Anda di halaman 1dari 4

SUMBER NILAI ISLAM

Ketika Rasulullah saw mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, beliau bertanya kepada
Mu’adz, ” Dengan pedoman apa anda memutuskan suatu urusan ?”.

Jawab Mu’adz : Dengan Kitabullah.

Tanya Rasul : Kalau tidak ada dalam al Qur’an ?

Jawab Mu’adz : DenganSunnah Rasulullah.

Tanya Rasul : Kalau dalam Sunnah juga tidak ada?

Jawab Mu’adz :Saya berijtihad dengan fikiran saya.

Tanya Rasul : Maha Suci Allah yg telah memberikan bimbingan kepada utusan Rasul-NYA,
dengan satu sikap yg disetujui Rasul-NYA ( HR. Abu Dawud dan Tarmudzi).

Dari peristiwa ini dapt diambil kesimpulan tentang nilai dan sumber nilai Islam, yaitu al-
Qur’an, Sunnah dan ijtihad. Ayat-ayat al-Qur’an yg mendukung bahwa al-Qur’an, as-Sunnah,
dan ijtihad merupakan nilai dan sumber nilai seorang Muslim, dapat kita temukan dalam
banyak surat.

Kesimpulan lain yang dapat diambil dari peristiwa tsb. diatas ialah bahwa penggunaan tiga
sumber nilai itu hendaknya; diprioritaskan yg pertama, kemudian yang kedua dan selanjutnya
baru yang ketiga. Konsekwensiny adalah apabila bertentangan satu dengan yg lain, maka
hendaknya dipilih al-Qur’an terlebih dahulu, kemudian yg kedua al-Hadits.

Yg perlu dicatat adalah bahwa, sekalipun ketiga-tiganya adalah sumber nilai, akan tetapi
antara satu dengan yg lainnya mempunyai tingkat kualitas dan bobot yg berbeda-beda dengan
pengaruh hukum yg berbeda-beda pula, namun harus t6etap berpokok pada yg pertama.

A. AL-QUR’AN

1. Fungsi dan Peranan al-Qur’an

Al-Qur’an adalah wahyu Allah ( 7:2 ) yang berfungsi sebagai mu’jizat bagi Rasulullah
Muhammad saw ( 17:88; 10:38 ) sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim ( 4:105;
5:49,50; 45:20 ) dan sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang
sebelumnya ( 5:48,15; 16:64 ), dan bernilai abadi.

Sebagai mu’jizat, Al-Qur’an telah menjadi salah satu sebab penting bagi masuknya orang-
orang Arab di zaman Rasulullah ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab penting pula bagi
masuknya orang-orang sekarang, dan ( insya Allah) pada masa-masa yang akan datang. Ayat-
ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dapat meyakinkan kita bahwa Al-Qur’an
adalah firman-firman Allah, tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad
saw yang ummi (7:158) yang hidup pada awal abad ke enam Masehi (571 – 632 M). Diantara
ayat-ayat tersebut umpamanya : 39:6; 6:125; 23:12,13,14; 51:49; 41:11-41; 21:30-33; 51:7,49
dan lain-lain.
Demikian juga ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di
Mesir, Negeri Saba’. Tsamud, ‘Ad, Yusuf, Sulaiman, Dawud, Adam, Musa dan lain-lain
dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah bukan
ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang
kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen
dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT.
(30:2,3,4;5:14).

Bahasa Al-qur’an adalah mu’jizat besar sepanjang masa, keindahan bahasa dan kerapihan
susunan katanya tidak dapat ditemukan pada buku-buku bahasa Arab lainnya. Gaya bahasa
yang luhur tapi mudah dimengerti adalah merupakan ciri dari gaya bahasa Al-Qur’an. Karena
gaya bahasa yang demikian itulah ?Umar bin Khattab masuk Islam setelah mendengar Al-
Qur’an awal surat Thaha yang dibaca oleh adiknya Fathimah. Abul Walid, diplomat Quraisy
waktu itu, terpaksa cepat-cepat pulang begitu mendengar beberapa ayat dari surat Fushshilat
yang dikemukakan Rasulullah sebagai jawaban atas usaha-usaha bujukan dan diplomasinya.

Bahkan Abu Jahal musuh besar Rasulullah, sampai tidak jadi membunuh Nabi karena
mendengar surat adh-Dhuha yang dibaca Nabi. Tepat apa yang dinyatakan Al-Qur’an, bahwa
sebab seorang tidak menerima kebenaran Al-Qur’an sebagai wahyu Ilahi adalah salah satu
diantara dua sebab, yaitu :

a. Tidak berpikir dengan jujur dan sungguh-sungguh.

b. Tidak sempat mendengar dan mengetahui Al-Qur’an secara baik (67:10, 4:82). Oleh
Al-Qur’an disebut Al-Maghdhub ( dimurkai Allah ) karena tahu kebenaran tetapi tidak mau
menerima kebenaran itu, dan disebut adh-dhollin ( orang sesat ) karena tidak menemukan
kebenaran itu. Sebagai jaminan bahwa Al-Qur’an itu wahyu Allah, maka Al-Qur’an sendiri
menantang setiap manusia untuk membuat satu surat saja yang senilai dengan Al-Qur’an
(2:23, 24, 17:88). Sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an banyak mengemukakan pokok-pokok
serta prinsip-prinsip umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia dengan Allah
dan mahluq lainnya.

Didalamnya terdapat peraturan-peraturan seperti : beribadah langsung kepada Allah


(2:43,183,184,196,197; 11:114), berkeluarga (4:3, 4,15,19,20,25; 2:221; 24:32; 60:10,11),
bermasyarakat ( 4:58; 49:10,13; 23:52; 8:46; 2:143), berdagang (2:275,276,280; 4:29), utang-
piutang (2:282), kewarisan (2:180; 4:7-12,176; 5:106), pendidikan dan pengajaran (3:159;
4:9,63; 31:13-19; 26:39,40), pidana (2:178; 4:92,93; 5:38; 10:27; 17:33; 26:40), dan aspek-
aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah dijamin dapat berlaku dan dapat sesuai pada setiap
tempat dan setiap waktu (7:158; 34:28; 21:107).

Setiap Muslim diperintahkan untuk melakukan seluruh tata nilai tersebut dalam
kehidupannya (2:208; 6:153; 9:51). Dan sikap memilih sebagian dan menolak sebagian tata
nilai itu dipandang Al-Qur’an sebagai bentuk pelanggaran dan dosa (33:36).
Melaksanakannya dinilai ibadah (4:69; 24:52; 33:71), memperjuangkannya dinilai sebagai
perjuangan suci (61:10-13; 9:41), mati karenanya dinilai sebagai mati syahid (3:157, 169),
hijrah karena memperjuangkannya dinilai sebagai pengabdian yang tinggi (4:100, 3:195), dan
tidak mau melaksanakannya dinilai sebagai zhalim, fasiq, dan kafir (5:44,45,47).

Sebagai korektor Al-Qur’an banyak mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh


kitab-kitab Taurat, Injil, dan lain-lain yang dinilai Al-Qur’an sebagai tidak sesuai dengan
ajaran Allah yang sebenarnya. Baik menyangkut segi sejarah orang-orang tertentu, hukum-
hukum,prinsip-prinsip ketuhanan dan lain sebagainya. Sebagai contoh koreksi-koreksi yang
dikemukakan Al-Qur’an tersebut antara lain sebagai berikut :

a. Tentang ajaran Trinitas (5:73).

b. Tentang Isa (3:49, 59; 5:72, 75).

c. Tentang penyaliban Nabi Isa (4:157,158).

d. Tentang Nabi Luth (29:28-30; 7:80-84) perhatikan, (Genesis : 19:33-36).

e. Tentang Harun (20:90-94), perhatikan, (keluaran : 37:2-4).

f. Tentang Sulaiman (2:102; 27:15-44), perhatikan (Raja-raja 21:4-5) dan lain-lain.

2. Sejarah Kodifikasi dan Perkembangannya

Allah akan menjamin kemurnian dan kesucian Al-Qur’an, akan selamat dari usaha-usaha
pemalsuan, penambahan atau pengurangan-pengurangan. (15:9;75:17-19). Dalam catatan
sejarah dapat dibuktikan bahwa proses kodifikasi dan penulisan Qur’an dapat menjamin
kesuciannya secara meyakinkan. Qur’an ditulis sejak Nabi masih hidup. Begitu wahyu turun
kepada Nabi, Nabi langsung memerintahkan para sahabat penulis wahyu untuk
menuliskannya secara hati-hati. Begitu mereka tulis, kemudian mereka hafalkan sekaligus
mereka amalkan.

Pada awal pemerintahan khalifah yang pertama dari Khulafaur Rasyidin, yaitu Abu Bakar
Shiddiq, Qur’an telah dikumpulkan dalam mushhaf tersendiri. Dan pada zaman khalifah yang
ketiga, ?Utsman bin ?Affan, Qur’an telah sempat diperbanyak. Alhamdulillah Qur’an yang
asli itu sampai saat ini masih ada.

Dalam perkembangan selanjutnya, tumbuh pula usaha-usaha untuk menyempurnakan cara-


cara penulisan dan penyeragaman bacaan, dalam rangka menghindari adanya kesalahan-
kesalahan bacaan maupun tulisan. Karena penulisan Qur’an pada masa pertama tidak
memakai tanda baca (tanda titik dan harakat). Maka Al-Khalil mengambil inisiatif untuk
membuat tanda-tanda yang baru,yaitu huruf waw yang kecil diatas untuk tanda dhammah,
huruf alif kecil diatas sebagai tanda fat-hah, huruf alif yang kecil dibawah untuk tanda kasrah,
kepala huruf syin untuk tanda shiddah, kepala ha untuk sukun, dan kepala ?ain untuk hamzah.

Kemudian tanda-tanda ini dipermudah, dipotong, dan ditambah sehingga menjadi bentuk
yang sekarang ada. Dalam perkembangan selanjutnya tumbuhlah beberapa macam tafsir
Qur’an yang ditulis  oleh ulama Islam, yang sampai saat ini tidak kurang dari 50 macam tafsir
Qur’an. Juga telah tumbuh pula berbagai macam disiplin ilmu untuk membaca dan
membahas Qur’an.

3. Ilmu-ilmu yang Membahas Hal-hal yang Berhubungan dengan al-Qur’an antara lain
:

a. Ilmu Mawathin Nuzul, yaitu ilmu yang membahas tentang tempat-tempat turunnya ayat
Qur’an.
b. Ilmu Asbabun Nuzul, yaitu ilmu yang membahas sebab-sebab turunnya ayat Al-qur’an.

c. Ilmu Tajwid, yaitu ilmu yang membahas tentang teknik membaca Al-Qur’an.

d. Gharibil Qur’an, yaitu ilmu yang membahas tentang kalimat-kalimat yang asing artinya
dalam Al-Qur’an.

e. Ilmu Wajuh wa Nadhar, yaitu ilmu yang membahas tentang kalimat yang mempunyai
banyak arti dan makna apa yang dikehendaki oleh sesuatu ayat dalam Al-Qur’an.

f. Ilmu Amtsalil Qur’an, yaitu ilmu yang membahas tentang perumpamaan-perumpamaan


dalam Al-Qur’an.

g. Ilmu Aqsamil Qur’an, yaitu ilmu yang mempelajari tentang maksud-maksud sumpah
Tuhan dalam Al-Qur’an.

4. Pembagian Isi al-Qur’an

Al-Qur’an terdiri dari 114 surat; 91 surat turun di Makkah dan 23 surat turun di
Madinah. Ada pula yang berpendapat, 86 turun di Makkah, dan 28 di Madinah. Surat yang
turun di Makkah dinamakan Makkiyyah, pada umumnya suratnya pendek-pendek,
menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia.

Anda mungkin juga menyukai