Anda di halaman 1dari 49

HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIN DIRI REMAJA DENGAN POLA

ASUH OTORITER

SKRIPSI
Disusun Oleh :

Nama : Ady Mahardika

NPM : 17700011

Progtam Studi : Psikologi

GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT UNTUK


MENEMPUH UJIAN AKHIR SARJANA STRATA SATU (S-1)

UNIVERSITAS TAMA JAGAKARSA

FAKULTAS PSIKOLOGI

JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis

sehingga berhasil menyelesaikan tugas Proposal Penelitian untuk

memenuhi tugas akhir yang berjudul “ HUBUNGAN ANTARA

PENYESUAIN DIRI REMAJA DENGAN POLA ASUH

OTORITER. ”

Apabila ada kekuranga ataupun kesalahan dalam penulisan ataupun

dalam ejaan penulis mohon maaf. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

untuk kita semua. Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik

berkat bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak

langsung untuk itu penulis mau mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kepada yang terhormat, Bapak Prof. Dr. H. Tama Sembiring, SH

MM selaku pembina Yayasan Pendidikan Tama Jagakarsa.

2. Kepada yang terhormat, Bapak Dr.H. MR. Ulung, selaku ketua

Yayasan Pendidikan Tama Jagakarsa.

3. Bapak Dr. H. Noor Sembiring, SE, MM, selaku Rektor Universitas

Tama Jagakarsa.

4. Ibu Dra. Tjitjik Hamidah, M.Si, Psi, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Tama Jagakarsa.


5. Ibu Mia Anita Lestari, S.Psi, M.Psi, selaku Ketua Program Studi

Psikologi Universitas Tama Jagakarsa dan selaku dosen pembimbing

materi yang telah memberikan masukan, koreksi dan arahan kepada

peneniliti. Peneliti ucapkan terima kasih, appresiasi dan bangga karena Ibu

telah meluangkan waktu, sabar dalam memberikan arahan dan bimbingan

hingga skripsi ini selesai dengan baik.

6. Ibu Mia Anita Lestari, S.Psi, M.Psi, selaku dosen pembimbing teknis

yang telah memberikan masukan, koreksi dan arahan. Peneliti ucapkan

terima kasih atas waktu, saran dan kesediaan mengkaji skripsi ini dengan

teliti dan sabar hingga memberikan masukan yang sangat bermanfaat pada

kesempurnaan skripsi ini.

7. Ibu Sri Cahya Kencana, M.Psi, selaku dosen yang telah membantu

memberikan masukan, koreksi dan arahan. Penelliti ucapkan terimakasih

atas waktu, saran dan kesediaan mengkaji skripsi ini dengan teliti dan

sabar hingga memberikan masukan yang sangat bermanfaat pada skripsi

ini.

8. Seluruh Dosen yang ada di Program Studi Ilmu Psikologi Fakultas

Psikologi Universitas Tama Jagakarsa yang telah membekali berbagai

ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama masa perkuliahan.

9. Yang tercinta dan tersayang Ibu dan Ayah yang senantiasa

memberikan dukungan kepada peneliti baik motivasi, fasilitas, materi,


sponsorship biaya kuliah, pengorbanan, cinta, kasih sayang dan doa yang

tiada hentinya.

10. Kepada Keluarga Besar HMPS Psikologi Universitas Tama

Jagakarsa, peneliti ucapkan terima kasih banyak atas segala kenangan

yang telah dilalui selama 4 tahun ini. Semoga kebersamaan ini abadi dan

semoga HMPS semakin maju dan baik.

11. Kepada semua responden yang telah meluangkan waktunya terima kasih

sudah mengisi kuisioner yang telah penulis persiapkan.

12. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dalam

penulisan skripsi ini, semoga Allah SWT akan membalas kebaikan kita

semua Amiin.

Jakarta , 2023

Penulis

Ady Mahardika

NPM : 17700011
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ..............................................................................................ii

ABSTRAK........................................................................................................................................iii

ABSTRACT......................................................................................................................................iv

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................v

DAFTAR ISI ...................................................................................................................................vii

DAFTAR TABEL .............................................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................

B. Tujuan Penelitian ........................................................................

C. Manfaat Penelitian ......................................................................

D. Sistematika Penulisan .................................................................

E. Penelitian Sebelimnya.................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyesuaian Diri................................................

1. Pengertian Penyesuaian Diri...............................................

2. Karakteristik Penyesuaian Diri...........................................

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian diri................

C. Pola Asuh Otoriter.......................................................................

D. Aspek – Aspek Pola Asuh Otoriter.............................................

E. Faktor Pola Asuh Otoriter...........................................................


F. Kerangka Berfikir .......................................................................

G. Hipotesis .....................................................................................

BAB III BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel - Variabel Penelitian..................................

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................................

1. Pola asuh otoriter..................................................................

2. Penyesuaian Diri Pada Remaja..............................................

C. Populasi Dan Metode Teknik Pengambilan Sampel...................

1. Populasi.................................................................................

2. Sampel...................................................................................

3. Teknik Pengambilan Sampel.................................................

D. Metode Pengumpulan Data.........................................................

E. Validitas Dan Reabilitas..............................................................

F. Uji Coba Instrumen.....................................................................

G. Teknik Analisa Data....................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

Sistem Pendidikan nasional mengatakan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

Negara.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pendidikan anak

yang dibagi menjadi dua yaitu faktor internal (dari kelurga atau orang tua)

dan faktor eksternal (dari lingkungan serta sarana informasi). Faktor

internal terdiri dari beberapa hal yaitu umur kepala keluarga, tingkat

pendidikan kepala keluarga, besar keluarga (besar tanggungan), total

pendapatan keluarga, total pengeluaran keluarga, persepsi tentang arti

penting sekolah, persepsi tentang biaya pendidikan, dan status usaha

kepala keluarga. Faktor eksternal terdiri dari kebijakan pemerintah,

informasi terhadap pendidikan, sarana pendidikan, serta jarak sarana

pendidikan. Hasil dari penelitian di atas diketahui banyak faktor yang


mempengaruhi pendidikan anak dalam sebuah keluarga, salah satunya

yaitu pendapatan atau penghasilan keluarga.

Anak merupakan anggota penting dalam keluarga, kehadiran anak

di tengah-tengah keluarga sangat di nanti-nantikan. Ketika anak hadir di

tengah-tengah keluarga. orang tua pasti menginginkan anaknya dapat

berkembang secara normal, sehingga orang tua mempunyai cara tersendiri

dalam memperlakukan anak. Setiap orang tua berbeda dalam supaya anak

bisa mengembangkan potensi dirinya. Ada pula orang tua yang memberi

kebebasan kepada anak tapi tetap memberikan kontrol, dan ada pula orang

tua yang bersikap melindungi anak secara berlebihan.

Dengan memberikan perlindungan terhadap gangguan dan bahaya

fisik maupun psikologis, sampai anak tidak mencapai kebebasan atau

selalu tergantung pada orang tua, perilaku orang tua tersebut disebut

dengan pola asuh otoriter, dengan alasan agar anak tidak mengalami

celaka, dan karena anak belum bisa berfikir secara logis maka perlu ada

perlindungan yang ekstra. Dalam memperlakukan anak tentunya orang tua

tidak bersikap sembarangan, mereka punya cara tersendiri dengan harapan

anak mereka berkembang seperti apa yang diharapkan. Perilaku orang tua

kepada anak memegang peranan yang besar dalam perkembangan anak

pada masa mendatang, karena pada masa anak-anak merupakan periode

kritis yang menjadi dasar bagi berhasil tidaknya menjalankan tugas

perkembangan selanjutnya.
Pertama kali seorang anak bergaul adalah dengan orang tua,

sehingga perilaku orang tua kepada anak menjadi penentu bagi

perkembangan anak, baik perkembangan fisik maupun psikisnya. perilaku

orang tua yang otoriter di mana orang tua terlalu banyak melindungi dan

menghindarkan anak dari macam-macam kesulitan sehari-hari dan selalu

menolongnya, pada umumnya anak menjadi tidak mampu mandiri, tidak

percaya dengan kemampuannya, merasa ruang lingkupnya terbatas dan

tidak dapat bertanggung jawab terhadap keputusannya sehingga

mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri.

Sekarang ini sering ditemui orang tua yang memberikan apa saja

yang diinginkan anak mereka, tapi tidak memberikan tanggung jawab

kepada anak, maka seorang remaja yang mendapatkan pemeliharaan yang

berlebihan dan serba mudah akan mendapat kesukaran dalam penyesuaian

diri dengan keadaan diluar rumah. kebiasaan orang tua yang selalu

memanjakan anak, anak tidak bisa mempertanggung jawabkan apa yang

dilakukan, pada umumnya anak menjadi tidak mampu mandiri, tidak

percaya dengan kemampuannya, merasa ruang lingkupnya terbatas.

Seorang remaja yang orang tuanya berperilaku otoriter mengalami

konflik, karena sering mendapat perlindungan dari orang tuanya, dengan

situasi tersebut maka remaja kurang mendapat kesempatan untuk

mempelajari macam-macam tata cara atau sopan santun pergaulan di


lingkungannya, maka wajar saja jika remaja mengalami masalah

menyesuaikan diri.

Pola asuh otoriter merupakan kecenderungan dari pihak orang tua

untuk melindungi anak secara berlebihan, dengan memberikan

perlindungan terhadap gangguan dan bahaya fisik maupun psikologis,

sampai sebegitu jauh sehingga anak tidak mencapai kebebasan atau selalu

tergantung pada orang tua. aspek pola asuh otoriter adalah kontak yang

berlebih kepada anak, perawatan atau pemberian bantuan kepada anak

yang terus-menerus, mengawasi kegiatan anak secara berlebihan dan

memecahkan masalah anak.

Atas dasar pengamatan dan informasi dari guru bimbingan

konseling banyak dari siswa SMA Negeri Jakarta yang mengalami

masalah penyesuaian diri, antara lain ditunjukan dengan banyak siswa

yang kurang aktif dalam proses belajar mengajar, pemalu, bolos disaat jam

belajar berlangsung, kurang percaya diri, sering menyendiri, sering

berbuat gaduh, kurang sopan terhadap teman maupun guru, sering

mencontek saat ujian serta mengerjakan tugas sekolah, terlibat

perkelahian, sering terlambat masuk sekolah, sering tidak masuk sekolah,

dan masih banyak lagi pelanggaran yang terjadi dilakukan siswa sebagai

bentuk manifestasi dari penyesuaian diri yang salah.


Berdasarkan uraian mengenai pola asuh otoriter dengan

penyesuaian diri remaja, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut

hubungan antara penyesuaian diri remaja dengan Pola asuh otoriter.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini berujuan untuk :

a. Mengetahui hubungan penyesuaian diri remaja


dengan pola asuh otoriter.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini bertujuan untuk :
Dari penelitian yang akan dibuat ini diharapkan akan
memberikan suatu manfaat yang ingin dicapai sehingga penelitian
ini dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan manfaat tersebut
terbagi menjadi:

1. Manfaat Teoritis:
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah kajian
pengetahuan bidang psikologi, terutama dalam hal
penyesuaian diri remaja dan perilaku orang tua kepada
anak.

2. Manfaat praktis :
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi
yang berguna bagi sekolah, orang tua dan
remaja agar dapat menyesuaikan diri dengan baik.
D. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah memahami ini daripada skripsi ini
maka dalam penulisan skripsi ini penulis membagi 5 (lima) Bab
dan Sub Bab seperti dibawah ini :

BAB I. PENDAHULUAN
Dalam bab ini menguraikan tentang Latar Belakang
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian Serta
Sitematika Penulisan

BAB II. LANDASAN TEORI


Dalam bab ini menguraikan mengenai teori-teori yang
mempunyai relavasi dengan pembahasan, yaitu : Hubungan
Penyesuaian Diri Remaja Dengan Perilaku protektif orang tua,
kerangka berfikir penelitian dan hipotesis.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN


Dalam bab ini menguraikan Tempat dan Waktu penelitian,
populasi dan sampel, metode pengumpulan dna teknik analisa data.

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN


Dalam bab ini berisi tentang hasil penelitian yang yang
terdiri dari: persiapan penelitian, pelaksanaan, prosedur,
pengumpulan data, deskripsi data penelitian, hasil penelitian dan
pembahasan.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN


Berisi penutup hasil-hasil penelitian dan bahasan berupa
kesimpulan dan saran.
E. Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya bertujuan untuk mendapatkan bahan

perbandingan, persamaandan acuan penelitian. Penelitian ini dilakukan

dengan mengkaji riset jurnal-jurnal nasional maupun internasional. Dari

penelitian terdahulu, penulis menemukan judul yang serupa dan

menemukan beberapa jurnal yang berkaitan dengan penelitian yang sedang

di lakukan. Selain itu, untuk menghindari anggapan kesamaan dengan

penelitian ini. Maka dalam kaian ini peneliti mencantumkan hasil-hasil

sebelumnya.

1. Hasil penelitian Frieska Aprillia Latubessy (2014)

Bedasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Frieska

Aprillia Latubessy (2014) yang berjudul “Hubungan Antara Pola Asuh

Otoriter Dengan Penyesuaian Diri Pada Mahasiswa UKSW 2014

Yang Berasal Dari Ambon”. Penelitian ini memberikan perbedaan

subjeknya, dan mendapatkan hasil koefisien korelasi pola asuh

otoriter dengan penyesuaian diri mahasiswa UKSW 2014 asal Ambon

adalah sebesar 0,070 dengan signifikan 0,279 (p>0,05). Nilai

signifikasi yang lebih besar dari o,o5 ini berati tidak ada hubungan

negatif yang signifikasi antara pola asuh otoriter dengan penyesuaian

diri pada mahasiswa UKSW 2014 asal Ambon.


2. Hasil penelitian Meidiana Pritaningrum dan Wiwin Hendriani (2013)

Penelitian Meidiana Pritaningrum & Wiwin Hendriani (2013) berjudul

“Penyesuaian Diri Remaja yang Tinggal di Pondok Pesantren Modern

Nurul Izzah Gresik Pada Tahun Pertama”. Memiliki perbedaan di

metode penelitian kualitatif

3. Hasil penelitian Oki Tri Handono dan Khoiruddin Bashori (2013)

Penelitian Oki Tri Handono dan Khoiruddin Bashori (2013) berjudul

“Hubungan antara penyesuaian diri dan dukungan sosial terhadap stres

lingkungan pada santri baru”. Memiliki perbedaan di meteode

penelitian tehnik analisis regresi dua prediktor dan variable.

4. Hasil Penelitian Dody ardiyanto dan Shinta Pratiwi (2012)

Penelitian Dody ardiyanto dan Shinta Pratiwi (2012) berjudul

“Penyesuaian Diri Remaja Ditinijau Dari Persepsi Terhadap Pola

Asuh Otoriter Orang Tua” . memiliki perbedaan di metode penelitian

cluster random sampling.

5. Hasil Penelitian Fachrul Firmansyah dan Rilla Sovitriana (2021)

Penelitian Fachrul Firmansyah dan Rilla Sovitriana (2021) berjudul

“Penyesuaian Diri Pada Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan”.

Memiliki perbedaan di metode penelitian tehnik sampling jenuh

(sensus) dan memilik 3 variable.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar penyesuaian diri

1. Pengertian penyesuaian diri

Pada dasarnya setiap individu mempunyai potensi untuk

melakukan penyesuaian diri. Setiap individu mengharapkan tidak sesuai dengan

yang terjadi,sering kali individu mengalami hambatan dalam melakukan

penyesuaian diri. Agar individu tersebut dapat diterima dan diakui oleh

lingkungannya maka harus mampu melakukan penyesuaian diri.

Penyesuaian diri merupakan konsep yang berkaitan dengan reaksi

individu terhadap tuntutan dari lingkungan sekitarnya maupun dari dalam dirinya.

Istilah penyesuaian itu sendiri menurut Chaplin (2001) antara lain:

1) Variasi dalam kegiatan organisme untuk mengatasi suatu hambatan

dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan dan

2) Menegakkan hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik

dan sosial.

Menurut Scheneiders (1964) pengertian penyesuaian diri adalah

suatu proses yang melibatkan respons-respons mental dan perubahan

dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi

ketegangan,frustasi, dan konflik secara sukses, serta menghasilkan

hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau


tuntutan lingkungan di mana dia hidup. Jadi, penyesuaian diri yang di

maksud di atas adalah proses perubahan dalam rangka memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik

secara sukses afae ia mampu mengikuti tuntutan lingkungan secara wajar,

tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya , serta sesuai norma.

Adapun menurut Calhoun dan Acocella dalam Citaripah (2011)

penyesuaian diri adalah sebagai interaksi yang terjadi secara berkelanjutan

dan juga memiliki suatu Hubungan timbal balik yang sesuai antara diri

sendiri dengan orang lain serta dengan lingkungannya diri sendiri yang

dimaksud adalah suatu kesatuan dari tubuh pikiran perilaku Gagasan dan

perasaan dalam diri kita hubungan dan interaksi dengan orang lain

memiliki pengaruh yang kuat jelas dan nyata terhadap diri kita dalam

melakukan suatu tindakan Adapun hubungan dan interaksi dengan

lingkungan sebagai suatu hal yang membantu individu menyelesaikan

suatu urusan bertingkah laku sesuai dengan tuntutan lingkungan di mana

individu berada jadi penyesuaian diri.

 Kesulitan masalah hidup dan frustasi frustasi dengan cara efisien

jadi penyesuaian diri menurut widianigsih dan widyarini  adalah

kemampuan untuk mengelola konflik, kesulitan masalah hidup, dan

frustasi-frustasi  yang dihadapinya.

Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan

lingkungannya, Penyesuaian diri adalah suatu proses yang melibatkan


respon-respon mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu

berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan, tegangan-tegangan,

frustasi-frustasi, dan konflik-konflik batin serta menyelaraskan tuntutan-

tuntutan batin ini dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepadanya

oleh dunia dimana ia hidup (Semiun, 2006).

Hampir sama  dengan Zakiah, Sobur (2003)  memberikan definisi

penyesuaian diri sebagai kemampuan untuk Membuat hubungan yang

memuaskan antara orang dan lingkungannya. mencakup semua pengaruh

kemungkinan dan kekuatan yang melindungi individu, yang dapat

mempengaruhi kegiatannya untuk mencapai ketenangan jiwa dan raga

dalam kehidupan. lingkungan di sini salah satunya adalah lingkungan

sosial di mana individu hidup, termasuk anggota-anggotanya, ada

kebiasaannya dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan masing-

masing individu dengan individu lain.

Dengan mengacu pada pengertian-pengertian penyesuaian diri

yang telah ditemukan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa penyesuaian diri adalah kemampuan untuk menyelaraskan diri

sesuai dengan kondisi diri dan tuntutan dari lingkungan sekitar terhadap

segala kebutuhan diri maupun lingkungan yang berkaitan dengan

menanggapi segala macam konflik, kesulitan masalah hidup, frustasi, dan

lain-lain.
Penyesuaian sosial adalah bagian dari penyesuaian diri. adapun

yang dimaksud dengan penyesuaian sosial adalah suatu proses

penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial atau penyesuaian dalam

hubungan antar manusia. melalui penyesuaian sosial, manusia

memperoleh pemuasan akan kebutuhan-kebutuhannya. di samping itu

penyesuaian sosial dibutuhkan oleh setiap individu untuk menjadikan

dirinya sebagai manusia dengan segala ciri kemanusiaannya. Tidak ada

manusia yang mampu hidup sebagai manusia tanpa manusia lain. dengan

kata lain, terdapat saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan

manusia yang lainnya.

Menurut Hurlock (1980)  penyesuaian sosial merupakan perbaikan

perilaku yang telah dibangun oleh seseorang.  Seseorang  yang merasa

kalau selama ini perilakunya menyebabkan dirinya sulit untuk menyatu

dan diterima  dalam kelompok, maka orang tersebut akan berusaha untuk

memperbaiki perilakunya, sehingga dapat diterima oleh kelompok.

Jadi, bedasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan penyesuaian

diri secara sederhana dapat dipahami sebagai usaha individu untuk

mencapai keharmonisan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan untuk

memperoleh keamanan, kenyamanan dan terpenuhi kebutuhan hidup, baik

fisik maupun psikis atau psikologis.


2. Karakteristik penyesuaian diri

Baker dan Siryk (dalam Splichal, 2009) mengatakan bahwa dalam

penyesuaian diri terdapat beberapa aspek yang harus dimiliki seseorang

yaitu:

a. Penyesuaian akademik (Academic adjustment): hal ini terkait dengan

motivasi belajar, mengambil bagian dalam peran-peran kegiatan

akademis, dan hal-hal yang berhubungan dengan kepuasan dan

kesuksesan dalam lingkungan akademis.

b. Penyesuaian Sosial (Social adjustment): hal ini berhubungan dengan

bagaimana hubungan seseorang dengan orang-orang di sekitarnya

terutama lingkungan kampus, dan bagaimana dia berhasil untuk

mengikuti kegiatan sosial dan berfungsi baik di lingkungan sosialnya.

c. Penyesuaian emosi (personal/emotional adjustment): bagaimana

seseorang dapat mengontrol dan memanejemen perasaannya secara

fisik maupun psikisnya dalam hal ini berhubungan dengan

kesejahteraan antar keduanya.

d. Attachment: kepuasan dan kesuksesan seseorang dalam studinya,

komitmen untuk sukses dan mendapatkan kesuksean itu dalam hal ini

sukses dalam bidang perkuliahan dan mendapatkan gelar sarjana.

Proses penyesuaian diri yang menyimpang merupakan proses

pemenuhan kebutuhan atau upaya pemecahan masalah dengan cara-cara

yang tidak wajar atau bertentangan dengan norma yang dijunjung tinggi

oleh agama dan masyarakat. penyesuaian diri yang salah satu atau
menyimpang ditandai dengan berbagai bentuk perilaku yang serba salah,

tidak terarah, emosional  sikap tidak rasional, agresif dan sebagainya.

Menurut Scheneider dalam Yusuf (2004) respon-respon

penyesuaian diri yang abnormal adalah sebagai berikut:

a. reaksi Bertahan ( defence reaction-flight from self). Individu Dikepung

oleh tuntutan- tuntutan dari dalam diri sendiri(needs), dan dari luar

( preasure)  dari lingkungan yang kadang-kadang mengancam rasa aman

egonya. untuk melindungi rasa aman egonya itu individu mereaksi dengan

mekanisme pertahanan diri ( defence mechanism)

b. reaksi menyerang ( agresive reaction ) dan delingquency. agresi Adalah

bentuk respons untuk mereduksi ketegangan dan frustasi melalui media

tingkah laku yang merusak, berkuasa, atau mendominasi agresi ini

terefleksi dalam bentuk-bentuk tingkah laku verbal dan nonverbal contoh

agresi verbal adalah berkata kasar, bertengkar, panggilan nama yang jelek,

Jawaban yang kasar, sarkasme ( perkataan yang menyakitkan hati), dan

kritikan yang tajam sementara contoh non verbal diantaranya menolak atau

melanggar aturan

( tidak disiplin), pemberontak, berkelahi(tawuran),  mendominasi orang

lain dan membunuh.

c. reaksi melarikan diri dari kenyataan ( escape withdrawl reaction atau

flight from reality)  reaksi escape  atau withdrawl reactin  merupakan

pertahanan diri terhadap tuntutan, desakan, atau ancaman dari lingkungan.

Escape  merefleksikan  perasaan kejenuhan, atau putus asa, sementara


withdrawl  diantaranya 1) berfantasi atau melamun 2) banyak tidur atau

tidur yang patologis , narcolepsy,yaitu  kebiasaan tidur yang tidak

terkontrol 3) meminum minuman keras 4) bunuh diri  dan 5)  menjadi

pecandu narkoba. 

d. penyesuaian diri yang patologis (flight into illness)   penyesuaian yang

patologis berarti individu yang mengalaminya perlu mendapat perawatan

khusus dan bersifat klinis, bahkan perlu perawatan di rumah sakit adapun

yang termasuk penyesuaian diri yang patologis adalah neurosis dan

psikokis

e. tingkah laku anti sosial ( antisocial behavior)  tingkah laku anti sosial

merupakan tingkah laku yang bertentangan dengan norma masyarakat,

baik secara formal berupa hukum perundang-undangan, maupun informal

seperti adat istiadat dan norma Agama.

f. kecanduan dan ketergantungan alkohol dan obat-obatan terlarang.

Kecanduan  alkohol( minuman keras) dan penyalahgunaan narkoba

merupakan perilaku menyimpang,baik secara hukum maupun psikologis.

Dampaknya  dampaknya sangat buruk terhadap kesehatan fisik seperti

gangguan fungsi otak dan peradangan lambung dan usus Tersisih seperti

menjadi pemalas, pembohong,  penipu, pencuri,dan perasa. Sementara 

penyembuhan sangat susah, lama Apabila seseorang sudah kecanduan

alkohol dan narkoba Oleh karena itu yang menjadi perhatian utama yaitu

upaya pencegahan.
g. penyimpangan seksual dan AIDS   beberapa perilaku yang menyimpang

yang harus mendapat perhatian semua pihak diantaranya perilaku seksual

dan free sex  yang dapat mengakibatkan AIDS.

Adapun karakteristik penyesuaian sosial yang sehat menurut Fahmy

(1982)  adalah sebagai berikut: 1)Ketenangan jiwa, 2)kemampuan bekerja,

3)gejala jasmani, 4)memiliki konsep diri yang positif, 5)menerima diri dan

orang lain, 6)membuat tujuan-tujuan hidup yang realistik, 7)memiliki kontrol

diri dan tanggung jawab yang tinggi, 8)mampu membuat hubungan yang

didasarkan atas saling mempercayai, 9)kesanggupan berkorban dan

memberikan pelayanan terhadap orang lain, dan 10)perasaan bahagia.

Sementara karakteristik penyesuaian sosial yang tidak sehat dapat

meliputi:1) agresif/ perilaku anti sosial, 2)kesombongan, 3)kecemburuan sosial

atau kesepian, dan 4)rendahnya keterampilan sosial.

Kesimpulan dari karakteristik penyesuaian diri proses penyesuaian diri,

dimana individu dapat menyesuaiakan dirinya sendiri antara lingkungan

terhadap dirinya yang dapat mengatasi konflik emosional dan penyesuaian diri

dalam kesulitan yang dihadapi dirinya maupun kesulitan yang berhubungan

dengan lingkungan.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri


 Menurut Willis dalam Ningrum (2013)  penyesuaian diri merupakan

kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar dengan lingkungan

sehingga individu merasa puas terhadap diri dan lingkungannya penyesuaian diri

itu dilakukan untuk melepaskan diri dari hambatan-hambatan dan ketidaknakan

yang ditimbulkan sehingga akan mendapatkan suatu keseimbangan psikis yang

dalam hal ini tentu tidak menimbulkan konflik bagi dirinya sendiri dan tidak

melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat hal itu merupakan faktor

penentu kelak Mampu menyesuaikan diri dengan baik atau tidak pada lingkungan.

Mu’tadin (2002) Menyebutkan beberapa lingkungan yang dapat

menciptakan penyesuaian diri yang sehat bagi remaja antara lain yaitu lingkungan

keluarga lingkungan teman sebaya dan lingkungan sekolah ketiga lingkungan ini

berperan dalam proses pembentukan penyesuaian diri individu belajar dari setiap

proses interaksi yang  sekurangnya dilakukan di lingkungan keluarga, teman

sebaya dan sekolah.

Menurut Scheneider (1964)  Faktor-faktor yang mempengaruhi

penyesuaian diri diantaranya sebagai berikut:

a.  Keadaan fisik

 Kondisi fisik individu merupakan faktor yang mempengaruhi penyesuaian

diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi

terciptanya penyesuaian diri yang baik adanya cacat fisik dan penyakit

kronis akan melatarbelakangi adanya hambatan pada individu Dalam

melaksanakan penyesuaian diri.


b.  Perkembangan dan kematangan

 Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap

perkembangan hal tersebut bukan karena proses pembelajaran semata

melainkan karena individu menjadi lebih tenang kematangan individu

dalam segi intelektual, sosial, moral, dan emosi mempengaruhi bagaimana

individu melakukan penyesuaian diri.

c.  Keadaan psikologis

 Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi terciptanya

penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dilakukan bahwa adanya

frustasi, kecemasan, dan  cacat mental akan dapat melatarbelakangi adanya

hambatan dalam penyesuaian diri keadaan mental yang baik akan

mendorong individu untuk memberikan respons yang selaras dengan

dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya variabel yang termasuk

dalam keadaan psikologis diantaranya pengalaman, Pendidikan, konsep

diri, dan keyakinan diri

d.  Keadaan lingkungan

 Keadaan lingkungan yang baik, damai,  tentram, aman, penuh penerimaan

dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan kepada anggota-

anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses

penyesuaian diri  Sebaliknya apabila individu tinggal di lingkungan yang

tidak tentram, tidak damai, dan tidak aman, maka individu tersebut akan
mengalami gangguan dalam melakukan proses penyesuaian diri keadaan

lingkungan yang dimaksud meliputi sekolah, keluarga, dan masyarakat.

e. Tingkat religiusitas dan kebudayaan

religiusitas merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis yang

dapat digunakn untuk mengurungi konflik,frustasi,dan ketegangan psikis

lain. Religiusitas memberi nilai dan keyakinan sehingga individu

memiliki arti,tujuan,dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk

menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya.

Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang

membentuk watak dan tingkah laku individu untuk menyesuaikan diri

dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit menyesuaikan

diri.

Kesimpulan bedasarkan pemaparan di atas dari faktor-faktor penyesuaian

diri dalam penelitian ini menjadi 2 Faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal yang secara potensial sudah ada, sudah dimiliki seseorang sejak lahir dan

faktor ini turut memberikan pengaruh pada penyesuaian diri individu yaitu

keadaan fisik,perkembangan pematangan,keadaan psikologis,dan tingkat

religiusitas. Faktor yang kedua yaitu faktor eksternal, faktor diluar diri seseorang

yaitu lingkungan hidupnya dimana seseorang di besarkan,yaitu lingkungan

keluarga,sekolah,dan teman sebaya.

C. Pola Asuh Otoriter


Pengasuh yang baik memerlukan waktu dan usaha anda tidak dapat

melakukannya setengah-setengah  anda tidak dapat melakukannya dengan CD

tentu saja, yang penting bagi perkembangan anak bukanlah kuantitas waktu yang

diluangkan orang tua untuk anak-anaknya -  kualitas pengasuh jelas

penting( Benzies, keown, & Magil-Evans, 2009; 2009a, b;Gross dkk, 2009).

Untuk Memahami variasi dalam pengasuhan, marilah kita mempertimbangkan

gaya yang digunakan orang tua ketika berinteraksi dengan anak-anaknya,

bagaimana mereka mendisiplinkan anak-anaknya, serta melakukan pengasuhan

bersama.

Gaya Pengasuhan Baumrind Diana Baumrind (1971) Berkeyakinan bahwa

orang tua seharusnya tidak menghukum atau bersikap dingin kepada anak-

anaknya.  Orang tua seharusnya mengembangkan aturan-aturan dan bersikap

hangat kepada anak-anaknya. Ia mendeskripsikan 4 tipe gaya pengasuhan : 

1. Pengasuhan otoritarian (authoritarian parenting) Adalah gaya yang

bersifat membatasi dan menghukum, Di mana orang tua mendesak

anaknya  agar mematuhi orang tua serta menghormati usaha dan jerih

payah mereka. Orang tua otoritarian menempatkan batasan-batasan dan

kendalian tegas pada anak serta tidak dapat banyak memberi peluang

kepada anak-anak untuk bermusyawarah. Sebagai contoh, orang tua

otoritarian mungkin mengatakan “ Lakukan sesuai perintahku atau tidak

sama sekali”. Orang tua otoritarian juga mungkin memukul anak,

menetapkan aturan-aturan secara kaku tanpa memberikan penjelasan, dan

menunjukkan kemarahan terhadap anak. Anak-anak dari orang tua


otoritarian seringkali tidak bahagia, takut, dan cemas ketika

membandingkan dirinya dengan orang lain, tidak memiliki inisiatif, dan

memiliki keterampilan komunikasi yang buruk.

2. Pengasuhan otoritatif (authoritarian parenting) Mendorong anak-anak

untuk Mandiri namun masih tetap memberi batasan dan kendali atas

tindakan-tindakan anak. Orang tua masih memberikan kesempatan untuk

berdialog secara verbal. Di samping itu orang tua juga bersifat hangat dan

mengasuhOrang tua yang autoritatif akan merangkul anak dan mengatakan

 “kamu tahu bahwa Seharusnya kamu tidak melakukan hal itu sekarang

Mari kita bicarakan bagaimana agar kalau kamu mampu menangani situasi

itu secara lebih baik”. Orang tua otoritatif memperlihatkan rasa senang dan

dukungan sebagai respon terhadap tingkah laku konstruktif anak-anak.

Mereka juga mengharapkan tingkah laku yang matang, Mandiri dan sesuai

usia anak-anaknya. Anak-anak yang orang tuanya otoritatif seringkali

terlihat riang gembira , memiliki kendali diri dan percaya diri, serta

berorientasi pada prestasi; Mereka cenderung mempertahankan relasi yang

bersahabat dengan kawan-kawan sebaya, kooperatif dengan orang dewasa,

dan mampu mengatasi stres yang baik.

3. Pengasuhan yang melalaikan (neglectful parenting)

Adalah gaya Di mana orang tua sangat tidak terlibat di dalam kehidupan

anak anak-anak orang tuanya lalai mengembangkan perasaan bahwa

aspek-aspek lain dari kehidupan orang tua lebih penting daripada mereka
anak-anak ini cenderung tidak kompeten secara sosial banyak anak-anak

yang kurang memiliki kendali diri dan tidak mampu menangani

independensi secara baik mereka sering kali memiliki harga diri yang

rendah tidak matang dan mungkin terasing dari keluarga pada remaja

mereka mungkin memperlihatkan pola-pola membolos dan pelanggaran.

4. Pengasuhan yang memanjakan (Indulgent parenting)

Adalah gaya Di mana orang tua sangat terlibat dengan anak-anaknya

namun kurang memberikan tuntutan atau kendali terhadap mereka orang

tua semacam ini membiarkan anak-anaknya melakukan apapun yang

mereka inginkan hasilnya adalah anak-anak yang tidak pernah belajar

mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap kemauan mereka

dituruti beberapa orang tua dengan sengaja pengasuh anak-anaknya

dengan cara ini karena mereka berkeyakinan bahwa kombinasi antara

keterlibatan yang hangat dan sedikit kekekangan akan menghasilkan anak-

anak yang kreatif dan percaya diri Meskipun demikian anak-anak dari

orang tua yang memanjakan jarang belajar menghormati orang lain dan

kesulitan Kendalikan perilakunya mereka mungkin mendominasi,

egosentris, tidak patuh, dan kesulitan dalam relasi dengan kawan sebaya.

Keempat klasifikasi dari pengasuhan di satu sisi mencakup kombinasi dari

penerimaan dan responsivitas serta tuntutan dan kendali di sisi lain

( Maccoby & Martin, 1983) Bagaimana dimensi-dimensi ini berkombinasi


dalam menghasilkan pengasuhan yang otoritarian, otoritatif, lalai, dan

memanjakan.

Ingatlah bahwa Penelitian terhadap gaya pengasuhan dan

perkembangan anak bersifat korelasi bukan kasual  jadi,  jika suatu

penelitian mengungkapkan bahwa gaya otoriter yang terkait dengan

tingginya agresi anak, ini mungkin karena anak yang agresif tersebut

menimbulkan gaya pengasuhan yang otoritarian, seperti halnya gaya

otoritarian menghasilkan anak yang agresif dalam studi korelasi, faktor

ketiga dapat mempengaruhi korelasi di antara kedua faktor.  Jadi,  dalam

contoh korelasi antara pengasuhan Yang otoritarian dan agresi anak,

kemungkinan orang tua yang otoritarian (  faktor pertama)  dan anak yang

agresif ( faktor kedua) berbagai gen ( faktor ketiga)  yang mempengaruhi

perilaku mereka sehingga menimbulkan korelasi tersebut.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif

yang sangat signifikan antara persepsi terhadap pola asuh otoriter orangtua

dengan penyesuaian diri remaja. Hal ini berarti semakin positif persepsi

terhadap pola asuh otoriter orangtua maka semakin tinggi penyesuaian diri

remaja, dan sebaliknya. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Gunarsa

dan Gunarsa (2004:) yang menyatakan bahwa penyesuaian diri

dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah persepsi seseorang

terhadap kebutuhannya yang memengaruhi cara individu bertingkah laku

dan memengaruhi caranya menyesuaikan diri terhadap tujuan dan

objeknya.
Persepsi akan membantu individu dalam mengorganisasikan dan

menginterpretasikan setiap stimulus ke syaraf sensori mereka untuk

memberi arti pada lingkungan mereka. Pola asuh otoriter orangtua yang

dipersepsikan secara positif oleh siswa akan menjadikan siswa

menganggap bahwa setiap perhatian dan peraturan yang diterapkan

orangtua demi kebaikannya.

Siswa dapat terhindar dari adanya kegagalan dalam penyesuaian

diri yang disebabkan karena ketika berada di rumah segala sesuatunya

telah diatur oleh orangtuanya, menjadi sangat tergantung pada

orangtuanya. Rahmat (2005: 51) mengungkapkan bahwa persepsi adalah

pengalaman tentang objek atau peristiwa dengan cara menyimpulkan

informasi dan menafsirka pesan atau memberikan suatu makna pada

stimulus inderawi. Persepsi akan menentukan sebagian besar tingkah laku

individu.

Persepsi yang positif terhadap pola asuh otoriter orangtua akan

dapat menjadikan siswa menganggap bahwa batasan-batasan yang

diberlakukan orangtua tidak menjadikannya terkekang dan malu ketika

berada di lingkungan karena larangan-larangan dari orangtua. Remaja

tidak akan merasa tergantung dan malu karena orangtua membatasi serta

turut campur dalam setiap keputusan, sehingga tetap dapat menunjukkan

penyesuaian diri yang baik ketika di lingkungan sosialnya.Walgito (2004:

87-88) mendefinisikan persepsi sebagai proses pengorganisasian,

peninterpretasian, terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau


individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan

aktivitas yang integrated dalam diri individu.

Persepsi remaja dapat muncul terhadap pola asuh otoriter yang

diterapkan orangtua. Penerimaan terhadap pengasuhan secara otoriter oleh

orangtua akan menumbuhkan penilaian positif terhadap setiap aturan

orangtua. Hal tersebut akan memberikan keyakinan tersendiri bagi remaja

bahwa pola asuh otoriter dimaksudkan demi kebaikannya, bukan sebagai

sesuatu yang dapat menghambat penyesuaian diri remaja. Kemampuan

remaja dalam mempersepsikan secara positif pola asuh otoriter orangtua

akan dapat menjadikannya dapat leluasa ketika bergaul den-gan teman-

teman dan tetap mengedepankan aturan dari orangtua tanpa harus merasa

terbatasi oleh pola asuh otoriter orangtua.

Persepsi merupakan pengalaman sadar tentang apa yang

diceritakan oleh indera-indera sensori. Sarwono (2002:) menyatakan

persepsi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami, alat untuk

mencari tersebut adalah penginderaan dan alat untuk memahami adalah

kesadaran atau kognisi. Seorang remaja yang memahami peraturan dari

orangtua akan menjadikan siswa tetap berusaha mematuhi aturan tersebut

tanpa mengesampingkan tugas dan tanggung jawabnya untuk senantiasa

membina relasi sosial. Kondisi tersebut dapat menjadikan remaja berusaha

untuk menunjukkan penyesuaian diri yang baik ketika di lingkungan.

Maka dapat diambil simpulan ada hubungan positif antara persepsi

terhadap pola asuh otoriter orangtua dengan penyesuaian diri remaja.


Semakin positif persepsi terhadap pola asuh otoriter orangtua maka

semakin baik penyesuaian diri pada remaja, begitu pula sebaliknya,

sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Saran yang dapat

diberikan setelah melihat hasil penelitian, pembahasan dan simpulan yang

telah dkemukakan di atas adalah sebagai berikut: (1) Bagi Remaja.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penyesuaian diri

pada remaja tergolong sedang dan persepsi terhadap pola asuh otoriter

orangtua tergolong baik.

D. Aspek-aspek pola asuh otoriter

Kohn (dalam Faizah, 2010) menyatakan bahwa aspek-aspek pola asuh

otoriter sebagai berikut:

a. Pemberian disiplin

pemberian disiplin pada pola asuh otoriter menganut konsep yang

negatife, yaitu pengendalian dengan kekuasaan luar, biasanya diterapkan

dengan cara yang tidak tepat, berbentuk pengekangan dengan

menggunakan cara yang tidak disenangi dan nyakitkan.

b. Komunikasi

orang tua yang otoriter cenderung memberikan batasan dan

kontrol yang tegas, serta hanya sedikit melakukan komunikasi secara

verbal terhadap remaja.

c. Pemenuhan kebutuhan
pemenuhan kebutuhan pada pola asuh otoriter cenderung sangat

jarang terpenuhi, terutama bila menyangkut pemenuhan secara mental.

Orang tua sering kali menunjukkan sikap yang menekan kebutuhan

mental remaja dengan memberikan batasan-batatan dalam bertingkah

laku.

d. Pandangan terhadap remaja

Orang tua cenderung memandang remaja sebagai anak yang harus

diatur agar menjadi anak yang baik serta harus patuh pada aturan-aturan

yang telah ditetapkan oleh orang tuanya.

Menurut Surniani (2008) aspek-aspek pola asuh otoriter sebagi berikut:

a. Orang tua memberikan batasan kepada anak dan memaksa anak untuk

mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan.

b. Orang tua cenderung berorentasi pada hukuman dan mengontrol anak.

c. Orang tua jarang memberikan pujian kepada anak

Frazier (2012) mengungkapkan bahwa aspek-aspek pola asuh otoriter

antara lain:

a. Pedoman perilaku

Orang tua cenderung mengatur anak-anak sehingga tidak

ada ruang untuk berdiskusi dan penjelasan. Sistem yang

digunakan untuk menegakkan pedoman tersebut cenderung


bersifat dictator. Orang tua sering kali mengunakan hukuman

yang berat.

b. Kualitas hubungan emosional antar orang tua dan anak

Pola asuh otoriter dapat membuat kedekatan antara orang

tua dan anak mengalami hambatan. Anak-anak dengan pola asuh

otoriter sering kali merasa cemas dan memiliki tingkat depresi

yang tinggi, serta memiliki masalah perilaku dan pengendalian

dorongan, terutama saat tidak berhadapan dengan orang tua.

c. Perilaku yang mendukung

Perilaku yang mendukung pada pola asuh ini disebut

”menghambatan” perilaku, yang memiliki tujuan untuk

mengontrol anak dari pada mendukung proses berpikir anak.

d. Tingkat konflik antara orang tua dan anak

Kontrol yang lebih tanpa ada kedekatan sejati dan rasa

saling menghormati dapat mengakibatkan pemberontakan, dengan

kata lain, pola asuh otoriter dapat mengakibatkan konflik antara

orang tua dan anak.

E. Faktor-faktor Pola Asuh Otoriter

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh otoriter menurut Gunarsa

dan Gunarsa (2008) antara lain sebagi berikut:

a. Pengalaman masa lalu yang berhubungan dengan perilaku orang

tuanya. Orang tua cenderung mendidik anak dengan cara


mengulang pola asuh orang tuanya pada masa lalu.

b. Nilai-nilai yang dianut oleh orang tua. Apabila orang tua

cenderung mengutamakan intelektual, rohani, dan lain-lain di

dalam kehidupannya, hal ini akan mempengaruhi usaha mereka

dalam mendidik anak.

c. Tipe-tipe kepribadian orang tua. Orang tua yang terlalu cemas

kepada anaknya akan mengakibatkan orang tua memiliki sikap

yang terlalu melindungi anak.

d. Kehidupan pernikahan orang tuanya.

e. Alasan orang tua untuk mempunyai anak.

Menurut Widyarini (2009) faktor- faktor yang menyebabkan orang tua

menerapkan pola asuh otoriter antara lain:

a. Orang tua memiliki peran yang dominan.

b. Orang tua masih memegang prinsip pola asuh sesuai tradisi masa lalu

yaitu orang tua memiliki kekuasaan sepenuhnya terhadap anak.

c. Orang tua cenderung memiliki harapan tertentu kepada anaknya.

d. Orang tua memiliki harapan yang tinggi terhadap anak, cenderung

merasakan ketegangan tersendiri.

Faktor-faktor pola asuh menurut Robinson, et al. (1995) yang dibuat

berdasarkan tipologi dari Baumrind (1966) yaitu Authoritative

(demokratis), Authoritarian (otoriter) dan Permissive (permisif). Aspek


yang dijelaskan dalam penelitian ini adalah aspek pola asuh otoriter sesuai

dengan bahan kajian dari penelitian ini. Aspek pola asuh otoriter:

a. Verbal Hostility

Sikap orangtua yang memarahi, berteriak atau membentak kepada

anak, dan tindakan-tindakan yang menandakan tidak adanya

persetujuan dengan anaknya seperti beradu mulut dengan anak.

b. Corporal Punishment

Menggunakan hukuman fisik yang dilakukan orangtua terhadap anak

untuk mendisiplinkan anak, seperti memukul, menampar,

menghukum anak tanpa alasan yang jelas, memaksa anak ketika anak

tidak patuh.

c. Nonreasoning Punitive Strategies

Memberi anak hukuman tanpa memberikan alasan yang jelas,

memberi hukuman seperti meninggalkan anak di suatu tempat

sendirian, dan ketika ada perkelahian antar anak-anak orangtua

langsung memberikan hukuman tanpa bertanya alasan mereka

terlebih dahulu.

d. Directiveness

Mengatur anak dengan cara memberi tahu anak apa yang harus

dilakukan sesuai dengan kehendak orangtua. Orangtua selalu

menyela, mengkritik dan memarahi anak jika perilaku anak tidak

sesuai dengan kehendak orangtua dan aturan yang ditetapkan oleh

orangtua.
A.

B.

C.

D.

E.

F. Remaja

1. Definisi Remaja

Batasan usia masa remaja menurut Hurlock (1994), Awal

masa remaja berlangsung Dari mulai umur 13-16 tahun atau 17

tahun, dan akhir masa remaja bermula dari Usia 16 atau 17 tahun

sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum. Dengan

demikian akhir masa remaja merupakan periode yang sangat

singkat.

Menurut Santrock, Awal masa remaja dimulai pada usia

10-12 tahun, dan berakir pada usia 21-22 tahun. Secara umum

menurut para tokoh-tokoh psikologi, remaja dibagi menjadi tiga

fase batasan umur, yaitu:

1. Fase remaja awal dalam rentang usia dari 12-15 tahun.

2. Fase remaja madya dalam rentang usia 15-18 tahun.

3. Fase remaja akhir dalam rentang usia 18-21 tahun.


Menurut Mappiare (1982), masa remaja berlangsung antara

umur 12 tahun sampai dengan usia 21 tahun bagi wanita dan 13

tahun hingga 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat

dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12 atau 13 tahun sampai

dengan 17 atau 18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17 atau 18

tahun sampai dengan 21 atau 22 tahun adalah remaja akhir (Ali

dan Asori, 2005). Konopka, Pikunas 1976 (Yusuf,2000)

mengemukakan usia remaja awal 12-15 tahun, remaja madya 15-

18 tahun dan remaja akhir ada diantara usia 19-22 tahun.

Menurut Steve remaja merupakan masa transisi, suatu tahap

yang canggung ditengah-tengah masa kanak-kanak dan masa

remaja. Sedangkan definisi dari Oxford English Dictionary tentang

kata adolescent sangat tepat: diantara anak-anak dan orang dewasa.

Mereka bukan lagi anak-anak, tetapi mereka juga belum selesai

ber-metamorfosis menjadi orang dewasa yang matang.

Menurut Suizzo dalam buku Psikologi Perkembangan Anak

dan Remaja, dalam masa perkembangan fungsi kognitif dan fungsi

emosi saling bertindak keatas atau satu sama lain dalam

meningkatkan kemampuan untuk memikirkan dan memahami

emosi sendiri, mempertimbangkan perspektif orang lain, dan

merancang suatu tindakan


G. Hubungan antara Penyesuaian Diri Remaja dengan Pola Asuh

Otoriter

Menurut penulis berdasarkan hasil penelitian di atas, menyatakan

bahwa pola asuh otoriter merupakan gaya pengasuhan yang digunakan

oleh orang tua terhadapa anaknya, didalamnya ada banyak atauran yang

disertai dengan ancaman-ancaman agar anak patuh dan tunduk pada apa

yang diinginkan oleh orang tua Remaja merupakan masa peralihan dari

masa kanak-kanak ke masa dewasa. Dimana pada fase tersebut, tidak lagi

disebut anak-anak dan juga secara fisik belum dewasa.

Menurut Scheneiders (1964) pengertian penyesuaian diri adalah

suatu proses yang melibatkan respons-respons mental dan perubahan

dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi

ketegangan,frustasi,dan konflik secara sukses, serta menghasilkan

hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau

tuntutan lingkungan di mana dia hidup.

H. Kerangka Berfikir

Kerangka konsep penelitian ini menggunakan dua variable yang

digunakan pada penilitian ini yaitu penuyesuaian diri dan Pola Asuh
Otoriter. Dengan Judul penelitian “Hubungan Antara Penyesuaian Diri

Remaja Dengan Pola Asuh Otoriter”

Adapun dalam penelitian ini kerangka berfikir adalah sebagai berikut ini:

Penyesuaian Diri Pola Asuh Otoriter


(independent Variable) (Dependent Variable)

Gambar 1. Kerangka Berfikir

I. Hipotesis

Berdasarkan uraian diatas, hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini yaitu :

Ho : tidak terdapat hubungan antara Penyesuaian Diri Remaja

dengan Pola Asuh Otoriter

Ha : terdapat hubungan antara Penyesuaian Diri Remaja dengan

Pola Asuh Otoriter


BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai metode penelitian yang meliputi

identifikasi variabel-variabel penelitian, definisi operasional variabel,populasi

data metode analisis instrument serta metode analis data.

A. Identifikasi Variabel-variabel Peneliti

Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

variabel terkait (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable).

Dan variabel bebas (Independent variable). Variabel terikat adalah variabel yang

mempengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas sedangkan

variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

variabel terkait (Sugiono, 2004).

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel, adalah :

1. Variabel terikat (DV) Penyesuaian Diri Remaja

2. Variabel bebas (IV) : Pola Asuh Otoriter

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional adalah yang memberikan batas-batas atau arti pada

Suatu variabel dengan merinci yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk

mengukur variabel tersebut (Kerlinger, 2004). Pengertian dari variable-variable

penelitian ini adalah :

1. Penyesuaian diri

Menurut Scheneiders (1964) pengertian penyesuaian diri

adalah suatu proses yang melibatkan respons-respons mental dan


perubahan dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan

mengatasi ketegangan,frustasi, dan konflik secara sukses, serta

menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya

dengan norma atau tuntutan lingkungan di mana dia hidup.

2. Pola Asuh Otoriter

Diana Baumrind (1971) Berkeyakinan bahwa orang tua

seharusnya tidak menghukum atau bersikap dingin kepada anak-

anaknya.  Orang tua seharusnya mengembangkan aturan-aturan

dan bersikap hangat kepada anak-anaknya.

C. Populasi dan Metode Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Kumar (2005) menjelaskan bahwa populasi adalah keseluruhan

dari unit analisis yang diperoleh berdasarkan ciri-ciri yang diduga dari

sampel (sebagian dari individu yang diselidiki) yang hendak digeneralisasi

atau dianalisis secara umum. Sebagai suatu populasi, kelompok subjek ini

harus memiliki ciri-ciri atau karekteristik bersama yang membedakannya

dari kelompok subjek yang lain. Jadi populasi adalah seluruh individu

yang akan di teliti.

2. Sampel

Guldford dan Fruchter (1981) menjelaskan bahwa sampel

penelitian haruslah representatif dalam mewakili populasi karena sampel


yang cukup besar dan mendekati populasi akan semakin mengambarkan

kondisi dan atribut penelitian yang ada pada populasi. Selain itu Kumar

menjelaskan bahwa semakin banyak sampel yang digunakan dalam suatu

penelitian, maka semakin akurat pula data penelitian yang dihasilkan

dalam mengambarkan populasi. Hal ini bearti semakin besar sampel

penelitian yang digunakan, maka perbedaan antara sampel dengan nilai

populasi akan semakin kecil (Anantasi dan Urbina, 1998).

3. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non-

probabiliry sampling, dimana tidak dilakukan randomisasi dalam

pemilihan partisipan penelitian. Penelitian mengunakan teknik non-

probability sampling dengan sampel jenuh yaitu dengan menjadikan

semua populasi sebagai sampel (Azwar,2000). Jumlah sampel yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 110 siswa-siswi SMA Negeri

Jakarta.

D. Metode Pengumpulan Data

Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan metode

kuantitatif. pengumpulan data dengan metode skala sebagai alat ukur psikologi

yang memiliki karakteristik stimulus dengan pernyataan-pernyataan yang

mengungkap secara tidak langsung indikator perilaku berupa item-item tujuan

mengarahkan jawaban responden kepada pembahasan masalah dsn mempermudah


analistis hasil penelitian. Menurut Azwar (2003) skala adalah salah satu jenis alat

pengumpulan data yang disampaikan kepada responden atau subyek penelitian

melalui sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis. Skala ini terdiri dari dua

skala Penyesuaian Diri Remaja dan skala Pola Asuh Otoriter.

Adapun skala yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skala langsung,

yaitu skala yang dikerjakan oleh subjek penelitian dan subjek tinggal memilih

salah satu alternative jawaban yang telah disediakan. Pernyataan dalam skala

Likert sudah dibagi ke dalam empat tingkat, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S),

Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Variabel yang diukur

dijabarkan menjadi indicator variable. Kemudian indicator tersebut dijadikan

sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa

pernyataan. Pernyataan terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan

negative (unfavorable). Jawaban setiap instrumen ini memiliki tingkat dari yang

tertinggi (sangat positif) dan terendah (sangat negative) dan diukur melalui item

dengan empat skala jawanam sebagai berikut :

Table 1

Skor skala likert

Pengukuran Favorable Unfavorable

Sangat Setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak Setuju 2 3

Sangat Tidak Setuju 1 4


1. Skala Penyesuaian Diri

Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah Skala

penyesuaian diri Terdiri dari 4 aspek yang masing-masing aspek terdiri

dari 67 item. Aspek-aspek Penyesuain Diri yang digunakan dalam

penelitian ini berdasarkan teori Baker dan Siryk (dalam Splichal, 2009),

yaitu penyesuaian akademik (Academic Adjusment), penyesuaian Sosial

(Social Adjusment), penyesuaian emosi (Personal/Emotional Adjusment),

Attachment.

Table 2

Blue Print Skala Penyesuaian Diri

No. Dimensi Sub-Dimensi Indikator Nomor Item Jumlah


F UF
1 Academic Motivation Memiliki tujuan 5,19,23,50 4
Adjustment akademik

Tidak Relevan 32,58 2


dengan tujuan
akademik
Application Respek dengan 3,44 2
kegiatan akademik
Tidak perduli dengan 17,29 2
kegiatan akademik
Performance Kinerja baik pada 6,13,27 3
kegiatan akademik
Kinerja buruk pada 10,21,25, 6
kegiatan akademik 39,41,52
Academic Kepuasan pada 36,43,54, 5
Environment lingkungan akademik 62,66
2 Social General Dapat menyesuaikan 1,8,9,18,37 7
Adjustment lingkungan ,46,65
Other People Memiliki kontak 4,14,33,63 4
yang baik di kampus
Kesulitan bergaul 42,48,56 3

Nostalgia Rasa rindu di rumah 22,51,57 3


Social Kepuasan pada 16,26,30 3
Environment kegiatan akademik
3 Personal- Psychological Dapat mengendalikan 31 1
Emotional kecemasan
Adjustment Kecemasan di dalam 2,7,12,20 8
kampus ,38,45,49
,64
Physical Merasakan manfaat 24,55 2
fisik
Merasakan kelelahan 11,28,35, 4
fisik 40
4 Goal- General Kelekatan terhadap 67,15 2
Commitment perguruan tinggi
Institutional Merasakan jenuh 60,61 2
Attachment pada perguruan tinggi
This College Harapan baik di 53,47 2
perguruan tinggi
Memilih ke 34,59 2
perguruan tinggi lain
Total Item 67

2. Skala pola asuh otoriter.

Dalam penelitian ini pola asuh orang tua diukur

menggunakan Parenting Style Questionnaire (PSQ) oleh Robinson,

C., Mandleco, B., dkk (1995) yang diterjemahkan ke dalam Bahasa

Indonesia oleh peneliti. PSQ didesain berdasarkan pengukuran tiga

pola pengasuhan, yaitu pola asuh otoriter, otoritatif, dan permisif.

Dari kuisioner ini akan diketahui jenis pola asuh apa yang

diberikan oleh ibu kepada anaknya, dimana terdiri dari tiga jenis

yaitu, pola asuh otoriter, pola asuh otoritatif, dan pola asuh

permisif berdasarkan teori dari Baumrind (Santrock, 2010). Kisi-

kisi dari instrumen ini adalah sebagai berikut

Tabel 3

Blue Print Skala Pola Asuh Otoriter

No. Jenis Pola Asuh No. Item Jumlah


1 Pola Asuh 1, 9, 15, 20, 25, 27, 10
Otoritatif 29, 31,32, 33
2. Pola Asuh Otoriter 10, 14, 19, 26, 30 5
3. Pola Asuh Permisif 3, 7, 17, 18, 34 5
Jumlah 20
Item
Daftar pustaka

Hurlock, E. B. (1978). Psikologi Perkembangan anak jilid II. Jakarta.

Erlangga Edy M.M (2020). Perilaku Over Protective Orang Tua dengan

Penyesuaian Diri Remaja di SMA Negeri 1 Wiradesa (Indonesian Journal

of Islamic Psychology)

Ahmad Susanto (1969). Bimbingan dan konseling di sekolah konsep, teori,

dan aplikasi. Prenadamedia Group

Santrock J.W. (2012). Perkembangan Masa Hidup edisi 13 jilid I. Jakarta:

Erlangga.

As`ari Hasyim M. (2015). Hubungan Antara Pola Asuh Otoriter Dengan

Kemandirian. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pritaningrum M, Hendriana W. (2013). Jurnal Psikologi Kepribadian dan

Sosial Vol. 02 No. 03 (Penyesuaian Diri Remaja yang Tinggal di Pondok

Pesantren Modern Nurul Izzah Gresik Pada Tahun Pertama). Surabaya.

Handono Tri. O, Bashori. K. (2013). Jurnal Fakultas Psikologi Vol. 1, No.

2 (Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dan Dukungan Sosial Terhadap

Stres Lingkungan Pada Santri Baru). Yogyakarta.


Firmansyah F, Sovitriana R. (2021). Jurnal Universitas Persada Indonesia

Yayasan Administrasi Indonesia (Penyesuaian Diri Pada Remaja Yang

Tinggal Di Panti Asuhan). Jakarta

Tasuab Ireni I (2013). Jurnal Sekolah Tinggi Agama Kristen Terpadu

Pesat Salatiga (Dampak Pola Asuh Otoriter Perkembangan Remaja).

Salatiga

Latubessy Aprillia F (2014). Skirpsi Universitas Kristen Satya Wacana

(Hubungan Antara Pola Asuh Otoriter Dengan Penyesuaian Diri Pada

Mahasiswa Uksw 2014 Yang Berasal Dari Ambon). Salatiga

Ardiyanto D, Pratwi S (2012). Jurnal Psikologi Universitas Negeri

Semarang (Penyesuaian Diri Remaja Ditinjau Dari Pesepsi Terhadap Pola

Asuh Otoriter Orang tua). Semarang

Hidayanti Istiqomah N (2014). Jurnal Psikologi Indonesia (Pola Asuh

Otoriter Orang Tua, Kecerdasan Emosi, Dan Kemandirian Anak Sd) Vol

3, No. 01, Hal 1-8. Temandang

Anda mungkin juga menyukai