Se Gub Tentang Karbon 10 Mei 2023
Se Gub Tentang Karbon 10 Mei 2023
SURAT EDARAN
Nomor: SE.5/MENLHK/SETJEN/PPI.3/5/2023
Tentang
AKSI IKLIM dan TATA KELOLA KERJA SAMA KARBON
I. Latar Belakang
Pada pijakan Sustainable Forest Management selain diperlukan peningkatan dalam hal
tata kelola hutan untuk kelestarian hutan, peningkatan keanekaragaman hayati,
semakin optimalnya dukungan hutan dalam meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi
masyarakat, juga diminta dengan serius untuk melakukan upaya dengan keterlibatan
para pihak dalam pencapaian target-target Forestry and Other Land Use (FOLU) Net
Sink 2030, termasuk diantaranya peningkatan investasi di bidang kehutanan dan
kewirausahaan dalam pemanfaatan hutan.
1
dalam mencapai target-target FOLU Net Sink 2030 melalui antara lain Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (RPPLH), serta Instrumen Jasa Lingkungan Hidup Kategori Tinggi.
Pada unit usaha dan kegiatan dilakukan pengendalian lingkungan melalui persetujuan
lingkungan yang relevan dengan upaya pencapaian FOLU Net Sink 2030.
Indonesia FOLU Net-Sink 2030 merupakan agenda implementasi mitigasi dan adaptasi
iklim yang dirancang berkaitan dengan hutan dan lahan. Termasuk dalam agenda ini
diantaranya kegiatan kehutanan, partisipasi masyarakat termasuk hutan adat dan
mangorve, baik di kawasan hutan Negara maupun mangrove dalam kehidupan
masyarakat di pesisir dengan silvo-fisheries atau ekowisata. FOLU net sink
diproyeksikan akan mendorong terjaganya suhu bumi untuk naik tidak lebih dari 1,5
derajat Celcius dari konsep Low Carbon Scenario, Compatible to Paris Agreement
(LCCP), dimana pada tahun 2030, sektor FOLU sudah akan mulai menyerap karbon,
tidak lagi meng-emisi dan seterusnya hingga tahun 2050 akan menjadi negative
emission.
Dengan ditetapkannya Perpres 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi
Karbon (NEK) dalam pencapaian NDC akan menjadi titik pacu penyelenggaraan tata
kelola karbon (Carbon Governance). Pelaksanaan Perpres 98 Tahun 2021 dilakukan
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat. Beberapa
peraturan turunan sebagai aturan pelaksanaannya telah ditetapkan sambil terus
dilakukan penyempurnaan guna melengkapi bagi keperluan operasional lebih lanjut.
Beberapa peraturan pelaksanaan dimaksud antara lain: Tata Laksana Penerapan Nilai
Ekonomi Karbon (NEK) mencakup kegiatan pencapaian NDC yang dilakukan melalui
tata laksana NEK; penyelenggaraan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan
Iklim (SRN PPI); pelaksanaan Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi atau
Measurement, Reporting, and Verification (MRV), penerbitan Sertifikat Pengurangan
Emisi GRK (SPE), serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. Selain itu dukungan
operasional untuk sektor-sektor NDC seperti hutan, energi, industri, pertanian dan
sampah/limbah, juga sedang dalam tahap penyelesaian.
2
Bahwa dalam pelaksanaan pengendalian perubahan iklim, mitigasi pengurangan emisi
karbon dengan pendekatan pembayaran berbasis kinerja(result-based payment)
khususnya untuk REDD+, serta kerja sama daerah dan transaksi karbon dengan pihak
luar negeri, maka kerja sama luar negeri dalam bentuk investasi oleh Pemerintah
Daerah atau Gubernur untuk melakukan aksi mitigasi yang hasil pengurangan emisinya
dapat dilakukan pembagian antara mitra nasional dengan mitra di luar negeri, harus
memperhatikan dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
3
III. Aktualisasi Tata Kelola Karbon dalam Kerja Sama Daerah dengan Luar Negeri
Pengendalian perubahan iklim merupakan program nasional yang dilaksanakan secara
sistematis dalam kerangka kerja nasional/pusat dan daerah sebagai satu kesatuan,
sistematis dan terukur. Kerja sama dalam upaya mitigasi iklim harus berlangsung
secara transparan, partisipatif dan akuntabel, sehingga dapat dicapai sasaran utama
penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dengan satuan ukuran ton CO2 equivalen
emisi GRK, dalam NDC Nasional yang telah ditetapkan.
Untuk itu diperlukan komitmen dan peran aktif Pemerintah Daerah/ Gubernur serta
komitmen untuk memperkuat partisipasi publik dalam upaya mencapai net zero emission
secara nasional. Dalam penerapan Nilai Ekonomi Karbon sebagai aktualisasi yang
bernilai manfaat bagi daerah dan bagi masyarakat, maka telah ditetapkan aturan
nasional untuk Nilai ekonomi Karbon dan Perdagangan Karbon sebagaimana diatur
dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021yang melibatkan instrument
utamanya, yakni:
a) Pelaku usaha/kegiatan mendaftarkan kegiatan/aksi mitigasi penurunan emisi GRK
ke dalam Sistem Registri Nasional (SRN PPI);
b) Pelaku usaha.kegiatan dalam menghitung penurunan emisi GRK harus sesuai
dengan prinsip MRV (Measurable, Reportable, Verifiable); yaitu cara
penghitungan yang sesuai dengan standar nasional dalam sistem dan metoda
Indonesia (SNI atau ditetapkan oleh KLHK) atau sesuai dengan standar
internasional (disetujui UNFCCC atau IPCC). Kompatibilitas terhadap perdagangan
yang sudah terjadi sejak lama bisa dilakukan dengan penyesuaian dalam prosedur
yang sederhana, sehingga tidak akan menyulitkan pihak-pihak pelaku perdagangan
karbon.
c) Apabila pengurangan emisi GRK yang telah dihitung akan diperdagangkan, maka
harus diusulkan penerbitan Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE) melalui proses
sertifikasi. SPE menjadi alat tukar yang bernilai moneter.
d) Harus ada otorisasi untuk perdagangan karbon luar negeri, karena berapa jumlah
karbon yang keluar dan ke mana tujuan serta harga yang terjadi perlu diketahui
oleh Pemerintah. Pencatatan ke luar negeri dilakukan untuk menghindari terjadinya
kontrak karbon dari hutan dalam jangka panjang yang tidak diketahui oleh
Pemerintah, dan eksploitasi karbon telah terjadi tiap tahun; selain menghindari
resiko hilangnya kawasan hutan akibat concession agreement oleh pemegang izin
dan pembeli karbon (pindah ke luar negeri).
e) Harus ada corresponding adjustment (penyesuaian pencatatan) di SRN-PPI dan
dapat dihubungkan ke sistem registri UNFCCC untuk perdagangan karbon luar
negeri apabila ada perpindahan SPE-GRK. Corresponding adjustment dilakukan
dalam rangka penelusuran perpindahan SPE-GRK agar balance accounting (jumlah
4
SPE-GRK yang diterbitkan sama dengan jumlah SPE-GRK yang ditransfer ke luar
negeri dan jumlah SPE-GRK yang masih tersisa), agar tidak terjadi double counting
(penghitungan ganda) dan double claim (klaim ganda). Penyederhanaan prosedur
dan kerja untuk ini sedang dalam pengembangan, termasuk nanti terkait dengan
sistem dalam Bursa Karbon.
Hasil monitoring oleh KLHK menunjukkan dinamika dan minat yang tinggi untuk
melakukan kerja sama Daerah dengan Pihak Luar Negeri dalam Penyelenggaraan Nilai
Ekonomi Karbon, setelah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 yang
ditindak lanjuti dengan penyusunan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan tentang tata cara perdagangan karbon sektor kehutanan (saat ini dalam
proses pengundangan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia). Maka dalam
rangka tata kelola kerja sama oleh Pemerintah Daerah Provinsi/Gubernur dengan pihak
luar negeri (Pemerintah atau swasta), mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan pembinaan terhadap penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon dalam
pencapaian target NDC, perlu ditegaskan beberapa hal berikut ini:
1. Pengelolaan kerja sama Daerah dengan Luar Negeri dilakukan sesuai peraturan
perundangan yang berlaku
2. Aspek legalitas menjadi sangat penting berkaitan dengan sistem perijinan yang
tidak boleh diabaikan (terutama perizinan berkaitan dengan aspek-aspek kehutanan
dan lahan) yang tidak dapat dilepaskan dari keterkaitan sistem perizinan secara
nasional.
3. Dalam hal Pemerintah Daerah/Gubernur bermaksud untuk melaksanakan kerja
sama daerah dengan berbagai pihak menyangkut karbon, maka perlu dilaporkan
terlebih dahulu kepada Pemerintah Pusat cq Kementerian yang relevan (atau
Kementerian pembina urusan/kewenangan), dan terutama Kementerian LHK
menyangkut kegiatan berbasis lahan/hutan serta sebagai National Focal Point (NFP
UNFCCC) untuk Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim.
4. Ketidakpatuhan terhadap aspek-aspek legal dimaksud menyangkut kawasan
hutan/lahan dan pengabaian terhadap ketentuan Pemerintah dapat memberikan
indikasi pelanggaran atas peraturan perundangan dan akan membawa konsekuensi
sanksi hukum, serta akan dapat mempengaruhi capaian komitmen Pemerintah
terhadap NDC. Pada saat ini sedang dan akan terus dilakukan investigasi,
preliminary audit dan audit lingkungan terhadap indikasi pelanggaran yang cukup
prinsip terhadap peraturan perundangan nasional.
5. Pemerintah Daerah/Gubernur yang telah melaksanakan kegiatan sebelum terbitnya
peraturan perundangan dan Surat Edaran ini agar melaporkan pada kesempatan
pertama tentang kegiatan kerja sama dimaksud kepada Menteri LHK selaku
5
National Focal Point (NFP UNFCCC) dalam Pengendalian Perubahan Iklim untuk
Indonesia.
6. Pemerintah Daerah yang melaksanakan kerja sama menyangkut karbon/GRK agar
mendaftarkan kegiatan dan hasil penurunan emisi GRK dan/atau peningkatan
serapan karbon ke dalam Sistem Registri Nasional (SRN PPI).
7. Konsultasi teknis dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah kepada KLHK. Untuk itu
agar disiapkan Tim Kerja Tingkat Provinsi untuk aktualisasi tata kelola karbon yang
kredibel dengan legalitas Gubernur.
8. Gubernur agar dapat memberikan tuntunan acuan dalam Surat Edaran ini kepada
Bupati/Walikota di Provinsi masing-masing.
9. Agar menjadi perhatian dan pertimbangan Gubernur serta untuk dapat
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Demikian disampaikan untuk menjadi pedoman bagi Para Gubernur dalam
melakukan pengelolaan kerja sama luar negeri dan aktualisasi tata kelola karbon
serta upaya pengendalian perubahan iklim.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 10 Mei 2023