I Miss The Old Us - Novel
I Miss The Old Us - Novel
Daftar Isi
Daftar Isi..................................................................................ii
Thanks to................................................................................iv
Prolog.....................................................................................1
01. Darel Shankara..................................................................3
02. Dering Telepon................................................................11
03. Tanda Tanya....................................................................22
04. Hari Pertama...................................................................29
05. Seperti Buku Misteri.......................................................36
06. Siomay dan Ceritanya.....................................................43
07. Andika Pangestu.............................................................52
8. Hari yang Tidak Normal.....................................................61
09. Rumpang yang Magis......................................................71
10. Relung kosong.................................................................78
11. Tidak Ada yang Tahu.......................................................83
12. Panggung Sandiwara.......................................................90
13. Menolak yang Nyata.......................................................98
14. Maaf, Clara....................................................................104
15. Ayunan Filosofis............................................................112
16. Tukar Posisi...................................................................119
ii
17. Terbangun dalam Anomali............................................126
18. Lucid Dream..................................................................133
19. Laki-laki Bercahaya........................................................139
20. Sirkuit Keajaiban...........................................................150
21. Aturan Main..................................................................156
To Be Continued…...........................................................162
Tentang Penulis..................................................................163
iii
Thanks to
Hai! Bersama Frisca disini… kalau kalian membaca
tulisan ini, berarti kalian sedang memeluk novel I Miss
iv
Prolog
"Clara nanti mau tinggal sama Ayah atau sama
Bundamu?"
1
Karena Agung—ayah Clara—tidak lekas mendapatkan
jawaban, maka pria berpakaian rapi itu segera menarik
gagang pintu kamar anaknya kembali.
2
01. Darel Shankara
3
katanya) atau kantin sekolah, di mana Darel suka
bersemayam.
4
Acha berusaha mengatur napas. Lalu tangan gadis itu
segera membuka ponsel untuk mencari-cari sesuatu yang
ia ingin tunjukkan kepada Darel.
5
"Dengerin dulu!"
"Ya nggak tau, kok tanya gue!" balas Acha dengan nada
meninggi, merasa kesal ditantang oleh Darel.
6
Gadis itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling,
merasa tidak nyaman melihat banyak pasang mata
menatap mereka berdua sambil berbisik-bisik halus.
Acha tidak ingin masalah Clara menjadi gosip sekolah.
Maka gadis itu refleks menarik tangan Darel untuk
keluar dari kelas.
7
balas menyeru, "Gue nggak tau! Gue nggak tau Clara
mau sampai kapan begitu! Harusnya lo, Rel, yang lebih
tau! Tiga bulan Clara hilang bukan tanpa alasan, tapi
karena orangtuanya ada di meja hijau! Harusnya lo bisa
ngertiin posisi dia, Rel! Harusnya lo yang lebih tau
karena udah dua tahun sama Clara!"
"Acha pelakor."
8
Dada Acha naik-turun, marahnya benar-benar tidak
terbendung dengan semua orang di sini yang malah
mengatainya sebagai pelakor. Meskipun demikian, ia
tetap menyesal karena membongkar masalah Clara di
depan orang-orang. Semua benar-benar sudah di luar
kendali.
Pelakor.
9
10
02. Dering Telepon
11
Clara menggeleng lemah lantas berusaha berdiri sendiri.
"Nggak apa-apa, Bi. Nggak apa-apa," tegasnya.
12
Maka Bi Inah pergi. Dan Clara sendiri lagi.
Ada seratus lebih pesan. Dan lebih dari dua puluh kali
telepon yang tidak terangkat.
13
baik, kadang-kadang, Darel malah memperparah
keadaan yang ada.
Darel:
Udah online?
Darel:
Kok nggak jawab? Lagi chat sama siapa?
Darel:
Pasti lagi asyik sama cowok lain, ya? Akunya dilupain
gitu aja.
14
Darel:
Tau nggak aku dapat info soal perceraian ortu kamu dari
siapa? Dari Acha.
Dari Acha, Clara. Dari Acha. Acha di-chat sama
bundamu untuk jaga Clara baik-baik.
Kamu kenapa sih, tiga bulan ini hilang gitu aja? Nggak
ngasih kabar apa-apa?
Aku tau kamu lagi sulit, aku tau kamu butuh waktu
sendiri, tapi apa susahnya sih kabarin aku?
Susah ya?
Tiga bulan itu waktu yang panjang, Ra. Tiga bulan kamu
ninggalin aku. Tiga bulan kamu anggep aku nggak ada.
Kamu seneng aku dapat kabar soal kamu dari orang lain?
Udah kubilang jangan begitu, masih aja.
Kok diem?
Kamu beneran chat sama cowok lain?
Clara!
Clara jawab!
Jawab!
JAWAB GUE GOBLOK!
15
Clara segera mematikan ponselnya. Tidak sanggup
membaca apa-apa lagi dari sana. Kepala gadis itu sudah
seperti ditekan, jadi ia tidak ingin memberatkan semua
yang sudah berat kembali. Bebannya sudah kelewat
banyak.
Darel menelepon.
16
Air mata Clara mulai jatuh satu per satu. Ia menunduk
lantas menjawab lirih, "Maaf, El...."
17
Clara tahu dirinya salah. Salah sekali karena
mendiamkan Darel selama ini. Tapi Clara bisa apa, jika
dirinya untuk hidup saja sudah susah?
18
Kenapa Darel malah seperti ini, alih-alih menjadi
seseorang yang mendukung Clara di masa-masa susah
dan senang?
19
Ara udah ada aku," jelas Darel panjang lebar. Nadanya
kini berbeda sekali dengan yang awal-awal menelepon.
20
karena nggak ngabarin Darel selama ini. Aku yang
salah."
21
03. Tanda Tanya
22
membayangkan bagaimana situasi kelas Darel siang tadi.
"Kurang ajar emang tuh, Darel."
23
menurut Clara, ini adalah bentuk usaha Clara dalam
kisah percintaannya.
24
"Enggak, 'kan? Ra, coba deh sekali-kali lo buka mata.
Baca-baca tuh, artikel di internet yang bahas soal toxic
relationship. Ada banyak tanda-tandanya."
25
Clara terkesiap mendengar bundanya disebut; mendengar
bahwa bundanya memaksakan perhatian melalui Acha.
Ini semua jadi kelihatan aneh. Jika Bunda memang
peduli, kenapa bukan ia sendiri yang memerhatikan
kondisinya?
26
Lalu untuk sebentar, Clara tersenyum miris. Sekarang
sudah berubah. Semuanya berubah. Gambar itu tidak
akan bisa diambil lagi mau menggunakan kamera
secanggih apapun.
Dika:
Saya dengar kabar soal kamu, turut menyesal, ya.
Semoga kamu diberikan ketabahan untuk melewati
semua ini.
27
Masa lalu Clara mendadak datang tanpa tanda-tanda.
28
04. Hari Pertama
29
"Eh, Clara sudah bangun," kata Agung canggung sambil
mematikan kompor, sebelumnya api besar keluar dari
sana dan sukses menggosongkan wajan. "Sarapan, yuk."
"Katanya hari ini izin, anaknya dari luar kota lagi main."
30
tanya Agung, merasa tidak pantas karena kematangan
telur buatannya tidak ideal.
31
Kemudian keduanya makan dalam diam. Melahap
sarapan seadanya dan mengisi perut dengan banyak susu
supaya kenyang. Kendati tidak terlihat, retakan di antara
ayah dan anak tetap terasa. Siapa sangka, ternyata
bundanya sendiri yang membuat semua menjadi
kehilangan nilai.
⋆。゚☁︎。⋆。 ゚☾ ゚。⋆
32
memedulikan penampilan sampai 'sebegitunya'. Pada
awalnya, Clara sama.
33
teman-temannya, apalagi di hari pertama setelah sekian
lama tidak masuk sekolah.
Dika:
Clara hari ini kosong nggak?
Saya mau ketemu.
Kalau kosong tolong kabarin, yaa
34
35
05. Seperti Buku Misteri
36
tak akan ada yang bisa memisahkan keduanya. Yah,
kecuali sakratul maut tentu saja.
37
"Nyari masalah kok sama Darel," celetuk Farel tertawa
melihat Rio sengsara.
38
Laki-laki itu melirik, lantas menjawab kembali dan kali
ini sambil ngegas. "Ya kangen, lah!"
39
Darel mengembuskan napas berat. Selain frustasi karena
Clara yang kini menjadi pribadi tertutup kepadanya, ia
juga bingung. Bingung mengapa Clara bisa menjadi
sosok yang berbeda bahkan dalam waktu tiga bulan saja,
menjadi sosok yang bahkan tidak bisa dikenali olehnya
lagi. Clara kenapa?
⋆。゚☁︎。⋆。 ゚☾ ゚。⋆
40
Angin menerpa, hawa panasnya langsung terasa.
Matahari memang sedang terik-teriknya, membuat es
krim mereka mudah mencair dan menetes satu-satu ke
tangan.
41
"Saya ada kenalan yang bisa begitu."
Clara terkesiap.
42
06. Siomay dan Ceritanya
43
menyandarkan tubuh karena merasa pegal-pegal akibat
hukuman tadi. "Kaki gue kayak mau putus," lanjut Darel.
44
Semacam ada gelembung besar yang menjaganya dari
hiruk-pikuk orang-orang. Darel jadi merasa kosong;
merasa hampa. Rasanya seperti hidup sendirian di dunia.
45
Clara mengembuskan napas kecewa. "Kenapa nggak
sekarang aja?"
46
Mereka berdua menyusuri setiap sudut alun-alun kota. Si
lelaki kadang-kadang mengambil gambar melalui
kamera analog retro yang senantiasa ia kalungkan di
leher, sesekali ia meminta izin untuk memotret Clara,
dan dengan perasaan hangat gadis itu mempersilakannya.
47
Clara tergelak lebih lepas lagi. Ia jadi ikut geleng-geleng
kepala. "Iya kacau, Kak. Sudah akhir zaman,"
tambahnya.
48
klinik supaya kulit wajahnya jadi bersih, sehat, dan
terawat sampai kinclong. Maka daripada berpikir yang
tidak-tidak, Clara mencoba lebih tertarik untuk
mencicipi makanannya saja.
49
"Dua porsi enggak pakai kentang dan pare ya, Pak."
50
Laki-laki tadi jadi salah tingkah. Ia menggaruk
kepalanya yang tidak gatal seraya terkekeh. "Iya juga ya,
hehe."
51
07. Andika Pangestu
52
di buku tulisnya yang tidak disebutkan guru di depan.
Informasinya ia dapatkan dari buku paket yang
senantiasa ia bawa atau dari internet.
53
Darel merutuki diri dalam hati, "Sial lagi gue."
54
tidak menjadi pusat perhatian dan dipermalukan seperti
ini, nyali Darel juga sudah kembali penuh lagi.
55
Darel kalah telak.
⋆。゚☁︎。⋆。 ゚☾ ゚。⋆
56
Bersama Clara, rasanya nyaman dan menyenangkan.
Dika tidak harus jaga image di depan Clara karena takut
dibilang aneh.
57
"Kamu, 'kan."
58
Dika tidak terima. Pasalnya hari ini ia yang mengajak
Clara keluar, dan kalau begitu, berarti Dika yang harus
bertanggung jawab atas semua pengeluaran yang terjadi
pada hari ini. Tapi agaknya Clara lain. Clara tidak seperti
gadis-gadis yang sebelumnya pernah diajak jalan oleh
Dika. Clara berbeda.
"Oke."
59
60
8. Hari yang Tidak Normal
61
Tetapi mendengar Farel menawarkan tumpangan,
membuat Darel refleks tertawa. "Nggak ah, ntar dikira
gue beneran sama lu lagi kayak kata Rio. Lagian gue
bawa motor sendiri."
62
hubungan ini. Sedangkan Clara? Clara sepertinya tidak.
Sudah tidak lagi.
63
kehilangan rambut, bukan. Cuma memangkas rambut
seperti potongan wajib militer di seluruh dunia. Dan
setelah itu, Darel mulai bangkit.
64
Jadi pada akhir bulan September ini, Darel kembali
kacau. Ia menjadi kacau lagi dan merasa tidak berharga
karena Clara seperti menganggapnya ghaib. Seolah-olah
Darel ini hantu, maka dari itu tidak bisa diajak bercerita.
Padahal, Darel selalu memprioritaskan Clara di atas
segala aktivitas hariannya dalam hidup.
65
Darel mendadak berhenti. Maka Farel juga melakukan
hal yang sama.
66
akhirnya. "Tapi nggak segampang itu juga buat putus.
Terlepas dari semua perjalanan kita dua tahun, gue juga
masih sayang sama dia."
67
Darel masih membatu. Ia tidak ingin putus dari Clara.
Tidak akan pernah mau.
***
"Hal baik."
68
Dika menarik senyum. "Terima kasih, Clara."
69
sekali, seandainya saja karakter Darel seperti Dika, pasti
Clara merasa lebih nyaman.
Dan di saat itu juga, detak jantung Clara lepas dari irama
normalnya.
70
09. Rumpang yang Magis
71
dengan sepiring siomay sambil berbincang-bincang hal
menarik yang selalu bisa membuatnya tertawa, dan
ditutup pada kunjungan ke kafe yang nyaman; yang
sukses membuat Clara betah lama-lama. Setelah tiga
bulan terasa sulit, hari ini rasanya seperti mimpi. Mimpi-
mimpi baik yang tidak datang dengan sering.
72
tapi masing-masing individu punya hak juga buat
bahagia, 'kan?"
73
lingkungan sosial," lanjut Dika lagi sambil menatapnya
dalam-dalam kini. "Tapi semoga, kamu nggak seperti
aku ketika itu, lari dari kenyataan hampir setahun dan
menyesal setelahnya karena ketinggalan banyak hal."
Clara terkekeh.
74
Kini Clara tertawa dengan sempurna. Sesaknya
mendadak menghilang begitu saja. "Iya ya Kak, kayak
lagunya Nadin Amizah." Clara mengayunkan tubuhnya,
merasakan angin yang meniup secara lembut. Bersiap
untuk menirukan lagunya.
75
"Ketemu," bisik Clara kepada diri sendiri, senyumnya
mengembang.
76
Sudah kuucap semua pinta
Sebelum ku memejamkan mata
Tapi selalu saja kamu tetap harus pergi
77
10. Relung kosong
78
sampai-sampai ia gagal mencerna semua yang masuk ke
dalam perut. Oleh sebabnya laki-laki itu jadi menyesal,
kenapa juga ia harus menolak makan siang hanya karena
Clara selalu ada di pikirannya? Itu tidak masuk akal.
79
pada umumnya yang sering berguyon dengan sang ayah,
Darel justru hanya menemui papanya paling tidak
seminggu dalam sebulan.
80
penasaran dengan: apakah Darel mau melanjutkan usaha
yang sudah dibangun dari nol olehnya? Tidak lebih, dan
tidak kurang. Papanya cuma peduli siapa yang bisa
mewariskan apa-apa yang sudah ia mulai.
81
"Tau gini nggak usah cek hp," desis Darel seraya
mengurut pelipis untuk mengurangi rasa pening.
82
11. Tidak Ada yang Tahu
83
nasi goreng seafood yang menguar sampai kamarnya
melalui ventilasi-ventilasi udara.
84
ketika melihat Clara berdiri tanpa dibangunkan.
Sekarang, bukan Bunda yang bilang begitu, tetapi Bi
Inah.
85
merasa semuanya 'baik-baik saja'. Bi Inah mengerti
bahwa mungkin Clara butuh waktu. Masih tergolong
wajar, di saat remaja seusia Clara menolak atas
kenyataan orangtua mereka yang bercerai. Dan Bi Inah
sangat memahami itu.
86
Sekarang adalah masa-masa paling canggung sedunia
karena Clara berangkat ke sekolah diantar oleh ayahnya
dengan mobil. Mereka duduk bersebelahan di depan, tapi
bahkan tidak ada yang berniat membuka topik
pembicaraan dari keduanya. Tidak untuk Agung, karena
ia bingung ingin mengobrol soal apa dengan Clara
setelah peristiwa-peristiwa tidak mengenakkan itu. Tidak
juga untuk Clara, karena ia ... yah, Clara tidak merasa
harus 'dekat' dengan ayahnya dalam waktu-waktu ini.
Karena Clara merasa masih butuh waktu, jadi ia diam
saja. Mereka diam saja. Mereka diam sepanjang jalanan
rapat yang dipadati oleh kendaraan merayap.
87
lalu berteriak di tengah klakson yang memburu-buru,
"Clara yang semangat belajarnya, ya!"
"CLARA YA AMPUN!"
"Benerannnn."
88
waktu tiga bulan ternyata tidak membuat siapa-siapa
berubah menjadi orang asing. "Gue juga kangen, deh."
89
12. Panggung Sandiwara
90
cuma pekerja PNS dengan gaji rata-rata orang Jakarta.
Kebetulan saja Clara bisa masuk ke sekolah
internasional. Kebetulan yang didatangkan oleh Darel,
yang mempunyai orangtua dengan anak perusahaan
fasilitas pendidikan.
91
Cuma menjawab sekilas, dan tidak banyak. Toh juga
buat apa, orang-orang tidak perlu tahu dan tidak benar-
benar peduli.
92
Semua orang di kelas menyoraki Acha karena bersikap
semaunya sendiri. Maka kemudian orang-orang yang
mengelilingi Clara itu segera pergi ke bangkunya
masing-masing. Tapi sebelum temannya tadi pindah
posisi, ia memberikan kartu nama yang diletakkan pada
meja Clara. "Kalau lo butuh psikolog, ke sini ya. Itu
klinik nyokap gue. Gratis buat lo."
93
baru kali ini Clara benar-benar menjadi perhatian
sekolah.
"Iyaa."
94
Clara termenung selama beberapa saat. Lantas menepuk-
nepuk pundak Acha dengan ekspresi tenang. "Kalau ada
apa-apa, nanti gue cerita sama lo dulu."
Itu Rio.
95
Laki-laki itu turun dari motor dan menyugar rambutnya
yang berantakan. Lalu bersama Farel, mereka
menghampiri Rio yang bernapas terengah-engah.
96
97
13. Menolak yang Nyata
98
film, seolah pangeran itu datang menemui sang putri
yang sudah lama ia cari.
99
Clara masih cantik, menurut Darel.
100
⋆。゚☁︎。⋆。 ゚☾ ゚。⋆
101
"Iya, maksudnya, gue salah apa? Soalnya senyum Clara
beda, Bim."
102
103
14. Maaf, Clara
104
"Ya ampun, Maya!" seru wanita cantik itu,
perawakannya seperti model-model di majalah dan
berhasil membuat Clara terkejut.
105
berbelanja. Maya langsung melupakan niat untuk
membeli buah, dan Dewi tidak ingat sama sekali
tujuannya ke sini untuk mencari daging sapi kemasan
sebagai menu makan malam nanti.
106
"Bunda, aku manggilnya Bunda."
"Clara."
***
107
dengan Darel. Dan itu bukan satu dua kali saja. Jadi dari
sekarang, sudah dapat dipastikan siapa yang akan
menang juga kalah ketika mereka berdua mulai adu
mulut.
108
halaman rumah untuk menyentil telinga Darel dan
memarahinya karena sudah berbuat nakal lagi.
Dan tentu saja, ini bukan kejadian satu-dua kali. Hal ini
kerap terjadi setiap Clara bermain ke rumah Darel. Tidak
terkecuali.
109
mobilan, lalu main bola basket, lalu memberi makan
ikan di kolam depan, lalu main petak umpet dengan
heboh. Pokoknya semua dicoba sampai mereka berdua
lelah. Dan tanda-tanda lelahnya adalah bertengkar seperti
tadi.
110
berjabat kepada Clara dan mengucapkan kata 'maaf'
sambil malu-malu.
"Maaf, Clara."
111
15. Ayunan Filosofis
112
"Kamu menyalahkan Dewi?"
"Memang kurang!"
113
"Bagaimana rasanya menjadi orang kaya?" tanya Clara
ketika bermain ayunan di halaman depan rumah Darel.
114
pernah menjadi miskin dan malas berpikir jauh
tentangnya.
115
Clara mengangguk. "Iya."
"Lalu ayahmu?"
"Kenapa keren?"
116
"Ya terus Mama yang menjemputku. Mama sehari bisa
datang berapa kali untuk menjemputku. Tapi Papa nggak
pernah datang, tuh."
117
118
16. Tukar Posisi
119
salah paham soal makna "kepala dingin". Karena
sekarang Clara justru jadi dingin betulan. Kepala dingin
yang Darel maksud adalah tenang dan tidak gegabah dan
tidak penuh emosi, tapi Clara justru menerapkan konsep
dingin yang malas bicara.
120
Clara bergumam, pandangannya menyapu sekeliling
untuk menghindari kontak mata dengan laki-laki di
depannya.
121
Clara mengesah pelan. Merasa tidak berguna
membicarakan semua ini. "Kamu nggak bakal ngerti,
El."
"Makanya cerita!"
122
"Hubungan ini nggak pernah stabil, El. Selalu ada
masalah, selalu banyak masalah," tutur Clara ketika
napasnya sudah kembali teratur. "Hubungan ini
sebenarnya nggak pernah jelas. Aku juga nggak inget
kenapa dulu kita memulainya."
123
kapan titik awal hubungan ini mulai tidak jelas. Karena
bagi Darel sendiri, semuanya jelas. Jelas sekali.
124
Lalu mungkin juga benar, seperti kata Clara, jika kisah
mereka ini dibukukan ... mungkin dari awal semuanya
tampak kabur. Kisah mereka mungkin memang bukan
kisah yang cocok dijadikan bacaan.
125
17. Terbangun dalam Anomali
126
Darel tahu, nyawa Darel memang belum terkumpul
sepenuhnya, mata laki-laki itu juga masih lengket dan
memerah. Tapi, tidak ada yang salah dengan penglihatan
Darel pagi itu. Darel yakin, dirinya tidak salah.
127
Maka kemudian ia menepuk pipi dengan kencang,
berusaha membangunkan diri.
Ah, cermin.
128
Baru ketika dirasa ia sudah benar-benar di hadapan
cermin, Darel merapalkan doa seraya membuka kelopak
matanya perlahan-lahan.
129
betulan terjadi, Darel harus menjaga sikap dan tidak
kelihatan mencolok. Namun kelihatannya ini betul-betul
nyata, karena Darel tidak bisa pergi tidur lagi (tidak
seperti biasanya), dan ia sudah memukul diri berulang
kali, tapi tidak kunjung mengalami perubahan juga.
130
itu Darel tidak terbiasa mendengar dirinya dipanggil
dengan sebutan Clara. Kedengarannya aneh dan geli.
131
"Iya--" Darel membatu. Sial, rutuknya dalam hati. "Ayah
maksudnya, Biii. Serius amat," seloroh Darel, berusaha
mengalihkan perhatian sambil terkekeh kecil yang
dipaksakan.
132
18. Lucid Dream
133
Inah ketika Darel hendak pamit berangkat ke sekolah
bersama Ayah.
134
"Clara," panggil Agung di sisinya. Membuat Darel
menoleh ke samping. "Gimana kalau kita pindah
sekolah?" tanya Agung dengan nada ragu, pandangannya
tidak lepas dari setir mobil dan jalanan di depan.
135
karena masih tinggal di kota yang sama, kehidupan yang
sama."
136
Agung menaikkan kedua alis. "Malahan Ayah kira kamu
udah bubar sama Darel," cetus Agung ringan. "Darel
nggak pernah nengokin kamu kenapa?"
137
yang ikut berlalu untuk meringankan kekhawatiran di
kepalanya.
138
19. Laki-laki Bercahaya
139
Darel tersenyum hangat meski hatinya sedang muram, ia
mengangkat tangan untuk balas melambai.
140
Kemudian ia menggelengkan kepala, berusaha
memecahkan gelembung pikiran yang mengganggunya
pagi-pagi dari menjalani rutinitas harian. "Pagi-pagi
udah bengong aja," keluh Darel kesal kepada diri sendiri.
... gelap.
Gelap gulita.
141
Kemudian seperti ada bunyi jari tangan yang menjentik,
mendadak seseorang yang bercahaya ada di depannya,
membuat jantung Darel lepas dari tempat.
142
"Kamu nggak akan ingat nama saya," katanya yang
berjarak beberapa langkah dari Darel. "Tapi kamu harus
ingat ini."
"Ingat apa?"
143
... atau hantu baik?
144
Darel mengernyitkan dahi. "Gue nggak mau ditolong
iblis."
"Ya udah."
145
"Tidak usah banyak berpikir, kamu mau apa?" ulang
laki-laki bercahaya itu lagi. "Saya tidak punya banyak
waktu."
"Maksudnya?"
146
"Waktu untuk apa?"
"Sampai kapan?"
147
Darel terdiam sejenak. Ia ingin menanyakan sesuatu, tapi
tidak tahu kenapa, tiba-tiba ia juga merasa tidak yakin
untuk menanyakannya.
"Doanya apa?"
148
terima, pasalnya ia berasa seperti diculik mafia jahat
diam-diam.
149
20. Sirkuit Keajaiban
150
Darel lebih terkejut lagi ketika mendapati ada payung
hitam di tangannya. Ini pasti payung cowok lampu tadi,
batin Darel dalam hati, yang mendefinisikan laki-laki
bercahaya dengan 'cowok lampu'.
"Claraaa!"
151
Darel tergagu dan menggaruk-garuk kepalanya, ikut
bingung. Apa tadi ia berbicara kasar? Suruh siapa tiba-
tiba mendatanginya dengan cara seperti itu? Hm, apa ini
maksudnya Darel harus menahan ucapannya sendiri
selama menjadi Clara? Kalau iya, ini lebih berat dari
ujian nasional. Pasalnya bahasa kasar Darel sudah
menjadi bagian hidup sehari-hari.
"Kok bengong?"
152
"Lambung gue bermasalah, tadi pagi habis mencret,"
ceplos Darel sambil berusaha berjalan dengan rileks.
153
"Lo percaya sama keajaiban, nggak?" tanya Darel ganti,
berusaha mengalihkan.
154
Darel mengedikan bahu sambil mengibaskan rambut
panjangnya yang membuat ia merasa tidak nyaman.
Kalau saja ini bukan tubuh Clara, Darel pasti akan
mencukur rambutnya sampai cepak sepulang sekolah
nanti. "Gue harus percaya," sahut Darel.
155
21. Aturan Main
156
"Kok lo nggak nulis? Tumben amat," celetuk Acha
seraya menengok ke buku tulis Darel yang pagi itu putih
bersih.
"Taulah!"
157
Namun tidak lama kemudian, laki-laki bercahaya
menampakkan diri lagi tepat di depan Darel. Ia kembali
lagi membuat Darel jantungan karena kedatangannya
yang mengejutkan.
"Menghancurkan gimana?"
158
"Menghancurkan harga dirinya. Coba lihat dirimu
sekarang," titah laki-laki itu.
159
"Kesempatan ini tidak untuk semua manusia. Kamu
yakin ingin melepasnya?"
160
"Kalau begitu kenapa tidak menemui tubuhmu saja? Ada
jiwa Clara yang kesulitan beradaptasi juga di sana, tetapi
ia berusaha. Gadis itu berusaha mengikuti aturan main
meski saya tidak menemuinya secara langsung."
161
To Be Continued…
162
Tentang Penulis
163