Anda di halaman 1dari 3

Dalam implementasi kurikulum merdeka, selain kita menyajikan pembelajaran yang berpihak kepada

murid, kita juga perlu menyajikan suasana yg nyaman dan menyenangkan disekolah

Pendidikan sebagi tempat menyemai benih kebudayaan dalam masyarakat. Sebagai


tempat untuk berlatih dan menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan yang dapat
diteruskan atau diwariskan. KHD percaya bahwa untuk menciptakan manusia
Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk
mencapainya. Oleh sebab itu, seorang pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, sehingga dapat memperbaiki
perilakunya. Dalam hal ini seorang pendidik lebih berperan sebagai pamong yang
menuntun dan memberikan arahan kepada anak, sehingga anak tidak salah jalan
atau tidak salah dalam melangkah dan membahayakan dirinya. terutama dalam
pembelajaran di kelas, seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak
dapat menemukan kemerdekaan dalam belajar. Membimbing dan mendidik anak
hendaknya sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya, agar anak dapat
memiliki budi pekerti yang luhur dan mulia.

Dalam menuntun perilaku anak agar memiliki budi pekerti yang luhur dan mulia
maka seorang pendidik dapat membimbing anak melalui berbagai cara dan metode
atau pendekatan, baik dengan menggunakan panca indera maupun dengan
permainan anak-anak, karena dengan permainan yang sesuai dapat memberikan
kegembiraan bagi anak, atau dengan kata lain mendidik sama artinya dengan
menuntun dengan pola pembelajaran yang menyenangkan dan pendidikan yang
berpihak pada anak.

Tujuan utama pendidikan yaitu Pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang


khayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Kerangka filosofi Merdeka Belajar mengacu pada 7 Profil Pelajar
Pancasila yakni Beriman dan Bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, Berakhlak
mulia, Kreatif, Gotong Royong, Berkebhinekaan Global, Bernalar Kritis dan Mandiri.

Agar tujuan utama pendidikan tersebut dapat tercapai dan Profil Pelajar Pancasila
yang diharapkan dapat terwujud pada tiap anak Indonesia, maka sebagi pendidik
tentunya berupaya melakukan tugas sesuai dengan semboyan pendidikan yang
diajarkan oleh KHD yaitu ” Ing Ngarso sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut
Wuri Handayani.”

Selanjutnya sebagi pendidik berupaya menerapkannya dalam proses pembelajaran


agar pembelajaran yang dilakukan dapat mencerminkan pemikiran KHD maka
seorang pendidik itu sebaiknya selalu mengupayakan perubahan dan diharapkan
yang berubah adalah budi pekerti dengan cara mengolah pikiran dan perasaan serta
kemauan dan mengolah raga/tenaga, menciptakan pendidikan yang holistik dan
seimbang dan memandang setiap anak dengan penuh hormat, sehingga sebagai
pendidik bebas dari segala ikatan, memiliki hati yang suci ketika mendekati anak dan
tidak meminta suatu hak/balasan namun melakukan tugas mendidik dengan sikap
melayani ( berhamba pada anak). Berupaya menjadi teladan, memberikan semangat
dan memberikan dorongan kepada anak sesuai dengan trilogi pendidikan atau
seperti semboyan dari bapak Ki Hajar Dewantara.
Akhirnya semboyan dari KHD yaitu ” Ing Ngarso sung Tulodo, Ing Madya Mangun
Karso, Tut Wuri Handayani” dapat disimpulkan sebagai rangkuman dari keseluruhan
pemikiran KI Hajar Dewantara.

2. Budaya Positif di Sekolah

Sesuai dengan konsep pemikiran dari bapak Ki Hajar Dewantara bahwa seorang
pendidik itu harus dapat menuntun anak sesuai dengan kodrat alam dan kodrat
zamannya sehingga anak dapat memiliki watak atau karakter yang baik dan pada
akhirnya dapat membentuk perilaku yang baik pula. Dalam menuntun budi pekerti
anak, maka sebagai pendidik perlu berupaya menuntun anak dengan menerapkan
budaya positif di sekolah.

Untuk membangun budaya positif di sekolah maka sekolah perlu menyediakan


lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar anak dapat berpikir, bertindak dan
mencipta dengan secara merdeka, mandiri dan bertanggungjawab. Salah satu
strategi yang perlu ditinjau ulang adalah bentuk disiplin yang dijalankan selama ini di
sekolah. Terkait dengan disiplin ini maka semua warga sekolah perlu menyamakan
persepsi tentang disiplin yang selama ini dikaitkan dengan kontrol yakni cara guru
ketika menghadapi anak dalam hal kedisiplinan.

Sebagai seorang pendidik tentunya akan berupaya untuk menanamkan disiplin


positif yang positif ini kepada anak didik, maka ada beberapa hal yang dapat
dilakukan agar budaya positif ini dapat diwujudkan di sekolah yaitu :

a. Disiplin Positif

Dalam menanamkan disiplin positif kepada anak sebaiknya dimulai dari diri anak
sendiri dengan pembiasaan disiplin diri dan disiplin waktu. Sebagai seorang guru
yang diharapkan menjadi pemimpin pembelajaran dapat memberikan keteladanan
terlebih dahulu kepada anak sehingga dengan sendirinya anak menyadari dan dapat
membiasakan diri untuk dapat berdisiplin diri maupun disiplin waktu.

b. Posisi Kontrol Guru

Merupakan suatu posisi yang dapat digunakan oleh guru dalam memantau budaya
positif terhadap anak, khususnya dalam penanaman disiplin apakah sudah
sesuai/efektif atau belum serta menjadi referensi guru dalam menyelesaikan
masalah yang muncul di sekolah. Posisi kontrol guru antara lain sebagi Penghukum,
Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. Idealnya sebagai guru
dapat menenmpatkan diri di posisi kontrol sebagai manajer dalam menyelesaikan
permaslahan di sekolah.

c. Kebutuhan Dasar Manusia

Sebagai guru dan murid merupakan pribadi yang unik dan tentunya sebagai
manusia, memiliki kebutuhan dasar yang harus terpenuhi. Kita menyadari bahwa
apabila salah satu kebutuhan tidak terpenuhi maka dapat saja menjadi suatu konflik
dan menimbulkan permasalahan. Kebutuhan dasar manusia diantaranya adalah
bertahan hidup, cinta dan kasih sayang, penguasaan, kebebasan dan kesenangan.
d. Keyakian Kelas 

Keyakinan Kelas hampir sama dengan kesefakatan kelas atau peraturan kelas yang
dibuat di kelas maupun di sekolah. Hanya saja dalam penyusunan keyakinan kelas
perlu mengutamakan kolaborasi dengan siswa sehingga keyakinan kelas yang
dibuat bersama dapat dilaksanakan secara konsisten dan sesuai dengan komitmen
bersama.

e. Segitiga Restitusi

Segitiga Restitusi ini merupakan proses menciptakan kondisi bagi murid untuk
memperbaiki kesalahan, sehingga anak dapat kembali pada kelompoknya dengan
karakter yang lebih kuat dari sebelumnya. Penerapan segitiga restitusi diawali
dengan validasi tindakan yang salah, Menstabilkan identitas dan menanyakan
keyakinan kelas.

Anda mungkin juga menyukai