Anda di halaman 1dari 102

PEWARISAN DALAM HUKUM

TANAH, SEPERTI APA?


Dr. UDIN NARSUDIN, SH., M.HUM., SpN.
• UDIN NARSUDIN
• S-1 UNPAS BANDUNG
• NOTARIAT UI-DEPOK
• S-2 HUKUM BISNIS UGM-YOGYA
• S-3 UNPAD-BANDUNG
• Pekerjaan:
• -Notaris dan PPAT di Kota Tangsel
• -Dosen MKn UNS Solo
• -Dosen MKn UNPAS Bandung.
• Pengertian Agraria menurut UUPA :
• 1. Dapat berarti luas
• Diatur dalam pasal 1 ayat 2 yang meliputi bumi, air, dan ruang Angkasa.
• a. bumi (pasal 1 ayat4 UUPA) meliputi:
• - permukaan bumi
• - tubuh bumi dan bawahnya
• - tubuh bumi, yang berarti dibawah air
• b. Pengertian air (pasal 1 ayat 5 UUPA) meliputi:
• - perairan pedalaman
• - laut wilayah Indonesia
• hal tersebut diatas diatur dalam Pasal 1 ayat 4,5 UUPA
• c. Pengertian ruang angkasa (pasal 1 ayat 6), adalah ruang diatas bumi
serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya (UU No. 7 tahun 1967
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan)
• 2. dalam arti sempit diatur dalam pasal 4 ayat 1 UUPA yaitu " Tanah "
dalam pasal 4 ayat 1 ditentukan, bahwa adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi yang disebut tanah tersebut.
• Jadi pengertian agraria dalam arti sempit adalah permukaan bumi yang
disebut tanah.
• Hierarkhi Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah dalam Hukum Tanah nasional
adalah:
• 1. Hak Bangsa Indonesia atas tanah
• 2. Hak menguasai dari Negara atas tanah
• 3. Hak ulayat masyarakat hukum adat
• 4. Hak-hak perseorangan, meliputi:
• a. Hak-hak atas tanah
• b. Wakaf tanah hak milik
• c. Hak jaminan atas tanah (hak tanggungan)
• d. Hak Milik atas satuan rumah susun.
• Pasal 2 ayat (2) UUPA berkaitan dengan Hak Mengauasai Negara yaitu :
• -Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;
• -Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
• -Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.
• Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 yat (1)
UUPA : “Atas dasar hak menguasai dari negara yang dimaksud dalam Pasal
2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang
disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang,
baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-
badan hukum”.
• Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada yang
mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah
yang di hak-i nya.
• Kata “menggunakan” mengandung pengertian bahwa hak atas tanah
digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan, misalnya rumah,
pabrik, gudang dst.
• Kata “mengambil manfaat” mengandung pengertian bahwa hak atas tanah
digunakan untuk kepentingan bukan mendirikan bangunan, misalnya
pertanian, perikanan, perkebunan dsb.
• Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh
pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi 2 yaitu :
• 1. Wewenang umum, wewenang yang besifat umum, yaitu pemegang hak
atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya,
termasuk juga tubuh bumi, air, dan ruang yang ada diatasnya sekedar
diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah didalam batas-btas menurut UUPA dan peraturan-
peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
• 2. Wewenang Khusus, yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai
wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas
tanahnya. Hak Milik untuk pertanian dan/atau mendirikan bangunan, HGU
untuk keperluan pertanian dst, HGB untuk perumahan dst.
• Hak-hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA
dijabarkan dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, yaitu :
• 1. Hak Milik ;
• 2. Hak Guna Usaha ;
• 3. Hak Guna Bangunan ;
• 4. Hak Pakai ;
• 5. Hak Sewa untuk Bangunan ;
• 6. Hak membuka Tanah ;
• 7. Hak memungut hasil hutan ;
• 8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tsb diatas tanah yang
akan ditetapkan dengan UU, serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai
yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA.
• Hak-Hak atas tanah yang bersifat sementara disebutkan macamnya dalam
Pasal 53 UUPA, yaitu :
• 1. Hak Gadai ;
• 2. Hak Usaha Bagi Hasil ;
• 3. Hak Menumpang ;
• 4. Hak Sewa Tanah Pertanian ;
• Hak Atas Tanah yang disebutkan dalam Pasal 16 UUPA dan Pasal 53 UUPA
dikelompokkan menjadi 3 bidang :
• 1. Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu hak-hak atas tanah ini akan
tetap ada atau berlaku selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut
dengan UU yang baru. Macam hak atas tanah ini adalah HM, HGU, HGB,
Hak Pakai, Hak Sewa Bangunan, Hak Membuka Lahan, dan Hak Memungut
Hasil Hutan.
• 2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan UU, yaitu hak atas tanah
yang akan lahir kemudian yang akan ditetapkan dengan UU. Macam hak
atas tanah ini belum ada.
• 3. Hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu hak atas tanah yang
bersifat sementara, dalam waktu yang singkat yang akan dihapuskan
dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, mengandung sifat feodal,
dan bertentangan dengan jiwa UUPA. Macam hak atas tanah ini adalah hak
gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak sewa tanah
pertanian.
• Sistem dalam UUPA bersifat terbuka, artinya masih terbuka peluang adanya
penambahan macam hak atas tanah selain yang ditentukan dalam Pasal 16
ayat (1) UUPA dan Pasal 53 UUPA.
• Hal tersebut dapat disimpulkan secara implisit dari Pasal 16 ayat (1) UUPA
yang mengatakan bahwa hak-hak lain yang akan ditetapkan dengan UU.
• Berdasarkan asal tanahnya, hak atas tanah dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu :
• 1. Hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu hak atas tanah yang berasal
dari tanah negara. Macam-macam tanah tersebut adalah HM, HGU, HGB
atas tanah negara, dan Hak pakai atas tanah negara.
• 2. Hak atas tanah yang bersifat sekunder, yaitu hak atas tanah yang berasal
dari tanah pihak lain. Macamnya adalah HGB atas tanah Hak pengelolaan,
HGB atas tanah Hak Milik, Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai
atas tanah Hak Milik, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Gadai, Hak Guna
Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
• Ada 2 cara perolehan hak atas tanah oleh seseorang atau Badan Hukum,
yaitu :
• 1. Hak atas tanah diperoleh secara original, yaitu hak atas tanah diperoleh
seseorang atau badan hukum untuk pertama kalinya.
• Macam-macam hak atas tanah ini adalah :
• -Hak Milik, HGU, HGB, Hak Pakai yang terjadi atas tanah negara
• -Hak Milik, HGB, dan Hak Pakai yang berasal dari tanah hak Pengelolaan
• -Hak Milik yang diperoleh dari perubahan HGB
• -HGB yang diperoleh dari perubahan HM
• -HM yang terjadi menurut hukum adat
• -HM yang terjadi atas tanah yang berasal dari eks tanah milik adat.
• 2. Hak atas tanah yang diperoleh secara derivatif, yaitu hak atas tanah tang
diperoleh seseorang atau badan hukum secara turunan dari hak atas tanah
yang dimiliki atau dikuasai pihak lain.
• Macam-macam hak atas tanah ini adalah :
• -seseorang atau badan hukum membeli tanah hak pihak lain
• -seseorang atau badan hukum mendapatkan hibah tanah hak pihak lain
• -seseorang atau badan hukum melakukan tukar menukar tanah hak
dengan pihak lain.
• -seseorang yang mendapatkan warisan berupa tanah hak dari orang
tuanya
• -seseorang atau badan hukum memperoleh tanahnya melalui lelang.
• Dalam Peraturan Perundang-undangan ada 4 cara terjadinya hak atan
tanah, yaitu :
• 1. Hak atas tanah terjadi menurut hukum adat.
• Hak atas tanah yang terjadi menurut hukum adat adalah hak milik.
Terjadinya hak milik ini melalui pembukaan tanah dan lidah tanah
(aanslibbing).
• Pembukaan tanah adalah pembukaan hutan yang dilakukan secara
bersama-sama oleh masyarakat hukum adat yang dipimpin oleh
Kepala/Ketua adat. Selanjutnya Kepala/Ketua adat membagikan hutan
yang sudah dibuka tersebut untuk pertanianatau bukan pertanian kepada
masyarakat hukum adat.
• Lidah tanah (aanslibbing) adalah pertumbuhan tanah di tepi sungai, danau
atau laut. Tanah yang tumbuh demikian ini menjadi kepunyaan orang yang
memiliki tanah yang berbatasan, karena pertumbuhan tanah tersebut
sedikit banyak terjadi karena usahanya. Dengan sendirinya terjadinya hak
milik secara demikian ini juga melalui suatu proses pertumbuhan yang
memakan waktu.
• Lidah tanah (aanslibbing) adalah tanah yang timbul atau muncul karena
berbeloknya arus sungai atau tanah yang timbul di tepi pantai. Tanah ini
berasal dari endapan lumpur yang makin lama makin meninggi dan
mengeras. Timbulnya tanah ini bukan karena kesengajaan dari seseorang
atau pemilik tanah yang berbatasan, melainkan terjadi secara alamiah.
Dalam hukum adat lidah tanah yang tidak begitu luas menjadi hak bagi
pemilik tanah yang berbatasan.
• 2. Hak Atas tanah terjadi karena Penetapan Pemerintah
• Hak atas tanah yang terjadi disini tanahnya semula berasal dari tanah yang
dikuasai langsung oleh negara.
• Hak atas tanah ini terjadi melalui permohonan pemberian hak atas tanah negara.
Menurut Pasal 1 ayat (8) PMA/Kepala BPN Nomor 9/999, yang dimaksud
pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah yang memberikan
suatu hak atas tanah negara, perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak,
perubahan hak, termasuk pemberian hak di atas Hak Pengelolaan.
• Hak atas tanah yang terjadi karena Penetapan Pemerintah yaitu : HM yang berasl
dari tanah negara, HM yang berasal dari tanah Hak Pengelolaan, HGU, HGB yang
berasal dari Hak Pengelolaan, Hak Pakai yang berasal dari tanah Hak
pengelolaan, Perpanjangan Jangka waktu HGU, HGB dan Hak Pakai atas tanah
negara, pembaruan HGU, HGB dan Hak pakai atas tanah negara, pembaruan
HGB dan Hak pakai atas tanah Hak Pengelolaan, Perubahan HGB menjadi HM,
Perubhan hak dari HM menjadi HGB.
• Terjadinya hak atas tanah karena penetapan pemerintah diawali oleh
permohonan pemberian hak atas tanah atas tanah negara kepada BPN
setempat. Apabila lengkap BPN akan mengeluarkan Surat Keputusan
Pemberian Hak (SKPH), yang kemudian akan dialnjutkan dengan
penerbitan sertipikat yang didasarkan kepada SKPH dimaksud
• 3. Hak atas tanah terjadi karena ketentuan UU
• Hak atas tanah ini terjadi karena UU lah yang menciptakannya. Hak atas
tanah ini terjadi karena ketentuan UU diatur dalam ketentuan konversi
UUPA.
• Terjadinya hak atas tanah ini atas dasar ketentuan konversi (perubahan
hak) menurut UUPA. Sejak berlakunya UUPA (24 Sept 1960) semua hak
atas tanah yang ada sebelumnya diubah menjadi hak yang diatur dalam
UUPA.
• A.P. Parlindungan menyatakan bahwa konversi adalah penyesuaian hak-hak
atas tanah yang pernah tunduk kepada sistem hukum yang lama, yaitu hak-
hak atas tanah menurut BW dan tanah-tanah yang tunduk pada hukum
adat untuk masuk dalam sistem hak-hak atas tanah menurut ketentuan
UUPA.
• 4. Hak atas tanah terjadi karena pemberian hak
• HGB dan Hak Pakai dapat terjadi pada tanah hak milik. Terjadinya HGB dan
Hak Pakai dibuktikan dengan Akta Pemberian HGB/Hak Pakai atas tanah
Hak Milik yang dibuat dihadapan PPAT. Akta PPAT ini didaftarkan kepada
Kantor Pertanahan Kota/kabupaten.
• Dasar hukumnya, Pasal 37 huruf b, Pasal 41 ayat (1) UUPA, Pasal 24 ayat
(1) dan pasal 44 ayat (1) PP 40 Tahun 1996, Pasal 44 ayat (1) PP 24/1997.
• Subjek hak atas tanah atau pihak-pihak yang dapat memiliki atau
menguasai hak atas tanah ialah :
• 1. Perserorangan
• a. perseorangan atau sekelompok orang secara bersama-sama WNI
• b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia
• 2. Badan Hukum
• a. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
• b. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, misalnya
bank asing yang membuka perwakilan di Indonesia
• c. Badan hukum privat, misalnya PT, Yayasan
• d. Badan hukum publik, misalnya departemen, Pemda.
• Dari aspek jangka waktu pemilikan atau penguasaanya, hak atas tanah
dibagi menjadi 3, yaitu :
• 1. hak atas tanah yang berlaku untuk selama-lamanya (tidak dibatasi jangka
waktunya), yaitu Hak Milik.
• Selama pemegang hk atas tanah tersebut masih memenuhi syarat sebagai
subjek hak milik, maka hak milik tersebut akan tetap berlaku. Sebaliknya
kalau pemegang haknya tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak milik,
maka hak milik tersebut menjadi hapus.
• 2. Hak atas tanah yang berlaku untuk jangka waktu tertentu
• a. HGU, berjangka waktu untuk pertama kali 35 tahun, dapat diperpanjang
25 tahun, dan diperbaharui bisa 35 tahun.
• b. HGB atas tanah negara, berjangka waktu untuk pertama kali 30 tahun,
dapat diperpanjang 20 tahun, dan diperbaharui untuk jangka waktu 30
tahun.
• c. HGB atas tanah Hak Pengelolaan, berjangka waktu untuk pertama
kalinya paling lama 30 tahun, diperpanjang 20 tahun dan diperbaharui 30
tahun. Untuk perpanjangan HGB diatas tanah Hak Pengelolaan harus ada
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang Hak Pengelolaan.
• d. HGB atas tanah HM, berjangka waktu 30 tahun, tidak dapat
diperpanjang jangka waktunya, akan tetapi atas kesepakatan dengan
pemilik tanah bisa diperbaharui.
• e. Hak Pakai atas tanah negara, berjangka waktu pertama kali 25 tahun,
dapat diperpanjang 20 tahun, dan dapat diperbaharui 25 tahun.
• f. Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan, berjangka waktu pertama kali 25
tahun, dapat diperpanjang 20 tahun, diperbaharui 25 tahun, untuk ,
memperpanjang harus mendapat persetujuan pemegang Hak Pengelolaan.
• g. Hak pakai atas tanah Hak Milik, berjangka waktu 25 tahun, tidak dapat
diperpanjang, tetapi atas kesepakatan dapat diperbaharui haknya.
• f. Hak sewa untuk bangunan, jangka waktu hak sewa untuk bangunan
berdasarkan kesepakatan dengan pemilik tanah.
• 3. Hak Atas tanah yang berlaku selama tanahnya digunakan untuk
keperluan tertentu atau pelaksanaan tugasnya.
• Hak atas tanah ini adalah Hak Pakai yang dikuasai oleh lembaga negara,
departemen, lembaga pemerintah non departemen, pemerintah propinsi,
pemerintah Kab/Kota, Perwakilan Negara Asing, Perwakilan Badan
Internasional, badan keamanan dan badan sosial.
•Tanah Negara
• Menurut hukum pertanahan nasional dikenal 3 (tiga) macam status tanah,
yaitu:
a. Tanah Negara, yaitu tanah yang langsung dikuasai oleh Negara;
b. Tanah hak, yaitu tanah yang dipunyai oleh perorangan atau badan
hukum artinya sudah terdapat hubungan hukum yang konkrit Antara
subjek tertentu dengan tanahnya;
c. Tanah ulayat, yaitu tanah dalam penguasaan suatu masyarakat hukum
adat.
• Seringkali dalam pelaksanaan jabatan notaris harus membuat Akta
berkaitan dengan tanah negara, misalnya terkait dengan tanah bekas hak
Guna bangunan, tanah bekas hak Guna usaha, tanah garapan, tanah timbul
(lidah tanah), dst. Oleh Karena itu tentu harus diketahui dulu apa yang
dimaksudkan dengan tanah negara itu sendiri.
• Tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam UUPA dan PP. 40/1996 adalah
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Tanah Negara beda dengan
Tanah Milik Negara. Dalam hal ini juga sangat berbeda dengan Aset Negara
sebagaimana dimaksud dalam UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan
Negara Pasal 1 angka 10 “Barang Milik Negara adalah semua barang yang
dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya
yang sah”.
• Manakala jangka waktu HGB nya habis, sebagaimana Pasal 25 ayat (2) PP.
40/1996, kepada bekas pemegang HGB diberikan kesempatan untuk
mengajukan pembaharuan HGB atas tanah yang sama. Demikian halnya
apabila bekas pemegang HGB tersebut akan “menjual” hak prioritas untuk
memperoleh pembaharuan HGB-nya, maka pembayarannya diberikan
kepada bekas pemegang HGB-nya, dan bukan kepada Negara, karena
bukan asset Negara (bukan barang milik Negara).
• Tanah Garapan adalah tanah negara dan peralihan haknya tidak bisa
dilakukan dengan Akta Pengikatan Jual Beli yang dibuat dihadapan Notaris
atau Akta Jual Beli dihadapan PPAT. Pemegang Tanah Garapan bukan
merupakan pemilik. Bahwa Orang tidak dapat melakukan suatu tindakan
hukum apapun jika tidak ada kewenangan pada dirinya. Ingat asas “nemo
plus juris transfere potest quam habel” artinya tidal seorangpun dapat
mengalihkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain melebihi hak
miliknya atau apa yang dia punyai.
• Pasal 4 yat (1) UUPA : “Atas dasar hak menguasai dari negara yang
dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan
orang-orang lain serta badan-badan hukum”.
Pemegang Hak atas tanah garapan yang merupakan tanah negara bisa
memohonkan hak atas tanah garapan tersebut dengan mengajukan
permohonan hak atas tanah dalam hal ini Tanah Negara diawali dengan
syarat-syarat bagi pemohon.
• Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999
tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak
Pengelolaan menentukan bahwa :
Pemohon hak atas tanah mengajukan permohonan hak milik atas tanah
negara secara tertulis, yang diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor
Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
• Dalam permohonan tersebut memuat keterangan mengenai pemohon,
keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik
serta keterangan lainnya berupa keterangan mengenai jumlah bidang, luas
dan status tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon termasuk bidang tanah
yang dimohon serta keterangan lain yang dianggap perlu.
• Permohonan hak tersebut di atas, diajukan kepada Menteri Negara Agraria
melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak
tanah yang bersangkutan untuk diproses lebih lanjut berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
• Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor Pertanahan
melaksanakan tahap pendaftaran, yaitu sebagai berikut :
a) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik.
b)Mencatat dalam formulir isian.
c) Memberikan tanda terima berkas permohonan sesuai formulir isian
d)Memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya yang
diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan rinciannya
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
• Syarat dan berkas permohonan hak atas tanah yang telah lengkap dan
telah diproses sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah maka diterbitkanlah Surat Keputusan
Pemberian Hak Atas Tanah yang dimohon kemudian dilakukan pendaftaran
haknya ke Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah
yang bersangkutan, untuk diterbitkan sertifikat hak atas tanah sebagai
tanda lahirnya hak atas tanah tersebut.
• Tanah Bekas hak barat masih bisa dimohonkan konversinya ga sih ?
• Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1979, ketentuan
konversi bagi hak-hak asing tersebut telah berakhir tanggal 24 September
1980, berarti telah diberikan jangka waktu konversinya selama 20 tahun
sejak diundangkannya UUPA tanggal 24 September 1960.
Selanjutnya atas tanah hak-hak asing yang tidak dikonversi sampai dengan
batas jangka waktu tersebut, maka status tanahnya dinyatakan sebagai
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.
• Pemberlakuan konversi terhadap Hak-hak Barat dengan pemberian batas
jangka waktu yang relatif lama yaitu sampai dengan 20 tahun sejak
pemberlakuan UUPA, dimaksudkan untuk mengakhiri sisa-sisa Hak-hak
Barat atas tanah di Indonesia dengan segala sifatnya yang tidak sesuai
dengan Pancasila dan UUD 1945, dengan tetap berprinsip keadilan, yaitu
memperhatikan kepentingan-kepentingan penduduk/penggarap, penguasa
dan bekas pemegang hak, sehingga kepentingan masyarakat yang lebih
luas tetap harus diutamakan.
• Konversi dari tanah-tanah Hak Adat sesuai dengan Peraturan Menteri
Agraria Nomor 2 Tahun 1960 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
Sk.26/DDA/1970 ditegaskan bahwa tidak ada ketentuan pembatasan
jangka waktu konversinya, hingga saat ini masih tetap diakui dan dihargai
serta dapat diproses konversinya.
• Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1979, ketentuan
konversi bagi hak-hak asing tersebut telah berakhir tanggal 24 September
1980, berarti telah diberikan jangka waktu konversinya selama 20 tahun
sejak diundangkannya UUPA tanggal 24 September 1960.
Tanah-Tanah Hak Barat:
-Hak Eigendom (eigendomrecht) dan hak-hak yang membebani hak
eigendom yaitu:
Hak Hypotheek
Hak Servituut
Hak Vruchtgebruik
Hak Gebruik
Hak grant Controleur
Hak Bruikleen
-Hak Erfpacht (erfpachtrecht)
-Hak Opstal (opstalrechts)
• Tanah-Tanah Hak Indonesia
• Hak-hak yang diciptakan pemerintah kolonial Hindia Belanda bagi orang
Indonesia (untuk para elitis pribumi: pedagang/pengusaha atau pejabat
pribumi)
• -Hak Agrarisch Eigendom
• -Hak Eigendom Verponding
• -Hak Verponding Indonesia
• -Hak Landerinjbezitrecht
• -Hak Aaltijddurende Erfpacht
Tanah-Tanah yang Diciptakan oleh Kesultanan/Swapraja:
-Hak Grant Sultan
-Hak Konsesi
-Hak Sewa
-Hak Tanah Kesultanan (Sultan Grond)
-Hak Domeinrecht Keraton
-Sunan/Kasunanan Grond (SG)
-Tanah Pakualaman (Pakualaman Grond)
-Recht van Eigendom
-Hak Tanah leluhur.
• Kewenangan PPAT kaitannya dengan pembuatan akta dengan dasar
Girik, Leter C, Petuk atau Kikitir maka harus disertai dengan alat bukti
lainnya berhubungan dengan penguasaan hak atas tanah tersebut.
• Putusan MARI Nomor 663 K/Sip/1970 tanggal 22 Maret 1972 yang
kaidah hukumnya menyatakan : Kikitir tanah bukan merupakan surat
bukti kepemilikan tanah, melainkan hanya merupakan bukti tanda pajak
tanah, dan bukan menjamin bahwa orang yang namanya tercantum
dalam Kikitir tanah tersebut adalah juga pemilik tanah. Untuk dapat
dinyatakan sebagai pemilik tanah, diperlukan adanya bukti-bukti
lainnya.
• -Putusan MARI Nomor 624 K/Sip/1970 tanggal 24 Maret 1971 yang kaidah
hukumnya menyatakan : Nama seseorang yang tercatat dalam buku Leter C
tidak merupakan bukti mutlak bahwa ia adalah orang yang berhak/pemilik
tanah yang bersangkutan. Letter C hanya merupakan bukti awal
(permulaan) yang masih harus ditambah dengan bukti-bukti lainnya.
• Oleh karena itu harus dilengkapi dengan :
1. Surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) PP
24/1997 atau surat keterangan Kepala Desa / Kelurahan yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah
tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) PP 24/1997 ;
2. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang
bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan atau untuk
tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor
Pertanahan dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan
oleh Kepala Desa/Kelurahan;
• Bahwa sebelum lahirnya UUPA, secara yuridis formal, girik benar-benar diakui
sebagai tanda bukti hak atas tanah, tetapi sekali lagi bahwa setelah berlakunya
UUPA girik tidak berlaku lagi. Hal ini juga dipertegas dengan Putusan Mahkamah
Agung RI. No. 34/K/Sip/1960, tanggal 19 Februari 1960 yang menyatakan bahwa
surat petuk/girik (bukti penerimaan PBB) bukan tanda bukti hak atas tanah.
• Demikian juga dalam hal pendaftaran tanah untuk pertama kali (pembuatan
sertipikat) pembuktian hak lama berdasarkan Pasal 24 dan 25 PP 24/1997
tentang Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa pembuktian hak lama yang
berasal dari konversi hak lama dibuktikan dengan alat bukti tertulis dan
keterangan saksi dan/atau pernyataan pemohon yang kebenarannya dianggap
cukup untuk mendaftar oleh Panitia Ajudikasi untuk pendaftaran sistematika
atau Kepala Kantor Pertanahan untuk pendaftaran sporadis. Penilaian tersebut
didapat atas dasar pengumpulan dan penelitian data yuridis mengenai bidang
tanah bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam Pendaftaran Tanah secara
sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara
sporadik.
• Atas dasar alat bukti dan berita acara pengesahan, hak atas tanah yang
data fisik dan data yuridisnya sudah lengkap dan tidak ada sengketa,
dilakukan pembukuan dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat hak atas
tanah. Data Yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang
tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak
pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya (Pasal 1 angka (7)
PP 24 Tahun 1997.
• PENDAFTARAN TANAH KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS
• Berdasarkan Pasal 36 PP 24 /1997, pendaftaran tanah karena perubahan
data yuridis termasuk dalam lingkup pemeliharaan data pendaftaran
tanah, perubahan data yuridis tersebut terjadi misalnya kalau diadakan
pembebanan atau pemindahan hak atas bidang tanah yang sudah
terdaftar.
• Pemindahan hak terjadi karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah
wasiat, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya,
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam
lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap dan hadiah. Sedangkan pemberian hak baru terjadi karena
kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak.
• Perolehan hak atas tanah tersebut menurut ketentuan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 terjadi akibat peralihan hak dan
pemindahan hak, sehingga mengakibatkan hak atas tanah tersebut
beralih/pindah kepada orang lain yang mendapatkan tanah tersebut
ditandai dengan bukti-bukti tertentu sesuai dengan yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
• Untuk kesinambungan dan kemutakhiran data dalam daftar umum pada
Kantor Pertanahan sebagai akibat dari perolehan hak atas tanah tersebut
oleh pihak lain, maka dilakukan pendaftaran peralihan/pemindahan
haknya yang lazim disebut dengan ”balik nama”.
• Peralihan hak atas tanah dengan Pemindahan hak atas tanah tidak ada
perbedaan yang tegas sebagaimana diatur dalam PP 24/1997 dan
PMNA/KBPN 3/1997.
• Peralihan hak atas tanah dapat ditafsirkan sebagai suatu perbuatan hukum
yang dikuatkan dengan akta otentik yang diperbuat oleh dan di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang mengakibatkan beralihnya
pemegang hak atas tanah kepada pihak lain.
• Pemindahan hak atas tanah adalah perbuatan hukum atau peristiwa
hukum yang dikuatkan selain dengan akta PPAT, seperti Risalah Lelang yang
dibuat oleh Pejabat Lelang, akta otentik mengenai penyerahan hak dan
ganti rugi dan juga tukar guling yang dibuat oleh Notaris, Surat Keterangan
Ahli Waris, dan putusan pengadilan yang mengakibatkan berpindahnya
pemegang hak kepada pihak lain.
• Hubungan Hukum Pewarisan dan Keterangan Waris.
• Menurut Poerwadarminta, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata
“keterangan”, berarti :
• a. Uraian dan sebagainya untuk menerangkan sesuatu ; penjelasan.
• b. Sesuatu yang menjadi petunjuk (seperti bukti-bukti, tanda-tanda dan
sebagainya) ; alasan-alasan ; segala sesuatu yang sudah diketahui atau
menyebabkan tahu.
• c. Kata atau kelompok kata yang menerangkan (menentukan) kata yang lain
(seperti keterangan tempat, keterangan waktu, dan sebagainya).
• Berbicara tentang keterangan ahli waris, maka terlebih dahulu harus memahami
tentang pewarisan.
• Didalam pewarisan terdapat beberapa unsur yang penting yaitu pewaris, ahli
waris, warisan dan hukum waris, yang semuanya mempunyai kata dasar
“waris” yang berarti orang yang berhak menerima pusaka (peninggalan)
orang yang telah meninggal.
• Ketertiban dalam lalu lintas hukum menghendaki, bahwa setelah seseorang
meninggal dunia, maka sejauh mungkin diikhtiarkan agar ada kepastian tentang
jati diri (identitas) orang-orang sebagai ahli waris yang melanjutkan pribadi yang
meninggal dunia, dan dalam praktek berkembang dengan apa yang dikenal
sebagai keterangan hak waris atau keterangan ahli waris.
• Dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, tidak terdapat suatu
peraturan khusus yang mengatur mengenai keterangan ahli waris. Berdasarkan
sejarah, dapat dilihat bahwa banyak hukum yang dikodifikasi di Indonesia berasal
dari Belanda. Karena usaha kita mencari dasar hukum yang melandasi
keterangan ahli waris di Indonesia tidak berhasil, maka sudah selayaknya kalau
kita melihat undang-undang Belanda, tempat asal kita “mewarisi” akta
keterangan ahli waris tersebut. Kebiasaan membuat keterangan ahli waris serta
kepercayaan masyarakat pada akta keterangan ahli waris yang dibawa oleh
Belanda ke Indonesia memungkinkan diterimanya kebiasaan ini tanpa suatu
peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan khusus untuk Indonesia.
• Ketidak jelasan mengenai praktek pembuatan keterangan ahli waris ini
antara lain berkaitan dengan dasar hukum bagi kewenangan dalam
pembuatan keterangan ahli waris dan mengenai bentuk akta yang
digunakan dalam pembuatan keterangan ahli waris.
• Dalam praktiknya, seorang ahli waris tidak dapat dengan langsung atau
secara otomatis dapat menguasai dan melakukan balik nama harta
warisan yang menjadi haknya dengan terbukanya warisan
(meninggalnya pewaris), melainkan untuk dapat melakukan tindakan
hukum terhadap apa yang telah menjadi haknya tersebut harus
dilengkapi dengan adanya surat keterangan ahli waris yang merupakan
proses administrasi dari barang warisan yang diterima tersebut.
• Berdasarkan keterangan ahli waris para ahli waris secara bersama-sama
dengan seluruh ahli waris yang tidak dapat dipisahkan, dapat melakukan
suatu perbuatan hukum baik mengenai tindakan pengurusan maupun
mengenai tindakan pemilikan.
• Tindakan kepengurusan misalnya :
• 1. Semua ahli waris secara bersama-sama, antara lain berhak menguasai,
menggunakan, menikmati, menempati, menyewakan dan tindakan
kepengurusan lainnya atas barang harta peninggalan yang diterima.
• 2. Melakukan balik nama atas barang harta peninggalan yang diterima, dari
anas nama pewaris menjadi atas nama seluruh ahli waris.
• Tindakan kepemilikan misalnya :
• 1. Khusus untuk barang-barang harta peninggalan berupa tanah, maka dapat
mengajukan permohonan ke Kantor Pertanahan setempat yaitu:
• -melakukan pendaftaran peralihan hak (balik nama) untuk tanah yang sudah
terdaftar (bersertipikat) ; dan
• -melakukan permohonan hak baru (sertipikat) atas tanah yang belum terdaftar,
seperti misalnya tanah girik, tanah bekas hak barat, tanah negara.
• 2. menggadaikan atau dengan cara apapun menjaminkan barang-barang harta
peninggalan tersebut kepada pihak lain atau kreditor, apabila ahli waris hendak
meminjam uang atau meminta kredit.
• 3. mengalihkan barang-barang harta peninggalan tersebut kepada pihak lain,
misalnya menjual, menghibahkan, melepaskan hak dan lain-lainnya yang sifatnya
berupa suatu peralihan hak.
• 4. merubah status kepemilikan bersama atas barang harta peninggalan menjadi
milik dari masing-masing ahli waris dengan cara melakukan membuat akta
pembagian dan pemisahan harta peninggalan di hadapan notaris.
• Dengan demikian keterangan ahli waris dapat diartikan sebagai “suatu
surat yang diterbitkan oleh pejabat atau instansi pemerintah yang
berwenang, atau dibuat sendiri oleh segenap ahli waris yang kemudian
dibenarkan dan dikuatkan oleh Kepala Desa/lurah atau Camat, yang
dijadikan alat bukti yang kuat tentang adanya suatu peralihan hak atas
suatu harta peninggalan dari pewaris kepada ahli waris.
• Keterangan ahli waris dibuat dengan tujuan untuk membuktikan siapa-
siapa yang merupakan ahli waris atas harta peninggalan yang telah terbuka
menurut hukum dan berapa porsi atau bagian masing-masing ahli waris
terhadap harta peninggalan yang telah terbuka tersebut.
• Keterangan ahli waris disebut juga keterangan hak waris, keterangan ahli
waris merupakan surat bukti waris, yaitu surat yang membuktikan bahwa
yang disebutkan diatas adalah ahli waris dari pewaris tertentu.
• Di dalam keterangan ahli waris akan memuat tentang nama-nama dari para
ahli waris dan nama pewaris (almarhum), bagi golongan Bumi Putera
dibuat oleh para ahli waris itu sendiri disaksikan oleh Kepala Desa/Lurah
dikuatkan oleh Camat.
• Penentuan porsi dari masing-masing ahli waris tergantung dari hukum
mana yang berlaku bagi para ahli waris, artinya adalah apabila ahli waris
golongan Bumi Putera membagi warisannya dengan hukum Faraidh maka
akan dibagi sesuai dengan porsi masing-masing, sedangkan untuk golongan
yang tunduk pada hukum adat maka akan dibagi sesuai dengan hukum
adatnya.
• Bagi golongan yang tunduk pada hukum yang bersifat matrilineal maka
porsi anak perempuan akan lebih banyak atau lebih diutamakan sedangkan
untuk golongan yang tunduk pada hukum yang bersifat patrilineal maka
porsi anak laki-laki akan lebih diutamakan.
• Pewarisan menurut hukum Faraidh atau menurut hukum Islam
membolehkan pewaris mewariskan sepertiga warisannya asalkan tidak
sampai merugikan para ahli warisnya yang lain. Keterangan ahli waris yang
dibuat dihadapan notaris merupakan surat keterangan yang dibuat
dibawah tangan meskipun ada sebagian yang dibuat dalam bentuk akta
otentik/notariil. Didalam keterangan ahli waris tersebut akan diuraikan
siapa-siapa penghadap, pewaris dan ahli waris.
• Disamping itu juga akan diuraikan apakah pewaris pernah meninggalkan
wasiat atau tidak, hal tersebut dapat dibuktikan dengan pengecekan ke
Pusat Daftar Wasiat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang
kemudian akan memberikan keterangan lengkap dengan Nomor registrasi,
tanggal surat yang menyatakan ada atau tidaknya wasiat yang ditinggalkan
oleh pewaris dan tidak kalah pentingnya dalam keterangan ahli waris
tersebut disebutkan apakah pewaris pernah melakukan perkawinan
dengan orang lain, mengangkat anak atau mengakui anak dari
perkawinannya dengan yang lain, serta apakah pewaris pernah melakukan
perjanjian kawin sebelum melakukan perkawinan, hal ini sangat perlu
karena akan menyangkut maslah pembagian porsi para ahli waris.
• Apabila pewaris pernah membuat perjanjian kawin maka harta terpisah artinya bahwa
istri dan anak-anak akan membagi rata warisan dari pewaris, namun apabila pewaris
tidak pernah melakukan perjanjian kawin maka harta bercampur, artinya adalah bahwa
harta akan terlebih dahulu dibagi dua oleh pewaris dan istr dan sisanya akan dibagi oleh
ahli waris dari pewaris (termasuk istri dan anak-anak).
• Terhadap Golongan Timur Asing bukan Cina sama dengan golongan penduduk yang
lainnya, dimana keterangan ahli waris tersebut memuat nama dari pewaris, ahli waris
porsi masing-masing dari para ahli waris, namun sebelum membuat keterangan ahli
waris, oleh Balai Harta Peninggalan terlebih dahulu membuat Berita Acara Kehadiran
sesuai dengan anjuran Pasal 418 Jo Pasal 1027 dan Pasal 1074 KUH Perdata dan dalam
berita acara kehadiran tersebut para ahli waris atau penghadap akan membuat
pernyataan yang berisikan tentang kematian dari pewaris lengkap dengan surat
kematian dari instansi yang berwenang mengeluarkannya (tempat dan tanggal
kematian), perkawinan sah yang pernah dilakukan oleh pewaris dan berapa anak yang
lahir dari perkawinan tersebut. Setelah proses tersebut oleh Balai Harta Peninggalan
mengeluarkan keterangan ahli waris dan menentuka porsi masing-masing ahli waris
sesuai dengan hukum adat yang berlaku bagi para ahli waris, namun anak-anak pewaris
semuanya telah dewasa maka ahli waris akan menentukan sendiri porsinya masing-
masing sesuai dengan kesepakatan, artinya tidak ada lagi campur tangan dari Balai
Harta Peninggalan (Pasal 1069 KUH Perdata).
• Pemindahan Hak Karena Pewarisan
• Dalam hal seseorang yang terdaftar namanya dalam alat bukti hak
meninggal dunia, maka pada saat itu tentunya timbul pewarisan atas harta
peninggalan si pewaris, dengan kata lain, sejak itu para ahli waris menjadi
pemegang haknya yang baru. Mengenai siapa yang menjadi ahli waris
diatur dalam Hukum Perdata /Hukum Warisan yang berlaku bagi pewaris.
• Untuk mengubah data yuridis bidang tanah pada alat bukti haknya (yakni
mencatat pemegang hak ke atas nama ahli waris), maka ahli waris yang sah
dan berhak mendapatkan warisan dimaksud wajib mendaftarkan
perubahan data yuridis atas tanah tersebut kepada Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota.
• Pasal 42 PP 24/1997 mengatur bahwa untuk pendaftaran pemindahan hak
karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar, wajib
diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah yang bersangkutan sebagai
warisan kepada Kantor Pertanahan berupa : sertipikat hak yang
bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai
pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris.
• Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan juga diwajibkan, dalam rangka
memberikan perlindungan hukum kepada para ahli waris dan demi
ketertiban tata usaha pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan dan
disajikan selalu menunjukkan keadaan yang mutakhir. Surat tanda bukti
sebagai ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris, atau Surat
Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris
• Jika bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajib
diserahkan juga dokumen berupa :
• 1. surat bukti haknya;
• 2. surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa
bidang tanah yang bersangkutan telah dikuasai secara fisik oleh pemohon.
• Juga dilampirkan surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah
yang bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk
tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor
Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh
Kepala Desa/Kelurahan.
• Dokumen yang membuktikan adanya hak atas tanah pada yang
mewariskan diperlukan karena pendaftaran peralihan hak ini baru dapat
dilakukan setelah pendaftaran untuk pertama kali hak yang bersangkutan
atas nama yang mewariskan.
• Jika penerima warisan terdiri dari satu orang, pendaftaran peralihan hak
tersebut dilakukan kepada orang tersebut berdasarkan surat tanda bukti
sebagai ahli waris. Apabila dari akta pembagian waris yang dibuat sesuai
ketentuan yang berlaku bagi para ahli waris sudah ternyata suatu hak yang
merupakan harta waris jatuh pada seorang penerima warisan tertentu,
pendaftaran peralihan haknya dapat langsung dilakukan tanpa alat bukti
peralihan hak lain, misalnya akta PPAT
• Namun jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan
hak tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang
memuat keterangan bahwa hak atas tanah tertentu jatuh kepada seorang
penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan hak atas tanah itu
dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan surat
tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris tersebut.
• Warisan berupa hak atas tanah yang menurut akta pembagian waris harus
dibagi bersama antara beberapa penerima warisan atau waktu didaftarkan
belum ada akta pembagian warisnya, didaftar peralihan haknya kepada
para penerima waris yang berhak sebagai hak bersama mereka
berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan/atau akta pembagian
waris tersebut.
• Sesudah hak tersebut didaftarkan sebagai harta bersama, pendaftaran
pembagian hak tersebut selanjutnya dapat dilakukan setelah ada bukti
pembagian warisannya. Keterangan yang lebih teknis dari pendaftaran
pemindahan hak dengan pewarisan diatur dalam Pasal 111 s/d 112
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 tahun 1997.
• Untuk keperluan peralihan hak atas tanah karena pewarisan, Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 42
ayat (1) menyatakan bahwa:
• “Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang
tanah hak yang sudah didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun
sebagai yang diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah atau hak
milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan sebagai warisan kepada
Kantor Pertanahan, sertipikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang
yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti
sebagai ahli waris”.
• Penjelasan pasal diatas menyatakan bahwa :
• “Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat
pemegang hak yang bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti bahwa
sejak itu para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru. Mengenai
siapa yang menjadi ahli waris diatur dalam Hukum Perdata yang berlaku
bagi pewaris.
• Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan juga diwajibkan dalam rangka
memberikan perlindungan hukum kepada para ahli waris dan demi
ketertiban tata usaha pendaftaran, agar data yang tersimpan dan disajikan
selalu menunjukkan keadaan yang mutakhir. Surat tanda bukti sebagai ahli
waris dapat berupa keterangan hak mewaris, atau surat penetapan ahli
waris atau surat keterangan ahli waris”.
• Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
tersebut diatur lebih lanjut dalam ketentuan pelaksanaan berupa
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 tahun 1997, yang dalam Pasal 111 ayat (1) huruf c angka 4
menyatakan bahwa:
• Permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas
satuan rumah susun diajukan oleh ahli waris atau kuasanya dengan
melampirkan :
• “c. surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa :
• 1. wasiat dari pewaris, atau
• 2. putusan pengadilan, atau
• 3. penetapan hakim/ketua pengadilan, atau
• 4. - bagi warganegara Indonesia penduduk asli : surat keterangan ahli waris
yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi
dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggl
pewaris pada waktu meninggal dunia.
• -bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa : akta keterangan ahli
waris dari Notaris.
• bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya : surat
keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan”.
• Didalam situs internet Badan Pertanahan Nasional dicantumkan bahwa
untuk keperluan peralihan hak atas tanah karena pewarisan, salah satu
persyaratan yang diperlukan adalah :
• “asli surat keterangan waris (apabila waris diikuti peralihan hak dan asli
surat keterangan telah dilekatkan pada minuta akta, maka yang
diserahkan cukup fotocopy yang dilegalisir pejabat yang berwenang)
dengan berpedoman pada 4 (empat) kategori :
• -Golongan keturunan Tionghoa oleh notaris.
• -Golongan Timur Asing dibuat oleh Balai Harta Peninggalan atau
Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama.
• -WNI asli dibuat oleh para ahli waris yang dikuatkan oleh Lurah/Kepala
Desa dan Camat dengan dua orang saksi.
• -Perkawinan antar golongan dibuat oleh notaris.”
• PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH KARENA PEWARISAN DALAM PRAKTEK

• 1. Ada seorang meninggal dunia namanya A pada tahun tanggal 1 Januari 2012.
A punya anak 4 orang C, D, E dan F. Istrinya sendiri sudah meninggal dunia lebih
dahulu dari A. C dan D anaknya tersebut sdh menjadi WNA Belanda.
• A punya tanah yang diatasnya berdiri rumah 3 buah dengan sertipikat Hak Milik.
Tanah dan rumah tersebut akan dibeli oleh Tuan X yang merupakan WNI.
1. Pertanyaannya apakah C dan D ahli waris dari A ?
2. Bagaimana status 3 bidang tanah yang diatasnya berdiri rumah?
3. Bagaimana proses transaksinya , bisakah dengan Akta Jual Beli?
Jawaban versi saya ya :
1.C dan D adalah ahli waris Golongan I dari A. dengan meninggalnya A maka yang
berupakan ahli waris adalah C, D, E dan F.
• Kematian seseorang menurut KUHPerdata mengakibatkan peralihan segala
hak dan kewajiban pada seketika itu juga kepada ahli warisnya,
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 833 ayat (1) KUHPerdata : “sekalian
ahli waris dengan sendirinya demi hukum memperoleh hak milik atas
segala barang, segala hak, dan segala piutang dari yang meninggal“.
• Peralihan hak dan kewajiban dari yang meninggal dunia kepada ahli
warisnya disebut “saisine” yaitu ahli waris memperoleh segala hak dan
kewajiban dari yang meninggal dunia, tanpa memerlukan suatu tindakan
tertentu, demikian pula bila ahli waris tersebut belum mengetahui tentang
adanya warisan itu.
Berarti pada tanggal 1 Januari 2012 yaitu setelah meninggal A, maka
pemilik tanah dan bangunan (3 buah) adalah C, D, E dan F. dengan tidak
melihat kewarganegaraan.
• 2.Oleh karena meninggalnya pada tanggal 1 Januari 2012, maka semenjak
saat itu pemagang hak atas tanah (3 buah) sertipikat adalah C, D, E dan F,
dan diberikan kesempatan oleh UUPA sampai dengan 1 tahun setelah
memperoleh hak karena pewarisan. Sehingga pada saat sekarang ini (lebih
dari 4 tahun) maka tanahnya menjadi tanah Negara.
Pewarisan yang terjadi karena hukum (pewarisan tanpa wasiat), yang
mengakibatkan orang asing atau WNI berkewarganegaraan ganda
memperoleh tanah hak milik, berlaku Pasal 21 ayat (3) UUPA yaitu :
-dalam waktu 1 tahun wajib melepaskan HM tersebut;
-apabila lewat dari 1 tahun tidak melepaskan haknya, maka haknya hapus
karena hukum, tanahnya jatuh pada negara, hak-hak pihak lain yang
membebani tetap berlangsung.
• 3.Proses transaksinya (peralihan hak) tidak bisa menggunakan akta PPAT
misalnya Akta Jual Beli, karena hak atas tanahnya adalah tanah Negara.
Proses peralihan hak nya adalah dengan menggunakan akta notaris, yaitu
dengan Akta Pelepasan hak dan Kepentingan Prioritas. Prioritas dari C, D, E
dan F yang dilepaskan kepada Negara, dan pemohon yaitu Tuan X dapat
memohon hak kepada Kantor Pertanahan ditempat tanah dan bangunan
tersebut berada dengan hak yang sesuai dengan kebutuhan Tuan
Xdisesuaikan dengan RUTR setempat. Lihat ketentuan PMNA/Kepala BPN
Nomor 9 tahun 1999 tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Hak
atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
• 2. Hibah wasiat kepada WNA?
• Sebagaimana difahami bahwa surat wasiat atau testamen berisi
pernyataan kehendak bagi almarhum, ini berarti bahwa surat wasiat atau
testamen itu merupakan suatu perbuatan hukum sepihak yaitu, berupa
tindakan atau pernyataan kehendak satu orang saja sudah cukup untuk
timbulnya akibat hukum yang dikehendaki.
• Suatu surat wasiat atau testamen baru mempunyai efek (baru berlaku)
setelah pewaris meninggal dunia, itu sebabnya surat wasiat disebut berisi
pernyataan terakhir almarhum.
• Apabila ada yang membuat wasiat atau Pemberian dengan Wasiat yang
mengakibatkan orang asing atau WNI berkewarganegaraan ganda
memperoleh tanah dengan status hak milik, berlaku Pasal 26 ayat 2 UUPA
yaitu :
• -pemberian tersebut batal demi hukum
• -tanahnya jatuh pada negara
• -hak-hak pihak lain yang membebani tetap berlangsung
• -semua pembayaran yang telah diterima pemilik tidak dapat dituntut
kembali.
• Oleh karena itu maka harus selalu dilihat objek nya apa ? bagaimana status
kwarganegaraan penerima wasiat tersebut ?
• 3. A, B, C dan D adalah ahli waris dari Tuan X. Karena sesuatu hal Tuan C
dan D ingin menjual tanah warisan dari Tuan X, tetapi Nyonya A tidak
setuju dengan keinginan tersebut sedangkan Nyonya B tidak mau tahu
terhadap hal tersebut.
• Pertanyaannya, bisakah keinginan Tuan C dan Tuan D dilaksanakan?
• Pendapat hukum:
• Sebagaimana ketentuan Pasal 1076 KUHPerdata:
• Bila para ahli waris, atau seorang atau beberapa orang dan mereka,
berpendapat bahwa barang- barang tetap dan harta peninggalan itu atau
beberapa di antaranya harus dijual, baik untuk kepentingan harta
peninggalan itu, untuk membayar utang-utang dan sebagainya, maupun
untuk dapat menyelenggarakan pembagian yang baik, maka Pengadilan
Negeri setelah mendengar pihak-pihak lain yang berkepentingan atau
setelah memanggil mereka secukupnya, dapat memerintahkan penjualan
itu sesuai dengan ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata; namun
bila dilakukan di muka umum, penjualan itu harus dihadiri oleh para wali
pengawas dan pengampu pengawas, atau setidak-tidaknya setelah mereka
dipanggil secukupnya.
• Bila salah seorang dan para ahli waris membeli suatu barang tetap, maka
hal itu mempunyai akibat yang sama terhadapnya seperti jika dia
memperolehnya pada waktu pemisahan harta itu.
• Bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 1076 KUHPerdata tersebut diatas,
Tuan C dan Tuan D yang merupakan ahli waris dari Tuan X, sebagai pemilik
serta atas warisan sebagai kekayaan milik bersama dapat mengajukan
permohonan kepada hakim agar demi terlaksananya pembagian warisan
secara patut benda tertentu dari boedel warisan, yang tentunya
merupakan benda milik bersama para ahi waris boleh dijual. Dan apabila
permohonan tersebut dikabulkan, dan penjualan dapat dilakukan oleh C
dan D.
• Penjualan yang dilakukan oleh C dan D atas perintah hakim (Putusan) tentu
mempunyai dampak kepada semua ahli waris (untuk A dan B) juga,
sehingga tentunya dapat dijalankan sekalipun ada pemilik (A dan B) yang
tidak setuju.
• Dalam hukum memang dikenal juga Lembaga Perwakilan Terpaksa,
contohnya sebagaimana tersebut diatas, dimana di dalam penjualan atas
benda milik bersama oleh salah seorang pemilik serta atas perintah/ijin
hakim, ada kemungkinan ada pemilik serta yang sebenarnya tidak setuju
dengan penjualan itu dan karenanya alam peristiwa itu dikatakan ada
perwakilan terpaksa. Dan karena disebut sebagai perwakilan terpaksa
maka tindakan pemilik berdasarkan ijin hakim dianggap sebagai mewakili
kepantingan semua pihak.
• 4. Bedah kasus dari kisah nyata…..
• R dengan G menikah tahun 2006.
• Mereka membeli Rumah tahun 2012 (sertipikat HM. 1).
• R dengan G bercerai tahun 2018.
• Dibuatlah Akta pernyataan oleh Notaris yang isinya bahwa Rumah dengan
sertipikat HM. 1 adalah milik Nyonya G, dan bukan harta Bersama dengan
R.
• Pertanyaannya, apakah Suatu Akta Pernyataan yang dibuat dihadapan
Notaris, bisa menghilangkan hak R?
• Tentu tidak bukan…..
• Bahwa Notaris tidak dapat membuat akta dengan asal menuangkan kehendak
Pihak (para pihak), hati-hati dengan akta yang bersifat tidak benar atau
perbuatan hukum pura-pura yang secara Normatif bisa dinilai dengan alat bukti
oleh Notaris, Notaris wajib menilai lebih teliti.
• Kewenangan yang ada pada notaris sebagaimana tersebut di dalam Pasal 15
UUJN memberikan kekuatan pembuktian dari akta notaris sempurna dimana:
• -Tugas jabatan notaris adalah memformulasikan keinginan/tindakan para pihak
kedalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku; dan
• -Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti
lainnya, jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut
tidak benar, maka orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar
tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan hukum
yang berlaku. Kekuatan pembuktian akta notaris ini berhubungan dengan sifat
publik dari jabatan notaris.
• Dalam menjalankan jabatannya maka asas yang harus dijadikan pedoman dalam
menjalankan jabatan notaris, yaitu sebagai asas-asas pelaksanaan tugas jabatan
notaris yang baik, dengan substansi dan pengertian untuk kepentingan notaris.
Asas-asas tersebut adalah Asas Kepastian Hukum, AsasPersamaan, Asas
Kepercayaan, Asas Kehati-hatian.
• Asas kehati-hatian ini merupakan penerapan dari Pasal 16 ayat (1) huruf a UU
Jabatan Notaris antara lain dalam menjalankan tugas jabatannya Notaris wajib
bertindak seksama. Pelaksanaan asas kecermatan wajib dilakukan dalam
pembuatan akta dengan:
• a. Melakukan pengenalan terhadap penghadap berdasarkan identitasnya yang
diperlihatkan kepada notaris;
• b.Menanyakan, kemudian mendengarkan dan mencermati keinginan atau
kehendak para pihak tersebut;
• c. Memeriksa bukti Surat yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak para
pihak tersebut;
• d. Memberikan saran dan membuat kerangka akta untuk memenuhi keinginan
atau kehendak para pihak tersebut;
• e.Memenuhi segala teknik administratif pembuatan akta notaris, seperti
pembacaan, penandatanganan, memberikan salinan dan pemberkasan untuk
minuta;
• f. Melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan
notaris;
• Berkaitan dengan hal tersebut diatas Notaris mempunyai peranan untuk
menentukan suatu tindakan dapat dituangkan dalam bentuk akta atau tidak.
Sebelum sampai pada keputusan seperti ini, Notaris harus mempertimbangkan
dan melihat semua dokumen yang di perlihatkan kepada Notaris, meneliti semua
bukti yang diperlihatkan kepadanya, mendengarkan keterangan atau pernyataan
para pihak. Keputusan tersebut harus didasarkan pada alasan hukum yang harus
dijelaskan kepada para pihak. Pertimbangan tersebut harus memperhatikan
semua aspek hukum termasuk masalah hukum yang akan timbul di kemudian
hari.
• Dari Jenisnya Akta yang dibuat di hadapan notaris atau yang dinamakan
akta partij (partij akten), akta ini yang berisikan suatu cerita dari apa yang
terjadi karena perbuatan yang di lakukan oleh para pihak di hadapan
notaris, artinya yang diceritakan oleh para pihak kepada notaris dalam
menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja
datang dihadapan notaris dan memberikan keterangan itu di hadapan
notaris, agar keterangan itu dikonstantir oleh notaris di dalam suatu akta
otentik. Akan tetapi keterangan yang dikonstatir oleh notaris ke dalam
suatu akta otentik tersebut tetap harus selalu memperhatikan undang-
undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
• Oleh karena itu notaris harus mempunyai parameter yang baik dalam
mengukur apakah suatu keterangan yang dikonstatir ke dalam akta otentik
tersebut layak atau tidak layak, dan tidak mempunyai potensi merugikan
pihak lain.
• Dalam Akta Partij, Notaris menuangkan kehendak para pihak ke dalam akta
otentik, yang kemudian menjadi alat pembuktian sempurna. Walaupun suatu
perjanjian dibuat dengan akta notaris, bukan berarti kekuasaan hakim tidak bisa
mencampuri isi perjanjian dan kemudian membatalkan perjanjian tersebut.
• Terkait ilustrasi kasus Sebagaimana tersebut diatas Notaris harus memahami
ketentuan tentang Harta Bersama dalam Perkawinan, karena akan berpengaruh
terhadap akta yang dibuatnya.
• Menurut Pasal 35 UUP, harta bersama adalah harta perkawinan suami istri dalam
ikatan perkawinan. Proses terbentuknya harta bersama ditegaskan dalam Pasal
35 ayat (1) UUP, bahwa sejak dari tanggal terjadinya perkawinan sampai ikatan
perkawinan bubar. Jadi harta apa saja yang diperoleh terhitung sejak saat
dilangsungkan akad nikah, sampai perkawinan pecah, baik oleh karena salah satu
pihak meninggal dunia maupun oleh karena perceraian, maka seluruh harta-
harta tersebut dengan sendirinya menurut hukum menjadi harta bersama.
• 5. Dapatkah Notaris membuat akta dalam bentuk Kesepakatan Bersama yang
isinya memecat seorang anak dari hubungan keluarga?
• Bahwa Kewenangan notaris tersebut dalam Pasal 15 dari ayat (1) sampai dengan
ayat (3) UUJN, yaitu:
• a. Kewenangan Umum Notaris
• Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris, yaitu
membuat akta secara umum,hal ini disebut sebagai Kewenangan Umum Notaris,
dengan batasan sepanjang:
• -Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang telah ditetapkan oleh undang-
undang.
• -Menurut Lubbers, bahwa Notaris tidak hanya mencatat saja (kedalam bentuk
akta), tapi juga mencatat dan menjaga, artinya mencatat saja tidak cukup, harus
dipikrkan juga bahwa akta itu harus bergunadikemudian hari jika terjadi keadaan
yang khas.
• -Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh
aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.
• -Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa
akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.
• Berdasarkan wewenang yang ada pada notaris sebagaimana tersebut di dalam
Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta notaris:
• -Tugas jabatan notaris adalah memformulasikan keinginan/tindakan para pihak
kedalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.
• -Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti
lainnya, jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut
tidak benar, maka orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar
tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan hukum
yang berlaku. Kekuatan pembuktian akta notaris ini berhubungan dengan sifat
publik dari jabatan notaris.
• b. Kewenangan Khusus Notaris
• Pasal 15 ayat (2) mengatur mengenai kewenangan khusus notaris untuk
melakukan tindakan hukum tertentu, yaitu :
• -Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
• -Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
• -Membuat copy dari asli surat-surat dibawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
• -Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya;
• -Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
• -Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
• -Membuat akta risalah lelang.
• c. Kewenangan Notaris yang Akan Ditentukan Kemudian.
• Pasal 15 ayat (3) UUJN merupakan wewenang yang akan ditentukan
kemudian berdasarkan aturan hukum lain yang akan ditentukan kemudian
(ius constituendum).
• Berkaitan dengan wewenang tersebut, jika notaris melakukan tindakan
diluar wewenang yang telah di tentukan, maka notaris telah melakukan
tindakan diluar wewenang, maka produk atau akta notaris tersebut tidak
mengikat secara hukum atau tidak dapat dilaksanakan, dan pihak atau
mereka yang merasa dirugikan oleh tindakan notaris diluar wewenang
tersebut, maka notaris dapat digugat secara perdata ke Pengadilan Negeri.
• Berkaitan dengan akta Perjanjian atau Kesepakatan Bersama yang dibuat
tentu harus juga diperhatikan asas kebebasan berkontrak yang diatur
dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menyebutkan Setiap
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
para pihak yang membuatnya.
• Akan tetapi pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata tersebut di atas tidak bisa
ditafsirkan seolah-olah para pihak dapat membuat suatu persetujuan
mengenai apapun sesuai dengan kehendak kedua pihak tersebut, oleh
karena dalam membuat suatu kesepakatan para pihak tidak boleh
membuat perjanjian yang dilarang oleh undang-undang, bertentangan
dengan kesusilaan atau ketertiban umum.
• Bagaimanapun asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338
ayat (1) KUHPerdata tetap ada batas-batasnya. Hal ini disebabkan karena
kesusilaan dan hukum tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
• Pasal 1337 KUHPerdata menyebutkan bahwa Suatu sebab adalah terlarang
apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan
kesusilaan ataupun ketertiban umum.
• Demikian halnya Pasal 1320 KUHPerdata, terdapat 4 syarat sahnya
perjanjian yaitu:
• -sepakat mereka yang mengikatankan diri;
• -kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
• -suatu hal tertentu, dan
• -sebab yang halal.
• Syarat terakhir yang mengatur syarat sahnya perjanjian yaitu sebab yang halal, bahwa
suatu sebab yang dilarang adalah yang dilarang oleh UU atau berlawanan dengan
kesusilaan dan ketertiban umum (hal ini diatur dalam Pasal 1337 KUHPerdata).
• Mari kita lihat analogi dari dampak Akta Pernyataan Bersama tersebut dihubungkan
dengan ketentuan terkait Ahli waris yang tidak patut menerima harta warisan dari
pewaris jika dia melakukan perbuatan tidak patut menjadi ahli waris menurut Pasal 838
KUHPerdata, yaitu:
• a. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba
membunuh pewaris;
• b. Mereka yang dengan putusan pengadilan dipersalahkan karena dengan fitnah telah
mengadukan pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman
penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat;
• c. Mereka yang dengan kekerasan telah mencegah pewaris membuat atau mencabut
surat wasiat;
• d. Mereka yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat pewaris.
• Pendapat Hilman Hadikusuma, dalam hukum pewarisan adat, seorang yang telah
berdosa terhadap pewaris apabila dosanya itu diampuni dia tetap menjadi ahli
waris yang menerima harta warisan dari mewaris.
• Sedangkan menurut hukum kewarisan Islam, orang yang tidak berhak mewaris
adalah orang yang berbuat jahat terhadap pewaris dan melakukan dosa besar
yaitu:
• a. Pembunuh pewaris;
• b. Ahli waris yang murtad dari penganut agama Islam ;
• c. Orang yang berbeda agama dengan pewaris;
• d. Anak zina.
• Walaupun berkaitan dengan pewarisan beda agama dapat dilakukan terobosan
hukum yang dapat dilakukan yang disesuaikan dengan perkembangan jaman di
Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila sebagai bentuk toleransi antar
sesama pemeluk agama adalah dengan memberikan wasiat wajib sebanyak-
banyaknya 1/3 (sepertiga) bagian dan tidak boleh melebihi bagian ahli waris
yang sederajat dengannya.
• Bahwa dalam KUHPerdata dan UU Perkawinan tidak dikenal adanya
PUTUSNYA HUBUNGAN KELUARGA, yang diatur hanya tentang Pencabutan
Kekuasan Orang Tua. Istilah Pembebasan Kekuasaan Orang Tua diatur
secara eksplisit dalam KUH Perdata, sebagaimana yang diatur dalam Pasal
319a KUH Perdata, paragraf pertama yang menyatakan bahwa:
• “Bapak atau ibu yang melakukan kekuasaan orang tua dapat dibebaskan
dari kekuasaan orang tua, baik terhadap semua anak-anak maupun
terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan dewan perwalian atau
atas tuntutan kejaksaan, bila ternyata bahwa dia tidak cakap atau tidak
mampu memenuhi kewajibannya untuk memelihara dan mendidik anak-
anaknya dan kepentingan anak-anak itu tidak berlawanan dengan
pembebasan ini berdasarkan hal lain.”
• Pada paragraf kedua pasal yang sama disebutkan mengenai Pemecatan
Kekuasaan Orang Tua.
• “Bila Hakim menganggap perlu untuk kepentingan anak-anak, masing-masing
dari orang tua, sejauh belum kehilangan kekuasaan orang tua, boleh dipecat dari
kekuasaan orang tua, baik terhadap semua anak maupun terhadap seorang anak
atau lebih, atas permohonan orang tua yang lainnya atau salah seorang keluarga
sedarah atau semenda dan anak-anak itu, sampai dengan derajat keturunan
keempat, atau dewan perwalian, atau Kejaksaan atas dasar:
• 1. menyalahgunakan kekuasaan orang tua atau terlalu mengabaikan kewajiban
memelihara dan mendidik seorang anak atau lebih;
• 2. berkelakuan buruk;
• 3. dijatuhi hukuman yang tidak dapat ditarik kembali karena sengaja ikut serta
dalam suatu kejahatan dengan seorang anak yang masih di bawah umur yang
ada dalam kekuasaannya;
• 4. dijatuhi hukuman yang tidak dapat ditarik kembali karena melakukan
kejahatan yang tercantum dalam Bab 13, 14, 15, 18, 19, dan 20, Buku
Kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap seorang di bawah
umur yang ada dalam kekuasaannya;
• 5. dijatuhi hukuman badan yang tidak dapat ditarik kembali untuk dua
tahun atau lebih;
• 6. Dalam pasal ini pengertian kejahatan meliputi juga keikutsertaan
membantu dan percobaan melakukan kejahatan.”
• Demikian halnya menurut Pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (2) UU
Perkawinan menyebutkan , kedua orang tua wajib memelihara dan
mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban orang tua ini
berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana
berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
• UU Perkawinan menjelaskan mengenai Pencabutan Kekuasaan Orang Tua,
yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) UU Perkawinan yang berbunyi:
• “Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap
seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang
tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung
yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan
Pengadilan dalam hal-hal:
• a. la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
• b. la berkelakuan buruk sekali.”
• Bahwa hubungan hukum antara orang tua dengan anak adalah hubungan
yang terjadi secara alamiah (karena hubungan darah), sehingga tidak dapat
diputus seperti memutuskan hubungan hukum yang terjadi karena,
misalnya perjanjian atau Kesepakatan Bersama putusnya hubungan
keluarga.
• Dalam Akta Kesepakatan Bersama tersebut, maka perjanjian tersebut
dapat dinyatakan batal demi hukum karena bertentangan dengan UU dan
melanggar kesusilaan atau ketertiban umum.
• bahwa tugas jabatan notaris adalah memformulasikan keinginan/tindakan
para pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum
yang berlaku, maka selalu Notaris harus memperhatikan ketentuan hukum
yang berlaku, dan tidak sekedar asal menuangkan.
• Terimakasih…..
• Hatur Nuhun….

Anda mungkin juga menyukai