Anda di halaman 1dari 11

FLU BABI (SWINE INFLUENZA) : H1N1 virus

Flu babi (Swine influenza) adalah kasus-kasus influenza yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae yang endemik pada populasi babi. Galur virus flu babi yang telah diisolasi sampai saat ini telah digolongkan sebagai Influenzavirus C atau subtipe genus Influenzavirus A (Heinen, 2003). Babi dapat menampung virus flu yang berasal dari manusia maupun burung, memungkinkan virus tersebut bertukar gen dan menciptakan galur pandemik. Flu babi menginfeksi manusia tiap tahun dan biasanya ditemukan pada orang-orang yang bersentuhan/kontak langsung dengan babi, meskipun ditemukan juga kasus-kasus penularan dari manusia ke manusia (Richard, 2009). Gejala virus termasuk demam, disorientasi, kekakuan pada sendi, muntah-muntah, dan kehilangan kesadaran yang berakhir pada kematian ( Flu babi diketahui disebabkan oleh virus influenza A subtipe H1N1, H1N2, H3N1, H3N2, dan H2N3.

H1N1 virus Di Amerika Serikat, hanya subtipe H1N1 lazim ditemukan di populasi babi sebelum tahun 1998. Namun sejak akhir Agusuts 1998, subtipe H3N2 telah diisolasi juga dari babi. Asal Mula Pada 5 Februari 1976, tentara di Fort Dix, Amerika Serikat menyatakan dirinya kelelahan dan lemah, kemudian meninggal dunia keesokannya. Dokter menyatakan kematiannya itu disebabkan oleh virus ini sebagaimana yang terjadi pada tahun 1918. Presiden kala itu, Gerald Ford, diminta untuk mengarahkan rakyatnya disuntik dengan vaksin, namun rencana itu dibatalkan. Pada 20 Agustus 2007, virus ini menjangkiti seorang warga di pulau Luzon, Filipina. Penularan antarbabi

Influenza sangat umum terdapat pada babi, dengan sekitar separuh dari babi yang diternakkan di AS dilaporkan memiliki virus ini. Antibodi terhadap virus ini juga sudah umum pada babi di negara lain. Rute utama penularan antarbabi adalah melalui kontak antara binatang yang terinfeksi dan yang belum terinfeksi. Kontak yang sangat dekat ini umum terjadi selama pengangkutan hewan. Peternakan yang intensif juga bisa meningkatkan resiko penularan, karena babi-babi tersebut memiliki kedektan yang sangat dekat antara satu dengan yang lainnya. Penularan langsung virus ini kemungkinan terjadi melalui bersentuhannya hidung antarbabi, atau melalui pengeringan mukus. Penularan lewat udara melalui aerosol yang dihasilkan oleh batuk babi atau bersin juga merupakan sarana yang penting dalam infeksi. Virus biasanya tersebar dengan cepat melalui perkumpulan, menginfeksi semua babi hanya dalam beberapa hari. Penularan juga bisa terjadi melalui hewan liar, seperti babi hutan, yang dapat menyebarkan penyakit antara peternakan. Penularan pada manusia Orang yang bekerja dengan hewan ternak dan babi, teruta,a orang-orang dengan tingkat paparan yang intens, mengalami peningkatan resiko infeksi zoonotic dengan endemi virus influenza pada binatang ini, dan membentuk populasi manusia inang dimana zoonis dan reassortment dapat terjadi. Vaksinasi bagi para pekerja ini terhadap influenza dan surveillance bagi strain influenza yang baru antara populasi ini mungkin bisa menjadi ukuran kesehatan masyarakat yang penting. Penularan influenza dari babi ke manusia yang bekerja dengan babi telah didokumentasikan pada studi surveillance kecil yang dilakukan pada tahun 2004 di Universitas Lowa. Studi ini antara bentuk yang lain menjadi dasar rekomendasi bahwa orang-orang yang pekerjaannya terlibat langsung dengan penanganan ternak dan babi menjadi fokus peningkatan surveillance kesehatan masyarakat. Tanda dan Gejala Menurut Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat, gejala influensa ini mirip dengan influensa biasa. Gejalanya seperti demam, batuk, sakit pada kerongkongan, sakit pada tubuh, kepala, panas dingin, dan lemah lesu. Beberapa penderita juga melaporkan buang air besar dan muntah-muntah. Dalam mendiagnosa penyakit ini tidak hanya perlu melihat pada tanda atau gejala khusus, tetapi juga catatan terbaru mengenai pasien. Sebagai contoh, selama wabah flu babi 2009 di AS, CDC menganjurkan para dokter untuk melihat apakah jangkitan flu babi pada pasien yang di diagnosa memiliki penyakit pernapasan akut memiliki hubungan dengan orang yang di tetapkan menderita flu babi, atau berada di lima negara bagian AS yang melaporkan kasus flu babi atau berada di Meksiko dalam jangka waktu tujuh hari sebelum bermulanya penyakit mereka. Diagnosa bagi penetapan virus ini memerlukan adanya uji maksimal bagi contoh pernapasan. Tanda-tanda pada babi : Pada babi, infeksi influensa menyebabkan demam, lesu, bersin-bersin, batuk, kesulitan bernafas, dan penurunan nafsu makan (Khotawala et al, 2006). Pada beberapa kasus infeksi ini bisa menyebabkan aborsi/kematian janin. Meskipun tingkat kematian biasanya (sekitar 1-

4%), virus ini dapat menyebabkan penurunan berat tubuh dan pertumbuhan yang buruk, yang merugikan peternak babi. Babi yang terinfeksi dapat kehilangan berat tubuh hingga 12 pon (6 kg) di atas periode 3 hingga 4 minggu. Tanda-tanda pada manusia : Penularan langsung virus flu babi dari babi ke manusia kadang-kadang bisa terjadi (disebut flu babi zoonotic). Secara keseluruhan, 50 kasus diketahui telah terjadi sejak laporan pertama dalam literatur medis pada tahun 1958, yang telah menimbulkan total of 6 kematian (Myers et al, 2007). Dari keenam orang ini, satu orang adalah wanita hamil, satu orang penderita leukemia, satu orang penderita penyakit Hodgkin dan 2 orang yang lain diketahui bahwa sebelumnya sehat-sehat saja. Meskipun tampaknya angka infeksi rendah, namun angka infeksi yang sebenarnya mungkin bisa lebih tinggi , karena kebnyakan kasus hanya menyebabkan penyakit yang sangat samar-samar. Dan kemungkinan tidak akan pernah dilaporkan atau didiagnosa. Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), USA, pada manusia gejala virus H1N1 flu babi 2009 secara umum mirip dengan influenza dan penyakit mirip influenza. Gejala meliputi demam, batuk, sakit, badan nyeri, sakit kepala, menggigil dan kelelahan. Wabah pada tahun 2009 telah menunjukkan adanya peningkatan persentase pasien yang dilaporkan mengalami diare dan muntah-muntah. Virus H1N1 2009 bukanlah flu babi zoonotic, karena dia tidak ditularkan dari babi ke manusia, tetapi dari manusia ke manusia. Pergantian Nama Penamaan jenis penyakit ini dianggap salah oleh berbagai kalangan, karena telah membuat salah tafsir masyarakat - bahwa babi dapat menularkan penyakit ini kepada manusia. Untuk itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengganti nama penyakit ini dengan Influensa A (H1N1) mulai 30 April 2009 lalu. VIRUS H1N1 Virus influenza A subtipe H1N1, yang juga dikenal dengan A(H1N1), adalah satu subtipe dari virus influenza Adan banyak menyebabkan penyakit influenza (flu) pada manusia. Beberapa strain H1N1 bersifat endemik pada manusia, termasuk strain yang bertanggung jawab terhadap 1918 kasus pandemi flu yang membunuh 50-100 juta orang di dunia. Strain H1N1 yang sedikit virulen masih ada secara liar saat ini, menyebabkan fraksi kecil dari penyakit mirip flu dan fraksi besar dari flu musiman. Strain H1N1 secara kasar menyebabkan separuh dari kasus infeksi flu pada tahun 2006. Dan strain H1N1 yang lain bersifat endemi pada babi dan burung. Pada bulan Maret dan April 2009, ratusan laboratorium menemukan infeksi dan sejumlah kematian yang disebabkan oleh merebaknya strain baru dari H1N1 Nomenklatur Straun Virus A Influenza dikategorikan berdasarkan pada kedua protein yang ditemukan pada permukaan virus tersebut, yaitu : hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). Semua virus influenza A terdiri dari hemaglutinin dan neuraminidase, tetapi struktur protein ini berebeda

antara satu strain dengan strain yang lainnya karena mutasi genetik yang cepat pada genome virus. Strain virus influenza A ditandai dengan jumlah H dan jumlah N berdasarkan bentuk kedua protein pada strain. Ada 16 H dan 9 N subtipe yang diketahui pada burung, tapi hanya H 1, 2 dan 3, dan N 1 dan 2 yang umumnya di temukan pada manusia. Sifat virus flu babi dan hubungannya dengan flu burung Virus normal AI (Strain H1N1 dan H2N1) tidak akan menular secara langsung ke manusia. Virus ini mati dengan pemanasan 60oC lebih-lebih bila dimasak hingga mendidih. Bila ada babi, maka dalam tubuh babi, Virus ini dapat melakukan mutasi & tingkat virulensinya bisa naik hingga menjadi H5N1. Virus AI Strain H5N1 dapat menular ke manusia. Virus H5N1 ini pada Tahun 1968 menyerang Hongkong dan membunuh 700.000 orang (diberi nama Flu Hongkong). Di bulan April 2009 Flu Babi sedang mewabah di Meksiko dengan korban 150 orang lebih meninggal dan ribuan lainnya terinfeksi dan Amerika Serikat juga siaga sebab ada laporan warganya yang terinfeksi. Dan negara Kawasan Asia jauh lebih waspada. Spanish Flu (Flu Spanyol) Flu Spanyol yang juga dikenal dengan La Gripe Espaola, atau La Pesadilla, adalah satu strain flu burung aneh yang menyebabkan akut dan kematian, suatu penyakit infeksi virus, yang telah membunuh 50 juta hingga 100 juta manusia di penjuru dunia di atas sekitar tahun 1918 dan 1919. Hal itu dianggap sebagai pandemi paling mematikan dalam sejarah manusia. Peristiwa itu disebabkan oleh virus influenza tipe H1N1. Flu Spanyol menyebabkan jumlah kematian yang tidak lazim karena kemungkinan menyebabkan badai sitokin dalam tubuh. (Epidemi flu burung saat ini, yang juga merupakan virus influenza A, memiliki efek yang sama) Virus flu Spanyol menginfeksi sel paru-paru, yang membawa pada overstimulasi pada sistem imun via pelepasan sitokin ke dalam jaringan paru. Hal ini menyebabkan migrasi leukosit yang ekstensif ke arah paru-paru, menyebabkan penghancuran jaringan paru-paru dan sekresi cairan ke dalam organ. Hal ini membuat pasien kesulitan dalam bernafas. Berlawanan dengan pandemi lain, yang kebanyakan ,e,bunuh orang yang tua dan terlalu muda, pandemi tahun 1918 telah membunuh jumlah orang dewasa yang tidak lazim. Istilah flu Spanyol digunakan karena Spanyol saat itu adalah satu-satunya negara di Eropa yang dilaporkan oleh pers telah terjadi ledakan wabah, yang membunuh ribuan tentara yang berperang dalam Perang Dunia I. Flu Rusia Flu Rusia yang paling akhir terjadi yaitu epidemi flu tahun 1977-1978 yang disebabkan oleh strain Influenza A/USSR/90/77 (H1N1). Flu ini menginfeksi kebanyakan anak-anak dan remaja di bawah 23 tahun karena strain yang sama menjadi lebih lazim pada tahun 19471957, menyebabkan paling banyak orang dewasa memiliki imunitas substansial. Beberapa menyebutnya sebuah pandemi flu tetapi karena ia hanya mempengaruhi anak muda flu ini tidak dianggap sebagai pandemi sejati. Virus ini termasuk dala, vaksin influenza 1978-1979.

Flu Amerika Utara Peledakan wabah flu babi skala kecil terjadi pada manusia pada tahun 1976 dan 1988, dan pada babi pada tahun 1998 dan 2007. Pada wabah flu babi tahun 2009, virus yang telah diisolasi dari pasien di Amerika Serikat diketahui terbentuk dari unsur genetik dari 4 virus flu yang berbeda- North American Mexican influenza, North American avian influenza, human influenza, dan swine influenza virus yang khususnya dijumpai di Asia dan Eropa- sebuah campuran sekuen genetik yang tidak lazim. Strain baru ini muncul sebagai hasil dari pencampuran virus influenza manusia dan influenza babi, pada semua keempat strain yang berbeda dari subtipe H1N1. Akan tetapi, karena belum diisolasi pada binatang saat itu dan juga alasan penaman sejarah, Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE) menyarankan flu ini disebut North-American influenza (Flu Amerika Utara). Pada 30 April 2009, World Health Organization (WHO) mulai menganggapnya sebagai Influenza A(H1N1). Beberapa sekuen genom lengkap pada kasus Flu Rusia yang secara cepat membuat tersedia melalui Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data (GISAID). Karakterisasi genetik pendahuluan menmukan bahwa gen hemaglutinin (HA) mirip dengan virus flu babi yang ada pada babi Uni Sovyet sejak 1999, tetapi gen neuraminidase (NA) dan matriks protein (M) menyerupai versi terbaru di isolat flu babi eropa. Enam gen dari flu babi adalah campuran dari virus flu babi itu sendiri, flu burung, dan flu manusia. Flu Babi dalam Perspektif PBB Komisi Darurat, yang dibentuk dalam pelaksanaan International Health Regulations (2005), mengadakan pertemuan keduanya pada tanggal 27 April 2009. Komisi ini membahas data yang muncul pada konfirmasi penyebaran flu babi A/H1N1 di Amrika Serikat, Meksiko, dan Kanada. Komisi ini juga mempertimbangkan laporan adanya kemungkinan penyebaran ke negara lain. Dirjen WHO memutuskan hal-hal sebagai berikut :

Dirjen telah menaikkan tingkat status siaga pandemi influenza dari fase 3 ke fase 4

Perubahan ke status fase pandemi yang lebih tinggi menandakan bahwa kewasapadaan terhadap pandemi telah ditingkatkan, tetapi bukan berarti pandemi dapat dihindarkan. Jika informasi yang lebih jauh sudah tersedia, WHO bisa saja memutuskan apakah harus mengembalikan ke fase 3 atau menaikkan tingkat kewaspadaan ke fase yang lain. Keputusan ini menjadi dasar utama pada data epidemologi yang mendemonstrasikan transmisi dari manusia ke manusia dan kemampuan virus untuk menyebabkan penyebaran tingkat komunitas.

Adanya penyebaran virus, Dirjen memperkirakan bahwa pencegahan penyebaran tidak dapat dilakukan. Fokus saat ini baru diarahkan ke pengurangan ukuran daerah penyebaran. Dirjen merekomendasikan agar tidak menutup daerah perbatasan dan tidak menolak perjalanan internasional. Lebih bijaksana bagi orang-orang yang sakit untuk menunda perjalanan internasional dan untuk orang-orang yang mengalami perkembangan gejala supaya mengikuti perjalanan internasional untuk mencari perhatian medis.

Dirjen memperkirakan bahwa produksi vaksin influenza musiman harus diterukan saat ini, dengan tujuan untuk re-evaluasi. WHO akan memfasilitasi proses yang dibutuhkan untuk mengembangkan vaksin yang efektif melawan virus A(H1N1). Dirjen menekankan bahwa semua pengukuran harus mematuhi/sesuai dengan tujuan dan lingkup Internasional Health Regulations. Home About

Flu Burung dan Flu Babi


1 July 2011 15:48

Flu burung pernah menjadi pandemik atau wabah yang menyebar sangat cepat di beberapa kawasan di Asia beberapa tahun yang lalu. Kehebohan yang ditimbulkan cukup merepotkan pemerintah dan meresahkan masyarakat. Tidak lama berselang, muncul pula jenis flu lain yang tidak kalah menghebohkan yaitu flu babi. Pertanyaannya sekarang adalah apa perbedaan di antara kedua jenis flu tersebut? Sebenarnya, tidak ada perbedaan yang sangat signifikan dalam kedua jenis flu ini. Baik flu burung dan flu babi, keduanya disebabkan oleh jenis virus dari famili yang sama yaitu Orthomyxoviridae, lebih tepatnya dari jenis-jenis virus influenza tipe A. Virus flu burung dan flu babi yang dapat menulari manusia berasal dari jenis yang sama, namun memiliki rangkaian gen yang berbeda atau mutasi pada bagian gen yang berbeda. Perbedaan materi genetik inilah yang menyebabkan perbedaan reaksi tubuh manusia, yaitu di antara individuindividu yang terserang penyakit flu burung atau flu babi. Perbedaan flu burung dengan flu babi di alam adalah jenis hewan yang secara alami akan ditulari oleh virus-virus influenza tipe A. Dalam keadaan normal, virus flu burung hanya akan dapat menyerang burung atau unggas, demikian pula flu babi hanya dapat menyerang babi atau anjing. Di negara-negara subtropis, flu babi sering menyerang babi-babi di peternakan dan hal ini menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi para peternak. Hal yang cukup menarik untuk menjadi perhatian adalah, babi-babi yang terinfeksi tersebut tidak hanya dapat memperoleh virus dari sesama spesiesnya namun ternyata juga dapat ditulari oleh burung. Flu burung lebih banyak ditemukan menginfeksi unggas peternakan, dan bukan burung liar, terutama peternakan di kawasan Asia.

Perbedaan virus-virus influenza tipe A dapat dilihat berdasarkan dua jenis protein yang terdapat pada selubung virus yaitu hemagglutinin (H) dan neuraminidase (N). Kedua protein ini memiliki nomor-nomor tertentu yang menunjukkan tipe virus. Virus flu burung dikenal juga dengan nama H5N1, sedangkan virus flu babi dikenal dengan nama H1N1. Kedua jenis virus ini dapat menyerang manusia karena sistem imun manusia belum mengenal tipe virusvirus ini dengan baik. Selain Virus H5N1, terdapat pula H2N3 yang ditemukan dapat menginfeksi bebek, juga H1N2 dan H3N1 yang ditemukan pada beberapa kasus flu babi. Manusia memang memiliki kemungkinan untuk tertular kedua jenis flu ini dari kontak dengan burung atau babi. Namun, masyarakat kini sebaiknya tidak perlu terlalu khawatir. Para ilmuwan telah berhasil membawa kabar baik bahwa hanya dengan menjaga kebersihan dan sanitasi tubuh dengan baik, penularan virus dari hewan-hewan ternak dapat dicegah secara efektif. Jagalah kebersihan diri dengan rajin mencuci tangan setiap kali selesai melakukan kontak dengan hewan ternak serta gunakan masker dan sarung tangan karet. Para ilmuwan juga telah berhasil menemukan fakta bahwa penularan flu burung dan flu babi dari manusia yang terinfeksi ke manusia yang sehat sangatlah sulit terjadi karena sebenarnya virus-virus ini tidak begitu cocok dengan sel tubuh manusia sebagai inangnya. Meski demikian, virus-virus influenza tipe A biasanya memiliki kemampuan mutasi yang baik sebagai bentuk adaptasi terhadap sel inang dari spesies baru (dalam hal ini sel tubuh manusia), sehingga para ilmuwan merasa perlu untuk selalu waspada dan terus memantau perkembangan virus-virus ini di laboratorium. Mutasi virus bisa berakibat sangat fatal jika virus-virus flu ini bisa beradaptasi dengan sel tubuh manusia dan mengembangkan penyakit yang sangat mirip dengan influenza manusia, yang berarti virus-virus flu ini akan ditularkan dengan mudah. Teknik diagnosa virus Flu Babi (H1N1) yang paling tepat di Laboratorium Kesehatan Hewan Written by Administrator Friday, 12 February 2010 04:44 Teknik diagnosa virus Flu Babi (H1N1) yang paling tepat di Laboratorium Kesehatan Hewan Oleh : drh. Wisnu Jaka Dewa Pada awal tahun 2009 publik dunia dikejutkan oleh kemunculan suatu epidemik penyakit saluran pernafasan pada manusia yang diduga sumber penularannya berasal dari ternak babi di Meksiko. Penyakit tersebut telah menyebabkan kematian pada beberapa penduduk lokal yang pernah kontak dengan babi. Penyakit tersebut terutama menyerang anak-anak atau orang muda. Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, para ilmuwan berhasil mengidentifikasi penyebab penyakit tersebut yaitu virus Influenza subtipe H1N1. Virus influenza H1N1 diduga ditularkan dari babi ke manusia (zoonosis) sehingga orangorang menyebutnya sebagai flu babi atau swine flu. Virus ini memiliki sifat penularan yang sangat cepat sehingga dalam waktu beberapa bulan mampu menyebar hampir di seluruh negara-negara di Amerika diantaranya Amerika Serikat, Kanada bahkan Brazil. Situasi ini mendorong WHO untuk meningkatkan alarm menjadi level 5. Walaupun kasus penularan penyakit flu dari babi ke manusia masih dipertanyakan kejadiannya, namun hal ini telah menjadi perhatian publik di Indonesia, yang sebelumnya pernah terjadi epidemik serupa oleh virus flu burung atau H5N1. Ada beberapa hal yang menjadi pemicu masuknya agen penyakit ke dalam suatu negara, yaitu kurang ketatnya sistem pengawasan lalu lintas hewan atau produk asal hewan yang

keluar atau masuk dari suatu negara ke negara lainnya, adanya penyeludupan (smuggling) dan juga rendahnya kesadaran masyarakat (public awareness) terhadap suatu hal yang dapat meningkatkan resiko masuknya agen penyakit seperti membawa barang yang berpotensi mengandung agen penyakit tanpa melalui proses pemeriksaan maupun tanpa dokumen yang tidak lengkap. Balai Karantina Hewan Pertanian, adalah salah satu lembaga pemerintahan yang menjalankan proses pengawasan dan pemeriksaan terhadap lalu lintas hewan dan produk asal hewan, memegang peranan penting dalam pencegahan penularan dan terjadinya wabah (outbreak) dari virus H1N1. Peranan tersebut dijalankan salah satunya melalui proses pemeriksaan terhadap hewan yang masuk terhadap kemungkinan terjangkitnya virus flu babi. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi surat keterangan hewan sehat yang dikeluarkan dokter hewan yang berwenang dari negara asal hewan, pemeriksaaan klinis secara umum yang dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium jika hewan yang diperiksa menunjukkan gejala klinis penderita flu babi. Pemeriksaan laboratorium terhadap hewan yang dicurigai terjangkit virus H1N1 harus dilakukan dengan perlindungan yang memadai karena sifat virus tersebut yang sangat mudah menginfeksi dan menyebabkan penyakit. Sampel yang diambil dapat berupa usapan dengan menggunakan kapas pengulas (cotton swab) pada daerah hidung, tenggorokan, rektum/anus atau dengan pengambilan serum darah. Sampel ditaruh dalam media khusus dan kemudian disimpan dalam pendingin sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan pengambilan sampel terhadap hewan yang masuk, dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi ada atau tidaknya virus H1N1. Di dunia kedokteran hewan, ada beberapa macam cara untuk mendeteksi virus H1N1 diantaranya adalah dengan metode isolasi virus, metode serologis dan Polymerase Chain Reaction (PCR). Metode isolasi virus yang sering digunakan adalah dengan menggunakan sel hidup. Sample darah yang didapat dari hewan yang di uji ditanamkan ke dalam sel dan dikembangkan dalam suatu wadah (plate) yang kemudian diwarnai dan diidentifikasi di bawah mikroskop. Keunggulan dari metode ini adalah selain dapat mengidentifikasi dengan tepat, juga dapat mengisolasi virus dari hewan jika terbukti positif mengandung virus H1N1. Namun metode ini memiliki kelemahan diantaranya membutuhkan tenaga yang sangat terlatih dikarenakan prosesnya yang harus steril, biaya yang sangat besar untuk pengadaan alat-alat dan bahan serta waktu yang lama (minimal 15 hari) dalam mendeteksi virus. Ada beberapa metode serologis yang dapat digunakan dalam pendeteksian virus H1N1. Metode yang umum digunakan adalah dengan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Prinsip dari uji ini adalah mengetahui adanya ikatan zat kebal (antibodi) yang terdapat dalam serum darah hewan yang diperiksa dengan zat penginfeksi (antigen) dari virus. Adanya ikatan antigen dan antibodi akan dibaca oleh mesin ELISA. Karena mekanisme itulah uji ini memiliki keunggulan dalam menghitung jumlah virus yang menyerang hewan, sehingga dapat diketahui tingkat keparahan dari penyakit. Kelemahan dari uji ini adalah kurang sensitif dalam menentukan serotipe dari virus flu karena sering terjadi reaksi silang antar antibodi dari setiap serotipe dari virus flu. Selain itu dibutuhkan kit khusus untuk tiap serotipe yang harganya sangat mahal dan jarang dijual di Indonesia. Metode yang paling banyak digunakan dalam mendeteksi suatu penyakit adalah dengan PCR. Uji ini sangat sensitif dalam mendeteksi virus, spesifik dalam menentukan serotipe dari virus dan tidak mengkonsumsi biaya yang besar dan waktu yang lama. Selain digunakan dalam laboratorium diagnostik, PCR juga banyak digunakan dalam lembaga penelitian dan pengembangan di bidang mikrobiologik, genetik, epidemiologi, klinik dan forensik serta di rumah sakit. Hal ini juga disebabkan oleh pengaplikasiannya yang mudah, karena hanya membutuhkan beberapa zat pereaksi, mesin yang mudah dioperasikan serta metode kerja yang singkat.

Untuk memudahkan pemahaman mengenai cara kerja PCR maka kita harus memaparkan sebelumnya mengenai virus, dalam hal ini adalah virus influenza H1N1. Virus adalah partikel infeksius yang tidak mampu melakukan reproduksi sendiri. Virus membutuhkan sel inang agar dapat melakukan reproduksi, dengan cara menginfeksi sel inang. Sifat virus yang mudah menginfeksi tersebut terkandung dalam suatu materi genetik yang disebut asam riboksinukleat (RNA), yang terdapat dalam inti sel dan bertanggung jawab atas sifat infeksi, tingkat keparahan infeksi, daya hidup virus dan lain sebagainya. Sementara itu, prinsip utama dari PCR adalah memperbanyak (amplifikasi) potongan materi genetik asam deoksiribonukleat (DNA) menjadi jutaan potongan dengan menggunakan bantuan enzim sehingga mudah untuk dideteksi jenisnya. Karena jenis materi genetik dari virus adalah RNA maka sebelumnya dilakukan dulu proses pembalikan dari RNA menjadi DNA sebelum dilakukan proses amplifikasi. Proses pembalikan ini dapat dilakukan dalam satu reaksi bersama proses amplifikasi di dalam mesin thermal cycler, sehingga proses ini dinamakan reverse transcriptase PCR. PCR disebut sebagai metode deteksi yang paling sensitif, karena dengan hanya sedikit sampel sudah dapat mendeteksi penyakit. Dengan hanya 200 mikroliter sampel serum darah hewan sudah cukup untuk mendeteksi ada atau tidaknya agen penyakit. Sementara itu salah satu bahan yang digunakan dalam uji yang berperan dalam membuat PCR menjadi uji yang paling sensitif adalah adanya penggunaan primer. Primer adalah DNA buatan yang digunakan untuk memicu terjadinya amplifikasi DNA, sehingga hanya spesifik untuk uji tertentu. Sebagai contoh, kita hendak melakukan pendeteksian terhadap virus flu babi maka yang harus kita gunakan adalah primer spesifik flu babi. Jika dalam sampel hewan terdapat virus flu babi maka primer tersebut hanya akan menempel pada DNA virus flu babi sehingga yang teramplifikasi menjadi jutaan copy hanyalah DNA virus flu babi. Selain itu, dengan PCR kita dapat menjalankan banyak sampel sekaligus dalam satu waktu sehingga sangat menghemat waktu dan biaya. Kemudahan aplikasi dan waktu pendeteksian yang cepat inilah yang menjadi keunggulan utama dari proses PCR. Ibarat peribahasa, tak ada gading yang tak retak, maka proses ini juga memiliki kelemahan diantaranya adalah harus dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian karena menggunakan beberapa zat kimia yang berbahaya serta reagen yang digunakan cukup mahal. Namun kelemahan tersebut tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan kegunaannya yang sangat luas. Karena itu sangat tepat jika pendeteksian virus H1N1 pada hewan-hewan yang melalui lalu lintas Karantina Hewan dilakukan dengan metode PCR, karena dengan pengaplikasian PCR sebagai alat deteksi yang cepat, sensitif, spesifik dan tidak terlalu mahal, akan meminimalisasi kemungkinan masuknya virus flu babi ke Indonesia.

Penyakit kritis H1N1 pada anak yang tidak dapat diramalkan namun dapat selamat
Posted on February 7, 2010 by The Children Indonesia Penyakit kritis H1N1 pada anak yang tidak dapat diramalkan namun dapat selamat Sumber : ScienceDaily Pelajaran yang didapat dari 13 anak di Johns Hopkins Childrens Center yang menjadi kritis dari virus H1N1 menunjukkan bahwa meskipun semua pasien selamat, komplikasi serius

berkembang dengan cepat, tak terduga, dengan variasi yang besar dari pasien ke pasien dan dengan kebutuhan yang serius terhadap pemantauan ketat dan penyesuaian pengobatan yang cepat. Pelajaran ini dan temuan lainnya diterbitkan dalam jurnal Pediatric Critical Care Medicine versi internet pada 31 Desember 2009. Pelajaran ini diyakini sebagai analisis pertama yang diterbitkan mengenai H1N1 pada anak. Analisis Johns Hopkins menunjukkan bahwa 12 dari 13 anak yang sangat sakit memiliki kondisi medis yang membuat mereka lebih rentan, termasuk penyakit sel sabit (sickle cell disease), asma dan HIV. Komplikasi bervariasi dari kegagalan ginjal sampai kepada gejala gangguan pernapasan, kadar oksigen rendah dan tekanan darah rendah yang sangat berbahaya. Temuan penting dari ini adalah juga bahwa delapan dari 13 anak memiliki hasil tes awal yang negatif. Hal ini menekankan untuk kebutuhan tes yang lebih sensitif. Oleh karena itu, peneliti mengatakan, semua anak dengan gejala menyerupai flu terlepas dari hasil tes ditangani dengan pemberian antivirus. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa antivirus adalah pengobatan yang paling efektif bagi orang dengan flu jika digunakan dalam 12 sampai 48 jam setelah gejala muncul. Saat ini Johns Hopkins mengobati semua pasien rawat inap dengan demam yang tidak bisa dijelaskan dan gejala serupa flu terlepas dari hasil tes. Yang paling mengejutkan, dan mungkin temuan yang paling penting, adalah bahwa virus H1N1 berperilaku tak terduga dan bervariasi dari satu pasien ke pasien yang lain dan bahkan di dalam pasien yang sama dari hari ke hari, jadi kita harus siap sedia dan bereaksi cepat dengan menyesuaikan terapi , kata pemimpin penelitian Lockman Justin, seorang spesialis perawatan kritis anak di Johns Hopkins Childrens. Peneliti mengingatkan bahwa penelitian lebih banyak dan lebih besar diperlukan untuk memandu masa depan praktik dan rekomendasi untuk pengobatan H1N1 pada anak-anak. Analisis kami memang mengungkapkan beberapa pola dan kecenderungan yang menarik, tetapi juga menunjukkan kepada kita berapa banyak lagi kita harus belajar tentang perilaku virus yang baru dan menarik ini, kata penyelidik senior David Nichols, MD, profesor anestesiologi/ seorang spesialis perawatan kritis anak di Johns Hopkins School of Medicine. Tim Hopkins menganalisis data dari 140 pasien anak yang didiagnosis dengan H1N1 antara Juni 2009 dan Agustus 2009, dimana 13 terus mengembangkan penyakit kritis dan dirawat di unit perawatan intensif anak (pediatric intensive care unit/PICU) di Hopkins Childrens. Flu yang baru ini, pada mulanya disebut dengan flu babi, muncul untuk pertama kalinya pada bulan April 2009. Temuan lain yang dilaporkan dalam artikel meliputi: Asma adalah kondisi kronis yang paling umum yang mendasari (11 dari 13 anak memiliki asma), diikuti oleh penyakit neuromuskular seperti cerebral palsy.

Hampir setengah dari anak-anak menjadi sangat sakit, mereka membutuhkan ventilator untuk membantu mereka bernapas. Namun, tidak ada anak-anak meninggal atau diharuskan untuk menjalani ECMO (extra-corporeal membrane oxygenation), cara terakhir dari perangkat perawatan kritis yang mengambil alih paru-paru dan jantung pasien untuk diberikan oksigen dan mensirkulasikan darah ketika organ tubuh pasien sudah tidak mampu melakukannya lagi. Satu dari empat anak mengembangkan infeksi bakteri sekunder berbahaya, lebih sering daripada yang diyakini sebelumnya, yang menunjukkan perlunya pemantauan ketat untuk infeksi serupa pada anak-anak dengan H1N1. William Fischer, MD; Trish Perl, MD, M.Sc., dan Alexandra Valsamakis, MD Ph.D.; semua dari Johns Ho

Anda mungkin juga menyukai