Anda di halaman 1dari 75

PENGARUH KONFLIK PERAN DAN WEWENANG

PEKERJAAN TERHADAP KEPUASAN KERJA


KARYAWAN PADA LEMBAGA PERKREDITAN
DESA (LPD) DESA PAKRAMAN TUKA, KABUPATEN
TABANAN, BALI

SKRIPSI

OLEH :

NAMA : GST. AYU RARA MARTIA DAMAYANTI


NPM : 1832122141
PROGRAM STUDI : MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS WARMADEWA
DENPASAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pulau Bali selain memiliki kelurahan dan desa yang bersifat

administratif, juga memiliki desa yang mempunyai sifat otonomi asli dengan

sebutan Desa adat/ Desa Pakraman. Ciri khas desa adat adalah adanya unsur Tri

Hita Karana yaitu Parahyangan, Palemahan, dan Pawongan. Ketiga unsur ini

dikaitkan dengan peraturan Desa Adat itu sendiri yang disebut dengan awig –

awig. Kebijakan pembangunan pedesaan dapat dipilah menjadi tiga kelompok.

Pertama, kebijakan yang secara tidak langsung yang mengarah pada sasaran

tetapi memberikan suasana yang mendukung tercapainya kegiatan sosial

ekonomi masyarakat desa seperti penyediaan sarana dan prasarana,

penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang menunjang kegiatan

sosial ekonomi masyarakat. Kedua, kebijakan yang secara langsung mengarah

pada kegiatan social ekonomi seperti sandang, pangan, perumahan, pendidikan,

dan kesehatan. Ketiga, kebijakan khusus yang menyangkut masyarakat melalui

upaya dengan melakukan kegiatan ekonomi sesuai dengan budaya setempat.

Kebijakan deregulasi dalam bidang perbankan mempengaruhi kondisi

perekonomian di Bali khususnya dalam sektor jasa perbankan, di mana Bali

menjadi lahan potensial dalam mengembangkan lembaga keuangan dengan

mendirikan ataupun membuka kantor-kantor cabang. Salah satu lembaga

keuangan yang mengalami perkembangan adalah Lembaga Perkreditan Rakyat

(LPD). Berdiri dan berkembangnya Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali

1
2

pada dasarnya untuk membantu pembangunan di tiap - tiap desa adat atau desa

pekraman sebagai kekuatan untuk menjaga adat dan budaya Bali yang

merupakan suatu strategis baru dalam meningkatkan sumber pendanaan

terhadap anggota masyarakat. Dengan berdirinya Lembaga Perkreditan sangat

penting untuk membangun sumber daya yang berkaitan dengan budaya, sosial,

dan ekonomi. Dengan demikian LPD telah menjadi usaha yang bergerak dalam

bidang keuangan dan telah menjadi aset Desa Adat atau Desa Pakraman. Peran

penting LPD sangat dirasakan oleh masyarakat di Bali terutama untuk

mendukung kegiatan seperti odalan, hari raya besar umat hindu, dan dapat

membantu masyarakat yang kurang mampu dibidang pendidikan serta

memberikan bantuan pinjaman yang sifatnya mendadak apabila warga

dianggap memiliki permasalahan dibidang modal usaha dan dapat membantu

masyarakat yang memiliki keperluan keuangan yang bersifat mendadak seperti

sakit dan upacara kematian. Melalui peran yang sangat penting ini LPD terus

meningkatkan pelayanan dan memenuhi kebutuhan masyarakat, peningkatan

pelayanan ini didukung oleh beberapa sumber daya, baik sumber daya teknologi

maupun sumber daya manusia. Keduanya memiliki peran masing – masing

dalam mendukung peningkatan pelayanan kepada masyarakat Desa.

Setiap organisasi sangat bergantung kepada sumber daya yang

dimilikinya untuk mampu berfungsi secara efektif. Salah satu sumber daya yang

teramat penting adalah sumber daya manusia. SDM senantiasa melekat pada

setiap sumber daya organisasi apapun sebagai f aktor penentu keberadaan dan

peranannya dalam memberikan kontribusi ke arah pencapaian tujuan organisasi


3

secara efektif dan efisien. Mempunyai pengaruh besar bagi aspek-aspek atau

bidang lainnya dalam kemajuan lembaga, sehingga mengetahui kepuasan kerja

yang dirasakan oleh karyawan merupakan salah satu penilaian penting untung

meningkatkan pelayanan dan peran LPD terhadap desa pakraman.

Kepuasan kerja adalah kepuasaan karyawan terhadap pekerjaannya

antara apa yang diharapkan karyawan dari pekerjaannya. Secara sederhana

kepuasaan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaanya. Gibson

menyatakan kepuasan kerja sebagai sikap yang dimiliki para pekerja tentang

pekerjaan mereka. Hal itu merupakan hasil dari persepsi mereka tentang

pekerjaan. Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap

berbagai segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukan

merupakan konsep tunggal.

Kepuasan Kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap

pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja.

Penilaian tersebut dapat dilakukan terhadap salah satu pekerjaannya, penilaian

dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai

penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya

dari pada tidak menyukainya. Ketidakpuasan dalam bekerja akan menimbulkan

dampak yang negative bagi organisasi seperti menciptakan ketidakstabilan

terhadap kondisi tenaga kerja. Hal tersebut menjadikan perusahan tidak efektif

karena adanya sebagian karyawan yang tidak puas dalam pekerjaan. Faktor

yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu adanya konflik peran dan wewenang

pekerjaan.
4

Konflik muncul karena selain sebagai anggota organisasi, seorang

karyawan profesional juga merupakan anggota suatu profesi yang diatur oleh

kode etik dan standar kinerja profesi. Sedangkan sebagai anggota organisasi, ia

harus patuh pada norma dan peraturan yang berlaku, memiliki kesetiaan kepada

organisasi serta tunduk pada wewenang dan pengawasan hirarkis. Konflik yang

dihadapi oleh profesional ini disebut konflik peran. Menurut Wolfe dan Snoek

dalam Rahayu (2019), konflik peran timbul karena adanya dua perintah yang

berbeda yang diterima secara berbarengan dan pelaksanaan salah satu perintah

saja akan mengakibatkan terabaikannya perintah yang lain.

Konflik peran merupakan hasil dari tidak konsistennya harapan-harapan

berbagai pihak atau persepsi seseorang dengan adanya perbedaan antara

tuntutan peran dan kebutuhan, serta nilai-nilai individu dan sebagainya. Sebagai

akibatnya seseorang yang mengalami konflik peran akan berada dalam suasana

terombang – ambing, terjepit, dan serba salah. Konflik peran dapat membuat

individu tidak dapat mengambil keputusan mana yang lebih baik di antara

peran-peran yang dilakukannya. Pengambilan keputusan kerja yang jelek serta

banyak melakukan pekerjaan yang tidak produktif akan menyebabkan tidak

kondusifnya lingkungan kerja karyawan organisasi. Konflik ini cenderung

makin berkembang ketika tuntutan pekerjaan dan tuntutan peran social sebagai

tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Konflik mampu menghancurkan

organisasi melalui penciptaan dinding pemisah antara rekan sekerja,

menghasilkan kinerja yang buruk, kepuasaan kerja yang menurun dan bahkan

pengunduran diri.
5

Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan (2016) Wewenang merupakan dasar

untuk bertindak, berbuat, dan melakuakan kegiatan dalam suatu perusahaan.

Tanpa wewenang orang-orang dalam perusahaan tidak dapat berbuat apa-apa.

Dalam authority (wewenang) selalu terdapat power (kekuasaan) and rights

(hak), tetapi dalam power (kekuasaan) belum tertentu terdapat authority

(wewenang) and rights (hak). Secara umum Wewenang adalah kekuasaan

menggunakan sumbar daya untuk mencapai tujuan organisasi dan secara umum

tugas di definisikan sebagai kewajiban atau suatu pekerjaan yang harus

dikerjakan seseorang dalam pekerjaannya. Berdasarkan definisi di tersebut

dapat dinyatakan bahwa wewenang merupakan kemampuan untuk mengambil

tindakan yang diperlukan agar tugas-tugas yang berhubungan dengan

pencapaian tujuan dapat dilaksanakan dengan baik. Wewenang dapat

diperbandingkan dengan sistem tubuh manusia. Tanpa adanya otak dan syaraf,

tubuh manusia tidak dapat berfungsi. Tanpa suatu sistem wewenang, suatu

organisai juga tidak dapat berfungsi.

Dalam melaksanakan peranan LPD dalam mendorong pembangunan

ekonomi masyarakat desa pakraman, karyawan harus dapat melakukan

pekerjaan atau tugas dengan baik sehingga mampu memberikan pelayanan yang

optimal kepada masyarakat desa pakraman. Setelah melakukan survey yang

menjadi sumber masalah adalah kepuasan karyawan akan mempengaruhi

pemenuhan peran LPD bagi masyarakat desa pakraman. Berikut merupakan

data absensi karyawan pada LPD Desa Pakraman Tuka seperti tabel 1.
6

Tabel 1

Absensi Karyawan Pada LPD Desa Pakraman Tuka


Tahun 2020

No. Bulan Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Presentase Jumlah Presentase
Karyawan Hari Hari Kerja Hari Hari kerja Absensi karyawan keterlambatan
(orang) Kerja Seharusnya kerja senyatanya Karyawan yang (%)
perbulan (hari) yang (hari) (%) terlambat
(hari) hilang (orang)
(hari)
(1) (2) (3) (4) (5)=(3*4) (6) (7) = (5-6) (8) = (9) (10)=9/3*100
6/5*100
1 Januari 36 25 900 16 884 1,78 14 38,89
2 Februari 36 22 792 24 768 3,03 17 47,22
3 Maret 36 25 900 21 879 2,33 22 61,11
4 April 36 25 900 16 884 1,78 18 50,00
5 Mei 36 22 792 17 775 2,15 `6 44,44
6 Juni 36 25 900 18 882 2,00 24 66,67
7 Juli 36 23 828 36 792 4,35 19 52,78
8 Agustus 36 23 828 32 796 3,86 18 50,00
9 September 36 23 828 19 809 2,29 20 55,56
10 Oktober 36 24 864 19 845 2,20 19 52,78
11 November 36 26 936 21 915 2,24 21 58,33
12 Desember 36 23 828 24 804 2,90 22 61,11
Jumlah 432 286 10296 263 10033 30,91 230 638,89
Rata -Rata 36 23,83 858 21,92 836,08 2,58 19,17 53,24
Sumber: LPD Desa Pakraman Tuka,2020

Berdasarkan tabel 1 dapat dijelaskan bahwa tingkat absensi karyawan

pada LPD Desa Pakraman Tuka dari bulan Januari hingga bulan Desember pada

tahun 2020 berfluktuasi setiap bulan dengan rata-rata tingkat absensi mencapai

2,58%, menunjukan tingkat absensi rendah. Rata-rata tingkat absensi 2-3%

perbulan masih dianggap baik, sedangkan tingkat absensi yang mencapai 15-

20% sudah menunjukan gejala yang sangat buruk (Ardana, 2012:52).

Sedangkan yang menjadi permasalahan adalah sebagian besar karyawan pernah

datang terlambat setiap bulannya. Hal ini ditunjukkan dalam rata-rata tingkat
7

keterlambatan karyawan yang mencapai 53,24%. Dari hasil wawancara

terhadap beberapa karyawan LPD Desa Pakraman Tuka yang menerangkan

dimana keterlambatan datang bekerja dipengaruhi oleh rendahnya tingkat

kepuasan kerja yang dirasakan karyawannya. Dimana rendahnya kepuasan

kerja tersebut berkaitan dengan permasalahan konflik peran dan wewenang

pekerjaan yang belum terealisasi dengan baik.

Dalam hal ini, konflik peran dan wewenang pekerjaan mengalami suatu

masalah atau hambatan, dimana masih adanya perangkapan tugas dalam

pelaksanaan pembagian tugas. Sehingga fungsi dari organisasi yang

sesungguhnya kurang berjalan dengan baik atau semestinya. Karena pada

masing masing tugas memerlukan waktu dan konsentrasi dalam melaksankan

pekerjaan tersebut selesai secara maksimal. Dengan kata lain karyawan dapat

bekerja secara efektif bila karyawan melakukan pekerjaan sesuai dengan

pembagian kerja. Serta masih kurang tegas dan luasnya pimpinan dalam

memberikan wewenang kerja kepada bawahan dalam hal ini pimpinan masih

turut campur dalam pelaksanaan pekerjaan. Sehingga mengakibatkan karyawan

menjadi tidak dipercaya dan merasa tidak dapat diandalkan dalam melakukan

pekerjaan atau tugas yang sebelumnya sudah diserahkan kepadanya.

Dari permasalahan yang ada di LPD Desa Pakraman Tuka

mengindikasikan rendahnya kepuasan kerja karyawan terhadap Lembaga yang

dapat dilihat dari tingkat absensi karyawan setiap bulan. Rendahnya kepuasan

kerja ini diakibatkan oleh konflik peran dan wewenang pekerjaan yang terjadi

di LPD Desa Pakraman Tuka. Penulis melihat hal tersebut merupakan masalah
8

penting berkaitan dengan kepuasaan kerja karyawan terutama bagi pelaksanaan

atau aktivitas kerja LPD dalam membantu perekonomian desa pakraman maka

penulis tertarik meneliti masalah tersebut yang terjadi pada kantor LPD Desa

Pakraman Tuka yaitu dengan judul “Pengaruh Konflik Peran dan Wewenang

Pekerjaan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan LPD Desa Pakraman

Tuka, Kabupaten Tabanan, Bali”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh konflik peran dan wewenang pekerjaan

terhadap kepuasan kerja karyawan pada LPD Desa Pakraman Tuka?

2. Bagaimanakah pengaruh pengaruh konflik peran terhadap kepuasan

kerja karyawan pada LPD Desa Pakraman Tuka?

3. Bagaimanakah wewenang pekerjaan terhadap kepuasan kerja karyawan

pada LPD Desa Pakraman Tuka?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak di

capai dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Untuk menganalisis dan menjelaskan pengaruh Konflik Peran dan

Wewenang Pekerjaan terhadap Kepuasan Kerja karyawan pada LPD

Desa Pakraman Tuka.


9

b. Untuk menganalisis dan menjelaskan pengaruh Konflik Peran terhadap

Kepuasan Kerja karyawan pada LPD Desa Pakraman Tuka.

c. Untuk menganalisis dan menjelaskan pengaruh Wewenang Pekerjaan

terhadap Kepuasan Kerja karyawan pada LPD Desa Pakraman Tuka.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini di harapkan dapat

memberi kegunaan ssebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini di harapkan dapat menambah pengetahuan bagi

peneliti, dapat menambah referensi, informasi dan wawasan untuk

mendukung penelitian mengenai pengaruh konflik peran dan wewenang

pekerjaan terhadap kepuasan kerja dan dijadikan sebagai penerapan

ilmu yang telah didapatkan selama menempuh bangku kuliah sehingga

dapat membandingkannya dengan keadaan nyata yang ada di

masyarakat

b. Manfaat Praktis

1. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan

ilmu pengetahuan dan menambah wawasan penulis dalam bidang ilmu

sumber daya manusia yaitu pengaruh konflik peran dan wewenang

pekerjaan terhadap kepuasan kerja dan untuk pemenuhan salah satu

syarat dalam mencapai gelar Sarjana Manajemen (S.M) pada Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Warmadewa.


10

2. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan masukan bagi

perusahaan guna menambah pengetahuan dan informasi mengenai

pengaruh konflik peran dan wewenang pekerjaan pada perusahaan,

sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan

dalam mengambil kebijakan perusahaan.

3. Bagi Fakultas / Universitas

Sebagai bahan referensi kepustakaan bagi angkatan selanjutnya dalam

penyusunan tugas akhir di Universitas Warmadewa dan sebagai sarana

pengembangan ilmu manajemen sumber daya manusia khususnya yang

berkaitan dengan pengaruh konflik peran dan wewenang pekerjaan

terhadap kepuasan kerja.

1.5 Sistematika Penulisan Skripsi

Penulisan penelitian ini terdiri dari enam bab yang disusun berurutan

secara sistematis sehingga antara satu bab dengan bab lainya mempuyai

hubungan yang sistematis. Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta

sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


11

Pada bab ini berisi tentang landasan teori yang digunakan dalam

penelitian ini untuk mengembangkan hipotesis, membahas hasil

penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini dan

kerangka pemikiran.

BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai tempat dan obyek penelitian,

populasi dan metode penentuan sampel, identifikasi variabel,

definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode

pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB V : DATA DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan membahas tentang deskripsi data, analisis data,

dan pembahasan hasil penelitian.

BAB VI : PENUTUP

Dalam bab ini menyajikan simpulan dari hasil pembahasan yang

telah diuraikan pada bab sebelumnya dan saran-saran yang ditujukan

kepada peneliti selanjutnya yang ingin melanjutkan atau

mengembangkan penelitian yang telah dilakukan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

a. Pengertian Manajemen

Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan,

pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan daripada

sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan

terlebih dahulu (Firmansyah & Mahardika, 2018: 4).

Manajemen adalah suatu proses dalam rangka mencapai tujuan

dengan bekerja bersama melalui orang-orang dan sumber daya

organisasi lainnya. (Sarinah & Mardalena, 2017:7).

Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan

sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien

untuk mencapai tujuan (Hasibuan, 2016: 2).

Berdasarkan definisi-definisi diatas maka dapat disimpulkan

bahwa manajemen merupakan suatu ilmu, seni dan proses kegiatan yang

dilakukan dalam upaya mencapai tujuan bersama dengan mengelola

sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara optimal melalui

kerjasama antar anggota organisasi.

12
13

b. Pengertian Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan daya yang bersumber dari

manusia dapat juga disebut tenaga atau kekuata (energi atau power)

(Hasibuan, 2016:6).

Sumber daya manusia merupakan satu – satunya sumber daya

yang memiliki akan perasaan keinginan, keterampilan, pengetahuan,

dorongan, daya dan karya (rasio, rasa, karsa). Semua potensi SDM

tersebut berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam mencapai tujuan

(Sutrisno,2017: 3).

Berdasarkan definisi – definisi diatas maka dapat disimpulkan

bahwa sumber daya manusia merupakan motor penggerak dan asset dari

organisasi. Tanpa adanya manusia organisasi tidak akan berkembang

sesuai dengan yang direncanakan.

c. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia adalah proses untuk

memperoleh, melatih, menilai, dan mengompensasi karyawan dan untuk

mengurus relasi tenaga kerja, kesehatan, dan keselamatan, serta hal –

hal yang berhubungan dengan keadilan (Dessler,2016: 3).

Manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan,

pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa dan pengelolaan

individu anggota organisasi atau kelompok pekerja, Simamora dalam

(Sutrisno,2015: 5).
14

Manajemen sumber daya manusia merupakan pengakuan

tentang pentingnya tenaga kerja organisasi sebagai sumber daya

manusia yang sangat penting dalam memberi kontribusi bagi tujuan-

tujuan organisasi (Sutrisno, 2016 : 6).

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat diartikan bahwa

manajemen sumber daya manusia adalah suatu ilmu dan seni

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan, dan

pemberian kompensasi agar potensi yang dimiliki tenaga kerja berfungsi

maksimal bagi pencapaian tujuan.

d. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

(Hasibuan, 2016: 21) menjelaskan bahwa fungsi manajemen

sumber daya manusia meliputi:

1) Fungsi Manajerial

a) Perencanaan

Adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan

efesien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam

membantu terwujudnya suatu tujuan. Perencanaan dilakukan

dengan menetapkan program kepegawaian.

b) Pengorganisasian

Adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan

dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja,

delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam began

organisasi (organization chart).


15

c) Pengarahan

Adalah kegiatan yang mengarahkan semua karyawan

agar mau bekerja sama dengan efektif serta efisien dalam

membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan

masyarakat.

d) Pengendalian

Adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar

menaati peraturan – peraturan perusahaan dan bekerja sesuai

dengan yang telah direncanakan. Apabila terdapat

penyimpangan atau kesalahan maka diadakan tindakan

perbaikan dan penyempurnaan perencanaan.

2) Fungsi Operasional

a) Pengadaan

Adalah kegiatan proses penarikan, seleksi, penempatan,

orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang

sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik

akan membantu terwujudnya suatu tujuan.

b) Pengembangan

Adalah suatu proses peningkatan keterampilan teknis,

teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui Pendidikan

dan pelatihan.

c) Kompensasi
16

Adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak

langsung berupa uang atau barang kepada karyawan sebagai

imbalan atau upah yang diberikan suatu perusahaan.

d) Pengintegrasian

Adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan

perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta Kerjasama

yang serasi dan saling menguntungkan.

e) Pemeliharaan

Adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan

kondisi fisik, mental, loyalitas karyawan agar mereka tetap

mau bekerja sampai pension. Pemeliharaan yang baik

dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan

kebutuhan sebagaian besar karyawan serta berpedoman

kepada internal dan eksternal konsistensi.

f) Kedisiplinan

Merupakan fungsi dari manajemen sumber daya manusia

yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa

adanya kedisplinan yang baik sulit terwujudnya tujuan yang

maksimal.

g) Pemberhentian

Adalah putusnya suatu hubungan kerja seseorang dari

suatu perusahaan. Pemberhentian ini biasanya disebabkan oleh


17

keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja

berakhir, pension, dan sebab – sebab lainnya.

2.1.2 Kepuasan Kerja

a. Pengertian Kepuasan Kerja

Menurut Robins, kepuasan kerja atau job satisfaction diidentikkan

dengan hal-hal yang bersifat individual. Karena itu, tingkat kepuasan setiap

orang berbeda-beda dan hal ini terjadi apa bila beberapa faktor terpenuhi

yaitu kebutuhan individu serta kaitannya dengan derajat kesukaan dan

ketidaksukaan pekerja (Robins, 2017,69).

Menurut Hasibuan (2018,34) menjabarkan konsep job satisfaction

dipengaruhi hal-hal multidimensional dan tidak bisa diprediksi melalui

dimensi tunggal. Dalam lingkungan perusahaan dan bisnis job satisfaction

ini juga memiliki dimensi yang berbeda. Dimensinya yaitu jenis pekerjaan

yang digeluti, kepuasan pada kompensasi, kepuasan pada supervisi,

kepuasan pada aspek promosi hingga rekan kerja. Perbedaan aspek inilah

yang menyebabkan tingkat job satisfaction setiap orang akan selalu berbeda.

Hal ini karena berhubungan pada keadaan emosi seseorang senang atau

tidak senang.

Kepuasan kerja adalah sikap yang positif dari tenaga kerja meliputi

perasaan dan tingkah laku terhadap pekerjaannya melalui penilaian salah

satu pekerjaan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-

nilai penting pekerjaan (Afandi, 2018: 74).


18

Menurut Nuraini, (2017 :114), kepuasan kerja adalah kepuasan kerja

yang dinikmati dalam pekerjaan yang memperoleh pujian, hasil kerja,

penempatan, perlakuan, peralatan dan suasana lingkungan kerja yang baik.

Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan

lebih mengutamakan pekerjaan dari pada balas jasa walaupun balas jasa itu

penting.

Sedangkan menurut Badeni, (2017:43) kepuasan kerja karyawan

adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya yang dapat berupa sikap

positif atau negative, puas atau tidak puas.

Seorang karyawan yang merasa puas cenderung lebih jarang absen,

memberikan konstribusi positif, dan bertahan diperusahaan. Sebaliknya,

karyawan yang tidak merasa puas mungkin lebih sering absen, dapat

mengalami stress yang mengganggu rekan kerja, dan mungkin secara terus

menerus mencari pekerjaan lain (Moorhead dan Griffin 2013:71). Dan

Menurut (T. Hani Handoko, 2005: 193) bahwa kepuasan kerja (job

satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak

menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.

Jadi kesimpulan dari beberapa pendapat diatas, kepuasan kerja

adalah kondisi menyenangkan yang dirasakan oleh pekerja/ pegawai di

dalam suatu lingkungan pekerjaan atas peranannya dalam organisasi dan

kebutuhannya terpenuhi dengan baik.

b. Teori Kepuasan Kerja


19

1) Teori Keadilan

Teori keadilan dikemukakan oleh Adams (Indriyo

Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita, 2017: 40). Prinsip dari teori ini

adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung

apakah ia merasa adanya keadilan (equality) atau tidak atas suatu

situasi. Perasaan adil dan tidak adil atas suatu situasi, diperoleh

orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang

sekelas, sekantor maupun di tempat lain. Adapun elemen dari

keadilan ada tiga yaitu input, outcomes, comparison person. Input

adalah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan

sebagai sumbangan terhadap:

a) Input pekerjaan, misalnya tingkat pendidikan, keahlian, masa

kerja, kepangkatan dan produktivitas.

b) Outcomes adalah merupakan segala sesuatu yang berharga

yang dirasakan karyawan sebagai hasil dari pekerjaannya,

misalkan gaji, promosi, penghargaan, prestasi dan status.

2) Teori Hirarki Kebutuhan

Model teori yang dikemukakan oleh Abraham Maslow

(Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita, 2017:30) ini sebagai

berikut:

a) Kebutuhan Fisiologis
20

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling dasar yang

merupakan kebutuhan untuk dapat hidup, seperti makanan,

minum, perumahan, udara, tidur, kebutuhan biologis dan

lain-lain.

b) Kebutuhan Rasa Aman

Kebutuhan rasa aman ini meliputi keamanan dari jaminan

kelangsungan kerja, kecelakaan dan juga jaminan hari tua,

maupun keamanan dari gangguan fisik yang lain.

c) Kebutuhan SosialKebutuhan sosial meliputi

persahabatan,afiliasi, berkomunikasi dengan orang lain dan

interaksi-interaksi masyarakat lainnya.

d) Kebutuhan Penghargaan

Kebutuhan ini merupakan keinginan untuk dihargai,

dihormati, kemampuan dan keahlian.

e) Kebutuhan Aktualisasi Diri

Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan puncak di

mana berkaitan dengan proses pengembangan diri dan

potensi yang dimiliki oleh seseorang.

Asumsi dasar yang dipergunakan oleh Abraham Maslow

berhubungan dengan teorinya ini yaitu kebutuhan manusia tersusun

dari tingkatan yang paling dasar sampai yang tertinggi. Keinginan

manusia untuk memenuhi kebutuhan dipengaruhi oleh factor

kebutuhan yang belum terpuaskan. Dan kebutuhan yang lebih tinggi


21

mampu sebagai motivator jika kebutuhan yang lebih rendah sudah

terpuaskan secara minimal.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Setelah memahami pengertian kepuasan kerja dan indikatornya,

selanjutnya kita juga perlu mengetahui apa saja faktor yang

mempengaruhinya. Menurut pendapat (Malayu S.P. Hasibuan, 2012:203)

ada tujuh pendapat tentang faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

pekerja, antara lain:

1) Pekerjaan

Tugas kerja yang menarik dan memberikan kesempatan

untuk belajar, serta untuk menerima tanggunjawab akan

memberikan kontribusi yang lebih besar pada tingkat kepuasan

seorang karyawan.

2) Kondisi pekerjaan

Kondisi pekerjaan yang aman, nyaman dan menarik

memberikan kenyamanan dalam bekerja kepada seorang karyawan,

sehingga disini tingkat kepusan yang dirasakan semakin tinggi.

3) Gaji

Sejumlah uang yang diberikan kepada karyawan sebagai

balas jasa atau waktu, energi dan pikiran yang dikeluarkan untuk

perusahaan sangat dominan memberikan pengaruh tingkat


22

kepuasan seorang karyawan sehingga kontribusi ada pada tingkat

produktivitas semakin tinggi.

4) Rekan sekerja

Teman kerja yang menunjukkan bersahabat dan

menimbulkan gaerah kerja yang tinggi sehingga akan

menumbuhkan rasa puas.

5) Keselamatan dan keaman kerja

Keselamatan dan keaman kerja bagi karyawan baik secara

fisik maupun ekonomis atas suatu pekerjaan sehingga menjadikan

rasa puas semakin dirasakan oleh para karyawan.

6) Pengawasan

Pengawasan diperlukan untuk memberikan kontribusi pada

pencapaian tujuan perusahaan dan merupakan salah satu bagian dari

pengendalian baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun diri

karyawan untuk bekerja lebih baik.

7) Promosi pekerjaan

Harapan setiap karyawan dengan adanya kesempatan untuk

maju melalui promosi pekerjaan, dapat menimbulkan semangat

dalam bekerja dan disisi lain kepuasan untuk berprestasi atau

mengembangkan diri semakin meningkat pula.

d. Indikator Kepuasan Kerja


23

Seperti disebutkan di atas bahwa pengertian kepuasan kerja merupakan

bentuk sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaanya

yang ditunjukkan dengan moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja.

Menurut Hasibuan (2008,45) indikator kepuasan kerja seorang pegawai

dapat dilihat dari beberapa hal berikut ini:

1) Menyenangi Pekerjaannya

Pegawai sadar arah yang ditujunya, punya alasan memilih

tujuannya, dan mengerti cara dalam bekerja. Dengan kata lain,

seorang karyawan akan menyenangi pekerjaannya karena dia

mampu mengerjakannya dengan baik.

2) Mencintai Pekerjaanya

Dalam hal ini pegawai tidak sekedar menyukai pekerjaannya

tapi juga sadar bahwa pekerjaan tersebut sesuai dengan

keinginannya.

3) Moral Kerja Positif

Ini merupakan kesepakatan batiniah yang muncul dari dalam

diri seseorang atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu sesuai

dengan mutu yang ditetapkan.

4) Disiplin Kerja

Kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari

serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan,

kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban.


24

5) Prestasi Kerja

Hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan

tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas

kecakapan dan kesungguhan serta waktu.

e. Pengaruh Kepuasan Kerja

Menurut Afandi, (2018: 79), kepuasan kerja memiliki pengaruh sebagai

berikut:

1) Terhadap produktifitas

Produktifitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari

kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa apa

yang telah dicapai perusahaan sesuai dengan apa yang mereka

terima yaitu adil dn wajar serta diasosiasikan dengan performa kerja

yang unggul.

2) Ketidakhadiran

Ketidakhadiran sifatnya lebih spontan dan kurang

mencerminkan ketidakpuasan.

3) Keluarnya pekerja

Berhenti atau keluarnya karyawan dari pekerjaannya

mempunyai akibat ekonomis yang besar, maka besar kemungkinan

behubungan dengan ketidakpuasan kerja.

4) Respon terhadap ketidakpuasan kerja


25

a) Keluar (Exit) yaitu meninggalkan pekerjaan termasuk

mencari pekerjaan lain.

b) Menyuarakan (Voice) yaitu memberikan saran dan

perbaikan dan mendiskusikan masalah dengan atasan untuk

memperbaiki kondisi.

c) Mengabaikan (Neglect) yaitu sikap dengan membiarkan

keadaan menjadi lebih buruk seperti sering absen atau

semakin sering membuat kesalahan.

d) Kesetiaan (loyalty) yaitu menunggu secara pasif sama

kondisi menjadi lebih baik termasuk membela perusahaan

terhadap kritik dari luar.

2.1.3 Konflik Peran

a. Pengertian Konflik Peran

Secara umum konflik dalam perusahaan atau organisasi dapat

terjadi jika terdapat perbedaan diantara dua orang atau lebih misalnya

perbedaan persepsi, pengetahuan, tujuan, dan perbedaan lainnya yang

terjadi antar individu, kelompok, atau organisasi. Konflik dapat

berdampak baik ataupun tidak, tergantung bagaimana manajer

mengontrol konflik yang terjadi. Dampak positif yang terjadi dengan

adanya konflik misalnya memicu karyawan untuk dapat lebih produktif

dan meningkatkan kinerja karyawan. Sedangkan dampak negative

yang timbul misalnya menyebabkan tekanan terhadap individu atau

kelompok lainnya sehingga dapat mengganggu atau menghambat


26

kinerja karyawan, serta melakukan tindakan tidak etis. Dalam konteks

konflik peran. Setiap orang mempunyai latar belakang, norma dan

peran yang berbeda dalam hidupnya, dimana hal tersebut

mempengaruhi proses penyelesaian pekerjaannya masing masing, yang

tidak jarang hal itu berdampak pada kinerja yang dihasilkan.

Robbins (2018,76), mendefinisikan konflik sebagai sebuah

proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak

lain telah memengaruhi secara negatif, atau akan memengaruhi secara

negatif, sesuatu yang menjadi perhatian dan kepentingan pihak

pertama.

Menurut Mangkunegara (2017,23) konflik adalah suatu

pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang

terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang

diharapkannya.

Dipandang sebagai perilaku, konflikmerupakan bentuk

interaktif yang terjadipada tingkatan individual, interpersonal,

kelompok atau pada tingkatan organisasi. Konflik ini terutama pada

tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres

(Winardi,2016,40). Winardi (2016) membagi konflik menjadi empat

macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi.

Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:


27

1) Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang

memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya,

antara atasan dan bawahan.

2) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang

memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi.

Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang

setingkat.

3) Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini

yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang

biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.

4) Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang

mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.

Konflik peran didefinisikan sebagai kondisi yang simultan dari

dua atau lebih bentuk tekanan pada tempat kerja, dimana pemenuhan

dari satu peran membuat pemenuhan terhadap peran lainnya lebih sulit

(Carnicer, 2018). Artinya terjadinya konflik peran ketika seseorang

yang melaksanakan satu peran tertentu membuatnya merasa kesulitan

untuk memenuhi harapan peran yang lain. Konflik ini cenderung makin

berkembang ketika tuntutan pekerjaan dan tuntutan peran sosial sebagai

tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Menurut Luthans (2018,101),

seseorang akan mengalami konflik peran jika ia memiliki dua peran atau

lebih yang harus dijalankan pada waktu yang bersamaan.


28

Dari uraian pendapat beberapa tokoh diatas, konflik yang terjadi

karena seseorang membebani lebih dari satu peran yang saling

bertentangan. Konflik peran didefinisikan sebagai kondisi yang

simultan dari dua atau lebih bentuk tekanan pada tempat kerja, dimana

pemenuhan dari satu peran membuat pemenuhan terhadap peran lainnya

lebih sulit. Dari uraian diatas juga dapat disimpulkan konflik peran

adalah konflik yang dialami oleh seorang pegawai atau karyawan untuk

melaksanakan tuntutan (peran) dalam suatu organisasi yang tidak sesuai

dengan nilai, norma dan peran sebagaimana dengan yang diinginkan.

Atau konflik yang terjadi pada seseorang yang menjalankan kedua

perannya secara bersamaan, sehingga tidak dapat terpenuhinya salah

satu peran akibat pemenuhan peran yang lain.

b. Tipe Konflik Peran

Menurut Winardi (2016: 267), ada 6 tipe konflik peran yang

relatif umum terlihat dan dijumpai pada berbagai organisasi yaitu:

1) Konflik intra pengirim (intrasender conflict) yaitu konflik yang

timbul apabila seseorang supervisor tunggal memberikan sejumlah

tugas yang tidak sesuai satu sama lain (incompatible).

2) Konflik antar pengirim (intersender conflict) yaitu konflik yang

muncul apabila perintah atau ekspektasi dari satu orang atau

kelompok, berbenturan dengan ekspektasi perintah orang lain, atau

kelompok lain.
29

3) Konflik orang / peranan (person/ role conflict) yaitu konflik yang

muncul apabila tuntutan peranan dalam hal melaksanakan pekerjaan

bertentangan dengan kebutuhan atau nilai individu yang

bersangkutan.

4) Konflik yang timbul karena beban kerja yang berlebih (in role

overload conflict) dalam kondisi ini individu menghadapi perintah

perintah dan ekspektasi dari sejumlah sumber yang tidak mungkin

diselesaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan dalam batas-

batas kualitas tertentu.

5) Ambiguitas peran (role ambiguity) yaitu konflik yang mucul jika

individu memperolah informasi yang tidak lengkap atau tidak jelas

tentang tanggungjawabnya. Maka individu tersebut tidak

mengetahui dengan pasti apa yang seharusnya dilakukan.

6) Konflik antar peranan (interrole conflict) yaitu konflik yang muncul

jika berbagai macam peranan yang dijalankan oleh orang yang sama

menyebabkan timbulnya tuntutan–tuntutan yang berbeda.

Hubungan atar pekerjaan dan keluarga misalnya telah menjadi

sumber ketegangan yang makin meningkat, terutama pada keluarga-

keluarga dengan dua macam karier.

c. Jenis-jenis konflik peran

Konflik peran dapat terjadi dimana dan kapan pun pada manusia

baik dalam kedudukannya sebagai makhluk individu maupun sebagai

makhluk sosial. Konflik peran yang terjadi tersebut banyak bentuknya


30

dan beragam pula jenisnya. Menurut Wijono (2016,98) konflik dapat

dikelompokkan dalam dua unsur yaitu:

1) Konflik antar individu dengan dirinya sendiri

Konflik antar individu dengan dirinya sendiri terjadi jika ada

satu pertentangan yang terjadi di dalam diri individu yang

diakibatkan oleh adanya unsur-unsur yang saling bertentangan yang

mengakibatkan individu tersebut mengalami kesulitan dalam

menentukan sikap.

2) Konflik antar individu dengan lingkungan organisasi

Konflik antara individu dengan lingkungan dalam organisasi

muncul ketika individu mengalami ketidakcocokan antara

kepentingan diri sendiri dengan kepentingan orang lain atau

kelompok yang mempunyai tujuan yang sama dalam organisasi

tersebut

d. Penyebab atau Sumber Konflik

Konflik muncul karena ada kondisiyang melatar - belakanginya

(antecedentconditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai

sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu: komunikasi,

struktur, dan variabel pribadi. Menurut Muchlas (2018,50) ada tiga

faktor yang dapat dianggap sebagai sebab atau sumber dari konfik,

yaitu:

1) Komunikasi
31

Sumber komunikasi direpresentasikan sebagai kekuatan-

kekuatan yang bertentangan yang bisa muncul dari kesulitan-

kesulitan semantik, salah pengertian dan gumuruhnya suara-suara

lain dalam media komunikasi. Sesuatu yang sudah klasik disebutkan

adalah komunikasi yang buruh sebagai alasan timbulnya konflik.

Menurut Serdamayanti (2017), komunikasi dapat menjadi sumber

konflik karena diakibatkan adanya salah pengertian yang berkenaan

dengan kalimat, bahasa yang kurang atau sulit dimengerti atau

informasi yang mendua dan tidak lengkap serta gaya individu yang

tidak konsisten

2) Struktur

Semakin besar sebuah kelompok dan semakin

terspesialisasinya kegiatan-kegiatan, makin besar pula kemungkinan

terjadinya konflik. Kelompok - kelompok didalam organisasi

memliki tujuan yang berbeda - beda, perbedaan tujuan diantara

kelompok-kelompok ini bisa menjadi sumber pokok terjadi konflik.

Selain itu, konflik yang bersumber dari struktur dapat terjadi karena

adanya pertarungan kekuasaan antar departemen dengan

kepentingan-kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan,

persaingan untuk memperebutkan sumber dayasumber daya yang

terbatas atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-

kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.

3) Variabel - Variabel Pribadi


32

Variabel - variabel pribadi dalam konteks ini adalah faktor -

faktor pribadi, termasuk sistem nilai individual yang dimiliki oleh

setiap orang dan karakteristik - karakteristik kepribadian yang

bertanggung jawab terhadap terjadinya penyimpangan dan

perbedaan - perbedaan. Menurut Serdamayanti (2017), hal ini

disebabkan, karena tidak sesuai dengan tujuan atau nilai-nilai sosial

pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan

mereka, dan perbedaan dalam nilai - nilai persepsi.

e. Indikator Konflik Peran

Menurut Ramadhan Syahril (2011,24), konflik peran dapat

diukur menggunakan indikator - indikator sebagai berikut:

1) Sumber Daya Manusia

Melakukan suatu pekerjaan dengan cara yang berbeda – beda

dan menerima penugasan tanpa sumber daya manusia yang cukup

untuk menyelesaikannya.

2) Mengesampingkan Aturan

Mengesampingkan aturan agar dapat menyelesaikan tugas

dan menerima permintaan dua pihak atau lebih yang tidak sesuai

satu sama lain

3) Kegiatan yang Tidak Perlu

Melakukan pekerjaan yang cenderung diterima oleh satu

pihak tetapi tidak diterima oleh pihak lain dan melakukan kegiatan

yang sebenarnya tidak perlu.


33

4) Arahan yang Tidak Jelas

Bekerja di bawah arahan yang tidak pasti dan perintah yang

tidak jelas.

Menurut Greenhaus dan Beutell dalam Fandi (2014: 21)

memiliki 3 indikator yaitu:

1) Time based conflict

Adalah konflik yang terjadi karena waktu yang digunakan

untuk memenuhi satu peran tidak dapat digunakan untuk memenuhi

peran lainnya, artinya pada saat yang bersamaan seorang yang

mengalami konflik peran ganda tidak akan bisa melakukan dua

peran atau lebih.

2) Strain based conflict

Adalah ketegangan yang dihasilkan oleh salah satu peran

membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan peran yang lain.

Ketegangan yang ditimbulkan akan mempengaruhi kualitas hidup

secara keseluruhan. Ketegangan peran ini termasuk stres, tekanan

darah meningkat, kecemasan, cepat marah, dan sakit kepala.

3) Behaviour based conflict

Adalah konflik yang muncul ketika suatu tingkah laku

efektif untuk satu peran namun tidak efektif digunakan untuk peran

yang lain. Ketidakefektifan tingkah laku ini dapat disebabkan oleh

kurangnya kesadaran individu akan akibat dari tingkah lakunya

kepada orang lain


34

Berdasarkan dari beberapa indikator yang dijelaskan di atas

maka dapat disimpulkan, konflik peran muncul ketika perilaku peran

yang ditampilkannya tidak sesuai dengan berbagai pengaharapan peran

yang ia terima dari anggota kumpulan perannya (pihak atasan, rekan

kerja, dan pihak bawahan).

f. Metode Penyelesian Konflik

Ada lima metode untuk menangani konflik (John Suprihanto,

2003:135) adalah:

1) Competition

Metode ini digunakan bila salah satu pihak berusaha untuk

mencapai tujuannya tanpa menghiraukan dampak terhadap pihak -

pihak lain. Jadi metode ini menyajikan suatu perjuangan

menang/kalah kepada pihakpihak yang berselisih. Biasanya jika

konflik terjadi didalam suatu organisasi/ kelompok yang formal

maka pihak yang didominan/berkuasa akan berusaha untuk

menyelesaikan konflik dengan menafaatkan kekuasaan yang ada

dipihaknya.

2) Avoidance

Salah satu pihak yang berselisih menyadari bahwa konflik

tersebut ada dan pihak ini menarik diri maupun berusaha menekan

konflik dengan memaksanya tenggelam kebawah permukaan.

Dengan metode ini dapat saja pihak-pihak yang berselisih


35

mengambil keputusan untuk berpisah secara pisik. Tetapi jika

perpisahan secara pisik tidak memungkinkan/ tidak diinginkan maka

pihak-pihak tersebut akan berusaha untuk menekan konflik.

3) Accomodation

Metode ini dilakukan dengan cara salah satu pihak berusaha

untuk mengalah, dalam artian memenuhi tuntutan pihak oposisinya.

Jadi dalam rangka untuk memelihara hubungan, salah satu pihak

bersedia untuk berkorban.

4) Compromise

Jika pihak-pihak yang berselisih sama-sama bersedia

berkorban, maka hasil kompromi akan tercapai. Dengan metode

kompromi ini tidaklah jelas siapa yang menang dan yang kalah.

Metode ini berusaha untuk menjelaskan konflik dengan menemukan

dasar ditengah dari dua pihak yang beroposisi.

5) Collaboration

Pendekatan penyelesaian konflik yang satu ini berusaha

untuk memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak. Konflik

bentuk ini diubah menjadi situasi pemecahan masalah bersama. Jadi

pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba

memecahkan masalahnya dan bukan hanya mencoba menekan

konflik atau berkompromi.

2.1.4 Wewenang Pekerjaan

a. Pengertian Wewenang Pekerjaan


36

Di dalam definisi tugas dan wewenang di atas kita dapat

membedakan antara tugas dan wewenang. Tugas dapat diartikan bahwa

merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan seorang individu.

Sedangkan wewenang merupakan suatu aktifitas dimana seseorang atau

suatu posisi memanfaatkan sumber daya, maupun itu sumber daya

manusia sekalipun untuk mencapai tujuan yang diharapkan dari suatu

organisasi. Tugas dan wewenang memiliki perbedaan yang jauh akan

arti tetapi terlihat begitu berhubungan satu sama lain. Tugas merupakan

suatu yang wajib dikerjakan seorang individu karna terjadinya suatu

wewenang dari atasan yang berwenang yang hasil dari tugas tersebut

akan berguna bagi kemajuan suatu organisasi. Jadi dapat disimpulkan

bahwa wewenang akan menghasilkan sebuah tugas bagi seorang

individu yang berada di dalam jangkauan wewenang tersebut yang

hasilnya akan mengakibatkan kemajuan yang berarti bagi sebuah

organisasi.

Organisasi dasar maupun kecil, swasta maupun pemerintah,

tidak mungkin dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan tanpa

adanya sistem wewenang. Mengenai pengertian wewenang itu sendiri

banyak sekali pendapat para ahli manajemen yang saling berbeda namun

pengertiannya secara garis besar tetap sama. Malayu S.P. Hasibuan

(2016: 4) adalah kekuasaan resmi yang dimiliki seseorang untuk

bertindak dan memerintah orang lain. Tanpa ada wewenang terhadap


37

suatu pekerjaan, janganlah mengerjakan pekerjaan tersebut, karena

tidak mempunyai dasar hukum untuk melakukannya.

Menurut G.R.Terry (2016,36), Wewenang adalah kekuasaan

resmi dan kekuasaan pejabat untuk menyuruh pihak lain supaya

bertindak dan taat kepada pihak yang memiliki wewenang itu. Menurut

G.B.Davis (2016,78) dalam bukunya, Fundamentals of Management,

Authority/wewenang adalah hak yang cukup, yang memungkinkan

seseorang dapat menyelesaikan suatu tugas / kewajiban tertentu. Jadi,

wewenang adalah dasar untuk bertindak, berbuat dan melakukan

kegiatan / aktivitas perusahaan. Tanpa wewenang orang-orang dalam

perusahaan tidak dapat berbuat apa-apa.

Dari beberapa pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan.

bahwa wewenang (authority) adalah kekuasaan menggunakan sumber

daya untuk mencapai tujuan organisasi dan secara umum tugas di

definisikan sebagai kewajiban atau suatu pekerjaan yg harus dikerjakan

seseorang dalam pekerjaannya.

b. Kriteria Wewenang

Ada dua kriteria wewenang menurut (Malayu S.P. Hasibuan,

2018 :5) yaitu:

1) Sentralisasi wewenang

Sentralisasi wewenang adalah bila sebagian besar kekuasaan

masih tetap dipegang oleh pimpinan. Sentralisasi wewenang


38

mengakibatkan pimpinan sibuk bekerja, sedang bawahan bekerja

dengan santai.

2) Desentralisasi wewenang

Desentralisasi wewenang adalah apabila sebagian kecil

kekuasaan dipegang pimpinan, sedangkan sebagian kekuasaannyqa

didelgasikan kepada bawahan. Dengan desentralisasi wewenang,

Pimpinan mempunyai banyak waktu untuk merencanakan,

mengarahkan dan mengawasi bawahannya. Pimpinan yang cakap

selalu menggunakan desntralisasi wewenang.

c. Pembagian Wewenang

1) Line Authority (wewenang lini), wewenang manajer yang

bertanggung jawab langsung, diseluruh rantai komando organisasi,

untuk mencapai sasaran organisasi.

2) Staff Authority (wewenang staf), wewenang kelompok, individu

yang menyediakan saran dan jasa kepada manajer lini.

3) Functional Authority (wewenang fungsional), wewenang anggota

staf departemen untuk mengendalikan aktivitas departemen lain

karena berkaitan dengan tanggung jawab staf spesifik.

d. Indikator Wewenang

1) Tugas

Tugas adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh seseorang

pada suatu jabatan tertentu. Adanya tugas akan mendorong


39

karyawan untuk lebih produktif di dalam sebuah perusahaan,

sehingga efektivitas kerja dapat tercapai.

2) Kekuasaan

Kekuasaan adalah hak atau wewenang untuk memutuskan

segala sesuatu keputusan yang berhubungan dengan fungsinya

tersebut. Dalam menjalankan pendelegasian wewenang dalam

sebuah perusahaan harus dilandasi dengan kekuasaan karena dengan

kekuasaan seorang karyawan memiliki hak dalam mengambil

sebuah keputusan yang sesuai dengan kepentingan dan fungsinya

bagi perusahaan.

3) Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban adalah memberikan laporan

bagaimana seseorang melaksanakan tugasnya dan bagaimana dia

memakai wewenang yang diberikan kepadanya. Tanggung jawab

merupakan hal terpenting dalam menjalankan suatu wewenang

perusahaan karena dengan tanggung jawab seorang karyawan dapat

memberikan laporan atau pertanggungjawaban suatu keputusan

yang telah diambil.

4) Taat pada Peraturan

Taat pada peraturan disini seseorang dapat mentaati

peraturan kantor yang telah ditentukan dan itu sebagai tanggung

jawab seorang karyawan dan setiap karyawan mempunyai

wewenang untuk mematuhi peraturan


40

e. Pendelegasian Wewenang

Pendelegasian wewenang adalah memberikan sebagian

pekerjaan atau wewenang oleh delegator kepada delegate untuk

dikerjakannnya. Ada beberapa arti pendelegasian wewenang pekejaan

menurut (Malayu S.P. Hasibuan 2016 :5) yaitu:

1) Merupakan dinamika organisasi, karena, dengan pendelegasian

wewenang ini para bawahan mempunyai wewenang sehingga

mereka dapat mengerjakan sebagaian pekerjaan delegatornya.

2) Merupakan proses yang bertahap dan yang menciptakan pembagian

kerja, hubungan kerja dan adanya hubungan kerja sama dalam suatu

organisasi atau perusahaan.

3) Memperluas ruang gerak dan waktu seorang manajer.

4) Manajer tetap bertanggung jawab terhadap tercapainya tujuan

perusahaan.

5) Menjadikan ikatan formal dalam suatu organisasi.

Pendelegasian wewenang harus dilakukan manajer, karena

manajemen baru dikatakan ada jika ada pembagian wewenang dan

pembagian pekerjaan

f. Asas – Asas Pendelegasian Wewenang

1) Asas kepercayaan

Delegator akan mendelgasikan wewenangnya kepada

delegate yang dapat dipercaya atas pertimbangan objektif yaitu


41

kecakapan, kemampuan, kejujuran, keterampilan dan

tanggunjawab.

2) Asas delegasi atas hasil yang diharapkan

Asas ini memperhatian hasil yang akan diperoleh dari

pendelegasian tersebut dengan adanya jaminan kecakapan dan

ketrampilan atas hasil yang diharapkan.

3) Asas penentuan fungsi atau kejelasan fungsi

Pendelgasian wewenang harus berdasarkan job description

seseorang, Agar tugas yang diberikan jelas dan dapat mencapai

tujuan.

4) Asas rantai berkala

Asas ini menghendaki adanya urutan wewenang, jika

manajer akan menyampaikan tugas pada bawahan harus melalui

tingkatan yang ada seperti tutun tangga menurut Fayol semakin garis

wewenang dari manajer puncak ke bawahan, maka semakin

tanggunjawab, pengambilan keputusan dan komonikasi.

5) Asas tingkat wewenang

Masing - masing manajer pada setiap tingkat harus

mengambil keputusan dan kebijaksanaan apa saja dapat diambilnya

sepanjang mengenai wewenangnya.

6) Asas kesatuan komando


42

Setiap bawahan diusahakan agar hanya menerima perintah

dari seorang atasan saja. Tetapi seorang atasan dapat memerintah

lebih dari seorang bawahan.

7) Asas keseimbangan dan tanggungjawab

Besarnya wewenang yang didelegasikan harus sama dan

seimbang dengan beasarnya tugas - tugas dan tanggungjawab yang

diminta, jadi manajer tidak boleh meminta tanggungjawab yang

lebih besar dari wewenang yang didelegasikan pada bawahan.

2.1.5 Lembaga Perkreditan Desa

a. Pengertian Lembaga Perkreditan Desa

Yang dimaksud dengan LPD adalah lembaga perkreditan yang

diselenggarakan oleh pemerintah daerah, dimana pengelolaannya

dilakukan oleh Desa Adat yang ada di Bali. Pengelolaan LPD tersebut

sepenuhnya diserahkan kepada organisasi struktural dan fungsional

yang ada dimasing – masing Desa, sedangkan penerimaannya

diserahkan dengan penerimaan dan pendapatan. Lembaga Perkreditan

Desa adalah salah satu lembaga desa yang merupakan unit operasional

sebagai wadah kekayaan desa yang berupa uang tunai atau suratsurat

berharga lainnya Pemberdayaan LPD diarahkan kepada usaha-usaha

peningkatan taraf hidup Krama Desa adat untuk menunjang

pembangunan desa adat (Pemerintah Provinsi Bali, 2002)

Menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 8 Tahun 2002 yang

mana Lembaga Perkreditan Desa (LPD) adalah salah satu wadah


43

kekayaan desa yang menjadikan fungsinya dalam bentuk usaha-usaha

ke arah peningkatan taraf hidup Krama Desa dan dalam kegiatannya

banyak menunjang pembangunan Desa atas dasar Pertimbangan,

bahwa:

1) Desa Pakraman merupakan lembaga tradisional yang lebih

mengakar dan dihormati oleh masyarakat pedesaan terutama karena

pakramannya (anggota Desa Pakraman).

2) Desa Pakraman mempunyai aturan–aturan yang telah disepakati dan

dipatuhi baik secara tertulis maupun tidak.

3) Desa Pakraman merupakan suatu lembaga tradisional dan bersifat

kelompok yang didasarkan pada geografis pekraman, dimana sudah

tentu interaksi social yang terjadi sehari-hari bisa mengakibatkan

tumbuhnya rasa kesatuan dan persatuan serta kerjasama alamiah

sebagai wujud gotong royong.

4) Desa pakraman mempunyai kewajiban dan beban tanggung jawab

yang cukup besar bila dibandingkan dengan hak yang dimliki,

Sedangkan Pemerintah Provinsi Bali 2002, LPD adalah lembaga

perkreditan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, dimana

pengelolaannya dilakukan oleh desa adat yang ada di Bali.

Pengelolaan LPD tersebut sepenuhnya diserahkan kepada organisasi

struktural dan fungsional yang ada di masing-masing desa adat,

sedangkan penerimaannya disesuaikan dengan penerimaan dan

pendapatan.
44

Lembaga perkreditan Desa adalah salah satu lembaga desa yang

merupakan unit operasional sebagai wadah kekayaan desa yang berupa

uang tunai atau surat-surat berharga lainnya. Pemberdayaan LPD

diarahkan kepada usahausaha peningkatan taraf hidup krama desa adat

untuk menunjang pembangunan desa adat.

b. Fungsi dan Tujuan LPD

Fungsi LPD berdasarkan Perda Tingkat I Bali No.3 tahun 2007

adalah sebagai salah satu wadah kekayaan desa, menjalankan fungsi

dalam bentuk usaha usaha kearah peningkatan taraf hidup krama desa

dan dalam kegiatannya banyak menunjang pembangunan desa.

Berdasarkan Perda Tingkat I Bali No 3 tahun 2007 tujuan dari LPD

sebagai berikut:

1) Mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui

kegiatan.

2) Penghimpunan tabungan dan simpanan berjangka dari krama desa.

3) Memberantas ijon, gadai gelap dan lain-lain yang dapat

dipersamakan dengan itu.

4) Menciptakan pemerataan dan kesempatan untuk berusaha serta

perluasan kesempatan kerja bagi krama desa.

5) Meningkatkan daya beli dan melancarkan lalu lintas pembayaran

dan peredaran uang desa.

Bidang usaha LPD yang tertuang pada Perda Tingkat I Bali No.3

tahun 2007 sebagai berikut:


45

1) Menerima/menghimpun dana dari krama desa dalam bentuk

tabungan dan deposito

2) Memberikan pinjaman hanya kepada krama desa

3) Menyimpan kelebihan likuiditas pada BPD dengan imbalan bunga

bersaing dan pelayanan yang memadai.

Sumber Permodalan bagi LPD ditentukan berdasarkan Perda

Provinsi Bali N0 8 tahun 2002 dalam pasal 9 adalah:

1) LPD dapat didirikan dengan modal awal sekurang-kurangnya

10.000.000 (sepuluh juta rupiah).

2) Modal LPD terdiri dari: Swadaya masyarakat sendiri dan atau

urunan krama desa dan Bantuan pemerintah atau sumber lain yang

tidak mengikat cadangan modal.

c. Pemberdayaan dan Tujuan LPD

Berdirinya dan pembentukan LPD provinsi Bali berkaitan

dengan usaka pelestarian dan pengembangan desa adat atas dasar

beberapa pertimbangan yaitu sebagai berikut:

1) Desa Adat merupakan lembaga tradisional yang telah mengakar dan

dihormati oleh masyarakat di pedesaan

2) Desa Adat telah mempunyai aturan-aturan yang disepakati dan

dipatuhi baik secara tertulis maupun tidak tertulis

3) Desa Adat merupakan suatu lembaga tradisional dan bersifat

kelompok yang didasarkan pada geografis adat, dimana sudah tentu

interaksi sosial yang terjadi sehari-hari bisa mengakibatkan


46

tumbuhnya rasa kesatuan dan persatuan serta kerjasama ilmiah

sebagai wujud gotong –royong.

4) Desa Adat mempunyai kewajiban dan beban tanggung jawab yang

cukup besar bila dibandingkan dengan hak yang dimilikinya

Dengan demikian peranan dan kedudukan LPD merupakan salah

satu lembaga yang nantinya diharapkan mampuuntuk melakukan fungsi

moneter, terutama dalam menarik dana masyarakat sebagai pemupukan

dana desa, mengalokasikan dana tersebut secara optimal sebagai

pengalokasian investasi yang secara tidak langsung juga berarti

mengembalikan dana tersebut kepada masyarakat desa adat yang

bersangkutan.

Sedangkan kalau ditinjau dari pemberdayaan didirikan LPD itu

sendiri, sesuai dengan Keputusan Gubernur Kepala Darah Tingkat I Bali

(1984) secara khusus keberadaan LPD bertujuan untuk:

1) Sebagai alat yang mampu mendorong pembangunan ekonomi

masyarakat desa Melalui tabungan yang terarah serta penyalur

modal yang efektif.

2) Memberantas ijin gadai gelap, dan lain-lain yang dapat

dipersamakan dengan itu daerah pedesaan.

3) Menciptakan pemerataan dan kesempatan berusaha bagi warga desa

dan tenaga kerja di pedesaan.

4) Menciptakan daya beli dan memperlancar lalu lintas pembayaran

dan pertukaran di Desa.


47

2.2 Publikasi Penelitian Sebelumnya

Rifki Patria (2016), meneliti pengaruh konflik peran terhadap

kinerja auditor. Hasil yang didapat dalam pengujian ini menunjukan

bahwa konflik peran berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor yang

diukur menggunakan teknik analisis regresi linear berganda.

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh I Wayan Murdana

Yasa (2017), meneliti mengenai pengaruh konflik peran terhadap kinerja

pegawai Dinas Kesehatan Kota Denpasar Bali. Namun hasil yang didapat

dalam pengujian ini menunjukan perbedaan dimana konflik peran

memiliki pengaruh negative terhadap kinerja pegawai yang di analisis

menggunakan metode analisi jalur (path analysis).

Selly Andreani (2019), melakukan penelitian tentang pengaruh

konflik peran dan wewenang pekerjaan terhadap kepuasan kerja karyawan

PT. PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Pembangkit Sumatera. Dari

penelitian ini diperoleh bahwa konflik peran dan wewenang pekerjaan

secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan

kerja karyawan PT. PLN (PERSERO) Unit Induk Pembangunan

Pembangkit Sumatera.

Hekti Nur Aini, Irsan Tricahyadinata, Siti Maria (2020), yang

melakukan penelitian tentang konflik peran dan wewenang pekerjaan

terhadap kepuasan kerja dengan kepercayaan sebagai variabel intervening

pada karyawan menggunakan metode analisi regresi linear berganda.

Dengan hasil menunjukan bahwa konflik peran terhadap kepuasaan kerja


48

berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kepuasan kerja. Hasil

penelitian ini juga menunjukan bahwa wewenang pekerjaan berpengaruh

positif tidak signifikan terhadap kepuasan kerja.

Khoirun Aspan (2020), yang melakukan penelitian tentang

pengaruh wewenang pekerjaan terhadap Produktivitas Kerja Pegawai

pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan. Berdasarkan hasil uji

penelitian ini diperoleh bahwa wewenang pekerjaan berpengaruh positif

dan signifikan produktivitas kerja pegawai PT. Perkebunan Nusantara III

(Persero) Medan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini menggunakan teori utama tentang, Manajemen

Sumber Daya Manusia, Kepuasan Kerja, Konflik Peran, Wewenang

Pekerjaan, dan Lembaga Perkreditan Rakyat. Dari teori utama dan teori

pendukung tersebut dapat dirumuskan hipotesis yang kemudian akan diuji

dengan menggunakan uji statistik analisis regresi linier berganda.

Kemudian akan diperoleh hasil penelitian dan dibuatlah simpulan dari

penelitian ini. Adapun kerangka penelitian ini dapat digambarkan sebagai

berikut:
49

Gambar 1

Kerangka Pemikiran

Teori Utama :
Penelitian Sebelumnya:
1. Manajemen Sumber 1. Hekti Nur Aini, Irsan Tricahyadinata,
Daya Manusia Siti Maria (2020)
2. Kepuasaan Kerja Konflik Peran dan Wewenang
Pekerjaan terhadap Kepuasan Kerja
3. Konflik Peran dengan Kepercayaan sebagai
4. Wewenang Pekerjaan Variabel Intervening pada Karyawan
5. Lembaga Perkreditan 2. I Wayan Murdana Yasa (2017)
Pengaruh Konflik Peran dan
Desa (LPD)
Ambiguitas Peran terhadap Kinerja
Pegawai melalui Mediasi Stres Kerja
pada Dinas Kesehatan Kota Denpasar
Bali
Rumusan Masalah 3. Rifki Patria (2016)
Pengaruh Konflik Peran dan
Ambiguitas Peran terhadap Kinerja
Auditor dengan Kecerdasan
Hipotesis :
Emosional sebagai Variabel Moderasi
H1: Konflik peran dan Wewenang 4. Selly Andreani (2019)
pekerjaan berpengaruh positif dan Pengaruh Konflik Peran dan
signifikan terhadap kepuasan karyawan Wewenang Pekerjaan terhadap
pada LPD Desa Pakraman Tuka. Kepuasan Kerja Karyawan PT. PLN
H2: Konflik peran berpengaruh positif dan (PERSERO) Unit Induk
signifikan terhadap kepuasan karyawan Pembangunan Pembangkit
pada LPD Desa Pakraman Tuka. Sumatera
H3: Wewenang pekerjaan berpengaruh 5. Khoirun Aspan (2020) Pengaruh
positif dan signifikan terhadap kepuasan Wewenang Pekerjaan dan Pembagian
karyawan pada LPD Desa Pakraman Tuka. Kerja terhadap Produktivitas Kerja
Pegawai pada PT. Perkebunan
Nusantara III Medan

Teknik Analisis Data :


Analisis Regresi Linier Berganda

Hasil Penelitian dan Simpulan


50

2.4 Kerangka Konsep

Gambar 2

Kerangka Konsep

H2

KONFLIK PERAN
(X1)

H1 KEPUASAN
KERJA
(Y)
WEWENANG
PEKERJAAN
(X2)
H3

2.5 Hipotesis Penelitian

1. Pengaruh konflik peran dan wewenang pekerjaan terhadap kepuasan

kerja.

Menurut Mangkunegara (2011,23) konflik adalah suatu

pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang

terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang

diharapkannya. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk

interaktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok

atau pada tingkatan organisasi. Dengan kata lain, konflik peran dapat

membawa pengaruh positif terhadap kepuasaan kerja karena karyawan


51

menganggap dengan adanya konflik peran tersebut karyawan secara tidak

langsung dapat menambah pengalaman kerjanya.

Menurut G.B.Davis (2003,78) Wewenang adalah hak yang

cukup, yang memungkinkan seseorang dapat menyelesaikan suatu

tugas/kewajiban tertentu. Jadi suatu pertentangan yang terjadi antara apa

yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri, orang lain,

organisasi dengan kenyataan apa yang di harapkannya. Kemudian hak

yang cukup, yang memungkinkan seseorang dapat menyelesaikan suatu

tugas/kewajiban tertentu. Kemudian kondisi yang menyenangkan yang

akan dirasakan oleh pekerja/ pegawai di dalam suatu lingkungan

pekerjaan atas peranannya dalam organisasi dan kebutuhannya terpenuhi

dengan baik.

Berdasarkan beberapa teori tentang konflik peran dan wewenang

pekerjaan dengan didukung oleh adanya beberapa penelitian tentang

pengaruh konflik peran dan wewenang pekerjaan terhadap kepuasan kerja

menunjukkan bahwa konflik peran dan wewenang pekerjaan sangat

mempengaruhi kepuasan kerja secara positif dan signifikan. Artinya

semakin tinggi konflik peran dan wewenang pekerjaan yang dirasakan

karyawan maka semakin tinggi pula kepuasan kerja karyawan.

H1 : Konflik peran dan Wewenang pekerjaan berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kepuasan karyawan pada LPD Desa

Pakraman Tuka, Kabupaten Tabanan.

2. Pengaruh konflik peran (X1) terhadap kepuasan kerja karyawan


52

Menurut Mangkunegara (2011,23) konflik adalah suatu

pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang

terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang

diharapkannya. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk

interaktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal

kelompok atau pada tingkatan organisasi. Jadi suatu perusahaan

mengalami konflik kerja akan mengakibatkan suatu permasalahan yang

akan merugikan perusahaan, tetapi jika konflik peran tersebut dapat

diselesaikan dengan baik ini maka perusahaan akan aman dari

permasalahan didalam kantor. Dengan kata lain, konflik peran dapat

membawa pengaruh positif terhadap kepuasaan kerja karena karyawan

menganggap dengan adanya konflik peran tersebut karyawan secara

tidak langsung dapat menambah pengalaman kerjanya.

Hekti Nur Aini, Irsan Tricahyadinata, Siti Maria (2020) yang

melakukan penelitian berjudul “Konflik Peran dan Wewenang

Pekerjaan terhadap Kepuasan Kerja dengan Kepercayaan sebagai

Variabel Intervening pada Karyawan” dan Selly Andreani (2019) yang

melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Konflik Peran dan

Wewenang Pekerjaan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada PT.

PLN (PERSERO) Unit Induk Pembangunan Pembangkit Sumatera”

menunjukan hasil yang sama yaitu bahwa konflik peran mempunyai

pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja yang berarti

bahwa jika konflik peran yang dialami karyawan meningkat maka


53

kepuasan kerja karyawan juga akan meningkat serta mampu memberi

manfaat kepada setiap karyawan.

H2 : Konflik peran berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kepuasan karyawan pada LPD Desa Pakraman Tuka, Kabupaten

Tabanan.

3. Pengaruh wewenang pekerjaan (X2) terhadap kepuasan karyawan

Menurut G.B.Davis (2003,78) Wewenang adalah hak yang

cukup, yang memungkinkan seseorang dapat menyelesaikan suatu

tugas/kewajiban tertentu. Jadi, wewenang adalah dasar untuk bertindak,

berbuat dan melakukan kegiatan/aktivitas perusahaan. Tanpa wewenang

orang-orang dalam perusahaan tidak dapat berbuat apa-apa. Secara umum

Wewenang adalah Kekuasaan menggunakan sumber daya untuk mencapai

tujuan organisasi dan secara umum tugas di definisikan sebagai kewajiban

atau suatu pekerjaan yang harus dikerjakan seseorang dalam pekerjaannya.

Wewenang berpengaruh besar bagi kepuasan kerja karena wewenang

seseorang pekerja itu harus ditetapkan pada dalam diri mereka sendiri.

Khoirun Aspan (2020) yang melakukan berjudul “Pengaruh

Wewenang Pekerjaan dan Pembagian Kerja terhadap Produktivitas

Kerja Pegawai pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan”

menunjukkan adanya hasil yang sama tentang pengaruh wewenang

pekerjaan terhadap kepuasan kerja, yaitu bahwa wewenang kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Artinya


54

bahwa semakin besar wewenang pekerjaan akan berdampak pada

kepuasan kerja karyawan.

H3 : Wewenang pekerjaan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepuasan karyawan pada LPD Desa Pakraman Tuka,

Kabupaten Tabanan.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Objek Penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di LPD Desa Pakraman Kuta yang

berlokasi di Jln Raya Denpasar – Singaraja, Desa Perean Tengah,

Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali – Indonesia.

3.1.2 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah konflik peran, wewenang pekerjaan terhadap

kepuasan kerja karyawan pada LPD Desa Pakraman Tuka.

3.2 Populasi dan Metode Penentuan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono 2010, hal 115). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

karyawan di LPD Desa Pakraman Tuka yaitu 36 responden.

3.2.2 Metode Penentuan Sampel

Menurut Sugiyono (2014:120), sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apabila populasi

penelitian kurang dari 100 maka lebih baik diambil semuanya sebagai

sampel sehingga penelitiannya merupakan sensus. Metode

55
56

penentuansampel pada penelitian ini dilakukan dengan sampling jenuh

yang teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota

populasi sebagai sampel. Karena jumlah yang ada di LPD Desa

Pakraman Tuka terdapat 36 orang, maka digunakan sampling jenuh

(metode sensus). Berdasarkan uraian tersebut, yang menjadi sampel

penelitian ini adalah keseluruhan karyawan pada LPD Desa Pakraman

Tuka yang berjumlah 36 orang.

3.3 Identifikasi Variabel

Sesuai dengan judul penelitian yaitu mengenai “Pengaruh Konflik Peran

dan Wewenang Pekerjaan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan LPD Desa

Pakraman Tuka” maka terdapat dua variabel yaitu:

a. Variabel Bebas (Independen)

Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat

(Sugiyono, 2018:39). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas

(independen) adalah Konflik Peran (X1) dan Wewenang Pekerjaan

(X2).

b. Variabel Terikat (Dependen)

Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2018:39).

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat (dependen) adalah

Kepuasan Kerja (Y).


57

3.4 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah petunjuk untuk melaksanakan mengenai

cara mengukur variabel. Defenisi operasional merupakan informasi yang

sangat membantu penelitian yang akan menggunakan variabel yang sama.

Variabel – variabel pada penelitian ini akan di jabarkan ke dalam kriteria-

kriteria dan indikator-indikator, indikator tersebut yang akan mendasari

penyusunan kuesioner.

a. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah kondisi menyenangkan yang dirasakan oleh

pegawai LPD Desa Pakraman Tuka di dalam suatu lingkungan pekerjaan

atas peranannya dalam organisasi dan kebutuhannya terpenuhi dengan baik.

Indikator kepuasan kerja yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai

berikut:

1) Menyenangi pekerjaannya.

2) Mencintai pekerjaannya.

3) Moral kerja positif.

4) Displin kerja.

5) Prestasi kerja.

b. Konflik Peran

Konflik peran disini berarti konflik yang dialami oleh seorang pegawai

atau karyawan LPD Desa Pakraman Tuka untuk menjalankan kedua

perannya secara bersamaan, sehingga jika semua karyawan LPD Desa

Pakraman Tuka dapat menyelesaikan konflik peran ini maka karyawan akan
58

memberikan dampak pada kepuasaan kerja karyawan di LPD Desa

Pakraman Tuka.

Indikator konflik peran yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai

berikut:

1) Sumber daya manusia.

2) Mengesampingkan aturan.

3) Kegiatan yang tidak perlu.

4) Arahan yang tidak jelas.

c. Wewenang Pekerjaan

Menurut G.B.Davis (2016,78) Wewenang adalah hak yang cukup, yang

memungkinkan seseorang dapat menyelesaikan suatu tugas/kewajiban

tertentu. Jadi, wewenang adalah dasar karyawan LPD Desa Pakraman Tuka

untuk bertindak, berbuat dan melakukan kegiatan/aktivitas perusahaan.

Indikator wewenang pekerjaan yang digunakan dalam penelitian ini,

sebagai berikut:

1) Tugas.

2) Kekuasaan.

3) Pertanggung jawaban.

4) Taat pada peraturan.

3.5 Jenis Data

a. Berdasarkan Sifatnya

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini yakni:

1) Data Kuantitatif
59

Adalah data yang berupa angka dan dapat dihitung dengan satuan

hitung. Data kuantitatif dalam penelitian ini yaitu daftar pertanyaan

yang terdapat di kuisioner penelitian mengenai kepuasaan kerja, konflik

peran dan wewenang pekerjaan karyawan yang bekerja di LPD Desa

Pakraman Tuka.

2) Data Kualitatif

Adalah data yang berupa kata, kalimat, gerak tubuh, ekspresi wajah,

bagan, gambar, dan foto yang member makna terhadap fakta-fakta yang

diperoleh di tempat penelitian. Data kualitatif dalam tempat penelitian

ini yaitu mewawancarai beberapa karyawan mengenai kepuasan kerja,

konflik peran, dan wewenang pekerjaan karyawan di LPD Desa

Pakraman Tuka. Data kualitatif dalam penelitian ini yaitu pedoman

observasi, serta pedoman dalam wawancara (Sugiyono, 2014:14)

b. Berdasarkan Sumbernya

Berdasarkan cara memperolehnya, data dibagi menjadi data primer dan

data sekunder. Data primer dan data sekunder dalam penelitian ini yaitu

(Sugiyono, 2014:402):

1) Data Primer

Yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dalam penelitian

ini. Data ini diperoleh dari tanggapan responden terhadap pertanyaan –

pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner, dimana meliputi konflik

peran, wewenang pekerjaan, dan kepuasan kerja. Selain itu juga data
60

yang diperoleh dari melakukan pengamatan serta wawancara kepada

seluruh karyawan yang ada didalam kantor LPD Desa Pakraman Tuka.

2) Data Sekunder

Yaitu merupakan telaah literature yang menunjukkan landasan

teoritis. Data sekunder diperoleh dengan mengumpulkan data yang

berhubungan dengan pokok bahasan penelitian dengan cara membaca

dan mempelajari buku-buku dan bahan tertulis lainnya. Selain itu juga

diperoleh dari data mengenai sejarah dan perkembangan perusahaan,

struktur organisasi, dan uraian tugas karyawan LPD Desa Pakraman

Tuka.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode, sebagai berikut:

1) Observasi

Yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan

langsung terhadap objek yang di teliti pada LPD Desa Pakraman Tuka,

Desa Perean Tengah, Kabupaten Tabanan.

2) Wawancara

Yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya

jawab secara langsung dengan beberapa karyawan yang bekerja pada

LPD Desa Pakraman Tuka Desa Perean Tengah, Kabupaten Tabanan.

3) Dokumentasi
61

Yaitu metode pengumpulan data dengan melihat catatan catatan atau

dokumen-dokumen perusahaan yang erat kaitannya dengan masalah

yang diteliti, seperti jumlah karyawan, struktur organisasi, dan uraian

tugas – tugas karyawan LPD Desa Pakraman Tuka.

4) Metode survey

Dilakukan dengan alat bantu berupa kuesioner sebagai alat

pengumpulan data. Kuesioner dilakukan dengan cara memberikan

daftar pertanyaan tertulis kepada responden LPD Desa Pakraman Tuka

mengenai masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Kuisioner yang

digunakan adalah tipe pilihan, dimana responden diberikan alternatif

jawaban untuk memilih dari beberapa jawaban yang disediakan.

3.7 Teknik Analisis Data

3.7.1 Uji Instrumen

1) Uji Validitas Instrumen Penelitian

Tujuan pengujian validitas adalah untuk mengetahui sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi

ukurnya. Suatu instrumen pengukuran dikatakan mempunyai validitas

yang tinggi bila alat ukur tersebut memberikan hasil ukur yang sesuai

dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Pengujian validitas

yang digunakan dalam penelitian ini adalah construct validity yaitu

dengan mengkorelasikan skor tiap-tiap item dengan skor total.

Sedangkan teknik yang digunakan adalah dengan Pearson product


62

moment dengan bantuan SPSS. Suatu alat uji dinyatakan valid jika nilai

probabilitas < 0,05 (level signifikansi 5%).

2) Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

ukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Tujuan dilakukan pengujian

reabilitas adalah untuk menunjukkan sejauh mana pengukuran yang

dilakukan dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda jika

dilakukan pengukuran kembali pada objek yang sama. Pengujian

reabilitas dalam penelitian ini menggunakan cronbach’s alpha. Bila

cronbach’s alpha semakin mendekati angka 1 mengidentifikasikan

semakin tinggi konsistensi internal reabilitasnya. Antara 0,800 – 1,000

dikategorikan reabilitasnya baik, antara 0,600 – 0,799 dinilai

reabilitasnya diterima, sedangkan nilai cronbach’s alpha < 0,600

dikategorikan reabilitasnya kurang baik (Sekaran, 2000).

3.7.2 Uji Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan karena salah satu asumsi yang harus

dipenuhi untuk dapat melakukan test paramerik adalah pengamatan

yang harus dilakukan pada populasi yang terdistribusi normal. Uji

normalitas yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu uji

Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai Sighit > 0,05 maka distribusi adalah

normal (asimetris).

2) Uji Multikolinieritas
63

Uji multikolinieritas yaitu Jika ditemukan adanya

multikolinieritas, maka koefesien regresi variabel tidak tentu dan

kesalahan menjadi tidak terhingga (Ghozali, 2011:105). Salah satu

metode untuk mendiagnosa adanya multicollinierity adalah dengan

menganalisis nilai tolerane dan lawannya variance inflation factor

(VIF). Tolerance mengukur variabelitas variabel independent yang

terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independent lalinnya.

Nilai tolerance yang rendah sama denga nilai VIF tinggi, karena VIF =

1/ Tolerance. Nilai cutoff yang dipakai untuk menunjukkan adanya

multikolonieritas adalah nilai tolerance kurang dari 0,1 atau sama

dengan nilai VIF lebih dari 10 (Ghozali,2011:105).

3) Uji Heterokedastisitas

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residul satu

pengamatan ke pengamatan lainnya. Model regresi yang baik adalah

yang homoskesdastisias, yakni variance dari residual satu pengamatan

ke pengamatan lainnya bersifat tetap (Ghozali,2011:139).

3.7.3 Analisis Regresi Linier Berganda

Regresi linear berganda adalah model regresi linear dengan

melibatkan lebih dari satu variable bebas atau predictor. Dalam bahasa

inggris, istilah ini disebut dengan multiple linear regression. Analisis ini

untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen, apakah masing- masing variabel independen


64

berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari

variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami

kenaikan atau penurunan. Data yang digunakan biasanya berskala

interval atau rasio. Analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara variabel X1 (k onflik

peran), dan X2 (wewenang pekerjaan), dan Y (kepuasan kerja) dengan

menggunakan analisis regresi linier berganda dengan bantuan SPSS

(Statistical Package For Social Science). Persamaan regresi linier ganda

dalam penelitian ini menggunakan rumus (Sugiyono,2018:188), sebagai

berikut:

Y = bo + b1X1 + b2X2 + e

Dimana:

Y = Kepuasan Kerja

X1 = Konflik Peran

X2 = Wewenang Pekerjaan

bo = Konstanta

b1 – b2 = Koefisien regresi

e = Standart error (tingkat kesalahan) yaitu 0,05 (5%)

3.7.4 Pengujian Hipotesis

1) Uji Simultan (Uji F)

Uji F, dengan maksud menguji apakah secara simultan variabel

bebas berpengaruh terhadap variabel terikat, dengan tingkat kenyakinan

95% (α = 0,05).
65

a) H0 diterima jika F-hitung < F-tabel pada tingkat kepercayaan

95% (α = 0,05), artinya jika nilai F-hitung lebih kecil dari pada

F-tabel, berarti F-hitung berada di daerah penerimaan H0, maka

kedua variabel independen secara serentak tidak memiliki

pengaruh terhadap variabel dependen.

b) H0 ditolak (Ha diterima) jika F-hitung > F-tabel pada tingkat

kepercayaan 95% (α = 0,05), artinya jika nilai F-hitung lebih

besar dari pada F-tabel, berarti F-hitung berada di daerah

penerimaan Ha, maka kedua variabel independen memiliki

pengaruh secara serentak terhadap variabel dependen.

2) Uji Parsial (Uji t)

Uji t statistik dimaksudkan untuk menguji pengaruh secara

parsial antara variabel bebas terhadap variabel terikat dengan asumsi

bahwa variabel lain dianggap konstan, dengan tingkat kenyakinan 95%

(α = 0,05).

a) H0 diterima jika t-hitung < t-tabel pada tingkat kepercayaan 95%

(α = 0,05), artinya jika nilai t-hitung lebih kecil dari pada t-tabel,

berarti t-hitung berada di daerah penerimaan H0, maka variabel

independen tidak memiliki pengaruh terhadap variabel

dependen.

b) H0 ditolak (Ha diterima) jika t-hitung > t-tabel pada

tingkatkepercayaan 95% (α = 0,05), artinya jika nilai t-hitung

lebih besar dari pada t-tabel, berarti t-hitung berada di daerah


66

penerimaan Ha, maka variabel independen memiliki pengaruh

terhadap variabel dependen.

3) Uji Koefisien Determinasi Simultan

Koefesien diterminasi dengan simbol r2 merupakan proporsi

variabilitas dalam suatu data yang dihitung didasarkan pada model

statistik. Definisi berikutnya menyebutkan bahwa r2 merupakan rasio

variabilitas nilai-nilai yang dibuat model dengan variabilitas nilai data

asli. Secara umum r2 digunakan sebagai informasi mengenai kecocokan

suatu model. Analisis determinasi simultan digunakan untuk

menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel konflik peran (X1) dan

wewenang pekerjaan (X2) terhadap variabel kepuasan kerja (Y) secara

simultan. Menurut Sugiyono (2018:292), rumus untuk menghitung

koefisien determinasi yang telah dirumuskan sebagai berikut:

Kd = R2 x 100%

Keterangan:

Kd = Koefisien determinasi

R2 = Koefisien korelasi ganda

100% = Pengali yang menyatakan dalam persentase

3.7.5 Analisis Deskritif

Analisis deskriptif adalah analisis yang dilakukan untuk menilai

karakteristik dari sebuah data. Pengertian analisis deskriptif yang

dikemukakan oleh Sugiyono (2018: 147) sebagai berikut:


67

“Analisis deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk

menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya

tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum

atau generalisasi.”

Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan dan

menggambarkan tentang ciri-ciri dan variabel penelitian. Metode yang

digunakan adalah sebagai berikut: hasil pengoperasian variabel disusun

dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan (kuesioner/ angket). Dimana

konflik peran (variabel X1), wewenang pekerjaan (variabel X2) dan

kepuasan kerja (variabel Y), setiap item dari kuesioner tersebut

memiliki lima jawaban dengan bobot/nilai yang berbeda. Hasil

penyebaran kuesioner tersebut seanjutnya dicari rata-ratanya dengan

menggunakan rumus berikut:

∑(𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡)
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
∑ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙(𝑛)

Pilihan jawaban akan diberikan skor, maka responden harus

menggambarkan, mendukung pertanyaan (item positif) atau tidak

mendukung pernyataan (item negatif). Menurut Sugiyono (2018:93)

skala likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat responden tentang fenomena sosial.

Menggunakan skala likert maka variabel akan diukur dan

dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut

dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang


68

dapat berupa pertanyaan atau pernyataan baik bersifat favorable (positif)

ataupun unfavorable (negatif), dengan skala ini akan memberikan

kemudahan kepada responden dalam menjawab serta memberikan

kemudahan kepada penulis untuk dapat mengolah data. Pada tahap

selanjutnya indeks dihitung dengan metode mean, yaitu membagi total

skor dengan jumlah responden. Adapun alternatif jawaban dengan

menggunakan skala likert, yaitu skala 5 SS (Sangat Setuju), skala 4 S

(Setuju), skala 3 KS (Kurang Setuju), skala 2 TS (Tidak Setuju), dan

skala 1 STS (Sangat Tidak Setuju).


69

DAFTAR PUSTAKA

A.A.Anwar Prabu Mangkunegara. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Aden Ahmad, F. 2018. Pendelegasian Wewenang. (Online)

Blogspot.Com/2011/09/Pendelegasian-wewenang-delegation-of

(pada17 September 2021)

Afandi, P. 2018. Manajemen Sumber Daya Manusia (Teori, Konsep dan Indikator).

Riau: Zanafa Publishing.

Anang Firmansyah, dan Budi W. 2018 Mahardika, Pengantar Manajemen,

Yogyakarta: DEEPUBLISH.

Ardana, I Komang, N. W. Mujiati dan I W. Mudiartha Utama. 2012. Manajemen

Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Badeni. 2017. Kepemimpinan & Perilaku Organisasi. Bandung: CV. Alfabeta.

Carnicer, et al. 2004. Work Family Conflict in a Southern European Country: The

Influence ofJob Related and Non Related Factors. Journal of

Managerial Psychology. Bradford: Emerald publishing.

Dessler, Gary. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.

Edy, Sutrisno, 2016, Manajemen Sumber Daya Manusia, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta.
70

Fandi, Tjiptono. 2014. Service, Quality & Satisfaction. Edisi 3. Yogyakarta:

Penerbit Andi.

Fred, L dan Agus S. 2019. Metodologi Penelitian Kuantitatif Ekonomi, Sosiologi,

Komunikasi, Administrasi, Pertanian, dan Lainnya, Edisi Pertama.

Jakarta: Prenadamedia Group

George, R, Terry, Leslie W. Rue. 2016. Dasar-Dasar Manejemen. Jakarta: PT.

Bumi Aksara

Ghozali, Imam. 2018. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghozali, Imam. 2018. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS

21 Updates PLS Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas

Diponogoro.

Gibson, James, L. 2017. Organizations, Behavior, Structure, Process, Edition 11.

Boston. USA

Gitosudarmo, Indriyo dan I Nyoman Sudita. 2013. Perilaku Organisasi (Edisi

Pertama). Yogyakarta: BPFE

Gordon B. Davis (2016). Fundamentals of Management: Authority/wewenang.

Yogyakarta : Andi Offset

Hasibuan, Malayu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia:Pengertian Dasar,

Pengertian, dan Masalah. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung


71

Hasibuan, Malayu. 2018. Manajemen Dasar, Pengertian, Dan Masalah. Jakarta:

PT Bumi Aksara Cetakan Ketujuh Belas

Hasibuan, Malayu S.P. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT.

Bumi Aksara

Hasibuan, Malayu SP. 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan

keempatbelas, Jakarta, Penerbit: Bumi Aksara.

Hasibuan, Malayu. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit

Bumi Aksara

Hekti Nur Aini, Irsan Tricahyadinata, Siti Maria. 2020. Konflik Peran dan

Wewenang Pekerjaan terhadap Kepuasan Kerja dengan

Kepercayaan sebagai Variabel Intervening pada Karyawan. Jurnal

FEB UNMUL. Inovasi (Vol 1, Edisi 16), 21-31

I Wayan Murdana Yasa. 2017. Pengaruh Konflik Peran dan Ambiguitas Peran

terhadap Kinerja Pegawai melalui Mediasi Stres Kerja pada Dinas

Kesehatan Kota Denpasar Bali. Jurnal Ekonomi & Bisnis. Vol. 4,

No 1. 38-57

Khoirun Aspan. 2020. Pengaruh Wewenang Pekerjaan dan Pembagian Kerja

terhadap Produktivitas Kerja Pegawai pada PT. Perkebunan

Nusantara III Medan. Skripsi Medan: Universitas Medan Area

Luthans, Fred. 2018. Perilaku Organisasi. Edisi Sepuluh, Yogyakarta: PT. Andi.

Moorhead dan Griffin. 2013. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.


72

Muchlas, Makmuri. 2018. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press

Nuraini, T. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Pekanbaru: Yayasan Aini

Syam.

Pemerintah Provinsi Bali, Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 tahun 2007,

Tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Provinsi Bali

Pemerintah Provinsi Bali, Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 8 tahun 2002,

Tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Disertai Keputusan

Gubernur Bali.

Rahayu, Dyah. S, 2019. Anteseden dan konsekuensi Tekanan Peran (Role Stress)

pada Auditor Independen. Jurnal Riset Indonesia, 5 (2): 178 – 192

Ramadhan Syahril. 2011. Analisa Pengaruh Struktur Audit, Konflik Peran,

Ketidakjelasan Peran dan Pemahaman Good Governace Terhadap

Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik (KAP). Jakarta

Rifki Patria. 2016. Pengaruh Konflik Peran dan Ambiguitas Peran terhadap Kinerja

Auditor dengan Kecerdasan Emosional sebagai Variabel Moderasi.

JOM Fekon. Vol. 3 No. 1. 881-895

Robbins, Stephen. 2017. “Perilaku Organisasi”, Prentice Hall, edisi kesepuluh.

Jakarta: Telah Bisnis.

Robins SP, dan Judge. 2018. Perilaku Organisasi Buku 2. Jakarta: Salemba Empat

Halaman 256.
73

Sarinah., Mardalena. (2017). Pengantar Manajemen.Yogyakarta: CV Budi Utama.

Sedarmayanti. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia. Refika Aditama,

Bandung

Sedarmayanti. 2017. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:

CV Mandar Maju

Sedarmayanti. 2017. Perencanaan dan Pengembangan SDM untuk Meningkatkan

Kompetensi, Kinerja dan Produktivitas Kerja. PT Refika Aditama.

Bandung

Selly Andreani. 2019. Pengaruh Konflik Peran dan Wewenang Pekerjaan terhadap

Kepuasan Kerja Karyawan PT. PLN (PERSERO) Unit Induk

Pembangunan Pembangkit Sumatera. Skripsi Medan: Universitas

Medan Area

Suprihanto John, dkk, 2003. Perilaku Organisasional. Yogyakarta : Sekolah Tinggi

Ilmu Ekonomi YKPN

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Penerbit Alfabeta.

Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sutrisno,Edy. 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetak Ke Enam. Pranada

Media Group, Jakarta.

Sutrisno, Edy. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana: Jakarta.


74

T. Hani Handoko,. 2016. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.

Yogyakarta: BPFE

Winardi. 2016. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Wijono, Sutarto. 2010. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Fajar

Interprotomer Offset.

Anda mungkin juga menyukai