Anda di halaman 1dari 5

PRAKTIKUM KROMATOGRAFI

PERCOBAAN 2. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS


LURING

IDENTIFIKASI PARACETAMOL DAN KAFEIN DALAM SEDIAAN


OBAT FLU

Nama : M. Farih Arsyada


NIM : 19105011047
Kelas : A1
Kelompok : IIA

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMESTER GENAP 2020/2021
2021
PERCOBAAN 2.
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

IDENTIFIKASI PARACETAMOL DAN KAFEIN DALAM SEDIAAN OBAT FLU

A. Tujuan Percobaan
Memisahkan senyawa-senyawa komponen dalam suatu sampel menggunakan
kromatografi lapis tipis
B. Data dan Perhitungan
Nama sampel : Obat flu
Nama analit : Paracetamol dan Kafein
Fase diam :Lempeng KLT Gel silica GF 254
Fase gerak : Diklorometana – methanol (4 : 1)
Tabel diisi dengan data yang ada pada lembar pembagian sub topik
No Jarak Elusi Nilai Rf
Sampel Standar
1 Rf Sampel 1 - 0,5

= = 0,5

2 Rf Sampel 2 - 0,75

= = 0,75

3 - Rf Standar 1 0,44

= = 0,44

4 - Rf standar 2 0,69
= = 0,69

C. Pembahasan
Kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kertas tergolong
"kromatografi planar." KLT adalah yang metode kromatografi paling sederhana yang
banyak digunakan. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
pemisahan dan analisis sampel dengan metode KLT cukup sederhana yaitu sebuah
bejana tertutup (chamber) yang berisi pelarut dan lempeng KLT (Wulandari. L, 2011).
Percobaan yang dilakukan kali ini adalah identifikasi paracetamol dan kafein
dalam sediaan farmasi berupa tablet obat flu menggunakan metode kromatografi lapis
tipis yang bertujuan agar dapat mempelajari pengaruh fase gerak terhadap proses
pemisahan senyawa-senyawa dalam suatu sampel multikomponen yang digunakan pada
analisis kualitatif (identifikasi) dan semi kuantitatif sediaan obat (Anonim, 2020)
Pada percobaan praktikum kromatografi lapis tipis memiliki kekurangan dan
kelebihannya, kelebihan dari metode kromatigrafi lapis tipis ini adalah lebih banyak
digunakan untuk tujuan analisis, pemisahan komponen dapat diidentifikasi dengan
flouresensi, hanya membutuhkan sedikit pelarut, proses preparasi sampel mudah serta
biayanya yang terjangkau. Adapun kekurangan dari metode kromatografi lapis tipis
adalah kendala dalam melakukan metode kromatografi lapis tipis adalah dibutuhkan
sistem trial dan error untuk menentukan jenis eluen yang cocok, memerlukan waktu
yang lama serta membutuhkan aplikasinya dalam multidisiplin ilmu dan
menerapkannya agar mendapatkan bercak noda yang diharapkan (David, 2010).
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum diantaranya beker glass digunakan
untuk mencapur atau mereaksikan diklorometana dan methanol dengan perbandingan
(4:1), Erlenmeyer digunakan untuk menampung larutan diklorometana dan larutan
methanol, kertas saring whatman no 1 digunakan untuk menjenuhkan chamber
kromatografi, chamber kromatografi plat KLT digunakan untuk menjenuhkan chamber
kromatografi, pipa kapiler digunakan untuk menotolkan sampel dan pembanding.
Bahan-bahan yang digunakan diantaranya yaitu diklorometana dan methanol berfungsi
sebagai fase gerak dengan perbandingan (4:1), obat flu berfungsi sebagai sampel
dimana obat flu tersebut mengandung parasetamol dan kafein, sedangkan kafein dan
paracetamol berfungsi sebagai baku pembanding
Langkah awal yaitu dilakukan pencampuran fase gerak antara diklorometana
dengan metanol (4:1). Setelah methanol dan diklorometanol dicampurkan kemudian
dimasukkan ke dalam chamber tidak lebih dari 0,5 cm karena jika melebihi hasil yang
akan didapat tidak akan maksimal dan tidak bisa dibaca saat penyinaran menggunakan
sinar UV dengan Panjang gelombang kromatografi yang digunakan adalah 366 nm.
Dilakukan penjenuhan dalam campuran pelarut methanol dan dikloromethana
menggunakan kertas saring, tujuan dari penjenuhan agar atmosfer dalam chamber
penuh dengan uap eluen sehingga pada proses eluasi kecepatan penguapan eluen sama
pada semua sisi permukaan plat KLT. Chamber tidak boleh bergeser sedikitpun karena
jika tergeser akan mempengaruhi hasil yang didapatkan. Dilakukan penotolan pada
lempengan kromatografi dengan menggunakan sampel, paracetamol dan kafein, harus
diperhatikan jaraknya tidak terlalu dekat agar warna tidak mencampur penggunaan
paracetamol dan kafein bertujuan sebagai pembanding dari sampel, penotolan dilakukan
pada lempengan planar silica gel. Penotolan dilakukan sekecil mungkin agar bercak
komponen tidak melebar satu sama lain. penotolan pada masing-masing komponen
dilakukan 5 kali berturut-turut dan antara penotolan pertama sampai penotolan ke lima
harus ditunggu sampai kering karena jika tidak ditunggu sampai kering saat di letakkan
pada sinar uv tidak terlihat totolan yang dihasilkan. Penotolan dilakukan sebanyak 5
kali karena agar sampel obat flu, paracetamol dan kafein dapaat terlihat jelas saat dilihat
pada sinar UV. Setelah lempengan planar silica gel basah sempurna ke atas sampai
batas yang sudah ditetapkan kemudian diangkat dan ditunggu hingga kering.
Pengeringan bertujuan agar pada saat dilakukan penyinaran menggunakan sinar uv
totolan yang terdapat terlihat dengan sempurna. Setelah kering di letakkan dalam sinar
uv tanpa penambahan atau penyemprotan FeCI untuk membandingkan antara yang
sudah di beri FeCI dan belum diberi FeCI. Setelah di semprotkan FeCI ditunggu hingga
kering dan di letakkan Kembali dalam sinar UV, tujuan dari penambahan FeCI adalah
untuk memberikan penotolan warna yang lebih jelas atau lebih terang (Hendayana dan
sumar, 2006).
Pada percobaan identifikasi paracetamol dan kafein dalam sediaan obat flu
dengan Panjang elusi 8 cm, jarak elusi sampel 1 4,0 cm, jarak elusi sampel 2 6,0 cm,
jarak elusi standar paracetamol 3,5 cm dan jarak elusi standar kafein 5,5 cm. setelah
dilakukan perhitungan dengan mencari nilai Rf nya mendapatkan hasi menghasilkan
nilai Rf pada sampel 1 yaitu 0,5 untuk sampel 2 yaitu 0,75, untuk standar parasetamol
yaitu 0,44 dan 0,69 untuk standar kafein. Hasil tersebut memenuhi syarat KLT yang
baik, yaitu dengan rentang nilai Rf 0,2 – 0,8. Sehingga kedua sampel obat flu tersebut
mengandung paracetamol dan kafein (Dewi dkk, 2015).

D. Kesimpulan
Dapat disimpulkan Sampel obat flu mengandung paracetamol dan kafein karena
memiliki nilai Rf yang berada pada syarat rentang yang baik yaitu Rf 0,2 - 0,8 dan Niali
Rf yang didapat pada percobaan ini yaitu untuk sampel 1 sebesar 0,5 , sampel 2 sebesar
0,75 , standar paracetamol sebesar 0,44 dan standar kafein sebesar 0,69

E. Daftar Pustaka
Anonim. 2020. Petunjuk Praktikum Kromatografi. Fakultas Farmasi. Universitas Wahid
Hasyim. Semarang
David. 2010. Pengantar kromatografi. Bandung institute Teknologi Bandung Press
Dewi, Muliana T, dkk., 2015. Analisis Kualitatif Residu Antibiotika Tetrasiklin pada
Madu. Universitas Islam Bandung. Bandung
Hendayana, Sumar. 2006. Kimia pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforensis
modern. Bandung : Remaja Rosdajarya Offset.
Sari, L.B., Noviardi, H., Kartini, A.N., 2017, Optimasi waktu maserasi parasetamol
dalam jamu pegal linu yang beredar, Bogor : Fakultas MIPA, Universitas Pakuan
dan Fakultas Farmasi, Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi.
Wulandari. Lestyo, 2011, Kromatografi Lapis Tipis, PT. Taman Kampus Presindo,
Jember

Anda mungkin juga menyukai