Anda di halaman 1dari 9

PERFORMA KOROSI BAJA KARBON PADA UJI SIMULASI PIPA UNTUK

SISTEM SALURAN AIR PENDINGIN

Ahmad Royani*, Siska Prifiharni, Gadang Priyotomo dan Sundjono


Pusat Penelitian Metalurgi dan Material – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Kawasan Puspiptek Gedung 470, Tangerang Selatan – Banten, Indonesia 15314

Intisari
Masalah utama dalam sistem pendingin air dalam unit pembangkit listrik panas bumi meliputi korosi, deposit
dan slime (lendir). Korosi dapat memperpendek umur pakai peralatan sistem pendingin air karena terjadi penurunan
efisiensi operasi, kebocoran dan polusi. Masalah-masalah tersebut, terjadi sangat komplek dan banyak faktor
penyebabnya. Di sisi lain, sebagian besar sistem air pendingin di industri mengandung komponen baja karbon yang
mudah terkorosi. Untuk mengetahui nilai laju korosi baja karbon pada unit pembangkit listrik panas bumi maka
dilakukan uji simulasi menggunakan sistem resirkulasi air terbuka. Proses simulasi dilakukan dengan metode
interval test dan berdasarkan standar NACE RP0775. Laju korosi baja tersebut diukur dengan metode pengurangan
berat. Morfologi permukaan dan komposisi produk korosi dikarakterisasi menggunakan scanning electron
microscopy (SEM), X-ray diffractometer (XRD) dan energy dispersive spectroscopy (EDS). Nilai laju korosi baja
karbon hasil uji simulasi selama 1, 3 dan 4 minggu masing-masing sebesar 2,29 mmpy; 1,23 mmpy; dan 0,93 mmpy.
Terjadi penurunan laju korosi jika waktu simulasi diperpanjang akibat terbentuknya lapisan pasif pada permukaan
baja. Sementara itu, parameter air yang paling dominasi dalam simulasi ini adalah dissolved oxygen (DO).
Perubahan DO sangat mempengaruhi kecepatan laju korosi. Berdasarkan morfologi produk korosi, serangan korosi
terjadi secara lokal yang sebarannya merata. Produk korosi berupa senyawa oksida dalam bentuk Fe3O4, FeOOH dan
Fe2O3.

Kata Kunci: Baja karbon, Korosi, NACE RP0775, Pengurangan berat, Simulasi.

Abstract
The main problem in cooling water systems in geothermal power plant units is supported by corrosion, deposits,
and slime. Corrosion can shorten the life of cooling water system equipment due to a decrease in operating
efficiency, leakage, and pollution. These problems, occur very complex and many causes. On the other hand, most
cooling water systems in the industry contain carbon steel components that are easily corroded. To determine the
value of the corrosion rate of carbon steel in a geothermal power plant, a simulation test using an open recirculating
system was carried out. The simulation process is done by an interval test method and based on NACE RP0775
standard. The corrosion rate of those steel was determined by weight loss method. The Morphology of surface and
composition of corrosion products are characterized using scanning electron microscopy (SEM), X-ray
diffractometer (XRD) and energy dispersive spectroscopy (EDS). The corrosion rate values of carbon steel from the
simulation results for 1, 3 and 4 weeks were 2.29 mmpy; 1.23 mmpy; and 0.93 mmpy, respectively. There is a
decrease in the corrosion rate of the simulation time is extended, because of passive film layers on the steel surface.
Meanwhile, the most dominant water parameters in this simulation are dissolved oxygen (DO). The change of DO
greatly affect the corrosion rate of carbon steel. Based on the product morphology of corrosion, corrosion attacks
occur locally. Corrosion products form oxide compounds in the form of Fe3O4, FeOOH, and Fe2O3.

Keywords: Carbon steel, Corrosion, NACE RP0775, Simulation test, Weigh loss.

I. PENDAHULUAN penurunan efisiensi operasi, kebocoran dan


Masalah utama dalam sistem pendingin air polusi. Deposit dan slime selain dapat
dalam unit pembangkit listrik panas bumi menurunkan efisiensi panas pada alat penukar
meliputi korosi, deposit dan slime (lendir). panas juga menyebabkan korosi lokal yaitu
Korosi dapat memperpendek umur pakai korosi dibawah deposit karena adanya perbedaan
peralatan sistem pendingin air karena terjadi konsentrasi oksigen [1]. Masalah – masalah
tersebut, terjadi sangat komplek dan banyak rendah dapat menyebabkan jenis korosi under
faktor penyebabnya. deposit [10]. Daerah dengan kecepatan rendah
Sumber air baku pada sistem pendingin dapat berfungsi sebagai tempat inkubasi bagi
dalam industri dapat berasal dari air tanah, danau, sulfate reducing bacteria (SRB). Lokasi-lokasi
sungai dan air laut [2]. Pada umumnya, air baku ini juga cenderung menahan air pada titik-titik
tersebut bercampur dengan padatan tersuspensi rendah dalam garis aliran [11].
dan padatan terlarut yang dapat menyebabkan Konduktivitas dan Total Padatan Terlarut
terjadinya korosi atau deposit. (TDS)
Sistem sirkulasi air pada sistem pendingin Konduktivitas adalah ukuran kemampuan air
terdiri dari sistem sekali putaran (once through), untuk menghantarkan arus listrik dan
resirkulasi tertutup, dan resirkulasi terbuka. mengindikasikan jumlah padatan terlarut (TDS)
Sistem once through adalah proses menyalurkan dalam air. Air suling murni memiliki
air pada unit pendingin dan membuangnya konduktivitas sangat rendah dan air laut memiliki
kembali ke sumber air. Pada sistem tertutup, konduktivitas yang tinggi [12]. Padatan terlarut
kehilangan air sangat rendah sehingga tidak ada terdapat pada bahan senyawa kimia dan zat
penambahan air selama beroperasinya unit dalam air yang akan bergabung untuk
pendingin. Sedangkan dalam sistem terbuka membentuk deposit yang tidak larut di
terjadi kehilangan air sehingga harus memiliki permukaan unit penukar panas atau yang disebut
suplai air yang ditambahkan sebagai pengganti. sebagai "scale". Scale yang keras menempel pada
Dengan demikian, pada resirkulasi tertutup permukaan, secara bertahap menumpuk dan
mineral yang terakumulasi jauh lebih sedikit mulai mengganggu aliran fluida pipa, sehingga
daripada di dalam sistem terbuka dimana terjadi perpindahan panas dan tekanan air menurun [13].
penambahan sejumlah air dari make-up water. pH
Sistem resirkulasi terbuka dan sekali putaran pH adalah ukuran seberapa asam atau basa
biasanya terkontaminasi sejumlah zat terlarut, air. pH kurang dari 7 menunjukkan keasaman,
padatan tersuspensi, dan mikroorganisme. sedangkan pH lebih besar dari 7 menunjukkan
Sehingga pembentukan dari deposit, korosi dan basa. Kontrol pH sangat penting untuk sebagian
lendir pada sistem resirkulasi terbuka dan sekali besar program pengolahan air pendingin. Secara
putar umumnya lebih signifikan daripada di umum, ketika pH lingkungan asam,
sistem tertutup [3]. kecenderungan terjadinya korosi meningkat dan
Sebagian besar material pada sistem air sebaliknya ketika pH lingkungan alkali,
pendingin di industri mengandung komponen kecenderungan terjadinya scale meningkat [14].
yang dibuat dari paduan tembaga dan baja. Baja Alkalinitas
karbon digunakan sebagian besar di unit penukar Nilai pH di atas 7 menandakan alkalinitas.
panas pada sistem resirkulasi tertutup dan terbuka Pada nilai pH kurang dari 8,3, sebagian besar
[4,5]. Baja galvanis digunakan pada bagian alkalinitas dalam air dalam bentuk bikarbonat,
menara pendingin sedangkan stainless steel dan biasanya tidak terjadi pembentukan scale.
terdapat dalam sistem perpipaan [6]. Oleh karena Namun ketika pH naik di atas 8,3, alkalinitas
itu, penting untuk memahami perilaku dari berubah dari bikarbonat menjadi karbonat dan
material-material tersebut dari serangan korosi scale akan mulai terbentuk [15].
akibat fluida dalam sistem unit penukar panas. Kekerasan
Salah satu faktor yang mempengaruhi Jumlah kalsium dan magnesium terlarut
terbentuknya korosi dan deposit (scale) pada unit dalam air menentukan “kekerasan”. Total
penukar panas adalah kandungan fluida itu kekerasan terdiri dari kekerasan karbonat
sendiri. Parameter-parameter kritis untuk fluida (temporary hardness) dan kekerasan non-
meliputi suhu, kecepatan fluida, konduktivitas, karbonat (permanent hardness). Temporary
total padatan terlarut (TDS), kekerasan, pH, hardness biasanya paling umum untuk endapan
alkalinitas dan indeks saturasi [7-9]. scale kalsium karbonat dalam pipa dan peralatan.
Kecepatan Fluida Indeks Kejenuhan
Kecepatan fluida tinggi dapat menyebabkan Indeks saturasi air atau Langlier Saturation
erosi pada permukaan logam [7]. Di industri Index (LSI) adalah ukuran stabilitas air
panas bumi dan migas, fluida berkecepatan tinggi sehubungan dengan pembentukan scale. Ketika
ini sering ditemukan di ujung sumur (wellhead) pembacaan LSI positif, maka cenderung
bertekanan tinggi [8]. fluida berkecepatan tinggi membentuk scale, dan ketika nilai LSI negatif,
dapat mencegah inhibitor korosi menempel pada maka cenderung korosif.
permukaan logam dan menghilangkan lapisan Penelitian-penelitian pada unit penukar
pelindung dari logam [8,9]. Kecepatan fluida panas dan sistem pendingin air telah banyak
dikembangkan [11-16]. Analisa dan optimasi dibersihkan, spesimen ditimbang menggunakan
sirkulasi terbuka pada air pendingin telah di teliti timbangan analitik dan kemudian disimpan dalam
untuk tujuan penghematan penggunaan air [11]. desikator.
Peningkatan siklus konsentrasi dapat 2.2 Uji Simulasi
menurunkan penggunaan air dari makeup water. Spesimen dimasukkan pada alat simulasi
Laju korosi beberapa baja karbon dalam feed pipa test (Gambar 1) dengan cara memasang
water pada sistem pendingin air bervariasi spesimen pada holder disertai gasket sehingga
tergantung pada struktur mikro baja dan tidak kontak langsung dengan holder (Gambar 2).
temperatur lingkungan [16]. Baja karbon dengan Kencangkan holder dan pastikan posisi spesimen
fasa pearlite lebih banyak memiliki laju korosi searah dengan laju fluida. Hidupkan alat simulasi
yang lebih besar dibandingkan dengan baja dengan memutar tombol power ke posisi ON.
karbon dengan fasa pearlite sedikit [16]. Atur kecepatan fluida dan ukur parameter proses
Peningkatan temperatur lingkungan juga dapat dengan probe sensor (Multi-Meter HQ40d) yang
meningkatan laju korosi pada baja karbon [17]. telah dipasang pada alat monitoring dan biarkan
Pada penelitian ini dilakukan simulasi uji selama waktu tertentu sehingga kondisi
korosi baja karbon menggunakan alat simulasi parameter tercapai. Jika kondisi telah tercapai,
korosi pipa dengan sistem resirkulasi terbuka. ambil probe dari alat simulasi kemudian tutup
Adapun tujuan dari penelitian ini untuk kembali dan biarkan selama waktu ekspos
mendapatkan nilai laju korosi baja karbon pada tertentu. Metode yang digunakan pada simulsi
sistem resirkulasi air terbuka. test laju korosi ini menggunakan metode interval
test. Skema interval test diilustrasikan pada
II. BAHAN DAN PROSEDUR Gambar 3 dan dijelaskan dalam Tabel 3.
Material/bahan yang digunakan dalam
penelitian ini berupa baja karbon yang ada
dipasaran dengan komposisi kimia dalam Tabel 1.
Larutan yang digunakan dalam penelitian ini
berupa larutan sintesis untuk feed water dengan
komposisi pada Tabel 2.
Table 1. Komposisi kimia spesimen baja.
Unsur C Mn Si S P Fe
% 0,448 1,323 0,246 0,024 0,002 Sisa

Tabel 2. Komposisi larutan sintesis.


Parameter Unit Komposisi
pH - 7,4 Gambar 1. Alat simulasi pipa.
Turbidity NTU 0,38
Colour (Pt/Co) - 0
Conductivity mhos 211,4
Dissolved solid ppm 100,1
Calcium Hardness ppm,CaCO3 1,3
Total Hardness ppm,CaCO3 24,48
Total Alkalinity ppm,CaCO3 28
Bicarbonate ppm 93,99
Total Chlorine, Cl2 ppm 0.00
Chloride, Cl- ppm 13,35
Hydroxide, OH- ppm 0,00
Free CO2 ppm 0,00
Nitrate, NO3- ppm 0,00
Sulphate, SO42- ppm 26,98
Sodium, Na ppm 77,84
Potassium, K ppm 18,46
Total Iron, Fe ppm 0,21
Silica, SiO2 ppm 14,10

2.1 Preparsi spesimen Gambar 2. Pemasangan spesimen pada holder.


Plat baja karbon dipotong dengan ukuran 70
x 40 x 2 mm dan diberi kode. Sebelum uji
simulasi, permukaan spesimen dibersihkan
berdasarkan standar ASTM G-95. Setelah
pHs = (9,3 + A + B) − (C + D) . . . (3)
dimana:
A = [log(100,1) − 1]/10 = 0,1
B = −13,12 × log (37°C + 273) + 34,55 = 1,863
Gambar 3. Skematik percobaan interval test. C = log(1,3) – 0,4 = -0,286
D = log(28) = 1,447
Tabel 3. Interval waktu uji spesimen.
N Ekspos (Hari ke-) Lama Ekspos
Sehingga LSI pada 37 °C:
Kode
O Awal Akhir (Jam) pHs = (9,3 + 0,1 + 1,863) − (-0,286 + 1,447) =
1 A1 0 7 168
10,102
2 A3 0 21 504
3 A4 0 28 672 LSI = 7,4 – 10,102 = -2,702 (negatif)

2.3 Analisa Kehilangan Berat Hasil indeks LSI bernilai negatif,


Setelah uji simulasi, spesimen dibersihkan menunjukkan kecenderungan air yang digunakan
sesuai prosedur pada standar ASTM G-1. Analisa dalam percobaan bersifat korosif.
kehilangan berat dilakukan dengan menimbang
spesimen sebelum dan sesudah ekspos. Metode 3.2 Analisa visual
untuk menentukan laju korosi berdasarkan Perbandingan hasil visualisasi spesimen
kehilangan berat mengikuti persamaan: sebelum dan sesudah ekspos terlihat pada
Gambar 4. Spesimen diambil setelah diekspos
selama (b) 7 hari, (c) 21 hari dan (d) 28 hari.
Produk korosi terjadi pada seluruh permukaan
. . . (1)
spesimen yang mengindikasikan bahwa korosi
Dengan:
yang terbentuk adalah jenis korosi merata.
K: konstanta; W: berat yang hilang (gram); D:
Lapisan yang terbentuk berupa lapisan poros dan
densitas (g/cm3); A: luas area (cm2) dan T: waktu
mudah larut sehingga tidak membentuk lapisan
ekspos (jam).
protektif.
2.4 Analisa Parameter Air
Parameter kualitas air simulasi diukur
menggunakan alat portabel meter multi Hach
(HQ40d). Alat ini merupakan alat sistem
genggam untuk pengukuran oksigen terlarut
(DO), salinitas, konduktivitas, suhu, total padatan
terlarut (TDS) dan pH. Pengukuran kualitas air
dilakukan pada awal pemasangan dan setiap
pengambilan spesimen uji.

2.5 Analisa Produk Korosi


Morfologi produk korosi yang menempel
pada permukaan spesimen diamati dengan
menggunakan scanning electron microscope Gambar 4. Penampakan Visual Spesimen sebelum dan
(SEM JEOL JSM-6390A) yang dilengkapi sesudah diekspos.
dengan energy dispersive spectrometer (EDS).
Jarak kerja 10 mm dan tegangan akselerasi 20 kV. 3.3 Kehilangan berat
Senyawa kimiawi dari produk korosi ditentukan Penentuan laju korosi setelah periode ekspos
menggunakan difraktometer sinar-X (Shimadzu tertentu dilakukan dengan metode kehilangan
XRD 7000). berat. Hasil laju korosi spesimen baja karbon
menggunakan alat simulasi disajikan dalam
III. HASIL DAN DISKUSI Gambar 5.
3.1 Indeks Kejenuhan Air Laju korosi hasil simulasi selama 7 hari, 21
Indeks saturasi air atau Langlier Saturation hari dan 28 hari masing-masing sebesar 2,29
Index (LSI) dihitung menggunakan data Tabel 1. mmpy; 1,23 mmpy; 0,93 mmpy.
Menurut analisis komposisi kimia pada Tabel 1,
indeks LSI pada 37 oC diperoleh sebagai berikut:
LSI = pH − pHs . . . . (2)
dengan daya hantar pertukaran elektron pada
katoda dan anoda. Lingkungan air dengan total
padatan terlarut yang tinggi cenderung memiliki
konduktivitas yang tinggi sehingga pertukaran
ion-ion semakin cepat.

Gambar 5. Hubungan laju korosi dengan waktu ekspos.

Secara umum hasil laju korosi (Gambar 5)


mengalami penurunan jika waktu simulasi
diperpanjang. Perilaku semacam ini sering terjadi
karena semakin banyaknya produk korosi
dipermukaan spesimen seiring waktu ekspos
meningkat. Pembentukan produk korosi sebagai
lapisan film oksida tersebut dapat mengurangi
Gambar 7. Hasil pengukuran TDS air versus waktu.
kontak permukaan dengan fluida. Terbentuknya
produk korosi dipengaruhi oleh banyak faktor,
Pengaruh pH terhadap kelarutan produk
salah satunya faktor lingkungan air.
korosi yang terbentuk selama proses korosi
sering kali merupakan kunci untuk memahami
3.4 Pengaruh parameter air terhadap laju
konsentrasi logam pada lingkungan air. Kelarutan
korosi
produk korosi umumnya menurun pada air
Laju korosi baja tergantung pada beberapa
parameter seperti komposisi kimia, kekasaran dengan pH yang lebih tinggi.
permukaan dan lingkungan [7-9]. Parameter
lingkungan air meliputi konduktivitas, total
padatan terlaut (TDS), salinitas, oksigen terlarut
(DO), suhu dan pH.
Laju korosi baja di lingkungan air dengan
konduktivitas yang tinggi lebih besar
dibandingkan pada lingkungan air yang memiliki
konduktivitas rendah [10]. Hasil pengukuran
konduktivitas dan TDS air simulasi memiliki
nilai yang relatif sama (Gambar 6 dan Gambar 7).

Gambar 8. Hasil pengukuran pH air versus waktu.

Hasil pengukuran pH air simulasi versus


beberapa waktu disajikkan pada Gambar 8. Hasil
pH air simulasi tidak mengalami perubahan yang
besar, yaitu antara pH 7 dan 8. Berdasarkan hasil
ini, air simulasi termasuk dalam lingkungan
netral yang memiliki pengaruh kecil terhadap laju
korosi. Namun, pada dasarnya penurunan pH
Gambar 6. Hasil pengukuran konduktivitas air versus waktu. dapat membuat lingkungan lebih asam dan
akibatnya lingkungan menjadi lebih korosif [11].
Sehingga parameter konduktivitas dan total Laju korosi baja menurun seiring peningkatan
padatan terlarut dalam penelitian ini tidak waktu dan nilai pH akibat adanya lapisan oksida
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap laju yang mempasivasi permukaan baja. Pasifitas baja
korosi baja. Namun, secara teori total padatan berkurang karena pH meningkat [12].
terlarut dan konduktivitas yang tinggi dapat
meningkatkan laju korosi [11]. Hal ini berkaitan
Agresivitas korosi air tidak hanya setengah katodik dan meningkatkan terjadinya
merupakan fungsi dari resistivitas air dan derajat proses korosi [10].
keasaman, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor- Hasil pengukuran oksigen terlarut setiap
faktor tambahan yang saling melengkapi seperti periode menggunakan alat portabel meter Multi
suhu, kandungan gas terlarut dan salinitas [9]. Hach HQ40d ditunjukkan dalam Gambar 10.
Salinitas merupakan representasi dari banyaknya
kandungan klorin dalam air. Oleh karena itu,
salinitas dievaluasi dengan menentukan
-
konsentrasi ion Cl dalam air. Hubungan empiris
antara salinitas dan kandungan ion Cl-
dirumuskan dalam persamaan 4:
1,80655 × [Cl-] . . . . .(4)
Hasil pengukuran salinitas dari uji simulasi
ditabulasi dalam Gambar 9. Salinitas yang
dihasilkan relatif sama dan nilainya sangat kecil
yaitu sebesar 0,1 ppt. Hasil ini mengindikasikan
bahwa fluida atau air yang digunakan dalam
proses simulasi termasuk ke dalam kategori air Gambar 10. Hasil pengukuran DO air versus waktu.
segar (fresh water), karena kandungan klorin di
bawah 1000 ppm [14]. Pada hari-hari minggu awal ekspos, nilai DO
Korosifitas air alami (natural water) menurun dan terjadi peningkatan laju korosi.
meningkat secara proporsional, jika nilai salinitas Pada tahap inisiasi ini mulai terjadi pembentukan
meningkat. Jika salinitas melebihi 3%, korosifitas korosi pada daerah anoda sehingga konsumsi
air akan menurun [11]. Fenomena ini disebabkan oksigen pada daerah katodik menigkat. Sebagai
oleh fakta bahwa laju korosi cenderung akibat dari peristiwa ini, oksigen yang terlarut
meningkat ketika konduktivitas air meningkat. dalam air menurun. Mekanisme reaksi kimia
Semakin tinggi salinitasnya, semakin rendah terjadinya korosi di dalam lingkungan air sesuai
kelarutan oksigennya [10]. Dengan demikian, persamaan reaksi berikut:
salinitas di atas 3%, laju korosi di dalam air Pada anoda terjadi pelarutan besi (Fe)
berkurang. Begitupun jika salinitas sangat kecil menjadi ion Fe2+ :
sekali, maka pengaruhnya sangat kecil terhadap
Fe  Fe2+ + 2e- . . . . (5)
laju korosi.
sedangkan pada katoda terjadi reaksi :
H2O + ½ O2 +2e-  2OH- . . . (6)
karena lingkungan (larutan) netral maka reaksi
yang terjadi sebagai berikut :
2H+ + ½ O2 +2e-  H2O . . . (7)
Reaksi di atas terjadi secara bertahap dan
sebenarnya terjadi juga berbagai reaksi lanjutan
dalam larutan. Pada peristiwa korosi, ion besi
(Fe2+) yang terbentuk di anoda akan teroksidasi
Gambar 9. Hasil pengukuran salinitas air versus waktu.
membentuk besi oksida berbentuk lapisan sangat
tipis pada permukaan logam dan mencegah
Parameter lain yang mempengaruhi laju terlarutnya besi lebih lanjut:
korosi dalam lingkungan air adalah kandungan Fe2+ + 2e- + ½ O2  FeO . . . (8)
gas terlarut. Gas terlarut dalam air dan yang
paling penting dari sudut pandang korosi adalah Demikian juga pada katoda oksigen harus
oksigen dan karbon dioksida. Kelarutan oksigen mencapai permukaan logam agar reaksi (5) dan
dan karbon dioksida berkurang dengan (6) terjadi. Ion hidroksil (OH-) yang terbentuk
meningkatnya suhu dan salinitas [10]. Gas juga dapat terserap pada permukaan membentuk
karbon dioksida mempengaruhi pH air, adanya lapisan yang menghalangi penyerapan oksigen.
gas CO2 membuat air menjadi lebih asam [17]. Pada keadaan ini terjadi polarisasi katoda dan
Oksigen bertindak sebagai depolarizer dalam sel proses korosi berjalan lambat. Pada peristiwa
korosi yang cepat, lapisan penghambat
(pelindung) tersebut tidak sempat terbentuk, ion
Fe bereaksi dengan ion hidroksil :
2Fe2+ + 4OH + ½ O2 + H2O  2Fe(OH)3 . (9)
Dari pengamatan eksperimental, ditemukan
bahwa DO adalah parameter paling kritis pada
korosi spesimen baja. Bahkan dilaporkan bahwa
korosi internal pipa air dapat dicegah secara
efektif dengan mengurangi konsentrasi DO [14].
Hubungan parameter-parameter air di atas
bukana saja mempengaruhi laju korosi. Namun,
parameter air seperti total padatan terlarut dan
kandungan gas dalam air juga mempengaruhi
karakteristik dari produk korosi. Gambar 11. Hasil foto metalografi.

3.5 Produk korosi Hasil SEM dan EDAX produk ditunjukkan


Bentuk umum produk korosi baik besi pada Gambar 12 dan Gambar 13. Hasil SEM dan
ataupun baja berupa Goethite (-FeOOH), EDAX menunjukkan dominasi kandungan besi
Akaganeit (-FeOOH), Hematit (Fe2O3) dan dan oksigen. Berdasarkan hasil SEM pada
Maghemite terhidrasi (-Fe2O3.H2O). Dalam Gambar 12 menunjukkan terjadinya
banyak spesimen, Magnetit (Fe3O4) atau pembentukan oksida oksida besi. Hal ini pula
Maghemit (-Fe2O3) juga sering terdeteksi [12]. yang menyebabkan pertambahan berat yang
Morfologi produk korosi yang terbentuk pada terjadi pada logam yang terkorosi. Produk korosi
permukaan spesimen baja ditampilkan dalam yang berupa oksida ini akan terus berkembang
Gambar 11 dan Garnbar 12. Baja karbon sangat hingga pada saat tertentu akan terkikis oleh
mudah bereaksi dengan O 2 dalam air yang larut kecepatan aliran.
dari udara. Reaksi tersebut menjadi oksida
hydrate atau yang disebut juga dengan produk
korosi. Secara berangsur-angsur produk korosi
mengakibatkan permukaan logam menjadi tidak
rata, hal ini dapat menimbulkan terlepasnya
lapisan filrn pada permukaan sehingga akan
terjadi korosi pada anoda yang menjadikan logam
menjadi higroskopik. Bila dilihat dari morfologi
dan bentuk korosi maka serangan korosi yang
terbentuk terjadi secara lokal yang sebarannya
merata seperti ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 12. Hasil foto SEM.

3600

3200
FeKa
OKa

2800

2400

2000
Counts

SKb ClKa SKa


ClKb
FeLl FeLa

1600
SiKa PKa

FeKb

1200
FeKesc
CKa

800

400

0
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00

keV
Gambar 13. Hasil Karakterisasi EDAX produk korosi pada Perbesaran 200x.
Berdasarkan Gambar 13, dapat diketahui Data yang diperoleh dari hasil XRD berupa
bahwa produk korosi spesimen baja mengandung spektrum yang menyatakan intensitas sebagai
unsur besi, karbon dan oksigen. Adapun fungsi dari 2θ sebagai sudut difraksi.
perbandingan persentase komposisi kimia unsur Difraktogram XRD hasil eksperimen dicocokkan
penyusunnya, yaitu 74,35 % Fe, 5,31 % C, dan dengan difraktogram data standar. Setelah
19,12 % O2. Sebaran unsur dominan besi dan dilakukan pencocokan diperoleh oksida-oksida
oksigen terdapat pada seluruh permukaan yang terbentuk pada permukaan spesimen baja
spesimen sebagaimana diperlihatkan dalam foto berupa oksida Fe3O4, FeOOH dan Fe2O3.
hasil mapping pada Gambar 14.
IV. KESIMPULAN
Perilaku korosi baja karbon pada uji
simulasi pipa untuk unit penukar panas
tergantung banyak faktor. Hasil sementara nilai
laju korosi spesimen baja karbon pada uji
simulasi sistem resirkulasi air terbuka selama 1, 3
dan 4 minggu masing-masing sebesar 2,29 mmpy;
1,23 mmpy; dan 0,93 mmpy. Terjadi penurunan
laju korosi jika waktu simulasi diperpanjang
akibat terbentuknya lapisan pasif pada
permukaan baja. Sementara itu, parameter air
yang paling dominasi dalam simulasi ini adalah
dissolved oxygen (DO) dan suhu. Perubahan DO
dan suhu sangat mempengaruhi kecepatan
terbentuknya produk korosi. Berdasarkan
morfologi produk korosi, serangan korosi terjadi
secara lokal yang sebarannya merata. Produk
korosi berupa senyawa oksida dalam bentuk
Fe3O4, FeOOH dan Fe2O3.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terimakasih
kepada staf teknisi dan analis kimia laboratorium
Gambar 14. Hasil mapping sebaran unsur produk korosi Pusat Penelitian Metalurgi dan Material - LIPI
spesimen baja. khususnya kepada Joko Triwardono, Heri
Nugraha dan Sugiarti.
Hasil morfologi dan kandungan unsur yang
ada belum dapat memprediksi bentuk senyawa
produk korosi. Oleh karena itu, untuk
DAFTAR PUSTAKA
menentukan bentuk senyawa dari produk korosi [1]. Dobatkin S, Zrnik J and Mamuzic I 2009
tersebut maka dilakukan analisis menggunakan Mechanical and service properties of low
difraksi sinar-X (XRD). Hasil analisis XRD pada carbon steels processed by severe plastic
produk korosi ditampilkan dalam Gambar 15. deformation. Metalurgija 48 (3) pp 157-
160
Counts
[2]. Gandy, D. 2007. Carbon Steel Handbook.
Fe3 O4; Fe2 O3; Fe H O2

Pasir Korosi - PB-PSA_2-Theta_Omega

Final Report. Electric Power Research


Fe3 O4; Fe2 O3

Fe3 O4; Fe2 O3; Fe H O2

Institute. California, USA


Fe2 O3; Fe H O2

Fe3 O4; Fe2 O3

Fe3 O4; Fe2 O3; Fe H O2


Fe2 O3; Fe H O2

100

[3]. Royani A., Nuraini L., Prifiharni S.,


Fe3 O4; Fe2 O3
Fe3 O4; Fe2 O3

Fe2 O3
Fe3 O4; Fe2 O3

Priyotomo G., and Sundjono, “Corrosion


Fe2 O3

Fe2 O3; Fe H O2
Fe2 O3
Fe2 O3

Fe3 O4

Fe2 O3
Fe2 O3

Fe2 O3
Fe2 O3
Fe2 O3

Rate of Various Carbon Steels in Raw


0

Water for Water Cooling System at


Ammonia Plant”, International Journal of
10 20 30 40 50 60 70 80 90 Engineering Trends and Technology
Position [°2Theta] (Copper (Cu))

(IJETT), Vol. 59 (1), pp 51-58, May, 2018.


Gambar 15. Hasil difraksi sinar-X produk korosi. [4]. H. Jung, U. Kim, S. Gyutae, L. Hyundong,
and L. Chunsik, “Effect of Dissolved
Oxygen (DO) on Internal Corrosion of
Water Pipes”, Environ. Eng. Res. Vol. 14
(3), pp.195-199, 2009.
[5]. Heng Li, M. K. Hsieh, S. H. Chien, Jason
D. Monnell, David A. Dzombak, and
Radisav D. Vidic, “Control of mineral
scale deposition in cooling systems using
secondary-treated municipal wastewater”,
Water Research, vol. 45, pp. 748-760,
Nov. 2011.
[6]. S.M. A. Shibli, V.S. Saji, “Corrosion
Inhibitors in Cooling Towers”, in Proc.
Chemical Industry Digest, 2002, pp.74-80.
[7]. M. Kameli, E. Naser, and R.M. Hossein,
“Diagnosis of Heat Exchanger Scales in
Cooling Water Systems”, Iran. J. Chem.
Chem. Eng. Vol. 27 (1),pp. 65-71, 2008.
[8]. N. Farhami, A. Bozorgian, “Factors
Affecting Selection of Tubes of Heat
Exchanger”, in International Conference
on Chemistry and Chemical Process
IPCBEE vol.10, 2011, pp.223-228.J. Paul
Guyer, An Introduction to Cooling Tower
Water Treatment. Course No: C05-019,
California, USA: Continuing Education
and Development, Inc, 2014, pp.1-72.
[9]. P.B. Bennett, Control of Environmental
Variables in Water Resirculating System.
Metal Handbook Ninth Edition, New
York, USA: Calgon Corporation, 1992.
pp.487-497.
[10]. N. Qingwei, L. Zili, C. Gan, and W.
Bingying, “Effect of Flow Rate on The
Corrosion Behavior of N80 Steel in
Simulated Oil Field Environment
Containing CO2 and HAc”, Int. J.
Electrochem. Sci., Vol. 12, pp. 10279 –
10290, Ockt. 2017.
doi: 10.20964/2017.11.23
[11]. L. Ziqiang, C. Jiuju, S. Wenqiang, and L.
Wang, “Analysis and Optimization of
Open Circulating Cooling Water System”,
Water 2018, Vol.10, Nov. 2018.
doi:10.3390/w10111592
[12]. K. Zakowski, M. Narozny, M. Szocinski,
and K. Darowicki, “Influence of water
salinity on corrosion risk—the case of the
southern Baltic Sea coast”, Environ Monit
Assess, Vol. 186, pp. 4871–4879, 2014.
DOI 10.1007/s10661-014-3744-3.

[13]. Katerina S., G. Alexander, and S. Bohumil,


“Monitoring of the Corrosion of Pipes
Used for the Drinking Water Treatment
and Supply”, Civil Engineering and
Architecture, Vol. 1 (3), pp. 61-65, 2013.
http://www.hrpub.org
DOI: 10.13189/cea.2013.010302

Anda mungkin juga menyukai