Makalah 1 Kel.6 PPM
Makalah 1 Kel.6 PPM
(P3.73.24.3.21.020)
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Prinsip Pemilihan
Metode Pemberdayaan Masyarakat tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu
Dr. Yudhia Fratidhina, SKM, M.Kes, pada mata kuliah Pemberdayaan dan Pengorganisasian
Masyarakat. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Prinsip
Pemilihan Metode Pemberdayaan Masyarakat bagi para pembaca terutama bagi penulis.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Yudhia Fratidhina, SKM, M.Kes,
selaku Dosen mata kuliah Pemberdayaan dan Pengorganisasian Masyarakat yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu kami
dalam memenyelesaikan makalah ini.
Kelompok 6
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sebagai bentuk pembangunan alternatif, pemberdayaan masyarakat atau
pembangunan berbasis komunitas (community-based development) adalah
pembangunan yang berorientasi pada kemandirian dan keberdayaan melalui aktifitas
bottom-up dan partisipatif. Alternatif pembangunan ini didasarkan pada pertimbangan
untuk mengembangkan dan memberdayakan masyarakat agar menjadi lebih berdaya
melalui penguatan masyarakat dengan prinsip keadilan dan kebersamaan. Pendekatan
yang digunakan dalam model pembangunan alternatif ini adalah pembangunan yang
bersifat partisipatif, yang menyatukan kondisi dan potensi lokal, dan bukan
pembangunan yang bersifat sentralistik dan/atau top down.
Jika ruang lingkup ini dipersempit, maka ruang lingkup pemberdayaan bidang
pertanahan menjadi hal yang urgent. Dalam konteks ini, pemberdayaan di bidang
pertanahan ditujukan untuk memberdayakan masyarakat ketika berhadapan dengan
persoalan-persoalan pertanahan. Pemberdayaan ini membebaskan masyarakat dari
dominasi aparatur pemerintah di bidang pertanahan yang mengarah pada pelayanan
pertanahan yang egaliter, adil dan bebas dari pungli.
1. Pra pemberdayaan, yang berupa menciptakan ruang interaksi yang kondusif agar
masyarakat merasa percaya diri dan mampu untuk menjadi pelaku pembangunan;
2. Pelaksanaan pemberdayaan, yang menempatkan masyarakat sebagai subyek
pembangunan yang setara dengan pemangku kepentingan lainnya; dan
3. Pasca pemberdayaan, dimaksudkan bahwa lingkup ini memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk terus berproses dalam pemberdayaan meskipun
keterlibatan pemangku kepentingan lain sudah berakhir, karena keterbatasan
waktu, penganggaran dan kegiatan. Dalam konteks ini, pemangku kepentingan di
luar masyarakat secara institusional tetap terlibat dalam mendukung dan
memfasilitasi dalam proses-proses pemberdayaan masyarakat yang terus menerus
berlangsung.
II.1.6 Metode Pemberdayaan Masyarakat
Dalam praktik pemberdayaan masyarakat, terdapat beragam metode, yang secara rinci
dikemukakan dalam tabel berikut
Kelompok
4. Barang cetakan Foto, pamflet, leaflet, flyer, brosur, poster, baliho, dll
5. Media-massa Surat kabar, Tabloid, Majalah Radio, Tape-recorder TV, VCD, DVD
Media Cetak Media lisan Media
Terproyeksi
RRA mulai dikembangkan sejak dasawarsa 1970-an, sebagai proses belajar yang dilakukan
oleh “orang-luar” yang lebih efektif dan efisien. RRA merupakan metode penilaian keadaan
desa secara cepat, yang dalam praktik, kegiatan RRA lebih banyak dilakukan oleh “orang luar”
dengan tanpa atau sedikit melibatkan masyarakat setempat.
Meskipun sering dikatakan sebagai teknik penelitian yang “cepat dan kasar/kotor”, tetapi
RRA dinilai masih lebih baik dibanding teknik-teknik kuantitatif klasik. Tentang hal ini,
Chambers (1980) menyatakan bahwa dibanding teknik-teknik yang lain, RRA merupakan
teknik penilaian yang relatif "terbuka, cepat, dan bersih" (fairly - quickly - clean) dibanding
teknik yang "cepat dan kotor" ("quick-and-dirty') berupa sekadar kunjungan yang dilakukan
secara singkat oleh seorang "ahli" dari kota. Di lain pihak, RRA dinilai lebih efektif dan efisien
dibanding teknik yang "lama dan kotor" (long and dirty) yang dilakukan melalui kegiatan
survei yang dilakukan oleh tenaga profesional yang dipersiapkan melalui pelatihan khusus.
Karena itu, McCracken et al (1988) melihat bahwa RRA lebih merupakan pendekatan riset-
aksi.
Sebagai suatu teknik penilaian, RRA menggabungkan beberapa teknik yang terdiri dari :
f) Kecenderungan-kecenderungan;
1) Efektivitas dan efisiensi, kaitannya dengan biaya, waktu, serta perolehan informasi
yang dapat dipercaya yang dapat digunakan dibanding sekadar jumlah dan ketepatan serta
relevansi informasi yang dibutuhkan;
5) Belajar cepat melalui eksplorasi, cross-check dan jangan terpaku pada batuan yang
telah disiapkan
Bahaya dari pelaksanaan kegiatan RRA adalah, seringkali apa yang dilakukan oleh Tim RRA
bahwa mereka telah melakukan praktik "partisipatif", meskipun hanya dilakukan melalui
kegiatan pengamatan dan bertanya langsung kepada para informan yang terdiri dari warga
masyarakat setempat.
PRA, merupakan penyempurnaan dari RRA atau penilaian keadaan secara partisipatif.
Berbeda dengan RRA yang dilakukan oleh (sekelompok) Tim yang terdiri dari "orang luar",
PRA dilakukan dengan lebih banyak melibatkan "orang dalam" yang terdiri dari semua
stakeholders (pemangku kepentingan kegiatan) dengan difasilitasi oleh orang-luar yang lebih
berfungsi sebagai "narasumber" atau fasilitator dibanding sebagai instruktur atau guru yang
"menggurui ".
PRA merupakan metode penilaian keadaan secara partisipatif, yang dilakukan pada tahapan
awal perencanaan kegiatan. Melalui PRA, dilakukan kegiatan-kegiatan :
-identifikasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan alasan alasan atau penyebabnya;
d) Rincian tentang stakeholders dan peran yang diharapkan dari para pihak, serta
jumlah dan sumber-sumber pembiayaan yang dapat diharapkan untuk melaksanakan
program/kegiatan yang akan diusulkan / direkomendasikan.
Pada awalnya, FGD digunakan sebagai teknik wawancara pada penelitian kualitatif yang
berupa "in depth interview" kepada sekelompok informan secara terfokus (Stewart &
Shamdasani, 1990). Dewasa ini, FGD nampaknya semakin banyak diterapkan dalam kegiatan
perencanaan dan atau evaluasi program (Marczak & Sewell, 2006). Sebagai suatu metode
pengumpulan data, FGD merupakan interaksi individu-individu (sekitar 10-30 orang) yang
tidak saling mengenal) yang oleh seorang pemandu (moderator) diarahkan untuk
mendiskusikan pemahaman dan atau pengalamannya tentang sesuatu program atau kegiatan
yang diikuti dan atau dicermatinya.
Sebagai suatu metode pengumpulan data, FGD dirancang dalam beberapa tahapan, yaitu :
a) Perumusan kejelasan tujuan FGD, utamanya tentang isu-isu pokok yang akan
dipercakapkan, sesuai dengan tujuan kegiatannya;
c) Identifikasi dan pemilihan partisipan, yang terdiri dari para pemangku kepentingan
kegiatan terkait, dan atau narasumber yang berkompeten;
e) Pelaksanaan diskusi;
d) Pertanyaan kunci, yang terdiri sekitar 5 (lima) isu yang akan dikaji melalui
FGD;
e) Pertanyaan penutup, tentang catatan tambahan yang ingin disampaikan oleh para
peserta.
4. Pelatihan Partisipatif
2) Lebih mengutamakan proses daripada hasil, dalam arti, keberhasilan pelatihan tidak
diukur dari seberapa banyak terjadi alih pengetahuan, tetapi seberapa jauh terjadi interaksi
atau diskusi dan berbagi pengalaman (sharing) antara sesama peserta maupun antara
fasilitator dan pesertanya.
Substansi materi pelatihan selalu mengacu kepada kebutuhan peserta. Karena itu, sebelum
pelatihan dilaksanakan, selalu diawali dengan kontrak belajar, yaitu kesepakatan tentang
substansi materi, urut-urutan (sequence), tata-waktu, dan tempat.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/371019620/Makalah-Tahapan-Dan-Metode-Pemberdayaan-
Masyarakat
https://prodi4.stpn.ac.id/wp-content/uploads/2020/2020/Modul/Semester%205/MODUL
%20PEMBERDAYAAN%20MASYARAKAT/MODUL-2%20PEMBERDAYAAN%20MASYARAKAT.pdf