteriosklerosis. Insiden tinggi pada anak disebabkan oleh dinding appendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang diagnosis, proses pendinginan yang kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum yang belum berkembang. 2 Diagnosa biasanya tidak sulit setelah perforasi terjadi. Pasien tampak sakit berat, tanda-tanda toksik, dehidrasi dan kembung, nyeri kuadran kanan bawah bertambah parah dan menyebar ke daerah yang lebih luas. 2, 4 Pada pemeriksaan fisis lebih jelas setelah perforasi terjadi. Nyeri yang terlokalisasi pada daerah appendiks menyebar ke seluruh kuadran kanan bawah atau ke seluruh rongga abdomen. Nyeri tekan dan kekakuan dinding abdomen meluas sebanding dengan luas peritonitis. Seperti pada appendisitis akut hasil pemeriksaan fisik tergantung letak appendiks, sebagai contoh pada perforasi appendiks pelvis hanya terdapat massa yang nyeri pada pemeriksaan rectal toucher. Distensi abdomen dan ileus paralitik sebanding dengan tingkat keparahan dan durasi proses inflamasi di rongga abdomen. Demam dan nadi juga sebanding dengan proses inflamasi, suhu meningkat kira-kira menjadi 39C pada peritonitis lokal dan sering meningkat menjadi 40C pada peritonitis umum. Leukositosis sering meningkat menjadi 20.00030.000/mm3 dengan predominan sel PMN dan pergeseran ke kiri yang jelas. 7 Perforasi appendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, perut menjadi tegang dan kembung, nyeri tekan dan defence muskuler di seluruh perut mungkin dengan punctum maksimum di regio iliaka kanan, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik. 1, 4, 6 Abses peritoneum biasa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisasi di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiafragma. Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai abses. USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal atau efusi pleura. USG dan foto Rontgen dada akan membantu membedakannya. 2, 4, 5

d. Massa periappendikuler 30

Perforasi yang terjadi pada daerah ganggren sehingga nanah dan produksi infeksi mengalir ke dalam rongga perut dan menyebabkan peritonitis generalisata serta abses sekunder. Bila mekanisme pertahanan tubuh cukup baik, tubuh berusaha melokalisir tempat infeksi tersebut dengan cara membentuk walling off oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum, yaitu membentuk gumpalan masa phlegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya. Dalam keadaan ini tubuh berhasil melokalisir daerah infeksi secara sempurna.1

Massa appendiks terjadi bila appendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa appendikuler yang pendinginannya belum sempurna dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Oleh sebab itu massa periappendikuler yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah hal tersebut. 2, 5 Pada anak selalu dipersiapkan untuk operasi dalam 2-3 hari. Pasien dewasa dengan massa periappendikuler yang mengalami pendinginan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotika sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periappendikuler hilang, dan leukosit normal penderita boleh pulang dan apendektomi dapat dikerjakan pada 23 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri dan teraba pembengkakan massa serta bertambahnya leukosit. 3, 7 Riwayat klasik appendisitis akut diikuti dengan adanya massa dan nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam mengarahkan ke diagnosis massa atau abses periappendikuler. Kadang sulit dibedakan dengan karsinoma caecum, penyakit Crohn, dan amuba. Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas. 8 Appendiktomi direncanakan pada infiltrat periappendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotika kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, sekitar 6-8 minggu dilakukan appendektomi. Pada anak kecil dan wanita hamil dan penderita usia lanjut jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah. 3
31

e. Abses periappendikuler Bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah, akan timbul di fossa iliaka kanan lateral dekat caecum, retrocaecal dan pelvis. Mengandung pus yang sangat banyak dan berbau. dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. 1
1

Abses appendiks ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri

Komplikasi yang lainnya adalah thrombophlebitis supuratif dari sistem portal, abses subphrenicus, fokal sepsis intraabdominal dan obstruksi interstinal karena perlengketan. 7

II. 13. Penatalaksanaan The Surgical Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaksis sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24 jam untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi. 7, 8 Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis dengan perforasi. 2 Cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti segera dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toksik sistemik, atau pasien tua atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena sentral. Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah diberikan bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan. 2, 7, 8 Pemberian antibiotik intravena diberikan untuk antisipasi bakteri patogen, antibiotik initial diberikan termasuk generasi ke-3 cephalosporins, ampicillin-sulbaktam, dll, dan metronidazol atau klindamisin untuk kuman anaerob. Pemberian antibiotik post operasi harus diubah berdasarkan kulture dan sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan normal leukosit. 2, 7, 8 Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari apendisitis perforasi. 2
32

Tindakan yang paling tepat apabila diagnosa klinik sudah jelas adalah appendektomi. Penundaan tindakan bedah sambil dilakukan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Terapi dengan antibiotik saja tidak cukup karena appendisitis adalah suatu obstruksi bukan hanya peradangan, dan lumen yang terobstruksi tidak akan sembuh hanya dengan antibiotik. 3 Indikasi untuk appendektomi adalah appendisitis akut, appendisitis infiltrat dalam stadium tenang, appendisitis kronis, dan appendisitis perforata. Pada appendisitis perforata dilakukan segera dengan laparatomi. 4, 6 Appendektomi dapat dilakukan secara terbuka ataupun dengan laparoskopi. Bila appendektomi terbuka, insisi Mc. Burney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosanya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. 1, 5 Pemeriksaan laboratorium atau USG bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskopi diagnostik pada diagnosis yang meragukan akan dapat segera menentukan dilakukan operasi atau tidak. 1, 5 Appendisitis akut yang terdiagnostik lebih dari 48 jam memerlukan tindakan, karena tindakan operasi pada kasus ini lebih sulit dan banyak manipulasi karena sudah banyak perlengketan, dapat merusak barier yang sudah ada sehingga infeksi mudah menyebar. Pada waktu pengambilan appendiks dapat mengakibatkan pecahnya appendiks dan mesoappendiks dalam keadaan oedem sehingga jahitan operasi tidak rapat. 1, 6 Operasi appendiks hari ke 3-7 angka mortalitasnya tinggi walau sudah diberi antibiotik. Terapi adalah konservatif dulu baru dilakukan operasi bila sudah tenang. Appendisitis dengan komplikasi peritonitis generalisata perlu dieksplorasi dan membuang appendiks tersebut yang menjadi sumber infeksi. 1, 4, 6, 8

33

Teknik appendektomi
a. Incisi menurut Mc Burney (Grid Incision or Muscle Splitting Incision) 2, 7

Sayatan dilakukan pada garis yang tegak lurus dengan garis yang menghubungkan spina iliaca anterior superior (SIAS) dan umbilicus pada titik Mc Burney (sepertiga lateral). Sayat kulit, subcutis dan fascia. Lalu otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul mengikuti arah serabutnya. Setelah itu akan tampak peritoneum parietal yang disayat secukupnya untuk meluksasi caecum. Basis appendiks dicari pada pertemuan ketiga taenia coli. Teknik ini yang paling sering dikerjakan karena tidak terjadi benjolan, tidak terjadi herniasi, trauma operasi minimum dan penyembuhan lebih cepat sehingga masa istirahat pasca operasi singkat. Kerugiannya adalah lapangan operasi terbatas, sulit diperluas, waktu operasi lebih lama. Teknik apendektomi Mc Burney : - Pasien berbaring terlentang dalam anestesi umum atau regional. Kemudian lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah perut kanan bawah. - Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm (9a) dan dinding perut dibelah menurut arah serabut otot secara tumpul, berturut-turut M.oblikus abdominis eksternus, m.abdominis internus, samapai tampak peritonium (9b).

34

9a

9b

- Peritonium disayat cukup lebar untuk eksplorasi (9c) - Sekum dan apendiks diluksasi keluar (9d)

9c

9d

- Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa, dari apeks

kearah basis (9e dan 9f).

9e - Semua perdarahan dirawat.

9f

- Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks kemudian dijahit dengan catgut (9g). - Lakukan pemotongan apendiks apikal dari jahitan tersebut (9h).

35

9g - Puntung apendiks diolesi betadine.

9h

- Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam simpul tersebut. Mesoapendiks diikat dengan sutera (9i dan 9j).

9i

9j

- Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat-alat di dalamnya, semua perdarahan dirawat. - Sekum dikembalikan ke dalam abdomen. - Sebelum ditutup, peritonium dijepit dengan minimal 4 klem dan didekatkan untuk memudahkan penutupannya. Peritoneum dijahit jelujur dengan chromic cat gut dan otot-otot dikembalikan (9k).

9k - Dinding perut ditutup lapis demi lapis, fasia dengan sutera, sub kutis dengan cat gut dan akhirnya kulit dengan sutera. - Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa streril.
36

b. Incisi menurut Roux (Muscle Cutting Incision) 2

Lokasi dan arah sayatan sama dengan Mc Burney, hanya sayatan langsung menembus otot dinding perut tanpa memperdulikan arah serabut otot sampai terlihat peritoneum parietal. Keuntungannya adalah lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas, sederhana dan mudah. Kerugiannya adalah diagnosis harus tepat sehingga lokasi dapat dipastikan, perdarahan lebih banyak (lebih banyak memotong saraf dan pembuluh darah), adanya benjolan, rasa nyeri dan hematom pasca operasi sehingga masa istirahat pasca bedah lebih lama.
c. Incisi pararectal 2

Sayatan pada garis batas lateral M. rectus abdominis dextra secara vertikal dari kranial ke kaudal sepanjang 10 cm. Keuntungannya adalah dapat dipakai pada kasus appendiks yang belum pasti dan sayatan dapat diperpanjang dengan mudah. Kerugiannya adalah sayatan tidak secara langsung mengarah ke appendiks atau caecum, lebih besar kemungkinannya memotong saraf dan pembuluh darah dan memerlukan jahitan penunjang untuk menutup luka operasi.

II. 14. Prognosis Prognosis untuk appendisitis adalah bonam. Angka kematian akibat appendisitis di Amerika Serikat telah menurun dari 9,9 per 100.000 pada tahun 1939 menjadi 0,2 per 100.000 pada tahun 1986. Hal ini disebabkan oleh karena diagnosis dini dan penatalaksanaan yang baik, adanya antibiotik yang baik, cairan intravena, tersedianya darah dan terapi yang tepat sebelum terjadinya perforasi. Hal-hal lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya angka kematian akibat appendisitis adalah umur pasien dan terjadinya perforasi. Pada orang tua dengan komplikasi perforasi maka angka kematiannya menjadi jauh lebih tinggi dbandingkan dengan orang muda tanpa perforasi. 1, 5 Mortalitas pada appendisitis adalah karena keterlambatan diagnosis dan umur pasien. Mortalitas 1% jika appendisitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada orang tua, kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi. Prognosis membaik dengan diagnosa dini sebelum ruptur dan pemberian antibiotik. 6, 8

37

Anda mungkin juga menyukai