Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Littri 14(2), Juni 2008. Hlm. 78 – 86 JURNAL LITTRI VOL. 14 NO.

2, JUNI 2008 : 78 - 86
ISSN 0853 -8212

PENENTUAN POLA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI JAMBU METE

CHANDRA INDRAWANTO

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan


Jl. Tentara Pelajar No. 1, Bogor 16111

ABSTRAK Key words: Cashew, Anacardium occidentale, AHP, agroindustry, cluster

Sebagai produsen mete, agroindustri mete di Indonesia masih belum


berkembang. Sekitar 36% produksi masih diekspor dalam bentuk PENDAHULUAN
gelondong. Pengembangan agroindustri mete yang mengandalkan industri
besar tidak berjalan baik. Untuk itu perlu dicari pola yang tepat untuk
pengembangan agroindustri mete. Penelitian ini menggunakan pendekatan
system dengan menerapkan metode AHP (Analytic Hierarchy Process) Jambu mete merupakan tanaman yang berkembang
untuk menentukan skenario terbaik pengembangan industri mete nasional di Indonesia dan cukup menarik perhatian, hal ini karena,
yang kuat. Akuisisi pendapat pakar dilakukan dengan wawancara intensif
dan melalui FGD terhadap tujuh pakar di Bogor pada bulan Februari 2007.
(1) tanaman jambu mete dapat ditanam di lahan kritis
Faktor penentu keberhasilan pengembangan agroindustri mete dengan sehingga persaingan lahan dengan komoditas lain menjadi
tingkat kepentingan relatif tertinggi adalah ketersediaan bahan baku. kecil dan dapat juga berfungsi sebagai tanaman konservasi;
Faktor ini sangat ditentukan oleh kinerja aktor petani dalam usahataninya, (2) mete merupakan komoditas ekspor, sehingga pasar mete
sehingga aktor petani memiliki tingkat kepentingan relatif tertinggi di
antara ketiga aktor penentu. Kinerja usahatani ditentukan oleh cukup luas dan tidak terbatas pada pasar domestik; (3)
terpenuhinya obyektif dari aktor petani terutama obyektif pendapatan Indonesia masih merupakan negara kecil dalam industri
usahatani yang baik. Dari ketiga skenario pola pengembangan industri mete dunia dengan kontribusi produksi mete baru sekitar
mete, pola industri dengan basis industri kecil skala rumah tangga untuk
pengacipan yang ditunjang industri pengolahan kulit mete ditingkat 6,3%. Hal ini memungkinkan Indonesia meningkatkan luas
kabupaten sentra produksi mete dipilih sebagai pola terbaik karena dapat areal dan produksinya tanpa mengganggu pasar mete dunia
memenuhi seluruh obyektif petani dengan baik. Kebijakan yang perlu secara signifikan; (4) usahatani, perdagangan dan
diambil dalam membangun industri mete dengan pola terpilih adalah
dengan membentuk klaster industri mete di kabupaten sentra produksi
agroindustri mete melibatkan banyak tenaga kerja, apalagi
mete, meningkatkan pendapatan petani melalui pengenalan budidaya sekitar 98% pertanaman mete merupakan perkebunan
anjuran, tanaman sela dan diversifikasi hasil, serta mendorong per- rakyat. yang tersebar di 21 propinsi (DITJENBUN, 2006).
dagangan kacang mete ke negara-negara terdekat pengimpor kacang mete
seperti Australia, Jepang, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi.
Sayangnya produktivitas tanaman jambu mete ini masih
rendah dan stagnan pada kisaran antara 350 kg per ha, jauh
Kata kunci : Jambu mete, Anacardium occidentale, AHP, agroindustri, dibawah rata-rata produktivitas pertanaman mete India
klaster yang berkisar antara 675 kg per ha (DITJENBUN, 2006).
ABSTRACT Perkembangan luas areal yang cukup pesat
mendorong peningkatan produksi mete dari sekitar 22.000
Assortment of patrons of cashew agroindustry ton tahun 1986 menjadi sekitar 120.000 ton tahun 2005
development (DITJENBUN, 2006). Saat ini sekitar 49% produksi mete
Indonesia diekspor baik dalam bentuk gelondong (36%)
As a cashew producer, Indonesia’s cashew agroindustry has not
been developed yet. Around 36% of cashew production is exported maupun dalam bentuk kacang mete (13%), sedangkan
without being processed. For that reason, a proper patron of cashew sisanya (51%) untuk memenuhi kebutuhan domestik.
agroindustry development should be found. This research used system Masih besarnya ekspor produk mete dalam bentuk
approach. AHP method had been applied to judge the best scenario of the
patron of cashew agroindustry development. Acquisition of expert gelondong terjadi karena belum berkembangnya industri
judgement had been done by intensive interview and FGD to seven expert pengacipan mete dan industri CNSL. Kondisi ini
in Bogor in February 2007. The analysis showed that raw material of mengakibatkan nilai tambah yang ada tidak dapat diambil
cashew supply is the most important determinant factor in developing
cashew agroindustry. Performance of this factor is depend on the
di dalam negeri. Strategi pengembangan industri penga-
performance of farmers in managing their farming. This condition put cipan dengan mendirikan pabrik-pabrik pengacipan skala
farmers as the most important actor in developing cashew agroindustry. besar ternyata tidak dapat berjalan. Dari 18 pabrik yang
The performance of the farmers depends on how the scenario can fulfill
tergabung dalam AIMI (Asosiasi Industri Mete Indonesia)
the objectives of the farmers. From three scenarios judged, cashew
agroindustry based on home industry in cashew central production dengan total kapasitas olah terpasang 100.000 ton
regencies is the best scenario that can fulfil all objectives of the farmer. gelondong per tahun, saat ini hanya delapan yang masih
Policies should be taken in developing cashew agroindustry using this berjalan. Kapasitas terpasang per tahun pabrik-pabrik
scenario are: building clusters of the cashew industry in cashew central
production regencies, Increasing farmers income from their farming by pengacipan besar ini sebenarnya setara dengan produksi
introducing good farming systems, intercropping, product diversification gelondong mete Indonesia. Akan tetapi karena masa panen
of cashew and increasing cashew nut export to importer countries such as mete yang hanya selama 4 bulan, industri pengacipan ini
Australia, Japan, Uni Emirate Arab and Saudi Arabia.

78
CHANDRA INDRAWANTO : Penentuan pola pengembangan agroindustri jambu mete

tidak sanggup mengacip seluruh produksi dalam jangka 4 Metode Analisis


bulan tersebut. Sedangkan jika pabrikan membuat stok
dengan menampung terlebih dahulu produksi gelondong
mete pada masa panen untuk dipakai di luar musim panen, Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem
operasional pabrikan menjadi tidak efisien karena harus dengan memakai metode Analytical Hierarchy Process
menanggung beban biaya stok yang tinggi. Hal ini meng- (AHP) yang dikembangkan oleh SAATY (1996). AHP
akibatkan banyak produk gelondong mete yang tidak adalah suatu model yang luwes yang memungkinkan
terkacip dan diekspor. Akibatnya industri pengacipan mengambil keputusan dengan mengkombinasikan pertim-
mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku diluar bangan dan nilai pribadi secara logis dengan cara menstruk-
musim panen. turkan masalah dalam bentuk hirarki dan memasukkan
Ketidakserasian antara kebutuhan bahan baku unsur-unsur pertimbangan untuk mendapatkan skala
agroindustri pengacipan mete dengan waktu produksi prioritas (MARIMIN, 2004).
gelondong mete, seperti disebutkan di atas, mengakibatkan Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan suatu
tidak efisiennya industri jambu mete nasional. Produksi persoalan kompleks dan tidak terstruktur serta bersifat
mete banyak diekspor dalam bentuk gelondong sehingga strategis dan dinamis melalui upaya penataan rangkaian
nilai tambah tidak diperoleh didalam negeri. Besarnya variabelnya dalam suatu hirarki (ERIYATNO dan SOFYAR,
ekspor gelondong mete mendorong perlunya suatu pemi- 2007). Beberapa prinsip yang harus dipahami: (1)
kiran tentang pola pengembangan industri pengacipan mete Dekomposisi, yaitu penguraian masalah menjadi unsur-
yang tepat. unsurnya bahkan setiap unsur juga diurai hingga tidak
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pola mungkin dilakukan pemecahan lagi sehingga didapat
pengembangan industri jambu mete yang sesuai dengan beberapa tingkat hirarki dari masalah tersebut. (2) Penilaian
kondisi produksi jambu mete yang ada sehingga didapat secara komparatif, yaitu menilai tingkat kepentingan dua
agroindustri jambu mete nasional yang kuat. elemen pada satu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan
tingkatan di atasnya. Penilaian dengan teknik komparasi
berpasangan antar elemen dalam suatu hirarki dilakukan
METODOLOGI PENELITIAN dengan memberi bobot numerik. Skala komparasi yang
efektif adalah 1 sampai 9 (SAATY, 1996). Skala dasar
penilaian ini akan mempengaruhi prioritas elemen-elemen
Jenis dan Sumber Data (Tabel 1). Hasil penilaian disajikan dalam bentuk matrik
pairwise comparison. (3) Sintesa prioritas, yaitu proses
Data yang digunakan adalah pendapat pakar yang untuk mencari global priority elemen-elemen menurut
diakuisisi dengan cara diskusi kelompok secara terfokus kepentingan relatif melalui prosedur sintesa di antara local
(Focus Group Discussion/FGD) dan wawancara secara priority, yaitu prioritas disuatu tingkat hirarki, yang
intensif dan mendalam tentang tingkat kepentingan faktor, dinamakan priority setting. (4) Logical consistency, yaitu
aktor dan objektif dalam rangka mencari pola terbaik konsistensi pendapat dalam matrik perbandingan berpa-
pengembangan agroindustri mete nasional. Tujuh pakar sangan dalam suatu masalah.
mete dijadikan narasumber yang terdiri dari tiga peneliti, Berdasarkan prinsip di atas, langkah-langkah dalam
dua pengusaha pengacipan mete dan dua eksportir mete. pengambilan keputusan melalui AHP adalah:
Kriteria pakar yang dipakai adalah sudah mendalami
industri mete minimal lima tahun.
Tabel 1. Skala komparasi antar elemen
Penentuan struktur hirarki agroindustri mete yang Table 1. Scale of comparison between elements
terdiri dari faktor, aktor, objektif dan elemen-elemen dari
Tingkat Definisi
setiap hirarki tersebut, serta alternatif-alternatif pola kepentingan Definition
pengembangan agroindustri mete dan dilakukan melalui Priority level
FGD hingga tercapai suatu kompromi. Setelah hirarki 1 Sama penting antar dua elemen
terbentuk maka ke tujuh pakar diminta melakukan penilaian The two elements have same level of importance
3 Sedikit lebih penting dari elemen pasangannya
tingkat kepentingan antar elemen dalam hirarki dengan The element is a bit more important than the other
melakukan perbandingan berpasangan antar elemen. 5 Jelas lebih penting dari elemen pasangannya
Akuisisi pendapat pakar tentang penilaian ini dilakukan The element is more important than the other
7 Sangat jelas lebih penting dari elemen pasangannya
dengan cara wawancara intensif dengan masing-masing The element is most important than the other
pakar. FGD dan wawancara intensif dengan para pakar 9 Mutlak lebih penting dari elemen pasangannya
dilakukan di Bogor pada bulan February 2007. Sedangkan The element is definitely more important than the other
2,4,6,8 Nilai antara yang digunakan pada skala di atas
data sekunder yang digunakan didapat dari Ditjenbun dan The value between the scale above
FAO.

79
JURNAL LITTRI VOL. 14 NO. 2, JUNI 2008 : 78 - 86


1. Penentuan struktur hirarki permasalahan yang di- n n
hadapi. Pada tahap ini ditentukan tujuan yang ingin Zi = Π gij …………………………………………..(2)
dicapai dan elemen-elemen pada setiap tingkat hirarki j=1
dari permasalahan yang dihadapi dalam mencapai
tujuan tersebut, yang terdiri dari elemen-elemen hirarki Zi = nilai eigenvalue elemen ke-i terhadap satu
faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi pencapaian elemen pada hirarki di atasnya.
tujuan yang telah ditetapkan, elemen-elemen hirarki gij = nilai matrik pendapat gabungan tingkat kepen-
aktor-aktor yang sangat mempengaruhi faktor-faktor di tingan elemen ke-I terhadap elemen ke-j
atas, elemen-elemen hirarki obyektif dari aktor-aktor,
serta hirarki beberapa alternatif pemecahan masalah. 4. Menghitung eigenvalue elemen-elemen pada hirarki
Penentuan struktur hirarki permasalahan ini dilakukan tersebut terhadap pencapaian tujuan (Persamaan 3).
melalui FGD.
2. Pemilihan alternatif pemecahan masalah. Pada tahap s
ini ditentukan bobot kepentingan setiap elemen pada CVij ∑ Zij(t,i-1) x VWt(i-1) ………………..…(3)
setiap hirarki terhadap pencapaian tujuan yang di t=1
representasikan dalam nilai eigenvalue elemen-elemen
tersebut terhadap pencapaian tujuan. Eigenvalue Cvij = nilai eigenvalue elemen ke-j pada hirarki
elemen-elemen terhadap pencapaian tujuan pada suatu ke-i terhadap pencapaian tujuan
hirarki dipengaruhi oleh eigenvalue elemen-elemen Zij(t,i-1) = nilai eigenvalue elemen ke-j pada hirarki
pada hirarki di atasnya. Alternatif pemecahan masalah ke-i terhadap elemen ke t pada hirarki
yang terpilih adalah elemen pada hirarki alternatif diatasnya (i-1).
pemecahan masalah dengan nilai eigenvalue terhadap VWt(i-1) = nilai eigenvalue elemen ke-t pada hirarki i-
pencapaian tujuan tertinggi. 1 terhadap pencapaian tujuan.
Tahapan perhitungan eigenvalue elemen-elemen
pada suatu hirarki terhadap pencapaian tujuan adalah :
1. Menyusun matrik pendapat individu tentang perban- HASIL DAN PEMBAHASAN
dingan tingkat kepentingan antar elemen pada suatu
hirarki terhadap setiap elemen pada hirarki di atasnya. Penentuan Struktur Hirarki Serta Alternatif Pola
Jika jumlah elemen pada hirarki tersebut adalah n dan Pengembangan
jumlah elemen pada hirarki diatasnya adalah m, maka
akan ada matrik pendapat individu berukuran n x n
sebanyak m buah untuk setiap pakar. Jika aij adalah Tidak berjalannya industri pengacipan mete skala
nilai matrik pendapat individu yang mencerminkan besar yang disebabkan tidak terjaminnya kontinuitas
perbandingan kepentingan antara elemen ke-i dengan pasokan bahan baku gelondong mete sepanjang tahun
elemen ke-j pada suatu hirarki terhadap satu elemen mendorong timbulnya pemikiran dalam FGD tentang
pada hirarki di atasnya, maka aji adalah kebalikannya alternatif pola pengembangan agroindustri mete dengan
dan bernilai 1/aij. Jika i = j maka nilai aij sama dengan bertumpu pada industri skala besar yang ditunjang
1. peraturan larangan ekspor gelondong mete sehingga seluruh
2. Menyusun matrik pendapat gabungan dengan cara produksi mete nasional dapat dijadikan sebagai pasokan
menggabung matrik pendapat individu para pakar bahan baku industri (Pola AIB-LEG). Alternatif pola
memakai rata-rata geometrik (Persamaan 1). pengembangan lainnya adalah pengembangan agroindustri
mete yang bertumpu pada industri skala besar dengan
ditunjang usaha untuk mengimpor gelondong mete dari


m
m negara lain yang memiliki masa panen yang berbeda
gij = Π aij(k) ................................................. (1) sehingga pasokan bahan baku untuk industri pengacipan
k=1 dapat tersedia sepanjang tahun (Pola AIB-IGM). Alternatif
gij = nilai matrik pendapat gabungan tingkat ketiga yang muncul adalah pengembangan agroindustri
kepentingan elemen ke-I terhadap elemen ke-j mete skala rumah tangga (home industry) untuk pengacipan
aij = nilai matrik pendapat individu tingkat kepen- sedangkan pengolahan kulit mete untuk dijadikan CNSL
tingan elemen ke-i terhadap elemen ke-j dilakukan oleh pabrikan ditingkat kabupaten sentra
k = individu ke-k (k = 1, 2, …,m) produksi (Pola AIUK). Struktur hirarki dari faktor, aktor
dan obyektif pemotivasi aktor yang dianggap FGD akan
3. Menghitung eigenvalue elemen-elemen pada hirarki dapat mempengaruhi pola pengembangan agroindustri mete
tersebut terhadap elemen-elemen pada hirarki di yang akan dipilih (Gambar 1).
atasnya (Persamaan 2).

80
CHANDRA INDRAWANTO : Penentuan pola pengembangan agroindustri jambu mete

Agroindustri jambu mete nasional yang kuat

Faktor :

Pemodalan Pasar Bahan Baku


Teknologi

Aktor:

Petani Pengusaha Pemerintah

Obyektif:

Produktivitas tinggi Suplay bahan baku


Lapangan kerja bertambah
terjamin

Harga gelondong tinggi Pasar terjamin Nilai tambah

Pendapatan tinggi Keuntungan tinggi

Harga kacang mete tinggi


Pasar terjamin

Alternatif:

Pola AIB-LEG Pola AIB-IGM Pola AIUK


(Agroindustri jambu mete (Agroindustri jambu mete (Agroindustri mete
ditunjang larangan ekspor ditunjang impor berbasis usaha kecil)
gelondong mete) gelondong mete)

Gambar 1. Hirarki pengaruh pada penentuan pola pengembangan agroindustri mete


Figure 1. A hierarchy of influences on cashew agroindustry development patron

Empat faktor yang dapat menunjang pengembangan Pemilihan Pola Pengembangan


agroindustri mete yang kuat adalah bahan baku, pasar,
pemodalan dan teknologi. Kinerja keempat faktor ini sangat
Tingkat kepentingan relatif antar faktor
dipengaruhi oleh kinerja tiga aktor utama dalam
agroindustri mete yaitu petani, pemerintah dan pengusaha
pengacipan yang memiliki tujuan atau objektif yang Dari hasil gabungan pendapat pakar mengenai
berbeda dalam pergerakannya. Pencapaian tujuan atau tingkat kepentingan relatif antar faktor yang dapat
objektif dari masing-masing aktor akan dipengaruhi oleh menentukan tercapainya agroindustri mete nasional yang
pola industri mete yang berkembang. kuat, didapat eigenvalue untuk masing-masing faktor
(Gambar 2).

81
JURNAL LITTRI VOL. 14 NO. 2, JUNI 2008 : 78 - 86

Tabel 2. Eigenvalue masing-masing aktor terhadap setiap faktor


Table 2. Eigenvalues of actors on factors
Aktor Faktor Factor
Teknologi Pemodalan Actor Bahan baku Pasar Pemodalan Teknologi
13% 18% Raw Market Capitalization Tecnology
Pasar material
22% Petani 0.75 0.13 0.14 0.13
Farmer
Bahan Pengusaha 0.19 0.35 0.19 0.62
Baku Entreprenuer
Pemerintah 0.06 0.52 0.67 0.25
47% Government

Tingkat kepentingan relatif setiap aktor terhadap


tercapainya agroindustri mete yang kuat didapat melalui
Gambar 2. Eigenvalue faktor terhadap agroindustri mete perkalian antara eigenvalue masing masing aktor terhadap
Figure 2. Eigenvalues of factors on cashew agroindustry setiap faktor dengan eigenvalue faktor terhadap
agroindustri mete. Eigenvalue yang dihasilkan menunjuk-
kan aktor petani memiliki pengaruh terbesar (42%)
Eigenvalue yang dihasilkan menunjukkan faktor bahan terhadap keberhasilan pengembangan agroindustri mete
baku memiliki pengaruh yang sangat kuat (47%) terhadap yang kuat diikuti aktor pemerintah (30%) dan pengusaha
tercapainya agroindustri mete nasional yang kuat (28%). Temuan ini sejalan dengan temuan bahwa faktor
dibandingkan faktor lainnya. Hal ini dikarenakan pasokan
ketersediaan bahan baku merupakan faktor terpenting untuk
bahan baku dari produksi mete nasional hanya dapat
mencapai keberhasilan pengembangan agroindustri mete
memasok selama empat bulan yaitu pada masa panen mete.
(Gambar 3).
Kondisi ini menyebabkan tidak efisiennya industri besar
pengacipan mete yang ada. Tingkat kepentingan faktor
lainnya secara berurutan adalah pasar (22%), pemodalan Tingkat kepentingan relatif antar objektif
(18%) dan teknologi (13%).
Hasil gabungan pendapat pakar didapat tingkat
Tingkat kepentingan relatif antar aktor kepentingan relatif setiap objektif dari masing-masing aktor
(Tabel 3). Hasil perkalian antara eigenvalue tersebut
dengan eigenvalue aktor terhadap agroindustri mete didapat
Tingkat kepentingan relatif pengaruh masing-masing tingkat kepentingan relatif antar objektif terhadap agro-
aktor terhadap setiap faktor menunjukkan petani memiliki industri mete.
pengaruh yang sangat kuat (75%) terhadap faktor keter- Tingkat kepentingan relatif antar objektif memper-
sediaan bahan baku, sedangkan pengaruh pengusaha lihatkan bahwa objektif pendapatan usahatani yang tinggi
terhadap faktor ini hanya 19% dan pemerintah hanya 6% merupakan paling penting dalam pengembangan agro-
(Tabel 2). Hal ini menunjukkan ketersediaan bahan baku industri mete (Tabel 4), hal ini karena dengan pendapatan
akan tercapai hanya jika petani termotivasi untuk mengu- usahatani mete yang cukup tinggi maka petani mete akan
sahakan metenya dengan baik. Pada faktor pasar, pengaruh termotivasi untuk meningkatkan suplay bahan baku
pemerintah (52%) dianggap terbesar dalam membuka pasar gelondong mete yang merupakan faktor paling berpengaruh
bagi produk mete yang akan dihasilkan, diikuti oleh dalam tercapainya agroindustri mete nasional yang kuat.
pengusaha (35%) dan petani (13%). Hal ini menunjukkan Dua objektif pemotivasi pemerintah yaitu penambahan
perlunya dukungan pemerintah dalam membuka peluang lapangan kerja dan perolehan nilai tambah merupakan
pasar ekspor produk kacang mete serta dukungan pengu- objektif terpenting berikutnya dalam mengembangkan
saha untuk menjaga kualitas kacang mete yang dihasilkan agroindustri mete. Kedua objektif ini diharapkan dapat
agar dapat bersaing. Pada faktor pemodalan, pemerintah mendorong peran pemerintah terutama dalam meningkat-
dianggap paling berpengaruh (67%) dalam menciptakan kan kinerja dua faktor yang sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan modal untuk usaha agroindustri mete. Hal ini pemerintah yaitu pemodalan dan pengembangan pasar.
menunjukkan dukungan pemerintah dalam menyediakan Obyektif terpenting berikutnya dalam mengembangkan
agroindustri mete adalah keuntungan agroindustri yang
pinjaman modal dianggap sangat penting dalam usaha
tinggi. Keuntungan agroindustri yang tinggi akan men-
memajukan agroindustri mete nasional. Sedangkan untuk
dorong pengusaha mengembangkan teknologi pengolahan
faktor teknologi, pengusaha dianggap sebagai aktor paling
yang lebih baik yang dapat mendorong tercapainya agro-
berperan (62%) dalam menyediakan teknologi agroindustri
industri mete yang kuat.
mete.

82
CHANDRA INDRAWANTO : Penentuan pola pengembangan agroindustri jambu mete

Pemilihan pola pengembangan

Pemerintah
30%
Petani Hasil pendapat pakar tentang tingkat kepentingan
42%
relatif masing-masing alternatif pola pengembangan
agroindustri mete terhadap setiap objektif menunjukkan
pola pengembangan yang bertumpu pada industri besar
Pengusaha
28% yang ditunjang aturan larangan ekspor gelondong mete
(pola AIB-LEG) memiliki pengaruh relatif kuat terhadap
pencapaian objektif terjaminnya suplay bahan baku
Gambar 3. Eigenvalue aktor terhadap agroindustri mete gelondong mete dan tingkat keuntungan agroindustri yang
Figure 3. Eigenvalues of actors on cashew agroindustry tinggi (Tabel 5). Larangan ekspor gelondong akan
menjamin suplay bahan baku gelondong untuk agroindustri
mete dalam negeri. Akan tetapi biaya keterjaminan suplay
Tabel 3. Eigenvalue objektif dari masing-masing aktor
Table 3. Eigenvalues of objectives of each actors
ini akan ditanggung oleh petani berupa makin sempitnya
pasar gelondong sehingga harga gelondong menjadi rendah.
Aktor Objektif Eigenvalue
Actor Obyective Dampak yang dapat ditimbulkan adalah tidak akan
Petani tercapainya objektif petani seperti ditunjukkan pada
Produktivitas tinggi 0,21
Farmer High productivity rendahnya eigenvalue objektif petani pada pola ini.
Harga gelondong mete tinggi 0,24 Pola pengembangan industri mete yang bertumpu
High price of cashew nut
Pendapatan usahatani tinggi 0,38 pada industri skala besar dengan ditunjang usaha untuk
High profit of cashew nut mengimpor gelondong mete dari negara lain yang memiliki
Pasar gelondong mete terjamin 0,17 masa panen yang berbeda (pola AIB-IGM) memiliki
Guarantee market for cashew nut
Pengusaha Suplay bahan baku terjamin 0,29 pengaruh relatif kuat terhadap pencapaian objektif
Entrepreneur Security of supply for raw materials terjaminnya pasar kacang mete, harga kacang mete yang
Pasar kacang mete terjamin 0,09
Guarantee market for cashew nut
tinggi dan perolehan nilai tambah nasional yang meningkat.
Keuntungan agroindustri tinggi 0,43 Melalui impor gelondong mete, industri mete nasional akan
High profit of agro industry smelled dapat beroperasi sepanjang tahun sehingga dapat menjaga
Harga kacang mete tinggi 0,19
High price of cashew nut smelled kesinambungan suplay produk kacang mete yang akan
Pemerintah Lapangan kerja bertambah 0,55 meningkatkan posisi tawar industri mete nasional di pasar
Government Increase of job opportunity internasional. Kondisi ini akan meningkatkan keterjaminan
Nilai tambah industri 0,45
Added value of industry pasar dan harga. Selain itu dengan mengolah gelondong
impor maka nilai tambah akan didapat. Akan tetapi
penambahan suplay gelondong dalam negeri yang berasal
Tabel 4. Eigenvalue objektif terhadap agroindustri mete dari impor akan menurunkan harga gelondong sehingga
Table 4. Eigenvalues of objectives on cashew agroindustry dampak yang dapat ditimbulkan adalah tidak akan
Objektif Eigenvalue tercapainya objektif petani seperti ditunjukkan pada
Objective rendahnya eigenvalue objektif petani pada pola ini.
Produktivitas tinggi 0,09 Pola pengembangan agroindustri mete skala rumah
High productivity tangga untuk pengacipan mete sedangkan pengolahan kulit
Harga gelondong mete tinggi 0,10
High price of cashew nut
mete untuk dijadikan CNSL dilakukan oleh pabrikan
Pendapatan usahatani tinggi 0,16 ditingkat kabupaten sentra produksi (Pola AIUK) memiliki
High profit of cashew nut pengaruh relatif kuat pada seluruh objektif petani dan pada
Pasar gelondong mete terjamin 0,07
Guarantee market for cashew nut peningkatan lapangan kerja. Dengan pola ini maka produk
Suplay bahan baku terjamin 0,08 gelondong akan langsung terserap selama masa panen
Security of supply for raw materials dengan harga yang tinggi karena adanya persaingan antar
Pasar kacang mete terjamin 0,03
Guarantee market for cashew nut smelled industri pengolahan mete skala rumah tangga. Selain itu,
Keuntungan agroindustri tinggi 0,12 banyaknya industri pengacipan skala rumah tangga berarti
High profit of agro industry smelled
Harga kacang mete tinggi 0,06 menambah lapangan pekerjaan baru.
High price of cashew nut smelled
Lapangan kerja bertambah 0,16
Increase of job opportunity
Nilai tambah industri 0,13
Added value of industry

83
JURNAL LITTRI VOL. 14 NO. 2, JUNI 2008 : 78 - 86

Tabel 5. Eigenvalue skenario pola pengembangan agroindustri mete


terhadap setiap objektif
Table 5. Eigenvalues scenario of cashew agroindustry development
patron on objectives AIB-LEGM
Skenario Model Industri 23%
Scenario of industry
Objektif model AIUK
Obyective AIB- AIB- AIUK 50%
LEG IGM AIB-IGM
Produktivitas tinggi 0,09 0,14 0,77 27%
High productivity
Harga gelondong mete tinggi 0,03 0,12 0,85
High price of cashew nut
Pendapatan usahatani tinggi 0,14 0,21 0,65
High profit of cashew nut Gambar 4. Nilai bobot skenario pola pengembangan agroindustri mete
Pasar gelondong mete terjamin 0,05 0,17 0,78 Figure 4. Scenarios value of cashew agroindustry development patron
Guarantee market for cashew nut
Suplay bahan baku terjamin 0,45 0,37 0,18
Security of supply for raw materials
Pasar kacang mete terjamin 0,18 0,47 0,35 Sebagai penunjang suksesnya pengembangan
Guarantee market for cashew nut smelled industri mete, diperlukan pula usaha meningkatkan
Keuntungan agroindustri tinggi 0,47 0,32 0,21
High profit of agro industry smelled pendapatan petani mete. Pendapatan yang baik dari
Harga kacang mete tinggi 0,32 0,41 0,27 usahatani mete akan memotivasi petani meningkatkan
High price of cashew nut smelled produksinya sehingga ketersediaan bahan baku gelondong
Lapangan kerja bertambah 0,26 0,27 0,47
Increase of job opportunity mete menjadi semakin terjamin seperti terlihat pada nilai
Nilai tambah industri 0,29 0,28 0,33 tingkat kepentingan faktor hasil analisis di atas. Dua faktor
Added value of industry utama penentu keberhasilan usahatani adalah modal dan
teknik budidaya (INDRAWANTO, et al. 2003). Pengenalan
teknik budidaya anjuran kepada petani diharapkan akan
dapat meningkatkan pendapatan melalui peningkatan
Hasil perkalian antara eigenvalue skenario pola produktivitas. Saat ini rata-rata produksi gelondong mete
pengembangan terhadap setiap objektif dengan eigenvalue Indonesia hanya 350 kg per ha, jauh di bawah rata-rata
objektif terhadap agroindustri mete menghasilkan nilai produktivitas mete India sebesar 675 kg per ha (DITJENBUN,
bobot masing-masing alternatif pola pengembangan. 2006). Peningkatan produktivitas ini sangat penting
Skenario dengan bobot terbesar merupakan skenario yang mengingat rata-rata kepemilikan lahan mete berkisar antara
terpilih untuk dikembangkan. Bobot masing-masing 0,3 ha (di Kabupaten Wonogiri) hingga 1,5 ha (di
skenario dapat dilihat pada Gambar 4. Dari nilai bobot ini Kabupaten Buton) (INDRAWANTO, 2002). Teknologi budi-
dapat ditentukan bahwa skenario pola pengembangan daya anjuran sudah banyak diteliti seperti teknik pemu-
agroindustri pengacipan mete skala usaha kecil di sentra pukan dan pemangkasan (ZAUBIN, et al, 2000), penentuan
produksi mete ditunjang industri pengolahan kulit mete jenis, dosis, agihan dan cara pemupukan seperti dianjurkan
untuk dijadikan CNSL yang dilakukan oleh pabrikan oleh (DHALIMI et al., 2001, DARAS et al., 2002 dan ZAUBIN
ditingkat kabupaten sentra produksi (Pola AIUK) adalah dan SURYADI, 2002), serta teknik penjarangan (ZAUBIN dan
yang terbaik untuk diterapkan. SURYADI, 2000).
Pola pengembangan agroindustri mete yang Usaha peningkatan pendapatan petani mete juga
bertumpu pada agroindustri usaha kecil dengan alat dapat dilakukan melalui penanaman tanaman sela di antara
sederhana menjadikan usaha pengacipan mete tidak tanaman jambu mete. Penananam tanaman sela seperti
memerlukan biaya investasi yang besar. Pola ini sudah jagung, kacang tanah dan padi gogo banyak ditemukan di
berkembang di Kabupaten Wonogiri akan tetapi di NTB dan NTT dan memberikan tambahan pendapatan
kabupaten sentra produksi mete lainnya belum berkembang. kepada petani jambu mete (INDRAWANTO, 1996). Usaha
Di kabupaten ini kulit mete dikirim ke pabrik pengolah di lainnya adalah dengan diversifikasi produk mete dengan
Semarang untuk dijadikan CNSL. Biasanya setiap satu memanfaatkan buah semu, batang, akar dan daun mete
kuintal gelondong akan menghasilkan 55 kg kulit mete (SAID, 2000).
(INDRAWANTO, 2001). Industri pengacipan mete berbentuk Selain diperlukan kebijakan disisi agroindustri dan
klaster-klaster pengacipan mete skala rumah tangga di usahatani, kebijakan dibidang perdagangan juga diperlukan
tingkat kabupaten sentra produksi mete dengan memakai untuk mendorong ekspor kacang mete terutama ke negara-
alat pengacip sederhana ditunjang jalur pemasaran yang negara importir kacang mete yang dekat dengan Indonesia
baik menjadikan industri pengacipan memiliki ketahanan seperti Australia yang setiap tahun mengimpor sekitar
yang tinggi terhadap fluktuasi ketersediaan bahan baku 10.000 ton kacang mete, Jepang (7.000 ton), Uni Emirates
gelondong. (INDRAWANTO, 2004). Arab (6.000 ton) dan Saudi Arabia (4.000 ton).

84
CHANDRA INDRAWANTO : Penentuan pola pengembangan agroindustri jambu mete

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ekspor kacang mete terutama kenegara-negara importir
kacang mete yang dekat dengan Indonesia seperti
Australia yang setiap tahun mengimpor sekitar 10.000
Berdasarkan hasil di atas beberapa hal penting ton kacang mete, Jepang (7.000 ton), Uni Emirates
yang dapat dibuat beberapa kesimpulan dan implikasi Arab (6.000 ton) dan Saudi Arabia (4.000 ton).
kebijakan yang diperlukan dalam rangka pengembangan
agroindustri mete yang kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Kesimpulan
DARAS, U., R. ZAUBIN, dan R. SURYADI, 2002. Penelitian
pemupukan jambu mete di Propinsi NTB dan NTT.
1. Pola terbaik pengembangan agroindustri mete adalah Kerjasama Proy.P2RWTI/IFAD, Direktorat Jenderal
agroindustri pengacipan mete skala usaha kecil disentra Perkebunan dengan Balai Penelitian Tanaman
produksi mete ditunjang industri pengolahan kulit mete Rempah dan Obat, 2002. 35 pp.
untuk dijadikan CNSL yang dilakukan oleh pabrikan DHALIMI, A., R. ZAUBIN, dan R. SURYADI. 2001. Pengaruh
ditingkat kabupaten sentra produksi. Dengan pola ini dosis dan agihan pemupukan terhadap pertumbuhan
diharapkan seluruh produk gelondong mete dapat dan produktivitas jambu mete. Laporan Teknis
diproses selama 4 bulan masa panen sehingga nilai Penelitian Bag. Proy. Penel. Tanaman Rempah dan
tambah produk yang ada bisa diraih. Obat, APBN TA. 2000. p. 17-26 (Tidak
2. Faktor terpenting dalam pengembangan agroindustri dipublikasikan).
mete adalah ketersediaan bahan baku. Saat ini produksi DITJENBUN. 2006. Statistik Perkebunan Indonesia 2003 –
gelondong mete Indonesia sekitar 125.000 ton pertahun 2005: Jambu Mete. Departemen Pertanian, Jakarta.
dengan masa panen antara bulan Agustus – November p.1 – 45.
(4 bulan). Dengan masa panen yang singkat tersebut, ERIYATNO dan SOFYAR, F. 2007. Riset Kebijakan: Metode
industri pengacipan saat ini tidak sanggup mengolah Penelitian Untuk Pascasarjana. IPB. Press – Bogor.
semua produk yang ada sehingga banyak produk mete 79pp.
INDRAWANTO, C. 1996. Final Report: Eastern Islands
yang diekspor dalam bentuk gelondong. Pembuatan
Smallholder Cashew Development Project (EISCDP
stok untuk dipakai di luar masa panen tentunya tidak
– IFAD). Ditjenbun, Jakarta. 23pp.
ekonomis. Akibatnya pasokan bahan baku di luar masa
INDRAWANTO, C. 2001. Efisiensi Pemasaran dan
panen menjadi sangat langka.
Kelembagaan Mete. Laporan Teknis Penelitian.
3. Aktor terpenting dalam pengembangan agroindustri Balittro, Bogor. p.27-35.
mete adalah petani sedangkan objektif terpenting yang INDRAWANTO, C. 2002. Regional Report: Buton Regency.
harus dipenuhi adalah pendapatan usahatani yang Study on Smallholder Tree Crops Production and
tinggi. Pendapatan usahatani yang tinggi akan Poverty Alleviation – Asem Grant TF 024891.
memotivasi petani meningkatkan produksi metenya Bogor. 37pp.
sehingga pasokan bahan baku terjamin. Hal ini berarti INDRAWANTO, C., S. WULANDARI, dan A. WAHYUDI, 2003.
segala kebijakan harus mendukung pada peningkatan Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pendapatan usahatani tersebut. Kebijakan yang keberhasilan usahatani jambu mete di Sulawesi
menekan pendapatan usahatani seperti larangan ekspor Tenggara. Jurnal Penelitian Tanaman Industri.
gelondong mete tentunya akan berakibat buruk pada Puslitbang Perkebunan. Bogor. p.141-147.
pembangunan agroindustri mete. INDRAWANTO, C. 2004. Peningkatan daya saing industri
mete Indonesia melalui pembentukan klaster industri
mete. Perspektif Puslitbang Perkebunan. Bogor. p.
Implikasi Kebijakan
15-23.
MARIMIN. 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
1. Perlu dibangun klaster-klaster agroindustri mete Grasindo. Jakarta. 188 pp.
berbasis usaha kecil pengacipan yang ditunjang SAATY, T.L. 1996. Multicriteria Decision Making: The
industri CNSL di sentra produksi mete. Dengan diba- Analytic Hierarchy Process. RWS Publication,
ngunnya klaster agroindustri ini maka permintaan Pittsburg-USA. 286 pp.
produk gelondong mete akan meningkat yang akan SAID, E.G. 2000. Menguak potensi pengembangan industri
meningkatkan harga gelondong mete dan meningkat- hilir perkebunan Indonesia. Makalah seminar sehari
kan pendapatan usahatani mete. kebijakan industri hilir perkebunan, Jakarta. 14
2. Untuk menjamin pasar dari produk kacang mete yang September 2000. Asosiasi Penelitian Perkebunan
akan dihasilkan maka perlu kebijakan yang mendorong Indonesia, Bogor. 9pp.

85
JURNAL LITTRI VOL. 14 NO. 2, JUNI 2008 : 78 - 86

ZAUBIN, R. dan R. SURYADI. 2000. Beberapa pola rehabilitasi P2RWTI-IFAD. Direktorat Jenderal Perkebunan
jambu mete (Anacardium occidentale) Balai dengan Balittro. 31 pp. (Tidak dipublikasikan).
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 9 pp. (Tidak ZAUBIN, R. dan R. SURYADI. 2002. Pengaruh daerah
dipublikasikan). peletakan pupuk dan kedalaman pemupukan serta
ZAUBIN, R., U. DARAS, dan R. SURYADI. 2000. Demonstrasi pemberian mulsa terhadap pertumbuhan dan pro-
plot pemangkasan jambu mete. Penelitian Adaptif duksi tanaman jambu mete. Laporan Hasil Penelitian
Jambu Mete di NTB dan NTT. Kerjasama proyek Th. 2002. Balittro. 14 pp. (Tidak dipublikasikan).

86

Anda mungkin juga menyukai