70-Article Text-109-2-10-20190521
70-Article Text-109-2-10-20190521
eldessavavarilla@ymail.com
Abstrak
menjadi 96 kasus, lalu memuncak di tahun oleh peran dan hubungna dengan orang
2014 menjadi 159 kasus, lalu terjadi lain, serta reaksi orang lain terhadap dirinya
penurunan di tahun 2015 menjadi 154 dan (Surya, 2010).
menurun kembali di tahun 2016 menjadi 81 Pembentukan konsep diri remaja
kasus yang tercatat di KPAI sesuai dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
pelaporan. prestasi di sekolah, hubungan dengan orang
Bullying biasa terjadi pada anak dan tua, hubungan dengan teman sebaya,
remaja, namun menurut Coloroso (2003) penampilan fisik, ras, etnis, kecacatan serta
dalam Hasibuan (2016) bullying banyak bagaimana remaja itu dilakukan oleh orang
terjadi pada usia remaja awal. Pada tahun lain (Hines, 2011).
2008 Fakultas Psikologi UI, Yayasan Seseorang yang menjadi korban bullying
Sejiwa dan LSM Plan Indonesia melakukan cenderung memiliki konsep diri yang
penelitian pada 1.233 orang siswa SMP dan negatif (Hines, 2011). Sementara korban
SMA, hasil dari penelitian tersebut bullying dengan konsep diri yang positif
menunjukan bahwa rata-rata bullying lebih akan menyukai dan menerima keadaan
banyak terjadi pada tingkat SMP (66,7%) dirinya sehingga akan mengembangkan rasa
(Sejiwa, 2010). percaya diri, harga diri, serta dapat
Bullying bisa terjadi pada laki-laki melakukan interaksi sosial (Ninggalih,
ataupun perempuan (Coloroso, 2006 dalam 2015).
Putri, dkk, 2015). Namun bullying Hasil study pendahuluan hasil studi
cenderung terjadi pada laki-laki baik pendahuluan yang di lakukan di SMP
menjadi korban bullying ataupun menjadi Negeri 5 Garut. Dari hasil observasi,
pelaku bullying. Menurut Handini (2010) beberapa siswa terlihat berkali-kali
ada beberapa faktor penyebab terjadinya melakukan ejekan kepada temannya saat di
bullying yang pertama seperti faktor kelas. Sedangkan dari hasil wawancara dari
keluarga dimana anak yang melihat orang 40 orang siswa, 15 siswa mengaku
tua atau saudaranya melakukan kekerasan beberapa kali mengalami bullying fisik
cenderung akan mengembangkan perilaku seperti di pukul, di tendang dan di dorong
bullying, kedua Faktor sekolah, dimana oleh teman di kelasnya, 23 mengaku setiap
pihak sekolah sering mengabaikan hari mengalami bullying verbal seperti di
keberadaan bullying, ketiga faktor teman ejek, di olok-olok dan dihina orang tuanya,
sebaya dimana ketika berinteraksi dengan 18 mengaku mengalami bullying sosial
teman sebaya di sekolah maupun di seperti di kucilkan, dan di gosipkan oleh
lingkungan sekitar rumah, beberapa anak teman-temannya di kelas. Semua siswa
cenderung melakukan bullying untuk yang mengaku mengalami bullying fisik,
membuktikan bahwa mereka kuat. verbal ataupun sosial mengaku merasa sakit
Maraknya kasus bullying pada hati dan mereka sebagian besar tidak bisa
remaja bisa berdampak buruk bagi korban, melawan.
pelaku ataupun yang menyaksikan perilaku Berdasarkan fenomena diatas,
bullying tersebut. bukan hanya luka fisik peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
namun juga akan menimbulkan dampak dengan judul “Hubungan Bullying Dengan
negative bagi psikologi. Salah satunya bisa Konsep Diri Remaja Di SMP Negeri 5
mempengaruhi konsep diri pada remaja. Garut”. Penelitian ini bermanfaat untuk
Konsep diri adalah keyakinan seseorang mengidentifikasi bullying, konsep diri
tentang pendapat orang lain tentang dirinya remaja serta hubungan bullying dengan
atau cermin yang memperlihatkan seberapa konsep diri remaja di SMP Negeri 5 Garut.
besar keberanian, keyakinan, gambaran,
pandangan, pemikiran, perasaan terhadap
apa yang dimiliki seseorang tentang dirinya
sendiri yang dipengaruhi serta ditentukan
1. Umur
12-13 tahun 56 56 %
14-15 tahun 44 44 %
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 46 46 %
Perempuan 54 54 %
Jumlah 100 100%
Tabel 2 Distribusi frekuensi bullying pada remaja di SMP Negeri 5 Garut Tahun 2017
(N = 100)
Tabel 3 Distribusi frekuensi Konsep Diri Remaja di SMP Negeri 5 Garut Tahun 2017 (N
= 100)
Tabel 4 Hasil Analisis Korelasi Bullying dengan Konsep Diri Remaja di SMP Negeri 5
Garut Tahun 2017
Hasil analisis korelasi antara bahwa ada hubungan yang signifikan antara
bullying dengan konsep diri remaja di SMP bullying dengan konsep diri remaja ( P-
Negeri 5 Garut tahun 2017, diperoleh value = 0,020 < P-value = 0,05)
(2010) salah satu faktor yang seseorang terhadap sesuatu (Hutapea &
mempengaruhi terjadinya bullying pada Thoha, 2008). Menurut Megaton dan
remaja adalah teman sebaya kerena saat Tarmizi (2010) konsep diri dibagi menjadi
berinteraksi dengan teman sebaya di dua bagian, yaitu konsep diri positif dan
sekolah. Bebereapa remaja cenderung negatif, seseorang dengan konsep diri yang
melakukan bullying untuk membuktikan positif akan mengetahu dan memahami
bahwa dirinya adalah seseorang yang kuat. dirinya, menerima dirinya apa adanya,
Serupa dengan penelitian Usman (2013) bersyukur atas kekurangan dan kelebihan
menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang ia miliki serta memiliki cita-cita dan
negatif antara peran teman sebaya dengan harapan yang rasional. Sedangkan
bullying (p = 0,045 ; β = -0,123). Seperti seseorang dengan konsep diri yang negatif
halnya yang diungkapkan oleh Fataruba tidak dapat memahami terhadap dirinya
(2016), tekanan teman sebaya (peer sendiri, cenderung tidak menerima apa yang
pressure) merupakan suatu penyebab dirinya miliki yang membuat ia kecewa
terjadinya bullying pada remaja di sekolah, terhadap kekurangan pada dirinya, yang
karena pada masa remaja terjadi sebuah membuatnya merasa rendah diri atau
proses pencarian jati diri dimana remaja interiority complex.
banyak melakukan interaksi dengan Hasil penelitian menunjukan bahwa
lingkungan sosialnya. sebagian besar responden memiliki konsep
Krahe (2005) dalam Saifullah diri positif 57 (57%). Murdoko (2007)
(2016) menjelaskan pula bahwa bullying menyatakan bahwa konsep diri negatif
merupakan permasalahan yang sering ataupun positif terbentuk oleh beberapa hal,
dialami oleh para remaja baik dari namun yang paling menentukan adalah cara
seseorang yang lebih tua ataupun seseorang pandang seseorang itu sendiri. Semakin
yang lebih kuat karena wujud dari sebuah mereka berpandangan negatif yang akan
penolakan saat berinteraksi dengan teman muncul adalah konsep diri yang negatif
sebaya. Charlos (2015) pun tetapi sebaliknya semakin mereka
mengungkapkan hal yang sama bahwa berpandangan positif yang akan munculpun
bullying merupakan salah satu hambatan akan positif.
remaja dalam proses berinteraksi sosial Berbeda dengan Murdoko (2007),
dengan teman sebaya. Penelitian akbar Rifanto (2010) menyatakan bahwa
(2013) menyatakan bahwa keempat subjek lingkungan, pengalaman serta pola asuh
remaja korban bullying menginginkan orang tua ikut memberikan pengaruh yang
sebuah lingkungan sosial yang sesuai signifikan terhadap konsep diri yang
dengan yang mereka harapkan seperti terbentuk. Chatib (2012) juga
dalam pertemanan yang baik, pintar, ramah, mengungkapkan hal yang sama bahwa
saling tolong-menolong, tidak suka lingkungan merupakan salah satu faktor
mengganggu dan dapat mengerti yang paling berperan dalam pembentukan
keadaannya satu sama lain. konsep diri dimana didalamnya terdapat
orang tua serta guru, teman sebaya dan
2. Konsep Diri orang lain. Hasil penelitian Pramawaty dan
Konsep diri (self concept) Hartati (2012) menunjukan bahwa terdapat
merupakan sikap atau nilai individu. Nilai hubungan antara pola asuh orang tua degan
individu memiliki karakterikstik yang konsep diri anak (x2 = 6,808; p = 0,033).
reaktif dan dapat memprediksi apa yang Penelitian Saraswatia, dkk (2015) juga
akan dilakukan oleh seseorang dalam waktu menunjukan hal yang sama, bahwa adanya
yang singkat. Konsep diri menunjukan pengaruh antara pola asuh orang tua dan
bagaimana seseorang memandang dirinya teman sebaya dengan konsep diri remaja (p-
sendiri atau sesuatu yang mempengaruhi value 0,000 untuk masing-masing kategori).
etika, cara pandang atau pengertian Hasil uji regresi penelitian tersebut
menunjukan bahwa teman sebaya dengan konsep diri remaja di SMP Negeri 5
merupakan variabel paling berpengaruh Garut.
terhadap konsep diri remaja (Saraswati, Hal tersebut tidak sesuai dengan
dkk, 2015). Remaja yang menerima penelitian Sari dan Jatiningsih (2015), yang
penolakan dari teman sebaya akan menyatakan bahwa korban bullying
mempengaruhi pandangan terhadap dirinya. cenderung memiliki konsep diri positif,
Selain itu terbentuknya konsep diri remaja karena setelah dibully mereka memang
dipengaruhi oleh pengalaman, pola asuh merasa sedih, namun mereka menilai
orang tua, teman sebaya atau lingkungan kekurangan pada dirinya yang bisa
sekitar. Teman sebaya akan memberikan menyebabkan mereka dibully dan mencoba
pengaruh yang lebih besar terhadap memperbaiki kekurangannya sehingga ada
pengalaman yang didapatkan oleh remaja perubahan yang positif dalam diri korban
dibandingkan dengan orang tua karena bullying tersebut. Serupa dengan Ninggalih
remaja lebih banyak menghabiskan (2015) korban bullying dengan konsep diri
waktunya dengan teman sebaya yang positif akan menyukai dan menerima
dibandingkan dengan orang tua. keadaan dirinya sehingga akan
Hasil penelitian menunjukkan mengembangkan rasa percaya diri, harga
bahwa jumlah responden untuk masing- diri, serta dapat melakukan interaksi sosial.
masing kelompok proporsinya sama yaitu Hal ini mungkin dikarenakan responden
22 responden (50%) untuk kelompok kasus yang pernah mengalami bullying bisa
dan 22 responden (50%) untuk kelompok memiliki konsep diri yang positif ataupun
kontrol. Menurut H.L. Blum salah satu negatif sesuai dengan cara pandang serta
faktor yang mempengaruhi derajat penilaian mereka terhadap diri mereka
kesehatan seseorang adalah perilaku. sendiri. Penelitian Herdyanti dan
Derajat kesehatan yang dimaksud adalah Margaretha (2016) semakin tinggi konsep
skizofrenia, sedangkan perilaku bisa berasal diri maka semakin rendah menjadi korban
dari penderita skizofrenia itu sendiri bullying. Penelitian Djuwita dan Soetio
ataupun perilaku orang lain misalnya (2005) dalam Saifullah (2016) perilaku
keluarga. Hal ini didukung oleh penelitian bullying yang dilakukan berkali-kali oleh
Raharjo (2014) bahwa kurangnya dukungan seorang atau sekelompok siswa terhadap
dari keluarga dan masyarakat dapat siswa/siswi lain yang lebih lemah akan
mempengaruhi kekambuhan skizofrenia. menjadikan konsep diri korban bullying
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan menjadi negatif karena korban merasa tidak
pernyataan Keliat (2011) yang menyatakan diterima oleh lingkungan sekitarnya.
bahwa keluarga merupakan salah satu Hal tersebut sesuai dengan
faktor penyebab kekambuhan skizofrenia. Khoirunnisa (2016) menyatakan bahwa
mereka yang memiliki konflik atau masalah
terhadap dirinya sendiri serta lingkungan,
3. Hubungan bullying dengan konsep besar kemungkinan akan mempengaruhi
diri remaja konsep dirinya baik itu positif ataupun
Hasil penelitian menunjukan bahwa negatif. Gunawan dan Setyono (2007) juga
siswa yang pernah mengalami bullying mengungkapkan hal yang sama bahwa
sebanyak 53 responden (53%). Sedangkan konsep diri terbentuk melalui pengalaman
siswa yang memiliki konsep diri negatif atau kejadian dimana jika seseorang
sebanyak 43 responden (43%). Berdasarkan mempunyai pengalaman atau kejadian yang
hasil uji statistik diperoleh adanya buruk maka konsep diri yang terbentukpun
hubungan yang signifikan antara bullying akan cenderung negatif. Purnama (2010)
dengan konsep diri remaja (p-value 0,020). menyatakan bahwa korban bullying
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Ho ditolak biasanya akan merasakan banyak emosi
artinya adanya hubungan antara bullying negatif seperti dendam, takut, malu, marah,