Anda di halaman 1dari 4

APA ITU PERJANJIAN PRA NIKAH

Perjanjian Pra Nikah (PPN) atau disebut juga dengan prenuptial agreement adalah sebuah perjanjian
yang dibuat oleh pasangan calon pengantin sebelum menikah. Dalam perjanjian ini, pasangan akan
menetapkan peraturan dan persyaratan yang berkaitan dengan harta kekayaan mereka selama dan
setelah pernikahan. Perjanjian Pra Nikah dapat berisi ketentuan tentang bagaimana aset atau harta yang
dimiliki oleh masing-masing pihak akan dikelola dan dibagi jika terjadi perceraian atau kematian salah
satu pasangan. Dalam hal ini, PPN bertujuan untuk melindungi kepentingan masing-masing pihak dan
mencegah konflik di masa depan.

Perjanjian Pra Nikah harus memenuhi persyaratan yang telah diatur oleh undang-undang. Misalnya,
perjanjian tersebut harus dibuat secara sukarela, tidak merugikan salah satu pihak, dan tidak
bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku. Selain itu, Perjanjian Pra Nikah juga harus
dibuat secara tertulis dan dilakukan di hadapan notaris untuk memastikan legalitasnya.

Sebelum membuat Perjanjian Pra Nikah, disarankan untuk berkonsultasi dengan pengacara atau notaris
terlebih dahulu untuk memastikan bahwa isi perjanjian tersebut memenuhi persyaratan hukum dan
melindungi kepentingan masing-masing pasangan.

DASAR HUKUM PERJANJIAN PRA NIKAH

Dasar hukum Perjanjian Pra Nikah diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, yang menyatakan bahwa "Pernikahan dilandaskan atas persetujuan kedua belah
pihak yang akan melangsungkan perkawinan secara sah menurut hukum masing-masing dan dengan
ditandatanganinya Akta Nikah oleh keduanya serta dibenarkan oleh pegawai pencatat perkawinan yang
berwenang."

Selain itu, Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga menyatakan
bahwa "Hak-hak dan kewajiban suami-istri serta harta benda yang menjadi kekayaan bersama diatur
dengan perjanjian perkawinan yang dibuat secara tertulis di hadapan pejabat pencatat perkawinan pada
waktu sebelum perkawinan dilangsungkan."

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut, Perjanjian Pra Nikah dapat sah secara hukum jika
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh undang-undang, seperti dibuat secara tertulis,
dihadapan pejabat pencatat perkawinan yang berwenang, dan tidak bertentangan dengan ketentuan
hukum yang berlaku.

Selain itu, Pasal 1338 KUH Perdata juga menyatakan bahwa "Suatu perjanjian dibuat secara sah apabila
dibuat dengan kesepakatan para pihak yang berkepala sehat, atas dasar kebebasan untuk membuat
perjanjian itu, tidak bertentangan dengan undang-undang, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan
dan ketertiban umum."

Oleh karena itu, Perjanjian Pra Nikah harus memenuhi persyaratan hukum yang telah diatur dalam
undang-undang dan tidak merugikan salah satu pihak serta tidak bertentangan dengan norma-norma
hukum yang berlaku agar sah secara hukum.
FORMAT PERJANJIAN PRA NIKAH

Pada hari (……….), bulan (……….), tahun (……….) di (……….) telah dibuat perjanjian sebelum menikah oleh
dan antara :

Nama :

Alamat :

Tempat/Tanggal lahir :

Nomor KTP :

Untuk selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA

Nama :

Alamat :

Tempat/Tanggal Lahir :

Nomor KTP :

Untuk selanjutnya disebut PIHAK KEDUA

Bahwa antara para pihak telah terdapat kesepakatan untuk melangsungkan perkawinan dan untuk itu
para pihak telah setuju dan mufakat untuk membuat perjanjian kawin dengan memakai syarat-syarat
dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

PASAL 1
PEMISAHAN HARTA BENDA PERKAWINAN

Bahwa antara suami dan istri tidak terdapat persatuan harta benda, persatuan untung rugi, persatuan
hasil dan pendapatan dan lain persatuan dengan nama apa pun.

PASAL 2
HARTA BAWAAN

Bahwa harta benda yang dimiliki dan dibawa masing-masing pihak pada saat perkawinan belum
dilangsungkan dan/atau yang diperoleh pada kemudian hari karena hibah, warisan, hibah wasiat, atau
karena apa pun tetap menjadi milik pihak yang memiliki atau memperolehnya.

PASAL 3
HAK PENGUASAAN HARTA BENDA

(1)   Bahwa PIHAK KEDUA tetap mempunyai hak penguasa dan pengurusan terhadap harta bendanya,
baik yang tetap maupun bergerak, serta dengan bebas mempergunakan penghasilannya yang diperoleh
karena apa pun.

(2)   Selanjutnya, sepanjang diperlukan, dengan ini diberi kuasa tidak dapat ditarik kembali oleh PIHAK
PERTAMA untuk melakukan segala tindakan pengurusan dan pemilikan itu dengan tanpa bantuan PIHAK
PERTAMA.
PASAL 4
HAK-HAK PARA PIHAK

(1) Kekayaan dan hutang dari para pihak yang terjadi sebelum atau sesudah perkawinan dilangsungkan,
tetap menjadi hak atau kewajiban masing-masing.

(2) PIHAK KEDUA dapat mengurus dan mempertahan kan haknya, baik dalam tindakan pengurusan
maupun dalam tindakan pemilikan untuk mengurus, menguasai sendiri harta bendanya, baik yang
bergerak, maupun yang tidak bergerak, dan penikmatan secara bebas dari penghasilannya.

(3) Untuk hal-hal tersebut di atas, sepanjang diperlukan dengan ini pihak kedua telah diberi kuasa dan
persetujuan oleh PIHAK PERTAMA.

PASAL 5
BIAYA-BIAYA

(1) Biaya-biaya untuk keperluan rumah tangga, untuk mendidik dan memelihara anak-anak yang
dilahirkan dari perkawinan mereka dipikul oleh PIHAK PERTAMA.

(2) Pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan tersebut diatas yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA,
dianggap telah dilakukan dengan persetujuan dari PIHAK PERTAMA.

(3) Hutang-hutang maupun tagihan-tagihan dari pihak lain yang timbul dari biaya-biaya tersebut di atas,
harus ditanggung dan wajib dibayar oleh PIHAK PERTAMA, dan PIHAK KEDUA tidak dapat ditagih atau
digugat mengenai hal tersebut.

PASAL 6
KEWAJIBAN TERHADAP ANAK

(1) Bahwa kedua belah pihak sepakat untuk memberikan perhatian yang baik terhadap tumbuh kembang
anak.

(2) Bahwa kedua belah pihak sepakat untuk memberikan waktu yang seimbang terhadap anak.

(3) Bahwa kedua belah pihak sepakat untuk menerapkan prinsip-prinsip umum sebagaimana diatur
dalam Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.

PERUBAHAN PERJANJIAN

PASAL 7

Bahwa perubahan perjanjian hanya dapat dilakukan atas persetujuan kedua belah pihak.

PASAL 8

Bahwa perubahan perjanjian hanya dimungkinkan terhadap ketentuan yang belum diatur dalam
perjanjian ini serta tidak bertentangan dengan hukum.

PASAL 9

Bahwa perubahan perjanjian tersebut bersifat penambahan, sehingga akan melekat terhadap perjanjian
ini.
PASAL 10
PENYELESAIAN PERSELISIHAN

(1) Bahwa apabila terjadi perselisihan mengenai isi dan penafsiran dari perjanjian ini, kedua belah pihak
sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah dan mufakat.

(2) Bahwa apabila penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut gagal, kedua belah pihak
sepakat untuk menunjuk satu atau lebih mediator.

(3) Bahwa mediator berjumlah ganjil yang jumlahnya sekurang-kurangnya satu dan sebanyak-banyaknya
lima.

(4) Bahwa pengaturan tentang mediasi akan diatur dalam perjanjian lain yang melekat pada perjanjian
ini.

(5) Bahwa pengaturan tentang mediasi dapat dilakukan pada waktu terjadinya perselisihan.

Demikian perjanjian ini dibuat dengan itikad baik tanpa ada paksaan dari pihak manapun juga, dan
apabila ternyata terdapat ketidaksesuaian dalam perjanjian ini yang menimbulkan suatu perselisihan di
kemudian hari, maka kedua belah pihak sepakat untuk memilih domisili hukum yang umum sebagai
tempat penyelesaian perselisihan.

Lokasi dan tanggal:

(Tempat Tanggal Pembuatan Perjanjian)

Para Pihak:

(Nama Lengkap Calon Suami) (Nama Lengkap Calon Istri)

(………………..) (………………..)

Anda mungkin juga menyukai