Anda di halaman 1dari 144

NILAI-NILAI SUFISTIK DALAM TRADISI

SARWAH DI MADURA
(Studi Pada Masyarakat Ganding Timur Ganding Sumenep
Madura)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S.Ag)

OLEH :

RUHANA
NIM: 11170380000034

PROGRAM STUDI ILMU TASAWUF


FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H/ 2022 M
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

NILAI-NILAI SUFISTIK DALAM TRADISI SARWAH DI


MADURA
(Studi Pada Masyarakat Ganding Timur Ganding Sumenep
Madura)

Diajukan kepada Fakultas Ushuludin untuk Memenuhi


Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh;

RUHANA
NIM: 11170380000034

Dosen Pembimbing

Dr. Bambang Irawan M.Ag


NIP: 197306122000031002

PROGRAM STUDI ILMU TASAWUF

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1443 H/ 2022 M

i
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Ruhana
Nim : 11170380000034
Prodi : Ilmu Tasawuf
Judul Skripsi : Nilai-Nilai Sufistik dalam Tradisi Sarwah di
Madura (Studi Pada Masyarakat Ganding Timur
Ganding Sumenep Madura)

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini adalah


benar merupakan hasil karya sendiri, kecuali kutipan-kutipan dari
ringkasan yang semuanya telah dijelaskan sumbernya. Apabila
dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka
saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Sumenep, 23 Maret 2022

Ruhana
NIM. 11170380000034

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul Nilai-Nilai Sufistik dalam Tradisi Sarwah


di Madura (Studi Pada Masyarakat Ganding Timur Ganding

Sumenep Madura) telah diujikan dalam sidang munaqasyah


Fakultas Ushuludin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 19
April 2022. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada program studi
Ilmu Tasawuf.

Jakarta, 19 April 2022

Sidang Munaqasyah

Ketua Prodi, Sekretaris Prodi,

Ala’i Nadjib, M.A. Aktobi Ghozali, M.A.


NIP. 19711205 200501 2 004 NIP. 19730520 200501 1 003

Penguji 1, Penguji 2,

Prof. Dr. Sri Mulyati, M.A. Dr. Al Fadhli, M.Ag.

Pembimbing,

Dr. Bambang Irawan, M.Ag.

iii
ABSTRAK

Ruhana 11170380000034. Nilai-Nilai Sufistik dalam Tradisi


Sarwah di Madura (Studi Pada Masyarakat Ganding Timur
Ganding Sumenep Madura).

Masyarakat Madura adalah sebuah desa yang memiliki


banyak tradisi, tradisi tersebut secara garis besar berkaitan
dengan agama Islam, karena mayoritas masyarakat Madura
memeluk agama Islam. Salah satu tradisi keagamaan yang masih
dipraktikkan sampai sekarang adalah tradisi sarwah. Namun
masih banyak dari masyarakat Madura yang belum mengetahui
tradisi sarwah, terkait dengan asal-usul sarwah itu sendiri dan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, salah satunya yaitu nilai
sufistik. Tradisi sarwah masih dilestarikan sampai sekarang,
termasuk salah satunya di desa Ganding Timur Ganding Sumenep
Madura. Namun banyak dari masyarakat Ganding yang belum
paham betul adanya tradisi sarwah. Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apa itu sarwah dan nilai-nilai sufistik
yang terkandung dalam tradisi sarwah.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan(Field Research).
Subjek penilitian ini adalah Kiai yang memimpin sarwah dan
para anggota. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dan
menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan
dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Kemudian
hasilnya dianalisa secara deskriptif kualitatif.
Penelitian ini menemukan bahwa sarwah dilakukan dengan
cara berdzikir bersama dikhususkan kepada orang yang telah
meninggal, dilaksanakan di Masjid setiap malam jum‟at. Sarwah
juga termasuk dalam dua bentuk; sarwah al-sughro dan sarwah
al-kubro. Penelitian ini menemukan bahwa dalam tradisi sarwah
terdapat nilai-nilai sufistik, yaitu: Nilai Ilahiyah yang meliputi
dzikir, mahabbah, dan tazkiyatun nafs. Kemudian nilai Insaniyah
melalui silaturrahim dan ukhuwah Islamiyah.

Kata Kunci : Sarwah, Nilai Sufistik dan Desa Ganding Timur


Ganding Sumenep Madura.

iv
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kepada Allah Swt atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : NILAI-
NILAI SUFISTIK DALAM TRADISI SARWAH DI MADURA
(Studi Pada Masyarakat Ganding Timur Ganding Sumenep
Madura). Sholawat beserta salam tetap terlimpahkan kepada
baginda Nabi Muhammad Saw. Pembawa tanju bagi kegelapan
dan suri tauladan bagi kehidupan.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidaklah
terlepas dari dukungan, bimbingan serta saran dari berbagai
pihak. Dengan demikian, penulis menghaturkan ribuan terima
kasih kepada :
1. Kedua orang tua penulis : Almh. Khosniyah dan
Mushtofa Enik yang selalu senantiasa menyertakan
penulis dalam setiap doa-doanya. Salam rindu untuk
Emak, semoga Allah selalu membersamainya dan penulis
berharap kelak dapat berkumpul kembali di surga-Nya.
Juga kepada kakak satu-satunya Lutfi dan ponakan
sekaligus anak Moh. Rahman Nizam yang tak pernah
bosan menemani penulis dan terus memberi support
dalam mengerjakan skripsi ini.
2. Guru sekaligus orang tua : Zubaidi Rowi, S.pd.I. dan
Wadi‟ah, S.pd.I. yang selalu memberi motivasi dalam
setiap langkah perjalanan termasuk dalam proses
menyelesaikan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A. beserta jajaran Rektorat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Yusuf Rahman, M.A. beserta jajaran Dekanat
Fakultas Ushuludin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ala‟i Nadjib, M.A. selaku ketua prodi dan Aktobi
Ghozali, M.A. selaku sekretaris prodi Ilmu Tasawuf yang
juga senantiasa meluangkan waktunya membantu penulis
terkhusus perihal administrasi dalam penyelesaian skripsi
ini.

v
6. Kepada dosen pembimbing, Bambang Irawan, M.Ag.
yang senantiasa meluangkan waktunya dan membimbing
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada dosen penguji Dr. Al Fadhli, M.Ag. dan Prof. Dr.
Sri Mulyati, M.A. yang telah memberi masukan dan ilmu
kepada penulis.
8. Dr. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag. selaku dosen penasehat
akademik yang telah memberikan masukan, arahan, serta
ilmu untuk penulis.
9. KH. Abu Tamam, Kiai Aqil, Kiai Munir, dan
Muhammad, selaku Kiai dan anggota sarwah.
Terimakasih telah senantiasa mau membantu penulis
untuk menjadi Narasumber dari penelitian ini.
10. Dan juga teman-teman, Lutfiani Ningsih, Rafly Syafa
Nur Choiri, Hendriyadi, Ummal K, Zainab, teman
seperjuangan Ilmu Tasawuf angkatan kedua, teman-
teman Al-Ishlah, adik-adik Assakinah dan para senior
yang juga senantiasa selalu memberi support. Juga
keluarga besar serta semua pihak yang turut andil dalam
proses penulisan skripsi ini tanpa penulis sebutkan satu
persatu, namun tanpa mengurangi rasa hormat penulis
ucapkan banyak-banyak terima kasih.

Sumenep, 13 Maret 2022.

Ruhana

vi
PEDOMAN TRANSLITERASI

Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin


‫ا‬ A ‫ط‬ Th

‫ب‬ B ‫ظ‬ Dz

‫ت‬ T ‫ع‬ „a

‫ث‬ Ts ‫غ‬ Gh

‫ج‬ J ‫ف‬ F

‫ح‬ H ‫ق‬ Q

‫خ‬ Kh ‫ك‬ K

‫د‬ D ‫ل‬ L

‫ذ‬ Dz ‫م‬ M

‫ر‬ R ‫ن‬ N

‫ز‬ Z ‫و‬ W

‫س‬ S ‫ه‬ H

‫ش‬ Sy ‫ال‬ La

‫ص‬ Sh ‫ء‬ „

‫ض‬ Dh ‫ي‬ Y

vii
Keterangan Vokal panjang
‫ا‬ Aa

‫اي‬ Ii

‫او‬ Uu

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................... i


LEMBAR PERNYATAAN ............................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................. iii
ABSTRAK ..................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN .............................................. 1


A. Latar Belakang Masalah ...................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................ 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................... 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................ 7
E. Review Kajian Terdahulu .................................... 7
F. Metode Penelitian ............................................... 10
G. Sistematika Penulisan ......................................... 14

BAB II LANDASAN TEORI ........................................ 17


A. Tasawuf .............................................................. 17
1. Definisi Tasawuf ........................................... 17
2. Nilai-Nilai Tasawuf ....................................... 21
3. Pokok Ajaran Tasawuf ................................... 36
4. Fungsi Tasawuf ............................................. 38

ix
B. Tradisi Sarwah .................................................... 41
1. Definisi Tradisi Sarwah ................................. 41
2. Asal-Usul Tradisi Sarwah .............................. 52
3. Macam-Macam Tradisi Sarwah ..................... 55
4. Peran dan Fungsi Adanya Tradisi Sarwah ...... 56

BAB III GAMBARAN UMUM ..................................... 60


A. Desa Ganding Sumenep Madura ........................ 60
B. Profil Tradisi Sarwah Ganding Sumenep Madura
.......................................................................... 61
C. Tujuan dan Manfaat Tradisi Sarwah ................... 64
D. Kiai dan Angota Sarwah .................................... 65
E. Kegiatan dan Dzikir dalam Tradisi Sarwah ........ 68
F. Nilai-nilai Tasawuf yang Terkandung dalam
Tradisi Sarwah ................................................... 73

BAB IV HASIL PEMBAHASAN ................................. 79


A. Asal-Usul Tradisi Sarwah di Desa Ganding Sumenep
........................................................................... 79
B. Nilai-Nilai Sufistik yang Terkandung dalam Tradisi
Sarwah ............................................................... 81

BAB V PENUTUP ........................................................ 108


A. Kesimpulan ....................................................... 108
B. Saran ................................................................. 109
DAFTAR PUSTAKA ................................................... 110
LAMPIRAN ................................................................. 117

x
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tradisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah


adat istiadat nenek moyang yang turun temurun sampai sekarang
dan masih dilestarikan oleh masyarakat.1 Tradisi lebih mengacu
pada sebuah kepercayaan, pemikiran, paham, sikap, kebiasaan,
cara atau metode, atau praktik individual maupun sosial yang
sudah berlangsung lama di masyarakat dan diwariskan secara
turun-temurun oleh nenek moyang dari generasi ke generasi. 2

Tradisi dianggap dapat memberikan pedoman hidup oleh


nenek moyang. Tradisi mengandung sebagian nilai-nilai religi di
negara-negara Timur, seperti Tiongkok, Thailand, Jepang,
terutama di Indonesia. 3 Indonesia adalah negara yang kental
dengan budaya atau tradisinya, dan masih banyak yang terawat
sampai sekarang. Seperti tradisi yang ada di Madura, tak jarang
masyarakat madura mengeksplor budaya atau tradisinya seperti
halnya carok, kerapan sapi, hadrah, tahlilan dan lain sebagainya.

1
KBBI.web.id, diakses pada 16-12-2020.
2
Sumanto Al-Qutuby & Izak Y.M. Lattu, Tradisi dan Kebudayaan
Nusantara, (Semarang: eLSA Press, 2019), hlm. X.
3
Bungaran Antonius Simanjuntak, Tradisi, Agama, dan Aspektasi
Modernisasi Pada Masyarakat Pedesaan Jawa, (Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2016), hlm. 145.

1
2

Sarwah termasuk salah satu tradisi Madura yang belum


banyak dikenal orang. Sarwah merupakan sebuah tradisi ritual
keagamaan yang sampai saat ini masih dijalankan oleh
masyarakat muslim khususnya di Madura.4 Orang yang
mengerjakan Sarwah ialah orang yang bermaksud untuk
membebaskan dirinya atau nenek moyangnya yang telah
meninggal dari dosa atau api neraka. Dzikir sarwah adalah hadiah
untuk orang-orang yang telah meninggal. 5 Seperti perkataan Ibnu
Qayyim, yaitu berkaitan dengan amal yang paling baik yang
dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal, sesuatu yang
paling bermanfaat ialah memerdekakan budak, memintakan
ampun kepada Allah Swt dan mendoakannya. 6

Sarwah tidak jauh berbeda dengan tahlil, demikian pula


bacaannya seperti lailaha illa Allah, istighfar, tahmid, shalawat
dan ayat-ayat Al-Qur‟an.7

Pada umumnya masyarakat Ganding Timur Ganding


Sumenep Madura tidak mengetahui jelas asal usul tradisi sarwah,
masyarakat Madura hanya meneruskan tradisi dari nenek

4
Nor Hasan, Persentuhan Islam dan Budaya Lokal, (Pamekasan:
Duta Media Publishing, 2018), hlm. 105.
5
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berpendapat roh orang yang telah
meninggal dapat mengambil manfaat dari usaha orang yang masih hidup.
Begitu juga dengan pendapat Abu Abdullah bahwasanya shadaqah atau apapun
bisa sampai kepada orang yang telah meninggal. Sayyid Sabiq juga
menjelaskan bahwa salah satu hadiah yang paling utama untuk orang yang
telah meninggal adalah mendoakannya.
6
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terj. Khairul Amru dan Masrukhin,
(Jakarta Selatan: Cakrawala Publishing ,Cet-5, 2015), hlm. 443-444.
7
K.H. Abu Tamam, Kepala Sekolah Mts Al-Ishlah sekaligus
pemimpin sarwah di Bilapora Barat Ganding, Wawancara, Bilapora Barat
Ganding 12 Desember 2019.
3

moyang. Di samping itu, masyarakat awam juga tidak banyak


yang mengetahui tentang nilai-nilai tasawuf yang terdapat dalam
sarwah.

Di kalangan muslim modern atau Puritan (anti budaya),


tasawuf dipandang sebagai pelestari takhayyul, kemunduran
budaya, atau penyimpangan dari Islam yang sebenarnya.
Pandangan semacam ini, menurut H.A.R Gibb, pakar sejarah
peradaban Islam, sangat keliru dan cenderung memupuskan
ekspresi pengalaman paling otentik dari dunia Islam. 8

Tasawuf merupakan sebuah ilmu tentang pengetahuan secara


langsung mengenai Tuhan. Ajaran dan metodenya bersumber dari
Al-Qur‟an, hadis, ilham orang-orang saleh, dan kasyf (terbukanya
hati) orang-orang arif. 9

Tasawuf masuk ke Nusantara dibawa oleh Walisongo, dan


strategi mereka mudah diterima oleh banyak kalangan. Justru
dalam mengembangkan Islam, Walisongo memakai ilmu tasawuf
untuk berdakwah, dengan demikian banyak yang minat dengan
Islam. 10

Selanjutnya, tasawuf berkembang dilanjutkan oleh para


Ulama yang memiliki jaringan intelektual dengan Walisongo, dan

8
Ahmad Khalil, Islam Jawa, Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa,
(Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 7.
9
M. Abdul Mujieb, Ahmad Ismail, Syafi‟ah, Ensiklopedia Tasawuf
Imam Al-Ghazali,(Jakarta: PT Mizan Publika, Cet I, 2009), hlm. xiii
10
Kasman, Peran Walisongo dalam Mentransfer Tasawuf, Jurnal:
Ushuludin dan Ilmu-Ilmu KeIslaman, Vol.04, No.01, Februari 2018, hlm. 49-
50.
4

Pesantren mempunyai peran penting dalam membumikan tasawuf


yang pernah diajarkan oleh Walisongo, baik dalam wacana
tasawuf maupun dalam praktiknya langsung. Salah satu tokoh
Ulama Pesantren Madura yang termasuk sangat kuat dalam
menyuburkan praktik tasawuf adalah KH. Kholil Bangkalan
(1820-1925)11.

KH. Kholil (1820-1925) menjadi ikon ulama yang paling


diteladani baik dengan perkataan maupun perbuatannya. Beliau
juga ikut mempengaruhi perkembangan tarekat di Madura dengan
mencetak para Ulama besar untuk menyuburkan praktik tasawuf
dan tarekat di Nusantara, dan pengaruhnya masih ada sampai
sekarang meskipun beliau sudah meninggal. 12

Tradisi sarwah ini tidak hanya disebut sebagai budaya atau


tradisi saja. Namun sudah termasuk ke ranah tinggi dalam
beragama, yaitu terkandung nilai-nilai sufistik di dalamnya.
Seperti adanya ukhuwah islamiyah yang meliputi nilai
kekeluargaan, persaudaraan, kebersamaan antar sesama anggota
sarwah, dan lain sebagainya.

Ajaran dan amalan tradisi sarwah sedikit banyaknya


mengacu kepada ayat Al-Quran dan ilham dari para orang-orang
shaleh terdahulu dan masih terjaga sampai sekarang, sehingga
masih dianggap tradisi yang masih diakui di masyarakat Madura

11
Mohammad Takdir, Kontribusi Kiai Kholil Bangkalan dalam
Mengembangkan Tasawuf Nusantara, Jurnal: Kebudayaan dan Ilmu
KeIslaman, Vol.09, No.02, Desember 2016, hlm. 270-271.
12
Mohammad Takdir, Kontribusi Kiai Kholil Bangkalan dalam
Mengembangkan Tasawuf Nusantara, hlm. 283-284.
5

khususnya di Kecamatan Ganding Sumenep. Sarwah terdapat di


beberapa desa di Kecamatan Ganding. Namun penulis akan lebih
menfokuskan penelitian di desa Ganding Timur.

Di samping itu ada perbedaan antara sarwah yang dulu dan


sekarang. Sarwah zaman dulu dibumbui dengan adanya arisan
namun sekarang diistilahkan dengan tabungan yang mana
hasilnya akan disedekahkan untuk anak yatim, kaum duafa, dan
untuk kebutuhan Masjid. Hal tersebut menjadi nilai lebih
mendalam sebagai keunikan dari pada tradisi sarwah.

Kemudian macam-macam tradisi sarwah yang sangat jarang


dibahas di penelitian lain, akan dibahas dalam penelitian ini.
Begitu juga dengan nilai-nilai tasawuf yang terkandung dalam
tradisi sarwah, seperti perkumpulan sesama jama‟ah sarwah, dan
adanya pengajian dalam kegiatan sarwah yang belum banyak
dipahami makna sesungguhnya dari kegiatan tersebut.

Dengan demikian, penulis merasa perlu dan tertarik untuk


menggali lebih dalam terkait tradisi sarwah dengan melakukan
penelitian ini dalam bentuk skripsi dengan judul “NILAI-NILAI
SUFISTIK DALAM TRADISI SARWAH DI MADURA :
Studi Pada Masyarakat Ganding Timur Ganding Sumenep
Madura.
6

B. Identifikasi Masalah

Dari landasan latar belakang di atas, penulis akan


mengidentifikasi beberapa masalah yang akan menjadi bahan
penelitian:

1. Minimnya masyarakat Madura dalam mengetahui


riwayat tentang asal- usul sarwah.
2. Minimnya pemahaman masyarakat Madura terkait nilai-
nilai sufistik yang terkandung dalam tradisi sarwah.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk lebih fokus dan mendalami apa yang akan dijelaskan


dari penelitian ini, maka penulis akan membatasi uraian-uraian
penting yang akan dijelaskan, hanya akan berkaitan dengan
“sarwah dan nilai-nilai sufistik yang terkandung di dalamnya”
untuk memberi pemahaman lebih mendalam khususnya bagi
penulis, masyarakat Madura dan pembaca terkait tradisi sarwah.

Untuk pernyataan di atas maka penulis merumuskan


beberapa masalah, sebagai berikut:

1. Bagaimana asal-usul tradisi sarwah di Madura?


2. Apa saja nilai-nilai sufistik yang terkandung dalam
tradisi sarwah?
7

D. Tujuan dan Manfaat Penilitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, terdapat beberapa


tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui asal-usul tradisi sarwah


2. Untuk mengetahui nilai-nilai sufistik yang terkandung
dalam tradisi sarwah.

Dengan adanya penelitian ini penulis berharap akan memberi


manfaat sekurang-kurangnya sebagai berikut:

1. Menambah wawasan lebih mendalam bagi penulis,


pembaca, dan masyarakat khususnya di desa Ganding
Timur Ganding Sumenep Madura, terkait sejarah sarwah
dan amalannya.
2. Penelitian ini dapat membantu menelaah lebih
mendalam terkait nilai-nilai sufistik yang terkandung
dalam tradisi sarwah.
3. Penulis berharap dengan adanya penelitian ini tradisi
sarwah dapat terus dilestarikan .

E. Review Kajian Terdahulu

Untuk menghindari plagiarisme dari objek penelitian ini,


maka penulis sudah mencantumkan beberapa hasil penelitian
yang hampir sama terkait dengan objek yang dibahas dalam
penelitian ini. Adapun karya ilmiah yang telah penulis baca
diantaranya adalah:
8

1. Nor Hasan Dosen STAIN Pamekasan Prodi PAI, penulis


buku dengan judul Persentuhan Islam dan Budaya
Lokal.13 Buku tersebut menjelaskan tentang budaya-
budaya lokal termasuk sarwah, di dalamnya dijelaskan
asal-muasal sarwah dan amalannya. Perbedaannya
dengan penelitian ini yaitu terkait dengan Nilai-nilai
sufistik yang belum dibahas lebih mendalam dalam buku
tersebut.
2. Achmad Mulyadi, penulis jurnal ilmiah kajian
Antropologi dengan judul Memaknai Praktik Tradisi
Ritual Masyarakat Muslim Sumenep.14 Dalam jurnal
tersebut menjelaskan tentang ritual kematian seperti
tradisi tahlilan untuk mendoakan arwah orang yang telah
meninggal. Sama halnya dengan amalan dalam tradisi
sarwah yaitu membaca Yasin atau ayat Al-Qur‟an, tahlil,
dan dzikir, yang mana pahalanya akan dihadiahkan
untuk orang yang telah meninggal. Namun dalam jurnal
tersebut tidak menggunakan istilah sarwah. Sedangkan
amalannya sama persis dengan amalan dalam sarwah.
3. Nor Hasan Dosen STAIN Pamekasan Prodi PAI, penulis
jurnal kebudayaan Islam dengan judul Makna dan
Fungsi Tradisi Samman.15 Dalam jurnal tersebut
menjelaskan bahwasanya ada persamaan amalan dalam

13
Nor Hasan, Persentuhan Islam dan Budaya Lokal.
14
Achmad Mulyadi, Memaknai Praktik Tradisi Ritual Masyarakat
Muslim Sumenep, Jurnal : Ilmiah Kajian Antropologi, E-ISNN :2599-1078,
Vol. 1, No. 2, Juni 2018.
15
Nor Hasan, Makna dan Fungsi Tradisi Samman, Jurnal :
Kebudayaan Islam, Vol. 15, No. 1, Mei 2017.
9

tradisi samman dengan amalan dalam tradisi-tradisi yang


lain termasuk salah satunya tradisi sarwah.
4. Nor Hasan Dosen STAIN Pamekasan Prodi PAI, penulis
jurnal penelitian ilmu sosial dan keagamaan Islam
dengan judul Melacak Peran Elit NU dalam Pertemuan
Islam dan Tradisi Lokal di Pamekasan.16 Di dalamnya
dijelaskan tentang berbagai budaya yang ada di Madura
termasuk sarwah, Nor Hasan menjelaskan asal-usul dari
pada sarwah dan beberapa bacaan yang diamalkan
dalam sarwah. Dijelaskan juga pelaksanaan sarwah yang
ada di kecamatan Tlanakan. Dalam penelitiannya Nor
Hasan mencantumkan fungsi dari pada sarwah. Namun
belum ditemukan adanya penjelasan terkait nilai-nilai
sufistik yang terkandung dalam sarwah, maka penulis
akan melanjutkan penulisan dan penelitian ini untuk
mengetahui adanya nilai-nilai sufistik dalam tradisi
sarwah.
5. Syafiqurrahman, penulis jurnal pendidikan dan
pemikiran Islam dengan judul Tipologi Tradisi
Kompolan di Kecamatan Lenteng. Kompolan adalah
bahasa Madura yang berarti kumpul/berkumpul. Jurnal
tersebut menjelaskan tentang berbagai kompolan di
Kecamatan Lenteng termasuk juga sarwah. Sarwah
dalam jurnal tersebut disebut juga dengan tahlilan dan
dijelaskan juga amalannya seperti berdzikir, membaca
16
Nor Hasan, Melacak Peran Elit NU dalam Pertemuan Islam dan
Tradisi Lokal di Pamekasan, Jurnal : Penelitian Ilmu Sosial dan Keagamaan
Islam, Vol. 8 No. 2 Juli-Desember 2011.
10

surat-surat pendek, mengirim bacaan Al-Fatihah kepada


para pendahulu mereka. 17

Demikian, karya-karya di atas tidak menutup kemungkinan


sedikitnya akan menjadi tambahan referensi untuk penelitian ini.

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian

Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal dan


terstruktur dengan prosedur ilmiah, maka penulis
menerapkan metode-metode yang tepat untuk objek yang
akan diteliti, dengan demikian dalam penelitian ini penulis
menggunakan metode kualitatif deskriptif, karena penulis
akan mendeskripsikan amalan dan nilai-nilai tasawuf yang
terkandung dalam sarwah dengan melakukan penelitian
melalui wawancara kepada beberapa tokoh dan masyarakat
Madura.

2. Pendekatan Penelitian

Penulis akan melakukan pendekatan penelitian studi


kasus field research dengan melakukan wawancara terkait
dengan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini,
dan dalam wawancara tersebut akan meliputi:

a. Profil dari tradisi sarwah di desa Ganding Timur


Ganding Sumenep Madura.
17
Syafiqurrahman, Tipologi Tradisi Kompolan di Kecamatan
Lenteng, Jurnal: Pendidikan dan Pemikiran Islam, Vol. 8, No. 1 (2016): 18 Juli
2016.
11

b. Sarwah dan kaitannya dengan nilai-nilai sufistik.


c. Anggota sarwah di desa Ganding Timur Ganding
Sumenep Madura.
d. Kiai yang memimpin sarwah.

3. Sumber Data Penelitian

Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini


adalah sumber data primer dan sekunder, yaitu sebagai
berikut :

a. Sumber data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan secara


langsung dari sumber datanya melalui wawancara,
observasi, dan diskusi.

Adapun sumber data primer dalam penelitian ini


adalah informan dari masyarakat desa Ganding Timur
Ganding Sumenep Madura terutama Kiai yang
memimpin sarwah. Populasi yang ada kurang lebih
sekitar 25 orang, namun penulis hanya mengambil 4-5
orang saja yang akan mewakili keseluruhan anggota
sarwah, dan yang termasuk di dalamnya ialah anggota
yang sudah mengikuti sarwah selama kurang lebih
empat tahun.
12

b. Sumber data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh


peneliti dari sumber-sumber data yang telah ada seperti
buku, jurnal, dan karya ilmiah lainnya.

Sumber data sekunder dalam penelitian ini akan


diambil dari beberapa kitab, buku dan karya ilmiah atau
jurnal yang memiliki data yang relevan sebagai data
pendukung dalam penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah


data kualitatif deskriptif. Data tersebut akan dikumpulkan
dengan menggunakan observasi, wawancara, dan studi
dokumentasi.

a. Observasi

Observasi atau pengamatan dapat dikatakan suatu


metode pertama yang digunakan untuk penelitian, karena
dianggap mudah dan tanpa mengeluarkan biaya yang
besar.18

Dan dalam hal ini penulis akan mengamati secara


langsung fenomena dari tradisi sarwah yang
dilaksanakan di desa Ganding Timur Ganding Sumenep
Madura.

18
Albi Anggito & Johan Setiawan, Metode Penelitian Kualitatif,
(Jawa Barat: CV Jejak, Cet I 2018), hlm. 108.
13

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal,


semacam percakapan yang bertujuan memperoleh
informasi. sebagaimana penelitian tersebut dilakukan
yaitu dengan suatu pendekatan umum untuk mengkaji
topik penelitian. 19

Wawancara yang dimaksudkan dalam penelitian ini


adalah untuk memperoleh data dengan format terstruktur
menggunakan pedoman wawancara yang akan berfokus
pada masalah dalam penelitian ini.

Wawancara akan dilakukan secara langsung dengan


sedemikian rupa sehingga informan akan berbicara terus
menerus dan pewawancara mendengarkan dengan baik
sambil lalu diselingi beberapa pertanyaan.

c. Dokumentasi

Metode ini ditujukan untuk memperoleh data


langsung dari fenomena yang ada. Dalam hal ini peneliti
akan mengumpulkan data-data melalui catatan, dokumen
dan laporan kegiatan sarwah, foto-foto yang dapat
diambil dan data yang relevan dengan objek penelitian
ini.

19
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R-D, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 21.
14

5. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan


deskriptif kualitatif karena data yang telah dikumpulkan
akan diinterpretasikan dengan logis, kemudian akan
tergambar jelas dan ditemukan dzikir atau amalan sarwah
yang mengandung nilai-nilai sufistik di dalamnya, dengan
menggabungkan data-data yang telah penulis peroleh dari
hasil observasi dan wawancara.

Adapun cara pendekatan dalam penelitian ini


menggunakan pendekatan deskriptif analisis, dengan
mendeskripsikan atau menggambarkan objek fenomena yang
akan diteliti dengan mengunakan observasi dan wawancara.

Kegiatan analisis data selama pengumpulan data dapat


dimulai setelah peneliti memahami fenomena sosial yang
sedang diteliti dan setelah mengumpulkan data yang dapat
dianalisis.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibagi menjadi Lima bab, dan dalam setiap


babnya terdiri dari sub bab pembahasan, yaitu sebagai berikut:

BAB I : Bab ini akan menjelaskan beberapa sub bab


diantaranya: Latar belakang masalah yang
membuat penulis tertarik untuk melakukan
penelitian ini dan dari latar belakang inilah
akan diambil beberapa rumusan masalah dan
15

batasan masalah untuk membantu menyusun


langkah-langkah penyelesaian masalah agar
lebih fokus kepada objek yang akan dikaji.
Untuk pembuktian atau pengujian tentang
kebenaran yang sudah ada, maka diperjelas
lagi dalam tujuan penelitian dan kegunaan
atau manfaat penelitian. Setelahnya akan
dilanjutkan dengan kajian terdahulu sebagai
acuan untuk membantu penulis menyelesaikan
masalah dari hasil penelitian sebelumnya yang
relevan. Kemudian metodologi penelitian. dan
yang terakhir sistematika pembahasan.

BAB II : Dalam bab ini berisi sub bab yang


menjelaskan tentang tasawuf, termasuk di
dalamnya definisi tasawuf, nilai-nilai tasawuf,
pokok ajaran tasawuf dan fungsi tasawuf.
Dilanjutkan dengan penjelasan tentang definisi
tradisi sarwah, asal-usul sarwah dan macam-
macam sarwah dan dzikir/amalannya, dan
peran fungsi adanya tradisi sarwah.

BAB III : Bab ini akan menjelaskan tentang gambaran


umum berupa lokasi sarwah, fungsi sarwah,
kiai atau yang memimpin sarwah, anggota
sarwah, dzikir dalam tradisi sarwah.
16

BAB IV : Bab ini adalah inti dari pembahasan skripsi


ini yang akan memaparkan terkait adanya
kandungan nilai-nilai sufistik dalam tradisi
sarwah, dan akan diperjelas sesuai dengan
data-data yang sudah dikumpulkan dan
dikolaborasikan dengan analisa penulis.

BAB V : Bab ini merupakan bagian terakhir dari


pembahasan skripsi dengan beberapa
kesimpulan dan saran.
17

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tasawuf
1. Definisi tasawuf

Tasawuf dari segi bahasa menurut para ahli ialah berasal


dari bahasa arab yaitu: Pertama, “Shuf” yang berarti “wol
kasar”, hal tersebut dikarenakan orang-orang sufi sering
mengenakan pakaian tersebut sebagai lambang
kesederhanaan. Kedua, berasal dari kata “Shafa” yang berarti
bersih, disebut demikian karena memiliki hati yang tulus dan
bersih kepada Allah Swt. Ketiga, berasal dari kata “Ahl Al-
Sufah” yaitu orang-orang miskin yang kehilangan hartanya
yang tinggal di sebuah kamar di samping Masjid Nabi di
Madinah, mereka adalah pejuang fi sabilillah untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Keempat, berasal dari
bahasa Yunani yaitu kata “Sophos” yang berarti “hikmah”.
Kelima, berasal dari kata “Shaf”, dinisbahkan kepada orang-
orang yang menempati shaf paling depan ketika shalat.
Keenam, dari kata “Shifat” dimana sufi yang selalu
mementingkan sifat terpuji dari pada sifat tercela. Dan yang
ketujuh, berasal dari kata “shaufana‟ah” yang mengibaratkan
18

pakaian kaum sufi yang berbulu seperti buah-buahan berbulu


yang tumbuh di padang pasir tanah Arab. 20

Dari ketujuh istilah di atas dapat disimpulkan bahwa


tasawuf ialah melambangkan seseorang yang hidup
sederhana dan lebih mengutamakan kehidupan akhirat dari
pada dunia, dengan pengertian lain bahwa tujuan seorang
sufi adalah Tuhan.

Tasawuf secara terminologi menurut para Ulama ialah


sebagai berikut:

Sahl Al-Tustari berpendapat tasawuf yaitu, “Sufi ialah


orang yang bersih dari kekeruhan, penuh dengan renungan,
putus hubungan dengan manusia dalam menghadap Allah
Swt, dan baginya tiada beda antara harga emas dan bara”.

Al-Junaid Al-Baghdadi menjelaskan, “Tasawuf ialah


membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang dan
melepaskan akhlak yang fitri, menekankan sifat basyariyah
(kemanusiaan), menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat
bagi sifat-sifat kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran,
mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar

20
Eep Sopwana Nurdin, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Bandung: Aslan
Grafika Solution, Cet I 2020), hlm. 2-4.
19

keabadiannya, memberi nasihat kepada umat, benar-benar


menepati janji terhadap Allah Swt.”21

Tasawuf menurut Abdul Qadir Al-Jailani, “Tasawuf ialah


kebeningan jiwa dan bersih dari hawa nafsu, hubungan yang
harmonis dengan Allah Swt, berakhlak mulia dengan sesama
manusia, dan harus sesuai dengan Al-Qur‟an dan Sunnah
tanpa harus ditambah atau dikurangi.”22

Abu Hasan Al-Syadzili, berpendapat “Tasawuf adalah


latihan-latihan jiwa dalam rangka beribadah dan
menempatkan diri sesuai dengan ketentuan-ketentuan
ilahi.”23

Ibnu Khaldun mengatakan, “Tasawuf itu adalah semacam


ilmu Syari‟ah yang timbul kemudian di dalam agama.
Asalnya ialah bertekun beribadah dan memutuskan pertalian
dengan segala selain Allah, hanya menghadap Allah semata.
Menolak hiasan-hiasan dunia, serta membenci perkara-
perkara yang selalu memperdaya orang banyak, kelezatan
harta benda, dan kemegahan. Dan menyendiri menuju jalan
Tuhan dalam khalwat dan ibadah”.24

21
Sahri, Mutiara Akhlak Tasawuf: Kajian Spritual Tasawuf
Kebangsaan, (Depok: Rajawali Pers, Cet I 2019), hlm. 17.
22
Abdul Mujieb dkk , Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali, hlm.
08.
23
Abdul Mujieb dkk, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali, hlm.
13.
24
Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta: Republika, 2015), hlm. 03.
20

Sayed Hossein Nasr mengatakan, “Tasawuf serupa


dengan nafas yang memberikan hidup. Ia telah memberikan
semangatnya pada seluruh struktur Islam, baik dalam
perwujudan sosial maupun intelektual.”25

Tasawuf ialah keluar dari sifat atau sikap yang tercela dan
berpegang kepada budi pekerti yang luhur serta bersikap atau
berperilaku terpuji dengan berlandaskan pada ajaran-ajaran
Islam, yaitu Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi. Selain itu,
ditemukan juga definisi tentang Sufi dalam kitab Iqal al-
Himam, karya Ahmad ibn Muhammad ibn Ujaibah al-
Hasani. Dalam kitab tersebut menyatakan bahwa Sufi ialah
orang yang membersihkan dirinya dari kerusakan budi. 26

Pada dasarnya tasawuf adalah upaya para ahlinya untuk


mengembangkan semacam disiplin (riyadhah) spiritual,
psikologis, keilmuan dan jasmaniah yang dipercayai mampu
mendukung proses penyucian jiwa atau hati. 27

Dari beberapa pengertian di atas dapat diperjelas bahwa


tasawuf ialah untuk melakukan penyucian hati, melatih jiwa
dengan niat mendapat ridha dari Allah tanpa melihat hiasan
dunia dan selalu mengedepankan ibadah dengan hati tulus
dan bersih hanya kepada Allah Swt.

25
Sokhi Huda, Tasawuf Kultural: Fenomena Shalawat
Wahidiyah,(Yogyakarta: LKiS, 2008), hlm. 24.
26
Ahmad Khalil, Islam Jawa, Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa,
hlm. 88.
27
Haidar Bagir, Buku Saku Tasawuf, (Bandung: Mizan, 2005), hlm.
91.
21

2. Nilai-Nilai Tasawuf

Tasawuf ialah wadah untuk melatih kita menjadi pribadi


yang taat beribadah kepada Allah, dan membersihkan hati
kita dari segala hiasan-hiasan dunia. Di dalam tasawuf ada
nilai-nilai penting yang bisa diambil manfaatnya dan bisa
diterapkan oleh masyarakat. Namun dalam sebuah hubungan
masyarakat seperti dalam tradisi-tradisi yang mengandung
mistik religi keagamaan, banyak masyarakat yang kurang
paham arti penting atau nilai-nilai dari tasawuf itu sendiri
dan sering diabaikan. Jika nilai-nilai tasawuf itu bisa
diterapkan, maka masyarakat bisa merasakan spritualitas
lebih mendalam dan menjalani kehidupan sejahtera.

Inti dari ajaran tasawuf adalah ajaran tentang moral


(akhlak). Maka dari itu, sangat penting untuk dibahas terkait
urgensi tasawuf dalam konteks pembinaan moral masyarakat
seperti di dalam hubungan tradisi-tradisi. Rasulullah SAW
sendiri diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. 28
Seperti dalam hadisnya yang artinya “Sesunguhnya aku
hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR. Ahmad & Al-Tabrani). Selain itu tercantum juga dalam
Al-Qur‟an Surah Al-Qalam:4

    

28
Achlami HS, Tasawuf Sosial dan Solusi Krisis Moral, Jurnal:
Ijtimaiyya, Vol. 8, No. 1, Februari 2015.
22

Artinya: “Dan sesunguhnya kamu benar-benar berbudi


pekerti yang agung.” (Al-Qalam: 4).

Akhlak seseorang juga menggambarkan imannya, seperti


dalam hadis “Kesempurnaan iman seseorang mukmin ialah
memiliki akhlak yang baik” (Hadis Riwayat Al-Tirmizi &
Abu Hurairah) 29

Dari penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan


bahwa tasawuf itu merupakan upaya untuk menyempurnakan
akhlak, baik kepada Allah swt maupun kepada sesama
manusia, yang juga sering disebut dengan habl min al-Allah
dan habl min al-naas. Hal tersebut termasuk kepada nilai-
nilai dari pada tasawuf itu sendiri. Dengan kata lain akhlak
ialah kunci utama manusia untuk memperkuat tasawufnya.
Demikian nilai-nilai tasawuf dapat dikategorikan menjadi
tiga macam, yaitu:

a. Nilai Ilahiyah (Ketuhanan)

Nilai Ilahiyah ialah penjelasan tentang hubungan


manusia dengan Tuhan yang bersumber dari agama
(wahyu) Allah. Hal tersebut mencakup keimanan dan
peribadatan kepada Allah swt. Nilai Ilahiyah besumber
dari kesucian Tuhan, dan sumber tersebut adalah Al-
Qur‟an dan Al-Hadits, seperti bacaan-bacaan yang akan
dijelaskan dalam tradisi sarwah ini. Nilai Ilahiyah seperti
29
Norizan Esa & Salasiah Che Lah, Kelestarian dan Dinamisme
Kearifan Tempatan dalam Pendidikan, (Malaysia: Universiti Sains Malaysia,
2017).
23

yang dijelaskan oleh Achlami mengutip Abdul Mujib,


menyimpulkan bahwa hidup manusia harus menopang
pada prinsip kehidupan spiritual yang mengutamakan
ketauhidan, kemaslahatan, keadilan, kesatuan, tolong
menolong, kesamaan, keseimbangan, kebijaksanaan,
musyawarah dan kesepakatan, kemerdekaan amar ma‟ruf
nahi mungkar.30

Setiap detik kehidupan manusia sesuai dengan


perintah Tuhan adalah ibadah, mengabdi kepada Tuhan.
Setiap aktivitas manusia harus dilandasi dengan
mengingat Allah atau dalam bahasa arab disebut dengan
dzikrullah, dan pengawasan Allah meliputi segala
perbuatan makhluk-Nya atau muraqabatullah.

Ustaz Asy-Syaikh berkata, “Zikir adalah rukun yang


sangat kuat dalam perjalanan menuju Al-Haqq, bahkan
keberadaannya merupakan tiang. Tidak akan sampai
seseorang menuju Allah kecuali dengan melanggengkan
zikir.”31

Allah telah menegaskan dalam Al-Qur‟an Surah


Adz-Dzariyat : 56, yaitu:

      

30
Ida Munfarida, Nilai-Nilai Tasawuf dan Relevansinya Bagi
Pengembangan Etika Lingkungan Hidup, Tesis Universitas Islam Negeri
(UIN) Raden Intan Lampung. hlm. 64-65.
31
Al-Qusyairi An-Naisaburi, Risalah Qusyairiyah, Terj. Umar Faruq,
(Jakarta: Pustaka Amani, Cet II, 2007), hlm. 318.
24

Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia


melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S
Adz-Dzariyat : 56)

Ayat tersebut menjelaskan tentang anjuran kepada


makhluk untuk beribadah kepada Allah dan menjauhi
larangan-Nya. Di samping itu akan lebih mulia jika dalam
setiap keadaan apapun selalu mengingat Allah atau
dzikrullah, seperti perintah Allah dalam Al-Qur‟an Surah
Al-Ahzab : 41, sebagai berikut:

       

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,


berdzikirlah (dengan menyebut nama Allah), zikir yang
sebanyak-banyaknya”. (Q.S Al-Ahzab: 41).32

Kemudian Al-Muraqabah yaitu menjaga atau merasa


dirinya selalu diawasi sehingga membentuk sikap yang
selalu awas pada hukum-hukum Allah. 33

Dr. H. Imam Kanafi, Mengutip Abdul Aziz Ad-


Durainy dalam kitabnya “Thoharatul Qulub”
menyebutkan bahwa muraqabah adalah: “Tahu bahwa

32
Ida Munfarida, Nilai-Nilai Tasawuf dan Relevansinya Bagi
Pengembangan Etika Lingkungan Hidup, hlm. 66-67.
33
Al-Qusyairi An-Naisaburi, Risalah Qusyairiyah, hlm.268.
25

sesungguhnya Allah mendengar, mengetahui dan


melihat.”34

Maka demikian, dari pendapat di atas dapat


disimpulkan bahwa muraqabah ialah hamba tahu bahwa
Allah selalu mengawasi perbuatannya.

Sehingga orang yang sudah ber-muraqabah dengan


Allah dalam hatinya maka dirinya akan terhindar dari
berbuat dosa secara sadar. Berbeda dengan orang
munafik, ia takut diawasi orang lain, jadi kalau tidak
dilihat orang ia berani berbuat dosa.35

b. Nilai insaniyah (kemanusiaan)

Sembodo menjelaskan nilai insaniyah atau habl min


al-Naas yang dikutip oleh Achlami adalah nilai hidup
yang tumbuh dan berkembang dalam dan dari peradaban
manusia. Achlami melanjutkan mengutip Chabib Toha
mengatakan bahwa nilai insaniyah diciptakan oleh
manusia atas kriteria yang diciptakan oleh manusia pula.

Dengan demikian, relevan dengan apa yang


dijelaskan oleh Himyari, bahwa nilai berkolerasi dengan
kehidupan manusia karena nilai tampil sesuai dengan
paham yang dianut oleh aliran-aliran yang bersangkutan

34
Imam Kanafi, Ilmu Tasawuf; Penguat Mental-Spritual dan Akhlaq,
(Jawa Tengah: PT NEM-Anggota IKAPI, Cet I, 2020), hlm. 269.
35 Badruddin, Akhlak Tasawuf, (Serang: IAIB Press, Cet II, 2015),
hlm. 122.
26

sebagai dasar dan penilaian terhadap suatu perbuatan atau


peristiwa atau bisa juga barang.

Rasulullah saw. bersabda :

ُ ‫َمثَ ُﻞ ْاْلَ َخ َويْ ِن َوَمثَ ُﻞ اﻟْيَ َديْ ِن تَ ْغ ِس ُﻞ إِ ْح َد‬


‫اُهَا اْلُ ْخَرى‬

Artinya : “Dua orang yang bersaudara itu, adalah


seumpama dua tangan, yang satu membasuh yang lain.”

Sesungguhnya Nabi Saw menyerupakan dua orang


bersaudara itu, dengan dua tangan. Tidak dengan tangan
dan kaki. Karena keduanya itu, tolong menolong pada
sesuatu maksud. 36

Senada dengan hal tersebut, Achlami mengatakan


tasawuf mengedepankan keseimbangan atau harmonisasi
antara kesalihan individu dan kesalihan sosial. Dengan
lebih substansi Achlami menegaskan bahwa tasawuf
menyeimbangkan antara hakikat dan syari‟at, kehidupan
dunia dan kehidupan akhirat, asyik-mansyuk bersama
Allah dan tangung jawab sosial. Sepaham dengan hal
tersebut Amin juga menjelaskan bahwa ma‟rifatu al-Naas
(mengenal sesama manusia) termasuk sebuah keharusan,
dalam konteks sosial manusia diwajibkan mengusahakan
dan menciptakan keseimbangan antara kebahagiaan hidup
di akhirat dan kebahagiaan hidup di dunia, antara

36
Imam Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumuddin Jilid 2, Terj. Ismail Yakub,
(Singapura: Pustaka Nasional, Cet Ke-II, 1992), hlm. 296.
27

keseimbangan perbuatan baik bagi dirinya sendiri dan


perbuatan baik untuk orang lain. 37

Hal tersebut berkaitan dengan beberapa ajaran


tasawuf yang meliputi:

1) Kemurahan hati (Al-Jûd)

Al-Jûd dijelaskan Achlami mengutip Asywadi


merupakan sikap tidak merasa berat untuk
mengeluarkan apa yang dimilikinya untuk membantu
orang lain, atau bermurah hati. Hal tersebut
merupakan bentuk kepedulian kepada sesama
disamping itu menurut Achlami hal tersebut juga
dapat menumbuhkan kesadaran diri bahwa apa yang
dimilikinya pada hakikatnya adalah milik Allah yang
merupakan titipan. 38

Orang yang memberikan sesuatu kepada


sebagian manusia dan menyisakan sebagian, maka dia
adalah seorang yang murah hati. Orang yang
memberikan sebagian besar miliknya dan menyisakan
sedikit untuk dirinya, maka dia adalah orang yang
dermawan. Orang yang siap menahan panas
penderitaan demi untuk mengutamakan orang lain

37
Ida Munfarida, Nilai-Nilai Tasawuf dan Relevansinya Bagi
Pengembangan Etika Lingkungan Hidup, hlm. 67-68.
38
Ida Munfarida, Nilai-Nilai Tasawuf dan Relevansinya Bagi
Pengembangan Etika Lingkungan Hidup, hlm.68-69.
28

dengan penganugerahan total, maka dia adalah orang


yang memiliki keutamaan. 39

2) Kasih sayang (Al-Rahim)

Kasih sayang adalah perasaan halus dan belas


kasihan dalam hati, dan sifat ini mampu membuat
seseorang merasa iba dan mudah memberi maaf dan
berlaku baik.

Sa‟adudin menjelaskan bahwa wujud dari kasih


sayang itu antara lain memaafkan orang yang
bersalah, membantu yang tertindas, memberi makan
kepada yang lapar, memberi pakaian kepada yang
membutuhkan dan juga mengobati kepada yang
terluka serta menengok yang susah. 40

Abu Idris Al-Khaulani berkata kepada Mu‟az:


“Sesungguhnya aku mencintai engkau pada jalan
Allah.” Maka menjawab Mu‟az: “Gembiralah kamu
kiranya! Maka sesungguhnya aku mendengar
Rasulullah saw. Bersabda: “Akan diletakkan untuk
segolongan manusia, beberapa kursi dikeliling „Arasy
pada hari qiamat, dimana wajah mereka itu seperti
bulan pada malam purnama raya, dimana manusia
lain gentar dan mereka tidak gentar dan manusia lain

39
Al-Qusyairi An-Naisaburi, Risalah Qusyairiyah, hlm. 361-362.
40
Ida Munfarida, Nilai-Nilai Tasawuf dan Relevansinya Bagi
Pengembangan Etika Lingkungan Hidup, hlm. 70-71.
29

takut dan mereka tidak takut. Mereka itu ialah wali-


wali Allah, yang tak ada pada mereka ketakutan dan
kegundahan”.”

Lalu orang menanyakan: “Siapakah mereka itu


wahai Rasulullah?”

Nabi saw menjawab: “Mereka itu ialah orang-


orang yang berkasih-kasihan pada jalan Allah
Ta‟ala.”41

Maka dari riwayat di atas dapat memberi


penjelasan bahwa saling berkasih sayang di jalan
Allah atau karena hanya untuk mendapat ridho Allah
akan diberi jaminan kebahagiaan di Surga-Nya.

3) Perdamaian (Al-Ishlah)

Al-Ishlah atau al-Sulh berarti damai atau


perdamaian, yaitu menunjukkan adanya harmonisasi,
ketenangan dan ketentraman hidup. Ayat Al-Qur‟an
yang menjelaskan tentang perdamaian ialah sebagai
berikut:

         ….

  

41
Imam Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumuddin Jilid 2, hlm. 250.
30

Artinya: …oleh sebab itu bertakwalah kepada


Allah dan perbaikilah perhubungan diantara
sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya
jika kamu adalah orang-orang yang beriman.”(Q.S
Al-Anfal : 01)

         

 

Artinya: “Orang-orang beriman itu sesunguhnya


bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
(Q.S Al-Hujurat:10)42

Perdamain harus dapat dipahami sebagai bentuk


hukum universal , tidak memandang golongan, suku,
agama dan bangsa tertentu saja. seperti yang
diungkapkan Amin Syukur ketika melihat
kemajemukan saat ini, sesungguhnya tasawuf yang
memiliki lahan untuk berkiprah di dalamnya.

Dalam menyikapi kemajemukan sebagai potensi


perpecahan, tasawuf seperti dijelaskan oleh Amin
memahami hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan
(tauhid al-ilah atau wahdat al-adyan) yang bernenek

42
Ida Munfarida, Nilai-Nilai Tasawuf dan Relevansinya Bagi
Pengembangan Etika Lingkungan Hidup, hlm.71-72.
31

moyang Nabi Adam a.s (tauhid al-umah). Dari sinilah


manusia akan bertemu pada satu titik (common
platform), dalam Al-Qur‟an disebut dengan kalimatun
sawa, seperti dalam ayat ini:

……         

Artinya: “Katakanlah: Hai ahli kitab, marilah


(berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang
tidak ada perselisihan antara kami dan kamu…” (Q.S
Ali Imran: 64)43

Dalam tasawufnya sendiri, dalam memandang


perbedaan, pandangan sufistik bergerak dari tataran
epistemologis menuju tataran eksistensial. Watak
sufistik sangat terbuka terhadap wujud dan menerima
segala perbedaan.44

Konstruksi nalar sufistik akan berkontribusi


dalam mengatasi hambatan atau keterbatasan
hubungan yang disebabkan perbedaan keyakinan,
agama, aliran dalam internal umat beragama, budaya,
adat istiadat, kedaerahan, dan perbedaan lain yang
melekat pada individu. Nalar sufistik patut dijadikan

43
Ida Munfarida, Nilai-Nilai Tasawuf dan Relevansinya Bagi
Pengembangan Etika Lingkungan Hidup, hlm. 72-73.
44
Sauqi Futaqi, Nalar Sufistik Islam Nusantara dalam Membangun
Perdamaian, Jurnal: Studi Keagamaan, Pendidikan dan Humaniora,
Universiatas Islam Darul Ulum Lamongan, Vol. 05, No. 02 Oktober 2018,
hlm. 13.
32

sebagai model atau tipe ideal dalam membangun


peradaban dan perdamaian.45

4) Tolong menolong (Al-Ta‟awun)

Salah satu bentuk Ihsan kepada sesama manusia


adalah al-Ta‟awun atau tolong menolong, karena
pada kudrotnya manusia tidak dapat hidup sendiri
tanpa bantuan orang lain. Dalam hal ini tolong
menolong yang dimaksud ialah dalam hal kebaikan.
Seperti juga yang dijelaskan oleh Achlami bahwa
salah satu akhlak terpuji adalah tolong menolong
dalam hal kebaikan dan taqwa. Allah Swt telah
berfirman: 46

          

       

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam


(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesunguhnya Alah amat berat siksa-Nya.” (Q.S Al-
Maidah: 2)

45
Sauqi Futaqi, Nalar Sufistik Islam Nusantara dalam Membangun
Perdamaian, hlm. 13.
46
Ida Munfarida, Nilai-Nilai Tasawuf dan Relevansinya Bagi
Pengembangan Etika Lingkungan Hidup, hlm.73.
33

Ayat diatas menjelaskan bahwa pembenaran atas


kata ta‟awun bersyarat kebenaran dan semata-mata
demi ketakwaan kepada Allah. Achlami dalam hal ini
menegaskan bahwa pemberian pertolongan kepada
perbuatan dosa dan permusuhan sama nilainya
dengan perbuatan dosa dan permusuhan.47

Sesuai dengan point penjelasan di atas, bentuk


lain tolong-menolong yang disebutkan dalam Al-
Qur‟an adalah menolong mendamaikan orang yang
sedang berselisih, hal ini terdapat dalam Q.S Al-
Hujurat: 9-10:

        

        

          

       

        

Artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka


yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya, tapi kalau yang satu
melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah
yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai
surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah

47
Ida Munfarida, Nilai-Nilai Tasawuf dan Relevansinya Bagi
Pengembangan Etika Lingkungan Hidup, hlm. 73-74.
34

surut, damaikanlah antara keduanya menurut


keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil;
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
berlaku adil(9). Orang-orang beriman itu
sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu
dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat
rahmat(10).” Q.S Al-Hujurat:9-10.

Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat di atas adalah


perintah Allah agar mendamaikan antara dua
48
kelompok yang bertikai.

c. Nilai „Alamiyyah (alam)

Tasawuf dalam ajarannya tidak hanya menekankan


ihsan kepada Tuhan dan manusia saja, tetapi juga kepada
seluruh realitas kesemestaan yang merupakan ciptaan
Tuhan. Nilai „alamiyyah atau ihsan kepada alam
merupakan kesadaran pengetahuan suci. Mulyadhi
menjelaskan bahwa dalam tasawuf alam dipandang
sebagai tanda-tanda Tuhan yang merupakan petunjuk
untuk mengenal-Nya. Jika demikian maka ajaran tasawuf
untuk berperilaku baik terhadap alam dan makhluk di
dalamnya memiliki nilai keTuhanan yang luar biasa,

48
Rahmatul Hijrati, Konsep Ta‟awun Menurut Al-Qur‟an dan
Pengembangannya dalam Konseling Islam, Skripsi, UIN Al-Raniry
Darussalam Banda Aceh, hlm. 52-53.
35

karena alam semesta merupakan percerminan


kesempurnaan Tuhan.49

Amin juga menjelaskan bahwa dalam mengenal alam


(ma‟rifatu al-kaun), hubungan manusia dengan alam
bukan seperti penakluk dan yang ditaklukkan. Manusia
mengelola alam bukan karena kekuatan yang ia miliki,
tetapi akibat dari anugerah Tuhan. Sehingga demikian
berlaku hukum yang terdapat dalam sunnatullah,
diantaranya perintah Tuhan agar manusia meneliti alam,
untuk kemudian mengenali alam dengan sebaik-baiknya.
Seperti dalam ayat berikut:

         

 

Artinya: “Sesunguhnya dalam penciptaan langit dan


bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (Q.S Ali
Imran: 190)

Seseorang yang berperilaku baik terhadap hewan,


tumbuhan dan seluruh alam sesungguhnya telah beramal
shaleh. Hal tersebut senada dengan penjelasan
Abdurrahman, bahwa Allah Swt akan melimpahkan
pahala yang lebih baik dari perilaku memelihara alam,

49
Ida Munfarida, Nilai-Nilai Tasawuf dan Relevansinya Bagi
Pengembangan Etika Lingkungan Hidup, hlm. 74.
36

maka keniscayaan bagi mereka untuk selalu melakukan


kebaikan tersebut sebagai sebuah amal shaleh. Seperti
dalam Q.S An-Nahl: 97

          

        

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh,


baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan
kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”( Q.S
An-Nahl: 97)

Ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki dan


perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan
bahwa amal saleh harus disertai iman. 50

3. Pokok Ajaran Tasawuf

Subhan Murtado menjelaskan bahwasanya menurut


Simuh dalam bukunya Sufisme Jawa, pokok-pokok dalam
ajaran tasawuf untuk mencapai ma‟rifah kepada Allah SWT
ialah sebagai berikut:

50
Ida Munfarida, Nilai-Nilai Tasawuf dan Relevansinya Bagi
Pengembangan Etika Lingkungan Hidup, hlm. 75.
37

a. Distansi

Dalam tasawuf, distansi dimaksudkan untuk membina


sikap eskapisme agar dapat mencapai suasana hati yang
suci, bebas dari ikatan selain Allah, hal berikut termasuk
syarat mutlak untuk mencapai ma‟rifah, dan merupakan
sumbangan yang efektif untuk menciptakan kehidupan
masyarakat yang bertanggung jawab dan jujur. 51

b. Konsentrasi

Konsentrasi dalam artian khusyu‟ berdzikir kepada


Allah SWT. Konsentrasi disini dijadikan sebagai sarana
meniadakan kepada selain Allah yaitu mengalihkan alam
materi kepusat kesadaran dunia kewajiban yang disebut
dengan iluminasi. Konsentrasi dalam tasawuf adalah
aspek praktis sehingga setiap orang dapat melakukan
dzikir .

c. Iluminasi atau Kasyf

Kasyf dapat diartikan terbuka, yakni terbuka tabir


pemisah antara hamba dengan Tuhan. Dengan Kasyf
berarti Allah telah membukakan bagi seseorang untuk
dapat melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. 52

51
Subhan Murtado, Implementasi Nilai-Nilai Tasawuf di Pondok
Pesantren dalam Upaya Menghadapi Era Globalisasi, Skripsi, UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang, hlm. 35.
52
Arni Daily, Membedah Konsep Kasyf dalam Dunia Sufistik, Jurnal:
Ilmiah Ilmu Ushuludin, Vol. 5, No 2 Juli-Desember 2006, hlm. 170.
38

Al-Ghazali menjelaskan, ketika konsentrasi dzikir


berhasil maka akan mengalami fana terhadap kesadaran
indrawi dari mulai kasyaf kepada penghayatan alam ghaib
lalu memuncak menjadi ma‟rifah. Maka dari kasyf ini para
kaum sufi akan mendapat ilmu laduni dan bisa melihat
malaikat, ruh para Nabi, bahkan dapat melihat nasib di
Lauh al-Mahfuzh, kemudian dapat bersatu dengan
Tuhan.53

d. Insan kamil

Insan kamil adalah orang-orang yang kehidupannya


memancarkan Nur Muhammad serta memiliki berbagai
karomah.

Ajaran tasawuf murni untuk menjadi insan kamil


dalam arti menjadi waliyullah. Waliyullah adalah orang
yang dapat mencapai penghayatan ma‟rifah, dan setiap
saat dapat berdialog langsung dengan Tuhan, karena telah
menjadi kekasihnya. 54

4. Fungsi Tasawuf

Dalam kehidupan masyarakat tasawuf mempunyai fungsi


yang dapat mempengaruhi kehidupan ruhani seseorang dan
mampu untuk dijadikan sebagai motivasi diri serta inspirasi

53
Subhan Murtado, Implementasi Nilai-Nilai Tasawuf di Pondok
Pesantren dalam Upaya Menghadapi Era Globalisasi, hlm. 36.
54
Subhan Murtado, Implementasi Nilai-Nilai tasawuf di Pondok
Pesantren dalam Upaya Menghadapi Era Globalisasi, hlm. 37.
39

bagi masyarakat, dalam hal ini fungsi tasawuf sangat penting


untuk diuraikan, yaitu sebagai berikut:

a. Untuk memperkuat pondasi akhlak dari pengaruh-


pengaruh luar seperti keduniawian, karena pengaruh
tersebut dapat menyebabkan manusia „terperosok‟ ke
dalam lembah kehinaan akhlak. 55
b. Untuk membina sikap zuhud untuk mengontrol dan
mengendalikan diri sekaligus hati dari kecendrungan
sikap serakah dan nafsu duniawi yang tanpa batas.
c. Untuk membentengi diri dari segala macam penyakit
hati, yang berupa keinginan untuk menguasai segala
aspek keduniaan. Dengan tidak melampaui batas
kewajaran apalagi sampai berlebihan atau berfoya-
foya.
d. Untuk membangun sikap aktif dan positif dengan
nilai-nilai ruhaniah yang baru, dan mengajarkan
kepada masyarakat untuk selalu menumbuhkan
perkembangan masa depan bermasyarakat, menjaga
hubungan secara individu dengan masyarakat (habl
min al-naas). Hal tersebut akan membangun dan
tercipta masyarakat yang saling mengasihi dan
sejahtera.56

55
Muhammad Basyrul Muvid, Tasawuf Sebagai Revolusi Spiritual
diabad Global, (Malang: Literasi Nusantara, Oktober 2019), hlm. 19.
56
Muhammad Basyrul Muvid, Tasawuf Sebagai Revolusi Spiritual
Diabad Global, hlm. 19-21.
40

e. Memberikan semangat kepada seluruh struktur Islam,


baik dalam perwujudan sosial maupun intelektual.
Dalam hal ini dapat dipahami bahwa tasawuf
berfungsi menentukan sikap ruhaniah manusia dan
mengangkatnya dari derajat yang paling rendah dan
hina.
f. Pengendalian hawa nafsu, menghapus keserakahan,
melawan dari sesuatu yang bersifat materi,
melepaskan diri dari ketakutan terhadap hari esok
(cemas akan takdir) dan menyerahkan diri hanya
kepada Allah SWT.
g. Melatih manusia untuk menjadi pribadi yang ikhlas
dalam beribadah, rendah hati, serta damai dalam
perbuatan. Karena tasawuf tidak hanya berfungsi
secara mistik, berfungsi juga untuk menghantarkan
manusia berkepribadian shalih dan beramal shalih.
h. Tasawuf sebagai terapi krisis spiritual. Tasawuf
merupakan moralitas yang berlandaskan adab. Maka
dari itu melalui moralitas yang diajarkan dalam
tasawuf akan menghantarkan dirinya menjadi
manusia yang dihiasi dengan akhlak al- karimah.
i. Meningkatkan rasa ketaatan dan ketundukan kepada
Allah swt.57
j. Mengatur dan menata kehidupan manusia modern
menjadi lebih baik. Tasawuf membantu kita hidup

57
Muhammad Basyrul Muvid, Tasawuf Sebagai Revolusi Spiritual
diabad Global, hlm.21-23.
41

secara kreatif, anggun, damai, dan bahkan gembira


dengan kenyataan-kenyataan yang tidak mudah
dijelaskan dan masalah-masalah yang tidak bisa
dipecahkan seperti kematian, penderitaan, kesedihan,
keputusasaan, serta kemarahan pada ketidakadilan
dan kekejaman kehidupan.

Dari beberapa fungsi tasawuf di atas dapat dipahami


bahwa tasawuf mempunyai konsep yang jelas dan dapat
dikaji atau bisa dijadikan sebagai referensi baik dari segi
tasawufnya saja maupun dari segi pendidikannya. Hal
tersebut akan menambah wawasan yang mendalam bagi para
pelajar serta masyarakat .58

B. Tradisi Sarwah
1. Definisi Tradisi Sarwah
a) Tradisi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)


tradisi memiliki dua pengertian, pertama ialah adat
kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang masih
dijalankan dalam masyarakat, sementara kedua ialah
penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada
merupakan yang paling baik dan benar. 59

58
Muhammad Basyrul Muvid, Tasawuf Sebagai Revolusi Spiritual
diabad Global, hlm. 23-25.
59
https://kbbi.web.id/tradisi. Diakses pada 16 Desember 2020.
42

Dalam kamus antropologi tradisi merupakan


kebiasaan yang memiliki sifat magis religius dari
kehidupan penduduk asli meliputi nilai-nilai dari pada
budaya, norma-norma, hukum, dan aturan-aturan yang
saling berkaitan dan menjadi suatu sistem budaya untuk
mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam
kehidupan sosial. 60

Tradisi berasal dari bahasa Inggris tradition,


menurut Cambridge Dictionary mendefinisikan tradisi
yaitu “ a way of behaving or a belief that has been
established for a long time, or the practice of following
behaviour and beliefs that have been so established.”

Sementara menurut Marriam Webster Dictionary,


kata “tradition” memiliki banyak arti salah satunya ialah
“The handing down of information, beliefs, and custom
by word of mouth or by example from one generation to
another without written instruction.”

Pengertian di atas menjelaskan bahwa tradisi ini


kurang lebih mengacu kepada sebuah kepercayaan,
pemikiran, paham, sikap, kebiasaan, cara atau metode,
atau praktik individual maupun sosial yang sudah
berlangsung lama di masyarakat dan diwariskan secara
turun-temurun oleh nenek moyang dari generasi ke
generasi. Tradisi sering berkaitan dengan nilai-nilai
60
Ariyono dan Aminudin Siregar, Kamus Antropologi, (Jakarta:
Akademia Pressindo, 1985), hlm. 459.
43

keagamaan dan kepercayaan sakral (seperti ritual)


maupun non-keagamaan yang bersifat profane (misalnya
ucapan salam dan terimakasih, jamuan makan pada
tamu, cara memasak, dan seterusnya). 61

b) Sarwah

Sarwah ialah tradisi atau budaya keagamaan dalam


masyarakat Madura dan masih dilaksanakan sampai
sekarang. Secara substansial, sarwah hampir sama
dengan tahlil dalam bacaan-bacaannya, bedanya hanya
dalam jumlah hitungannya. Jika tahlil sesuai dengan
banyaknya bacaan imam, sedangkan dalam sarwah
memiliki jumlah tertentu. Misalnya bacaan la ilaha illa
Allah, jumlah bacaan ini adalah 70.000 kali (tujuh puluh
ribu). Jumlah tersebut dibagi jumlah orang yang hadir
mengikuti acara dimaksud. Misalnya jumlah orang yang
hadir 70 orang, maka kalimat la ilaha illa Allah tersebut
dibaca 10 kali putaran tasbih, sekali putaran tasbih
berjumlah 100 sehingga jumlahnya menjadi 70.000.
Perbedaan lain antara sarwah dan tahlil, jika tahlil
diawali dengan membaca surat al-Ikhlas sebanyak 3 kali,
al-„Alaq dan al-Nas dan al-Fatihah masing-masing satu
kali, kemudian dilanjutkan dengan awal surat al-
Baqarah, maka sarwah diawali dengan pembacaan

61
Sumanto Al Qutuby & Izak Y. M. Lattu, Tradisi dan Kebudayaan
Nusantara, (Semarang: elsA Press, Cet I 2019), hlm. ix-x.
44

khotbah, dari khotbah tersebut terdapat bacaan istighfar


dan shalawat, serta kalimat la ilaha illa Allah. 62

Budaya sarwah adalah suatu budaya yang


kegiatannya membaca Al-Qur‟an dan membaca shalawat
nabi yang mana bacaan tersebut dikhususkan pada
keluarga dan sesepuh yang sudah meninggal. Sebagai
hadiah untuk orang yang telah meninggal. 63

Ibnu Qayyim berkata, berkaitan dengan amal yang


paling baik yang dihadiahkan kepada orang yang telah
meninggal dunia, ada yang mengatakan yaitu sesuatu
yang paling bermanfaat bagi orang yang sudah
meninggal seperti memerdekakannya (jika seorang
budak). Sedekah lebih utama dari puasa. Sedekah yang
paling dibutuhkan oleh orang yang menerima sedekah
dan yang manfaatnya dapat dirasakan terus menerus. 64

Dalam sebuah hadits dari Sa‟ad bin


„Ubadah radhiallahu‟anhu, ia berkata:

ِ ِ‫ول ه‬
‫ت‬
ُ ‫ال اﻟنيب ملسو هيلع هللا ىلص نَ َع ْم قُ ْﻠ‬
َ َ‫هق َعْن َها ق‬
ُ ‫صد‬ َ َ‫ت أَفَﺄَت‬ ْ َ‫اَّلل إِ هن أ ُّمي َمات‬ َ ‫ََي َر ُس‬
‫ال َس ْق ُي اﻟْ َم ِاء‬َ َ‫ض ُﻞ ق‬ ِ ‫َي اﻟ ه‬
َ ‫ص َدقَة أَْف‬ ُّ ‫فَﺄ‬

62
Nor Hasan, Melacak Peran Elit NU dalam Pertemuan Islam dan
Tradisi Lokal di Pamekasan, hlm. 214.
63
K.H. Abu Tamam, Wawancara, Bilapora Barat Ganding 29
September 2021.
64
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, hlm. 443-444.
45

Artinya: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibu saya


telah meninggal. Bolehkah saya bersedekah atas nama
beliau?”. Nabi saw menjawab: “Boleh”. Sa‟ad bertanya
lagi: “Sedekah apa yang paling utama, wahai
Rasulullah?”. Nabi saw menjawab: “Sedekah berupa air
minum.” (HR. An Nasa‟i no.3666, dihasankan Albani
dalam Shahih An Nasa‟i). 65

Sedekah dengan mengalirkan air merupakan


sedekah yang paling utama jika berada pada tempat yang
kekurangan air dan banyak orang yang kehausan. Jika
tempat tersebut tidak kekurangan air, maka yang paling
baik adalah mengalirkan air ke sungai atau memakai
saluran air. Sedekah semacam ini nilainya tidak lebih
baik dibanding dengan memberi makan kepada orang
yang amat meriwayatkan membutuhkan. Berdoa dan
meminta ampun kepada Allah SWT atas kesalahan yang
pernah dilakukan orang yang sudah meninggal dunia
bisa lebih utama jika dilakukan dengan keikhlasan dan
kerendahan hati kepada Allah SWT dari pada sedekah.
Seperti sholat jenazah, dan berdoa (agar dosanya
diampuni) setelah dimakamkan.

Secara umum dapat dikatakan, hadiah yang paling


utama yang diberikan kepada orang yang sudah

65
https://muslimah.or.id/13049-keutamaan-sedekah-berupa-air-
minum.html. Diakses pada 16 Juli 2022.
46

meninggal dunia adalah memerdekakan budak, sedekah,


memintakan ampun kepada Allah swt, mendoakan dan
berhaji untuknya. 66

Roh orang yang sudah meninggal dapat mengambil


manfaat dari usaha orang yang masih hidup, dengan dua
hal yang sudah disepakati ahlus-Sunnah dan Fuqaha‟,
ahli hadist dan tafsir, yaitu:

1. Sesuatu yang menyebabkan orang yang sudah


meninggal dapat mendapatkan manfaat itu
ketika dia masih hidup.
2. Doa orang-orang muslim bagi dirinya,
permohonan ampun yang mereka lakukan
baginya, shadaqah dan haji, tapi ada perbedaan
pendapat, apakah yang sampai kepadanya itu
pahala infaq atau pahala amal? Menurut Jumhur,
yang sampai kepadanya adalah pahala amal saja.
Tapi menurut sebagian madzhab Hanafi, yang
sampai kepadanya adalah pahala infaq.

Mereka saling berbeda pendapat tentang ibadah


fisik, seperti sholat, puasa, membaca Al-Qur‟an dan
dzikir. Menurut madzhab Al-Imam Ahmad dan Jumhur
salaf, hal itu sampai kepadanya, yang juga merupakan
pendapat sebagian rekan Abu Hanifah. Al-Imam Ahmad
menetapkan hal ini seperti yang disebutkan dalam

66
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, hlm. 444.
47

riwayat Muhammad bin Yahya Al-Kahhal, dia berkata,


“Abu Abdullah pernah ditanya; Seseorang melakukan
suatu kebaikan, berupa sholat atau shadaqah atau
lainnya. Lalu dia membagi separohnya untuk ayah atau
ibunya. Bagaimana hal ini?” Dia menjawab, “Aku juga
berharap seperti itu.” Atau dia berkata, “Shadaqah atau
apapun bisa sampai kepada orang yang telah
meninggal.” Dia juga pernah berkata, “Bacalah ayat
Kursi tiga kali, lalu bacalah Qul huwallahu ahad, lalu
ucapkanlah, „Ya Allah sesungguhnya keutamaannya
bagi ahli kubur‟.”67

Sedangkan yang masyhur dari madzhab Syafi‟i dan


Malik, hal itu tidak sampai kepada orang yang telah
meninggal.

Dalil tentang manfaat yang bisa diambil orang yang


sudah meninggal karena sebab tertentu semasa ia masih
hidup (menurut golongan orang-orang menganggap
pahala amal yang masih hidup sampai kepada orang
yang sudah meninggal) ialah riwayat Muslim di dalam
Shahih-nya, dari hadist Abu Hurairah bahwa Rasulullah
Saw bersabda:

67
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Roh (Judul Asli: Ar-Ruh li ibnil-
Qayyim), Terj. Kathur Suhardi, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, Cet I,
1999 ), hlm. 206.
48

‫ أو‬،‫ص َدقٍَة َجا ِريٍَة‬ ٍ ِ


َ :‫ابن آدم انْ َقطَ َع َعْنوُ َع َمﻠُوُ إِهْل م ْن ثَََلث‬ ُ ‫ات‬ َ ‫إِذَا َم‬
(‫ ) َرَواهُ ُم ْسﻠِم‬.ُ‫صاﻟِ ٍح يَ ْد ُعو ﻟَو‬ ٍ ِِ ِ
َ ‫ أ َْو َوﻟَد‬،‫ع ْﻠ ٍم يُْن تَ َف ُع بو‬
Artinya: “Apabila anak adam mati, maka
terputuslah segala amalnya, kecuali tiga perkara:
Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak
shalih yang mendoakan dia.”

Pengecualian terhadap tiga perkara yang berasal dari


amalnya ini menunjukkan bahwa hal-hal itu sampai
kepadanya dan menjadi sebab sampainya manfaat
kepadanya.68

Orang yang sudah meninggal dunia juga bisa


mendapatkan manfaat dari selain sebab-sebab yang
berasal dari dirinya, yang dalil-dalilnya disebutkan di
dalam Al-Qur‟an, As-Sunnah, ijma‟ dan kaidah syari‟at.

Dalil Al-Qur‟an seperti firman Allah:

        

         

    

68
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Roh (Judul Asli: Ar-Ruh li ibnil-
Qayyim), hlm. 207.
49

Artinya: “Dan orang-orang yang datang sesudah


mereka (Muhajirin dan Anshar), berdoa, „Ya Allah, beri
ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau
biarkan kedengkian di dalam hati kami terhadap orang-
orang yang beriman‟.” (Al-Hasyr :10).

Allah memuji mereka karena ampunan yang mereka


mohonkan bagi orang-orang mukmin sebelum mereka.
Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang sudah
meninggal itu dapat mendapatkan manfaat dari ampunan
yang dimohonkan orang-orang yang hidup. 69

Orang yang sudah meninggal masih bisa menerima


kemanfaatan atas bacaan Al-Qur‟an dari seseorang yang
berdoa kepada Allah SWT agar pahalanya sampai bagi si
mayit semisal ia berdoa:

‫ بِِﺈﺫْﻥِ ﺍﻟﻠَّوِ تَعَاﻟَﻰ‬،‫ﺏ مَا َقرَﺃْتُوُ ِﺇﻟَﻰ فَُلَﻥ‬


َ ‫ﺍﻟﻠَّ ُهمَّ ﺃَﻭْصِﻞْ ثَوَﺍ‬

Artinya: “Ya Allah, sampaikanlah pahala bacaanku


kepada almarhum si fulan, dengan izin-Mu yaa Allah.”

Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah berpendapat:

‫ﻭﺃما ﺍستدْلﻟﻜم بقوﻟو صﻠﻰ ﺍﻟﻠو عﻠيو ﻭسﻠم ” ﺇﺫﺍ ماﺕ ﺍﻟعﺒد ﺍنقطع‬
‫ فﺈنو صﻠﻰ ﺍﻟﻠو عﻠيو ﻭسﻠم ﻟم يقﻞ ﺍنقطع‬،‫ فاستدْلﻝ ساقﻂ‬، ” ‫عمﻠو‬

69
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Roh (Judul Asli: Ar-Ruh li ibnil-
Qayyim), hlm. 209.
50

‫ ﻭﺃما عمﻞ ﻏيره فهو ﻟعامﻠو‬،‫ ﻭﺇنما ﺃخﺒر عن ﺍنقطاﻉ عمﻠو‬،‫ﺍنتفاعو‬


،‫ ْل ثوﺍﺏ عمﻠو ىو‬،‫فﺈﻥ ﻭىﺒو ﻟو ﻭصﻞ ﺇﻟيو ثوﺍﺏ عمﻞ ﺍﻟعامﻞ‬
.‫فاﻟمنقطع ﺷيﺀ ﻭﺍﻟوﺍصﻞ ﺇﻟيو ﺷيﺀ ﺁخر‬

Artinya: “Adapun dugaan kalian tentang hadits


Nabi Saw (yang berbunyi), „ketika seorang hamba
meninggal maka amalannya akan terputus‟ adalah
dugaan yang keliru. Karena sesungguhnya Rasulullah
Saw tidak berkata terputus kemanfaatan amalnya,
melainkan rasul hanya berkata terputus amalnya.
Adapun amal orang lain maka amal itu untuk ia yang
beramal, apabila dikirimkan bagi orang meninggal,
maka akan sampai pahalanya. Amalnya yang terputus
merupakan suatu urusan, dan amal yang sampai
kepadanya merupakan urusan lain.” 70

Dengan demikian, dapat diberi kesimpulan bahwa


orang yang telah meninggal dapat mengambil
kemanfaatan amal dari orang-orang yang masih hidup
yang mendoakannya. Seperti doa atau amalan tradisi
sarwah yang dikhususkan kepada orang yang telah
meninggal.

Budaya sarwah juga ada di desa Andungsari. Di


desa tersebut budaya sarwah dilaksanakan satu minggu

70
https://stthagiasophia.sch.id/makna-hadits-idza-mata-ibnu-adam/.
Diakses pada 20 Juni 2022.
51

sekali setiap malam senin ba‟da maghrib di rumah


penduduk setempat, uniknya kegiatan tersebut dilakukan
dengan cara bergantian tempat (moving place) secara
bergiliran setiap satu minggu sekali.

Budaya sarwah tersebut dilaksanakan oleh semua


masyarakat yang ada di desa tersebut, perwakilan satu
orang dari masing-masing rumah.

Budaya sarwah tersebut sangatlah berkaitan dengan


Islam nusantara, karena budaya sarwah tersebut
mengandung nilai-nilai religious di dalamnya, yaitu
membaca Al-Qur‟an dan shalawat Nabi, yang mana Al-
Qur‟an merupakan dasar hukum yang digunakan Islam
nusantara sebagai ajaran Islam yang moderat, dan
shalawat Nabi merupakan ciri khas NU (Nahdatul
Ulama) dan NU merupakan suatu organisasi besar yang
telah mencetuskan Islam nusantara pada mu‟tamar NU
yang ke 33 di Jombang. Menurut hasil dari wawancara
Nawiyas bahwasanya budaya sarwah itu mengamalkan
semboyan NU “Al-muhafadlotu „ala qodimi al-sholih,
wa al-akhdu bi al-jadidi al-ashlah” sehingga dapat
diberi kesimpulan bahwasanya budaya sarwah ini
berkaitan erat dengan Islam nusantara yang ada di
Indonesia. 71

71
Kompasiana.com Dikutip pada 11 Agustus 2021.
52

2. Asal-Usul Tradisi Sarwah

Tidak ada kejelasan tentang sejarah sarwah ini, karena


belum diketemukan catatan secara tersirat tentang asal mula
sarwah, yang ada hanya dari tutur lisan dari Kiai ke Kiai.
Seperti misalnya, menurut Kiai Mohammad Syarkawi
kepada Muhammad Sibaweh bahwasanya terdapat sebuah
hikayat terkait tradisi sarwah, ada seseorang yang bernama
Syekh Sarwah yang mengamalkan dzikir laa ilaaha illa
Allah sebanyak 70.000 kali dengan menyicil. Lalu suatu
ketika beliau didatangi ibunya yang telah meninggal. Ibunya
bebas dari siksa kubur berkat pahala dzikir yang dibacakan
oleh Syekh sarwah. Bacaan laa ilaaha illa Allah tersebut
berdasarkan hadis Nabi dalam buku Nor Hasan yaitu:

“Barang siapa membaca kalimat laa ilaaha Illa Allah


sebanyak 70.000 kali, maka akan terbebas dari siksa kubur
”72

KH. Abu Tamam menjelaskan bahwasanya ada riwayat


yang menceritakan seorang Syeikh yang mendoakan ibu
seorang pemuda yang berada di api neraka. Lalu setelah
berdoa dan dikhususkan kepada ibu pemuda itu. Syeikh

72
Nor Hasan, Persentuhan Islam dan Budaya Lokal, hlm. 106-107.
53

tersebut telah melihat ibu pemuda itu tersenyum dan telah


keluar dari siksaan api neraka. 73

Sementara itu juga menurut Kiai Azhari Thoha dalam


buku Nor Hasan, menyebutkan adanya seseorang yang selalu
berdzikir kepada Allah, suatu ketika Syekh Sarwah
mendengar ibu orang tersebut disiksa dalam kubur,
kemudian Syekh Sarwah mendatangi anaknya dan
memberitahunya. Syekh Sarwah menyarankan kepada orang
tersebut untuk mengkhususkan bacaan dzikirnya kepada
ibunya dengan jumlah 70.000 (Tujuh puluh ribu), kemudian
orang tersebut mengamalkannya.

Suatu ketika anak tersebut pergi mengunjungi Syekh


Sarwah, dan Syekh Sarwah memberi tahu kepada anak
tersebut bahwa ibunya sudah bebas dari siksa kubur.
Setelahnya lalu terkenallah dzikir sarwah dan menjadi tradisi
yang masih dilestarikan sampai sekarang. 74

Senada dengan penjelasan di atas, diriwayatkan juga


dalam kitab Nasaih al-„Ibad bahwa sesungguhnya Syeikh
Aba Al-Rabi‟ Al-Maliqi suatu ketika beliau berada dalam
acara hidangan makan bersama, dan beliau telah membaca
laa ilaaha illa Allah sebanyak 70.000 kali. Dalam kumpulan
orang yang hadir ada seorang pemuda dari orang
mukasyafah, lalu ketika pemuda tersebut hendak mau makan

73
K.H. Abu Tamam, Wawancara, Bilapora Barat Ganding 29
September 2021.
74
Nor Hasan, Persentuhan Islam dan Budaya Lokal, hlm. 107.
54

ia menangis, maka salah seorang yang hadir bertanya


kepadanya, “karena apa kau menangis?” Lalu pemuda
tersebut menjawab “saya melihat neraka jahannam, dan ibu
ada di dalamnya”.

Kemudian Syeikh Aba Al-Rabi‟ Al-Maliqi berkata “Hati


saya berkata ya Allah sesungguhnya aku telah membaca laa
ilaaha illa Allah 70.000 kali dan saya menghadiahkannya
untuk melepaskan ibu pemuda ini dari api neraka”.
Setelahnya Pemuda tersebut berkata “Alhamdulilah saya
melihat ibu saya telah keluar dari api neraka, dan saya tidak
tahu sebab keluarnya.” Akhirnya pemuda tersebut mulai
bahagia dan tersenyum kepada orang-orang yang hadir.75

Amalan yang diamalkan Syekh Sarwah ini telah


menginspirasi masyarakat, Pesantren dan kaum Nahyidin
untuk mengikuti lalampan (jejak/pekerjaan baik) beliau
sebagai amalan setiap waktunya. Di Pesantren-Pesantren
salaf kegiatan semacam ini telah menjadi suatu tradisi,
kemudian tradisi ini berkembang ke masyarakat luas melalui
para Kiai dan santri alumni Pondok Pesantren disaat mereka
kembali ke rumah masing-masing, tentu saja setelah dirasa
cukup ilmu yang didapat dari Pesantren.

Tidak jelas kapan awal mula adanya sarwah di Madura,


namun demikian dari pemaparan Nor Hasan dalam bukunya
sebagian dari informannya menyatakan bahwa sarwah di
75
Syeikh Nawawi bin Umar Al-Jawi, Syarah Nasaih al-„Ibad,
(Surabaya: Toko Kitab Al-Hidayah), hlm. 24-25.
55

Madura berasal dari KH. Kholil Bangkalan (1820-1925),


bersamaan dengan berdirinya NU. Maka dari itu kegiatan
sarwah ini menjadi tradisi orang-orang NU atau sealiran
dengannya, misalnya SI, Nahdlatul Wathan, dan lain-lain. 76

3. Macam-Macam Tradisi Sarwah dan Amalannya

Bacaan dalam sarwah hampir sama dengan tahlil yaitu


membaca kalimat laa ilaaha illa Allah, hanya saja dalam
sarwah harus dibaca sebanyak 70.000 kali dan jumlah
tersebut dibagi jumlah orang yang hadir mengikuti acara
sarwah, misalnya orang yang hadir sekitar 70 orang, maka
kalimat laa ilaaha illa Allah dibaca sebanyak 10 kali putaran
tasbih, sekali putaran tasbih berjumlah 100 sehinga
jumlahnya menjadi 70.000.

Sarwah diawali dengan pembacaan khotbah oleh Kiai


yang memimpin sarwah, dari khotbah tersebut terdapat
bacaan Istighfar, Sholawat dan kalimat (Laa ilaaha illa
Allah).77 Sarwah terbagi menjadi dua macam:

a) Sarwah al-Sughro
Sarwah al-Sughro ialah pembebasan yang kecil,
amalan yang dibaca ialah membaca laa ilaaha illa Allah
sebanyak 70.000 kali dikhususkan juga kepada sesepuh
yang telah meninggal.

76
Nor Hasan, Persentuhan Islam dan Budaya Lokal, hlm. 108.
77
Nor Hasan, Persentuhan Islam dan Budaya Lokal, hlm. 110.
56

b) Sarwah al-Kubro
Sarwah al-Kubro ialah pembebasan yang besar,
dalam sarwah ini mengamalkan surat al-Ikhlas sebanyak
100.000 kali dikhususkan kepada sesepuh atau nenek
78
moyang yang telah meninggal.

Kedua sarwah di atas memiliki tujuan yang sama untuk


membebaskan orang yang telah meninggal dari siksa kubur
dan api neraka, dan dalam membaca amalannya boleh
dengan tidak terus menerus atau dicicil.

4. Peran dan fungsi adanya tradisi sarwah

Fungsi sarwah di samping sebagai ritual Islam, yaitu


merupakan sarana sufistik untuk taqarrub (mendekatkan diri
kepada Allah), serta sebagai sarana silaturrahim karena
melalui sarwah ini Kiai dan masyarakat dapat berkumpul dan
berinteraksi setidaknya satu minggu sekali. dan juga sebagai
sarana silatul‟ilmi antara Kiai dan masyarakat, karena di
dalam acara sarwah ini masyarakat dapat bertanya langsung
sesuatu hal kepada Kiai, dan Kiai memberikan jawaban
bahkan terkadang Kiai dapat memberi siraman rohani setelah
pelaksanaan sarwah.

Fungsi yang lain dari pada sarwah ialah mengikuti


lalampan (jejak) ulama salaf dalam rangka mendekatkan diri
kepada sang Kholiq (Allah). Nor Hasan menjelaskan dalam

78
K.H. Abu Tamam, Wawancara, Bilapora Barat Ganding 29
September 2021
57

bukunya, yang berjudul; Persentuhan Islam dan Budaya


Lokal , dalam sarwah ini sebagian diantara anggota secara
tidak langsung dapat bertanya terutama soal keagamaan. 79

Table 2.1 Tasawuf, nilai-nilai, ajaran pokok dan fungsi tasawuf.

Nilai- Nilai Pokok Fungsi Tasawuf


Tasawuf Ajaran
Memperkuat
TASAWUF Distansi
pondasi akhlak
Nilai Ilahiyah Membina sikap
(Ketuhanan) zuhud
(Menyucikan Membentengi
hati dan diri dari segala
melatih jiwa penyakit hati
dengan niat Membangun
mendapat sikap positif
Ridha Allah) Nilai Insaniyah Konsentrasi dengan nilai
(Kemanusiaan) ruhaniah
Semangat
seluruh struktur
Islam, sosial
maupun
intelektual
Mengendalikan
Iluminasi hawa nafsu dan
atau Kasyaf menghapus
keserakahan
Menjadikan
pribadi yang
ikhlas dalam
Nilai „Alamiyah beribadah
(alam) Terapi Krisis
Spiritual
Insan Kamil Rasa ketaatan

79
Nor Hasan, Persentuhan Islam dan Budaya Lokal, hlm. 110-111.
58

dan tunduk
kepada Allah
Menata
kehidupan
modern menjadi
lebih baik

Tabel 2.2 Sarwah, riwayat sarwah, macam-macam tradisi sarwah,


peran dan fungsinya.

Macam- Peran dan


Asal-usul
Definisi macam Fungsi
Sarwah
Sarwah Sarwah
Syekh Sarwah al-
Sarwah, Sughro:
mengamalkan Pembebasa
Sebagai
zikir laa n kecil,
Sarwah ritual
ilaaha illa membaca
ialah tradisi Islam,
Allah laa ilaaha
atau budaya sarana
sebanyak illa Allah
keagamaan sufistik
70.000 kali sebanyak
dalam untuk
dengan cara 70.000 kali
masyarakat taqarrub
menyicil. dikhususka
Madura dan (mendekatk
Lalu suatu n kepada
masih an diri
ketika beliau sesepuh
dilaksanakan kepada
didatangi yang telah
hingga Allah),
ibunya yang meninggal.
sekarang, mengikuti
telah
berkaitan lalampan
meninggal, Sarwah al-
dengan (jejak)
dan ibunya Kubro:
membaca ulama salaf
bebas dari Pembebasa
Al-Qur‟an, dalam
siksa kubur n besar,
SARWAH shalawat mendekatk
berkat pahala membaca
nabi yang di an diri
dzikir yang surat al-
khususkan kepada
dibacakan ikhlas
untuk Allah,
oleh Syekh sebanyak
keluarga saling
Sarwah. Dan 100.000
yang telah silaturahim
hal tersebut kali
meninggal. antar
menjadi dikhususka
sesama.
inspirasi bagi n kepada
setiap sesepuh
masyarakat yang telah
59

dan Pesantren meninggal.


untuk
mengikuti
jejak beliau
sebagai
amalan setiap
waktunya,
sehingga
sarwah masih
dilestarikan
sampai
sekarang.

Sarwah Al-Sughro Sarwah Al-Kubro

Laa ilaaha Di Surat al-


illa Allah khususkan ikhlas
untuk arwah sebanyak
sebanyak yang telah
70.000 meninggal,
100.000
kali bacaan kali
boleh dicicil

Gambar. 2.1 Perbandingan macam-macam tradisi sarwah


60

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Desa Ganding Sumenep Madura


Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ganding Kabupaten
Sumenep Madura. Namun dalam skripsi ini peneliti lebih fokus
pada desa Ganding bagian timur yang merupakan tempat yang
masih melestarikan tradisi sarwah. Penulis akan mendeskripsikan
secara umum tentang desa Ganding.
Desa Ganding merupakan desa yang masyarakatnya rata-rata
memeluk agama Islam, terdapat banyak tradisi yang masih dijaga
sampai saat ini termasuk tradisi keagamaan seperti bellesen,
istighasah, kamrat, rokat,80 dan juga sarwah. Masyarakat
Ganding masih melestarikan peninggalan sesepuh atau nenek
moyang, dan hal tersebut sering disebut dengan noro‟ lalampan
(mengikuti jejak nenek moyang).

80
Bellesen merupakan tradisi religi Madura yang hampir sama dengan
sarwah, bedanya dalam amalan. Dan disebut bellesen karena kegiatannya
dilaksanakan di tanggal bellasan (di antara tanggal 11-20 Hijriah). Istighasah
adalah kegiatan tahlil bersama dan biasanya menjadi rutinitas di dalam sebuah
kelompok atau perkumpulan masyarakat. Kamrat hampir sama dengan
istighasah namun dibumbui dengan adanya arisan dan dilaksanakan sekali
dalam seminggu. Rokat tradisi penyembelihan ayam untuk dimasak dan
dihidangkan kepada tetanga yang diundang untuk tahlil bersama berdoa untuk
keselamatan keluarga.
61

Masyarakat Desa Ganding Timur melaksanakan istighasah


dan kamrat, banyak juga masyarakat dari luar desa tersebut yang
mengikutinya.
Kh. Abu Tamam Kiai termasyhur di Bilapora Timur Ganding
Sumenep mengatakan bahwasanya ada banyak pendatang dari
desa-desa disekitar Desa Ganding yang datang untuk mengikuti
tradisi sarwah.81
Jumlah penduduk di desa Ganding sendiri sebanyak 3.878
jiwa dengan jumlah Kartu Keluarga (KK) 1.188, dimana sekitar
1.294 yang beragama Islam. 82 Dari sekian banyak warga di desa
Ganding, sekitar kurang lebih 20 orang yang mengikuti tradisi
sarwah saat ini, dan tradisi sarwah mempunyai kurang lebih dua
sampai tiga perkumpulan di desa Ganding meliputi dusun
Bilapora timur, Ganding timur dan juga ada yang dari luar desa
seperti warga Lenteng yang ikut bergabung dalam sarwah.

B. Profil Tradisi Sarwah Ganding Sumenep Madura


Menurut KH. Abu Tamam sejarah awal masuknya tradisi
sarwah di Sumenep Madura diperkenalkan oleh KH. Muhammad
Ilyas Syarqawi (w.1959)83 dan Kiai Ahmad dahlan yang menurut

81
K.H. Abu Tamam, Wawancara, Bilapora Barat Ganding 29
September 2021.
82
https://gis.dukcapil.kemendagri.go.id/peta/. Diakses pada Kamis, 30
September 2021.
83
http://fawaidku.blogspot.com/2007/11/kh-muhammad-ilyas-
syarqawi-sosok-santun.html?m=1 . Dikutip pada 12 Mei 2022.
62

K.H. Abu Tamam keduanya pernah berguru kepada KH. Kholil


Bangkalan (1820-1925).84
Menurut Nor Hasan bahwasanya KH. Kholil Bangkalan
menjadi Awal mula yang memperkenalkan sarwah di Madura.
Kemudian KH. Muhammad Ilyas Syarqawi dan Kiai Ahmad
dahlan mewariskan juga tradisi sarwah kepada murid-muridnya
sehingga sarwah dilestarikan sampai sekarang.
KH. Muhammad Ilyas Syarqawi (w.1959) adalah pengasuh
Pondok Pesantren Guluk-Guluk menggantikan ayahnya, santri
yang mondok di Pesantren tersebut tiap tahunnya semakin banyak
hingga sekarang. Salah satu santrinya ialah Kiai Sikan (w. 2007)
yang memimpin sarwah di Ganding Timur Ganding Sumenep,
beliau meneruskan sarwah yang dipimpin oleh pamannya sendiri
yaitu Kiai Hammad hingga sekarang sarwah tersebut masih ada
dan dilanjutkan oleh Kiai Munir (1969-sekarang) putra dari Kiai
Sikan (w. 2007).85
Adapun pelaksanaan tradisi sarwah K.H. Abu Tamam
menjelaskan:
“Cem Macem bâdâh kompolan, ada perorangan
menyuruh atau mengundang dengan memberi
imbalan uang, bâdâh se onjhângan, bâdâh se pribadi,
bâdâh se kompolan, kadang sè terjadi satèya rèa
setelah to‟ pètto‟ roa, ngonjhâng tetangga baca
bersama, macah sarwah, yang dilaksanakan
satèya‟nah.”

84
K.H. Abu Tamam, Wawancara, Bilapora Barat Ganding 29
September 2021.
85
Muhammad, Anggota yang ikut dalam tradisi sarwah selama
kurang lebih 30 tahun sampai sekarang, wawancara, Ganding Timur Ganding
Sumenep, 04 Oktober 2021.
63

K.H. Abu Tamam memaparkan bahwasanya sarwah ada


bermacam-macam, ada yang berupa kumpulan sarwah biasa atau
kumpulan sarwah mingguan, ada perorangan yang mengundang
dengan memberi imbalan uang, dan yang sering terjadi saat ini
pada waktu tujuh hari setelah salah satu keluarganya yang
meninggal, tuan rumah akan mengundang tetangga untuk
membaca dzikir sarwah bersama, hal tersebut merupakan upaya
dan keyakinan masyarakat Ganding Sumenep Madura untuk
membebaskan dosa keluarganya yang telah meninggal. 86
Antusias masyarakat Ganding untuk mengikuti sarwah saat
ini lebih sedikit dari pada anggota sarwah yang dulu seperti
pemaparan K.H. Abu Tamam:
“Lebih antusias yang dulu, kemauan untuk
melaksanakan warisan tradisi seperti tradisi sarwah
ini semakin lemah, zaman awal banyak dan
diperiode berikutnya semakin sedikit. Zaman
sekarang banyak pemuda yang pendidikannya agak
maju sehinga kemauan untuk melaksanakan tradisi
yang dulu adalah semakin lemah”

Ketika melihat perubahan zaman dan semuanya semakin


canggih termasuk pendidikan yang sudah banyak memiliki
bidang-bidangnya sendiri banyak tradisi yang dilupakan dan
banyak pemuda zaman sekarang lebih memilih belajar dan
berkumpul dengan teman sebayanya dan lupa menggali atau
mencari tahu terkait tradisi-tradisi zaman dulu yang sudah

86
K.H. Abu Tamam, Wawancara, Bilapora Barat Ganding 29
September 2021.
64

diwariskan oleh nenek moyang seperti salah satunya sarwah ini


(khususnya di desa Ganding), sehingga anggota dari pada sarwah
terhitung lebih banyak atau bahkan bisa dikatakan rata-rata orang
tua.87

C. Tujuan dan Manfaat Tradisi Sarwah


Berdasarkan hasil wawancara, tujuan masih dilestarikannya
tradisi sarwah agar tradisi-tradisi keagamaan di Madura tidak
dilupakan dan menjadi salah satu kegiatan yang masih dianggap
penting oleh masyarakat. Maka dari itu ada upaya yang selalu
dilakukan untuk tetap mempertahankan tradisi sarwah.
“Bahwa yang mempunyai bagian dari anggota tidak
dihentikan , tidak ada istilah setelah anggota se
nangghâ‟ terakhir roa langsung dilanjutkan, tak è
ghâ‟ peghghâ‟ langsung dilanjutkan”

Upaya yang dilakukan untuk melestarikan sarwah sampai


sekarang ialah dengan memberikan jadwal atau bagian kepada
anggota untuk mendoakan sesepuh dari salah satu anggota, dan
setiap minggu harus ada yang nangghe‟ (mengambil bagian)
sehingga sarwah akan terus di lanjutkan tanpa terputus.88 Selain
dari pada itu tujuan yang paling utama sarwah ialah untuk
mendoakan orang yang telah meninggal dan untuk membebaskan
mereka dari dosa dan api neraka. Seperti kata Muhammad salah
satu anggota sarwah.

87
K.H. Abu Tamam, Wawancara, Bilapora Barat Ganding 29
September 2021.
88
K.H. Abu Tamam, Wawancara, Bilapora Barat Ganding 29
September 2021.
65

“ye pèrak bâdâh paènga‟an, maenga‟ ka bângatoa,


nebbhus dhusana rèng seppo.”

Menurut Muhammad manfaat dari adanya tradisi sarwah


dapat membantu masyarakat untuk terus mengingat nenek
moyang yang telah meninggal dan berusaha untuk menebus dosa
mereka dengan berdzikir sarwah.89
Kemudian manfaat yang bisa diambil dari adanya tradisi
sarwah yaitu dapat mempererat silaturrahim antar masyarakat
seperti penuturan K.H. Abu Tamam.
“Faedah dari pada sarwah ialah mempererat
hubungan, habl min al-Nass.”90

D. Kiai dan Anggota Sarwah


1. Kiai yang memimpin sarwah

Kiai yang memimpin sarwah di desa Ganding kurang


lebih ada tiga sampai empat dalam beberapa perkumpulan
sarwah. Seperti di dusun Ganding Timur desa Ganding, ada
dua Kiai yang memimpin sarwah secara bergiliran yaitu Kiai
Munir (1969-sekarang) dan Kiai Aqil (1942-sekarang).
Keduanya menjadi tokoh termasyhur di dusun Ganding
Timur dan disegani masyarakat.

Kiai Munir (1969-sekarang) adalah putra pertama Kiai


Sikan (w. 2007), Kiai Munir juga sering memimpin tahlil,

89
Muhammad, wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 04
Oktober 2021.
90
K.H. Abu Tamam, Wawancara, Bilapora Barat Ganding 29
September 2021.
66

tadarus mingguan, dan memiliki beberapa anak didik yang


mengaji di Langgher (Musholla) di dhelem nya
(kediamannya), beliau melanjutkan jejak sang ayah dengan
mengajar ngaji anak-anak setempat.

Sedangkan Kiai Aqil (1942-sekarang) merupakan


keturunan habib yang masih ada hubungan darah dengan
Kiai Tuan Syarif Hussain yang memimpin sarwah pertama
kali di dusun Bilapora Timur Ganding Sumenep. Kiai Aqil
(1942-sekarang) menikah dengan Ny. Siyami yang bertempat
tinggal di dusun Ganding Timur, maka demikian beliau juga
ikut bergabung dalam tradisi sarwah di Ganding Timur.
Selain memimpin sarwah Kiai Aqil juga sering mengisi
ceramah keagamaan atau pengajian di Masjid dan molang
(mengajar) kitab di Pesantren Tuchfatul Mubtadiin. 91

Kiai Aqil (1942-sekarang) juga memimpin sarwah di


Bilapora Timur Ganding Sumenep, beliau melanjutkan
kepemimpinan Kiai Tuan Syarif Hussain dan Kiai Ahmad
Rowi (pengasuh Pondok Pesantren Tuchfatul Mubtadiin). 92

2. Anggota Sarwah

Menurut penuturan Muhammad, salah satu anggota


sarwah yang sudah mengikuti sarwah selama kurang lebih

91
Muhammad, wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 04
Oktober 2021.
92
Muhammad, wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 04
Oktober 2021.
67

30 tahun, bahwasanya antusias masyarakat untuk ikut tradisi


sarwah lebih banyak pada zaman dahulu dibanding sekarang.

“Ghi‟ bânnya‟ mun sè ghi‟ neng k.toan, bârempa


ongghu kaloppaèh engko‟, sèngallè ka astana k.toan
sakoni‟ la kabâbâ saèket, akhèra mudih-mudih ka
astana ghung „usman sakoni‟ pas, karèh lèma
bellâsen, satèah karè ka empah, kadhâng kaduwâ‟ân
engko‟ ben k. Aqil. Lambâ‟en bânynya‟ dâri mur
dâjâh sabbhân ka neng k.toan abit-abit ambu la
ngalosot.”

“Mun è ghânding sakoni‟, palèng la ri‟ bâri‟en 12 ,


mun satèya sakoni‟ la, mun lambâ‟ bânnyak, mun
satèya palèng la palèng bânnyak kapètto mun sampè,
rakèra lambâ‟ orèng 20 lebbi, so‟ ngabudih jân
sakoni‟”

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan


Muhammad, tradisi sarwah di Bilapora Timur pada zaman
dulu ada sekitar 100 anggota, waktu itu masih dilaksanakan
di Masjid, karena seiring dengan berjalannya waktu semakin
sedikit yang ikut, maka sarwah di Bilapora Timur berpindah
lokasi ke dhelem (kediaman) Kiai Tuan Syarif Hussain.
Anggota sarwah pada waktu itu sekitar kurang dari 50 orang,
sampai setelah pindah lokasi ke astah (makam) ghung93
Usman, semakin sedikit yang bertahan hanya berkisar 15
orang hingga pada akhirnya, sekarang tersisa empat orang,

93
Ghung (Agung) adalah orang termasyhur , memiliki drajat yang
tinggi dan dianggap doa-doanya mudah terkabulkan. sama dengan wali.
68

bahkan kadang hanya dua orang yang datang yaitu Kiai Aqil
dan Muhammad. 94

Sedangkan di desa Ganding Timur jumlah anggota


sarwah yang dipimpin oleh Kiai Munir (1969-sekarang) ada
sekitar kurang dari 20 orang. Sehingga dalam mengamalkan
dzikir sarwah pun berbeda dari yang dulu. Pada waktu
zaman Kiai Sikan (w. 2007).

“Lambâ‟ ghi‟ bânnyak se nuro‟, sateyah la sajân


sakoni‟, bâdâh sekitar du polo oreng.”95

E. Kegiatan dan Dzikir dalam Tradisi Sarwah


Sarwah di desa Ganding termasuk sarwah al-Kubro namun
dalam amalan dzikirnya ada sedikit perbedaan dengan dzikir
sarwah pada zaman dahulu.
“Kèng ghun nyamana kubro nak, mun lakona enjâ‟.
Mun kubro rèa kan 100.000 kali surat al-ikhlas, mun
kubro sè bhender la, keng kun la, keng kun nyamah
kubro ra, lakona yeh enjâ‟, ye surat ikhlas kèng kun
satasbih surat ikhlas ah.”

Sarwah al-Kubro dilakukan dengan membaca surat al-Ikhlas


sebanyak 100.000 kali, namun dalam pengamalan sarwah di desa
Ganding hanya satu putaran tasbih bacaan al-Ikhlas,

94
Muhammad, wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 04
Oktober 2021.
95
Kiai Munir, Kiai atau Pemimpin Sarwah di desa Ganding Timur,
Wawancara, Desa Ganding Timur Ganding Sumenep, 08 Oktober 2021.
69

“Sateyah ta‟ dâpa‟ 100.000 kali tahlilnah, mun


lambâ‟en dâpa‟, ebegi per oreng, mun lambâ‟en jet
nganghuy jhâ‟ berempah tasbih kan ye, kan
lambâ‟en kik bennyak. Ye abhâreng mun polanah,
keng kun jhâ‟ sapolo tasbih ebeng dâ‟ yeh roah, ye
mun sateah satasbih ebeng. Jen sakoni‟ orengah jen
sakoni‟ keah anunah.”

Bagi para anggota semua akan kembali kepada niat masing-


masing, menurut mereka membaca surat al-ikhlas meskipun
sedikit jika dibarengi dengan hati yang ikhlas, insyaAllah amalan
akan diterima oleh Allah SWT.96
Sarwah juga mengadakan tabungan amal jariyah berupa uang
seikhlasnya dari anggota yang ikut, hal tersebut adalah inisiatif
Kiai Aqil (1942-sekarang), lalu para anggota setuju:
“Pèssè sa ikhlas ah sadâkaan jâriyâh pas, sè kenceng
ye sè nangghâ‟ tekah bânni nangghâ‟ mun kenceng,
ye sè nangghâ‟ ra sè anuh, kèng kadhâng kèah tadâ‟
rèng aberri‟, saikhlas ah, lèma èbuh, du ebuh, enem
ebuh, tak ènyama aghi ka masjid jâ‟, kèng la sè
katebhânan , jhâ‟ rèng engko‟ minta, tèmbhâng
kabeli rokok èkoah a.. torèh nah patadâ‟ rokok en
can engko‟ bilân dâ‟iyâ , aghâbey anuh bhâih amal
lè ghu‟ laghghu‟ mi‟ parlo napah-napah, bhâk
rembhâk can engko‟ ka kancah jâriyâh , mik parlo
aziarâh, tak ènyama aghi masjid, mun ènyama aghi
masjid tak ning lighulih pah , mi‟ èbâghiyâ anak
yatim piatu dâ‟iyâh can engko‟, kan tak ènyamain
masjid”

96
Kiai Aqil, Pemimpin sarwah dan Kiai termasyhur di Ganding
Timur Ganding Sumenep, wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 06
Oktober 2021.
70

Tabungan tersebut dianjurkan untuk orang yang mempunyai


bagian sarwah dalam setiap minggunya, namun anggota yang lain
juga tidak dipermasalahkan bahkan sangat bagus jika menabung
(amal jariyah) juga setiap minggunya sekalipun hanya dua ribu
rupiah.97
Jika melihat dari anggota yang ikut sarwah, mungkin setiap
minggunya tidak lebih dari dua puluh lima ribu rupiah, karena
anggota yang ikut sekarang lebih sedikit dari yang dulu.
“Mun satèya sakoni‟ la nak, bânynyak nyorot, jhâ‟
rèng kabhâghusân rèa malarat, wa toah kabbhi la,
nakarana satèya ”

Namun, melihat dari semangat para anggota, sarwah di


Ganding Timur Ganding Sumenep telah berhasil
menyumbangkan sedikit hasil dari tabungan sarwah ke masjid
Nurul Hasanah untuk menyelesaikan renovasi Masjid tersebut.98
Sedangkan kegiatan penting yang wajib dilaksanakan dalam
tradisi sarwah ini ialah dzikir bersama.
Adapun amalan dzikir dalam sarwah ialah sebagai berikut:
1. Membaca khotbah dan sholawat bersama.
2. Membaca tawassul kepada Nabi Muhammas Saw.
3. Membaca tawassul kepada para sahabat.
4. Membaca tawassul kepada Syaikh Abd Al-Qadir Al-
Jailani.

97
Kiai Aqil, wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 06
Oktober 2021.
98
Kiai Aqil wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 06
Oktober 2021.
71

5. Membaca tawassul kepada para masyaikh (Guru-guru).


6. Membaca tawassul kepada muslimin muslimat.
7. Membaca tawassul kepada keluarga jama‟ah sarwah
yang masih hidup.
8. Membaca tawassul kepada keluarga jama‟ah sarwah
yang sudah meninggal.
9. Membaca tawassul kepada jama‟ah sarwah yang telah
meninggal.
10. Membaca tawassul kepada anggota yang punya bagian
jadwal mingguan sarwah (dan bertawassul diserahkan
kepada se nangghâ‟99 akan dikhusukan kepada siapa lalu
disampaikan kepada Kiai.)
11. Membaca sayyidul Istighfar

‫ َوأ َََن َعﻠَﻰ َع ْه ِد َك‬،‫ َخﻠَ ْقتَِ ِْن َوأ َََن َعْﺒ ُد َك‬،‫ت‬ َ ْ‫ت َرِّ ِْب ْلَ إِﻟَ وَ إِْله أَن‬
َ ْ‫ﻟﻠه ُه هم أَن‬
‫ك َوَو ْع ِد َك‬ َ َ‫ أَبُ ْوءُ ﻟ‬،‫ت‬
ُ ‫صنَ ْع‬َ ‫ك م ْن َﺷِّر َما‬
ِ ِ‫ أَعوذُ ب‬،‫مااستطَعت‬
َ ُْ ُ ْ َ ْ َ
‫ت‬َ ْ‫ب إِْله أَن‬ ُّ ‫ َوأَبُ ْوء بِ َذنِْيب فَا ْﻏ ِف ْر ِِل فَِﺈنهوُ ْلَ يَ ْغ ِفر‬،‫ك َعﻠَ هي‬
َ ‫اﻟذنُ ْو‬
ِ ِ
َ ‫بِن ْع َمت‬
ُ ْ ْ ُ

Artinya: “Ya Allah Engkau adalah Tuhanku, tidak ada


Tuhan selain Engkau yang telah menciptakanku, sedang aku
adalah hamba-Mu dan aku di atas ikatan janji –Mu. Dan
Aku berjanji kepada-Mu dengan semampuku. Aku berlindung
kepadamu dari segala kejahatan yang telah aku perbuat. Aku
mengakui-Mu atas nikmat-Mu terhadap diriku dan aku
mengakui dosaku pada-Mu, maka ampunilah aku,

99
Orang yang mendapat jadwal bagian sarwah setiap minggunya.
72

sesungguhnya tiada yang boleh mengampuni segala dosa


kecuali Engkau.” (HR. Bukhari).100

12. Membaca istighfar atas orang-orang mukmin laki-laki


dan perempuan100 kali

‫ْي َواﻟْ ُم ْؤِمنَات‬ ِِ ِ ِ ِ


َ ْ ‫اَ ْستَ ْغف ُرهللاَ اﻟْ َعظْي ِم ﻟ ْﻠ ُم ْؤمن‬
13. Membaca sholawat 1000 kali

‫صﻠهﻰ هللاُ َعﻠَﻰ ُُمَ همد‬


َ
14. Membaca surah al-Ikhlas 100 kali

              

   

15. Tahlil
16. Doa
17. Pengajian
18. Tabungan (amal jariyah.)101

100
Kumparan.com/berita-hari-ini/doa-sayyidul-istighfar-lengkap-
bacaan-arab-latin-dan-artinya- Diakses pada 17 Oktober 2021.
101
Kiai Aqil, wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 06
Oktober 2021.
73

F. Nilai-Nilai Tasawuf yang Terkandung dalam Tradisi


Sarwah
Dari hasil wawancara dengan para narasumber, sarwah
mempunyai nilai-nilai tasawuf di dalamnya, ada banyak pendapat
yang memiliki kesamaan terkait nilai tasawuf tersebut dan bisa
penulis tangkap dari pendapat para narasumber ada dua macam
kategori nilai-nilai tasawuf di dalam tradisi sarwah yaitu sebagai
berikut:

1. Habl min Allah


Hubungan dengan Allah menjadi nilai penting dalam
tasawuf dan tradisi keagamaan. Kekhusyuan dalam berdzikir,
dan melakukan suatu kegiatan termasuk pelaksanaan tradisi
sarwah ini semata-mata hanya ingin beribadah dan meminta
ridha Allah SWT. Maka Allah SWT akan memberi
ketenangan hati seperti penuturan K.H. Abu tamam.
“Sarwah dapat menenangkan hati masyarakat,
sehingga bisa terkendali ketika akan melakukan
dosa”

Tradisi sarwah menjadi pengendalian dan pengalihan


ketika ada niat untuk melakukan suatu hal buruk,102 karena
selain dari berdzikir, sesuai dengan tujuannya sarwah yaitu
menebus dosa, maka para anggota akan terus mengingat mati
dan berusaha untuk menghindari perbuatan tidak baik yang

102
K.H. Abu Tamam, Wawancara, Bilapora Barat Ganding 29
September 2021.
74

akan mengarah pada pelanggaran agama. Senada dengan hal


tersebut Kiai Aqil (1942-sekarang) berpendapat:
“Ye dhinglah bâdâh pangajhi‟na jâriyâh èssena yâ
polè nga‟ngènga‟èh abâ‟ roa, abâ‟ sè matèah, kan
iyâh?. Abâ‟ rè kan akèkèt salanjhânga engko‟ ben
bâ‟en rè nak, alakoa bhâgus tak kenceng mun tak
ollè hidâyâ dâri Allah nak, tak kenceng jâ‟, mun
bâdâh paparèng dâri Allah nur fil qalbi rèa mèkkèrèh
abâ‟ enjâ‟ ghâsèk sè abhâjânga, jhâ‟ ngajhiyâh jhâ‟
asadâka‟ah , aroa kabhâgusen jhâ‟tatolongah . enga‟
abâ‟ sè matèah. Mun niser ka orèng ekaniserrèh
Allah. Tojjhu‟nah kaikhlas an , tako‟ ka Allah sè
ikhlas.”

Menurut Kiai Aqil nilai-nilai yang bisa diambil yaitu


ketika menyimak isi dari pengajian dalam kegiatan sarwah,
karena di sana akan menjelaskan tentang keagamaan
termasuk mengingat mati. Kita hidup dalam peperangan
dengan bathin diri sendiri untuk melakukan kebaikan, dan
sangat sulit jika belum dibarengi dengan hidayah dari Allah
SWT, hal tersebut akan membuat masyarakat untuk terus
mengingat Allah SWT.103

2. Habl min al-Naas


Sedangkan nilai-nilai tasawuf sesama manusia yang bisa
diambil dari tradisi sarwah ini adalah mempererat hubungan
persaudaraan sesama muslim dengan berkumpul dan bertemu

103
Kiai Aqil, wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 06
Oktober 2021.
75

setiap seminggu sekali, silaturrahim sesama masyarakat bisa


menjadi lebih dekat dan bisa membentuk kekeluargaan. 104
“Mun padâh manussanah nga‟ paènga‟en jâriyâh,
ènga‟ k.aqil aroah nga‟ maènga‟, abârri‟ pengajhiân,
tentang kamatèan. Sabbhân mulaèh sè k.aqil
mabâdâ‟âh pengajhiân, pah nuro‟ bânnyak orèng,
tapè aobâ so‟ abit. La lessoh la pendâd pas tak
arèken. Sajjhâkâh bâdâh sarwâh bisa akompol, mun
tadâ‟ sarwâh tak kèrah akompol è masjid”

Muhammad menjelaskan bahwa sesama anggota bisa


saling mengingatkan dalam hal kebaikan seperti Kiai yang
mengisi pengajian dalam sarwah yang selalu memberi
pencerahan tentang keagamaan dan pesan moral yang bisa
diambil dari pengajian dalam kegiatan sarwah, menghindari
perbuatan-perbuatan yang bisa melanggar peraturan agama.
Dan dengan adanya sarwah menurutnya bisa akompol
(berukumpul) dengan masyarakat setempat meskipun hanya
dalam semingu sekali. 105
Kemudian, dengan diadakannya tabungan amal jariyah
kepada Masjid dan anak yatim bisa menjadi hal kebaikan
dalam tolong menolong sesama masyarakat. Ikatan
persaudaraan dalam kemsayarakatan akan lebih erat dan
dapat memberi contoh baik kepada pemuda-pemuda
Ganding.

104
K.H. Abu Tamam, Wawancara, Bilapora Barat Ganding 29
September 2021.
105
Muhammad, wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 04
Oktober 2021.
76

Sarwah dalam bentuk undangan juga memberi hal positif


bagi masyarakat yang tidak ikut dalam tradisi ini. Karena
mereka masih mengingat tradisi nenek moyang dengan
mengundang para anggota sarwah berdzikir untuk
keluarganya yang meninggal. Tak sedikit yang masih
menggunakan tradisi ini untuk mendoakan keluarganya yang
telah meninggal. Dan sarwah menjadi pengikat silaturahim
antara anggota sarwah dengan masyarakat. 106

Tabel: 3.1 Tradisi Sarwah Desa Ganding Sumenep Madura

Zikir Nilai-
Tujuan Manfaat Kiai dan
dalam nilai
Sarwah Sarwah Anggota
Tradisi Tasawuf
Agar Memperer Pemimpin Sarwah di Habl min
tradisi at Sarwah: Desa Allah
keagam silaturahi Kiai Munir Ganding, (beribada
aan di m antar (putra dari termasuk h dan
Madura masyarak Kiai Sikan, sarwah meminta
tidak at. pemimpin al-kubro. RIDHA
dilupaka Menginga tahlil, Perbedaan Allah
n. t nenek tadarus dzikir, SWT).
(adanya moyang mingguan, zaman
jadwal dan selalu mengajar dahulu
perganti mendoaka ngaji untuk mengamal Habl min
an tanpa n nya. anak-anak surat al- al-Naas
Tradisi putus). Melanjut Ikhlas (mempere
Sarwah Mendoa jejak sang sebanyak rat
Desa kan ayah. Dan 100.000 hubungan
Ganding orang yang kali. persaudar
Sumenep yang kedua, aan
Madura telah KiaiAqil. Amalan sesama
meningg yang masih Sarwah: muslim)
al. saudaraan Membaca
dengan khotbah

106
K.H. Abu Tamam, Wawancara, Bilapora Barat Ganding 29
September 2021.
77

Kiai Tuan dan


Syarif sholawat
Hussain bersama,
yaitu membaca
pemimpin tawassul
sarwah kepada
pertama Nabi
kali di Muhamm
dusun ad Saw,
Bilapora para
Timur sahabat,
Ganding, Syaikh
Kiai Aqil Abd al-
mengajar di Qadir al-
Pesantren Jailani,
Tuchfatul para
Mubtadiin masyaikh,
muslimin
muslimat,
keluarga
Anggota jama‟ah
Sarwah: yang
Di Desa masih
Ganding hidup dan
Timur yang
sekitar 20 sudah
orang yang meningga
dipimpin l,
oleh Kiai membaca
Munir sayyidul
Istighfar,
membaca
Istighfar
muslimin
muslimat
100 kali,
sholawat
1000 kali,
Al-ikhlas
100.000
kali,
tahlil,
do‟a,
pengajian,
78

tabungan
amal
jariah.
79

BAB IV

HASIL PEMBAHASAN

A. Asal-Usul Tradisi Sarwah di Desa Ganding Sumenep

Awal mula adanya tradisi sarwah di desa Ganding dapat


dilihat dari hasil wawancara setelah mengumpulkan data dari para
narasumber, penulis dapat menganalisa asal-usul tradisi sarwah
di desa Ganding Sumenep Madura.

Kiai Sikan (w. 2007) adalah orang pertama yang


memperkenalkan tradisi ini kepada masyarakat di desa Ganding,
jika melihat dari sejarah pendidikannya beliau pernah belajar di
Pondok Pesantren Guluk-guluk dan berguru kepada KH.
Muhammad Ilyas Syarqawi (w.1959) yang menjadi pemimpin
sarwah waktu itu. 107 Karena pada zaman dahulu sebelum banyak
Pesantren-Pesantren yang berdiri, banyak masyarakat belajar dan
mondok hanya di dua Pesantren yang cukup terkenal sampai
sekarang yaitu Pondok Karay yang dipimpin oleh Kiai Ahmad
Dahlan dan Pondok Pesantren Guluk-guluk yang dipimpin oleh
KH. Ilyas, keduanya pernah berguru kepada KH. Kholil
Bangkalan yang termasuk pemimpin pertama budaya sarwah di
Madura seperti pemaparan Nor Hasan dalam bukunya.

107
Muhammad, wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 04
Oktober 2021.
80

Setelah menyimak kembali dari hasil wawancara dengan


Muhammad, penulis mendapat informasi bahwasanya Kiai
pertama yang memimpin sarwah di desa Ganding Timur ialah
Kiai Hammad yaitu paman dari Kiai Sikan. Namun hanya
beberapa orang yang ikut dan pada waktu itu sarwah belum
tersebar luas di desa Ganding, sedangkan untuk sejarah silsilah
guru dari Kiai Hammad belum ada yang mengetahui. Karena
sarwah pada zaman Kiai Hammad memang sudah sangat lama
yaitu pada 35 (lebih) tahun yang lalu.

Muhammad memaparkan bahwa Kiai Sikan meneruskan


sarwah di desa Ganding setelah lulus dari Pondoknya yaitu
Pondok Pesantren Guluk-Guluk yang waktu itu tengah dipimpin
oleh KH. Ilyas. Pada saat itu, sarwah mulai berkembang dan
mulai banyak yang ikut.108

Dengan demikian, Kiai Sikan lah yang memperkenalkan


pertama kali tradisi sarwah kepada masyarakat Ganding dan
banyak yang antusias untuk mengikuti sarwah pada masa itu.
Perkembangannya pun sangat pesat, jika dilihat dari antusias
anggota memang tradisi sarwah mempunyai daya tarik sendiri
bagi masyarakat, selain memang Madura dikenal dengan
kentalnya tentang kereligian atau rata-rata dari penduduk Madura
memeluk agama Islam, masyarakat juga menyadari adanya nilai-
nilai penting dalam tradisi sarwah. Meskipun belum paham betul
nilai-nilai itu sendiri. Seperti adanya nilai-nilai tasawuf yang

108
Muhammad, wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 04
Oktober 2021.
81

terkandung di dalamnya. Pada masa itu Masyarakat Ganding


belum terlalu mengikuti perkembangan zaman, hanya fokus
dengan kumpulan pengajian atau istighasah, tahlilan seperti
sarwah dan bellesen.

Setelah Kiai Sikan wafat, tradisi sarwah diteruskan oleh


putranya yaitu Kiai Munir, dan dengan waktu yang cepat tradisi
ini semakin kurang diminati oleh masyarakat, anggota yang ikut
sarwah pun banyak yang berhenti dan memilih mengikuti
kumpulan kamrat yaitu tahlilan yang diisi dengan arisan.

Anggota sarwah di desa Ganding Timur pada saat ini


berkisar kurang dari 20 orang. Rata-rata banyak dari kalangan
orang-orang tua. Tidak ada pemuda yang ikut dalam tradisi
sarwah.

Hal tersebut mempengaruhi amalan yang dibaca dalam


sarwah menjadi semakin sedikit, yaitu membaca tahlil hanya
dengan satu putaran tasbih dengan dibaca bersama. Sedangkan
pada zaman dahulu dibaca dengan sepuluh putaran tasbih per
orang.109

B. Nilai-Nilai Sufistik yang Terkandung dalam Tradisi


Sarwah.

Dalam kehidupan, manusia tidak dapat lepas dari nilai-nilai,


karena melalui nilai-nilai tersebut manusia terdorong untuk
melakukan sesuatu. Tindakan manusia pula hakikatnya mengarah
109
Kiai Munir, Wawancara, Desa Ganding Timur Ganding Sumenep,
08 Oktober 2021.
82

kepada objek sejati yaitu nilai, sehingga hubungan intensional


tindakan dan nilai merupakan partisipasi hakiki manusia
sekaligus membimbing manusia menuju kehidupan yang
hakiki. 110

Himyari mengutip Frondizi (1910-1983 M) pengarang buku


Pengantar Filsafat Nilai, bahwa hakikat nilai dapat dilihat dari
urutan hierarkinya. Hierarki tersebut adalah sebagai berikut:

1. Nilai kenikmatan dan ketidaknikmatan. Pada tingkat ini


nilai berkaitan dengan penginderaan.
2. Nilai vitalitas atau nilai kehidupan. Nilai ini tidak dapat
direduksi dengan kenikmatan, namun juga tidak
tergantung kepadanya. Nilai ini terdiri atas nilai-nilai
rasa kehidupan yang ada, seperti keluhuran, lembut,
kasar, bagus dan juga jelek. Nilai yang diturunkan dari
nilai vitalitas adalah kesejahteran secara umum.
3. Nilai spiritual. pada tingkatan ini nilai tidak tergantung
pada dimensi badaniah dan alam sekitar atau dengan
kata lain bersifat metafisik ruhaniah.
4. Nilai kesucian atau kekudusan dan keprofanan. Nilai ini
merupakan nilai bebas dimensi ruang dan waktu, serta
yang menjadi objek adalah yang absolut. Nilai ini
bersifat independen. Dipandang suci dan merupakan
bagian dari konsep Tuhan. Sehingga nilai-nilai yang

110
Ida Munfarida, Nilai-Nilai Tasawuf dan Relevansinya Bagi
Pengembangan Etika Lingkungan Hidup, hlm. 59-60.
83

diturunkan dari tingkat nilai ini adalah nilai pemujaan,


sekramen, bentuk-bentuk ibadah sejauh dan sesuai
dengan pribadi yang dipuja yaitu Tuhan itu sendiri.

Menurut Himyari Yusuf, berdasarkan hierarki nilai yang


telah dijelaskan di atas maka dapat diringkas menjadi tiga nilai
yang fundamental, yaitu nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan dan
nilai vitalitas atau kehidupan. Dalam hal ini nilai keTuhanan
memiliki koherensi dengan religius dan merupakan sumber serta
pedoman atas segala bentuk nilai yang bersifat absolut dan abadi
di dalam kesemestaan.

Selanjutnya, nilai kemanusiaan meliputi nilai material dan


spiritual yang keduanya ada dalam diri manusia. Dan yang
terakhir yaitu nilai vitalitas, meliputi segala nilai yang berkaitan
dengan kehidupan manusia, seperti nilai sosial, moral intelektual
dan individual. 111

Achlami mengatakan untuk dekat kepada Tuhan haruslah


memiliki akhlak terpuji, dan akhlak tersebut otomatis tidak hanya
kepada Tuhan saja, tetapi kepada sesama manusia, bahkan kepada
binatang dan tumbuhan. Melalui penjelasan tersebut, maka dapat
dipahami pula bahwa fokus ajaran tasawuf ada pada pembinaan
diri manusia itu sendiri, yaitu membentuk akhlak yang baik
sesuai dengan fitrah. Dengan kata lain dalam sebuah tradisi
manusia sesama manusia dapat mengedepankan akhlak baik,
selain itu juga dapat berintraksi dengan Tuhan lewat doa.
111
Ida Munfarida, Nilai-Nilai Tasawuf dan Relevansinya Bagi
Pengembangan Etika Lingkungan Hidup, hlm.60.
84

Dalam sebuah tradisi seperti tradisi sarwah, sesama manusia


dapat berinteraksi dengan cara berkumpul. Dan berkumpulnya
tersebut adalah suatu hal baik yang mampu menyatukan tali
perasaudaraan antar sesama anggota sarwah, dan hubungan baik
antar sesama manusia sudah dijelaskan juga oleh Ida Munfarida
dalam tesisnya bahwasanya hal tersebut termasuk dalam nilai-
nilai tasawuf.

Imam Al-Ghazali juga menjelaskan tentang pokok-pokok


dalam ajaran tasawuf: “Wahai anakku yang tercinta! Ketahuilah
bahwasanya ilmu tasawuf itu mempunyai dua unsur; pertama,
istiqamah (tetap pendirian). Kedua, baik kelakuan dengan
makhluk.”112

.‫اﻟس ُﻜ ْو ُن َع ِن اخلَْﻠ ِق‬ َ ‫ ا ِإل ْستِ َق َامةُ َم َع هللاِ تَ َع‬:‫ان‬


ِ َ‫ف ﻟَو خصﻠَت‬ ِ
ُّ ‫اَل َو‬ َ ‫ُثُه ا ْعﻠَ ْم أَ هن اﻟت‬
ْ َ ُ َ ‫هص ُّو‬
‫هاس َو َع َامﻠَ ُه ْم ِِبحلِْﻠ ِم فَ ُه َو‬
ِ ‫َح َس َن ُخﻠَُقوُ َم َع اﻟن‬ ِ ِ
ْ ‫ َوأ‬،‫فَ َم ْن ا ْستَ َق َام َم َع هللا َعهز َو َج هﻞ‬
ٌ‫ف‬ ُِ
ّ ‫ص ْو‬

Artinya: “Ketahuilah tasawuf memiliki dua pilar, yaitu


istiqamah bersama Allah dan harmonis dengan makhluk-Nya.
Dengan demikian siapa saja yang istiqamah bersama Allah SWT,

112
Imam Al-Ghazali, Ayyuhal Walad, Terj. Ahmad Fahmi bin
zamzam, (Kedah Malaysia: Khazanah Banjariah, Cet keempat 2018), hlm. 44.
85

berakhlak baik terhadap orang lain, dan bergaul dengan mereka


dengan santun, maka ia adalah orang sufi,”113

Maka seseorang yang tetap pendiriannya atau istiqamah


hanya kepada Allah SWT, dan baik akhlaknya dengan manusia
serta ia bergaul dengan lemah lembut maka orang itu ialah
seorang sufi.

Istiqamah bermakna bahwa ia mengorbankan segala


kehendak nafsunya untuk mendapatkan keindahan pribadinya.
Manakala baik kelakuan dengan manusia pula ialah bahwa
engkau tidak memaksa manusia mengikut kehendakmu bahkan
sebaliknya engkau memaksakan dirimu untuk melayani kehendak
mereka selama tidak ada di sana perkara yang menyalahi
syara‟. 114

Dengan demikian, nilai sufistik yang dapat diambil dari


tradisi sarwah ini bisa dikategorikan menjadi dua, yaitu nilai
Ilahiyah (Habl min Allah) dan nilai Insaniyah (Habl min al-Nas).

1. Nilai Ilahiyah (Habl min Allah)

Habl min Allah adalah hubungan antara manusia dengan


Tuhan. Konsep bagaimana manusia berhubungan dengan

113
Imam Al-Ghazali, Ayyuhal Walad, hlm. 15.
114
Imam Al-Ghazali, Ayyuhal Walad, hlm. 44.
86

sang maha pencipta yaitu Allah, ialah dengan mengikuti


segala perintahnya dan menjauhi larangannya. 115

Manusia hidup di dunia ini hakikatnya adalah hanya


untuk beribadah kepada Allah SWT. Seperti firman Allah
dalam Al-Qur‟an:

         

Artinya: “Katakanlah: sesungguhnya sholatku,


ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah SWT,
Tuhan semesta alam.” (Qs. Al-An‟am: 162) 116

Ayat di atas mengandung konsep hubungan antara Allah


sebagai sang Kholiq dan manusia sebagai makhluq ciptaan-
Nya. Allah mengingatkan kepada manusia pada hakikatnya
tugas utama manusia di muka bumi adalah beribadah. Allah
menegaskan bahwa segala pekerjaan ataupun kegiatan
manusia serta hidup dan mati manusia adalah hanya untuk
Allah Tuhan semesta alam.

Nilai ilahiyah dalam tradisi sarwah dapat dilihat dalam


kegiatan rutinitas dzikir yang dilaksanakan setiap minggu.
Tradisi sarwah juga terdapat nilai ilahiyah yang lain seperti
mahabbah, dan tazkiyatun nafs:

115
Faisal Faliyandra, Konsep Kecerdasan Sosial Goleman dalam
Perspektif Islam, Jurnal: Inteligensia, Vol. 07, No. 02, September 2019, hlm.
16.
116
https://tafsirweb.com/2286-surat-al-anam-ayat-162.html. Diakses
18 Desember 2021.
87

1. Dzikrullah

Dalam Risalah Al-Qusyairiyah dijelaskan bahwa


dzikir adalah rukun (tiang) yang paling kuat sebagai
jalan menuju Allah atau bahkan saka guru tarekat
mengatakan bahwa seseorang tidak akan bisa sampai
kepada Allah bila tidak menjalankan dzikir secara
tetap.117

Isna Hidayati mengutip Abdul Qadir Djaelani,


bahwasanya dzikir sesuai tuntunan Syariat Islam dan Al-
Qur‟an adalah menyebut nama dan mengingat Allah
dalam setiap keadaan, yang bertujuan untuk menjalin
ikatan batin (kejiwaan) antara hamba dengan Allah
sehinga timbul rasa cinta dan jiwa muraqabah (merasa
dekat dan merasa diawasi oleh Allah Swt). Senada
dengan apa yang dijelaskan oleh Hasan al-Banna bahwa
dzikir menurut ketentuan syari‟at adalah dzikir yang
menyebut nama Allah dengan membaca tasbih, tahlil,
takbir, istighfar, membaca al-Qur‟an, membaca doa yang
matsur, selain itu juga majlis-majlis yang diadakan
untuk dakwah Islamiyah. Terkait dengan hal tersebut
Alah Swt berfirman:

117
Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, Cet I 1996), hlm. 109.
88

          



Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,


berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang
sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah kepada-Nya
diwaktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41-42)118

Kegiatan tradisi sarwah inilah termasuk dalam


menjalankan dakwah islamiyah dan mengedepankan
dzikir atau mengingat Allah. Hal tersebut akan
berdampak baik bagi anggota yang ikut, seperti
menghindari dari perlakuan tidak baik dan menjadi lebih
tenang menghadapi masalah. 119

Dzikir sarwah dikhususkan untuk orang-orang yang


telah meninggal, sebagai penebusan dosa dan terhindar
dari api neraka. Dalam dzikir sarwah tawassul
dikhususkan kepada Nabi Muhamad Saw, para sahabat,
syaikh Abdul Qadir Djailani dan anggota-anggota
sarwah atau sesepuh yang telah meninggal. Tujuannya
untuk memohon ampun atas dosa-dosa yang telah
diperbuat. Dengan demikian, bacaan dalam sarwah diisi
dengan Sayyidul istighfar sesuai dengan tujuan dari

118
Isna Hidayati, Pemikiran Dakwah Kh. Muhamad Idris Jauhari
dalam Buku Dzikrullah Sepanjang Waktu, Skripsi: 2010, hlm. 39.
119
K.H. Abu Tamam, Wawancara, Bilapora Barat Ganding 29
September 2021.
89

sarwah tersebut. Selain itu, dzikir sarwah juga


dilengkapi dengan sholawat kepada Nabi, membaca
surat Al-ikhlas, tahlil, dan doa.120

Dzikir sarwah menjadi pengingat kepada para


anggota untuk menjauhi perbuatan atau niatan
melakukan dosa, mengingat Allah Swt bahwasanya
segala perbuatan selalu diawasi oleh-Nya.

2. Mahabbah (Cinta)

Selain dzikir, nilai tasawuf yang terdapat dalam


tradisi sarwah yaitu mahabbah, mahabbah termasuk
interaksi yang paling penting juga antara makhluk dan
sang Khaliq. Cinta adalah sumber dan ruh yang
mendasari ajaran tasawuf.

Dalam pandangan Al-Junaid, cinta didefinisikan


sebagai “Kecendrungan hati pada Allah ta‟ala,
kecendrungan hati pada sesuatu karena mengharap
ridha Allah tanpa merasa diri terbebani, atau menaati
Allah dalam segala hal yang diperintahkan atau
dilarang, dan rela menerima apa yang telah ditetapkan
dan ditakdirkan Allah.”121

120
Kiai Aqil, , wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 06
Oktober 2021.
121
Abdul Fattah Muhammad Sayyid Ahmad, Tasawuf antara Al-
Ghazali dan Ibnu Taimiyah, Terj.Muhammad Muchson Anasy, (Jakarta:
Khalifa, 2005), hlm. 141.
90

Menurut Al-Qusyairi para Ulama sufi berkata,


“Kecintaan Allah kepada-Nya termasuk sifat perbuatan-
Nya, yaitu suatu kebaikan khusus yang diberikan Allah
kepada hamba-Nya, dan suatu tingkat teristimewa yang
Allah angkat, sebagaimana yang dikatakan oleh
sebagian mereka, „sesungguhnya rahmat Allah kepada
hamba-Nya adalah nikmat yang diberikan
122
kepadanya.‟”

Cinta kepada Allah disitir dalam ayat Al-Qur‟an


yaitu:

           

 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,


barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu
kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintai-Nya,” (Al-Maidah:54)

Sedangkan hadist Nabi yang membicarakan masalah


cinta, yaitu:

ِ ‫ب إِ َِل ِمن نَ ْف ِسي واَىﻠِي وِمن اﻟْم‬


‫ﺂء اﻟْﺒَا ِرِد (رواه‬ َ َ َ ْ َْ ْ ْ ‫ك اَ َح ه ه‬َ ‫اج َع ْﻞ ُحﺒه‬ ُ ‫اَﻟه‬
ْ ‫ﻠه هم‬
)‫اﻟرتمذى‬

122
Al-Qusyairi An-Naisaburi, Risalah Qusyairiyah, hlm. 476.
91

Artinya: ” Ya Allah, jadikanlah cintaku pada-Mu


lebih besar dari pada cintaku pada diriku sendiri,
keluargaku, dan air yang dingin.”123

Imam Al-Ghazali sebagai seorang sufi mengatakan


bahwa al-mahabbah adalah kecendrungan hati kepada
sesuatu.124 Jika dipahami pernyataan tersebut, maka al-
mahabbah manusia ada beberapa macam karena
kecendrungan hati diantara setiap orang berbeda-beda.
Ada yang cenderung kepada harta, ada kepada
sesamanya, dan ada pula kepada Tuhan. Kecendrungan
mereka tidak terlepas dari pemahaman dan penghayatan
serta pengalamannya terhadap ajaran agama.

Namun demikian, bagi Imam Al-Ghazali tentunya


yang dimaksud adalah kecendrungan kepada Tuhan
karena bagi kaum sufi al-Mahabbah yang sebenarnya
bagi mereka hanya al-Mahabbah kepada Tuhan. Hal ini
dapat dilihat dari ucapanya bahwa “Barang siapa yang
mencintai sesuatu tanpa kaitannya dengan al-Mahabbah
kepada Tuhan adalah suatu kebodohan dan kesalahan
karena hanya Allah yang berhak dicintai”.125

123
Abdul Fattah Muhammad Sayyid Ahmad, Tasawuf antara Al-
Ghazali dan Ibnu Taimiyah, hlm. 141-143.
124
Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Terj. Ihya
Ulum al-Din, Juz IV (Beirut: Dar al-Fikr, 1991), hlm. 314.
125
Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulum al-
Din, hlm. 318-319.
92

Bukti adanya cinta dalam tradisi sarwah ketika


melaksanakannya, seperti membaca dzikir dan beribadah
hanya kepada Allah SWT. Mahabbah dalam tradisi
sarwah termasuk dalam Cinta (Mahabbah) biasa yaitu
selalu mengingat Tuhan dengan dzikir, suka menyebut
nama-nama Allah dan memperoleh kesenangan dalam
berdialog dengan Tuhan.126

3. Tazkiyatun Nafs

Mega Aulia Putri mengutip Sholihin, bahwasanya


Tazkiyatun nafs Menurut kajian tasawuf, istilah nafs
memiliki dua makna. Pertama, kekuatan hawa nafsu
amarah, syahwat, dan perut yang terdapat dalam jiwa
manusia, dan merupakan sumber bagi timbulnya akhlak.
Kedua, jiwa nurani yang bersifat lathif, ruhani, dan
rabbani. Menurut Al-Ghazali, jiwa adalah bagaikan raja
atau pengemudi yang sangat menentukan keselamatan
atau kesengsaraan penumpangnya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami


bahwa, nafs dalam arti yang pertama adalah nafs
merupakan kekuatan hawa nafsu syahwat dan perut yang
terkandung dalam jiwa manusia sehingga timbul
dorongan pada diri manusia untuk melakukan perbuatan
maksiat yang dapat merusak iman atau sering disebut
akhlak madzmumah. Nafs dalam arti kedua adalah jiwa
126
https://assajidin.com/pengertian-mahabbah-tingkatan-dan-cara-menggapai/
Diakses pada 23 Juli 2022.
93

nurani yang terdapat dalam diri manusia yang


mendorong manusia untuk melakukan perbuatan
ketuhanan seperti, ibadah dan lain sebagainya. 127
Sehingga akan terbentuk manusia yang berakhlak
mahmudah, sebab jiwalah yang yang dapat memberikan
perintah dalam diri manusia untuk memilih jalan
hidupnya yaitu sengsara atau bahagia.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami


bahwa, tazkiyatun nafs pada hakikatnya merupakan
tahap pembersihan jiwa dan hati dari bermacam dosa
dan perilaku buruk yang mengotori manusia, serta
mengembangkan kualitas jiwa dan batin dengan
meningkatkan kualitas mulia yang diberikan Allah dan
kemampuan positifnya dengan mujahadah, beribadah
dan mengerjakan perbuatan baik lainnya, sehingga hati
dan jiwa menjadi bersih dan baik, dengan demikian,
dapat membentuk mausia yang mempunyai sifat dan
perilaku yang mulia.128

Gavin Picken menjelaskan “Adapun yang terbaik


dan paling bermanfaat dari kebajikan adalah bahwa
kamu menganggap jiwa kamu lebih rendah dari pada
posisi sebenarnya, bahwa batin kamu menjadi lebih baik

127
Mega Aulia Putri, Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa) Melalui
Ibadah Shalat Fardhu dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Akhlak (Telaah
pemikiran Al-Ghazali), Skripsi, UIN Raden Intan Lampung, 2020, hlm. 23.
128
Mega Aulia Putri, Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa) Melalui
Ibadah Shalat Fardhu dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Akhlak (Telaah
pemikiran Al-Ghazali), hlm. 23-24.
94

dari pada lahiriah kamu dan bahwa kamu bukan orang-


orang yang meminta keadilan untuk dirimu sendiri.
Yang ada hanya pemurnian. Dan kemudian antara
tindakan dan pemurnian, maka pemurnian lebih tepat
bagi kita dari pada tindakan (amal). Pemurnian
tujuannya adalah untuk menjauh dari semua kejahatan
menuju kepada kebaikan yang dibangun. Karena sebuah
bangunan mungkin runtuh, tetapi pondasinya akan tetap
utuh dan sama-sama, tidak mungkin pondasi runtuh dan
bangunan tetap utuh.”129

Dalam tradisi sarwah tazkiyatun nafs dapat dilihat


dari kegiatan setelah dzikir bersama yaitu, seperti diisi
dengan pengajian yang memberi pencerahan atau
renungan bagi anggota sarwah.

Penulis menyimak dari penuturan Kiai Aqil bahwa


sesungguhnya manusia hidup dalam peperangan bathin
dirinya sendiri. 130 Seperti menahan nafsu amarah dan
pengendalian dari hal tersebut dapat dilakukan dengan
dzikir seperti dzikir sarwah yang jelas tujuannya untuk
menebus dosa atau menghindari dari berbuat dosa.

Demikian hubungan antara manusia dengan


Tuhannya dapat dilakukan dalam aktifitas apa saja,

129
Gavin Picken, Spiritual Purification In Islam, (Routledge:
USA&Canada, 2011), hlm. 168-170.
130
Kiai Aqil, , wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 06
Oktober 2021.
95

termasuk dalam kegiatan tradisi religi seperti sarwah.


dengan tujuan awal untuk mendoakan orang yang telah
meninggal, namun disamping itu pula dapat memberi
peluang bagi para anggota untuk terus mengingat dosa,
mati, dan pengendalian diri dari nafsu amarah melalui
pengajian dan pencerahan dari Kiai atau pemimpin
sarwah.

Setelah berhasil mengendalikan syahwat dan


kekuatan nafsu amarah, maka dengan senantiasa
manusia akan melakukan ibadah yang khusyu‟ serta
mampu mengerjakan perbuatan baik lainnya.

2. Nilai Insaniyah (Habl min al-Nas)

Habl min al-Naas adalah konsep dimana individu


manusia menjaga hubungan baik dengan individu atau
kelompok manusia lainnya. Semua itu mencakup dimensi
religius dan sosial yang dimana ketika kedua dimensi
tersebut dapat diaplikasikan dan diimplementasikan dalam
kehidupan bermasyarakat yang akan membentuk manusia
yang beriman. 131

1. Silaturrahim

Menurut bahasa silaturrahim berasal dari kata


bahasa arab yaitu ‫الرحن‬ ‫صلة‬, Ahmad Warson

131
Faisal Faliyandra, Konsep Kecerdasan Sosial Goleman dalam
Perspektif Islam, hlm. 16.
96

mengartikan bahwa ‫ صلة‬adalah perhubungan, hubungan,


pemberian dan karunia.

Sedangkan makna ‫رحن‬, Ahmad Warson mengartikan


Rahim, peranakan dan kerabat.132

Rahim adalah yang menghubungkan seseorang


dengan yang lainnya, bahkan melalui Rahim persamaan
sifat, fisik, psikis yang tidak dapat diingkari, kalaupun
persamaan itu tidak banyak tapi pasti ada. Dengan rahim
telah terjalin hubungan yang erat, atau tepatnya Allah
Swt menjalinkan hubungan yang erat antar manusia.133

Kesimpulan dari dua pengertian di atas, maka


makna silaturrahim secara etimologi adalah
menyambungkan kasih sayang atau kekerabatan yang
menghendaki kebaikan. Sedangkan makna silaturrahim
secara terminologi adalah berinteraksi dan bertemu
dengan sanak saudara dan karib kerabat untuk bisa
saling membantu dan mempererat hubungan
kekeluargaan, dan dapat dipahami dari apa yang
dikemukakan Al-Maraghi menyebutkan “yaitu

132
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia
terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif. 1984), hlm. 1562.
133
M. Quraish Sihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan, kesan dan keserasian
Al-Qur‟an, Cet-2 (Tanggerang : Lentera Hati, 2007), hlm. 334.
97

menyambungkan kebaikan dan menolak sesuatu yang


merugikan dengan kemampuan”.134

Agama Islam sangat menganjurkan ummatnya untuk


membina hubungan baik antar sesama manusia, Allah
SWT berfirman dalam Al-Qur‟an:

         

            

Artinya: “Hai Manusia Sesungguhnya kami


menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa,
dan bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal,
sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara
kamu, sesunguhnya Allah maha mengetahui lagi maha
mengenal.” (Qs. Al-Hujurat; 13)135

Ayat tersebut menerangkan tentang kehidupan


manusia yang tidak lepas dari kehidupan manusia yang
lain. Manusia mempunyai kecendrungan untuk bergaul
dan membaur dengan sesamanya.

134
Ahmad Musthafa Al-Marghi, Tafsir Al-Maraghi, (Kairo: Musthafa
al-Babl al-Halabi, 1962), Jilid 3, hlm. 26.
135
https://tafsirweb.com/9783-surat-al-hujurat-ayat-13.html Diakses
18 Desember 2021.
98

Kemudian dalam Al-Quran Surat An-Nisa‟ juga


dijelaskan tentang hubungan kekeluargaan atau
136
bersilaturrahim:

          

           

       

Artinya: “Wahai Manusia! Bertakwalah kepada


Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang
satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya
(Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah
memperkembangbiakkan 7 laki-laki dan perempuan
yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan
nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah)
hubungan kekeluargaan. Sesunguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasimu.” (Qs. Al-Nisa‟:1) 137

Pada kenyataannya, silaturahim ini dibutuhkan agar


dapat mendekatkan yang jauh dan mengikat yang tidak
terikat. Adapun yang dimaksud mendekatkan yang jauh
yaitu dengan silaturahmi akan timbul lebih keakraban
antara individu manusia dengan manusia lainnya,
sedangkan mengikat yang tidak terikat ialah ketika

136
Faisal Faliyandra, Konsep Kecerdasan Sosial Goleman dalam
Perspektif Islam, hlm. 20.
137
https://tafsirweb.com/1533-surat-an-nisa-ayat-1.html Diakses 08
Desember 2021.
99

individu manusia belum saling mengenal dengan


silaturahmi akan saling mengenal, bahkan akan menjadi
saudara. Oleh karena itu, manfaat silaturrahim tidak
dapat diragukan lagi memiliki kelebihan yang nyata agar
hubungan baik dengan manusia lainnya menjadi lebih
efektif. 138

Silaturrahim dalam sebuah tradisi adalah


berkumpul. Demikian juga dengan tradisi sarwah yang
mengadakan perkumpulan satu kali dalam seminggu.

2. Ukhuwah Islamiyah

Ukhuwah Islamiyah merupakan persaudaraan


sesama muslim yang beriman dan bertakwa, sebab
ukhuwah Islamiyah tidak akan lepas dari keduanya.
Ikatan persaudaraan yang baik akan menumbuhkan rasa
cinta, rasa kasih sayang, rasa simpati, dan lain
sebagainya. Persaudaraan adalah suatu hal yang sangat
penting di dalam Islam dan juga di dalam kehidupan
sehari-hari. Sedemikian pentingnya persaudaraan,
sehingga seorang muslim tidak dianggap sempurna
keimanannya jika ia belum mencintai saudaranya seperti
ia mencintai dirinya sendiri.

138
Faisal Faliyandra, Konsep Kecerdasan Sosial Goleman dalam
Perspektif Islam, hlm. 21.
100

Dengan demikian, ia akan terus berusaha menjaga


tali persaudaraan dan tidak akan menyakiti hati
saudaranya.139

Kata Ukhuwah berasal dari kata akhun yang berarti


saudara kandung atau satu keturunan atau dapat juga
berarti kawan. Jadi, ukhuwah bisa diartikan juga dengan
“persaudaraan”. Sedangkan islamiyah yang dirangkai
dengan ukhuwah dapat dipahami sebagai objektifa,
berarti persaudaraan yang bersifat islami atau yang
diajarakan secara Islam. 140

Uul Fatori mengutip Juwariyah, ukhuwah Islamiyah


menurut istilah adalah kekuatan iman dan spiritual yang
dikaruniakan Allah kepada hamba-Nya yang beriman
dan bertakwa yang menumbuhkan rasa kasih sayang,
persaudaraan kemuliaan dan rasa saling percaya
terhadap saudara seakidah.

Menurut Imam Hasan Al-Banna, ukhuwah


Islamiyah (persaudaraan Islam) adalah keterkaitan hati
dan jiwa satu sama lain dengan ikatan akidah.141

139
Uul Fatori, Strategi Dakwah Badan Kontak Majelis Taklim
(BKMT) Provinsi Riau dalam Menjalin Ukhuwah Islamiyah, Skripsi, UIN
Sultan Syarif Kasim Riau, 2019, hlm. 3.
140
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an Tafsir Maudhu‟I Atas
Berbagai Persoalan Umat, (Bandung:Mizan, 2005), hlm. 486.
141
Uul Fatori, Strategi Dakwah Badan Kontak Majelis Taklim
(BKMT) Provinsi Riau dalam Menjalin Ukhuwah Islamiyah, hlm. 5.
101

Terhadap ukhuwah (persaudaraan) ini, Al-Ghazali,


menegaskan bahwa persaudaraan itu harus didasari oleh
rasa saling mencintai. Saling mencintai karena Allah Swt
dan persaudaraan dalam agama-Nya merupakan
pendekatan diri kepada Allah Swt.142

Jadi, ukhuwah Islamiyah yang dimaksud dalam


penelitian ini adalah menjalin ukhuwah Islamiyah atau
persaudaraan dengan antar sesama, baik sesama anggota
sarwah, maupun sesama masyarakat Ganding.

Adapun tahapan-tahapan dalam ukhuwah Islamiyah


adalah sebagai berikut:

1. Ta‟aruf, berarti saling mengenal sesama


manusia.
2. Tafahum, berarti saling memahami antara
seorang muslim dengan saudaranya sesama
muslim. Meliputi kesepahaman prinsip-prinsip
ajaran-ajaran Islam beserta cabang-cabangnya.
Seperti berpegang teguh pada Al-Qur‟an.
3. Ta‟awun, berarti saling membantu dalam
kebaikan.
4. Takaful, saling menanggung / senasib
sepenanggulan / saling memberi jaminan.

142
Uul Fatori, Strategi Dakwah Badan Kontak Majelis Taklim
(BKMT) Provinsi Riau dalam Menjalin Ukhuwah Islamiyah, hlm. 20.
102

5. Tasamuh, berarti saling toleransi antar


sesama. 143

Dalam Ta‟aruf dan Tafahum, semua anggota sarwah


sudah saling mengenal, karena anggota yang ikut rata-
rata masyarakat Ganding dan sebagian dari desa
tetangga. Meskipun beda desa para anggota tetap saling
memahami dan menghargai satu sama lain dalam hal
jamuan, jadwal bagian sarwah.

Dalam Takaful, prinsip tabungan dalam tradisi


sarwah ialah menabung seikhlasnya sesuai dengan
kemampuan masing-masing anggota dan tidak
diharuskan atau diwajibkan. Namun, melihat dari realita
yang ada dilapangan, setiap anggota sarwah tetap
berusaha menabung meskipun tidak seberapa.

Sedangkan dalam Ta‟awun dan Tasamuh, toleransi


yang terlihat dari tradisi sarwah ini salah satunya yaitu,
menggunakan hasil tabungan sarwah sebagai amal
kebaikan, seperti halnya memberi sebagian harta kepada
yatim duafa, menyumbang untuk pembangunan Masjid,
ikut menyumbang ketika ada acara (Keagamaan; Isra‟
Mi‟raj) di Masjid dan kebaikan-kebaikan lainnya yang
dapat memberi manfaat untuk sesama saudara muslim. 144

143
Uul Fatori, Strategi Dakwah Badan Kontak Majelis Taklim
(BKMT) Provinsi Riau dalam Menjalin Ukhuwah Islamiyah, hlm. 25.
144
Kiai Aqil, wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 06
Oktober 2021.
103

Tabel 4.2 Nilai Sufistik dalam tradisi sarwah

Nilai sufistik tradisi sarwah di desa Ganding Timur Ganding


Sumenep
Nilai ilahiyah Nilai insaniyah

 Dzikrullah  Silaturrahim
 Mahabbah  Ukhuwah islamiyah:
 Tazkiyatun nafs o Ta‟aruf
o Tafahum
o Ta‟awun
o Takaful
o Tasamuh

Tabel Persamaan dan perbedaan penelitian penulis dengan penelitian


Nor Hasan.

Penelitian Nor
Aspek Penelitian Penulis
Hasan

 Nilai sufistik dari pada sarwah sama-sama untuk


melestarikan tradisi nenek moyang, mendekatkan
diri kepada Allah, mendoakan orang yang telah
meninggal, dan silaturrahim dan silatul‟ilmi.
Persamaan  Sama-sama menjadi kegiatan rutin mingguan.
 Jamuan dalam sarwah sama-sama tidak
membebankan anggota, dengan jamuan seadanya
atau seikhlasnya, seperti teh atau kopi dan kue
atau kerupuk yang berharga Rp. 500.
104

 Di desa Ganding Timur


tidak ada arisan, namun
diistilahkan dengan
tabungan amal jariyah
tanpa di lotre, dan
hasilnya di sedekahkan
 Di desa
kepada kebaikan.
Larangan tokol
 Sarwah di desa Ganding
tidak ada arisan,
Timur bisa dilaksanakan
sementara di
kapan saja seperti
desa Panglegur
misalnya dihari ketujuh,
diadakan sebesar
100 hari atau 1000 hari
Rp. 5000.
nya orang meninggal
 Di kecamatan
 Di desa Ganding Timur
Tlanakan
dilaksanakan pada malam
umumnya
jum‟at
sarwah
 Di desa Ganding Timur
dilaksanakan di
sarwah dilaksanakan di hari ketujuh
Masjid Nurul Hasanah
kematian
Perbedaan  Di desa Ganding Timur seseorang.
ada dua istilah sarwah  Di desa
yaitu sarwah al-sughro
Larangan tokol
dan sarwah al-kubro. Dan dilaksanakan
di desa Ganding Timur
setiap malam
termasuk sarwah al- Senin ba‟da
Kubro dengan
isya‟.
menyertakan surat al-
 Di kecamatan
ikhlas dalam amalan
Tlanakan di
sarwah.
adakan di tiap-
 Niai sufistik dalam tradisi
tiap rumah
sarwah di desa Ganding
anggota sarwah
Timur melalui tahapan sesuai jadwal
seperti Dzikrullah,
atau hasil lotre
Tazkiyatun Nafs, an arisan.
mahabbah, silaturahim,
ukhuwah islamiyah yang
menggunakan tahapan
berikutnya yaitu: Ta‟aruf,
tafahum, ta‟awun, takaful,
dan tasamuh
105

Sarwah dalam buku Nor Hasan, umumnya dilaksanakan pada


saat hari ketujuh kematian seseorang. Di samping itu juga
menjadi kegiatan rutin minguan. Di desa Larangan tokol
kecamatan Tlanakan dilaksanakan setiap malam senin ba‟da
isya‟, dulu memang diakhiri dengan acara pengajian kitab, namun
sekarang sudah tidak ada lagi. Dan menurut pengakuan dari
informan bapak Nor Hasan bahwa mereka ikut sarwah dengan
alasan-alasan yang hampir sama dengan pengakuan informan
penulis yaitu untuk melestarikan tradisi dengan mengikuti
lalampan/jejak nenek moyang, untuk mendekatkan diri kepada
Allah, mendoakan sesepuh yang telah meninggal, dan
silaturahim.145
Sementara di desa Ganding Timur sarwah bisa dilaksanakan
kapan saja, seperti di hari ketujuh, 100 hari atau 1000 hari nya
orang yang telah meninggal. 146
Di kecamatan Tlanakan yang di teliti oleh bapak Nor Hasan
didalam sarwah tidak ada arisan, ada juga yang diadakan arisan
sebesar Rp. 5000 yaitu di desa Panglegur dengan tujuan sebagai
pengikat bagi anggota serta pengganti konsumsi bagi tuan
rumah.147
Sementara sarwah di desa Ganding timur dalam penelitian ini
tidak ada arisan, namun di istilah dengan tabungan amal jariyah,

145
Nor Hasan, Persentuhan Islam dan Budaya Lokal, hlm. 110-111.
146
Kiai Aqil, wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 06
Oktober 2021.
147
Nor Hasan, Persentuhan Islam dan Budaya Lokal, hlm. 112.
106

tanpa di lotre dan hanya menabung setiap minggunya seikhlasnya.


Dan hasil dari tabungan dalam setahun di amalkan kepada hal
kebaikan seperti merenovasi masjid, acara Masjid, atau memberi
sedikit harta kepada anak yatim dan kaum duafa.
Kemudian pelaksanaan sarwah di desa Ganding Timur di
laksanakan setiap minggu pada malam Jum‟at di Masjid Nurul
Hasanah Ganding, 148 berbeda dengan di kecamatan Tlanakan
yang di adakan di tiap-tiap rumah anggota sarwah sesuai jadwal
atau hasil lotre an arisan. Meski demikian, substansi dari
penelitian bapak Nor hasan sama dengan penelitian ini yakni
untuk silaturahim dengan sesama para anggota sarwah .
Sedangkan untuk jamuan, di desa Ganding Timur dalam
penelitian ini dan di kecamatan Tlanakan yang di teliti oleh Nor
Hasan sama-sama tidak membebankan anggota, dengan jamuan
seadanya atau seikhlasnya, seperti teh atau kopi dan kue atau
kerupuk yang berharga Rp. 500.149
Sarwah di desa Ganding Timur dalam penelitian ini ada dua
istilah yaitu sarwah al-Sughro(pembebasan kecil) dan sarwah al-
Kubro (Pembebasan besar), keduanya sama-sama mempunyai
tujuan yang sama yaitu untuk mendoakan orang yang telah
meninggal, bedanya hanya dalam amalan nya, dalam sarwah al-
sughro membaca laa ilaaha illa Allah sebanyak 70.000 kali,
sedangkan dalam sarwah al-kubro membaca surat al-ikhlas
sebanyak 100.000 kali. Dan di desa Ganding Timur termasuk

148
Kiai Aqil, wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 06
Oktober 2021.
149
Nor Hasan, Persentuhan Islam dan Budaya Lokal, hlm. 113.
107

sarwah al-kubro karena di dalamnya membaca surat al-ikhlas


meskipun jumlah bacaannya tidak sama dengan yang dulu, karena
sesuai dengan penuturan Kiai Aqil bahwa semakin sedikitnya
yang ikut tradisi sarwah ini, maka jumlah pun menyesuaikan
dengan anggota atau bisa di cicil dengan menyambung ke minggu
berikut nya. Kiai Aqil berpendapat bahwa yang paling utama
dalam sarwah adalah niat untuk mendoakan sesepuh yang telah
meninggal. 150
Terkait nilai sufistik dari tradisi sarwah ini dalam penelitian
ini tidak jauh berbeda dengan sarwah dalam penelitian bapak Nor
Hasan yaitu untuk bertaqarub kepada Allah, silaturahim serta
silatul ilmi.151 Namun dalam penelitian ini melalui tahapan-
tahapan sesuai dengan istilah tasawuf seperti Dzikrullah,
Tazkiyatun Nafs, mahabbah, silaturahim, ukhuwah islamiyah
yang mengunakan tahapan berikutnya yaitu: Ta‟aruf, tafahum,
ta‟awun, takaful, dan tasamuh.152

150
Kiai Aqil, wawancara, Ganding Timur Ganding Sumenep, 06
Oktober 2021.
151
Nor Hasan, Persentuhan Islam dan Budaya Lokal, hlm. 111.
152
Lebih jelasnya bisa diakses pada bab IV.
108

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari seluruh kegiatan penelitian yang


dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Sarwah ialah tradisi keagamaan yang masih dilestarikan


di Madura khususnya di desa Ganding Timur Ganding
Sumenep. Diisi dengan tahlil bersama tujuannya untuk
membebaskan orang yang telah meninggal dari siksaan
api neraka.
2. Macam-macam tradisi sarwah ada dua, yaitu sarwah al-
Sughro dan sarwah al-Kubro. Sarwah di desa Ganding
Timur termasuk sarwah al-kubro.
3. Nilai-Nilai sufistik yang terkandung dalam tradisi sarwah
ialah sebagai berikut:
1. Nilai Ilahiyah, yaitu interaksi manusia dengan Tuhan
yang meliputi dzikrullah, mahabbah, dan tazkiyatun
nafs.
2. Nilai Insaniyah, yaitu interaksi antar sesame manusia
melalui silaturrahim, dan ukhuwah Islamiyah.
109

B. Saran

Berdasarkan dari pengkajian hasil penelitian di lapangan,


maka penulis bermaksud memberikan saran yang mudah-
mudahan dapat bermanfaat bagi pembaca, masyarakat Ganding
Timur maupun peneliti selanjutnya, terkhusus untuk penulis
sendiri, yaitu sebagai berikut:

1. Dengan adanya penilitian ini penulis berharap masyarakat


desa Ganding Timur Ganding Sumenep, banyak yang
tertarik untuk ikut tradisi sarwah kembali, agar tradisi ini
dapat terus dilestarikan.
2. Untuk pengurus sarwah diharapkan agar ada penggalian
lebih mendalam terkait asal-usul atau silsilah
kepemimpinan (Kiai) dari zaman dahulu dan dilampirkan
dalam catatan atau buku besar (sarwah).
3. Penulis berharap nilai-nilai sufistik yang telah
dikemukakan dalam penilitian ini dapat dijadikan
wawasan yang bermanfaat khususnya untuk penulis,
masyarakat Ganding Timur Ganding Sumenep Madura,
sekaligus untuk pembaca, dan peneliti selanjutnya.
110

DAFTAR PUSTAKA

Achlami HS, Tasawuf Sosial dan Solusi Krisis Moral, Jurnal:


Ijtimaiyya, Vol. 8, No. 1, Februari 2015.
Ahmad, Abdul Fattah Muhammad Sayyid, Tasawuf antara Al-
Ghazali dan Ibnu Taimiyah, Terj. Muhammad Muchson
Anasy, (Jakarta: Khalifa, 2005).
An-Naisaburi, Al-Ghazali, Risalah Qusyairiyah, Terj. Umar
Faruq, (Jakarta: Pustaka Amani, Cet II, 2007).
Al Qutuby, Sumanto & Izak Y. M. Lattu, Tradisi dan
Kebudayaan Nusantara, (Semarang: elsA Press, Cet I
2019).
Al-Ghazali, Imam, Ihya „Ulumuddin Jilid 2, Terj. Ismail Yakub,
(Singapura: Pustaka Nasional, Cet II, 1992).
Al-Ghazali, Abi Hamid Muhammad bin Muhammad,
Terjemahan: Ihya Ulum al-Din, Juz IV (Beirut: Dar al-
Fikr, 1991).
Al-Ghazali, Al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid, Ayyuhal Walad,
Terj. Ahmad Fahmi bin zamzam, (Kedah Malaysia:
Khazanah Banjariah, Cet keempat 2018).
Al-Ghazali, Imam, Ayyuhal Walad, (Singapura-Jedah-Indonesia,
Al-Haramain: 2005).
Al-Jawi , Syeikh Nawawi bin Umar, Syarah Nasaih al-„Ibad,
(Surabaya: Toko Kitab Al-Hidayah).
Al-Marghi, Ahmad Musthafa, Tafsir Al-Maraghi, (Kairo:
Musthafa al-Babl al-Halabi, 1962), Jilid 3.
111

Al-Qutuby, Sumanto & Izak Y.M. Lattu, Tradisi dan


Kebudayaan Nusantara, (Semarang: eLSA Press, 2019).
Anggito, Albi & Johan Setiawan, Metode Penelitian Kualitataif,
(Jawa Barat: CV Jejak, Cet I 2018).
Badruddin, Akhlak Tasawuf, (Serang: IAIB Press, Cet I, 2015).
Bagir , Haidar, Buku Saku Tasawuf, (Bandung: Mizan, 2005).
Daily, Arni, Membedah Konsep Kasyf dalam Dunia Sufistik,
Jurnal: Ilmiah Ilmu Ushuludin, Vol.5, No. 2 Juli-
Desember 2006.
Esa , Norizan & Salasiah Che Lah, Kelestarian dan Dinamisme
Kearifan Tempatan dalam Pendidikan, (Malaysia:
Universiti Sains Malaysia, 2017).
Faliyandra, Faisal, Konsep Kecerdasan Sosial Goleman dalam
Perspektif Islam, Jurnal Inteligensia, Vol. 07, No. 02,
September 2019.
Fatori, Uul, Strategi Dakwah Badan Kontak Majelis Taklim
(BKMT) Provinsi Riau dalam Menjalin Ukhuwah
Islamiyah, Skripsi, UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2019.
Futaqi, Sauqi, Nalar Sufistik Islam Nusantara dalam Membangun
Perdamaian, Jurnal: Studi Keagamaan, Pendidikan dan
Humaniora, Universitas Islam Darul Ulum Lamongan,
Vol. 05, No. 02 Oktober 2018.
Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta: Republika, 2015).
Hasan, Noh, Persentuhan Islam dan Budaya Lokal, (Pamekasan:
Duta Media Publishing, 2018).
Hasan, Nor, Makna dan Fungsi Tradisi Samman, Jurnal :Vol.15,
No.1, Mei 2017.
112

Hasan, Nor, Melacak Peran Elit NU dalam Pertemuan Islam dan


Tradisi Lokal di Pamekasan, Jurnal :Vol.8 no.2 Juli-
Desember 2011.
Hidayati, Isna, Pemikiran Dakwah Kh. Muhamad Idris Jauhari
dalam Buku Dzikrullah Sepanjang Waktu, Skripsi: 2010.
Hijrati, Rahmatul, Konsep Ta‟awun Menurut Al-Qur‟an dan
Pengembangannya dalam Konseling Islam, Skripsi, UIN
Al-Raniry Darussalam Banda Aceh.
https://kbbi.web.id/tradisi. Diakses pada 16 Desember 2020.
https://gis.dukcapil.kemendagri.go.id/peta/ Diakses pada Kamis,
30 September 2021.
https://tafsirweb.com/1533-surat-an-nisa-ayat-1.html Diakses 08
Desember 2021.
https://tafsirweb.com/2286-surat-al-anam-ayat-162.html Diakses
18 Desember 2021.
https://tafsirweb.com/9783-surat-al-hujurat-ayat-13.html Diakses
18 Desember 2021.
http://fawaidku.blogspot.com/2007/11/kh-muhammad-ilyas
syarqawi-sosok-santun.html?m=1 Diakses pada 12 Mei
2022.
https://stthagiasophia.sch.id/makna-hadits-idza-mata-ibnu-adam/
Diakses pada 20 Juni 2022.
https://muslimah.or.id/13049-keutamaan-sedekah-berupa-air-
minum.html. Diakses pada16 Juli 2022.
https://assajidin.com/pengertian-mahabbah-tingkatan-dan-cara-
menggapai/ Diakses pada 23 Juli 2022.
113

Huda, Sokhi, Tasawuf Kultural: Fenomena Shalawat


Wahidiyah,(Yogyakarta: LKiS, 2008).
Kiai Aqil, pemimpin sarwah dan kiai termasyhur di Ganding
Timur Ganding Sumenep, wawancara, Ganding Timur
Ganding Sumenep, 06 Oktober 2021.
Kiai Munir, Kiai atau Pemimpin Sarwah di desa Ganding Timur,
Wawancara, Desa Ganding Timur Ganding Sumenep, 08
Oktober 2021.
Kanafi, Imam, Ilmu Tasawuf; Penguat Mental-Spritual dan
Akhlaq, (Jawa Tengah: PT NEM-Anggota IKAPI, Cet I,
2020).
Kasman, Peran Walisongo dalam mentransfer tasawuf, Jurnal:
Vol.04, No.01, Februari 2018.
KBBI.web.id diakses pada Rabu, 16/12/ 2020.
Khalil, Ahmad, Islam Jawa, Sufisme dalam Etika dan Tradisi
Jawa, (Malang: UIN-Malang Press, 2008).
Kompasiana.com dikutip pada 11 Agustus 2021, pukul 19 45
wib.
Kumparan.com/berita-hari-ini/doa-sayyidul-istighfar-lengkap-
bacaan-arab-latin-dan-artinya-diakses pada 17 Oktober
2021.
Muhammad, Anggota yang ikut dalam tradisi sarwah selama
kurang lebih 30 tahun sampai sekarang, wawancara,
Ganding Timur Ganding Sumenep, 04 Oktober 2021.
Mujieb, Abdul dkk , Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali,
(Jakarta Selatan: PT Mizan Publika, Cet I 2009).
114

Mujieb, M. Abdul, dkk, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-


Ghazali,(Jakarta: PT Mizan Publika, Cet I 2009).
Mulyadi, Achmad, Memaknai Praktik Tradisi Ritual Masyarakat
Muslim Sumenep, Jurnal :E-ISNN :2599-1078.
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-
Indonesia terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif.
1984).
Munfarida, Ida, Nilai-Nilai Tasawuf dan Relevansinya Bagi
Pengembangan Etika Lingkungan Hidup, Tesis
Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung.
Murtado, Subhan, Implementasi Nilai-nilai tasawuf di Pondok
Pesantren dalam Upaya Menghadapi Era Globalisasi,
Skripsi.
Muvid, Muhammad Basyrul, Tasawuf Sebagai Revolusi Spiritual
diabad Global, (Malang: Literasi Nusantara, Oktober
2019).
Nizam, Ahmad, Tasawuf Lokal, Mencari Akar Tradisi Tasawuf
Indonesia, (Cirebon: Pangger Publishing, 2016), h. 3-4.
Nurdin, Eep Sopwana, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Bandung:
Aslan Grafika Solution, Cet I 2020).
Putri, Mega Aulia, Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa) Melalui
Ibadah Shalat Fardhu dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan Akhlak (Telaah pemikiran Al-Ghazali),
Skripsi, UIN Raden Intan Lampung, 2020.
Picken ,Gavin, Spiritual Purification In Islam, diterjemahkan,
(Routledge: USA&Canada, 2011).
115

Qayyim Al-Jauziyah, Ibnu, Roh (Judul Asli: Ar-Ruh li ibnil-


Qayyim), Terj. Kathur Suhardi, (Jakarta Timur: Pustaka
Al-Kautsar, Cet I, 1999).
Sahri, Mutiara Akhlak Tasawuf: Kajian Spritual Tasawuf
Kebangsaan, (Depok: Rajawali Pers, Cet-I, 2019).
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Terj. Khairul Amru dan Masrukhin,
(Jakarta Selatan: Cakrawala Publishing ,Cet-5, 2015).
Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur‟an Tafsir Maudhu‟I Atas
Berbagai Persoalan Umat, (Bandung:Mizan, 2005).
Sihab, M. Qurais, Tafsir Al-Misbah : Pesan, kesan dan
keserasian Al-Qur‟an, Cet-2 (Tanggerang : Lentera Hati,
2007).
Simanjuntak, Bungaran Antonius, Tradisi, Agama, dan Akseptasi
Modernisasi Pada Masyarakat Pedesaan jawa, (Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016).
Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, Cet I 1996).
Siregar, Aminudin & Ariyono, Kamus Antropologi, (Jakarta:
Akademia Pressindo, 1985).
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R-D, (Bandung: Alfabeta, 2013).
Syafiqurrahman, Tipologi Tradisi Kompolan di Kecamatan
Lenteng, Jurnal
Takdir, Mohammad, Kontribusi Kiai Kholil Bangkalan dalam
Mengembangkan Tasawuf Nusantara, Vol.09, No.02,
Desember 2016.
116

Tamam, K.H. Abu, Kepala Sekolah Mts Al-Ishlah sekaligus


pemimpin sarwah di Bilapora Barat Ganding,
Wawancara, Bilapora Barat Ganding 29 September 2021.
117

LAMPIRAN I

Transkip wawancara

Informan I

Nama : KH. Abu Tamam

Status : Anggota Sarwah

Hari dan tanggal : Rabu, 29 September 2021

1. Bagaimana sejarah awal mula tradisi Sarwah di Desa


Ganding Sumenep Madura? Siapa yang membawa atau
memperkenalkan pertama kali? Kira-kira waktu pertama kali
tradisi Sarwah dilaksanakan terdiri dari berapa anggota?
Jawaban: dari ulama, dari pondok pesantren karay dan
guluk-guluk yaitu Kiai Liyas dan Kiai Ahmad Dahlan. Dan
alumni dari pondok itu menersukan sarwah di desa mereka.

2. Untuk tempat pelaksanaanya dimana? Apakah ada perubahan


dari zaman dulu sampai sekarang?
Jawaban: Cem Macem bâdâh kompolan, ada perorangan
menyuruh atau mengundang dengan memberi imbalan uang,
bâdâh se onjhângan, bâdâh se pribadi, bâdâh se kompolan,
kadang sè terjadi satèya rèa setelah to‟ pètto‟ roa, ngonjhâng
tetangga baca bersama, macah sarwah, yang dilaksanakan
satèya‟nah.
118

3. Siapa yang memimpin sarwah pertama kali disini? Sudah


berapa periode atau siapa saja yang sudah pernah menjadi
pemimpin sarwah?
Jawaban: Kiai setempat, dua periode kalau di dusun
Bilaporah,

4. Apakah tokoh yang membawa atau memperkenalkan tradisi


sarwah ini termasuk tokoh termasyhur pada waktu itu? Atau
pengamal tarekat?
Jawaban: Iya tokoh termasyhur.

5. Berapa banyak orang yang mengikuti sarwah?


Jawaban: Kalau di dusun Bilaporah itu kurang lebih 40
orang.

6. Berapa banyak masyarakat Ganding yang ikut serta dalam


tradisi sarwah? Apakah ada peserta yang ikut tradisi sarwah
dari desa lain?
Jawaban: Lenteng Barat, Ganding dan Bilaporah.

7. Bagaimana dzikir dalam sarwah? Apa saja yang dibaca?


Apakah ada perbedaan antara bacaan sarwah sekarang dan
dulu?
Jawaban: Kalau sarwah kecil itu membaca tahlil 70.000
kali, kalau sarwah kubro ya Al-Ikhlas 100.000 kali.

8. Selain berdzikir apakah ada kegiatan lain dalam sarwah?


119

Jawaban: Ceramah, terutama yang berkaitan dengan dzikir.

9. Bagaimana tanggapan atau antusias anggota yang ikut


pertama kali dalam tradisi sarwah?
Jawaban: Lebih antusias yang dulu, kemauan untuk
melaksanakan warisan tradisi seperti tradisi sarwah ini
semakin lemah, zaman awal banyak dan diperiode berikutnya
semakin sedikit. Zaman sekarang banyak pemuda yang
pendidikannya agak maju sehingga kemauan untuk
melaksanakan tradisi yang dulu adalah semakin lemah.

10. Apa tujuan dan manfaat dari pada tradisi sarwah ini?
Jawaban: Faedah dari pada sarwah ialah mempererat
hubungan, habl min al-Nass

11. Perubahan-perubahan apa saja yang terjadi dalam


pelaksanaan tradisi sarwah ini?
Jawaban: Lebih antusias yang dulu.

12. Bagaimana upaya yang dilakukan dalam mempertahankan


kebudayaan tradisional ini?
Jawaban: Bahwa yang mempunyai bagian dari anggota
tidak dihentikan , tidak ada istilah setelah anggota se
nangghâ‟ terakhir roa langsung dilanjutkan, tak è ghâ‟
peghghâ‟ langsung dilanjutkan.
120

13. Apa sajakah nilai spiritual yang terkandung dalam tradisi ini?
Seperti halnya nilai-nilai tasawuf apakah termasuk
didalamnya?
Jawaban: Sarwah dapat menenangkan hati masyarakat,
sehinga bisa terkendali ketika akan melakukan dosa.
121

Informan II

Nama : Muhammad

Status : Anggota Sarwah

Hari dan tanggal : Senin, 04 Oktober 2021

1. Bagaimana sejarah awal mula tradisi Sarwah di Desa


Ganding Sumenep Madura? Siapa yang membawa atau
memperkenalkan pertama kali? Kira-kira waktu pertama kali
tradisi Sarwah dilaksanakan terdiri dari berapa anggota?
Jawaban : dari ulama, dari pondok pesantren karay dan
guluk-guluk yaitu Kiai Liyas dan Kiai Ahmad Dahlan. Dan
alumni dari pondok itu menersukan sarwah di desa mereka.

2. Untuk tempat pelaksanaanya dimana? Apakah ada perubahan


dari zaman dulu sampai sekarang?
Jawaban : Neng Masjid.

3. Siapa yang memimpin sarwah pertama kali disini? Sudah


berapa periode atau siapa saja yang sudah pernah menjadi
pemimpin sarwah?
Jawaban : Kiai Hammad eteros aghi mu Kiai Sikan

4. Apakah tokoh yang membawa atau memperkenalkan tradisi


sarwah ini termasuk tokoh termasyhur pada waktu itu? Atau
pengamal tarekat?
Jawaban : Iya termasyhur.
122

5. Berapa banyak orang yang mengikuti sarwah?


Jawaban : Ghi‟ bânnya‟ mun sè ghi‟ neng k.toan, bârempa
ongghu kaloppaèh engko‟, sèngallè ka astana k.toan sakoni‟
la kabâbâ saèket, akhèra mudih-mudih ka astana ghung
„usman sakoni‟ pas, karèh lèma bellâsen, satèah karè ka
empah, kadhâng kaduwâ‟ân engko‟ ben k. Aqil. Lambâ‟en
bânynya‟ dâri mur dâjâh sabbhân ka neng k.toan abit-abit
ambu la ngalosot. Mun è ghânding sakoni‟, palèng la ri‟
bâri‟en 12 , mun satèya sakoni‟ la, mun lambâ‟ bânnyak,
mun satèya palèng la palèng bânnyak kapètto mun sampè,
rakèra lambâ‟ orèng 20 lebbi, so‟ ngabudih jân sakoni

6. Berapa banyak masyarakat Ganding yang ikut serta dalam


tradisi sarwah? Apakah ada peserta yang ikut tradisi sarwah
dari desa lain?
Jawaban : Lenteng Barat, Ganding.

7. Bagaimana dzikir dalam sarwah? Apa saja yang dibaca?


Apakah ada perbedaan antara bacaan sarwah sekarang dan
dulu?
Jawaban : Tawassul, sholawat, al-Ikhlas, tahlil, istighfar,
du‟a, pangajiyen.

8. Selain berdzikir apakah ada kegiatan lain dalam sarwah?


Jawaban : Ye pangajhiyen ben nyabe‟ pèssè ka angghuy
acara masjid.
123

9. Apa tujuan dan manfaat dari pada tradisi Sarwah ini?


Jawaban : Khusus bengatoah, kompolan, ma ènga‟
bengatoah, nebhbhus dhusanah rèng seppo.

10. Apa sajakah nilai spiritual yang terkandung dalam tradisi ini?
Seperti halnya nilai-nilai tasawuf apakah termasuk
didalamnya?
Jawaban : Mun padâh manussanah nga‟ paènga‟en jâriyâh,
ènga‟ k.aqil aroah nga‟ maènga‟, abârri‟ pengajhiân, tentang
kamatèan. Sabbhân mulaèh sè k.aqil mabâdâ‟âh pengajhiân,
pah nuro‟ bânnyak orèng, tapè aobâ so‟ abit. La lessoh la
pendâd pas tak arèken. Sajjhâkâh bâdâh sarwâh bisa
akompol, mun tadâ‟ sarwâh tak kèrah akompol è masjid.
124

Informan III

Nama : Kiai Aqil

Status : Kiai atau pemimpin sarwah

Hari dan tanggal : Rabu,06 Oktober 2021

1. Untuk tempat pelaksanaan sarwah dimana? Apakah ada


perubahan dari zaman dulu sampai sekarang?
Jawaban: e Masjid Nak.

2. Berapa banyak orang yang mengikuti sarwah?


Jawaban: mun satèya sakoni‟ la nak, bânynyak nyorot, jhâ‟
rèng kabhâghusân rèa malarat, wa toah kabbhi la, nakarana
satèya.

3. Bagaimana dzikir dalam sarwah? Apa saja yang dibaca?


Apakah ada perbedaan antara bacaan sarwah sekarang dan
dulu?
Jawaban: Kèng ghun nyamana kubro nak, mun lakona enjâ‟.
Mun kubro rèa kan 100.000 kali surat al-ikhlas, mun kubro
sè bhender la, keng kun la, keng kun nyamah kubro ra,
lakona yeh enjâ‟, ye surat ikhlas kèng kun satasbih surat
ikhlas ah. Sateyah ta‟ dâpa‟ 100.000 kali tahlilnah, mun
lambâ‟en dâpa‟, ebegi per oreng, mun lambâ‟en jet nganghuy
jhâ‟ berempah tasbih kan ye, kan lambâ‟en kik bennyak. Ye
abhâreng mun polanah, keng kun jhâ‟ sapolo tasbih ebeng
125

dâ‟ yeh roah, ye mun sateah satasbih ebeng. Jen sakoni‟


orengah jen sakoni‟ keah anunah.
Ye urutnah tawassul ka Rasulullah, sahabat, syaikh Abdul
Qadir, Masyayikhina, muslimin muslimat, keluarga jema‟ah,
keluarganah jama‟ah se mateh, sayyidul istighfar 7 kali,
istighfar muslimin muslimat 100 kali, sholawat 1000 kali, al-
Ikhlas 100 kali, tahlil, doa, pas pengajhiyen, tabunghan
pesse.

4. Selain berdzikir apakah ada kegiatan lain dalam sarwah?


Jawaban: Pengajhiyen ben tabungan. pèssè sa ikhlas ah
sadâkaan jâriyâh pas, sè kenceng ye sè nangghâ‟ tekah bânni
nangghâ‟ mun kenceng, ye sè nangghâ‟ ra sè anuh, kèng
kadhâng kèah tadâ‟ rèng aberri‟, saikhlas ah, lèma èbuh, du
ebuh, enem ebuh, tak ènyama aghi ka masjid jâ‟, kèng la sè
katebhânan , jhâ‟ rèng engko‟ minta, tèmbhâng kabeli rokok
èkoah a.. torèh nah patadâ‟ rokok en can engko‟ bilân dâ‟iyâ
, aghâbey anuh bhâih amal lè ghu‟ laghghu‟ mi‟ parlo napah-
napah, bhâk rembhâk can engko‟ ka kancah jâriyâh , mik
parlo aziarâh, tak ènyama aghi masjid, mun ènyama aghi
masjid tak ning lighulih pah , mi‟ èbâghiyâ anak yatim piatu
dâ‟iyâh can engko‟, kan tak ènyamain masjid.

5. Apa sajakah nilai spiritual yang terkandung dalam tradisi ini?


Seperti halnya nilai-nilai tasawuf apakah termasuk di
dalamnya?
126

Jawaban: ye dhinglah bâdâh pangajhi‟na jâriyâh èssena yâ


polè nga‟ngènga‟èh abâ‟ roa, abâ‟ sè matèah, kan iyâh?.
Abâ‟ rè kan akèkèt salanjhânga engko‟ ben bâ‟en rè nak,
alakoa bhâgus tak kenceng mun tak ollè hidâyâ dâri Allah
nak, tak kenceng jâ‟, mun bâdâh paparèng dâri Allah nur fil
qalbi rèa mèkkèrèh abâ‟ enjâ‟ ghâsèk sè abhâjânga, jhâ‟
ngajhiyâh jhâ‟ asadâka‟ah , aroa kabhâgusen jhâ‟tatolongah .
enga‟ abâ‟ sè matèah. Mun niser ka orèng ekaniserrèh Allah.
Tojjhu‟nah kaikhlas an , tako‟ ka Allah sè ikhlas
127

Informan IV

Nama : Kiai Munir

Status : Kiai atau pemimpin Sarwah

Hari dan tanggal : Rabu, 29 September 2021

1. Untuk tempat pelaksanaanya dimana? Apakah ada perubahan


dari zaman dulu sampai sekarang?
Jawaban: E Masjid.

2. Siapa yang memimpin sarwah pertama kali disini? Sudah


berapa periode atau siapa saja yang sudah pernah menjadi
pemimpin sarwah?
Jawaban: lambe‟ eppa‟, engko‟ nerros aghi eppa‟. Ye mun
sateyah kadeng engko‟, ye K. Aqil.

3. Berapa banyak orang yang mengikuti sarwah?


Jawaban: bennyak an lambe‟. Sateyah sekitar tak lebbi deri
20 orèng.

4. Selain berdzikir apakah ada kegiatan lain dalam sarwah?


Jawaban: Pengajhiyen.

5. Apa tujuan dan manfaat dari pada tradisi Sarwah ini?


128

Jawaban: adu‟a aghi orèng seppo ben bengatoah.

6. Perubahan-perubahan apa saja yang terjadi dalam


pelaksanaan tradisi Sarwah ini?
Jawaban: Lambâ‟ ghi‟ bânnyak se nuro‟, sateyah la sajân
sakoni‟, bâdâh sekitar du polo oreng

7. Apa sajakah nilai spiritual yang terkandung dalam tradisi ini?


Seperti halnya nilai-nilai tasawuf apakah termasuk
didalamnya?
Jawaban: Akompol
129

LAMPIRAN II

Dokumentasi

Kegiatan Khotmil Qur‟an sekaligus Sarwah


(undangan) di salah satu rumah warga Ganding

Kegiatan Khotmil Qur‟an sekaligus Sarwah


(undangan) di salah satu rumah warga Ganding
130

Wawancara dengan Kiai Aqil (Kiai/pemimpin sarwah)


131

Wawancara dengan Kiai Munir (Kiai/pemimpin


sarwah)
132

Wawancara dengan Muhammad (anggota sarwah)


133

Surat Izin Penelitian

Anda mungkin juga menyukai