Anda di halaman 1dari 9

TUGAS PENGETAHUAN BISNIS DAN INDUSTRI FILM

TUGAS TERSTRUKTUR BISOKOP BARU


BERMUNCULAN INDUSTRI FILM AKAN TERUS
BERTUMBUH

Dibuat oleh :
DEDEK NABILA SYAKILA
06100119
TV & FILM A

Dosen Pengampu : FRANSISKUS XAVERIUS YATNO KARYADIS.Sn.,M.Sn

KEMENTRIAN RISET,TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN


TINGGI FALKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA
PADANGPANJANG
TAHUN AJARAN 2019/2020
Bisnis Bioskop Tahun Ini Makin
Moncer
Jumlah penonton bioskop yang terus mengalami pertumbuhan setiap tahunnya, membuat bisnis
bioskop menjadi industri yang menjanjikan untuk dikembangkan.

Yustinus Andri DP - Bisnis.com03 Januari 2019  |  15:55 WIB

Bisnis.com, JAKARTA--Jumlah penonton bioskop yang terus mengalami pertumbuhan setiap


tahunnya, membuat bisnis bioskop menjadi industri yang menjanjikan untuk dikembangkan.
Data Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyebutkan, pada 2015 jumlah penonton bioskop
Indonesia hanya mencapai 16,2 juta penonton. Namun, jumlah itu meningkat hampir lima kali
lipat pada 2018, dengan mencapai 52,5 juta penonton.

Tak heran apabila hingga 2018, jumlah layar yang ada di Indonesia mencapai 1.680 layar atau
tumbuh dari 1.412 layar pada 2017. Ketua Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia
(GPBSI) Djonny Syafruddin mengatakan, jumlah layar tersebut berpotensi terus berkembang
secara pesat pada 2019. Mengingat pertumbuhan industri perfilman dan minat penonton Tanah
Air terus menunjukkan tren positif.

“Kami perkirakan untuk jumlah layar akan tumbuh sekitar 20%-30% pada tahun ini. Prospek
industri bioskop sangat besar saat ini, terlebih makin banyak pemain di bisnis ini,” jelasnya,
Rabu (2/1/2019).

Djonny mengatakan, banyaknya pemain di bisnis tersebut salah satunya didorong oleh kebijakan
pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 44/2016 yang membuka 100% investasi sektor
perfilman untuk investor asing.

Terbaru, Lotte Cinema Multilplex yang digawangi oleh investor asal Korea Selatan, telah
menjelajahi pasar perbioskopan RI mulai tahun lalu. Menurutnya, perusahaan tersebut
menargetkan akan membuka dua bioskop baru pada 2019, setelah pada 2018 membuka satu
bioskop.

Kehadiran perusahaan itu akan menambah korporasi besar di sektor bioskop yang telah ada,
seperti Cinema 21, CGV, Cinemaxx, New Star Cineplex, Platinum Cineplex dan Movimax. Di
luar korporasi besar, terdapat pemilik bioskop independen yang memiliki bioskop terbatas.

Adapun, dalam hal berekspansi, Djonny berujar bahwa para pengelola bioskop akan lebih
banyak menyasar kawasan nonJabodetabek. Selain karena mulai banyaknya jumlah bioskop di
kawasan Jabodetabek, para pebisnis sektor tersebut mulai membaca bahwa daerah
nonJabodetabek memiliki potensi pasar yang belum tergarap secara maksimal.

“Segmentasi penonton di nonJabodetabek ini juga lebih beragam, dan kecenderungannya lebih
menggemari film-film buatan dalam negeri. Tentu ini peluang tersendiri, karena industri film
nasional juga sedang tumbuh signifikan,” jelasnya.

Hal itu diamini oleh Manael Sudarman, Head of Sales and Marketing CGV Cinemas. Dia
mengatakan bahwa pada tahun ini, merek bioskop yang dimiliki oleh PT Graha Layar Prima Tbk
(BLTZ) itu akan melebarkan sayapnya di daerah nonJabodetabek, atau yang disebutnya dengan
tier II.
“Kami melihat untuk area Jakarta dan sekitarnya, petumbuhan pusat perbelanjaan tidak lagi
banyak, dan mereka mulai menyasar daerah nonJabodetabek, sehingga kami pun juga akan
berekspansi dan bergerak ke daerah-daerah tier II,” ujarnya.

CGV, lanjutnya, menargetkan dapat membuka 100 bioskop baru hingga 2020. Adapun, hingga
2018, korporasi tersebut telah memiliki 57 bioskop dengan jumlah layar mencapai 349 buah.

Manael mengatakan, pada 2019, perusahaannya juga menargetkan dapat membuka dua bioskop
yang bangunannya akan berdiri sendiri atau terpisah dari pusat perbelanjaan. Hal ini merupakan
terobosan baru bagi perusahaan tersebut, yang selama ini lokasinya selalu berada di dalam pusat
perbelanjaan.

“Kami melihat, bioskop saat ini menjadi wahana berkunjung baru bagi publik yang tidak harus
menjadi kesatuan dengan mal atau pusat perbelanjaan. Terlebih, data kami menunjukkan di
beberapa lokasi, bioskop menyumbang hampir 40% dari total kunjungan mal atau pusat
perbelanjaan tersebut,” jelasnya.

Ekspansi yang masif pun juga dilakukan oleh PT Nusantara Sejahtera Raya yang mengelola
jaringan bioskop Cinema 21. Corporate Communication Cinema 21 Catherine Keng mengatakan,
pada 2019, perusahaannya akan menambah 200—250 layar. Target tersebut akan menambah
jumlah layar Cinema 21 yang telah mencapai 1.045 layar pada 2018 lalu.

“Target itu kami sesuaikan dengan pertumbuhan jumlah penonton di bioskop kami yang kami
proyeksikan tumbuh 10% dari 2018,” katanya,

Pendanaan Film, Produser Mira Lesmana


Belum Pernah Dibiayai Bank Penulis :
Dini Hariyanti 19/10/2018, 15.42 WIB

Pada masa awal terjun di dunia film sebagian besar pendanaan diperoleh Mira Lesmana dari
angle investor.

KATADATA Produser film Mira Lesmana menyatakan, selama dirinya berkarir di industri
perfilman belum pernah mengakses pendanaan dari lembaga jasa keuangan perbankan. Pasalnya,
sejauh ini bank belum dapat menyesuaikan diri dengan karakter bisnis film.  Mira selaku
pemimpin rumah produksi Miles Production menuturkan, sumber modal yang diperoleh biasanya
dari angel investor, modal ventura, dan dana hibah. Menyadari besarnya tantangan permodalan,
imbuhnya, para filmmaker independen perlu mengasah kemampuan dalam bernegosiasi dengan
calon investor.  "Kalau (rumah produksi) besar seperti MD Entertainment dan Multivision itu
sudah bisa bikin sampai 20 film setahun. Kalau filmmaker independen seperti kami, ya harus
mencari dana, dan ini memang perlu skill khusus," katanya kepada Katadata.co.id, di Jakarta,
Jumat (19/10). Mira menjelaskan, pada masa awal terjun di dunia film sebagian besar pendanaan
diperolehnya dari angel investor. Pemodal malaikat biasanya adalah individu kaya raya yang
mau memberikan modal bisnis dengan imbalan, misalnya dalam bentuk ekuitas kepemilikan.
(Baca juga: Bekraf Sebut Investasi di Film Lebih Menguntungkan Dibanding Startup) Sumber
permodalan yang diperoleh Mira kini lebih variatif artinya untuk satu proyek film bisa didanai
oleh beberapa investor. Produser yang namanya melejit sejak film Petualangan Sherina (2000)
ini membenarkan, dana merupakan aspek krusial dalam pembuatan film. "Yang pasti,
(filmmaker) tidak boleh memikirkan produksi sampai kami memiliki dana.

Sekarang sudah mulai ada perusahan modal ventura yang fokus mendanai film. Jadi lebih
mudah. Tinggal bagaimana filmmaker meyakinkan agar mereka tertarik," ucapnya. Lulusan
angkatan pertama jurusan produksi film Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu menilai, kehadiran
modal ventura yang fokus memberi akses pembiayaan film sangat membantu para filmmaker.
Tantangan selanjutnya adalah bagaimana membuat konsep film yang layak dibiayai. Salah satu
modal ventura perfilman yang ada di Indonesia adalah Ideosource. Perusahaan yang mulai fokus
memberikan akses pendanaan film sejak 2017 ini melihat perkembangan industri perfilman
dalam negeri semakin baik.

"Kualitas film Indonesia naik signifikan terutama dalam lima tahun terakhir. Jumlah penonton
naik, jumlah layar juga naik signifikan. Bahkan, beberapa film Indonesia sempat box office di
luar negeri," kata Rahadian Agung selaku Investment Manager Ideosource kepada
Katadata.co.id secara terpisah. Kondisi tersebut sejalan dengan upaya Badan Ekonomi Kreatif
(Bekraf) memacu pertumbuhan bisnis kreatif subsektor film, animasi, dan video. Pada tahun
depan, Bekraf menargetkan Indonesia memiliki 4.000 layar bioskop. Rahadian menyatakan,
bisnis industri perfilman prospektif. Ideosource sendiri optimistis kelak Indonesia bakal menjadi
salah satu pemain yang diperhitungkan di kancah perfilman global. (Baca juga: Hitung-Hitungan
Investasi di Industri Film Ala Ideosource) Ditanya soal proyeksi perkembangan industri film
pada 2019, menurutnya, industri perfilman dalam negeri semakin matang dan memiliki segmen
pasar masing-masing. Sementara itu, dari segi genre diperkirakan film aksi bakal lebih diminati.

"Pada 2017 itu genre film drama cukup banyak yang sukses. Pada 2018, ada shifting yang kuat
ke genre horor. Pada 2019 action yang dimulai dari Wiro Sableng pada 2018 ini sebagai starting
point, dan 3 tahun ke depan lebih ke animasi," ucap Rahadian. Adapun, Mira Lesmana
mengaku berencana menggarap beberapa film dengan karakter berbeda pada 2019. "Satu film
yang akan saya buat itu drama, satu lagi film budget kecil yang artistik, dan satu lagi film
thriller," kata dia. Per Juni tahun ini, terdapat sepuluh film terlaris sepanjang masa dilihat dari
jumlah penonton a.l. Warkop DKI Reborn Part 1 ditonton 6,86 juta orang, Dilan 1990 (6,31 juta
penonton), Laskar Pelangi (4,72 juta penonton), Habibie & Ainun (4,58 juta penonton), Pengabdi
Setan (4,21 juta penonton), Warkop DKI Reborn Part 2 (4,08 juta penonton), Ayat-ayat Cinta
(3,68 juta penonton), Ada Apa dengan Cinta 2 (3,67 juta penonton), My Stupid Boss (3,05 juta
penonton),  dan Ayat-ayat Cinta 2 (2,84 juta penonton).

Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id dengan judul "Pendanaan Film, Produser Mira Lesmana
Belum Pernah Dibiayai Bank" , https://katadata.co.id/berita/2018/10/19/pendanaan-film-
produser-mira-lesmana-belum-pernah-dibiayai-bank
Penulis: Dini Hariyanti
Editor: Dini Hariyanti

Simak strategi Cinema 21 untuk jangkau pasar

Minggu, 03 Maret 2019 / 19:20 WIB


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Herlina Kartika

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bermunculan film-film di Indonesia baik luar negeri dan


dalam negeri serta banyaknya pecinta film memberikan berkah bagi pengusaha bioskop di
Indonesia. Untuk terus menangkap pasar, Cinema 21 terus melakukan ekspansi jaringan
bioskopnya.

Catherine Keng, Corporate Communication Cinema 21 menyebutkan strategi yang dilakukan


perusahaan untuk menjangkau pasar adalah dengan ekspansi. "Yang pasti pertama lewat
ekspansi sehingga kami dapat menjangkau lebih banyak penonton Indonesia," ujarnya saat
dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (2/3).

Selain itu, juga melalui fasilitas yang diberikan kepada masyarakat melalui video dan audio
terbaik, makanan, dan online ticketing yang user-friendly sehingga mempermudah penonton
membeli tiket.

Selama Febuari ini, Catherine mengakui terjadi penurunan minat menonton. Menurutnya hal
tersebut disebabkan film-film yang tayang di bulan itu belum mampu menarik penonton secara
maksimal. Sayang, ia tidak menyampaikan angka penurunannya.
Walaupun begitu, pihaknya mengklaim sepanjang 2018, terjadi pertumbuhan jumlah penonton
sebesar 10% tanpa menyebutkan angka pastinya. Sedangkan untuk judul film, Catherine
menyebutkan saban bulannya Cinema 21 menayangkan sekitar 20-25 judul film baru.

Untuk komposisi film lokal dan luar negeri, ia bilang bervarisi tergantung minat penontonnya.
"Porsi bervariasi, tergantung minat penonton pada film yang sedang tayang," ujarnya.

Untuk rencana ekspansinya, Catherine menuturkan akan dilakukan secara merata. Berdasarkan
catatan Kontan.co.id, Cinema 21 tahun ini berencana menambah 150-200 layar baru dengan
alokasi anggaran sebesar Rp 1 triliun dari dukungan pendanaan internal dan perbankan.

Sedangkan untuk lokasinya, "Tersebar secara merata di semua pulau di Indonesia, dari Indonesia
timur, Kalimantan, Sumatra, dan Jawa," pungkasnya.

Anda mungkin juga menyukai