Anda di halaman 1dari 5

NOTULEN PERTEMUAN EVALUASI AKREDITASI

SURABAYA 30 MARET S.D 2 APRIL 2015

HARI PERTAMA 30 MARET 2015, PEMBUKAAN OLEH DIREKTUR


 Q: 1. Status sebagai kabupaten ujicoba untuk pelaksanaan akreditasi. Bagaimana status
Puskesmas kedepannya? Apakah setelah ujicoba bisa terakreditasi?; 2. Bagaimana kesiapan tim
surveyor untuk melaksanakan survey akreditasi? ditakutkan jika Kabupaten telah
menganggarkan di APBD untuk akreditasi tetapi tim surveyor belum siap, sehingga anggaran
tidak terserap; 3. Lulusan nakes banyak yang kompetensinya tidak memadai, bagaimana upaya
Kemkes untuk mengatasi hal ini?; 4. Terkait ketentuan akreditasi setiap tiga tahun sekali, banyak
FKTP yang menunda akreditasi sampai dengan tahun 2019, agar tidak perlu akreditasi kembali.
(Pak Bagio, Dinkes Kab. Sampang)
 A: 1. Pertemuan ini sebagai wahana untuk evaluasi kabupaten/kota yang menjadi ujicoba
akreditasi, sekaligus mengakhiri kegiatan ujicoba; 2. Terkait pelaksanaan akreditasi, kab/kota
tidak hanya menyediakan anggaran untuk pelaksanaan akreditasi, tetapi mohon ditunjang
dengan mempersiapkan sarana prasarana alat dan tenaga kesehatan di Puskesmas agar sesuai
dengan standar penyelenggaraan Puskesmas. Selain itu, terkait pendampingan, waktu dan
frekuensi pendampingan sangat tergantung dengan komitmen teman2 di Puskesmas, tidak bisa
dipukul rata sama untuk setiap Puskesmas dan Kabupaten/Kota. Untuk tim surveyor, Kemkes
sedang mempersiapkan tim surveyor, dengan pendanaan dari berbagai sumber (DIPA, PHLN,
Dekon, dll); 3. Sekolah kesehatan harus terakreditasi, Kemkes terus berkoordinasi dengan Dikti.
Kemkes sedang mengembangkan rancangan Permenkes Puskesmas sebagai wahana pendidikan.
(Dir. BUKD);
 A: Mutu adalah hak asasi manusia, sehingga akreditasi harus dilaksanakan. Untuk surveyor
kedepan akan ditempatkan dimasing-masing provinsi. Untuk biaya akreditasi, sangat tergantung
SBU/SBK masing2 daerah, belum ada penetapan dari Pusat. (Kasubdit Bina Yankes Dasar).
 Q: Tidak mudah membangun sistem di Puskesmas. Saat ini polanya adalah kegiatan mengikuti
pendanaan, kedepan diharapkan pendanaan yang mengikuti kegiatan, sehingga kegiatan UKM
dapat dibiayai lebih besar. Saat ini pembiayaan UKM hanya dari BOK. Apakah dengan akreditasi
bisa merubah pola menjadi pendanaan mengikuti kegiatan? (Hari Santoso, Puskesmas
Panarukan Situbondo).
 A: Seharusnya idealnya seperti itu. Puskesmas yang terakreditasi akan membuat sistem kerja
dan pola pikir orang-orang dalam Puskesmas menjadi sistematis. Seharusnya dapat menjadi
senjata bagi teman daerah untuk mengadvokasi DPRD setempat dan pemegang kebijakan
terkait. Yang penting, mohon dibuktikan dulu dengan pendanaan yang ada kita bisa
menghasilkan apa. Prinsip yang harus dipegang: Jika anda sudah memulainya, anda harus
menyelesaikannya, bukan mengakhirinya. (Dir. BUKD).
HARI KEDUA 31 MARET 2015, KONSEP AKREDITASI – DR TAUFIQ

 Q: 1. Banyak pedoman yang belum tersedia di Puskesmas, sementara pedoman tersebut


diperlukan untuk akreditasi Puskesmas. Puskesmas ISO pun hanya memenuhi sekitar 20% dari
standar akreditasi. Mohon pedoman segera disusun; 2. Perlu peningkatan kompetensi dari tim
pendamping; 3. Pengalaman dilapangan, Puskesmas yang telah melengkapi semua dokumen
pun hanya bisa sampai standar madya. (Lusi, pendamping Kab. Sampang).
 A: 1. Tugas Kemkes untuk melengkapi NSPK yang diperlukan untuk Puskesmas; (dr. Taufiq,
MMR).
 A: 3. Jika Puskesmas hanya melengkapi semua dokumen, tentu tidak dapat memenuhi sampai
standar paripurna. Yang harus dibangun sistem dimulai dari administrasi manajemen, baru
selanjutnya UKM dan layanan klinis. Inti akreditasi adalah membangun sistem (dr. Tjahyono).

PANEL I – TIM PENDAMPING DINKES KAB. SBD, NGADA, TTU, DAN FLOTIM

 Q: 1. Kriteria apa yang dipergunakan oleh Dinas Kesehatan untuk menentukan Puskesmas mana
yang akan dijadikan ujicoba akreditasi Puskesmas?; 2. Tanggapan terkait perlunya mentor yang
selalu ada / standby di Puskesmas, sebenarnya tugas pendamping adalah untuk mendampingi
Puskesmas dalam mempersiapkan pelaksanaan akreditasi.; 3. Dalam penentuan Puskesmas,
hendaknya memperhitungkan komitmen dari Kepala Puskesmas dan staf dalam menjalankan
akreditasi. Dinkes Provinsi dan Dinkes Kab/Kota juga harus komitmen dalam menjalankan
akreditasi. (Dinkes Jatim).
 Q: Upaya apa saja yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan untuk mempersiapkan
pelaksanaan akreditasi? (dr. Eko)
 A: 1. Penentuan Puskesmas yang akan diakreditasi adalah berdasarkan Puskesmas yang
dianggap paling siap (Puskesmas Waepana) dan Puskesmas yang dianggap paling tidak siap
karena kekurangan SDM dan lokasi yang jauh (Puskesmas Maronggela); 2. Terkait perlunya
mentor, mengacu pada program Puskesmas Reformasi dimana Puskesmas yang akan dijadikan
ujicoba didampingi mentor yang selalu standby di Puskesmas. (Dinkes Flotim).
 Tanggapan konsultan: 1. Ingin mengetahui seberapa adequate pelatihan pendampingan yang
telah dilaksanakan, 2. Jika belum adequate, saran apa yang diajukan oleh tim pendamping; 3.
Standar dan instrument apakah masih perlu penyempurnaan?; 4. Pedoman Pendampingan
apakah cukup membantu ataukah masih ada yang perlu ditambahkan; 5. Biaya pendampingan
dengan standar pendampingan yang ideal (paling tidak 8 kali, per kali adalah 2 hari, per hari
adalah 5 jam  pengalaman pendampingan ISO 9000); 6. Konsultan telah menyusun komponen
pembiayaan untuk pendampingan, mohon tanggapan peserta. (dr. Tjahyono).
 Tanggapan konsultan: untuk NTT, seharusnya Puskesmas Reformasi dapat disinkronkan dengan
akreditasi Puskesmas. Mentoring seharusnya dapat dikerjakan oleh tim akreditasi Puskesmas.
Yang perlu dilaksanakan adalah peningkatan kemampuan tim pendamping akreditasi
Puskesmas. (dr. Soenoe).
 Tanggapan konsultan: Mentoring seharusnya dapat dikerjakan oleh tim akreditasi Puskesmas.
Sebelum audit eksternal, Puskesmas seharusnya telah melaksanakan audit internal. (dr. Lina).
 Tanggapan konsultan: Puskesmas Reformasi selesai kegiatannya ditahun 2012, sehingga
dokumennya banyak yang tidak diteruskan. (Pak Djemingin).
 A: 1. Usul waktu pendampingan dapat dilaksanakan selama satu tahun; 2. Pendampingan di SBD
sulit dilaksanakan secara ideal. Selama ini yang dilaksanakan adalah berdasarkan kesepakatan
antara Kapus dengan tim pendamping, dan dilaksanakan setelah pelayanan Puskesmas; 3. Di
SBD tidak ada Puskesmas Reformasi. (Dinkes SBD)
 A: 1. Terkait cukup tidaknya waktu pelatihan pendampingan selama 2 minggu, usul perlu
dilaksanakan review tim pendamping; 2. Puskesmas reformasi masih berjalan di Kab. Ngada; 3.
Waktu pendampingan yang ideal, untuk Puskesmas dengan lokasi yang dekat masih
memungkinkan, sedangkan untuk Puskesmas yang lokasinya jauh agak sulit dilaksanakan.
Kendala selain waktu perjalanan juga dari segi honorarium, seharusnya dibedakan antara
Pendampingan Puskesmas yang dekat dan jauh. (Dinkes Ngada).
 A: 1. Waktu pendampingan diusulkan satu tahun; 2. Perlu dilakukan review tim pendamping; 3.
Akreditasi dan reformasi agak berbeda. Reformasi setelah pelaksanaan tidak ada pendampingan
selanjutnya, sehingga Puskesmas tidak dipantau lagi. (Dinkes Flotim).
 A: 1. Waktu pendampingan dilaksanakan sesuai ketentuan, tetapi setiap pendampingan rata-
rata dilaksanakan 3-5 jam (Dinkes TTU).
 Tanggapan: 1. Kedepan, untuk pendampingan dan survey, dana berasal dari APBD Kab/Kota.
Komponen pembiayaan sangat tergantung dengan SBU/SBK Kab/Kota. Contoh yang diberikan
pusat tidak bisa serta merta diduplikasi didaerah, tergantung situasi dan kondisi masing2
daerah. Kisaran untuk akreditasi Puskesmas kurang lebih 80-100 Juta, tetapi hal ini belum
ditetapkan oleh Pusat; 2. Untuk pelatihan pendampingan selama ini yang dilaksanakan selama 2
minggu, dirasa sudah cukup. Yang perlu diperhatikan adalah metode pelatihannya. Perlu
dirumuskan metode pelatihannya diantara Komisi Akreditasi FKTP, perbandingan teori dan
praktik yang ideal. (Kasubdit PKD).
 Tanggapan: 1. Perlu pemahaman kembali terkait manajemen Puskesmas, fungsi dan peran
Dinkes Kab/Kota dan DInkes Provinsi. Peran Dinkes Kab/Kota sebagai Pembina Puskesmas,
dengan atau tanpa akreditasi Puskesmas. Peran Dinkes Provinsi sebagai pengampu Dinkes
Kab/Kota. Yang penting adalah komitmen terhadap pekerjaan yang dilaksanakan, prinsipnya
adalah care, share, and love. (Bu Sri Hastuti).
PANEL II – TIM PENDAMPING DINKES KAB. BONDOWOSO, SITUBONDO, BANGKALAN, SAMPANG

 Q: 1. Di Puskesmas Bondowoso setelah dilaksanakan akreditasi, apakah telah terbentuk sistem


di Puskesmas?; 2. Untuk Sampang, Mengapa pemilihan Puskesmas tidak mengikuti kriteria yang
disyaratkan Di. BUKD? (dr. Eko)
 Q: Keberhasilan akreditasi Puskesmas tidak hanya dibebankan pada tim pendamping Puskesmas.
Seharusnya semua komponen ikut terlibat dan berkomitmen untuk menjalankan akreditasi.
Bagaimana upaya yang telah dilaksanakan oleh tim pendamping untuk mengadvokasi dan
mensosialisasikan lintas sector terkait? (dr. Sri Surveyor).
 Q: 1. Perlu ditinjau efektifitas waktu pendampingan; 2. Sebelum menentukan Puskesmas mana
yang akan diakreditasi, harus ada kriteria yang jelas terkait pemilihan Puskesmas; 3. Seharusnya
akreditasi tidak hanya mengandalkan pendanaan dari bantuan luar negeri. Harus ada sharing
cost antar Dinkes Kab/Kota, Dinkes Provinsi; 4. Sebelum dilaksanakan akreditasi, harus ada
penguatan manajemen Puskesmas terlebih dahulu, baik dengan workshop penguatan
manajemen ataupun pelatihan. (Dinkes SBD, margaretha).
 A: 1. Setelah ujicoba akreditasi, setiap penyelenggaraan program atau pelayanan diusahakan
dengan Planning yang benar. Sistem yang ada mengikuti Planning Do Check Action; 2. Dinkes
Bondowoso tidak mengikuti kriteria pemilihan Puskesmas yang diajuan oleh pusat, karena
menganggap bahwa Puskesms yang baik yang bisa mengikuti proses akreditasi; 3. Kebijakan
Kepala Dinas Kesehatan, sebelum pendamping melaksanakan akreditasi Puskesmas, bagian2 di
Dinasnya harus terakreditasi dulu, harus ada SOP yang jelas untuk pelayanan yang diberikan
(Kab. Sampang);
 A: salah satu upaya yang dilaksanakan untuk advokasi lintas sector adalah mengadakan
pertemuan sosialisasi dan advokasi dengan lintas sector terkait, seperti Bappeda, dll. (Kab.
Situbondo).
 A: Koordinasi lintas program yang pernah dilaksanakan hanya sebatas rapat bulanan dengan
lintas program di Dinkes. Salah satu kendala lain adalah belum adanya Kepala Dinas Kesehatan
definitive. (Kab. Bangkalan).
 Tanggapan Konsultan  1. Pemahaman standard dan instrument, telah ada revisi yang
dilakukan untuk menyederhanakan dan menyempurnakan instrument. Terkait pemahaman Bab
9, tim konsultan sedang menyusun Panduan untuk membangun sistem mutu dan keselamatan
pasien di Puskesmas. Kesalahan yang sering dilakukan oleh tim pendamping adalah langsung
membaca elemen penilaian, sedangkan standard and kriteria tidak dibaca. padahal untuk
memahami elemen penilaian harus merujuk pada standard and kriteria; 2. Ada perubahan
standard and instrument dari saat pelatihan pendamping ke pelatihan surveyor, sehingga
mungkin ada perbedaan dilapangan. Perubahan ini karena mengakomodir Permenkes No. 75
tahun 2014 yang baru keluar setelah pelatihan pendamping pertama dilaksanakan; 3. Kab
Situbondo telah mengikuti seluruh tahapan pendampingan yang diajarkan oleh konsultan,
bahkan dengan menambahkan inovasi berupa sosialisasi dan advokasi lintas sector. (dr.
Tjahyono).
 Tanggapan konsultan: 1. Apresiasi kepada kab. situbondo terkait telah mengikuti seluruh
tahapan pendampingan; 2. Salah satu kunci keberhasilan situbondo adalah dukungan dari
Pemda, dimana ada komitmen bahwa untuk pelaksanaan akreditasi di tahun 2016 akan dibiayai
dari APBD; 3. Selain itu, dukungan lintas program dan lintas sector sangat penting dalam
mewujudkan pelaksanaan akreditasi; 4. Konsep dasar mengapa tim pendamping berasal dari
Dinkes Kab/Kota adalah agar fungsi pembinaan Kab/Kota terhadap Puskesmas tidak hilang, dan
untuk menghemat biaya yang ditimbulkan; 5. Kedepan apakah bisa sekiranya sosialisasi untuk
pendampingan juga dilaksanakan kepada lintas program terkait di Dinas Kesehatan Kab/Kota?
sehingga jika ada pembinaan dan evaluasi dari semua komponen Dinas Kesehatan dapat
sekaligus melakukan pendampingan Puskesmas yang berkelanjutan. (Pak Soenoe).
 Tanggapan Kasubdit PKD: 1. Yang kami perlukan adalah berapa lama waktu pendampingan yang
dianjurkan oleh tim pendamping, biaya yang diperlukan, honor pantas sebagai pendamping, dll;
2. Terkait kriteria pemilihan Puskesmas, tidak ada surat dari pusat yang menyatakan bahwa
Puskesmas yang dijadikan ujicoba adalah Puskesmas yang terbaik dan terjelek, tetapi Puskesmas
yang sudah ISO, agar lebih mudah dilakukan akreditasi Puskesmas; 3. Akreditasi tidak akan
berhasil jika tidak ada sharing cost. Kabupaten/Kota seharusnya menganggarkan dana
pendampingan dan survey ke Puskesmas; 4. Terkait review dan perlunya refresh tim
pendamping, akan didiskusikan kembali ditingkat pusat, dengan memperhitungkan masukan
dari tim surveyor, konsultan, dan teman2 kemkes.
 A: Kami tidak terlalu memperhitungkan berapa unit cost yang sepantasnya untuk pendampingan
akreditasi. Tetapi menurut pemikiran kami, sesuai dengan unit cost AIPHSS (700 ribu, diluar
transport dan akomodasi untuk sekali turun). (Dinkes Situbondo).
 A: Yang pantas menurut kami sesuai dengan Unit Cost AIPHSS (600 ribu untuk jasa, 100 ribu
untuk transport). (Dinkes Bondowoso).
 A: Unit cost sama dengan Dinkes Situbondo. (Sampang)

Anda mungkin juga menyukai