Laporan Lengkap KIN 2-2122 MP-04 (B2.2122.K.28)
Laporan Lengkap KIN 2-2122 MP-04 (B2.2122.K.28)
SEMESTER II-2021/2022
MODUL KIN
KINETIKA REAKSI FASA CAIR
Laporan Lengkap
Oleh:
Kelompok B2.2122.K.28
Pandu Ridhana (13019053)
Silmia Nurul Aulia I. (13019004)
Pembimbing:
Dr. Ir. Melia Laniwati Gunawan., M.Sc.
i
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 23
4.1 Kalibrasi Termometer dan Termokopel....................................................... 23
4.2 Penentuan Konsentrasi Larutan H2O2 pekat ................................................ 25
4.3 Penentuan Kapasitas Panas Reaktor ............................................................ 26
4.4 Penentuan Nilai ........................................................................................ 26
4.5 Penentuan Kapasitas Panas Larutan dan Sistem .......................................... 28
4.6 Penentuan Panas Reaksi .............................................................................. 28
4.7 Penentuan Parameter Reaksi........................................................................ 29
4.8 Penentuan Persentase Adiabatik Reaktor .................................................... 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 33
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 33
5.2 Saran ............................................................................................................ 33
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 34
LAMPIRAN A DATA LITERATUR .............................................................................35
LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN..................................................................38
LAMPIRAN C DATA ANTARA ...................................................................................48
LAMPIRAN D DATA MENTAH ..................................................................................61
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Skema rangkaian alat percobaan penentuan kinetika reaksi fasa cair. 11
Gambar 3.2 Diagram alir kalibrasi termometer terhadap temperatur nyata. .......... 13
Gambar 3.3 Diagram alir kalibrasi termokopel terhadap termometer. ................... 14
Gambar 3.4 Diagram alir penentuan konsentrasi larutan H2O2 pekat. ................... 15
Gambar 3.5 Diagram alir pembuatan larutan H2O2 dengan konsentrasi 1 M. ...... 16
Gambar 3.6 Diagram alir pembuatan larutan Na2S2O3 dengan konsentrasi 1,1 M.17
Gambar 3.7 Diagram alir penentuan kapasitas panas reaktor. ............................... 18
Gambar 3.8 Diagram alir Penentuan Nilai β. ......................................................... 19
Gambar 3.9 Diagram alir penentuan kalor reaksi................................................... 20
Gambar 3.10 Diagram alir penentuan energi aktivasi dan tetapan Arrheius............ 21
Gambar 3.11 Diagram alir penentuan densitas larutan campuran............................ 22
Gambar 4.1 Kalibrasi temperatur nyata terhadap temperatur termometer. ............ 23
Gambar 4.2 Kalibrasi temperatur termometer terhadap temperatur termokopel. .. 24
Gambar 4.3 Korelasi antara nilai dan perubahan temperatur untuk penentuan nilai
. ......................................................................................................... 27
Gambar 4.4 Hubungan temperatur terhadap waktu untuk tempuhan 1 .................. 29
Gambar 4.5 Hubungan temperatur terhadap waktu untuk tempuhan 2.................. 30
Gambar 4.6 Hubungan y terhadap 1/T untuk a = 1, b = 1,5 tempuhan 1 ............... 31
Gambar 4.7 Hubungan y terhadap 1/T untuk a = 1, b = 1,5 tempuhan 2 ............... 31
Gambar C.1 Kalibrasi termometer terhadap temperatur..........................................48
Gambar C.2 Kalibrasi termokopel terhadap termometer. ....................................... 49
Gambar C.3 Hubungan temperatur terhadap waktu pada Tempuhan 1. ................. 54
Gambar C.4 Hubungan temperatur terhadap waktu pada Tempuhan 2. ................. 58
iii
DAFTAR TABEL
iv
ABSTRAK
Rekayasa kimia atau chemical engineering adalah cabang ilmu teknik yang mempelajari
tentang proses-proses dan sarana-sarana pemroses yang mengubah keadaan, kandungan
energi, dan/atau komposisi suatu (kelompok) bahan dan menghasilkan produk yang
memiliki nilai kemanfaatan lebih tinggi. Kinetika kimia adalah studi tentang laju
transformasi senyawa kimia dari spesies reaktan menjadi produk. Laju reaksi didefinisikan
sebagai laju penurunan dengan waktu konsentrasi reaktan (dalam jumlah mol atau molekul
per satuan volume) karena reaksi kimia, atau, setara, laju peningkatan konsentrasi produk.
Faktor–faktor yang memengaruhi laju reaksi antara lain adalah temperatur sistem, luas
permukaan reaktan, katalis, konsentrasi reaktan, dan sifat reaktan.
Dalam percobaan ini, reaksi yang terjadi antara Na2S2O3 1,1 M dengan H2O2 1 M merupakan
reaksi redoks homogen dalam fasa cair di mana Na2S2O3 berperan sebagai reduktor dan H2O2
berperan sebagai oksidator. Reaksi terjadi secara spontan dan merupakan reaksi eksotermik
di mana reaksi melepaskan panas ke lingkungan. Dalam penentuan laju reaksi dapat
dilakukan dengan mengamati konsentrasi reaktan untuk setiap selang waktu tertentu.
Namun, cara ini dapat mengalami kesulitan, reaksi H2O2 dan Na2S2O3 berlangsung dengan
sangat cepat sehingga dibutuhkan parameter lain yang lebih mudah diamati, yaitu temperatur
karena temperatur menyatakan perubahan energi dalam sistem akibat reaksi yang terjadi.
Dari hasil percobaan, didapatkan nilai β sebesar 1,373. Selain itu, orde raksi bernilai 1,5
terhadap H2O2 dan bernilai 2 terhadap Na2S2O3. Nilai energi aktivasi (Ea) dan konstanta
Arrhenius (A) berturut-turut sebesar 725,130 J/mol dan 2,16 × 10-3. Persentase adiabatis dari
reaktor yang digunakan sebesar 5,53%. Secara keseluruhan, didapatkan persamaan kinetika
reaksi adalah sebagai berikut.
725,130 1 1,5
r = 2,16 × 10−3 exp (− ) CH2O2 CNa 2 S2 O3
RT
Kata kunci: Kinetika reaksi, orde reaksi, energi aktivasi, konstanta Arrhenius, reaktor batch
adiabatik
BAB I
PENDAHULUAN
Rekayasa kimia atau chemical engineering adalah cabang ilmu teknik yang mempelajari
tentang proses-proses dan sarana-sarana pemroses yang mengubah keadaan, kandungan
energi, dan/atau komposisi suatu (kelompok) bahan dan menghasilkan produk yang
memiliki nilai kemanfaatan lebih tinggi. Tugas-tugas dari insinyur kimia yang berkenaan
dengan penerapan reaksi kimia di dalam praktik atau industri salah satunya adalah
menentukan jenis, dimensi, dan kondisi operasi reaktor kimia yang diperlukan untuk
menghasilkan sejumlah tertentu produk reaksi. Selain itu, insinyur kimia juga bertugas untuk
mengendalikan, mengevaluasi, dan mengoptimumkan kinerja (performance) reaktor yang
beroperasi di dalam pabrik.
Reaksi kimia adalah proses pemutusan dan pembentukan ikatan antar atom di dalam suatu
molekul sehingga didapatkan molekul baru yang berbeda dari reaktannya. Pada reaksi kimia,
terjadi kontak antar molekul-molekul reaktan, dan juga diperlukan energi yang cukup untuk
dapat melangsungkannya. Reaksi dapat dibantu dengan katalis di mana katalis berperan
untuk mempercepat dan mengarahkan reaksi untuk mendapatkan produk yang diinginkan.
Kinetika reaksi kimia adalah salah satu sifat dari reaksi kimia. Sifat kinetika reaksi
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti temperatur sistem, luas permukaan reaktan,
keberadaan katalis, konsentrasi reaktan, sifat reaktan, bahkan desain reaktor seperti jenis dan
dimensi reaktor. Berjalannya suatu proses di dalam reaktor, seperti laju konsumsi reaktan
menjadi produk, dapat digambarkan oleh sifat kinetika reaksi. Laju reaksi menyatakan
banyaknya mol produk yang terbentuk atau banyaknya reaktan yang bereaksi persatuan
waktu pada tempat berlangsungnya reaksi yang berbeda tergantung fasanya. Faktor-faktor
yang memengaruhi laju reaksi adalah konsentrasi reaktan, orde reaksi, dan konstanta reaksi
yang merupakan fungsi temperatur.
Halaman 1 dari 64
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan Modul Kinetika Reaksi Fasa Cair adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari salah satu metode eksperimen untuk menentukan kinetika reaksi
homogen fasa cair, khususnya antara H2O2 dan Na2S2O3, di dalam reaktor batch
adiabatik sederhana.
2. Menentukan persamaan data kinetika reaksi dengan melakukan pengumpulan dan
pengolahan data.
Sasaran dari percobaan Modul Kinetika Reaksi Fasa Cair adalah sebagai berikut.
1. Menurunkan korelasi persamaan kinetika reaksi fasa cair, khususnya antara H 2O2
dan Na2S2O3 di dalam reaktor batch adiabatik sederhana.
2. Menentukan parameter-parameter reaksi homogen yaitu tetapan Arrhenius, energi
aktivasi dan orde reaksi untuk reaksi homogen fasa cair antara H2O2 dan Na2S2O3.
Halaman 2 dari 64
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kinetika kimia adalah studi tentang laju transformasi senyawa kimia dari spesies reaktan
menjadi produk (Donaldson, 2003). Laju reaksi didefinisikan sebagai laju penurunan dengan
waktu konsentrasi reaktan (dalam jumlah mol atau molekul per satuan volume) karena reaksi
kimia, atau, setara, laju peningkatan konsentrasi produk (Donaldson, 2003). Faktor–faktor
yang memengaruhi laju reaksi antara lain adalah temperatur sistem, luas permukaan reaktan,
katalis, konsentrasi reaktan, dan sifat reaktan.
Setiap reaksi kimia memiliki persamaan laju reaksinya sendiri yang dipengaruhi oleh
berbagai parameter. Reaksi kimia juga membutuhkan reaktan pembatas untuk dijadikan
dasar perhitungan laju konsumsi reaktan. Bentuk umum dari laju reaksi sederhana adalah
power law (hukum pangkat), secara matematis ditulis dalam Persamaan 2.1.
A+B →C
−rA = k. 𝐶𝐴 𝑎 . 𝐶𝐵 𝑏 (2.1)
Nilai -rA merupakan laju reaksi yang dinyatakan dalam laju konsumsi A, k merupakan
tetapan laju reaksi, CA dan CB secara berturut-turut merupakan nilai konsentrasi senyawa A
dan B, dan a serta b secara berturut-turut merupakan orde untuk senyawa A dan B.
Persamaan laju reaksi yang menyatakan bahwa laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi spesi
yang ada dalam sistem dan tetapan laju reaksi. Persamaan ini bersifat empiris sehingga
dibutuhkan eksperimen untuk menentukan parameter–parameter dari persamaan laju reaksi
seperti nilai orde reaksi dan tetapan laju reaksi dengan memantau profil konsentrasi senyawa
dalam sistem terhadap waktu.
Halaman 3 dari 64
2.1.1 Orde Reaksi
Orde reaksi adalah eksponen di mana konsentrasi senyawa tersebut dinaikkan, dan ini
menunjukkan sejauh mana konsentrasi suatu senyawa mempengaruhi laju reaksi, serta
senyawa mana yang memiliki efek terbesar. Untuk mendapatkan orde reaksi, ekspresi laju
(atau persamaan laju) dari reaksi yang harus diperoleh. Nilai orde reaksi hanya dapat
ditentukan dengan melakukan eksperimen. Adapun nilai koefisien reaksi yang menyertai
suatu senyawa tidak memberikan pengaruh terhadap nilai orde reaksi kecuali reaksi yang
terjadi merupakan reaksi elementer.
Nilai tetapan laju reaksi merupakan konstanta yang menjadi pengali dalam sebuah hukum
laju. Semakin besar nilai tetapan laju reaksi maka semakin besar nilai laju reaksi. Nilai
tetapan laju bersifat khusus karena nilai tetapan laju dipengaruhi oleh nilai energi aktivasi
dan tetapan Arrhenius yang nilainya bersifat spesifik untuk setiap reaksi. Energi aktivasi
adalah energi minimum yang dibutuhkan agar reaksi kima dapat berjalan. Tetapan laju reaksi
dapat ditentukan dengan persamaan Arrhenius yang ditunjukkan pada Persamaan 2.2.
𝐸𝑎
k = A . exp (− ) (2.2)
𝑅𝑇
Nilai k merupakan nilai tetapan laju reaksi, Ea merupakan nilai energi aktivasi, A merupakan
tetapan Arrhenius, R merupakan tetapan gas universal (8,314 J/mol.K), dan T merupakan
suhu mutlak sistem. Sama seperti nilai orde reaksi, nilai tetapan laju reaksi hanya dapat
ditentukan melalui eksperimen. Melalui eksperimen, yang ditentukan adalah nilai energi
aktivasi dan tetapan Arrhenius yang nantinya akan diolah lebih lanjut untuk mendapatkan
nilai tetapan laju reaksi.
Halaman 4 dari 64
2.2 Reaksi Na2S2O3 dengan H2O2
Reaksi yang terjadi antara Na2S2O3 dengan H2O2 merupakan reaksi redoks homogen dalam
fasa cair di mana Na2S2O3 berperan sebagai reduktor dan H2O2 berperan sebagai oksidator.
Reaksi terjadi secara spontan dan merupakan reaksi eksotermik di mana reaksi melepaskan
panas ke lingkungan sekitar sistem. Reaksi yang terjadi dapat melalui beberapa jalur yang
bergantung dengan kondisi sistem. Jalur – jalur yang dapat dilalui dari reaksi ini ditunjukkan
pada Tabel 2.1.
Nilai pada tabel di atas merupakan perbandingan mol H 2O2 dengan mol Na2S2O3 secara
stoikiometri dan ∆H merupakan nilai perubahan entalpi reaksi. Nilai dan ∆H bersifat
spesifik untuk setiap jalur reaksi yang terjadi.
Titrasi adalah penambahan kuantitatif larutan yang konsentrasinya diketahui ke larutan yang
konsentrasinya tidak diketahui sampai reaksi di antara keduanya selesai untuk menentukan
konsentrasi larutan kedua (Jennings dkk., 2010). Permanganometri adalah jenis titrasi redoks
dimana anion permanganat (MnO4−) yang berwarna kuat dan pengoksidasi digunakan untuk
mengukur jumlah senyawa yang dapat teroksidasi dalam sampel (Bessen dkk., 2021).
Halaman 5 dari 64
Konsentrasi dari larutan H2O2 dapat didapatkan dengan titrasi permanganometri. Titrasi
dilakukan dalam keadaan asam H2O2 berperan sebagai reduktor dan Na2S2O3 berperan
sebagai oksidator. Larutan H2SO4 digunakan untuk memberikan keadaan asam dalam
reaksi. Persamaan reaksi yang terjadi ditunjukkan pada Persamaan 2.3.
Dalam penentuan hukum laju reaksi dapat dilakukan dengan mengamati konsentrasi reaktan
untuk setiap selang waktu tertentu. Namun, cara ini dapat mengalami kesulitan seperti pada
reaksi antara H2O2 dan Na2S2O3 yang reaksinya berlangsung dengan sangat cepat. Saat
menghadapi kondisi ini, dibutuhkan parameter lain yang lebih mudah diamati. Parameter
pengganti untuk diamati adalah temperatur lingkungan terjadinya reaksi karena temperatur
menyatakan perubahan energi dalam sistem akibat reaksi yang terjadi. Dibutuhkan juga data
perubahan entalpi reaksi molar dan perubahan energi untuk dihubungkan dengan perubahan
jumlah senyawa dalam sistem sehingga temperatur dapat digunakan sebagai parameter
pengganti pengamatan.
Penurunan dari persamaan neraca massa dan energi dari reaksi H2O2 dan Na2S2O3
ditunjukkan pada Persamaan 2.4, yang merupakan substitusi dari Persamaan 2.2 ke
Persamaan 2.1, serta Persamaan 2.5.
dCNa2 S2 O3 Ea
−rA = − = A . exp (− ) . CNa2 S2O3 a . CH2O2 b (2.4)
dt RT
dT dCNa2 S2 O3
m(Cp )sistem = ∆Hr V (2.5)
dt dt
Pada Persamaan 2.5, ruas kiri persamaan menyatakan jumlah panas yang diterima
lingkungan sedangkan ruas kanan persamaan menyatakan besarnya panas yang dilepas oleh
sistem. Dengan asumsi bahwa sistem adiabatik, maka panas hanya diterima oleh wadah dan
Halaman 6 dari 64
larutan yang dinyatakan dalam (mCp)sistem. Persamaan 2.5 dapat diolah dan diintegrasikan
untuk menghasilkan Persamaan 2.6 sebagai berikut.
(mCp ) (T − T0 )
sistem
CNa2 S2 O3 = + CNa2 S2O3 ,awal (2.6)
−∆Hr V
Nilai konsentrasi H2O2 dalam persamaan 2.4 dapat diganti dengan yang didefinisikan
sebagai perbandingan konsentrasi H2O2 dengan konsentrasi Na2S2O3, ditunjukkan pada
persamaan 2.7, sehingga didapat Persamaan 2.8.
CNa2 S2O3
β= (2.7)
CH2O2
dCNa2 S2 O3 Ea
−rA = − = A . exp (− ) . CNa2 S2 O3 a+b. βb (2.8)
dt RT
Persamaan 2.8 dapat disubstitusi ke Persamaan 2.5 sehingga didapat Persamaan 2.9.
dT Ea a+b b
(mCp )sistem = −∆Hr V A exp (− )C β (2.9)
dt RT Na2 S2O3
Selanjutnya, Persamaan 2.6 disubstitusi ke Persamaan 2.9 sehingga didapat Persamaan 2.10.
𝑎+𝑏
dT Ea (mCp )sistem(T − T0 )
(mCp ) = −∆Hr V A exp (− )[ + CNa2 S2 O3,awal] βb
sistem dt RT −∆Hr V
(2.10)
Halaman 7 dari 64
dT
(mCp ) Ea 1
ln sistem dt = (− ) + ln(−∆Hr V A)
a+b R T
(mCp ) (T − T0 )
sistem
( + CNa2 S2 O3,awal) βb
[ −∆Hr V ]
(2.11)
Persamaan 2.11 dapat digunakan untuk menentukan nilai tetapan Arrhenius (A), energi
aktivasi (Ea), dan orde reaksi dengan menggunakan regresi linier. Namun, untuk dapat
menggunakan persamaan linier tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu nilai perubahan
entalpi reaksi molar (ΔHr ), nilai , nilai (mCp)sistem, nilai dT/dt, serta nilai 1/T.
Reaktor batch adiabatik dapat didefinisikan sebagai sistem tertutup tanpa aliran input dan
output. Reaktor batch ini dioperasikan dalam kondisi adiabatik (tidak ada panas yang
keluar), campuran sempurna (komposisi campuran reaksi dijaga seragam selama operasi)
dan volume konstan (volume campuran reaksi di dalam reaktor dijaga konstan maka tidak
ada perubahan terukur dalam densitas massa reaksi) (Admin, 2018). Pada percobaan yang
dilakukan, reaktor dilapisi dengan isolator panas berupa aluminium foil dan karet penutup
untuk menjaga tidak adanya kalor yang keluar. Dibutuhkan juga data perubahan entalpi
reaksi molar dan perubahan energi untuk dihubungkan dengan perubahan jumlah senyawa
dalam sistem sehingga temperatur dapat digunakan sebagai parameter pengganti
pengamatan.
2.6 Termokopel
Termokopel didasarkan pada efek Seebeck, yaitu arus termoelektrik kecil dihasilkan ketika
dua kabel logam yang berbeda dimasukkan ke dalam kontak di kedua ujungnya dengan
persimpangan mereka memiliki suhu yang berbeda (Camuffo, 2019). Dalam rangkaian
terbuka, yang terdiri dari dua kabel dari bahan berbeda yang di satukan pada salah satu
Halaman 8 dari 64
ujungnya, gaya gerak listrik (tegangan) dihasilkan di antara ujung kawat bebas ketika dikenai
gradien suhu. Karena tegangan bergantung pada perbedaan suhu antara sambungan kabel
(pengukuran) dan ujung bebas (referensi), sistem dapat digunakan untuk pengukuran suhu
(SIREN dkk., 2001).
Termokopel memiliki banyak tipe yang bergantung kepada pasangan logamnya. Pasangan
logam dasar yang paling umum adalah besi-konstantan (tipe J), komel-alumel (tipe K), dan
tembaga-konstantan (tipe T). Termokopel logam mulia (tipe S, R, dan B) terbuat dari
platinum dan rhodium dalam rasio pencampuran yang berbeda (SIREN dkk., 2001). Rentang
pengukuran untuk termokopel logam dasar adalah −40 hingga +750 °C (tipe J), 200 hingga
+1200 °C (tipe K), dan 200 hingga +350 °C (tipe T). Termokopel logam mulia dapat
digunakan pada suhu yang lebih tinggi hingga 1700 °C. Respon dinamis termokopel
berselubung tidak terlalu cepat, tetapi probe yang terbuat dari kabel tipis dan telanjang dapat
memiliki sifat dinamis yang sangat cepat. Salah satu kelebihan dari termokopel adalah
kesederhanaan membuat probe baru dengan menyolder atau mengelas ujung dua kabel
bersama-sama (SIREN dkk., 2001).
Halaman 9 dari 64
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan Modul Kinetika Reaksi Fasa Cair
dapat dilihat dalam Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan
Alat Bahan
Buret 50 mL Aqua DM
Batang pengaduk Larutan H2O2 30%
Corong gelas Padatan Na2S2O3
Labu Erlenmeyer 250 mL Larutan KMnO4 1,5625 N
Filler Larutan H2SO4
Gelas kimia 50 mL Es batu
Gelas kimia 100 mL
Gelas kimia 500 mL
Gelas kimia 1000 mL
Labu ukur 100 mL
Labu ukur 500 mL
Gelas ukur 5 mL
Gelas ukur 25 mL
Magnetic stirrer
Pemanas listrik
Piknometer 5 mL
Pipet tetes
Pipet ukur 25 mL
Pipet volume 10 mL
Spatula
Prob karet
Reaktor batch adiabatik sederhana
Halaman 10 dari 64
Tabel 3.1 Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan (lanjutan)
Alat Bahan
Termokopel
Converter
Recorder
Termometer
Neraca digital
Pengukuran temperatur pada percobaan utama Modul Kinetika Reaksi Fasa Cair yang
dilakukan dengan menggunakan termokopel. Termokopel tersambung dengan converter
yang kemudian dihubungkan dengan komputer (recorder) yang sudah terpasang software
Labview. Skema rangkaian peralatan yang digunakan dalam percobaan Modul Kinetika
Reaksi Fasa Cair dapat dilihat pada Gambar 3.1. berikut ini.
Gambar 3.1 Skema rangkaian alat percobaan penentuan kinetika reaksi fasa cair.
Halaman 11 dari 64
Tabel 3.2 Daftar komponen pada skema alat percobaan
Angka Keterangan Komponen
1 Komputer (recorder)
2 Converter
3 Termokopel
4 Prob karet
5 Reaktor batch adiabatik sederhana
6 Magnetic stirrer
7 Pemanas listrik
Percobaan Modul Kinetika Reaksi Fasa Cair dapat dibagi ke dalam enam bagian atau tahap.
Pada percobaan tahap pertama dilakukan kalibrasi alat pengukur temperatur. Pada tahap
selanjutnya atau tahap kedua dilakukan penentuan konsentrasi H2O2 pekat. Tahap ketiga
dilakukan pembuatan larutan H2O2 dan Na2S2O3 sesuai dengan penugasan yang diberikan,
yaitu larutan H2O2 dengan konsentrasi 1 M dan larutan Na2S2O3 dengan konsentrasi 1,1 M.
Pada tahap selanjutnya dilakukan penentuan kapasitas panas reaktor. Tahap kelima
dilakukan penentuan nilai β, di mana volume larutan H2O2 dan Na2S2O3 dibuat bervariasi
dengan total volume campuran yang sama atau tetap. Selain itu, temperatur awal dan akhir
dari larutan campuran dicatat. Tahap terakhir atau tahap keenam dilakukan percobaan utama,
yaitu percobaan untuk penentuan nilai (m.Cp) larutan dan pengukuran temperatur setiap
waktu dari larutan campuran H2O2 dengan Na2S2O3 yang dicampur menggunakan
perbandingan volume tertentu yang telah dihitung sesuai dengan nilai β yang telah diperoleh.
Percobaan kalibrasi skala alat ukur temperatur dilakukan karena setiap alat ukur memiliki
galat pengukuran, sehingga pengukurannya tidak akurat. Pada percobaan ini, dilakukan
kalibrasi antara temperatur nyata terhadap bacaan pada alat ukur termometer dan kalibrasi
Halaman 12 dari 64
bacaan pada alat ukur termokopel terhadap bacaan pada alat ukur termometer. Diagram alir
percobaan kalibrasi temperatur bacaan pada alat ukur termometer terhadap temperatur nyata
dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini.
Selanjutnya dilakukan kalibrasi antara bacaan pada termokopel terhadap bacaan pada
termometer. Kalibrasi dilakukan untuk mengonversi nilai temperatur hasil bacaan pada
termokopel menjadi temperatur nyata karena pada percobaan, alat ukur temperatur yang
digunakan adalah termokopel. Diagram alir percobaan kalibrasi temperatur bacaan pada
termokopel terhadap bacaan pada termometer dapat dilihat pada Gambar 3.3 berikut ini.
Halaman 13 dari 64
Gambar 3.3 Diagram alir kalibrasi termokopel terhadap termometer.
Dalam membuat larutan H2O2 dengan konsentrasi sesuai penugasan, yaitu sebesar 1 M, perlu
dilakukan terlebih dahulu penentuan konsentrasi larutan H2O2 pekat yang sebenarnya.
Konsentrasi dari larutan H2O2 pekat yang sebenarnya pasti berbeda dengan konsentrasi yang
tertera pada wadah yang digunakan. Penentuan konsentrasi larutan H2O2 dilakukan dengan
metode titrasi dengan menggunakan larutan KMnO4 sebagai zat penitran atau disebut dengan
titrasi permanganometri. Diagram alir penentuan konsentrasi larutan H2O2 pekat disajikan
pada Gambar 3.4.
Halaman 14 dari 64
Gambar 3.4 Diagram alir penentuan konsentrasi larutan H2O2 pekat.
Halaman 15 dari 64
Gambar 3.5 Diagram alir pembuatan larutan H2O2 dengan konsentrasi 1 M.
Pembuatan larutan Na2S2O3 dilakukan sesuai dengan penugasan, yaitu konsentrasi sebesar
1,1 M. Larutan Na2S2O3 dibuat dengan melarutkan padatan Na2S2O3 yang dalam bentuk
hidrat, memiliki lima hidrat dengan rumus molekul Na2S2O3.5H2O sebanyak 136,4 gram
untuk membuat 500 mL larutan Na2S2O3 1,1 M. Padatan terlebih dahulu dilarutkan dengan
sedikit aqua DM, jika perlu diaduk agar lebih homogen dan tercampur rata. Setelah itu baru
dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL yang selanjutnya ditambahkan aqua DM hingga
garis batas pada labu ukur. Diagram alir pembuatan larutan Na2S2O3 dengan konsentrasi 1,1
M dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Halaman 16 dari 64
Gambar 3.6 Diagram alir pembuatan larutan Na2S2O3 dengan konsentrasi 1,1 M.
Kapasitas panas reaktor dapat ditentukan dengan percobaan yang dapat diketahui jumlah
kalor yang diserap oleh reaktor. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan air mendidih
dan es mencair untuk menentukan kapasitas panas reaktor. Es mencair dimasukkan terlebih
dahulu ke dalam reaktor adiabatik agar temperatur reaktor sama dengan es mencair. Setelah
itu, air mendidih dicampurkan ke dalam reaktor. Kemudian, termokopel dimasukkan ke
dalam reaktor sambil dengan mengaduk reaktor agar temperatur yang dibaca akurat. Nilai
bacaan termokopel dicatat saat temperatur bacaan mulai stabil selama beberapa saat.
Kemudian, data-data yang diperoleh diolah untuk mendapatkan nilai kapasitas panas reaktor.
Diagram alir penentuan kapasitas panas reaktor dapat dilihat pada Gambar 3.7 berikut ini.
Halaman 17 dari 64
Gambar 3.7 Diagram alir penentuan kapasitas panas reaktor.
Nilai β dapat ditentukan dengan mencampurkan larutan H2O2 dan Na2S2O3 ke dalam reaktor
adiabatik dengan berbagai variasi volume yang menghasilkan volume total yang konstan,
yaitu sebesar 50 mL. Larutan Na2S2O3 dimasukkan terlebih dahulu ke dalam reaktor.
Selanjutnya, larutan H2O2 dicampurkan ke dalam reaktor yang telah berisi larutan Na2S2O3.
Reaksi antara H2O2 dan Na2S2O3 bersifat eksotermik, sehingga akan terjadi kenaikan
temperatur. Temperatur awal dan akhir pencampuran dicatat kemudian diperoleh selisih
temperatur. Nilai selisih temperatur ini selanjutnya dialurkan terhadap nilai α yang
merupakan perbandingan konsentrasi antara H2O2 dan Na2S2O3. Grafik yang diperoleh akan
menunjukkan tren selisih temperatur yang naik kemudian turun. Dari kedua garis yang
terbentuk dari tren tersebut, diperoleh nilai β yang merupakan perpotongan antara kedua
garis atau tren tersebut. Diagram alir penentuan nilai β disajikan pada Gambar 3.8.
Halaman 18 dari 64
Gambar 3.8 Diagram alir Penentuan Nilai β.
Penentuan kalor reaksi, energi aktivasi, dan tetapan Arrhenius dilakukan bersamaan dengan
prosedur percobaan utama karena data yang didapat pada percobaan utama memenuhi
kebutuhan data yang diperlukan untuk penentuan kalor reaksi, energi aktivasi, dan tetapan
Arrhenius.
Sebelum melakukan percobaan utama, perlu ditentukan terlebih dahulu nilai kapasitas panas
campuran larutan H2O2 dan Na2S2O3. Nilai kapasitas panas larutan ditentukan dengan
mencampurkan larutan H2O2 dan Na2S2O3 sesuai dengan perbandingan volume yang telah
diperoleh setelah menghitung nilai β. Larutan Na2S2O3 terlebih dahulu dimasukkan ke dalam
reaktor yang telah dilengkapi oleh magnetic stirrer. Selanjutnya, diikuti oleh larutan H2O.
Setelah dicampur, temperatur campuran diukur untuk mendapatkan temperatur minimum.
Saat termokopel mencapai temperatur maksimum, temperatur dicatat dan biarkan hingga
temperatur turun. Kemudian, langkah percobaan dilakukan hal yang sama untuk percobaan
Halaman 19 dari 64
pada tempuhan 2. Diagram alir penentuan kalor reaksi, energi aktivasi, dan tetapan
Arrhenius dapat dilihat pada Gambar 3.9 dan Gambar 3.10 berikut ini.
Halaman 20 dari 64
Gambar 3.10 Diagram alir penentuan energi aktivasi dan tetapan Arrheius.
Penentuan densitas larutan campuran dilakukan dengan menimbang massa piknometer yang
berukuran 5 mL yang selanjutnya akan digunakan untuk mengukur densitas. Setelah itu,
dilakukan penimbangan piknometer 5 mL yang telah diisi penuh dengan aqua DM. Terakhir,
dilakukan penimbangan piknometer 5 mL yang telah diisi penuh oleh campuran hasil reaksi
stoikiometri H2O2 dan Na2S2O3. Diagram alir penentuan densitas larutan campuran dapat
dilihat pada Gambar 3.11 berikut ini.
Halaman 21 dari 64
Gambar 3.11 Diagram alir penentuan densitas larutan campuran.
Halaman 22 dari 64
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kalibrasi termometer dan termokopel dilakukan karena pembacaan alat ukur tersebut tidak
sesua dengan temperatur nyatanya. Kalibrasi pertama dilakukan untuk termometer dengan
dibandingkan temperatur nyata pada saat air es mencair dan air mendidih. Temperatur nyata
didapatkan dari persamaan Antoine dengan menggunakan tekanan uap jenuh sesuai dengan
kondisi laboratorium, sehingga diperoleh temperatur air es melebur dan air mendidih sesuai
dengan data literatur. Berdasarkan perhitungan, didapat titik didih air sebesar 97,554 oC.
Dengan begitu, didapat kurva kalibrasi temperatur nyata terhadap temperatur termometer
yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.
120
100
80
TNyata (°C)
60
y = 1,0269x - 1,0269
R² = 1
40
20
0
0 20 40 60 80 100 120
TTermometer (°C)
Halaman 23 dari 64
Berdasarkan Gambar 4.1, dapat dibuat persamaan kalibrasi temperatur nyata terhadap
temperatur termometer sesuai dengan Persamaan 4.1.
120
100
80
TTermometer (°C)
60
40
y = 1,0208x + 2,1178
R² = 0,9951
20
0
0 20 40 60 80 100
TTermokopel (°C)
Berdasarkan Gambar 4.2, dapat dibuat persamaan kalibrasi temperatur termometer terhadap
temperatur termokopel sesuai dengan Persamaan 4.2.
Halaman 24 dari 64
Untuk memperoleh hubungan antara temperatur pembacaan termokopel dengan temperatur
nyata yang sesuai dengan data literatur, Persamaan 4.2 dilakukan substitusi ke Persamaan
4.1. Persamaan kalibrasi antara temperatur nyata terhadap temperatur bacaan termokopel
dinyatakan dalam Persamaan 4.3.
Persamaan 4.3 digunakan untuk perhitungan temperatur nyata dengan bacaan temperatur
termokopel pada perhitungan selanjutnya.
Halaman 25 dari 64
4.3 Penentuan Kapasitas Panas Reaktor
Seluruh percobaan utama dilakukan dalam reaktor adiabatik untuk meminimalkan terjadinya
hilang panas. Pada proses pencampuran, perpindahan panas tidak hanya terjadi antara larutan
Na2S2O3 dengan H2O2 saja, namun juga ada panas pada reaktor adiabatik yang menyerap
panas. Perhitungan kapasitas panas reaktor dapat ditentukan menggunakan neraca energi
sesuai dengan Persamaan 4.4.
Pada Persamaan 4.5 terdapat beberapa besaran yang merupakan fungsi dari temperatur, yaitu
massa (densitas) air dan kalor jenis air, sehingga harus dievaluasi densitas dan kalor jenis air
pada temperatur operasinya. Berdasarkan dari perhitungan, didapatkan kapasitas kalor
reaktor sebesar 76,55 J/K.
Nilai merupakan nilai perbandingan mol Na2S2O3 dengan mol H2O2 ketika reaksi terjadi
secara stoikiometri. Ketika reaksi berjalan stoikiometri berarti jumlah reaktan sudah habis
bereaksi dan saat itulah terjadi konversi maksimum reaksi. Penentuan nilai β dilakukan
dengan membuat variasi , yaitu perbandingan jumlah zat antara Na 2S2O3 dan H2O.
Perubahan temperatur dijadikan indikator karena untuk suatu jumlah mol yang sama, maka
semakin banyak zat yang bereaksi maka semakin besar perubahan entalpi reaksi. Nilai β
adalah nilai di mana menghasilkan ΔT yang maksimal. Nilai ∆T dialurkan terhadap nilai
yang akan digunakan untuk penentuan nilai . Kurva hasil percobaan penentuan nilai
ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Halaman 26 dari 64
35
30
25
y = -0,3294x + 29,051
20 R² = 0,8929
ΔT
15
y = 17,126x + 5,0779
10 R² = 0,9634
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
α
Gambar 4.3 Korelasi antara nilai dan perubahan temperatur untuk penentuan
nilai .
Dari Gambar 4.3, dapat dilihat hubungan antara nilai dan perubahan temperatur
menghasilkan dua tren, yaitu tren dengan gradien positif dan gradien negatif. Nilai β adalah
nilai di mana menghasilkan ΔT yang maksimal. Titik potong dari kedua garis pada kurva
merupakan titik dengan nilai ΔT maksimal sehingga pada nilai pada titik itu merupakan
nilai . Dari hasil perhitungan, didapat nilai sebesar 1,37. Dari nilai tersebut dapat
disimpulkan persamaan reaksi yang terjadi mengikuti jalur reaksi yang ditunjukkan pada
Persamaan 4.6.
Galat yang didapatkan dari nilai dapat disebabkan kurang telitinya dalam pengukuran
jumlah zat yang akan direaksikan. Setelah mendapatkan nilai β, digunakan perbandingan
mol stoikiometrik dari Na2S2O3 dan H2O2 pada percobaan berikutnya. Oleh karena itu,
Halaman 27 dari 64
volume larutan Na2S2O3 dan larutan H2O2 yang akan digunakan untuk percobaan utama
secara berurutan adalah 20 mL dan 30 mL.
Prinsip penentuan kapasitas panas larutan sama dengan penentuan kapasitas panas reaktor,
yaitu dengan menggunakan asas Black yang merupakan penyederhanaan dari neraca energi.
Kapasitas panas larutan ditentukan dengan mencampurkan campuran hasil reaksi
stoikiometri panas dan dingin dalam reaktor batch adiabatik dengan nilai perbandingan
molar β. Volume dari masing-masing larutan dingin dan panas adalah 50 mL. Dari hasil
percobaan, didapat nilai kapasitas panas larutan sebesar 121,58 J/K. Nilai kapasitas panas
sistem dicari dengan menambahkan nilai kapasitas panas reaktor dengan kapasitas pana
larutan. Nilai kapasitas panas sistem yang didapat adalah sebesar 198,13 J/K.
Data panas reaksi dibutuhkan untuk mengetahui banyaknya panas yang terlibat dalam reaksi
hasil pencampuran antara larutan Na 2S2O3 dan larutan H2O2. Dalam hal ini, panas yang
terlibat adalah panas yang dilepaskan dari pencampuran kedua larutan tersebut. Penentuan
nilai panas reaksi dilakukan menggunakan data yang didapat ketika dilakukan pemantauan
suhu terhadap waktu dari reaksi stoikiometri H2O2 dan Na2S2O3 yang diamati dengan
termokopel yang dilakukan sebanyak dua kali tempuhan. Berdasarkan hasil percobaan, nilai
Panas reaksi rata – rata yang didapat adalah sebesar -302088,47 J/mol. Nilai negatif
disebabkan karena reaksi bersifat eksotermik sehingga mengeluarkan panas. Nilai dari panas
reaksi yang didapat berbeda cukup jauh dengan referensi, yaitu -512800 J/mol. Hal tersebut
dapat terjadi karena kurang terisolasinya reaktor yang digunakan sehingga terdapat panas
yang hilang selama reaksi dan kurang tepatnya dalam penentuan jalur reaksi.
Halaman 28 dari 64
4.7 Penentuan Parameter Reaksi
Nilai energi aktivasi, konstanta Arrhenius, dan orde reaksi merupakan parameter kinetika
reaksi yang penting untuk dapat menentukan suatu persamaan kinetika reaksi. Penentuan
parameter laju reaksi membutuhkan aluran data suhu terhadap waktu. Menggunakan grafik
tersebut, diperlukan nilai gradien temperatur terhadap waktu (dT/dt) untuk pengolahan
selanjutnya. Kurva aliran temperatur terhadap waktu ditunjukkan pada Gambar 4.4 untuk
tempuhan 1 dan Gambar 4.5 untuk tempuhan 2.
70,00
60,00
50,00
40,00
T (°C)
20,00
10,00
0,00
0 20 40 60 80 100 120
t (s)
Halaman 29 dari 64
70,00
60,00
50,00
40,00
T (°C)
10,00
0,00
0 10 20 30 40 50 60 70 80
t (s)
Selanjutnya, dilakukan regresi sesuai dengan Persamaan 2.11 dengan nilai y ditentukan
menggunakan Persamaan 4.7.
dT
(mCp )
y = ln sistem dt (4.7)
a+b
(mCp ) (T − T0 )
sistem
( + CNa2 S2 O3 ,awal ) βb
[ −∆Hr V ]
Selanjutnya digunakan metode trial and error untuk menebak nilai a dan b yang merupakan
nilai orde reaksi untuk H2O2 dan Na2S2O3. Tebakan dimulai dari orde nol hingga orde tiga.
Orde yang paling tepat dilihat berdasarkan nilai dari R2 persamaan regresi linear dari
Persamaan 2.11. Orde reaksi yang didapatkan dari percobaan adalah a =1 dan b = 1,5. Kurva
hasil dari penentuan orde reaksi ditunjukkan pada Gambar 4.6 untuk tempuhan 1 dan
Gambar 4.7 untuk tempuhan 2.
Halaman 30 dari 64
7,000
y = 89,141x + 3,207
6,000 R² = 0,7041
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0,000
0,000 0,005 0,010 0,015 0,020 0,025 0,030 0,035
7,000
6,000
y = 85,295x + 3,666
5,000
R² = 0,8192
4,000
3,000
2,000
1,000
0,000
0,000 0,005 0,010 0,015 0,020 0,025 0,030 0,035
Penentuan nilai energi aktivasi dan tetapan Arrhenius ditentukan berdasarkan grafik
menggunakan Persamaan 4.8 dan Persamaan 4.9.
𝐸𝑎 = 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒. 𝑅 (4.8)
Halaman 31 dari 64
𝑒 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡
𝐴= (4.9)
−∆𝐻𝑟 𝑉
725,13
−rA = 2,11 x 10−3 . exp (− ) . CNa2 S2O3 1 . CH2O2 1,5 (4.10)
RT
Reaktor yang digunakan selama percobaan ini diasumsikan adiabatik, yang berarti tidak ada
kalor yang masuk maupun keluar dari reaktor. Akan tetapi, asumsi tersebut dapat dipastikan
kebenarannya melalui percobaan utama. Pada percobaan utama, dilakukan pengukuran
temperatur campuran untuk setiap saat dengan bantuan software Labview. Dari data tersebut,
dapat dilihat perbandingan antara laju penurunan temperatur campuran terhadap laju
kenaikan temperatur campuran. Didapat rata-rata persentase adiabatis reaktor dari kedua
tempuhan sebesar 5,53% sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi yang digunakan adalah
benar, yaitu reaktor yang digunakan adalah reaktor adiabatik.
Halaman 32 dari 64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan selama percobaan Modul Kinetika Reaksi Fasa Cair dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut.
725,130 1 1,5
r = 2,16 × 10−3 exp (− ) CH2 O2 CNa 2 S2 O3
RT
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk percobaan Modul Kinetika Reaksi Fasa Cair adalah
sebagai berikut.
1. Teliti dan akurat dalam mengukur volume larutan H2O2 dan Na2S2O3 yang akan
direaksikan agar data yang didapatkan akurat dan tepat.
2. Sebaiknya menggunakan termokopel yang memiliki tingkat keakuratan lebih tinggi
sehingga dapat meminimalkan kesalahan pembacaan temperatur.
Halaman 33 dari 64
DAFTAR PUSTAKA
Halaman 34 dari 64
LAMPIRAN A
DATA LITERATUR
Tabel A.1 Data densitas air pada berbagai temperatur (Geankoplis, 2003)
Densitas
Temperatur (°C)
g/cm³ kg/m³
4 1 1000
10 0,99973 999,73
20 0,99823 998,23
25 0,99708 997,08
30 0,99568 995,68
40 0,99225 992,25
50 0,98807 988,07
60 0,98324 983,24
70 0,97781 977,81
80 0,97183 971,83
90 0,96534 965,34
Halaman 35 dari 64
A.2 Kapasitas Panas Air
Tabel A.2 Data kapasitas panas air pada berbagai temperatur pada 1 atm
(Geankoplis, 2003)
Kapasitas Panas
Temperatur (°C)
cal/g.°C kJ/kg.K
0
1,0080 4,220
10
1,0019 4,195
20
0,9995 4,185
25
0,9989 4,182
30
0,9987 4,181
40
0,9987 4,181
50
0,9992 4,183
60
1,0001 4,187
70
1,0013 4,192
80
1,0029 4,199
90
1,0050 4,208
100
1,0076 4,219
Halaman 36 dari 64
A.3 Data Konstanta Persamaan Antoine
Halaman 37 dari 64
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN
Temperatur nyata pada saat kondisi air mendidih pada tekanan laboratorium 696 mmHg atau
92,79 kPa dapat ditentukan dengan persamaan Antoine yang ditunjukkan pada Persamaan
B.1. Dengan menggunakan persamaan tersebut beserta konstanta A, B, dan C yang dapat
dilihat dari Tabel A.3, sehingga dapat ditentukan titik didih air pada tekanan laboratorium.
B
ln Psat = A − (B.1)
T+C
dengan Psat dalam kPa dan T dalam oC. Dari data literatur, didapat A = 16,387; B = 3885,7;
C = 230,17
3885,7
ln 92,79 = 16,387 −
T + 239,17
T = 97,554 ⁰C
Didapat hasil kalibrasi temperatur pembacaan termometer terhadap temperatur nyata dalam
percobaan yang tercantum pada Gambar C.1. Hubungan antara temperatur nyata dan
temperatur pembacaan termometer dinyatakan dalam Persamaan B.2.
Pada saat temperatur termometer sebesar 26 oC, temperatur nyata dinyatakan dengan
perhitungan berikut ini.
Halaman 38 dari 64
B.2 Penentuan Temperatur Nyata dari Kalibrasi Termokopel
Berdasarkan data kalibrasi termometer dengan termokopel dalam percobaan yang dapat
dilihat pada Gambar C.2, didapat persamaan antara temperatur bacaan pada termometer
dengan temperatur bacaan pada termokopel yang selanjutnya dinyatakan dalam Persamaan
B.3.
Dalam mencari korelasi antara temperatur nyata dan temperatur bacaan termokopel,
dilakukan substitusi Persamaan B.3 dengan Persamaan B.2, sehingga didapatkan Persamaan
B.4.
Saat temperatur termokopel sebesar 26 oC, nilai temperatur nyata dinyatakan dengan
perhitungan berikut.
Larutan H2O2 dilakukan titrasi dengan larutan KMnO4 dengan konsentrasi 1,5625 N.
Larutan pekat H2O2 diambil sebanyak 10 mL, kemudian diencerkan hingga 100 mL dengan
aqua DM dan diambil 10 mL untuk dilakukan titrasi. Dari percobaan, volume KMnO4 rata-
rata yang dibutuhkan adalah sebanyak 13,25 mL. Untuk mengetahui konsentrasi H2O2 encer,
digunakan perhitungan dengan menggunakan Persamaan B.5 sebagai berikut.
5
(M × V)H2O2 = × (M × V)KMnO4 (B.5)
2
Halaman 39 dari 64
5 1,5625
MH2 O2 × 10 = × × 13,25
2 5
MH2 O2 = 1,0352 M
Konsentrasi hasil dari perhitungan tersebut perlu dilakukan normalisasi dengan faktor
pengenceran, yaitu sebanyak sepuluh kalinya, sehingga konsentrasi H 2O2 pekat atau H2O2
awal sebelum dilakukan pengenceran sebesar 10,352 M.
Konsentrasi larutan H2O2 telah diperoleh melalui perhitungan pada bagian B.3, yaitu sebesar
10,352 M. Penugasan yang diberikan, yaitu diinginkan larutan H 2O2 dengan konsentrasi
sebesar 1,0 M yang memiliki volume sebesar 500 mL untuk digunakan dalam percobaan ini.
Pengenceran larutan H2O2 awal dapat dilakukan dengan perhitungan dengan menggunakan
Persamaan B.6, sehingga akan didapatkan volume larutan H2O2 awal yang diperlukan.
Pada percobaan ini juga ditugaskan untuk membuat larutan Na 2S2O3 dengan konsentrasi
sebesar 1,1 M sebanyak 500 mL. Namun, pada percobaan ini, padatan Na2S2O3 yang
digunakan merupakan bentuk hidrat yang lima hidrat dengan rumus molekul Na2S2O3·5H2O,
sehingga berat molekul yang digunakan adalah sebesar 248 g/mol. Untuk menentukan massa
padatan Na2S2O3 yang diperlukan, perlu dihitung dengan menggunakan Persamaan B.7
berikut ini.
Halaman 40 dari 64
mNa2 S2 O3 = (M × V × Mr)Na2 S2O3 (B.7)
1L g
mNa2 S2O3 = (1,1 M)(500 mL) ( ) (248 )
1000 mL mol
mNa2 S2O3 = 136,4 g
Perhitungan kapasitas panas reaktor dapat dihitung dari data yang didapatkan melalui
percobaan yang tercantum pada Tabel B.1 berikut ini.
Dengan menggunakan neraca energi pada reaktor pada Persamaan B.8, dapat dicari nilai
(m.Cp)reaktor seperti pada perhitungan berikut ini.
J
[(25mL)(0,9982g/mL) (4,183 . °C) (90,247 − 35,739)°C]
g
= (m. Cp)reaktor (35,739 − 4,293)°C +
J
[(25 mL)(0,9982 g/mL) (4,183 . °C) (35,739 − 4,293) °C]
g
(m. Cp)reaktor = 76,55 J/°C
Halaman 41 dari 64
B.7 Penentuan Nilai α
Perbandingan mol dari H2O2 dengan Na2S2O3 dapat disebut sebagai nilai dari α. Pada
percobaan ini, nilai konsentrasi larutan H2O2 dengan Na2S2O3 berbeda, sehingga nilai dari α
perlu dicari dari perbandingan mol dengan volume larutan H2O2 dan Na2S2O3 dikalikan
dengan konsentrasinya. Perhitungan dapat dilakukan dengan Persamaan B.9 berikut ini.
mol H2 O2 (B.9)
α=
mol Na2 S2 O3
Volume H2 O2 × [H2 O2 ]
α=
Volume Na2 S2 O3 × [Na2 S2 O3 ]
(10 mL)(1 M)
α= = 0,227
(40 mL)(1,1 M)
Nilai β merupakan nilai perbandingan stoikiometri dari mol H 2O2 dan Na2S2O3. Dari data
regresi linear antara α dengan ΔTmax, didapatkan dua persamaan garis linear, yaitu
Persamaan B.10 dan Persamaan B.11.
Pada kedua persamaan tersebut, dilakukan substitusi sehingga didapatkan nilai α yang
berada di titik potong Persamaan B.10 dan Persamaan B.11 yang merupakan nilai β. Nilai β
yang diperoleh dari percobaan ini adalah sebesar 1,373. Percobaan ini dilakukan pada
volume total campuran larutan sebesar 50 mL sehingga hubungan antara volume H2O2 dan
Na2S2O3 adalah seperti dengan Persamaan B.12 berikut ini.
Halaman 42 dari 64
Selanjutnya, Persamaan B.9 disubstitusi ke Persamaan B.12 dengan menggunakan nilai α
yang sama dengan β, yaitu sebesar 1,373. Dengan demikian, volume stoikiometri untuk
masing-masing larutan didapatkan seperti berikut ini.
Volume H2 O2 = 30 mL
Volume Na2 S2 O3 = 20 mL
Perhitungan kapasitas panas larutan dapat dihitung dari data yang didapatkan melalui
percobaan yang tercantum pada Tabel B.2 berikut ini.
Dengan menggunakan neraca energi pada reaktor pada Persamaan B.13 dapat dicari nilai
(m.Cp)larutan seperti pada perhitungan berikut ini.
Halaman 43 dari 64
B.10 Penentuan Kapasitas Panas Sistem
Dari nilai kapasitas panas reaktor dan kapasitas panas larutan yang sudah dihitung dan
didapatkan nilainya pada bagian B.6 dan B.9, dapat dihitung nilai kapasitas panas sistem
dengan menggunakan Persamaan B.14 berikut ini.
Dengan melakukan perhitungan yang sama, didapatkan nilai ΔHR pada tempuhan kedua,
yaitu sebesar -286.559,9 J/mol. Oleh karena itu, nilai kalor reaksi yang diambil adalah nilai
rata-rata dari nilai kalor reaksi yang didapatkan pada kedua tempuhan, yaitu -295.803,77
J/mol, dengan tanda negatif karena reaksi tersebut merupakan reaksi eksotermik (dapat
dilihat dari adanya kenaikan temperatur sebelum dan sesudah reaksi).
Halaman 44 dari 64
B.12 Perhitungan Parameter Reaksi
dT (B.15)
(m. Cp)sistem 𝐸𝑎 1
ln dt =− + 𝑙𝑛(−A ΔHR V)
a+b R 𝑇
(m. Cp)sistem(T − T0 ) b
{ } β ]
[ −ΔHR V
dT (B.17 a)
(m. Cp)sistem 1
ln dt = 89,141 + 3,207
a+b 𝑇
(m. Cp)sistem(T − T0 ) b
{ } β
[ −ΔHR V ]
dT (B.17 b)
(m. Cp)sistem 1
ln dt = 85,295 + 3,666
(m. Cp)sistem(T − T0 ) a+b b 𝑇
{ } β ]
[ −ΔHR V
Dari kedua persamaan di atas, dapat ditentukan nilai energi aktivasi dan konstanta Arhenius
dari reaksi yang berlangsung dengan menggunakan Persamaan B.18 dan B.19 berikut ini.
Ea = −slope × R (B.18)
Ea = −(89,141) × (8,314) = 741,118 J/mol
𝑒𝑥𝑝(𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡) (B.19)
A=
−ΔHR V
Halaman 45 dari 64
𝑒𝑥𝑝(3,207)
A=
1L
(305.047,63)(50 mL) (1000 mL)
A = 1,67 × 10−3
Percobaan dilakukan secara duplo, sehingga setelah dilakukan perhitungan yang sama untuk
hasil percobaan pada tempuhan 2, didapatkan nilai energi aktivasi dan konstanta Arrhenius
pada tempuhan 2 berturut-turut sebesar 709,143 J/mol dan 2,64 × 10-3. Oleh karena itu, nilai
energi aktivasi dan konstanta Arrhenius dari reaksi yang berlangsung ini perlu dirata-
ratakan, sehingga didapatkan nilai rata-rata dari kedua tempuhan untuk nilai energi aktivasi
dan konstanta Arrhenius berturut-turut sebesar 725,130 J/mol dan 2,16 × 10-3.
Persamaan kinetika reaksi dapat ditentukan dengan menyubstitusikan nilai parameter reaksi
yang telah diketahui nilainya, yaitu nilai energi aktivasi, konstanta Arrhenius, dan orde
reaksi yang telah dihitung pada bagian B.12. Persamaan kinetika reaksi antara H2O2 dengan
Na2S2O3 dapat disusun seperti pada Persamaan B.18 berikut ini.
Berdasarkan data perubahan waktu terhadap perubahan temperatur, dapat dicari laju
penurunan temperatur pada tempuhan 1 dengan Persamaan B.20 berikut ini.
Dari data diperoleh nilai Tmaks = 65,09 °C pada t = 37 s dan Takhir = 61,95 °C pada t = 96 s,
sehingga disubstitusi ke Persamaan B.20 seperti pada perhitungan berikut ini.
Halaman 46 dari 64
(65,09 − 61,95) °C
laju penurunan temperatur = = 0,053 °C/s
(96 − 37) 𝑠
Kemudian, dari data perubahan waktu terhadap perubahan temperatur, dapat pula dicari laju
kenaikan temperatur rata-rata seperti pada perhitungan berikut ini dengan menggunakan
Persamaan B.21.
Dari data diperoleh nilai Tmaks = 65,09 °C pada t = 37 s dan Tawal = 30,50 °C pada t = 0 s,
sehingga disubstitusi ke Persamaan B.21 seperti pada perhitungan berikut ini.
(65,09 − 30,50) °C
laju kenaikan temperatur = = 0,93 °C/s
(37 − 0) 𝑠
Dengan demikian, nilai persentase adiabatis dari reaktor yang digunakan dapat dihitung
dengan Persamaan B.22 berikut ini.
Dengan menggunakan cara yang sama, dilakukan perhitungan untuk mencari nilai
persentase adiabatis dari reaktor pada tempuhan kedua, yaitu didapatkan nilai sebesar 5,35%.
Oleh karena itu, nilai persentase adiabatis rata-rata untuk kedua tempuhan pada percobaan
ini adalah sebesar 5,53%.
Halaman 47 dari 64
LAMPIRAN C
DATA ANTARA
120
100
80
TNyata (°C)
60
y = 1,0269x - 1,0269
R² = 1
40
20
0
0 20 40 60 80 100 120
TTermometer (°C)
Halaman 48 dari 64
C.2 Kalibrasi Temperatur terhadap Temperatur Termokopel
120
100
80
TTermometer (°C)
60
40
y = 1,0208x + 2,1178
R² = 0,9951
20
0
0 20 40 60 80 100
TTermokopel (°C)
Halaman 49 dari 64
C.4 Penentuan Nilai β
T min
T min
T max
T max ΔT
V H2O2 V Na2S2O3
Run α nyata nyata nyata
(mL) (mL) (°C) (°C)
(°C) (°C) (°C)
Halaman 50 dari 64
C.6 Penentuan Kalor Reaksi
T min (°C) 28 30
T maks (°C) 61 61
Tabel C.5 Hasil data antara temperatur setiap waktu pada tempuhan 1
0 28,00 30,50
1 28,00 30,50
2 28,00 30,50
3 29,00 31,55
4 29,00 31,55
5 29,00 31,55
6 30,00 32,59
7 33,00 35,74
8 36,00 38,88
9 38,00 40,98
10 39,00 42,03
11 41,00 44,13
12 42,00 45,17
13 44,00 47,27
14 46,00 49,37
15 47,00 50,41
16 48,00 51,46
17 51,00 54,61
Halaman 51 dari 64
Tabel C.5 Hasil data antara temperatur setiap waktu pada tempuhan 1 (lanjutan)
18 51,00 54,61
19 52,00 55,66
20 54,00 57,75
21 55,00 58,80
22 56,00 59,85
23 57,00 60,90
24 58,00 61,95
25 59,00 62,99
26 59,00 62,99
27 60,00 64,04
28 60,00 64,04
29 60,00 64,04
30 60,00 64,04
31 60,00 64,04
32 60,00 64,04
33 60,00 64,04
34 60,00 64,04
35 60,00 64,04
36 60,00 64,04
37 61,00 65,09
38 61,00 65,09
39 60,00 64,04
40 60,00 64,04
41 59,00 62,99
42 60,00 64,04
43 60,00 64,04
44 60,00 64,04
45 59,00 62,99
46 59,00 62,99
47 60,00 64,04
48 60,00 64,04
49 59,00 62,99
50 59,00 62,99
51 59,00 62,99
52 60,00 64,04
53 59,00 62,99
54 59,00 62,99
55 59,00 62,99
Halaman 52 dari 64
Tabel C.5 Hasil data antara temperatur setiap waktu pada tempuhan 1 (lanjutan)
Waktu, t (s) Temperatur, T (°C) TNyata (°C)
56 59,00 62,99
57 59,00 62,99
58 59,00 62,99
59 59,00 62,99
60 59,00 62,99
61 58,00 61,95
62 59,00 62,99
63 59,00 62,99
64 59,00 62,99
65 58,00 61,95
66 59,00 62,99
67 59,00 62,99
68 59,00 62,99
69 58,00 61,95
70 58,00 61,95
71 59,00 62,99
72 59,00 62,99
73 58,00 61,95
74 58,00 61,95
75 58,00 61,95
76 59,00 62,99
77 58,00 61,95
78 59,00 62,99
79 58,00 61,95
80 58,00 61,95
81 58,00 61,95
82 58,00 61,95
83 58,00 61,95
84 58,00 61,95
85 58,00 61,95
86 58,00 61,95
87 58,00 61,95
88 58,00 61,95
89 58,00 61,95
90 58,00 61,95
91 58,00 61,95
92 58,00 61,95
93 58,00 61,95
94 58,00 61,95
Halaman 53 dari 64
Tabel C.5 Hasil data antara temperatur setiap waktu pada tempuhan 1 (lanjutan)
Waktu, t (s) Temperatur, T (°C) TNyata (°C)
95 57,00 60,90
96 58,00 61,95
70,00
60,00
50,00
40,00
T (°C)
30,00
20,00
y = 0,0002x3 - 0,0383x2 + 2,1928x + 25,55
R² = 0,9683
10,00
0,00
0 20 40 60 80 100 120
t (s)
Tabel C.6 Hasil data antara hubungan 1/T terhadap y untuk orde reaksi masing-
masing reaktan y(1;1,5) pada tempuhan 1
Waktu, t (s) Temperatur, T (°C) TNyata (°C) dT/dt 1/T y (1;1,5)
0 28,00 30,50 2,193 0,033 5,979
1 28,00 30,50 2,117 0,033 5,944
2 28,00 30,50 2,042 0,033 5,908
3 29,00 31,55 1,968 0,032 5,871
4 29,00 31,55 1,896 0,032 5,833
Halaman 54 dari 64
Tabel C.6 Hasil data antara hubungan 1/T terhadap y untuk orde reaksi masing-
masing reaktan y(1;1,5) pada tempuhan 1 (lanjutan)
Waktu, t (s) Temperatur, T (°C) TNyata (°C) dT/dt 1/T y (1;1,5)
5 29,00 31,55 1,825 0,032 5,795
6 30,00 32,59 1,755 0,031 5,756
7 33,00 35,74 1,686 0,028 5,716
8 36,00 38,88 1,618 0,026 5,675
9 38,00 40,98 1,552 0,024 5,633
10 39,00 42,03 1,487 0,024 5,590
11 41,00 44,13 1,423 0,023 5,546
12 42,00 45,17 1,360 0,022 5,501
13 44,00 47,27 1,298 0,021 5,455
14 46,00 49,37 1,238 0,020 5,407
15 47,00 50,41 1,179 0,020 5,358
16 48,00 51,46 1,121 0,019 5,308
17 51,00 54,61 1,064 0,018 5,256
18 51,00 54,61 1,008 0,018 5,202
19 52,00 55,66 0,954 0,018 5,147
20 54,00 57,75 0,901 0,017 5,089
21 55,00 58,80 0,849 0,017 5,030
22 56,00 59,85 0,798 0,017 4,968
23 57,00 60,90 0,748 0,016 4,904
24 58,00 61,95 0,700 0,016 4,837
25 59,00 62,99 0,653 0,016 4,767
26 59,00 62,99 0,607 0,016 4,694
27 60,00 64,04 0,562 0,016 4,617
28 60,00 64,04 0,518 0,016 4,537
29 60,00 64,04 0,476 0,016 4,451
30 60,00 64,04 0,435 0,016 4,361
31 60,00 64,04 0,395 0,016 4,264
32 60,00 64,04 0,356 0,016 4,161
33 60,00 64,04 0,318 0,016 4,049
34 60,00 64,04 0,282 0,016 3,928
35 60,00 64,04 0,247 0,016 3,794
36 60,00 64,04 0,213 0,016 3,646
37 61,00 65,09 0,180 0,015 3,479
38 61,00 65,09 0,148 0,015 3,286
39 60,00 64,04 0,118 0,016 3,057
40 60,00 64,04 0,089 0,016 2,772
41 59,00 62,99 0,061 0,016 2,393
42 60,00 64,04 0,034 0,016 1,812
43 60,00 64,04 0,008 0,016 0,414
Halaman 55 dari 64
C.8 Penentuan Nilai Orde Reaksi pada Tempuhan 2
Tabel C.7 Hasil data antara temperatur setiap waktu pada tempuhan 2
Waktu, t (s) Temperatur, T (°C) TNyata (°C)
0 30,00 32,59
1 30,00 32,59
2 32,00 34,69
3 34,00 36,79
4 37,00 39,93
5 38,00 40,98
6 41,00 44,13
7 41,00 44,13
8 44,00 47,27
9 45,00 48,32
10 47,00 50,41
11 48,00 51,46
12 49,00 52,51
13 51,00 54,61
14 53,00 56,70
15 54,00 57,75
16 55,00 58,80
17 56,00 59,85
18 57,00 60,90
19 58,00 61,95
20 59,00 62,99
21 59,00 62,99
22 59,00 62,99
23 60,00 64,04
24 60,00 64,04
25 60,00 64,04
26 61,00 65,09
27 60,00 64,04
28 61,00 65,09
29 61,00 65,09
30 61,00 65,09
31 60,00 64,04
32 61,00 65,09
33 61,00 65,09
34 61,00 65,09
35 60,00 64,04
36 60,00 64,04
Halaman 56 dari 64
Tabel C.7 Hasil data antara temperatur setiap waktu pada tempuhan 2 (lanjutan)
Waktu, t (s) Temperatur, T (°C) TNyata (°C)
37 60,00 64,04
38 60,00 64,04
39 60,00 64,04
40 60,00 64,04
41 60,00 64,04
42 60,00 64,04
43 60,00 64,04
44 60,00 64,04
45 60,00 64,04
46 60,00 64,04
47 59,00 62,99
48 60,00 64,04
49 60,00 64,04
50 59,00 62,99
51 59,00 62,99
52 59,00 62,99
53 60,00 64,04
54 59,00 62,99
55 59,00 62,99
56 59,00 62,99
57 60,00 64,04
58 59,00 62,99
59 59,00 62,99
60 59,00 62,99
61 59,00 62,99
62 59,00 62,99
63 59,00 62,99
64 59,00 62,99
65 59,00 62,99
66 59,00 62,99
67 58,00 61,95
68 59,00 62,99
69 58,00 61,95
70 59,00 62,99
71 59,00 62,99
72 58,00 61,95
73 59,00 62,99
74 59,00 62,99
75 59,00 62,99
Halaman 57 dari 64
70,00
60,00
40,00
T (°C)
30,00
20,00
10,00
0,00
0 10 20 30 40 50 60 70 80
t (s)
Tabel C.8 Hasil data antara hubungan 1/T terhadap y untuk orde reaksi masing-
masing reaktan y(1;1,5) pada tempuhan 2
Waktu, t (s) Temperatur, T (°C) TNyata (°C) dT/dt 1/T y (1;1,5)
0 30,00 32,59 2,415 0,031 6,075
1 30,00 32,59 2,309 0,031 6,030
2 32,00 34,69 2,205 0,029 5,984
3 34,00 36,79 2,104 0,027 5,937
4 37,00 39,93 2,005 0,025 5,889
5 38,00 40,98 1,909 0,024 5,840
6 41,00 44,13 1,815 0,023 5,789
7 41,00 44,13 1,723 0,023 5,738
Halaman 58 dari 64
Tabel C.8 Hasil data antara hubungan 1/T terhadap y untuk orde reaksi masing-
masing reaktan y(1;1,5) pada tempuhan 2 (lanjutan)
Waktu, t (s) Temperatur, T (°C) TNyata (°C) dT/dt 1/T y (1;1,5)
8 44,00 47,27 1,634 0,021 5,685
9 45,00 48,32 1,547 0,021 5,630
10 47,00 50,41 1,463 0,020 5,574
11 48,00 51,46 1,381 0,019 5,516
12 49,00 52,51 1,301 0,019 5,457
13 51,00 54,61 1,224 0,018 5,396
14 53,00 56,70 1,149 0,018 5,333
15 54,00 57,75 1,077 0,017 5,267
16 55,00 58,80 1,007 0,017 5,200
17 56,00 59,85 0,939 0,017 5,131
18 57,00 60,90 0,874 0,016 5,059
19 58,00 61,95 0,811 0,016 4,984
20 59,00 62,99 0,751 0,016 4,907
21 59,00 62,99 0,693 0,016 4,826
22 59,00 62,99 0,637 0,016 4,743
23 60,00 64,04 0,584 0,016 4,655
24 60,00 64,04 0,533 0,016 4,564
25 60,00 64,04 0,485 0,016 4,469
26 61,00 65,09 0,439 0,015 4,369
27 60,00 64,04 0,395 0,016 4,265
28 61,00 65,09 0,354 0,015 4,155
29 61,00 65,09 0,315 0,015 4,038
30 61,00 65,09 0,279 0,015 3,916
31 60,00 64,04 0,245 0,016 3,785
32 61,00 65,09 0,213 0,015 3,647
33 61,00 65,09 0,184 0,015 3,500
34 61,00 65,09 0,157 0,015 3,342
35 60,00 64,04 0,133 0,016 3,173
36 60,00 64,04 0,111 0,016 2,992
37 60,00 64,04 0,091 0,016 2,797
38 60,00 64,04 0,074 0,016 2,587
39 60,00 64,04 0,059 0,016 2,363
40 60,00 64,04 0,047 0,016 2,127
41 60,00 64,04 0,037 0,016 1,886
42 60,00 64,04 0,029 0,016 1,653
43 60,00 64,04 0,024 0,016 1,456
44 60,00 64,04 0,021 0,016 1,330
45 60,00 64,04 0,021 0,016 1,311
46 60,00 64,04 0,023 0,016 1,404
47 59,00 62,99 0,027 0,016 1,582
48 60,00 64,04 0,034 0,016 1,806
Halaman 59 dari 64
Tabel C.8 Hasil data antara hubungan 1/T terhadap y untuk orde reaksi masing-
masing reaktan y(1;1,5) pada tempuhan 2 (lanjutan)
Waktu, t (s) Temperatur, T (°C) TNyata (°C) dT/dt 1/T y (1;1,5)
49 60,00 64,04 0,043 0,016 2,047
50 59,00 62,99 0,055 0,016 2,286
51 59,00 62,99 0,069 0,016 2,514
52 59,00 62,99 0,085 0,016 2,729
53 60,00 64,04 0,104 0,016 2,928
54 59,00 62,99 0,125 0,016 3,114
55 59,00 62,99 0,149 0,016 3,287
56 59,00 62,99 0,175 0,016 3,448
57 60,00 64,04 0,203 0,016 3,599
58 59,00 62,99 0,234 0,016 3,740
59 59,00 62,99 0,267 0,016 3,873
60 59,00 62,99 0,303 0,016 3,998
61 59,00 62,99 0,341 0,016 4,117
62 59,00 62,99 0,381 0,016 4,229
63 59,00 62,99 0,424 0,016 4,335
64 59,00 62,99 0,469 0,016 4,436
65 59,00 62,99 0,517 0,016 4,533
66 59,00 62,99 0,567 0,016 4,626
67 58,00 61,95 0,619 0,016 4,714
68 59,00 62,99 0,674 0,016 4,799
69 58,00 61,95 0,731 0,016 4,880
70 59,00 62,99 0,791 0,016 4,959
71 59,00 62,99 0,853 0,016 5,034
72 58,00 61,95 0,917 0,016 5,107
73 59,00 62,99 0,984 0,016 5,177
74 59,00 62,99 1,053 0,016 5,245
75 59,00 62,99 1,125 0,016 5,311
Halaman 60 dari 64
LAMPIRAN D
DATA MENTAH
Halaman 61 dari 64
D.4 Penentuan Konsentrasi Larutan
Tabel D.5 Data volume dan konsentrasi larutan H2O2 dan KMnO4
Parameter Titrasi 1 Titrasi 2
Volume H2O2 (mL) 10 10
Konsentrasi H2O2 pekat (M) 10,23 10,47
Volume KMnO4 (mL) 13,1 13,4
Konsentrasi KMnO4 (N) 1,5625 1,5625
Halaman 62 dari 64
D.6 Penentuan Nilai
Tabel D.10 Data percobaan utama dalam penentuan nilai ∆Hr, Ea, dan A
VH2O2 VNa2S2O3
Run Tmin (oC) Tmax (oC) ΔT (oC)
(mL) (mL)
1 30 20 30,50 65,09 34,59
2 30 20 32,59 65,09 32,50
Halaman 63 dari 64
D.9 Penentuan Densitas Campuran
Halaman 64 dari 64