Idoc - Tips Metode Dakwah
Idoc - Tips Metode Dakwah
Salah satu arti dakwah adalah usaha atau aktifitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya
yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati
Allah SWT sesuai dengan garis-garis aqida syariat serta akhlak islamiyah. Dalam pelaksanaan
dakwah ini, selayaknya harus mengetahui metode-metode dalam
dalam penyampaiannya, yang mana
Al-Quran telah mengisyaratkan sebagai tuntunan dalam metode tersebut.
}521: {
“Serulah kepada jalan tuhanmu dengan hikmah, mauidzah hasanah, dan debatlah mereka
dengan cara yang terbaik, Tuhanmu Maha Mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
ia Maha Mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.
Dari ayat di atas jelaslah bahwa seorang juru dakwah harus memperhatikan metode-metode
tersebut sehingga visi dan misi dalam berdakwah dapat tercapai, yang mana susunan metode
tersebut disajikan sebagai acuan dalam berdakwah sesuai kondisi dan situasi.
Dalam bahasa komunikasi hikmah menyangkut apa yang disebut sebagai frame of
reference, field of reference dan field of experience, yaitu situasi total yang mempengaruhi sikap
terhadap pihak komunikan (obyek dakwah).
dakwah).[1] Dengak kata
lain bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilakukan atas dasar
persuasife. Karena dakwah bertumpu
ber tumpu pada human oriented, maka konsekuensi
konsekue nsi logisnya adalah
pengakuan dan penghargaan pada p ada hak-hak yang bersifat demokratis,
demokr atis, agar fungsi dakwah yang
utama adalah bersifat informatif.
Para ulama telah mendenifisikan kata hikmah secara istilahi yang diambil dari pengertian
bahasa tersebut, antara lain:
1. Al-Hikmah;
Al-Hikmah; “mencapai kebenaran dengan ilmu dan akal.” Al-Hikmah
Al-Hikmah dari Allah adalah
mengetahui sesuatu dan menciptakannya secara sempurna. Dan hikmah bagi manusia
adalah mengetahui apa-apa yang diciptakan Allah dan berbuat baik.
2. Pengertian laain, hikmah adalah mengetahui suatu yang terbaik dengan pengetahuan yang
paling baik.
3. Meletakan sesuatu pada tempatnya.
4. Ketepatan ucapan dan perbuatan secara bersamaan.
Ibnu Katsir menafsirkan kata hakim, dengan keterangannya, hakim dalam perbuatan dan ucapan,
hingga dapat meletakan sesuatu pada tempatnya.
Dari berbagai pengertian ini, jelaslah bahwa apa yang dimaksud metode hikmah adalah metode
meletakan sesuatu pada tempatnya, dengan demikian berarti mencakup semua teknik dakwah.
1. Dari makna hikmah yang mengakomodir kedua ikmah teoritis dan praktis, dan seorang
tidak dikatakan hakim (bijak) jika tidak bisa berbuat bijak secara teoritis dan praktis.
2. Allah sendiri memilih kata hakim sebagai salah satu nama-Nya yang diulang dalam Al-
Qur‟an lebih dari 80 kali.
3. Hikmah merupakan salah satu isi hati Nabi saw. Sebagaimana dalam hadits disebutkan:
“Dibukalah atap rumahku dan akku di Makkah, lalu turunlah Jibril, lalu di belah dadaku,
kemudian dicuci dengan air zamzam, lalu ia membawa bokor emas yang berisikan
hikmah dan iman, kemudian dituangkan dalam dadaku, lalu dikukuhkannya.”(Muttafaq
Alai).
4. Diantara pekerjaan Rosululla saw. adalah mengajaarkan hikmah, “Dan dia mengajarkan
kamu hikmah dan kitab.”
5. Allah menganjurkan untuk berdakwah dengan metode ini: “Serulah ke jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan mau‟idzoh hasanah” (QS. An-Nahl:
An-Nahl: 125).
6. Pemberian yang paling berharga yang di berikan kepada manusia: “Ia memberi hikmah
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, barang siapa yang diberi hikmah berarti telah diberi
kebaikan yang banyak” (QS. Al-baqarah:
Al-baqarah: 269)
7. Seseorang boleh iri karena hikmah yang didapat orang lain di dunia ini. Hadits Rasul
saw.: “Tidak ada iri kecuali dalam dua hal; kepada seseorang yang diberi harta oleh Allah
lalu dia bisa menguasainya dengan hak hingga tidak mengahncurkan dirinya, dan
seseorang yang diberi hikmah lalu ia mengamalkan dan mengajarkannya.
mengajarkannya.[2]
Al-ilm yang merupakan salah satu arti bahasa dari kata hikmah, merupakan isyarat bagi manusia
untuk membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan. Sebagai satu-satunya din Allah (QS. Ali
Imran: 19,85), islam adalah manhaj al-hayat atau way of life, acuan dan kerangka tata nilai
kehidupan. Memahami islam sebagai way of life harus terkait satu bagian dengan bagian lainnya.
Sebagai satu tata nilai, islam tidaklah sekedar baik sebagai landasan etis dan moral, tetapi
ajarannya bersifat operasional dan aplikatif dalam segala segi kehidupan manusia.
manusia.[3]
Ajaran islam bukan saja mendorong umatnya untuk senantiasa mencari dan mengembangkan
berbagai ilmu pengetahuan , tetapi juga mendorongnya
mendorongn ya untuk mengamalkan ilmu itu di tengah
kehidupan.
“Ilmu itu ruhnya islam dan tiangnya iman; barangsiapa yang mengajarkan ilmu, maka Allah
akan menyempurnakan pahalanya. Barangsiapa belajar satu ilmu lalu mengamalkannya, maka
Allah mengajarinya ilmu peng etahuan
etahuan yang belum ia ketahui sebelumnya.” (H R Abu Sya
Syaikh
ikh )
1. Memilih metode yang sesuai untuk diterapkan pada situasi dan kondisi yang tepat, karena
sering kali suatu metode hanya sesuai untuk situasi tertentu dan untuk menghadapi
kondisi tertentu saja, namun tidak sesuai pada kondisi yang lainnya. Untuk menghadapi
kondisi emosional harus menggunakan metode emosional, sebagaimana metode rasional
dipakai untuk kondisi yang rasional, demikian juga metode empirik anya bisa dipakai
pada kondisi empirik.
2. Memilih format yang cocok dari tekhnis yang dipakai. Banyak format dari satu tekhnis
dakwah, dan “hikmah” menuntut adanya pemilihan format yang sesuai untuk berbagai
situasi. Apa yang dikatakan dalam kondisi “bahagia” berbeda dengan
dengan apa yang
disampaikan pada kondisi “sedih.” Apa yang disampaikan saat kondisi “sulit dan pailit”
berbeda dengan saat “serba mudah dan makmur.” Ada tempat saat menyeru (persuasif),
(persu asif),
ada tempat saat melarang (preventif). Bagi orang penakut misalkan, maka baik dipakai
tekhnis persuasif dan pengharapan; sedangkan bagi orang yang dikuasai ambisi dan
pengharapan, sebaiknya dengan tekhnis preventif,
p reventif, dst.
3. Berpedoman terhadap skala prioritas; yaitu mulai dari memberi peringatan, kemudian
nasihat, kemudian ketegasan lalu dengan tindakan keras (bil yad), ancaman dan terakhir
dengan pukulan.
Firman Allah:
}43 : {
“Perempuan-perempuan
“Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat
kepada mereka , tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu)
pukullah mereka.Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alas an
untuk menyusakannya. Sungguh, allah Mahatinggi, Mahabesar.
1. Menginventarisir factor-faktor pendukung dan sarana dakwah yang dapat diamati dalam
rangka memilih tekhnis yang dipakai dan bersifat preventif. Metode menghadapi orang
bodoh sangatlah berbeda dengan metode menghadapi
men ghadapi musuh, sebagaimana metode
menghadapi orang lemah berbeda dengan menghadapi seorang penantang yang juga
fanatic.
Alhasanah merupakan lawan dari sayyiat ;maka dapat dipaami bawa mauidza dapat berupa
kebaikan, dapat juga kejahatan; hal itu tergantung pada isi yang disampaikan seseorang dalam
memberikan nasihat dan anjuran , juga tergantung pada merode yang dipakai pemberi nasihat.
Atas dasar itu, maka pengertian untuk mauidzah disertai dengan sifat kebaikan, “Serulah ke
jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mauidzah hasanah…..” Karena kalau kata mauidzah dipakai
jalan
tanpa embel-embel dibelakangnya, pengertiannya harus dipaami sebagai mauidzah hasanah;
}43 : {
“Maka berilah ia nasihat yang baik, lalu biarkan dia tidur sendirian, lalu pukullah dia…….”
Ali Mustafa Yaqub mengatakan bahwa Mauidzah al Hasanah adalah ucapan yang berisi nasehat-
nasehat yang baik di mana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau
argumen-argumen yang memuaskan sehingga pihak audience dapat membenarkan apa yang
disampaikan oleh subyek .[4]
Menurut filosof Tanthawy Jauhari, yang dikutip Faruq Nasution mengatakan bahwa Mauidzah al
Hasanah adalah Mauidzah Ilahiyah yaitu upaya apa saja dalam menyeru /mengajak manusia
kepada jalan kebaikan (ma yad‟u ila al shale) dengan cara rangsangan ,enimbulkan cinta
(raghbah) dan rangsangan yang menimbulkan waspada (rahbah).[5]
Cukup sederhana, teetapi mengandung ke dalam uraian yang cukup luas, karena raghbah dan
rahbah yang dimaksudkan ole Syaikh al Islam itu adalah merupakan kebutuhan emosional dan
manfaat ganda di dalam kehidupan yang wajar dan sehat (to satisty emosional needs and gain
stability of life) sehingga di dalam konteks sosiologis, suatu kelompok akan merasakan bahwa
seruan agama (islam) memberi semangat dan kehidupan yang cerah baginya. Mereka tidak
merasa tersinggung atau merasa dirinya dipaksa menerima suatu gagasan atau ide tertentu.
Upaya untuk menghindari rasa tersinggung atau paksaan ini tercermin dalam ayat Al-Quran:
..………
“Maka disebabkan Rahmat dari Allah, kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati (bersikap) kasar, tentulah mereka m enjauhkan diri dari
sekelilingmu…….
Dan bawha aktifitas dakwah adalah dengan mauidzah yang mengarah kepada pentingnya
manusiawi dalam segala aspeknya. Sikap lemah lembut (affection) menghindari sikap egoism
adala warna yang tidak terpisahkan dalam cara seseorang melancarkan idea-ideanya untuk
mempengaruhi orang lain secara persuasive dan bahkan coersive (memaksa).
Caranya dengan mempengaruhi obyek dakwah atas dasar pertimbangan psikologis dan rasional.
Maksudnya sebagai subyek dakwah harus memperhatikan semua determinan psikologis dari
obyek dakwah berupa frame of reference (kerangka berpikir) dan field experience (lingkup
pengalaman hidup dari obyek dakwah dan sebagainya). Dalam hal ini Nabi memberikan
petunjuk melalui sabdanya:
.
“Berbicaralah dengan mereka (manusia) itu sesuai dengan kemampuannya”.
Jadi setelah mengalami frame of experience dari obyek dakwah, seorang da‟I diwajibkan
menyampaikan nasehat-nasehatnya dengan nasehat yang factual berupa mauidzah hasanah agar
pihak obyek dakwah dapat menentukan pikiran teradap rangsangan, psikologis yang
mempengaruhi dirinya.
Dan kemudian Metode Mauidzah Hasanah ini memiliki beberapa dasar yang menjadi acuan
supaya melaksanakan metode ini diantaranya:
}521: {
}4: {
“Dan nasihatilah mereka, serta sampaikanlah kepada mereka, pada jiwa mereka, perkataan
yang mengena.”
}86: {
Berdebat menurut bahasa berarti berdiskusi atau beradu argumen. Di sini, berarti berusaha untuk
menaklukan lawan bicara sehingga seakan ada perlawanan yang sangat kuat terhadap lawan
bicara serta usaha untuk mempertahankan argumen dengan gigih.
Perdebatan memiliki dua sifat; dengan cara baik dan dengan cara yang tidak baik. Sebagaimana
firman Allah:
}521: {
}1: {
“Dan orang kafir mendebat dengan alas an yang bathil untuk melenyapkan kebenaran…”
Melihat berbagai macam perdebatan ini, Al-Quran menyarankan perdebatan yang terbaik
sehingga menjadi metode yang dianjurkan, sebagai yang diungkapkan dalam nashnya sebagai
salah satu metode dakwah. Metode perdebatan yang baik tersebut merupakan salah satu metode
dakwah rasional (nabhaj aqly) adapun bentuknya bias berupa diskusi, tukar pandangan, atau
dialog.
Sayyid Qutb menyatakan bahwa dalam menerapkan metode diskusi dengan cara yang baik perlu
diperhatikan hal-hal berikut:
1. Tidak merendahkan pihak lawan, atau menjelek-jelekan, karena tujuan diskusi bukan
mencari kemenangan, melainkan memudahkannya agar ia sampai pada kebenaran.
2. Tujuan diskusi semata-mata untuk menunjukan kebenaran sesuai dengan ajaran Allah.
3. Tetap menghormati pihak lawan, sebab jiwa manusia tetap memiliki harga diri.
Karenanya harus diupayakan ia tidak merasa kalah dalam diskusi dan merasa tetap
dihargai dan dihormati.[6]
1. Debat merupakan fitrah manusia. Dari sini manusia bisa dilihat menjadi dua kategori;
baik dan tidak baik. Jika dilihat dari sifatnya, apakah dia membantah teradap kebenaran
atau sebaliknya.
}13: {
}: {
}3: {
“Dan janganlah kamu mendebat ahlul - kitab kecuali dengan cara dan alas an yang terbaik…”
Ini dapat dilihat dari kisah yang diceritakan Allah dalam al-Quran tentang Nabi Nuh as. Ayatnya
sebagai berikut:
}42: {
“Hai nuh, kamu telah mendebat kami, mendebat kami dalam banyak hal….”
Metode ini dipakai sejak masa sahabat hingga sekarang, para ulama salaf menggunakannya
dengan baik, dan mereka menghindari perbuatan debat yang tercela.
Dalam hal ini selayaknya orang yang melaksanakan kegiatan dakwah harus memiliki
kemampuan-kemampuan yang berkaitan dengan metode ini meliputi:
1. Kemampuan Berkomunikasi
2. Kemampuan Menguasai Diri
3. Kemampuan Pengetahuan Psikologi
4. Kemampuan Kengetahuan Kependidikan
5. Kemampuan Pengetahuan di Bidang Pengetahuan Umum
6. Pengetahuan di Bidang Ilmu al-Quran
7. Kemampuan Membaca Al-Quran dengan fasih
8. Kemampuan Pengetahuan di Bidang Ilmu Hadits
9. Kemampuan di Bidang Ilmu Agama secara Umum[7]
Dari beberapa keterangan diatas, setidaknya juru dakwah dapat membekali dirinya dengan
mantap, sehingga dapat menggunakan metode ini dengan baik.
Menurut bahasa, qudwah berarti uswah; yang berati keteladanan atau contoh. Meneladani atau
menyontoh, sama dengan mengikuti suatu pekerjaan yang dilakukan sebagaimana adanya. Yang
dimaksud keteladanan di sini adalah keteladanan yang baik. Dalam ayat yang dikemukakan di
muka, keteladan sengaja diberi sifat baik, karena dalam prakteknya, bisa saja seseorang menjadi
teladan yang buruk. Dalam hadits diungkapkan: “Barangsiapa yang membuat tradisi baik, maka
baginya pahala atas apa yang dilakukannya serta pahala orang lain yang mengikuti tradisi
tersebut tanpa mengurangi pahala merekayang mengikutinya sedikitpun. Dan barangsiapa yang
membuat tradisi buruk, maka baginya dosa serta dosa yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa
para pengikutnya sedikitpun. (HR. Muslim).
1. Qudwah hasanah yang bersifat mutlak, yaitu suatu teladan atau contoh baik yang sama
sekali tidak tercampuri keburukan karena statusnya benar-benar baik; sebagai teladan
yang diberikan Rasululah saw. pada ummatnya. Status rasul yang ma‟shum (terbebas
dari dosa), membuat beliau menjadi teladan yang mutlak bagi ummatnya. Firman Allah
SWT:
}25: {
1. Qudwah hasanah nisbi yaitu teladan yang terikat dengan yang disyariatkan oleh Allah
SWT. Karena status teladan itu dari manusia biasa bukan Rasul ataupun Nabi.
Keteladanan dari mereka, seperti para ulama dan pemimpin umat lainnya, hanya sebatas
jika tidak bertentangan dengan syariat.
Personal approach atau pendekatan personal sebagai metode keteladanan sudah dilakukan oleh
Nabi semenjak turunnya wahyu, yaitu yang dengan secara langsung memberikan contoh, dan
karena di antara fitrah manusia adalah suka mengikuti, dan pengaruh asimilasi tersebut lebih
besar. Pengaruh yang diterima lebi membekas karena sifatnya fitri dan alami.
KESIMPULAN
Sejatinya manusia adalah suci sebagai fitrahnya, dan tatkala sebagian manusia melenceng
dari fitrahnya maka bagi manusia yang lain supaya meluruskannya. Ketika sebagian manusia
telah menyimpang dari ketentuan Allah SWT. hendaknya memberi nasihat yang baik, mengajak
kembali ke jalan yang benar. Adapun metode-metode dalam dakwah (hikmah, mauidzah
hasanah, mujadalah hasanah dan qudwah hasanah) adalah tuntunan yang diterangkan dalam Al-
quran (An-Nahl:125) sebagai acuan yang telah dicontohkan oleh Nabi, para ulama, serta orang-
orang yang shalih.
Metode Dakwah
23 Desember 2012 by azizululazmi
PENDAHULUAN
Salah satu arti dakwah adalah usaha atau aktifitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya
yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati
Allah SWT sesuai dengan garis-garis aqida syariat serta akhlak islamiyah. Dalam pelaksanaan
dakwah ini, selayaknya harus mengetahui metode-metode dalam penyampaiannya, yang mana
Al-Quran telah mengisyaratkan sebagai tuntunan dalam metode tersebut.
}521: {
“Serulah kepada jalan tuhanmu dengan hikmah, mauidzah hasanah, dan debatlah mereka
dengan cara yang terbaik, Tuhanmu Maha Mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
ia Maha Mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.
Dari ayat di atas jelaslah bahwa seorang juru dakwah harus memperhatikan metode-metode
tersebut sehingga visi dan misi dalam berdakwah dapat tercapai, yang mana susunan metode
tersebut disajikan sebagai acuan dalam berdakwah sesuai kondisi dan situasi.
Hikmah secara bahasa memiliki beberapa arti: al-„adl, al -ilm, al-Hilm, al-
Nubuwah, al-Qur‟an, al -injil, al-Sunnah dan lain sebagainya. Hikmah juga diartikan al-„llah,
atau alasan suatu hukum, diartikan juga al-kalam atau ungkapan singkat yang padat
isinya.Seseorang disebut hakim jika dia didewasakan oleh pengalaman, dan sesuatu disebut
hikmah jika sempurna.
Dalam bahasa komunikasi hikmah menyangkut apa yang disebut sebagai frame of
reference, field of reference dan field of experience, yaitu situasi total yang mempengaruhi sikap
terhadap pihak komunikan (obyek dakwah).[1] Dengak kata
lain bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilakukan atas dasar
persuasife. Karena dakwah bertumpu pada human oriented, maka konsekuensi logisnya adalah
pengakuan dan penghargaan pada hak-hak yang bersifat demokratis, agar fungsi dakwah yang
utama adalah bersifat informatif.
Para ulama telah mendenifisikan kata hikmah secara istilahi yang diambil dari pengertian
bahasa tersebut, antara lain:
1. Al-Hikmah; “mencapai kebenaran dengan ilmu dan akal.” Al-Hikmah dari Allah adalah
mengetahui sesuatu dan menciptakannya secara sempurna. Dan hikmah bagi manusia
adalah mengetahui apa-apa yang diciptakan Allah dan berbuat baik.
2. Pengertian laain, hikmah adalah mengetahui suatu yang terbaik dengan pengetahuan yang
paling baik.
3. Meletakan sesuatu pada tempatnya.
4. Ketepatan ucapan dan perbuatan secara bersamaan.
Ibnu Katsir menafsirkan kata hakim, dengan keterangannya, hakim dalam perbuatan dan ucapan,
hingga dapat meletakan sesuatu pada tempatnya.
Dari berbagai pengertian ini, jelaslah bahwa apa yang dimaksud metode hikmah adalah metode
meletakan sesuatu pada tempatnya, dengan demikian berarti mencakup semua teknik dakwah.
Dasar-dasar Metode Hikmah
1. Dari makna hikmah yang mengakomodir kedua ikmah teoritis dan praktis, dan seorang
tidak dikatakan hakim (bijak) jika tidak bisa berbuat bijak secara teoritis dan praktis.
2. Allah sendiri memilih kata hakim sebagai salah satu nama-Nya yang diulang dalam Al-
Qur‟an lebih dari 80 kali.
3. Hikmah merupakan salah satu isi hati Nabi saw. Sebagaimana dalam hadits disebutkan:
“Dibukalah ata p rumahku dan akku di Makkah, lalu turunlah Jibril, lalu di belah dadaku,
kemudian dicuci dengan air zamzam, lalu ia membawa bokor emas yang berisikan
hikmah dan iman, kemudian dituangkan dalam dadaku, lalu dikukuhkannya.”(Muttafaq
Alai).
4. Diantara pekerjaan Rosululla saw. adalah mengajaarkan hikmah, “Dan dia mengajarkan
kamu hikmah dan kitab.”
5. Allah menganjurkan untuk berdakwah dengan metode ini: “Serulah ke jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan mau‟idzoh hasanah” (QS. An-Nahl: 125).
6. Pemberian yang paling berharga yang di berikan kepada manusia: “Ia memberi hikmah
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, barang siapa yang diberi hikmah berarti telah diberi
kebaikan yang banyak” (QS. Al-baqarah: 269)
7. Seseorang boleh iri karena hikmah yang didapat orang lain di dunia ini. Hadits Rasul
saw.: “Tidak ada iri kecuali dalam dua hal; kepada seseorang yang diberi harta oleh Allah
lalu dia bisa menguasainya dengan hak hingga tidak mengahncurkan dirinya, dan
seseorang yang diberi hikmah lalu ia mengamalkan dan mengajarkannya.[2]
Al-ilm yang merupakan salah satu arti bahasa dari kata hikmah, merupakan isyarat bagi manusia
untuk membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan. Sebagai satu-satunya din Allah (QS. Ali
Imran: 19,85), islam adalah manhaj al-hayat atau way of life, acuan dan kerangka tata nilai
kehidupan. Memahami islam sebagai way of life harus terkait satu bagian dengan bagian lainnya.
Sebagai satu tata nilai, islam tidaklah sekedar baik sebagai landasan etis dan moral, tetapi
ajarannya bersifat operasional dan aplikatif dalam segala segi kehidupan manusia.[3]
Ajaran islam bukan saja mendorong umatnya untuk senantiasa mencari dan mengembangkan
berbagai ilmu pengetahuan , tetapi juga mendorongnya untuk mengamalkan ilmu itu di tengah
kehidupan.
“Ilmu itu ruhnya islam dan tiangnya iman; barangsiapa yang mengajarkan ilmu, maka Allah
akan menyempurnakan pahalanya. Barangsiapa belajar satu ilmu lalu mengamalkannya, maka
Allah mengajarinya ilmu pengetahuan yang belum ia ketahui sebelumnya.”(H R Abu Syaikh )
Firman Allah:
}43 : {
“Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat
kepada mereka , tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu)
pukullah mereka.Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alas an
untuk menyusakannya. Sungguh, allah Mahatinggi, Mahabesar.
1. Menginventarisir factor-faktor pendukung dan sarana dakwah yang dapat diamati dalam
rangka memilih tekhnis yang dipakai dan bersifat preventif. Metode menghadapi orang
bodoh sangatlah berbeda dengan metode menghadapi musuh, sebagaimana metode
menghadapi orang lemah berbeda dengan menghadapi seorang penantang yang juga
fanatic.
Atas dasar itu, maka pengertian untuk mauidzah disertai dengan sifat kebaikan, “Serulah ke
jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mauidzah hasanah…..” Karena kalau kata mauidzah dipakai
tanpa embel-embel dibelakangnya, pengertiannya harus dipaami sebagai mauidzah hasanah;
}43 : {
“Maka berilah ia nasihat yang baik, lalu biarkan dia tidur sendirian, lalu pukullah dia…….”
Ali Mustafa Yaqub mengatakan bahwa Mauidzah al Hasanah adalah ucapan yang berisi nasehat-
nasehat yang baik di mana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau
argumen-argumen yang memuaskan sehingga pihak audience dapat membenarkan apa yang
disampaikan oleh subyek .[4]
Menurut filosof Tanthawy Jauhari, yang dikutip Faruq Nasution mengatakan bahwa Mauidzah al
Hasanah adalah Mauidzah Ilahiyah yaitu upaya apa saja dalam menyeru /mengajak manusia
kepada jalan kebaikan (ma yad‟u ila al shale) dengan cara rangsangan ,enimbulkan cinta
(raghbah) dan rangsangan yang menimbulkan waspada (rahbah).[5]
Cukup sederhana, teetapi mengandung ke dalam uraian yang cukup luas, karena raghbah dan
rahbah yang dimaksudkan ole Syaikh al Islam itu adalah merupakan kebutuhan emosional dan
manfaat ganda di dalam kehidupan yang wajar dan sehat (to satisty emosional needs and gain
stability of life) sehingga di dalam konteks sosiologis, suatu kelompok akan merasakan bahwa
seruan agama (islam) memberi semangat dan kehidupan yang cerah baginya. Mereka tidak
merasa tersinggung atau merasa dirinya dipaksa menerima suatu gagasan atau ide tertentu.
Upaya untuk menghindari rasa tersinggung atau paksaan ini tercermin dalam ayat Al-Quran:
..………
“Maka disebabkan Rahmat dari Allah, kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati (bersikap) kasar, tentulah mereka m enjauhkan diri dari
sekelilingmu…….
Dan bawha aktifitas dakwah adalah dengan mauidzah yang mengarah kepada pentingnya
manusiawi dalam segala aspeknya. Sikap lemah lembut (affection) menghindari sikap egoism
adala warna yang tidak terpisahkan dalam cara seseorang melancarkan idea-ideanya untuk
mempengaruhi orang lain secara persuasive dan bahkan coersive (memaksa).
Caranya dengan mempengaruhi obyek dakwah atas dasar pertimbangan psikologis dan rasional.
Maksudnya sebagai subyek dakwah harus memperhatikan semua determinan psikologis dari
obyek dakwah berupa frame of reference (kerangka berpikir) dan field experience (lingkup
pengalaman hidup dari obyek dakwah dan sebagainya). Dalam hal ini Nabi memberikan
petunjuk melalui sabdanya:
Jadi setelah mengalami frame of experience dari obyek dakwah, seorang da‟I diwajibkan
menyampaikan nasehat-nasehatnya dengan nasehat yang factual berupa mauidzah hasanah agar
pihak obyek dakwah dapat menentukan pikiran teradap rangsangan, psikologis yang
mempengaruhi dirinya.
Dan kemudian Metode Mauidzah Hasanah ini memiliki beberapa dasar yang menjadi acuan
supaya melaksanakan metode ini diantaranya:
}521: {
}4: {
“Dan nasihatilah mereka, serta sampaikanlah kepada mereka, pada jiwa mereka, perkataan
yang mengena.”
}86: {
Berdebat menurut bahasa berarti berdiskusi atau beradu argumen.Di sini, berarti berusaha untuk
menaklukan lawan bicara sehingga seakan ada perlawanan yang sangat kuat terhadap lawan
bicara serta usaha untuk mempertahankan argumen dengan gigih.
Perdebatan memiliki dua sifat; dengan cara baik dan dengan cara yang tidak baik. Sebagaimana
firman Allah:
}521: {
}1: {
“Dan orang kafir mendebat dengan alas an yang bathil untuk melenyapkan kebenaran…”
Melihat berbagai macam perdebatan ini, Al-Quran menyarankan perdebatan yang terbaik
sehingga menjadi metode yang dianjurkan, sebagai yang diungkapkan dalam nashnya sebagai
salah satu metode dakwah. Metode perdebatan yang baik tersebut merupakan salah satu metode
dakwah rasional (nabhaj aqly) adapun bentuknya bias berupa diskusi, tukar pandangan, atau
dialog.
Sayyid Qutb menyatakan bahwa dalam menerapkan metode diskusi dengan cara yang baik perlu
diperhatikan hal-hal berikut:
1. Tidak merendahkan pihak lawan, atau menjelek-jelekan, karena tujuan diskusi bukan
mencari kemenangan, melainkan memudahkannya agar ia sampai pada kebenaran.
2. Tujuan diskusi semata-mata untuk menunjukan kebenaran sesuai dengan ajaran Allah.
3. Tetap menghormati pihak lawan, sebab jiwa manusia tetap memiliki harga diri.
Karenanya harus diupayakan ia tidak merasa kalah dalam diskusi dan merasa tetap
dihargai dan dihormati.[6]
1. Debat merupakan fitrah manusia. Dari sini manusia bisa dilihat menjadi dua kategori;
baik dan tidak baik. Jika dilihat dari sifatnya, apakah dia membantah teradap kebenaran
atau sebaliknya.
}13: {
}: {
}3: {
“Dan janganlah kamu mendebat ahlul - kitab kecuali dengan cara dan alas an yang terbaik…”
Ini dapat dilihat dari kisah yang diceritakan Allah dalam al-Quran tentang Nabi Nuh as. Ayatnya
sebagai berikut:
}42: {
“Hai nuh, kamu telah mendebat kami, mendebat kami dalam banyak hal….”
Metode ini dipakai sejak masa sahabat hingga sekarang, para ulama salaf menggunakannya
dengan baik, dan mereka menghindari perbuatan debat yang tercela.
Dalam hal ini selayaknya orang yang melaksanakan kegiatan dakwah harus memiliki
kemampuan-kemampuan yang berkaitan dengan metode ini meliputi:
1. Kemampuan Berkomunikasi
2. Kemampuan Menguasai Diri
3. Kemampuan Pengetahuan Psikologi
4. Kemampuan Kengetahuan Kependidikan
5. Kemampuan Pengetahuan di Bidang Pengetahuan Umum
6. Pengetahuan di Bidang Ilmu al-Quran
7. Kemampuan Membaca Al-Quran dengan fasih
8. Kemampuan Pengetahuan di Bidang Ilmu Hadits
9. Kemampuan di Bidang Ilmu Agama secara Umum[7]
Dari beberapa keterangan diatas, setidaknya juru dakwah dapat membekali dirinya dengan
mantap, sehingga dapat menggunakan metode ini dengan baik.
Menurut bahasa, qudwah berarti uswah; yang berati keteladanan atau contoh. Meneladani atau
menyontoh, sama dengan mengikuti suatu pekerjaan yang dilakukan sebagaimana adanya. Yang
dimaksud keteladanan di sini adalah keteladanan yang baik.Dalam ayat yang dikemukakan di
muka, keteladan sengaja diberi sifat baik, karena dalam prakteknya, bisa saja seseorang menjadi
teladan yang buruk. Dalam hadits diungkapkan: “Barangsiapa yang membuat tradisi baik, maka
baginya pahala atas apa yang dilakukannya serta pahala orang lain yang mengikuti tradisi
tersebut tanpa mengurangi pahala merekayang mengikutinya sedikitpun. Dan barangsiapa yang
membuat tradisi buruk, maka baginya dosa serta dosa yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa
para pengikutnya sedikitpun. (HR. Muslim).
1. Qudwah hasanah yang bersifat mutlak, yaitu suatu teladan atau contoh baik yang sama
sekali tidak tercampuri keburukan karena statusnya benar-benar baik; sebagai teladan
yang diberikan Rasululah saw. pada ummatnya. Status rasul yang ma‟shum (terbebas
dari dosa), membuat beliau menjadi teladan yang mutlak bagi ummatnya. Firman Allah
SWT:
}25: {
1. Qudwah hasanah nisbi yaitu teladan yang terikat dengan yang disyariatkan oleh Allah
SWT. Karena status teladan itu dari manusia biasa bukan Rasul ataupun Nabi.
Keteladanan dari mereka, seperti para ulama dan pemimpin umat lainnya, hanya sebatas
jika tidak bertentangan dengan syariat.
Personal approach atau pendekatan personal sebagai metode keteladanan sudah dilakukan oleh
Nabi semenjak turunnya wahyu, yaitu yang dengan secara langsung memberikan contoh, dan
karena di antara fitrah manusia adalah suka mengikuti, dan pengaruh asimilasi tersebut lebih
besar.Pengaruh yang diterima lebi membekas karena sifatnya fitri dan alami.
KESIMPULAN
Sejatinya manusia adalah suci sebagai fitrahnya, dan tatkala sebagian manusia melenceng
dari fitrahnya maka bagi manusia yang lain supaya meluruskannya. Ketika sebagian manusia
telah menyimpang dari ketentuan Allah SWT. hendaknya memberi nasihat yang baik, mengajak
kembali ke jalan yang benar. Adapun metode-metode dalam dakwah (hikmah, mauidzah
hasanah, mujadalah hasanah dan qudwah hasanah) adalah tuntunan yang diterangkan dalam Al-
quran (An-Nahl:125) sebagai acuan yang telah dicontohkan oleh Nabi, para ulama, serta orang-
orang yang shalih.
A. Definisi Dakwah
Dakwah artinya: Penyiaran, propaganda, seruan untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran
agama. Dakwah juga berarti suatu proses upaya mengubah suatu situasi kepada situasi lain yang
lebih baik sesuai ajaran Islam atau proses mengajak manusia kejalan Allah Subhanahu wa
Ta‟ala, yaitu agama Islam.
1. Menurut Syeh Al-babiy al-khuli, dakwah adalah upaya memindahkan situasi manusia
kepada situasi yang lebih baik.
Maka, dari pernyataan diatas, dapat saya disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu ajakan untuk
mengajak umatnya untuk melakukan hal yang baik atau mendekatkan diri kepada allah.
Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu meta (melalui) dan hodos (jalan, cara).
Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan, dalam bahasa Arab
disebut dengan thariqat dan manhaj yang mengandung arti tata cara, sementara itu dalam Kamus
Bahasa Indonesia metode artinya cara yang teratur dan berfikir baik baik untuk maksud (dalam
ilmu pengetahuan dsb); cara kerja yang bersistem untuk memudahkanpelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dari beberapa pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa yang disebut dengan metode adalah suatu cara yang sudah diatur dangan
petimbangan yang matang untuk mencapai tujuan tertentu.
Metode dakwah berarti : Suatu cara atau teknik menyampaikan ayat-ayat Allah dan Sunnah
dengan sistematis sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Berhubung dengan pengertian diatas, maka metode yang digunakan dalam mengajak
haruslah sesuai dengan konsidisi maupun tujuan yang akan dicapai. Pemakaian metode atau cara
yang tidak benar merupakan keberhasilan dari dakwah itu sendirii. Namun bila metode yang
digunakn dalam menyampaikannya tidak sesuai, maka akan mengakibatkan hal yang tidak
diharapkan.
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu, dengan cara hikmah, pelajaran yang baik dan berdiskusilah
dengan mereka dengan cara yang baik pula. Sesunggguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jaanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang
orang yang mendapat petunjuk”
Ayat ini mennjelaskan, sekurang kurangnya ada tiga cara atu metode dalam dakwah,
yakni M etode Dakwah Al -H ikmah, M etode Dakwah Al - Mau’idzatil Hasanah dan Metode
Dakwah Al -M ujadalah Bi l L ati H iya Ahsan. Ketiga metode dakwah dapat dipergunakan sesuai
dengan objek yang dihadapi oleh seorang da‟I atau da‟iyah di medan dakwahnya.
Dakwah AL-Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu
melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan
dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan
kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang
dilakukan atas dasar persuasif.
Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah Ilallah ta‟ala oleh Said bin Ali bin wahif al-Qathani
diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain:
Menurut bahasa:
valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya,
wara‟ dalam Dinullah, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas
dan tepat.
1. Menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu;
Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan
dapat menghilangkan keragu-raguan.
2. Menurut Syekh Muhammad Abduh, hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah di
dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lapaz tetapi banyak
makna atau dapat diartikan meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya.14 Orang yang
memiliki hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling utama
dari segala sesuatu. Kata hikmah juga sering dikaitkan dengan filsafat karena filsafat juga
mencari pengetahuan hakikat segala sesuatu.
3. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud an- Nasafi, arti hikmah yaitu:
: Dakwah bil hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan
Artinya
pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.
4. Menurut al-Kasysyaf-nya Syekh Zamakhsyari, al- hikmah adalah perkataan yang pasti
benar. Ia adalah dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau kasmaran.
Selanjutnya Syekh Zamakhsyari mengatakan hikmah juga diartikan sebagai al-Quran yakni
ajaklah mereka (manusia) mengikuti kitab yang memuat hikmah.
5. Sedangkan menurut Moh. Natsir mengatakan, bahwa hikmah lebih dari semata-mata
ilmu.Ia adalah ilmu yang sehat dan mudah dicernakan; ilmu yang berpadu dengan rasa perisa,
sehingga menjadi daya tarik penggerak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat, berguna
kalau dibawa kebidang dakwah: untuk melakukan tindakan sesuatu yang berguna dan efektif.
Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa al- hikmah adalah merupakan kemampuan da‟I
dalam memilih dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad‟u.di samping itu
juga, al-hikmah merupakan kemampuan da‟I dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta
realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu, al-
hikmah adalah sebagai sebuah system yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis
dalam dakwah.
Dalam dunia dakwah, hikmah adalah salah satu penentu sukses tidaknya kegiatan dakwah.Dalam
menghadapi mad‟u yang beragam tingkat pendidikan strata social dan latar belakang budaya,
para da‟I memerlukan hikmah sehingga materi dakwah yang disampaikan mampu masuk ke
ruang hati para mad‟u dengan tepat.Oleh karena itu para da‟I dituntut untuk mampu mengerti
dan memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dapat
dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya. Di samping itu, da‟I juga
akan berhadapan dengan realitas perbedaan agama dalam masyarakat yang heterogen.
Kemampuan da‟I untuk bersifat objektif terhadap umat lain, berbuat baik dan bekerja sama
dalam hal-hal yang dibenarkan agama tanpa mengorbankan keyakinan yang ada pada dirinya
adalah bagian dari hikmah dalam dakwah.
Da‟i yang sukses biasanya berkat dari kepiawaannya dalam memilih kata.Pemilihan kata adalah
hikmah yang sangat diperlukan dalam dakwah.Da‟I tidak boleh hanya sekedar menyampaikan
ajaran agama tanpa mengamalkannya. Seharusnya da‟I adalah orang yang pertama yang
mengamalkan apa yang diucapkannya. Kemampuan da‟I untuk mrnjadi contoh nyata umatnya
dalam bertindak adalah hikmah yang seharusnya tidak boleh ditinggalkan oleh seorang
da‟i.dengan amalan nyata yang bisa langsung dilihat oleh masyarakatnya, para da‟I tidak terlalu
sulit untuk harus berbicara banyak, tetapi gerak dia adalah dakwah yang jauh lebih efektif dari
sekedar berbicara.
Hikmah merupakan suatu term karakteristik metode dakwah sebagaimana termaktub dalam
QS.An- Nahl ayat 125.Ayat teersebut mengisyaratkan pentingnya hikmah untuk menjadi sifat
dari metode dakwah dan betapa pentingnys dakwah mengikuti langkah-langkah yang
mengandung hikmah.Ayat tersebut seolah-olah menunjukkan metode dakwah praktis kepada
para da‟I yang mengandung arti mengajak manusia kepada jalan yang benar dan mengajak
manusia untuk menerima dan mengikuti petunjuk agama dan akidah yang benar. Ayat tersebut
juga mengisyaratkan bahwa mengajak manusia kepada hakikat yang murni dan apa adanya tidak
mungkin dilakukan tanpa melalui pendahuluan atau tanpa mempertimbangkan iklim dan medan
kerja yang sedang dihadapi.
Dengan demikian jika hikmah dikaitkan dengan dunia dakwah, maka ia merupakan peringatan
kepada para da‟I untuk tidak menggunakan satu bentuk metode saja. Sebaliknya, mereka harus
menggunkan berbagai macam metode sesuai dengan realitas yang dihadapi dan sikap masyarakat
terhadap Islam. Sebab sudah jelas, dakwah tidak akan berhasil jika metode dakwahnya monoton.
Ada sekelompok orang yang hanya memerlukan iklim dakwah yang penuh gairah dan berapi-api,
sementara kelompok yang lain memerlukan iklim dakwah yang sejuk.
Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimiliki oleh seorang da‟I dalam berdakwah. Karena
dari hikmah ini akan lahir kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam menerapkan langkah-langkah
dakwah baik secara metodologis maupun praktis. Kesimpulannya hikmah bukan hanya sebuah
pendekatan satu metode, akan tetapi kumpulan beberapa pendekatan dalam sebuah metode.
Dalam dunia dakwah: hikmah bukan hanya berarti “mengenal strata mad‟u” akan tetapi juga
“Bila harus bicara, bila harus diam”. Hikmah bukan hanya “mencari titik temu” tetapi juga
“toleran yang tanpa kehilangan sibghah”.Hikmah bukan hanya dalam kontek “memilih kata
yang tepat” tetapi juga “cara berpisah”.Dan akhirnya hikmah adalah uswatun hasanah serta
lisanul hal.
Term mau‟idzah hasanah dalam perspektif dakwah sangat popular, bahkan dalam acar a-acara
seremonial keagamaan seperti mauled Nabi dan Isra Mi‟raj. Istilah mau‟idzah hasanah mendapat
porsi khusus dengan arti “acara yang ditunggu-tunggu” yang merupakan inti acara dan biasanya
menjadi salah satu target keberhasilan suatu acara. Namun demikian agar tidak menjadi salah
paham, maka di sini akan dijelaskan pengertian mau‟idzah hasanah.
Secara bahasa mau‟idzah hasanah terdiri dari dua kata yaitu mau‟idzah dan hasanah.Kata
mau‟idzah berasal dari bahasa Arab yaitu wa‟adza – ya‟idzu – wa‟dzan yang berarti nasihat,
bimbingan, pendidikan dan peringatan.
Adapun secara terminology, ada beberapa pengertian di antaranya:
1. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh Hasanuddin adalah
sebagai berikut: Al-Mau‟idzatil hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi
mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau
dengan al-Quran.
2. Menurut Abdul Hamid Al-Bilali; mau‟idzatil hasanah merupakan salah satu metode dalam
dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan cara memberikan nasihat atau membimbing
dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.
3. Menurut Ibnu Syayyidiqi; memberi ingat kepada orang lain dengan fahala dan siksa yang
dapat menaklukkan hati.
Dari beberapa definisi di atas, metode mau‟idzah hasanah terdiri dari beberapa bentuk, di
antaranya: nasehat , tabsyir watanzir , dan wasiat
Nasehat adalah salah satu cara dari al-mau;izah al-hasanah yang bertujuan mengingatkanbahwa
segala perbuatan pasti ada sangsi dan akibat. Secara terminology Nasehat adalah memerintah
atau melarang atau mmenganjurkan yang dibarengi dengan motivasi dan ancaman. Sedangkan ,
pengertian nasegat dalam kamus besar Bahsa Indonesia Balai Pustaka adalah memberikan
petunjuk kepada jalan yang benar.
Perintah saling menasehati ini dapat kita lihat pada beberapa ayat alqur‟an di antaranya :
artinya:
“Demi masa sesungguhnya manusia itu dalam keru gian kecuali orang-orang yang beriman yang
mengerjakan amal saleh dan saling menasehati tentang kebenaran serta menasehati tentang
kesabaran”
Artinya :
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu, dengan cara hikmah, pelajaran yang baik dan berdiskusilah
dengan mereka dengan cara yang baik pula. Sesunggguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jaanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang
orang yang mendapat petunjuk”
2) Tabsyir watanzir
Tabsyir secara bahasa berasal dari kata basyara yang mempunyai arti memperhatikan/ merasa
senang.Tabsyir dalam istilah dakwah adalah penyampaian dakwah yang berisi kabar-kabar yang
menggembirakan bagi orang orang yang mengikuti dakwah.
Tujuan tabsyir :
Tandzir atau indzar menurut istilah dakwah adalah penyampaian dakwah dimana isinya berupa
peringatan terhadap manusia tentang adanya kehidupan akhirat dengan segala konsekuwensinya.
3) Wasiat
Secara etimologi kata wasiat berasal dari bahasa arab ,yang terambil dari kata Washa-Washiya-
Washiyatan yang berarti pesan penting. Wasiat dapat dibagi menjadi Dua kategori, yaitu :
a. Wasiat orang yang masih hidup kepada orang yang masih hidup, yaiitu berupa ucapan,
pelajaran atau arahan tentang sesuatu.
b. Wasiat orang yang telah meninggal (ketika menjelang ajal tiba) kepada orang yang masih
hidup berupa ucapan atau berupamharta benda warisan.
Oleh karena itu , pengertian wasiat dalam konteks dakwah adalah : ucapan berupa arahan
(taujih), kepada orang lain (mad‟u), terhadap sesuatu yang belum dan akan terjadi (amran
sayaqa mua‟yan).
Wasiat diberikan apabila da‟I telah mampu membawa mad‟u dalam memahami seruannya atau
disaat memberikan kata terakhir dalam dakwahnya (tabliq). Wasiat adalah salah satu model
pesan dalam perspektif komunikasi, maka seorang da‟I harus mampu memenej
kesan(management impression) mad‟u setelah menerima saruan dakwah. Sehingga wasiat yang
diberikan mampu mempunyai efek positif bagi mad‟u.efek wsiat terhadap mad‟u antara lain :
b. Membangun daya ingat mad‟u secara kontinu, karena ada persoalan agama yang sulit di
analisa
Dari beberapa pengertian di atas, istilah mau‟idzah hasanah akan mengandung arti kata-kata
yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh
kelembutan, tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-
lembutan dalam menasihati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu
yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman.
Dari segi etimology lapadz mujadalah diambil dari kata jadala yang artinya memintal, melilit.
Apabila ditambahkan alif pada huruf jim yang mengikuti wazan faala menjadi jaadala dapat
bermakna berdebat. Berarti arti mujadalah mempunyai pengertian perdebatan.
Kata jadala dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu.Orang yang
berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk menyakinkan lawannya dengan menguatkan
pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.
Dari segi istilah terdapat beberapa pengertian al- mujadalah (al-hiwar).Al-mujadalah berarti
upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa adanya suasana yang
mengharuskan lahirnya permusuhan di antara keduanya.
2. Menurut Sayyid Muhammad Thantawi adalah suatu upaya bertujuan untuk mengalahkan
pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.
3. Menurut tafsir An-Nasafi, kata mujadalah mengandung arti berbantahan dengan jalan
sebaik-baiknya antara lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak dengan ucapan
yang kasar atau dengan mempergunakan sesuatu (perkataan) yang bisa menyadarkan hati,
membangunkan jiwa dan menerangi akal pikiran.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan mujadalah
adalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak
melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan
memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.
Demikianlah pengertian tentang tiga prinsip metode tersebut. Selain metode tersebut Nabi
Muhammad Saw bersabda :
“Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu,
ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah
selemah-lemah iman.”[ H.R. Muslim ].
a) Metode dengan tangan [bilyadi], tangan di sini bisa difahami secara tektual ini terkait
dengan bentuk kemunkaran yang dihadapi, tetapi juga tangan bisa difahami dengan kekuasaan
atau power, dan metode dengan kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang
berjiwa dakwah.
b) Metode dakwah dengan lisan [billisan], maksudnya dengan kata-kata yang lemah lembut,
yang dapat difahami oleh madu, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
c) Metode dakwah dengan hati [bilqolb], yang dimaksud dengan metode dakwah dengan hati
adalah dalam berdakwah hati tetap ikhlas, dan tetap mencintai madu dengan tulus, apabila suatu
saat madu atau objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh,
mengejek bahkan mungkin memusuhi dan membenci daI atau muballigh, maka hati dai tetap
sabar, tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek, dan
dengan ikhlas hati dai hendaknya mendoakan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah
SWT.
Selain dari metode tersebut, metode yang lebih utama lagi adalah bil uswatun hasanah , yaitu
dengan memberi contoh prilaku yang baik dalam segala hal.Keberhasilan dakwah Nabi
Muhammad SAW banya ditentukan oleh akhlaq belia yang sangat mulia yang dibuktikan dalam
realitas kehidupan sehari-hari oleh masyarakat.Seorang muballigh harus menjadi teladan yang
baik dalam kehidupan sehar-hari.
D. Aplikasi Metode Dakwah
Ketiga metode dakwah tersebut diaplikasikan dalam berbagai pendekatan, diantarnya yaitu :
a) Personal; pendekatan dengan cara ini terjadi dengan cara individual yaitu antara da‟i dan
mad‟u langsung bertatap muka sehingga materi yang disampaikan langsung diterima dan
biasanya reaksi yang ditimbulkan oleh mad‟u akan langsung diketahui.
b) Pendekatan Pendidikan; pada masa Nabi, dakwah lewat pendidikan dilakukan beriringan
dengan masuknya Islam kepada kalangan sahabat.Begitu juga pada masa sekarang ini, kita dapat
melihat pendekatan pendidikan teraplikasi dalam lembaga-lembag pendidikan pesantren,
yayasan yang bercorak Islam ataupun perguruan tinggi yang didalamnya terdapat materi-materi
keislaman.
c) Pendekatan Diskusi; pendekatan diskusi pada era sekarang sering dilakukan lewat berbagai
diskusi keagamaan, dai berperan sebagai nara sumber sedang mad‟u berperan sebagai undience.
d) Pendekatan Penawaran; cara ini dilakukan Nabi dengan memakai metode yang tepat tanpa
paksaan sehingga madu ketika meresponinya tidak dalam keadaan tertekan bahkan ia
melakukannya dengan niat yang timbul dari hati yang paling dalam.
e) Pendekatan Misi; maksud dari pendekatan ini adalah pengiriman tebaga para dai ke
daerah-daerah di luar tempat domisisli.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.”
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung”
“ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yan g
ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Dalam berdakwah harus memiliki kekuatan, bagaikan pohon yang berakar bukan pohon
yang rapuh
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
it”.
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke lang
“ pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat ”.
“ Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut deng an
akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak da pat tetap (tegak) sedikitpun”.
“ Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yan g teguh itu dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan
memperbuat apa yang Dia kehendaki”.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang
teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”.
“ Demi (rombongan) yang bershaf-shaf dengan sebenar-benarnya, dan demi (rombongan) yang
melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan ma`siat), dan demi (rombongan)
yang membacakan pelajaran”.
Dakwah bukan masalah yang gampang, oleh sebab itu sedikit sekali orang yang sungguh-
sungguh dalam berdakwah
“ Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai
keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali
sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan
orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka,
dan mereka adalah orang-orang yang berdosa”.
“ Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan, dan Allah mengetahui apa yang kamu
lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan”.
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang
keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
“ Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap
mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan
Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka
disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah
orang-orang yang fasik ”.
“ Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfa`at bagi
orang-orang yang beriman”.
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni`mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus
kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan
mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah), serta
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”.
“ Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat
memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia
kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.Dan Dia-lah Tuhan Yang
Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”.
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat
yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
“ Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi
seluruhnya.Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang -
orang yang beriman semuanya”.
Dalam berdakwah tidak boleh terlalu berharap, bahwa yang didakwahi pasti mengikuti
dan beriman
“ Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk
orang-orang yang musyrik “.
Sebagian manusia ti dak memperdu li kan dahwah/ ajakan kembali kepada ayat-ayat Al lah
“ Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur‟an untuk pelajaran, maka adakah orang yang
mengambil pelajaran?
“ Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup.Dan
bagi mereka siksa yang amat berat.”
“ Dan tak ada suatu ayatpun dari ayat-ayat Tuhan sampai kepada mereka, melainkan mereka
selalu berpaling daripadanya (mendustakannya).”
“ Dan (dia berkata): “Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah)
bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-
orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi
aku memandangmu suatu kaum yang tidak mengetahui”.”
“ Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini, Upahku tidak lain hanyalah
dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan (nya)?”
“ Katakanlah: “Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan risalah
itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada
Tuhannya.”
“ Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman
dan mengerjakan amal saleh. K atakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas
seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”. Dan siapa yang mengerjakan kebaikan
akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”
“ Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka
berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al Qur‟an)”.
“ Dan sesungguhnya dalam Al Qur‟an ini Kami telah ulan g-ulangi (peringatan-peringatan), agar
mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari
(dari kebenaran).”.
“ Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada manusia dalam Al Qur‟an ini tiap-tiap
macam perumpamaan, tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari (nya)”.
“ Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang b aik, meskipun banyaknya yang buruk itu
menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat
keberuntungan.”
“ Dan mereka berkata: “Mengapa ia tidak membawa bukti kepada kami dari Tuhannya?” Dan
apakah belum datang kepada mereka bukti yang nyata dari apa yang tersebut di dalam kitab-
kitab yang dahulu?
Secara islam etika dakwah itu adalah etika islam itu sendiri , dimana secara umum
seorang da‟I harus melakukan tindakan-tindakan yang terpuji dan menjauhkan diri dari perilaku-
perilaku yang tercela. Dan pengertian kode etik dakwah adalah rambu rambu etis yang harus
dimiliki oleh seorang juru dakwah , namunsecara khusus dalam dakwah terdapat kode etik
tersendiri. Dalam berdakwah terdapat beberapa etika yang merupakan rambu-rambu etis juru
dakwah, sehingga dapat dihasilkan dakwah yang bersifat responsive.Dan sumberdari rambu-
rambu etis dakwah bagi seorang da‟iadalah Al-Qur’an, seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Adapun rambu-rambu etis tersebut adalah sebagai berikut :
Kode etik ini bersumber dari firman allah dalam Surat Al-Shaff ayat 2-3 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan hal-hal yang kalian tidak
melakukannya ?amat besar murka di sisi Allah, bahwa kalian menngatakan apa yang kalian tidak
kerjakan.”
Toleransi memang di anjurkan oleh Islam, tetapi hanya dalam batas-batas tertentu dan tidak
menyangkut masalah agama (kepercayaan). Dalam masalah prinsip keyakinan (Aqidah), islam
memberikan garis tegas untuk tidak bertoleransi, kompromi dan sebagainya.seperti yang
tergambar dalam Surat Al-Kafirun ayat 1-6.
(6) )1(
Artinya :
“Katakanlah : Hei orang-orang kafir , aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah . Dan
kamu bukan penyembah Tuhan apa yang aku sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah.Untukmu lah agama mu, dan untukku lah agama ku.”
Artinya:
“Dan katakanlah : kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.
Sesungguhnya kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya
mengepung mereka.Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum
dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka, itulah minuman yang paling
buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”
Kode etik ini diambil dari QS. AlAn‟am ayat 108 Artinya :
“Dan janganlah kamu memakai sembah-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena
mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.”
Peristiwa ini berawal ketika pada zaman Rasulullah orang-orang muslim pada saat
itumencerca berhala-berhala sembahan orang-orang musrikin, dan akhirnya karena hal itu
menyebabkan mereka mencerca Allah, maka Allah menurunkan ayat tersebut.
Apa bila mensuri tauladan Nabi maka para da‟I hendaknya tidak membeda-bedakan atau
pilih kasih anatara sesame , baik kaya maupun miskin, kelas elit maupun kelas marjinal ataupun
status lainnya yang menimbulkan ketidak adilan. Semua harus mendapatkan perlakuan yang
sama. Karena keadilan sangatlah penting dalam dakwah.Da‟I harus menjunjung tinggi hak
universal dalam berdakwah.Kode etik ini di dasari pada QS.Abasa ayat 1-2.
(2) )1(
Artinya :
“Dia (Muhammad) bermuka musam dan berpaling, Karena karena telah dating seorang buta
kepadanya.”
Ada perbedaan pendapat tentang dibolehkannya ataupun dilarang dalam memungut biaya
atau dalam bahasa lain memasang tariff , dalam hal ini berpendapat menjadi 3 kelompok:
a. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa memungut imbaan dalam berdakwah hukumnya haram
secara mutlak, baik dengan perjanjian sebelumnya ataupun tidak.
b. Al-Hasan Al-Basri, Ibn Sirin, Al-Sya‟ibi dkk. Mereka berpendapat boleh hukumnya
memungut bayarab dalam berdakwah tapi harus di adakan perjanjian terlebih dahulu.
c. Imam Malik bin Anas & Imam Syafei, memperbolehkan memungut biaya atau imbalan
dalam menyebarkan ajaran islam baik ada perjanjian sebelumnya maupun tidak
Perbedaan pendapat dari para ulama terjadi Karena banyaknya teks-teks Al-Qur‟an yang
menjadi sumber etika sehingga muncul perbedaaan dalam penafsiran dan pemahamannya.
Berkawan dengan pelaku maksiat ini di khawatirkan akan berdampak buruk. Karena
orang bermaksiat itu beranggapan bahwa seakan-akan berbuat maksiat direstui oleh dakwah,
pada sisi lain integritas seorang da‟I akan berkurang.
Da‟I yang menyampaik an suatu hokum, sementara ia tidak mengetahui, hokum itu pasti
akan menyesatkan umat. Seorang juru dakwah tidak boleh asal menjawab pertanyaan orang
menurut seleranya sendiriyang tanpa ada dasar hukumnya.
Yang menjadi karakteristik dari etika dakwah adalah karakteristik dari etika islam itu sendiri.
Dimana cakkupannya terdiri dari sumber moral dakwah. Standar yang digunakan untuk
menentukan baik buruknya tingkah laku sang da‟I, pandangan terhadap dan naluri.
Karena pada dasarnya Al-Qur‟an itu sendiri merupakan dakwah yang terkuat baggi
pengembangan islam karena Al-Qur‟an mencangkup cerita orang-orang terdahulu dan syariat –
syariatnya srta hukum-hukumnya
Dalam menentukan baik dan buruk dalam etika dakwah adalah akal dan naluri. Dalam
etika islam akal dan naluri berpendirian sebagai berikut :
b. Naluri yang mendapatkan pengarahan dari petunjuk Allah yang dijelaskan dalam kitabnya
c. Akal dan pikiran mannusia terbatas sehingga pengetahuan manusia terbatas dan manusia
tidak akan mampu memecahkan seluruh permasalahan yang ada. Akan tetapi hanya akal yang
dipancari cahaya Al-Qur‟an yang bias menempatkanpada tempatnya.
3. Motivasi Iman
Dalam melakukan tugas dakwah haruslah memiliki motivasi ataupun pendorong dalam
melakukan segala aktivitasnya yaitu Aqidah dan iman yang terpatri dalam hati.Imanitulah yang
mendor ong
ong seorang da‟I mampu berbuat ikhlas, beramal sholeh, bekerja keras dan rela
berkorban.iman yang sempurna akakn menjelmakan
men jelmakan cinta dan taat kepada Allah.
“Sekali-kali
“Sekali-kali seseorang Mukmin merasa kenyang (puas) mengerjakan kebajikan, menjelang
puncaknya mamasuk i syurga” (HR. Tirmizi)
Secara umum hikmah dalam mengaplikasikan kode etik dakwah itu adalah :
1) Kemajuan rohani.
dimana bagi seorang juru dakwah ia akan selalu berpegang pada rambu-rambu garis islam, maka
secara otomatis, ia akan memilliki akhlak yang mulia.
Kode etik dakwah menuntut da‟I pada jalan kebaikan tepi mendorong dan
memotivasimembentuk kehidupan yang suci dengan memprodusir kebaikan dan kebijakan yang
mendatangkan kemanfaatan bagi sang da‟i khususnya, dan umat islam pada umumnya.
Iman yang sempurna akan melahirkan kesempurnaan diri. Dengan kata lain, bahwa keindahan
etika adalah manifestasi dari pada kesempurnaan iman. Abu Hurairah meriwayatkan penegasan
Rasulullah saw. :
“Orang mukmin yang paling sempurna ialah yang terbaik akhlak dan etikanya” (Hr. at-tirmizi)
at-tirmizi)
4) Kerukunan antar umat beragama, untuk membina keharmonisan secara extern dan intern
pada diri sang da‟i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara harfiah da‟wah merupakan masdar dari fi‟il da‟a dengan arti ajakan, seruan, panggilan,
undangan. [1] Dalam Al- Qur‟an surat An- Nahl ayat 125 disebutkan bahwa dakwah adalah
mengajak umat manusia ke jalan Allah dengan cara bijaksana, nasehat yang baik serta berdebat
dengan cara yang baik pula.
pula.[2]
Sedangkan hakikat dakwah Islam yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya
adalah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umat baik di dunia dan di akhirat, dengan
bermanhajkan Islam, berpedoman pada Al-Qur‟an
Al-Qur‟an dan sunnah. Dan tentunya, selain
mewujudkan itu, bahwa hakikat dakwah juga ingin memberikan kontribusi perbaikan.
perbaikan.[3]
Seor ang
ang da‟i atau mubaligh dalam menentukan strategi dakwahnya sangat memerlukan
pengetahuan dan kecakapan di bidang metodologi. Selain
S elain itu bila pola berfikir kita berangkat
dari pendekatan sistem (system apprach), di mana dakwah merupakan suatu sistem dan
metodologi merupakan salah satu komponen dan unsurnya, maka metodologi mempunyai
peranan dan kedudukan yang sejajar atau sejajar dengan unsur- unsur lainya seperti tujuan
dakwah, sasaran masyarakat, subyek dakwah (dai atau mubaligh). [4][4]Dan
Dan tidak bisa ditinggalkan
pentingnya sebuah materi dakwah juga menentukan metode yang seperti
seper ti apa yang nantinya akan
dipergunakan dalam berdakwah.
Ketika seseorang inggin berdakwah juga harus memperhatikan media dakwah yang mana juga
memiliki peranan atau kedudukan sebagai penunjang tercapainya tujuan. Media dakwah
mencangkup keseluruhan aktifitas (kegiatan) dakwah walaupun itu bersifat sederhana dan
sementara.
sementara.[5] Dengan demikian media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah ini dapat
berupa barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu
te rtentu dan sebagainya.
Dalam semua aktivitas dakwah tentunya sebuah sasaran haruslah dirumuskan agar tujuan umum
dakwah dapat tercapai dengan cara dan tahapan yang realistis. Jadi dari semua pemaparan di atas
merupakan sarana untuk mencapai sebuah tujuan dakwah yang efektif dan efisien agar lebih
jelasnya perlunya pembahasan yang lebih detail dalam makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Menilik latar belakang diatas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
C. TUJUAN
Istilah dakwah Islam diungkapkan secara langsung oleh Allah SWT dalam ayat-ayat Al-Qur‟an .
kata dakwah di dalam Al-Qur‟an diunkapkan kira-kira 198 kali yang tersebar dalam ayat 55 surat
(176 ayat). Kata dakwah oleh Al-Qur‟an digunakan secara umum. Artinya, Allah masih
menggunakan istilah da‟wah il Allah( dakwah Islam) dan da‟wah ila nar (dakwah setan) oleh,
karena itu, dalam tulisan ini dakwah yang dimaksud adalah da‟wah ila Allah (dakwah Islam)[6].
Secara terminologi, para ahli berbeda-beda dalam memberikan pengertian tentang dakwah Islam.
Ada yang mengartikan dakwah Islam secara luas seperti Hasan al-Banna, ada yang memberikan
pengertian bahwa dakwah merupakan transformasi sosial, seperti Adi Sasono, Dawam
menafsirkan dakwah secara normatif yakni mengajak manusia ke jalan kebaikan dan petunjuk
untuk memperoleh kebahagiaan di duniadan akhirat.
Dalam aktivitas mengajak kepada jalan Islam, Al-Qur‟an memberikan gambaran yang jelas
seperti tertera dalam surat Fushilat (41) ayat 33 :
Î) «!$# Ÿ@ÏJtãur $[sÎ=»|¹ tA$s%ur ÓÍ_¯RÎ) z`ÏB <n Zwöqs% `£JÏiB !%tæyŠ &ô`tBur ß`|¡ômr
tûüÏJÎ=ó¡ßJø9$# ÇÌÌÈ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang
menyerah diri?"
Dari ayat ini ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam menjalankan aktivitas
dakwah, yakni dakwah bil-qoul dan dakwah bil-amal. Dakwah bil-qaul dapat dilakukan secara
individual, kelompok atau massa. Inilah yang kemudian menjadi kajian utama dalam Progam
Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) dan Bimbingan Konseling Islam (BKI). Sementara
dakwah bil-amal merupakan aktivitas dakwah yang dilakukan dengan cara social engineering
(rekayasa sosial). Dakwah model ini yang menjadi fokus kajian program studi pengembangan
masyarakat Islam (PMI). Untuk mengefektifkan dan mengkoordinasikan antara antara dakwah
bil-qaul dengan dakwah bil-amal diperlukan adanya manajemen dan inilah yang menjadi fokus
dalam Progam Studi Manajemen Dakwah (MD)[8].
Ismail R. Al-Faruqi dan istrinya Lois Lamnya membagi hakikat dakwah Islam pada tiga term:
kebebasan, rasionalitas dan uviversalisme. Kebebasan sangat dijamin dalam agama Islam,
termasuk keyakinan dalam meyakini agama. Objek dakwah harus merasa bebas sama sekali dari
ancaman, harus benar-benar yakin bahwa kebenaran ini hasil penilaiannya sendiri, karena
dakwah tidak bersifat memaksa. Dakwah juga merupakan ajakan untuk berfikir. Keuniversalan
Risalan Nabi Muhammad adalah untuk semua manusia, bahkan juga jin. Risalahnya berlaku
sepanjang masa tanpa batasan ruang dan waktu[9].
Dalam dialog internasional tentang Dakwah Islam dan Misi Kristen pada tahun 1976, Ismail Raji
Al-Faruqi dari Universitas Temple Philadelphia, USA, merumuskan sifat-sifat dasar dakwah
sebagai berikut[10]:
2. Fungsi Dakwah[11]
b. Dakwah Islam mutlak diperlukan agar Islam menjadi penyejuk bagi kehidupan
manusia
c. Melalui dakwah, Islam tersebar keseluruh penjuru dunia, jadi dakwah Islam berfungsi
sebagai tongkat estafet peradaban manusia.
e. Dakwah berfungsi mencegah laknat Allah, yakni siksa untuk seluruh manusia.
Pendapat-pendapat para ahli tafsir mengenai pengertian hidayah ada dua yakni pertama, hidayah
sebagai petunjuk informatif, yaitu memberikan pemahaman tentang pesan Islam. Hidayah jenis
ini ditunjukkan kepada masyarakat yang masih membutuhkan banyak informasi ajaran Islam.
Kedua, hidayah sebagai petunjuk pembinaan. Dalam hal ini masyarakat dibimbing dan
digerakkan untuk menjalankan ajaran Islam[12].
Lebih rinci lagi Al-maroghi membagi hidayah Allah menjadi lima macam yaitu[13]:
a. Hidayah Ilham (hidayah al-Ilham)
Hidayah jenis ini terbentuk sejak kita dilahirkan. Kita dituntut oleh Allah SWT untuk memenuhi
kebutuhan pokok kita.
c. Selain dorongan insting, kita juga dituntun oleh Allah lewat pancaindera untuk mengenali
dunia disekeliling kita.
e. Melalui akan kita Allah membimbing kita untuk menyelidiki aspek baik dan buruk dalam
kehidupan ini.
Hidayah ini mutlak hak milik Allah, tak satupun makhluk bisa memberikan hidayah ini.
Dengan mengetahui peranan hidayah dalam Islam kita dapat memahami kebebasan dalam
dakwah. Pendakwah bukan penentu hidayah tetapi pendorong. Dari berbagai macam hidayah
tadi dapat diketahui bahwasanya ada keterbatasan hak dan kemampuan pendakwah untuk
merubah sikap dan tingkah laku keagamaan orang yang didakwahinya. Pendakwah hanya
bertugas menyampaikan ajaran Allah SWT[14].
B. MATERI DAKWAH
Pada dasarnya materi dakwah Islam itu kembali apa tujuan dakwah, karena pada dasarnya apa
yang terdapat dalam materi dakwah bergantung pada tujuan dakwah yang yang ingin dicapai.
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Quran, bahwa: “Tujuan umum dakwah adalah
mengajak ummat manusia (meliputi orang mukmin maupun kafir atau musyrik) kepada jalan
yang benar yang diridhai Allah SWT, agar dapat hidup bahagia dan sejahtera didunia maupun
diakhirat”.[15]
Apa yang disampaikan seorang da‟i dalam proses dakwah (nilai-nilai dan ajaran-ajaran islam)
untuk mengajak ummat manusia kepada jalan yang diridhai Allah, serta mengubah perilaku
mad‟u agar mau menerima ajaran-ajaran islam serta memanifestasikannya, agar mendapat
kebaikan dunia akhirat, itulah yang disebut materi dakwah. Allah SWT telah memberi petunjuk
tentang materi dakwah yang harus disampaikan , untuk lebih jelasnya perlu mencermati firman
Allah SWT dalam Q.S. Ali-Imran : 104.[16]
tbrã�ãBù‟tƒ ur #$:Î) ÎŽ ö�sƒ ø<n tbqããô‰tƒ &ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé`
ur ãNèd &y7Í´¯»s9′ré Å$rã�÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒ ur Ç`tã Ì�s3YßJø9$# 4
š cqßsÎ=øÿßJø9$#
Artinya:
“ Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru k epada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang -orang yang
beruntung. Ma‟ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar
ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada- Nya.”
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk. Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang
dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.” [ Q.S. As-Nahl: 125][17]
Dalam ayat tersebut yang dimaksud al-Khair adalah nilai-nilai universal yang diajarkan oleh Al-
Qur‟an dan Sunnah, Al-Khair menurut Rasulullah Saw sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibn
Katsir dalam Tafsirnya adalah mengikuti Al-Qur‟an dan Sunnah Nbi Muhammad Saw,
sedangkan Al-Ma‟ruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum suatu masyarakat
selama sejalan dengan Al-Khair .[18] Yang dimaksud dengan Sabili Rabbika adalah jalan yang
ditunjukkan Tuhanmu yaitu; Ajaran Islam.
Dari dua ayat tersebut dapat difahami bahwa materi dakwah pada garis besarnya dapat dibagi
dua :
2. Pokok-pokok ajaran Islam yaitu ; aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu‟amalah mencakup
pendidikan, ekonomi, social, politik, budaya dll.
Namun secara global, materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal, yang pada dasarnya
ketiganya bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Tiga hal itu adalah[19] :
Aqidah dalam Islam adalah bathni bersifat i‟tiqad bathiniyah yang mencangkup masalah-
masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Masalah aqidah ini secara garis besar
ditunjukkan oleh Rasulallah SAW. Dalam sabdanya:
.
Artinya: “Iman ialah engkau percaya pada Allah, Malaikat - malikatnya, kitab- KitabNya,
Rasul- rasulNya, Hari akhir dan percaya adanya ketentuan Allah yang baik maupun yang
buruk ”. Hadist riwayat Imam Muslim.
Dalam islam, permasalahan aqidah yaitu masalah-masalah yang mencakup keyakinan yang erat
hubungannya dengan rukun iman. Dalam pembahasanya, bukan saja tertuju pada hal-hal yang
wajib diimani, akan tetapi materi dakwahnya juga menyangkut masalah-masalah yang menjadi
lawannya. Seperti syirik, ingkar terhadap keberadaan Tuhan, dan sebagainya.
Dalam islam, permasalahan syar‟iyah erat kaitannya dengan perbuatan nyata dalam mentaati
semua peraturan/hukum Allah untuk mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya serta
mengatur pergaulan hidup antar sesama manusia. Hal ini dijelaskan dalam sabda Nabi SAW:
Artinya:
“ Dalam Islam bahwasannya engkau yang menyembah kepada Allah S WT. Dan janganlah
engkau mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun yang melakukan sembahyang , membayar
zakat- zakat yang wajib, berpuasa pada bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah h aji di Mekah
(Baitullah). ” Hadis Riwayat Bukhari Muslim.[20]
Permasalahan yang berhubungan dengan masalah syar‟iyah bukan saja terbatas pada masaalah
ibadah kepada Allah, namun permasalahannya juga mencakup pada masalah yang berkenaan
dengan pergaulan hidup antar sesama manusia seperti masalah hukum jual-beli, berumah tangga,
warisan, dan lainnya, begitu juga dengan segala bentuk larangan Allah, seperti mabuk, mencuri,
berzina, dan sebagainya. Hal itu juga termasuk masalah yang menjadi materi dakwah.
Sebagai materi dakwah, akhlak lebih tepat dikatakan pelengkap bagi keimanan dan keislaman
seseorang. Namun bukan berarti masalah akhlak tidak penting, karena bagaimana pun juga, iman
dan islam seseorang tidak akan sempurna tanpa dibarengi dengan perwujudan akhlakul karimah.
Rasullulah pun pernah bersabda :“Aku diutus oleh Allah SWT didunia ini hanyalah untuk
menyempurnakan Akhlak”.(Hadis sahih)[21]
Dalam buku yang berjudul Dakwah Aktual, mengatakan: Sirah Nabawiyah mengajarkan kepada
kita, bahwa materi pertama yang menjadi landasan utama ajaran islam, yang disampaikan
Rasullulah SAW kepada ummat manusia adalah masalah yang berkaitan dengan pembinaan
akidah salimah, keimanan yang benar, masalah al-insan, tujuan program, status, dan tugas hidup
manusia didunia, dan tujuan akhir yang dicapainya, al-musawah, persamaan manusia dihadapan
Allah SWT, dan al-adalah, keadilan yang harus ditegakan oleh seluruh manusia dalam menata
kehidupanya.
Salah satu nasihat spiritual Ikhwan al- Safa‟ bagi perjalanan kehidupan manusia di dunia adalah
anjuran untuk mengambil suri tauladan perjalanan kehidupan para Nabi, wali, dan orang- orang
salih. Nabi dan orang- orang salih menjalin kehidupan dunianya dengan akhlak terpuji dan
perjalanan hidup seimbang. Mereka adalah sosok yang mencapai kesempurnaan hidup. Karakter
ini dapat berada pada manuasia pada manusia apa pun posisinya. Baik sebagai iman- iman
penunjuk jalan, para dai‟i pemberi petunjuk dengan hikmah dan nasihat yang baik, dan pembela-
pembela kebenaran Allah di atas dunia.[22]
Hal penting yang harus disadari yaitu, semua ajaran yang disampaikan itu (materi dakwah),
bukanlah semata-mata berkaitan dengan eksistensi dan wujud Allah SWT, akan tetapi bagaimana
menumbuhkan kesadaran mendalam, agar mampu mewujudkan atau memanifestasikan aqidah,
syar‟iyah, dan akhlak dalam ucapan, pikiran, dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari.
Materi dakwah yang telah dirinci sebelumnya, pada dasarnya bersumber kepada:
Al-Quran dan Hadits merupakan pedoman dan sumber hukum serta sumber utama ajaran-ajaran
islam bagi ummat islam. Oleh karena, materi dakwah yang pada intinya menyampaikan ajaran-
ajaran islam tidak mungkin terlepas dari dua sumber tersebut, jika seluruh aktivitas dakwah tidak
berpegang teguh pada Al-Quran dan Hadits, maka hal itu akan menjadi sia-sia dan bahkan
dilarang oleh islam.
Islam menganjurkan umamatnya untuk berfikir- fikir, berijtihad menemukan hukum- hukum
yang sangat operasional sebagai tafsiran dan akwil Al- Qur‟an dan hadis. Maka dari hasil
pemikiran dan penelitian para ulama ini dapat pula dijadikan sumber kedua setelah Al- Qur‟an
dan Al- Hadis. Dengan kata lain penemuan baru yang tidak bertentangan dengan Al- Qur‟an dan
Al- Hadis dapat pula dijadikan sebagai sumber materi dakwah.[23]
C. Metode Dakwah
1. Pengertian Metode
Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara)[24].
Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui
untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan dakwah menurut pendapat Bakhial Khauli adalah suatu
proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari suatu
keadaan kepada keadaan lain[25]. Sedangkan Syaikh Ali mahfudz berpendapat dakwah adalah
mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka
berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek, agar mereka mendapat kebahagiaan
dunia dan akhirat.[26]
Dari pengertian ditas dapat diambil pengertian bahwa metode dakwah adalah cara-cara tertentu
yang dilakukan oleh seorang Da‟i kepada Mad‟u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah
dan kasih sayang.[27] Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada
suatu pandangan human oriented menempatkan yang mulia atas diri manusia.
a. Al-Hikmah
Sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang,
hati yang bersih, menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan. Al-hikmah juga diartikan
sebagai kemampuan da‟i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan
kondisi objektif mad‟u. Disamping itu juga al-hikmah diartikan sebagai kemampuan seorang da‟i
dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam, serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan
bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu al-hikmah adalah sebagai sebuah sistem yang
menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam dakwah.
b. Al-mauidzatul Hasanah
Makna mauidzatul hasanah adalah kata-kata yang masuk kedalam qalbu dengan penuh kasih
sayang dan kedalam perasaan dengan penuh kelembutan, tidak membongkar atau membeberkan
kesalahan orang lain, sebab kelemah lembutan dalam menasehati sering kali dapat meluluhkan
yang keras dan menjinakkan qalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada
larangan dan ancaman.
Maksudnya adalah tukar pendapat yang dilakukan oleh dua belah pihak secara sinergis, yang
tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan
dengan memberikan argumentasi dan bukti-bukti yang kuat.
a. Al-Qur‟an
Didalam Al-quran banyak sekali ayat yang membahas dakwah. Allah telah menuliskan didalam
kalam-Nya bagaimana kisah-kisah para rosul menghadapi umatnya.
b. Hadits/Sunah Rosul
Melalui cara hidup dan perjuangannya baik di Makkah maupun Madinah memberikan banyak
contoh metode dakwah kepada kita.
Selain Rosulullah para Sahabat dan Fuqoha merupakan contoh juru dakwah. Karena merekalah
yang melanjutkan dakwah Rosulullah dan membawanya kepada kita.
d. Pengalaman
Melalui pengalaman-pengalaman hidup baik yang bersifat religius maupun pengalaman hidup
biasa bisa menjadi sumber kita dalam menyampaikan dakwah.
1) Pendekatan personal
2) Pendekatan pendidikan
3) Pendekatan diskusi
4) Pendekatan Penawaran
5) Pendekatan Misi
Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode.
Untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan, kita memerlukan metode. Strategi menunjuk
pada sebuah perencanaan untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan metode adalah cara yang
digunakan untuk melaksanakan strategi, dalam setiap penerapan metode, dibutuhkan beberapa
teknik .[28]
1) Metode Ceramah
2) Metode Diskusi
3) Metode Konseling
c) Teknik elektik
a) Teknik penulisan
6) Metode Kelembagaan
Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Taktik
sifatnya individual, masing-masing pendakwah memiliki taktik yang dalam menggunakan teknik
yang sama, setiap pendakwah yang menjalankan kegiatan dakwah masing-masing memiliki
pendekatan, strategi, metode, teknik, dan taktik yang berbeda satu sama lain. Perbedaan ini juga
berlaku saat menghadapi mitra dakwah yang berbeda. Dengan demikian keberhasilan dakwah
lebih bersifat kasuistik. Keberhasilan dakwah dengan suatu metode dan teknik belum tentu
sukses dalam dakwah yang lain.
Taktik dakwah dapat menjadi identitas individu, setiap orang cenderung pada taktik tertentu,
meski taktik yang lain bisa dilakukannya. Ada taktik dominant dalam diri kita, sehingga ini yang
sering muncul dari kita, baik disadari maupun tidak disadari, taktik hampir bersama dengan
karakter kita.
E. MEDIA DAKWAH
Kata sarana sering juga diartikan sama dengan “media” yang berasal dari bahasa latin “medius”
yang berarti “perantara”. Secara etimologis sarana adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai
alat dalam mencapai maksud dan tujuan.[29] Secara terminologi, media adalah alat atau sarana
yang digunakan untuk menyampaikan pesan komunikator kepada khalayak. Menurut Dr.
Hamzah Ya‟qub, yang dimaksud media dakwah adalah alat objektif yang menjadi saluran yang
menghubungkan ide dengan umat, suatu elemn yang vital dan merupakan urat nadi dalam
totaliteit dakwah. [30]
Dapat disimpulkan bahwa media dakwah yaitu segala sesuatu yang dipergunakan atau menjadi
penunjang dalam berlansungnya pesan dari komunikan (da‟i) kepada kalayak. Atau dengan kata
lain bahwa segala sesuatu yang dapat menjadi penunjang/alat daLam proses dakwah yang
berfungsi mengefektifkan penyampaian ide (pesan) dari komunikator (da‟i) kepada komunikan
(khalayak).
Ada berbagai macam sarana/media yang sering digunakan dalam penyampaian pesan dakwah
maupun komunikasi secara umum. Dakwah sebagai suatu kegiatan komunikasi keagamaan
dihadapkan kepada perkembangan dan kemajuan teknlogi komunikasi yang semakin canggih,
memerlukan suatu adapasi terhadap kemajuan itu. Artinya dakwah dituntut untuk dikemas
dengan terapan media komunikasi sesuai dengan aneka mad‟u (komunikan) yang dihadapi. Laju
perkembangan zaman berpacu dengan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak
terkecualli teknologi komunikasi yang merupakan suatu sarana yang menghubungkan suatu
masyarakat dengan masyarakat di bumi lain. Kecanggihan teknologi komunikasi ikut
mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia termasuk di dalamnya kegiatan dakwah
sebagai salah satu pola penyampaian informasi dan upaya transfer ilmu pengethauan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa proses dakwah bisa terjadi dengan menggunakan berbgai
sarana/media, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat memungkinkan hal
itu. Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berdampak positif sebab dengan demikian pesan
dakwah dapat menyebar sangat cepat dengan jangkauan danz tempat yang sangat luas pula.[31]
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapatlah diketahui bahwa kepentingan dakwah terhadap
adanya sarana atau media yang tepat dalam berdakwah sangat urgen sekali, sehingga dapat
dikatakan dengan sarana/media dakwah akan lebih mudah diterima oleh komunikan (mad‟unya).
Berdasarkan pengertian media dakwah sebelumnya bahwa media adalah segala sesuatu yang
menjadi perantara, maka ada beberapa macam media yang digunakan dalam suatu proses
dakwah dengan merujuk kepada pendapat beberpa pakar, yaitu:
Hamzah Yaqub membagi sarana/media yang dikatakan sebagai wasilah dakwah itu menjadi lima
macam yaitu: lisan, tulisan audio, visual dan akhlak. Secara umum pembagian Hamzah Yaqub
ini tergolong dalam tiga sarana yaitu sebagai berikut:
a. Spoken words, yaitu jenis media dakwah yang berbentuk ucapan atau bunyi yang
ditangkap dengan indera telinga, seperti radio, telepon dan sebagainya.
b. Printed writing , yaitu media dakwah yang berbentuk tulisan, gambar, lukisan dan
sebagainya yang dapat ditangkap dengan indera mata.
c. The audio visual , yaitu media yang berbentuk gambar hidup yang dapat didengar,
sekaligus dapat dilihat, seperti TV, Film, Video dan sebagainya
Dari segi sifatnya, media dakwah dapat digolongakan menjadi dua golongan yaitu:
a. Media tradisional yaitu berbagai macam seni pertunjukkan yang secara tradisional
dipentaskan di depan umum terutama sebagai hiburan yang memiliki sifat komunikastif; seperti
ludruk, wayang, dan drama.
b. Media modern yang diistilahkan juga dengan media elektronik, yaitu media yang
dihasilkan oleh teknologi antara lain TV, Radio, Pers dan lain-lain
Bila dakwah dilihat sebagai salah satu tipe komunikasi secara umum maka menurut M. Bahri
Ghazaly, MA,[32] ada beberapa jenis media komunikasi yang dapat digunakan dalam kegiatan
dakwah yaitu:
a. Media Visual
Media komunikasi visual merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan dengan
menggunakan indra penglihatan dalam meangkap datanya. Jadi matalah yang paling berperan
dalam pengembangan dakwah. Media komunikasi yang berwujud alat yang menggunakan
penglihatan sebaai pokok persoalannya terdiri dari jenis alat komunikasi yang sangat komplit.
Media visual tersebut meliputi: film slide, OHP, gambar foto diam, dan komputer.
Media auditif merupakan alat komunikasi yang berbentuk teknologi canggih yang berwujud
hardware, media auditif dapat ditangkap melalui indra pendengaran. Perangkat auditif ini pada
umumnya adalah alat-alat yang diopersioanalkan sebagai sarana penunjang kegiatan dakwah.
Penyampaian materi dakwah melalui media auditif ini menyebabkan dapat terjangkaunya sasaran
dakwah dalam jarak jauh. Alat-alat auditif ini sangat efektif untuk penyebaran informasi atau
penyampaian kegiatan dakwah yang cenderung persuasif. Alat-alat ini meliputi; radio, tep
recorder, telpon dan telegram.
Media audio visual merupakan perangkat yang dapat ditangkap melalui indra pendengaran
maupun penglihatan. Apabila dibandingkan dengan media yang telah dikemukakan sebelumnya,
ternyata media audiovisual lebih paripurna, sebab media ini dapat dimanfaatkan oleh semua
golongan masyarakat. Termasuk dalam media ini; movie film, TV, video, media cetak
Seorang da‟i juga hendaklah memilih metode dan media yang sifatnya ialah dari dimensi masa
ke masa yang terus berkembang, seperti mimbar, panggung, media cetak, atau elektronik (radio,
internet, televisi, komputer). Kemudian dengan mengembangkan media atau metode kultural dan
struktural, yakni pranata sosial, seni, karya budaya, dan wisata alam. Juga dengan
mengembangkan dan mengakomodasikan metode dan media seni budaya masyarakat setempat
yang relevan, seperti wayang, drama, musik, lukisan, dan sebagainya.
b. Media Kultural dan Struktural : Pranata sosial, Seni (Wayang, Drama, Musik,
Lukisan, cerita/dongeng, dll), Karya budaya, Wisata alam, dll.
Sumber utama yang menjadi dasar bagi pendefinisian sasaran dakwah adalah ayat berikut
ini:
ϱo0 #\�ƒ É‹ tRur £`Å3»s9ur �Ĩ$¨Y=Ïj9 #ZŽ 2wÎ) Zp©ù!$Ÿ &tBur y7»oYù=y™ö‘ r $!
ÇËÑÈ Ä¨$¨Z9$# Ÿw š cqßJn=ôètƒ &uŽ sYò2r
“….dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Tetapi mayoritas manusia
tiada mengetahui” (QS. Saba/34: 28).
Dari ayat itu dapat diketahui bahwa sasaran dakwah merupakan objek tujuan Nabi Muhammad
diutus atau dakwah Nabi Muhammad. Lebih jelasnya, yang dimaksud pengertian sasaran
dakwah, umat manusia yang menjadi sasaran risalah Nabi Muhammad SAW.
Dari pandangan di atas dapat dipahami bahwa sasaran dakwah (mad‟u) dalam istilah-
istilah al-Qur‟an merupakan tingkat keimanan manusia terhadap ajaran Islam, dengan lingkup
utamanya, umat dakwah. Jadi dakwah meliputi tingkatan-tingkatan keimanan yang rendah
sampai yang tertinggi. Bagitu juga dari tingkatan pengingkaran terendah sampai pada tingkatan
yang sama sekali anti ajaran Tuhan. Peristilahan di atas juga menandakan bahwa sudut pandang
utama hakikat sasaran dakwah adalah berpijak pada al-Qur‟an sebagai dasarnya.[33] Manusia
yang menjadi audiens yang akan diajak ke dalam Islam secara kaffah. Mereka bersifat heterogen,
baik dari sudut idiologi, misalnya, atheis, animis, musyrik, munafik, bahkan ada juga yang
muslim, tetapi fasik atau penyandang dosa dan maksiat.dari sudut lain juga berbeda baik
intelektualitas, status social, kesehatan, pendidikan dan seterusnya ada atasan ada bawahan, ada
yang berpendidikan ada yang buta huruf, ada yang kaya ada juga yang miskin, dan sebagainya.
1. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis, berupa
masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil serta masyarakat di daerah marjinal dari kota
besar.
3. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari tingkat usia,
berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.
4. Sasaran yang dilihat dari tingkat hidup social-ekonomis berupa golongan orang
kaya, menengah, miskin dan seterusnya.[34]
Bila dilihat dari kehidupan psikologis, masing-masing golongan masyarakat tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi dan kontekstualitas lingkungannya.
Sehingga hal tersebut menuntut kepada system dan metode pendekatan dakwah yang efektif dan
efisien, mengingat dakwah adalah penyampaian ajaran agama sebagai pedoman hidup yang
universal, rasional dan dinamis. Kita dapati bahwa al-Qur‟an mengarahkan dakwah kepada
semua pihak, semua golongan dan siapa saja, sesuai dengan misi dakwah Nabi sebagai
Rahmatan lil alamin.
Berangkat dari ruang lingkup dakwah Islamiyah yang amat luas itu maka implementasi dakwah
Nabi menggunakan asasu al tadrij (bertahap), pertama; Nabi berdakwah kepada kerabat
terdekat, kemudian diperluas kepada kaumnya, dan diperluas kepada penduduk Mekkah dan
sekitarnya, selanjutnya dakwah meluas lagi mencakup manusia seluruhnya. Sedangkan sasaran
(objek)nya di samping orang-orang yang takut kepada Allah, juga kepada orang dzalim dan keras
kepala, orang-orang munafik, orang-orang kafir dan pembangkang, bahkan mengulangi dakwah
kepada orang yang beriman, berbakti dan orang sabar.
Beranjak dari heterogenitas objek dakwah seperti gambaran di atas, maka seorang da‟i di
samping dituntut memahami keberagaman audiens tersebut, juga perlu menerapkan strategi
dengan berbagai metode dalam berdakwah. Banyak metode yang memungkinkan diterapkan
seperti bi al lisan, bi al hal, bil amal dan sebagainya, sesuai sabda Nabi “Khotibu al -Nasa ala
qodri uqulihim” (Berbicalah dengan mereka (manusia) sesuai dengan kemampuannya.[36]
Objek dakwah adalah manusia, baik seorang atau lebih, yaitu masyarakat. Pemahaman mengenai
masyarakat itu bias beragam, tergantung dari cara memandangnya. Dipandang dari bidang
sosiologi, masyarakat itu mempunyai struktur dan mengalami perubahn-perubahan. Di dalam
masyarakat terjadi interaksi antara satu orang dengan orang lain, antara satu kelompok dengan
kelompok lain, individu dengan kelompok. Di dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok,
lapisan-lapisan, lembaga-lembaga, nilai-nilai, norma-norma, kekuasaan, proses perubahan. Itulah
pandangan sosiologi terhadap masyarakat. Pandangan psikologi lain lagi, demikian pula
pandangan dari bidang antropologi, sejarah, ekonomi, agama dan sebagainya.[37]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. hakikat dakwah Islam pada tiga term: kebebasan, rasionalitas dan uviversalisme.
2. materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal, yang pada dasarnya ketiganya
bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Tiga hal itu adalah : masalah keimanan, keislaman, dan
budi pekerti.
3. Bentuk-bentuk metode dakwah : al- hikmah, mauidhoh hasanah, mujadalah billati hiya
ahsan.
4. Teknik dan taktik dakwah : Teknik pesiapan ceramah, Teknik penyampaian ceramah,
Teknik penutupan ceramah
5. Media – media yang digunakan untuk berdakwah adalah : media visual, auditif, dan audio
visual.
6. Sasaran dakwah adalah semua manusia dari berbagai lapisan masyarakat dilihat dari
sosiologisnya, psikologisnya, usianya, sosial ekonomisnya maupun tingkat intelektualnya.
B. SARAN
Makalah ini tentunya jauh dari sempurna, untuk itu kami sebagai penyusun memohon banyak
saran dan kritik yang membangun agar mampu menulis kembali makalah yang lebih baik.
Makalah ini kami tulis agar bermanfaat untuk mahasiswa khususnya, sebagi acuan untuk
melanjutkan dakwah Islamiyah.
DAFTAR RUJUKAN
Bahreisy Salim, dkk. 2001. Tarjamah Al- Qur‟an Al - Hakim. Surabaya: CV. Sahabat
Basit, Abdul. 2005. Wacana Dakwah Kontemporer . Yogyakarta: STAIN Purwokerto Press
Nurdin. 2010. Prospek Media Penyiaran Senagai Wahana Dakwah. [posting] 5 Agustus 2010
Syukir, Asmuni. 1983. Dasar- dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al- Ikhlas
Ya‟qub, Hamzah. 1992. Publisistik Islam, Teknik dakwah & Leadership. Bandung: CV.
Diponegoro.
http://prodibpi.wordpress.com/prospek-media-penyiaran-sebagai-wahana-dakwah-2/ [online] 23
November 2011
Twitter
Facebook
Tandai permalink .
Navigasi tulisan
← pengertian zakat
contoh pengucap… →
Tinggalkan Balasan
Dakwah Islam adalah tugas suci yang dipikulkan kepada setiap orang yang mengaku muslim
dimanapun ia berada, sebagaimana perintah tersebut telah tertulis di dalam kitab suci al-Qur‟an
maupun as-Sunah Rasulullah SAW, untuk menyerukan dakwah dan menyampaikan agama Islam
kepada masyarakat dimanapun kita berada.
Dakwah Islam adalah dakwah yang bertujuan untuk mengharapakan dan memancing potensi
sifat fitrah manusia agar eksistensi manusia memiliki makna di hadapan Allah SWT dan yang
perlu ditegaskan di sini adalah bahwa tugas dakwah adalah tugas umat Islam secara menyeluruh
bukan hanya tugas seseorang atau sebuah kelompok saja melainkan tugas bagi seluruh umat
muslim.
Oleh sebab itu agar dakwah dapat mencapai sasaran maka tentunya diperlukan suatu sistem
dalam hal penataan perkataan mapun perbuatan yang relevan dan terkait dengan nilai-nilai
keIslaman. dalam kondisi seperti ini maka para daʻi harus memiliki pemahaman yang mendalam
mengenai metode dakwah ini.
Drs. Munzier mengutip perkataan M. Arifin dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam bahwa dari
segi kebahasaan metode berasal dari dua kata yaitu “meta“ (memulai) dan “hodos“ (jalan, cara),
dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk
mencapai suatu tujuan. Sember yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa
Jerman yaitu methodica, artinya ajaran tentang metode.
Sementara itu, menurut Hans Wehr dalam A Dictionary of Modern Written Arabic perkataan
manhaj atau minhāj berarti way, road , method dan procedure (jalan, cara, metode dan
prosedur).[3] Dengan demikian, manhaj daʻwah berarti jalan, cara atau metode dakwah.
Sementara itu, istilah daʻwah berasal dari kata kerja (daʻā –yadʻ ū, daʻwatan),
yang berarti memanggil atau mengundang .[4] Para Ulama ahli linguistik menggali makna
perkataan daʻwah dalam al-Qur‟an secara mendalam. Abu Ishaq, sebagaimana disebutkan oleh
Ibn Manzhur berpendapat, ungkapan al-Qur`an Surah al-Baqarah ayat 186,
Secara istilah (terminologi) metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai
suatu tujuan. Sedangkan menurut Drs. Agus M. Hardjana metode adalah Metode adalah cara
yang sudah dipikirkan masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu
guna mencapai tujuan yang hendak dicapai, sedangkan menurut Macquarie metode adalah suatu
cara melakukan sesuatu, terutama yang berkenaan dengan rencana tertentu.
Secara istilah (terminologi) da‟wah dirumuskan oleh para Ulama dengan rumusan yang berbeda-
beda diantara mereka dan dengan perspektif yang berbeda pula, diantaranya sebagai berikut:
1. Prof. H.M. Thoha Yahya Umar, membagi pengertian dakwah menjadi dua bagian yakni,
dakwah secara umum dan dakwah secara khusus. Secara umum dakwah adalah ilmu
pengetahuan yang berisi cara-cara dan tuntutan bagaimana seharusnya menarik perhatian
manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu ideologi dan pendapat dan
pekerjaan tertentu. Sementara itu, secara khusus dakwah adalah mengajak manusia
dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk
kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat.[6]
2. Syaikh Ali Mahfudz menyatakan bahwa dakwah ialah mendorong (memotivasi) manusia
untuk melakukan kebaikan dan mengikuti petunjuk, memerintahkan mereka berbuat
maʻruf dan mencegahnya dari perbuatan munkar agar mereka memperoleh kebahagiaan
di dunia dan di akhirat.[7]
3. Prof. DR. Muhammad Quraish Shihab, M.A. merumuskan bahwa dakwah adalah seruan
atau ajakan kepada keinsafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik
dan sempurna, baik pada kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat.[8]
4. Wardi Bachtiar menyatakan bahwa dakwah adalah suatu proses atau upaya mengubah
situasi kepada situasi lain yang lebih baik sesuai ajaran Islam.[9]
5. Bakhial Khauli, dakwah adalah satu proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam
dengan maksut memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain.[10]
Dari paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode dakwah adalah suatu cara,
pendekatan, atau proses untuk menyampaikan dakwah yang bersifat menyeru atau mengajak
kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam atau aktivitas penyampaian ajaran agama
Islam dari seseorang kepada orang lain yang dilakukan secara sadar dan sengaja dengan berbagai
cara atau metode yang telah direncanakan dengan tujuann mencari kebahagiaan hidup dengan
dasar keridhaan Allah SWT.
Dakwah adalah ikhtiar, usaha dan perjuangan secara sungguh-sungguh dalam rangka
meningkatkan pemahaman umat terhadap ajaran Islam secara mendalam guna mengubah
pandangn hidup, sikap batin dan perilaku umat yang tidak sesuia dengan ajaran Islam menjadi
sesuai dengan tuntutan syariat agar memperoleh kebahagiaan hidup dunia akhirat.
[1] M.Munir, S.Ag., MA., Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana.2009), h.6.
[3] Hans Wehr, A Dictionary Of Modern Written Arabic (Arabic-English), (ed) J. Milton
Cowan, Cet. ke-3, (Beirut: Maktabah Lubnan, 1980), h. 1002.
[6] Prof. H.M. Thoha Yahya Umar, MA, Ilmu Dakwah, (Jakarta: CV. al-Hidayah, 2002), h.7.
[7] Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah, (Jakarta: PT Mitra
Cahaya Utama, 2006), h. 10.
[8] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat , (Bandung: Mizan, 1992).h.194.
[9] Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997), h, 31.
[10] Ghazali Darussalam, Dinamika Ilmu Dakwah Islamiyah, (Malaisiya: Nur Niaga, 1996), h.5.
A. Definisi Dakwah
Dakwah artinya: Penyiaran, propaganda, seruan untuk mempelajari dan mengamalkan
ajaran agama. Dakwah juga berarti suatu proses upaya mengubah suatu situasi kepada situasi lain
yang lebih baik sesuai ajaran Islam atau proses mengajak manusia kejalan Allah Subhanahu wa
Ta‟ala, yaitu agama Islam.
Menurut Al-Qur‟an, dakwah adalah : Menyampaikan kebenaran di jalan Allah Subhanahu
wa Ta‟ala dengan metode
Propaganda, mengajak atau menyampaikan sesuatu dapat disebut dakwah jika metode
yang digunakan sesuai dengan ayat di atas, yaitu; Bilhikmah dan Mau‟idzah Hasanah.
Sedangkan yang menetukan hasil dari dakwah adalah Allah Subhanahu wa Ta‟ala.
Sedangkan kata dakwah menurut pendapat para ahli ulama adalah :
1. Menurut Syeh Al-babiy al-khuli, dakwah adalah upaya memindahkan situasi manusia kepada
situasi yang lebih baik.
2. Pendapat Syekh Ali Mahfudz,
“dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk,
menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka
mendapatkebahagiaan di dunia dan akhirat”
Maka, dari pernyataan diatas, dapat saya disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu ajakan
untuk mengajak umatnya untuk melakukan hal yang baik atau mendekatkan diri kepada allah.
Artinya :
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu, dengan cara hikmah, pelajaran yang baik dan berdiskusilah
dengan mereka dengan cara yang baik pula. Sesunggguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jaanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang
orang yang mendapat petunjuk”
Ayat ini mennjelaskan, sekurang kurangnya ada tiga cara atu metode dalam dakwah,
yakni Mau’idzatil Hasanah dan Metode
M etode Dakwah Al -H ikmah, M etode Dakwah Al -
Dakwah Al -Mu jadalah Bil L ati Hi ya Ahsan. Ketiga metode dakwah dapat dipergunakan sesuai
dengan objek yang dihadapi oleh seorang da‟I atau da‟iyah di medan dakwahnya.
a) Metode Dakwah Al-Hikmah
Dakwah AL-Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu
melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan
dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan
kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang
dilakukan atas dasar persuasif.
Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah Ilallah ta'ala oleh Said bin Ali bin wahif al-Qathani
diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain:
Menurut bahasa:
adil, ilmu, sabar, kenabian, Al-Qur'an dan Injil
memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan
ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama
obyek kebenaran(al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal
pengetahuan atau ma'rifat.
Menurut istilah Syar'i:
valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya,
wara' dalam Dinullah, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas
dan tepat.
Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa al- hikmah adalah merupakan kemampuan da‟I
dalam memilih dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad‟u. di samping itu
juga, al-hikmah merupakan kemampuan da‟I dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta
realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu, al-
hikmah adalah sebagai sebuah system yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis
dalam dakwah.
Dalam dunia dakwah, hikmah adalah salah satu penentu sukses tidaknya kegiatan
dakwah. Dalam menghadapi mad‟u yang beragam tingkat pendidikan strata social dan latar
belakang budaya, para da‟I memerlukan hikmah sehingga materi dakwah yang disampaikan
mampu masuk ke ruang hati para mad‟u dengan tepat. Oleh karena itu para da‟I dituntut untuk
mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide
yang diterima dapat dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya. Di
samping itu, da‟I juga akan berhadapan dengan realitas perbedaan agama dalam masyarakat yang
heterogen. Kemampuan da‟I untuk bersifat objektif terhadap umat lain, berbuat baik dan bekerja
sama dalam hal-hal yang dibenarkan agama tanpa mengorbankan keyakinan yang ada pada
dirinya adalah bagian dari hikmah dalam dakwah.
Da‟i yang sukses biasanya berkat dari kepiawaannya dalam memilih kata. Pemilihan kata
adalah hikmah yang sangat diperlukan dalam dakwah. Da‟I tidak boleh hanya sekedar
menyampaikan ajaran agama tanpa mengamalkannya. Seharusnya da‟I adalah orang yang
pertama yang mengamalkan apa yang diucapkannya. Kemampuan da‟I untuk mrnjadi contoh
nyata umatnya dalam bertindak adalah hikmah yang seharusnya tidak boleh ditinggalkan oleh
seorang da‟i. dengan amalan nyata yang bisa langsung dilihat oleh masyarakatnya, para da‟I
tidak terlalu sulit untuk harus berbicara banyak, tetapi gerak dia adalah dakwah yang jauh lebih
efektif dari sekedar berbicara.
Hikmah merupakan suatu term karakteristik metode dakwah sebagaimana termaktub
dalam QS. An- Nahl ayat 125. Ayat teersebut mengisyaratkan pentingnya hikmah untuk menjadi
sifat dari metode dakwah dan betapa pentingnys dakwah mengikuti langkah-langkah yang
mengandung hikmah. Ayat tersebut seolah-olah menunjukkan metode dakwah praktis kepada
para da‟I yang mengandung arti mengajak manusia kepada jalan yang benar dan mengajak
manusia untuk menerima dan mengikuti petunjuk agama dan akidah yang benar. Ayat tersebut
juga mengisyaratkan bahwa mengajak manusia kepada hakikat yang murni dan apa adanya tidak
mungkin dilakukan tanpa melalui pendahuluan atau tanpa mempertimbangkan iklim dan medan
kerja yang sedang dihadapi.
Dengan demikian jika hikmah dikaitkan dengan dunia dakwah, maka ia merupakan
peringatan kepada para da‟I untuk tidak menggunakan satu bentuk metode saja. Sebaliknya,
mereka harus menggunkan berbagai macam metode sesuai dengan realitas yang dihadapi dan
sikap masyarakat terhadap Islam. Sebab sudah jelas, dakwah tidak akan berhasil jika metode
dakwahnya monoton. Ada sekelompok orang yang hanya memerlukan iklim dakwah yang penuh
gairah dan berapi-api, sementara kelompok yang lain memerlukan iklim dakwah yang sejuk.
Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimiliki oleh seor ang da‟I dalam berdakwah.
Karena dari hikmah ini akan lahir kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam menerapkan langkah-
langkah dakwah baik secara metodologis maupun praktis. Kesimpulannya hikmah bukan hanya
sebuah pendekatan satu metode, akan tetapi kumpulan beberapa pendekatan dalam sebuah
metode. Dalam dunia dakwah: hikmah bukan hanya berarti “mengenal strata mad‟u” akan
tetapi juga “Bila harus bicara, bila harus diam”. Hikmah bukan hanya “mencari titik temu”
tetapi juga “toleran yang tanpa kehilangan sibghah”. Hikmah bukan hanya dalam kontek
“memilih kata yang tepat” tetapi juga “cara berpisah”. Dan akhirnya hikmah adalah uswatun
hasanah serta lisanul hal.
b) Metode Dakwah Al-
Mau’idzatil Hasanah
Term mau‟idzah hasanah dalam perspektif dakwah sangat popular, bahkan dalam acara-acara
seremonial keagamaan seperti mauled Nabi dan Isra Mi‟raj. Istilah mau‟idzah hasanah mendapat
porsi khusus dengan arti “acara yang ditunggu-tunggu” yang merupakan inti acara dan biasanya
menjadi salah satu target keberhasilan suatu acara. Namun demikian agar tidak menjadi salah
paham, maka di sini akan dijelaskan pengertian mau‟idzah hasanah.
Secara bahasa mau‟idzah hasanah terdiri dari dua kata yaitu mau‟idzah dan hasanah. Kata
mau‟idzah berasal dari bahasa Arab yaitu wa‟adza – ya‟idzu – wa‟dzan yang berarti nasihat,
bimbingan, pendidikan dan peringatan.
Adapun secara terminology, ada beberapa pengertian di antaranya:
1. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh Hasanuddin adalah sebagai
berikut: Al-Mau‟idzatil hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi
mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau
dengan al-Quran.
2. Menurut Abdul Hamid Al-Bilali; mau‟idzatil hasanah merupakan salah satu metode dalam
dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan cara memberikan nasihat atau membimbing
dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.
3. Menurut Ibnu Syayyidiqi; memberi ingat kepada orang lain dengan fahala dan siksa yang dapat
menaklukkan hati.
Dari beberapa definisi di atas, metode mau‟idzah hasanah terdiri dari beberapa bentuk, di
antaranya: nasehat , tabsyir watanzir , dan wasiat
1) Nasehat atau petuah
Nasehat adalah salah satu cara dari al-mau;izah al-hasanah yang bertujuan
mengingatkanbahwa segala perbuatan pasti ada sangsi dan akibat. Secara terminology Nasehat
adalah memerintah atau melarang atau mmenganjurkan yang dibarengi dengan motivasi dan
ancaman. Sedangkan , pengertian nasegat dalam kamus besar Bahsa Indonesia Balai Pustaka
adalah memberikan petunjuk kepada jalan yang benar.
Perintah saling menasehati ini dapat kita lihat pada beberapa ayat alqur‟an di antaranya :
a. Surat al-Ashr ayat 1-3
artinya:
“Demi masa sesungguhnya manusia itu dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman yang
mengerjakan amal saleh dan saling menasehati tentang kebenaran serta menasehati tentang
kesabaran”
b. Surat An-Nahl ayat 125
Artinya :
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu, dengan cara hikmah, pelajaran yang baik dan berdiskusilah
dengan mereka dengan cara yang baik pula. Sesunggguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jaanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang
orang yang mendapat petunjuk”
2) Tabsyir watanzir
Tabsyir secara bahasa berasal dari kata basyara yang mempunyai arti memperhatikan/
merasa senang. Tabsyir dalam istilah dakwah adalah penyampaian dakwah yang berisi kabar-
kabar yang menggembirakan bagi orang orang yang mengikuti dakwah.
Tujuan tabsyir :
a. Menguatkan atau memperkokoh keimanan
b. Memberikan harapan
c. Menumbuhkan semangat untuk beramal
d. Menghilangkan sifat keragu-raguan
Tandzir atau indzar menurut istilah dakwah adalah penyampaian dakwah dimana isinya
berupa peringatan terhadap manusia tentang adanya kehidupan akhirat dengan segala
konsekuwensinya.
3) Wasiat
Secara etimologi kata wasiat berasal dari bahasa arab ,yang terambil dari kata Washa-
Washiya-Washiyatan yang berarti pesan penting. Wasiat dapat dibagi menjadi Dua kategori,
yaitu :
a. Wasiat orang yang masih hidup kepada orang yang masih hidup, yaiitu berupa ucapan, pelajaran
atau arahan tentang sesuatu.
b. Wasiat orang yang telah meninggal (ketika menjelang ajal tiba) kepada orang yang masih hidup
berupa ucapan atau berupamharta benda warisan.
Oleh karena itu , pengertian wasiat dalam konteks dakwah adalah : ucapan berupa arahan
(taujih), kepada orang lain (mad‟u), terhadap sesuatu yang belum dan akan terjadi (amran
sayaqa mua‟yan).
Wasiat diberik an apabila da‟I telah mampu membawa mad‟u dalam memahami seruannya
atau disaat memberikan kata terakhir dalam dakwahnya (tabliq). Wasiat adalah salah satu model
pesan dalam perspektif komunikasi, maka seorang da‟I harus mampu memenej
kesan(management impression) mad‟u setelah menerima saruan dakwah. Sehingga wasiat yang
diberikan mampu mempunyai efek positif bagi mad‟u. efek wsiat terhadap mad‟u antara lain :
a. Memberdayakan daya nalar intelektual mad‟u untuk memahami ajaran islam
b. Membangun daya ingat mad‟u secara kontinu, karena ada persoalan agama yang sulit di analisa
c. Mengembalikan umat atau mad‟u kepada eksitensi ajaran islam
d. Membangun nilai-nilai kesabaran, kasih sayang dan kebenaran bagi kehidupan mad‟u atau umat.
Dari beberapa pengertian di atas, istilah mau‟idzah hasanah akan mengandung arti kata-kata
yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh
kelembutan, tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-
lembutan dalam menasihati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu
yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman.
c) Metode Dakwah Al-Mujadalah Bil Lati Hiya Ahsan
Dari segi etimology lapadz mujadalah diambil dari kata jadala yang artinya memintal,
melilit. Apabila ditambahkan alif pada huruf jim yang mengikuti wazan faala menjadi jaadala
dapat bermakna berdebat. Berarti arti mujadalah mempunyai pengertian perdebatan.
Kata jadala dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Orang
yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk menyakinkan lawannya dengan
menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.
Dari segi istilah terdapat beberapa pengertian al- mujadalah (al-hiwar). Al-mujadalah berarti
upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa adanya suasana yang
mengharuskan lahirnya permusuhan di antara keduanya.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan mujadalah
adalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak
melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan
memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.
Demikianlah pengertian tentang tiga prinsip metode tersebut. Selain metode tersebut Nabi
Muhammad Saw bersabda :
“Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu,
ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah
selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ].
Selain dari metode tersebut, metode yang lebih utama lagi adalah bil , yaitu
uswatun hasanah
dengan memberi contoh prilaku yang baik dalam segala hal. Keberhasilan dakwah Nabi
Muhammad SAW banya ditentukan oleh akhlaq belia yang sangat mulia yang dibuktikan dalam
realitas kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Seorang muballigh harus menjadi teladan yang
baik dalam kehidupan sehar-hari.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.”
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung”
“ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Dalam berdakwah harus memiliki kekuatan, bagaikan pohon yang berakar bukan pohon
yang rapuh
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
it”.
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke lang
“ pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat ”.
“ Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan
akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dap at tetap (tegak) sedikitpun”.
“ Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan
memperbuat apa yang Dia kehendaki”.
Dalam berdakwah perlu di susun barisan atau organusasi
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang
teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”.
“ Demi (rombongan) yang bershaf-shaf dengan sebenar-benarnya, dan demi (rombongan) yang
melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan ma`siat), dan demi (rombongan)
yang membacakan pelajaran”.
Dakwah bukan masalah yang gampang, oleh sebab itu sedikit sekali orang yang sungguh-
sungguh dalam berdakwah
“ Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai
keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali
sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan
orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka,
dan mereka adalah orang-orang yang berdosa”.
“ Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan, dan Allah mengetahui apa yang kamu
lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan”.
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang
keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
“ Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap
mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan
Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka
disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah
orang-orang yang fasik ”.
“ Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfa`at bagi
orang-orang yang beriman”.
Dalam berdakwah hendaknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni`mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus
kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan
mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah), serta
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”.
“ Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat
memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia
kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan Yang
Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”.
Dalam berdakwah tidak boleh memaksa
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat
yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
“ Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi
seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-
orang yang beriman semuanya”.
Dalam berdakwah tidak boleh terlalu berharap, bahwa yang didakwahi pasti mengikuti
dan beriman
“ Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman --walaupun kamu sangat
menginginkannya”.
“ Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk
orang-orang yang musyrik ".
Sebagian manusia ti dak memperdu li kan dahwah/ ajakan kembali kepada ayat-ayat Al lah
“ Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang
mengambil pelajaran?
“ Allah telah mengunci-mati hati dan pendenga ran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Da n
bagi mereka siksa yang amat berat.”
“ Dan tak ada suatu ayatpun dari ayat-ayat Tuhan sampai kepada mereka, melainkan mereka
selalu berpaling daripadanya (mendustakannya).”
“ Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini, Upahku tidak lain hanyalah
dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan (nya)?"
“ Katakanlah: "Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan risalah
itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada
Tuhannya.”
“ Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman
dan mengerjakan amal saleh. Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas
seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan". Dan siapa yang mengerjakan kebaikan
akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”
Tantangan dalam berdakwah
“ Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka
berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al Qur'an)”.
“ Dan sesungguhnya dalam Al Qur'an ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan), agar
mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari
(dari kebenaran).”.
“ Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada manusia dalam Al Qur'an ini tiap-tiap
macam perumpamaan, tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari (nya)”.
“ Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu
menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat
keberuntungan."
“ Dan mereka berkata: "Mengapa ia tidak membawa bukti kepada kami dari Tuhannya?" Dan
apakah belum datang kepada mereka bukti yang nyata dari apa yang tersebut di dalam kitab-
kitab yang dahulu?
Artinya :
“Dia (Muhammad) bermuka musam dan berpaling, Karena karena telah dating seorang buta
kepadanya.”
5. Tidak memungut imbalan
Ada perbedaan pendapat tentang dibolehkannya ataupun dilarang dalam memungut biaya
atau dalam bahasa lain memasang tariff , dalam hal ini berpendapat menjadi 3 kelompok:
a. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa memungut imbaan dalam berdakwah hukumnya haram
secara mutlak, baik dengan perjanjian sebelumnya ataupun tidak.
b. Al-Hasan Al-Basri, Ibn Sirin, Al-Sya‟ibi dkk. Mereka berpendapat boleh hukumnya memungut
bayarab dalam berdakwah tapi harus di adakan perjanjian terlebih dahulu.
c. Imam Malik bin Anas & Imam Syafei, memperbolehkan memungut biaya atau imbalan dalam
menyebarkan ajaran islam baik ada perjanjian sebelumnya maupun tidak
Perbedaan pendapat dari para ulama terjadi Karena banyaknya teks-teks Al-Qur‟an yang
menjadi sumber etika sehingga muncul perbedaaan dalam penafsiran dan pemahamannya.
6. Tidak mengawani pelaku maksiat
Berkawan dengan pelaku maksiat ini di khawatirkan akan berdampak buruk. Karena
orang bermaksiat itu beranggapan bahwa seakan-akan berbuat maksiat direstui oleh dakwah,
pada sisi lain integritas seorang da‟I akan berkurang.
7. Tidak menyampaikan hal hal yang tidak diketahui
Da‟I yang menyampaikan suatu hokum, sementara ia tidak mengetahui, hokum itu pasti
akan menyesatkan umat. Seorang juru dakwah tidak boleh asal menjawab pertanyaan orang
menurut seleranya sendiriyang tanpa ada dasar hukumnya.
Daftar Pustaka
- Rosyid. “Dakwah Kontemporer”. http://forperadaban.blogspot.com/ di akses tanggal
30/01/2012
- www.uinsuska.info/dakwah/attachments/093_08metodedakwah .pdf (25 Januari 2012)