Anda di halaman 1dari 8

NAMA : AMINA OKTA GITA

NIM : 21211013

UAS : SEJARAH INTELEKTUAL

DOSEN : RUSTAM AWAT, S.S.,M.Hum

1. FILOSOF MASA PRA SOCRATES


Filsafat Pra Socrates juga dapat dikatakan sebagai filsafat alam, karena para ahli
filsafat dimasa tersebut menjadikan alam semesta sebagai objek pemikirannya.
Tujuan filosofi mereka dalam memikirkan soal alam semesta yaitu untuk
mengetahui darimana terjadinya alam atau darimana alam ini berasal, hal inilah
yang menjadi sentral persoalan bagi mereka. Pemikiran yang demikian itu
merupakan pemikiran yang sangat maju, rasional dan radikal. Sebab pada waktu
itu kebanyakan orang menerima begitu saja keadaan alam seperti apa yang dapat
ditangkap dengan indranya, tanpa mempersoalkannya lebih jauh. Sedang di lain
pihak orang cukup puas menerima keterangan tentang kejadian alam dari cerita
nenek moyang.
Filosuf yang hidup pada masa pra Socrates disebut para filosuf alam karena
objek yang mereka jadikan pokok persoalan adalah alam. Yang dimaksud
dengan alam (fusis) adalah kenyataan hidup dan kenyataan badaniah. Jadi,
perhatian mereka mengarah kepada apa yang dapat diamati.

 Aliran-Aliran Fisafat Pra Socrates


Aliran Miletos/Madzhab Milesian
Aliran ini disebut Aliran Miletos karena tokoh-tokohnya merupakan warga
asli Miletos, di Asia Kecil, yang merupakan sebuah kota niaga yang maju.
Berikut beberapa tokoh yang termasuk kedalam Aliran Miletos atau dikenal pula
dengan istilah Madzhab Milesian.

a. Thales (624-546 SM)


Thales adalah seorang filsuf yang mengawali sejarah filsafat barat pada abad
ke-6 SM. Sebelum Thales, pemikiran Yunani dikuasai cara berpikir mitologis
dalam menjelaskan segala sesuatu. Pemikiran Thales dianggap sebagai kegiatan
berfilsafat pertama, karena mencoba menjelaskan dunia dan gejala-gejala di
dalamnya tanpa bersandar pada mitos melainkan pada rasio manusia. Ia juga
dikenal sebagai salah seorang dari tujuh orang bijaksana (Dalam bahasa Yunani
Hoi Hepta Sophoi). Yang oleh Aristoteles diberi gelar “filsuf yang pertama”.
Selain sebagai filsuf, Thales juga dikenal sebagai ahli Geometri, Astronomi, dan
Politik. Bersama dengan Anaximandros dan Anaximenes, Thales digolongkan
ke dalam Mazhab Miletos.Pemikiran Thales didapatkan melalui tulisan
Aristoteles tentang dirinya. Aristoteles mengatakan bahwa Thales adalah orang
yang pertama kali memikirkan tentang asal mula terjadinya alam semesta.
Karena itulah, Thales juga dianggap sebagai perintis filsafat alam (natural
Philosophy).
Thales memberikan jawaban bahwa segala sesuatu berasal dari air, ia juga
menyatakan bahwa bumi ini berasal dari air. Air adalah pusat dan sumber segala
yang ada atau pokok dari segala sesuatu. Segala sesuatu berasal dari air dan
kembali ke air. Dari air itu terjadilah tumbuh-tumbuhan dan binatang, bahkan
tanah pun mengandung air. Argumen Thales merupakan argument yang bukan
hanya rasional, tetapi juga observatif.
Pandangan Thales merupakan cara berpikir yang sangat tinggi, karena
sebelumnya, orang-orang Yunani lebih banyak mengambil jawaban-jawaban
tentang alam dengan kepercayaan dan mitos-mitos yang dipenuhi dengan
ketakhayulan. Thales telah membuka alam pikiran dan keyakinan tentang alam
dan asal muasalnya tanpa menunggu dalil-dalil yang agamis. Selain itu, ia juga
mengemukakan pandangan bahwa bumi terletak di atas air. Bumi dipandang
sebagai bahan yang satu kali keluar dari laut dan kemudian terapung-apung di
atasnya. Thales berpendapat bahwa segala sesuatu di jagat raya memiliki jiwa.
Jiwa tidak hanya terdapat di dalam benda hidup tetapi juga benda mati. Teori
tentang materi yang berjiwa ini disebut hylezoisme. Argumentasi Thales
didasarkan pada magnet yang dikatakan memiliki jiwa karena mampu
menggerakkan besi.
b. Anaximandros (610-546 SM).
Anaximandros adalah salah satu murid Thales. Anaximandros adalah seorang
ahli astronomi dan ilmu bumi. Meskipun dia murid Thales namun ia mempunyai
prinsip dasar alam satu akan tetapi bukanlah dari jenis benda alam seperti air
sebagai mana yang dikatakan oleh gurunya. Prinsip dasar alam haruslah dari
jenis yang tak terhitung dan tak terbatas yang oleh dia disebut Apeiron yaitu zat
yang tak terhingga dan tak terbatas serta tidak dapat dirupakan dan tidak ada
persamaannnya dengan apapun. Meskipun tentang teori asal kejadian alam tidak
begitu jelas namun dia adalah seorang yang cakap dan cerdas. Pendapatnya yang
lain yaitu, bumi seperti silinder, lebarnya tiga kali lebih besar dari tingginya.
Sedangkan bumi tidak terletak atau bersandar pada sesuatu pun.
c. Xenophanes(545 SM)
Xenophanes merupakan pengikut Aliran Pythagoras yang lahir di Kolophon,
Asia Kecil, sekitar tahun 545 SM. Dalam filsafatnya ia menegaskan bahwa
Tuhan bersifat kekal, tidak mempunyai permulaan dan Tuhan itu Esa bagi
seluruhnya. Ke-Esaan Tuhan bagi semua merupakan sesuatu hal yang logis. Hal
itu karena kenyataan menunjukkan apabila semua orang memberikan konsep
ketuhanan sesuai dengan masing-masing orang, maka hasilnya akan
bertentangan dan kabur. Bahkan “kuda menggambarkan Tuhan menurut konsep
kuda, sapi demikian juga” kata Xenophanes. Jelas kiranya ide tentang Tuhan
menurut Xenophanes adalah Esa dan bersifat universal.
d. Parmenides(540-475 SM)
Lahir sekitar tahun 540-475 di Italia Selatan. Ajarannya adalah kenyataan
bukanlah gerak dan perubahan melainkan keseluruhan yang bersatu. Dalam
pandangan Pamenides ada dua jenis pengetahuan yang disuguhkan yaitu
pengetahuan inderawi dan pengetahuan rasional. Apabila dua jenis pengetahuan
ini bertentangan satu sama lain maka ia memilih rasio. Dari pemikirannya itu
membuka cabang ilmu baru dalam dunia filsafat yaitu penemuannya tentang
metafisika sebagai cabang filsafat yang membahasa tentang yang ada.
2. ZAMAN RENAINSSANCE
Tidak banyak orang yang tahu, kecuali mungkin para sejarawan bahwa Eropa
umumya dan Italia khususnya menjadi modern seperti dewasa ini, sebenarnya
telah dimulai sejak zaman Renaissance. Jika zaman renainssance dimulai sekitar
abad ke-14 maka untuk menghasilkan Eropa modern seperti dewasa ini
diperlukan kurang lebih lima abad.
Modernisasi bagaimanapun memerlukan waktu, bisa panjang bisa pendek
tergantung dari berbagai faktor. Kalau bangsa Italia khususnya dan bangsa
Eropa umumnya memerlukan waktu kurang lebih lima abad, maka bangsa
Jepang memulai modernisasi sejak zaman Meiji Restorasi hingga menjadi
bangsa modern memerlukan waktu kurang lebih satu setengah hingga dua abad.
Istilah Renaissanance (bahasa Prancis) berasal dari kata rinascita (bahasa
Italia) yang artinya kelahiran kembali, merupakan istilah yang pertama kali
diperkenalkan oleh Georgio Vasari pada abad ke-16 untuk menggambarkan
semangat kesenian Italia mulai abad ke-14 hingga ke-16 yang bernapaskan
semangat kesenian Yunani dan Romawi kuno. Vasari yang percaya bahwa
kebudayaan itu terikat hukum alam yaitu lahir, berkembang, merosot dan mati;
melihat bahwa kelahiran kembali budaya Romawi dan Yunani kuno telah terjadi
di Italia sejak abad ke-14.
Lebih jauh Burckhardt mengatakan bahwa renaissance bukan sekedar
kelahiran kembali kebudayaan Romawi dan Yunani kuno tetapi merupakan
kebangkitan kesadaran manusia sebagai individu yang rasional, sebagai pribadi
yang otonom, yang mempunyai kehendak bebas dan tanggungjawab. Manusia
bebas, rasional, mandiri dan individual itulah prototype manusia modern,
manusia yang sanggup dan mempunyai keberanian untuk memandang dirinya
sebagai pusat alam semesta (antroprosentris) dan bukan Tuhan sebagai pusatnya
(teosentris).
Maksudnya manusia harus berani bertanggungjawab atas segala perbuatannya
dan mengandalkan pada kemampuan-kemampuan yang dimilikinya dalam
menjalani kehidupan duniawi ini. Manusia tidak lagi berpegang pada prinsip
memento mori (ingatlah bahwa engkau akan mati) tetapi diganti dengan
semboyan carpe diem (nikmatilah kesenangan hidup)
Manusia menjadi pusat (antrhoposentris) dari alam dan di kalangan kaum
humanis muncul pemikiran tentang the dignity of man. Leonardo Da Vinci,
Michelangelo, Francis Bacon adalah contoh yang dapat menjadi wakil dari
keyakinan ini. Da Vinci pernah mengatakan bahwa mekanika ialah firdaus dari
matematika dan matematika adalah dasar pemikiran serta eksperimen dalam
menerjemahkan alam bagi manusia. Jika alam Abad Tengah berdasarkan otoritas
Allah, sebab Allah Maha Kuasa (dues omnipoten), berkeyakinan bahwa hidup
sepenuhnya tergantung pada kuasa moril, maka pada masa renaissance manusia
berkeyakinan bahwa pengalaman, eksperimen dan rasionalitas manusia
merupakan dasar dalam kehidupan duniawi ini.
Ada 4 Filsuf yang terkonfirmasi mengisi sejarah pemikiran tentang hukum
sebagai produk ciptaan manusia pada era renaissance :
1) Niccolo Machiavelli
Niccolo Machiavelli (1569-1527), seorang diplomat Italia yang dikenal
sebagai Bapak Filsafat Politik Modern. Ia berpandangan bahwa hukum adalah
alat untuk mempertahankan kekuasaan oleh sebab – sebab alasan yang timbul
dari negara (ragione di stato). Alasan-alasan tersebut menjadi moral dan hukum
sesuai tuntutan politik setiap zamannya.
2) Jean Bodin
Jean Bodin (1530 – 1596), seorang sarjana hukum dari perancis pada zaman
Raja Henry IV yang terkenal dengan teori kedaulatan (souverainite).
Sebagaimana semboyan romawi kuno bahwa penguasa tidak tunduk pada
Undang-Undang (Legibus Solutes Est), Jean Bodin mengatakan kedaulatan
negara Perancis adalah milik Raja untuk membentuk hukum untuk rakyatnya.
3) Hugo Grotius
Hugo Grotius (1583 – 1645), seorang humanis belanda yang menulis buku
tentang prinsip hukum yang rasional, misalnya kecenderungan setiap orang
menginginkan hidup bersama secara damai dengan orang lain. Menurut Grotius,
hal itu bukanlah subjektifitas akan tetapi objketifitas yang menuntun setiap
orang membutuhkan hukum. Kemudian Grotius mencetuskan pemikiran tentang
4 Prinsip Objektifitas Hukum yakni Prinsip Kepemilikan Pribadi dan Orang
Lain, Prinsip Kesetiaan pada Janji ( Pact Sunt Servanda), Prinsip Ganti Rugi dan
Prinsip Sanksi atas pelanggaran hukum. Subjektifitas Hukum justru terletak pada
bagaimana seseorang menentukan hak nya untuk menguasai kepemilikan
tersebut, termasuk dalam hal menggunakan kekuasaan nya terhadap hidup orang
lain.
4) Thomas Hobbes
Thomas Hobbes (1588 – 1679), seorang filsuf Inggris yang mencetuskan
pemikiran tentang kontrak sosial, ajaran homo homini lupus, penulis buku
leviatan, dan idiom tentang peperangan sebagai penghancuran kehidupan seluruh
manusia (Bellum Omnium Contra Omnes). Barulah pada abad ke-19, tokoh
Friederic Karl Von Savigny (1779-1861) seorang sarjana hukum kelahiran
Frankfurt – German dengan mazhab sejarah mengupas zaman renaissance
sebagai bukti bahwa hukum sebagai tempat bersemayamnya perasaan keadilan
dalam jiwa bangsa/negara itu sendiri.

3. LATAR BELAKANG KEMUNCULAN HELLENISME


Filsafat yunani klasik mencapai puncaknya dengan munculnya Aristoteles.
Setelah ia meninggal dunia, pemikiran filsafat yunani merosot. Lima abad
sepeninggal Aristoteles terjadi kekosongan sehingga tidak ada ahli fikir yang
menghasilkan buah pemikiran filsafatnya seperti Plato atau Aristoteles, sampai
munculnya filosof Plotinus (204-270). Lima abad dari adanya kekosongan diatas
diisi oleh aliran-aliran besar. Pokok pemikiran filsafat dipusatkan pada cara
hidup manusia sehingga orang yang dikatakan bijaksana adalah orang yang
mengatur hidupnya menurut budinya. Cara untuk mengatur hidup inilah yang
menjadi dasar dari Epikurisme, Stoaisme, dan Skeptisisme.menurut sejarah
filsafat, masa ini sesudah Aristoteles disebut zaman Hellenisme.
Hellenisme ini adalah nama untuk kebudayaan, cita-cita dan cara hidup
orang Yunani seperti yang terdapat di Athena dizaman Pericles. Hellenisme
pada abad ke-4 SM diganti oleh kebudayaan Yunani, atau setiap usaha yang
menghidupkan kembali cita-cita Yunani zaman modern. Filsafat Yunani dimulai
pada pemerintahan Alexander Agung (356-23 SM) atau Iskandar Zulkarnain
Raja Macedonia. Pada zaman ini terjadi pergeseran pemikiran filsafat, dari
filsafat teoritis menjadi filsafat praktis.
Istilah Hellenisme dalam istilah modern diambil dari bahasa Yunani kuno
hellenizein yang berarti “berbicara atau berkelakuan seperti orang Yunani” (to
speak or make Greek). Lama periode ini kurang lebih 300 tahun, yaitu mulai 323
SM (Masa Alexander Agung atau Meninggalnya Aristoteles) hingga 20 SM
(Berkembangnya Agama Kristen atau zaman Philo). Hellenisme ditandai dengan
fakta bahwa perbatasan antara berbagai negara dan kebudayaan menjadi hilang.
Kebudayaan yang berbeda-beda yang ada pada zaman ini melebur menjadi satu
yang menampung gagasan-gagasan agama, politik, dan ilmu pengetahuan.
Secara umum, hellenisme juga ditandai dengan keraguan agama, melarutnya
kebudayaan, dan pesimisme.

 Aliran-Aliran Hellenisme
1) Epicurisme
Sebagai tokohnya Epicurus (341-271 SM), lahir di Samos dan mendapatkan
pendidikan di Athena. Ia mendapat pengaruh dari ajaran Demokritos dan
Aristhopos. Pokok ajarannya adalah bagaimana agar manusia itu dalam
hidupnya bahagia. Epicurus mengemukakan bahwa agar manusia dalam
hidupnya bahagia terlebih dahulu harus memperoleh ketenangan jiwa. Jadi,
apabila manusia dapat menghilangkan rasa ketakutannya, niscaya manusia
akan memperoleh ketenangan jiwa, yang selanjutnya akan memperoleh
kebahagiaan.

Terdapat tiga ketakutan dalam diri manusia yaitu :


a. Agar manusia tidak takut terhadap kemarahan dewa
b. Agar manusia tidak takut terhadap kematian
c. Agar manusia tidak takut terhadap nasib

Untuk mencapai kebahagiaan manusia harus menghilangkan rasa ketakutan


terhadap kemarahan dewa,kematian dan akan nasib.

2) Stoaisme
Sebagai tokohnya adalah Zeno (366-264 SM) yang berasal dari Citium,
Cyprus. Ajarannya mempunyai persamaan dengan Epicurus. Pokok
ajarannya adalah bagaimana manusia dalam hidupnya dapat bahagia. Untuk
mencapai kebahagiaan tersebut manusia harus harmoni terhadap dunia
(alam) dan harmoni dengan dirinya sendiri.  Untuk mencapai harmoni
dengan dunia (alam), manusia terlebih dahulu harus harmoni dengan dirinya
sendiri. Apabila manusia telah dapat mencapai harmoni dengan dirinya
sendiri. Maka kebahagiaan bukan lagi sebagai tujuan hidup, tetapi dalam
keadaan harmoni dengan dirinya sendiri, itulah sesungguhnya manusia
dalam keadaan apatheia, yaitu keadaan tanpa rasa atau keadaan manusia
dimana dirinya dapat menguasai segala perasaannya.
3) Skeptisisme
Tokohnya adalah Pyrrhe (350-270 SM). Pokok ajarannya adalah bagaimana
cara manusia agar dapat hidup berbahagia. Syaratnya, manusia perlu untuk
tidak mengambil keputusan karena orang yang tidak pernah mengambil
keputusan itu disebut orang yang tidak pernah keliru. Dengan demikian,
orang yang bijaksana adalah orang yang selalu ragu-ragu, dengan ragu-ragu
itu orang akan tidak pernah keliru. Akhirnya orang tersebut dikatakan
sebagai orang yang tidak pernah mangambil keputusan, dan orang yang
tidak pernah mengambil keputusan itulah orang yang berbahagia.
4) Neoplatonisme
Tokohnya adlah Plotinus dan Ammonius Saccas. Kurang lebih lima abad
sesudah Aristoteles meninggal dunia, muncul kembali filsafat Yunani yang
untuk terakhir kalinya. Munculnya kembali pemikiran filsafat yunani ini
bersamaan dengan munculnya agama Kristen (awal abad masehi). Plotinus
(204-270) lahir di lykopolis, Mesir. Pemikiran filsafatnya dipengaruhi oleh
Plato, sedikit Aristoteles. Titik tolak pemikirannya adalah bahwa asas yang
menguasai segala sesuatu adalah satu. Tuhan dianggap sebagai kebaikan
tertinggi dan sekaligus menjadi tujuan semua kehendak. Demikian juga
manusia sebagai makhluk bukanlah sebagai ciptaan Tuhan, tetapi pancaran
Tuhan. Karena zaman Neoplatonisme ini diwarnai oleh agama, zaman ini
disebutnya sebagai zaman mistik.

Anda mungkin juga menyukai