Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5

TAHUN 2011 TENTANG PELARANGAN PERJUDIAN DAN PERATURAN


DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG
PELARANGAN PELACURAN DAN PERBUATAN ASUSILA

Nama Anggota (Kelompok 8) :

1. Abdurrahman Alif Farhan (3018210353)


2. Shanty Rosiana Dewi (3019210333)
3. Silwianti Utaminingtyas (3020210146)
4. Rafli Dwi Syahputra (3022210004)

HUKUM ISLAM KELAS (H)

DOSEN PENGAMPU PUTRI AYU MAHARANI,S.H., M.H

UNIVERSITAS PANCASILA

JAKARTA 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Kuasa bahwa
atas rahmat dan karunia-Nya, kami telah dan dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
dari Hukum Islam dengan judul “Analisis Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Utara Nomor
5 Tahun 2011 Tentang (Pelarangan Perjudian) Dan Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi
Nomor 5 Tahun 2015 Tentang (Pelarangan Pelacuran Dan Perbuatan Asusila)”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini, untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini, yaitu:

1. Abdurrahman Alif Farhan (3018210353)


2. Shanty Rosiana Dewi (3019210333)
3. Silwianti Utaminingtyas (3020210146)
4. Rafli Dwi Syahputra (3022210004)

Dalam makalah ini kami akan menguraikan 2 Peraturan Daerah yang dimana untuk
pembahasan Peraturan Daerah yang pertama mengenai “Perjudian”. Kejahatan didalam
masyarakat mengalami perkembangan, terutama setelah terjadi krisis moneter yang
mengakibatkan krisis ekonomi, hukum, kebudayaan dan moral. Kejahatan perjudian misalnya,
yang bukan masalah sosial yang baru. Perjudian adalan salah satu penyakit masyarakat yang
menunggal dengan kejahatan, yang dalam proses sejarah dari generasi ke generasi ternyata
tidak mudah diberantas. Fenomena perjudian tersebut tidak hanya terjadi di kota – kota besar
di Indonesia, akan tetapi juga menjalar di berbagai daerah yang ada di Indonesia termasuk juga
di daerah Kabupaten Kolaka Utara. Maka dari itu pentingnya pencegahan yang diatur dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Utara Nomor 5 Tahun 2011 Tentang (Pelarangan
Perjudian). Selanjutnya pembahasan Peraturan Daerah yang kedua mengenai “Pelarangan
Pelacuran Dan Perbuatan Asusila” karena disadari bahwa keberadaan lokalisasi prostitusi itu,
selain melanggar norma-norma agama, tetapi juga menjadi sumber penyakit berbahaya yaitu
HIV, yang obatnya sulit ditemukan. Belum lagi dikaitkan dengan generasi yang lahir dari
kehidupan yang tidak normal itu, akan mewariskan generasi yang menanggung malu akibat
perbuatan orang tuanya, maka dari itu pencegahan yang di atur dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Sukabumi Nomor 5 Tahun 2015 Tentang (Pelarangan Pelacuran Dan Perbuatan
Asusila) sangatlah bermanfaat untuk kepentingan masyarakat Bersama.
ANALISIS RINGKASAN

1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5 TAHUN


2011 TENTANG PELARANGAN PERJUDIAN

Judi dalam bahasa Arab yaitu maisir atau qimar, dalam bahasa Arab yang artinya
keharusan, maksudnya adalah keharusan bagi siapa yang kalah dalam bermain maisir untuk
menyerahkan sesuatu yang dipertaruhkan kepada pihak yang menang. Sedangkan menurut
istilah maisir adalah suatu permainan yang membuat ketentuan bahwa yang kalah harus
memberikan sesuatu kepada yang menang, baik berupa uang ataupun lainnya untuk
dipertaruhkan.1

Fikih Siyasah sebagai salah satu aspek hukum islam yang membicarankan tentang
pengaturan dan pengurusan kehidupan manusia yang tercantum dalam politik pelaksanaan
perundang-undangan, bahwa tujuan utama dari pemerintah adalah mengatur dan mengurus
persoalan-persoalan duniawi dengan merumuskan suatu prinsip-prinsip yang dapat
dijadikan sebagai pedoman dasar bagi pengaturan tingkah laku manusia dalam kehidupan
dan pergaulan sesamanya. Perundang-undangan yang diciptakan adalah untuk memelihara
ketertiban dan kemaslahatan serta mengatur manusia itu sendiri. 2

Dalam prespektif hukum Islam, perjudian adalah haram sekalipun ada unsur berelaan
antara kedua belah pihak. Karena bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya maka
perjudian bagaimanapun jenisnya, hukumnya adalah haram. Hal ini tertuang dalam al-
qur‟an surat al-Maidah ayat 90, dalam ayat yang mulia ini, Allah Ta‟ala menggandengkan
judi (maisir) dengan khamr, al-anshab dan al-azlam. Ini adalah perkara-perkara yang tidak
diragukan lagi keharamannya. 3 Memperoleh harta dengan cara bathil seperti berbuat
curang dan berjudi adalah perbuatan yang harus dihindari umat islam.

Pada hakekatnya perjudian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan Agama,


Kesusilaan, dan Moral Pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan Negara. Ditinjau dari kepentingan nasional perjudian mempunyai
akses yang negatif dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat, terutama
generasi muda bangsa.4 Dan dalam KUHP pasal 303, menyebutkan bahwa perjudian adalah

1
Ibrahim Hosen, Apakah Judi Itu?, (Lembaga Kajian Ilmiah Institusi Ilmu Al-Qur‟an, 1987), h. 24
2
Iqbal Muhammad, Fiqih Siyasah Konstektualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta: Kencana 2014), h. 4.
3
Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir, Terjemahan M. Abdul
Ghofar, jilid 1 (Bandung: Pustaka Imam Syafi‟i, 2006), h. 423.
4
Undang-Undang, Republik Indonesia. Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian,
sebuah tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara paling lama sepuluh tahun
atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah. 5

Kemudian dalam perjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang - undangan yang
lebih tinggi dan melaksanakan wujud nyata dalam penyelenggaraan otonomi daerah,
Pemerintah daerah Kabupaten Kolaka Utara telah menerbitkan naskah Peraturan Daerah
Kabupaten Kolaka Utara Nomor 5 Tahun 2011 Tentang (Pelarangan Perjudian), yang
Tertuang dalam pasal 8 yang menyatakan6:

1. Setiap Orang atau badan Hukum di larang melakukan Perjudian di Wilayah


Kabupaten Kolaka Utara
2. Termasuk yang dilarang kepada setiap orang untuk :
a. datang menyaksikan perjudian .
b. berdagang ditempat dilakukannya perjudian .
c. mempromosikan barang dagangan di tempat perjudian .
d. menjadi penghibur pada perjudian .

Pada dasarnya perjudian ini menyangkut masalah sosial yang mengganggu nilai-
nilai moral. Masalah tersebut merupakan persoalan, karena menyangkut tata kelakuan
yang tak bermoral. Mengenai apa saja yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.
Apalagi belakangan ini, di zaman yang serba kesulitan ekonomi. Keadaan ekonomi yang
sulit menyebabkan orang-orang berani melakukan apapun untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, beberapa di antaranya ingin menghasilkan uang banyak melalui jalan pintas
tanpa pertimbangan akibat hukumnya.7

5
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 303
6
Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Utara Nomor 5 Tahun 2011 Tentang (Pelarangan Perjudian).
7
Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta : Rajawali Press, 1992), h. 40.
2. PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 5 TAHUN 2015
TENTANG PELARANGAN PELACURAN DAN PERBUATAN ASUSILA

Pada era zaman ini perubahan sosial mengalami perubahan yang signifikan. Salah satu
faktor pendorong kemajuan pada saat ini, yaitu adanya perubahan pola hidup dan
perkembangan teknologi di masyarakat. Pola perubahan tersebut membawa ke arah yang
positif maupun negatif dalam kehidupan masyarakat. Oleh karen itu perubahan pola
kehidupan dan teknologi ini tidak dapat dihindari oleh masyarakat, karena membawa
pengaruh terhadap perubahan pola budaya, struktur, stratifikasi masyarakat, keyakinan
masyarakat, pola dan gaya hidup.8

Perubahan sosial tersebut tidak sedikit orang menghalalkan segala cara untuk
memenuhi segala kebutuhan hidupnya baik itu dilakukan oleh perempuan ataupun laki-
laki, salah satunya yaitu dengan menjual diri (menjadi pekerja seks komersial atau menjadi
gigolo). Masalah tersebut merupakan persoalan, karena menyangkut pola kehidupan yang
berlawanan dengan hukum yang berlaku. Sebab itu, masalahmasalah sosial tidak akan
mungkin dapat ditelaah tanpa mempertimbangkan ukuran-ukuran masyarakat, mengenai
apa yang dianggap baik dan apa dianggap buruk. Apalagi belakangan ini di zaman yang
serba penuh kesulitan ekonomi. Keadaan ekonomi yang sulit menyebabkan orang-orang
berani melakukan apapun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, beberapa di antaranya
ingin menghasilkan uang banyak melalui jalan pintas tanpa pertimbangan akibat
hukumnya. 9

Pada dasarnya, pelacuran/ prostitusi menyangkut masalah sosial yang mengganggu


nilai-nilai sosial dan moral. Pelacuran bertentangan dengan definisi sosiologi dari kejahatan
(Sociological Definition of Crimes), karena dikategorikan sebagai perbuatan jahat yang
bertentangan dan melanggar normanorma dalam kehidupan bermasyarakat karena tidak
hanya dilarang oleh norma hukum dan norma agama saja, tetapi juga bertentangan dengan
norma kesusilaan dalam setiap hati nurani manusia.10

Secara etimologis kata prostitusi berasal dari kata prostitutio yang memiliki artian
menawarkan, menempatkan, dihadapkan. Pengertian lainnya yaitu menjajakan atau

8
Cahyono, A. S. (2016). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat Di Indonesia. Jurnal
Publiciana, 9(1), 140–157. http://jurnalunita.org/index.php/publiciana/article/view/79 .
9
Kartini Kartono. (1992). Patologi Sosial. Rajawali Pers.
10
Islamia Ayu Anindia & R.B Sularto. (2019). Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Prostitusi
Sebagai Pembaharuan Hukum Pidana. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 1(1), 18–30.
menjual, yang secara umum juga dapat diartikan secara sukarela memberikan tubuhnya
untuk dinikmati banyak orang demi mendapatkan imbal jasa atas kepuasan seksual orang-
orang tersebut.11

Secara yuridis, peraturan perundangundangan khususnya Kitab UndangUndang


Hukum Pidana (KUHP) tidak mengatur pelaku pelacuran dan penikmat jasa pelacuran yang
diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana hanya tentang pengelola rumah bordil
atau germo dan penghubung/perantara atau makelar. Sebagaimana diatur dalam Pasal 296
KUHP, bahwa “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan
cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau
kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
denda paling banyak lima belas ribu rupiah”. Pasal 506 KUHP menyatakan bahwa “Barang
siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai
pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun”.

Selain dari pasal-pasal tersebut, terdapat pula beberapa pasal lainnya dalam KUHP yang
berkaitan dengan prostitusi, yaitu Pasal 297 yang mengatur tentang perdagangan
perempuan dan anak laki-laki untuk dijadikan pekerja seks; dan Pasal 295 yang mengatur
ketentuan yang mirip dengan Pasal 296 namun berbeda pada objeknya, yang mana pada
Pasal 295 ini ditujukan kepada anak yang belum dewasa. 12

Pengaturan mengenai prostitusi ini juga termuat dalam peraturan yang dibuat oleh
Pemerintah Daerah, diantaranya adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi sesuai
dengan kewenangannya untuk mewujudkan ketentraman dan ketertiban, mengeluarkan
sebuah kebijakan publik dalam bentuk produk hukum daerah yaitu Peraturan Daerah
Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pelarangan Pelacuran Dan Perbuatan Asusila yang
diundangkan pada tanggal 13 Mei 2015.

11
I Komang Mahardika Wijaya & I Gede Yusa. (2019). Kriminalisasi Terhadap Perbuatan Penggunaan Jasa
Prostitusi Di Indonesia. EJurnal Ilmu Hukum Kertha Wicara, 9(1), 1–17.
12
Pradana, A. M. (2015). Tinjauan Hukum Pidana Terhadap Prostitusi Dan Pertanggungjawaban Pidana Para
Pihak Yang Terlibat Dalam Prostitusi. Jurnal Hukum & Pembangunan, 45(2), 276.
PENDAPAT PENULIS

1. Pendapat Penulis Mengenai Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Utara Nomor


5 Tahun 2011 Tentang Pelarangan Perjudian.

Berdasarkan hasil pneguraian yang kami tulis tentang pelaksanaan Peraturan Daerah
Kabupaten Kolaka Utara Nomor 5 Tahun 2011 tentang larangan perjudian, menurut kami
dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:

a) Pelakasanaan Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Utara Nomor 5 Tahun 2011


Tentang Pelarangan Perjudian, sudah terwujud dan berjalan dengan baik. Dapat
dilihat dengan adanya usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah baik secara
preventif maupun represif. Dalam upaya preventif pihak pemerintah daerah bekerja
sama dengan instansi terkait baik Satuan Polisi Pamong Praja dan pihak Kepolisian
melalui Babinkabtibmas melakukannya dengan cara menanamkan nilai-
nilai/norma-norma yang baik kepada masyarakat melalui penyampaian pesan-pesan
keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam upaya represif pihak pemerintah
daerah melakukan pengawasan dan patroli dan penangkapan dengan tegas oleh
petugas sebagai penanggulangan dari perbuatan perjudian.
b) Dalam Fikih Siyasah berkenaan dengan pola kebijakan pemerintah mengenai aspek
dalam pelaksanaan perundang-undangan masuk kedalam Al-Siyyasah Tanfidziyah
melihat terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Utara Nomor 5
Tahun 2011 Tentang Pelarangan Perjudian, telah berjalan baik dan tidak
bertentangan dengan nilai-nilai dalam Islam. Apalagi kebijakan itu bermanfaat
untuk kemashalatan masyarakat dan pelaksanaan yang dilakukan dengan maksud
untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari perbuata keji atau mungkar dan
salah satunya adalah kegiatan perjudian dilingkup wilayah kabupaten Kolaka Utara.
c) Begitu besarnya dampak negatif yang diakibatkan oleh perjudian baik itu terhadap
moral individu maupun masyarakat, maka hendaknya Pemerintah daerah
Kabupaten Kolaka Utara agar lebih mengagendakan operasi-operasi yang
menciptakan ketentraman untuk seluruh wilayah Kabupaten Kolaka Utara guna
penegakan Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Utara Nomor 5 Tahun 2011tentang
larangan perjudian agar terciptanya situasi keamanan dan ketertiban bagi
masyarakat.
d) Untuk menanggulangi tindak pidana perjudian, tidak hanya dengan mengandalkan
peran Pemerintah dan pihak Kepolisian, tetapi juga perlu adanya partisipasi dari
masyarakat. Masyarakat hendaknya tidak tertutup dan lebih terbuka dalam
memberikan informasi serta laporan kepada apparat terkait tentang tindak pidana
perjudian yang terjadi di sekitar wilayah tempat tinggalnya, demi terciptanya
lingkungan masyarakat yang aman, damai dan tentram.

2. Pendapat Penulis Mengenai Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 5


Tahun 2015 Tentang Pelarangan Pelacuran Dan Perbuatan Asusila.

Menurut kamj Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 5 Tahun 2015 Tentang
Pelarangan Pelacuran dan Perbuatan Asusila, yang diformulasikan oleh Pemerintah
Kabupaten Sukabumi telah memberikan penjelasan mengenai tujuan pembentukan Perda
prostitusi ini, Perda ini disusun sebagai pernyataan sikap masyarakat dan pemerintah
daerah bahwa pelacuran dan perbuatan asusila merupakan perbuatan tercela yang perlu
diberantas, dengan dasar hukum yang jelas dalam melakukan tindakan pemberantasan
terhadap pelacuran dan perbuatan asusila dan melindungi masyarakat dari dampak negatif
pelacuran dan perbuatan asusila. Mencapai tujuan tersebut maka perlu adanya aturan atau
hukum yang mengatur, sebagai pedoman pola hidup manusia yang memiliki peranan
penting dalam mencapai tujuan ketentraman hidup bagi masyarakat.

Pelaksanaan operasi (gabungan) penegakan Perda di kabupaten Sukabumi yang


dilakukan bersama-sama oleh aparatur pemerintah yaitu Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP), Dinas Sosial, Dinas lainnya, TNI dan Polri di dalam pelaksanaan operasi
penegakan perda tersebut hasilnya kurang maksimal karena bocornya informasi kepada
lokasi atau tempat-tempat yang akan dilaksanakan operasi penegakan Perda tersebut,
begitupun halnya di dalam pelaksanaan patroli rutin, petugas Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) Kabupaten Sukabumi sering menemukan pelaku maupun tempat-tempat yang
digunakan sebagai tempat pelacuran dan perbuatan asusila tersebut dibekingi oleh oknum
preman, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun oknum aparat pemerintah sipil
maupun militer, hal tersebut menyulitkan petugas dan menjadi permasalahan baru di dalam
penegakan Perda tersebut.

Pelaksanaan operasi (gabungan) maupun patroli sering menangkap pelaku pelacuran


dan para pelaku tersebut adalah para pemain lama yang sering melakukan atau menjajakan
diri di wilayah Kabupaten Sukabumi dan dengan alasan yang sama dilontarkan para pelaku
tersebut ketika tertangkap oleh petugas yaitu alasan faktor ekonomi, karena tidak
mempunyai pekerjaan lain, karena untuk menghidupi anak dan keluarga, mereka mengaku
sebagai single parent dan dan mantan suaminya tidak bertanggung jawab terhadap anak-
anaknya. Hal ini membuat kita miris karena mereka sering tertangkap walaupun sudah
direhabilitasi oleh pemerintah dan diberi keahlian lain tetap saja tidak membuat mereka
jera dan sadar, tetapi mereka tetap saja melakukan pekerjaan sebagai wanita penghibur.

Alasan keterbatasan ekonomi banyak pemain-pemain baru (Pekerja Seks Komersial)


yang datang dan menjajakan diri sebagai Pekerja Seks Komersial baru di Kabupaten
Sukabumi dan usianya masih relatif di bawah umur, perempuanperempuan tersebut ada
yang dari daerah Kabupaten Sukabumi dan ada juga yang datang dari daerah tetangga
Kota/Kabupaten yang lain, hal ini membuat Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi
harus lebih mengintefsikan dalam melakukan pencegahan, penindakan, maupun pembinaan
dan halhal yang lain supaya tercapainya tujuan dari Perda Kabupaten Nomor 5 Tahun 2015
tentang Pelarangan Pelacuran dan Perbuatan Asusila.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ibrahim Hosen, Apakah Judi Itu?, (Lembaga Kajian Ilmiah Institusi Ilmu Al-Qur‟an,
1987), h. 24
2. Iqbal Muhammad, Fiqih Siyasah Konstektualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta:
Kencana 2014), h. 4.
3. Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir,
Terjemahan M. Abdul Ghofar, jilid 1 (Bandung: Pustaka Imam Syafi‟i, 2006), h. 423.
4. Undang-Undang, Republik Indonesia. Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban
perjudian,
5. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 303
6. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Utara Nomor 5 Tahun 2011 Tentang (Pelarangan
Perjudian).
7. Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta : Rajawali Press, 1992), h. 40.
8. Cahyono, A. S. (2016). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat
Di Indonesia. Jurnal Publiciana, 9(1), 140–157.
http://jurnalunita.org/index.php/publiciana/article/view/79 .
9. Kartini Kartono. (1992). Patologi Sosial. Rajawali Pers.
10. Islamia Ayu Anindia & R.B Sularto. (2019). Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya
Penanggulangan Prostitusi Sebagai Pembaharuan Hukum Pidana. Jurnal Pembangunan
Hukum Indonesia, 1(1), 18–30.
11. I Komang Mahardika Wijaya & I Gede Yusa. (2019). Kriminalisasi Terhadap Perbuatan
Penggunaan Jasa Prostitusi Di Indonesia. EJurnal Ilmu Hukum Kertha Wicara, 9(1), 1–
17.
12. Pradana, A. M. (2015). Tinjauan Hukum Pidana Terhadap Prostitusi Dan
Pertanggungjawaban Pidana Para Pihak Yang Terlibat Dalam Prostitusi. Jurnal Hukum
& Pembangunan, 45(2), 276.

Anda mungkin juga menyukai