Tesis Progress Pa Keny
Tesis Progress Pa Keny
TESIS
KENNY HALIM
55317120034
TESIS
KENNY HALIM
55317120034
ii
PERNYATAAN SIMILARITY CHECK
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa karya ilmiah yang
ditulis oleh :
NIM : 55317120034
dengan judul :
“Analisa Improvement Perfomance Right First Time (RFT) dan Final Rate
Inspection (FRI) Menggunakan Metode DMAIC di Industri Sepatu”
Administrator Turnitin
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
NIM : 55317120034
Merupakan hasil studi pustaka, penelitian, dan karya ilmiah saya sendiri dengan
arahan pembimbing yang telah ditetapkan dengan surat Keputusan Ketua Program
Studi Magister Teknik Industri, Universitas Mercu Buana.
Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar Magister (S2) pada
program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua informasi, data, serta hasil
pengolahanya yang dituliskan pada Tesis ini telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenaranya.
(Kenny Halim)
iv
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 55317120034
Mengesahkan
Pembimbing 1
v
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
berkat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan Tesis ini pada akhirnya dapat
diselesaikan dengan baik. Semoga Tesis dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan mahasiwa serta para pembaca pada umumnya. Dalam kesempatan ini penulis
dengan segala rasa rendah hati dan hormat mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi dalam penulisan
sampai penyelesaian Tesis ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada :
1. Bpk. Prof. Prof. Ir. Dana Santoso, M.Eng, Sc, Ph.D pembimbing 1 yang
telah memberikan bimbingan dan arahan serta memberi petunjuk dan saran
yang membantu penulis dalam penyusunan tesis ini.
2. Ibu Dr. Sawarni Hasibuan, M.T. selaku Ketua Program Studi Magister
Teknik Industri dan Prof. Dr. -Ing. Mudrik Alaydrus selaku Direktur
Program Pasca Sarjana.
3. Dosen pengajar dan staff sekretariat Magister Teknik Industri yang telah
banyak membantu penulis dalam mengikuti perkuliahan selama 2 tahun.
4. Kedua orang tua saya Bpk. Tedy Halim dan Ibu. Darmi, serta kakak saya
Fiska Andrianti Halim dan adik saya Anggelina Halim, dan kakak ipar saya
Magihut Yosephine yang selalu memberikan dukungan, doa, dan masukkan
kepada saya dalam menyelesaikan studi Magister Teknik Industri.
5. Yesa Kristiana yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan perhatian
kepada penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.
6. Pimpinan Quality PT. Panarub Dwikarya Bpk. Abdul Haris dan rekan-
rekan kerja di bagian Quality yang memberikan dukungan kepada saya
dalam penyelesaian studi Magister Teknik Industri.
7. Semua rekan-rekan mahasiswa/i MTI 22 yang tidak bisa disebutkan satu
persatu namanya karena telah membantu, memberikan semangat dan
motivasi kepada penulis selama kuliah, pelaksanaan penelitian hingga
penyelesaian penelitian Tesis.
vii
ANALISA IMPROVEMENT PERFOMANCE RIGHT FIRST TIME (RFT)
DAN FINAL RATE INSPECTION (FRI) MENGGUNAKAN METODE
DMAIC DI INDUSTRI SEPATU
Oleh
KENNY HALIM
55317120034
INTISARI
Salah satu faktor yang paling mempengaruhi dalam menjaga kualitas produk adalah
proses inspeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab defect potensial
yang sangat berpengaruh terhadap kualitas sepatu. Analisis perbaikan kinerja RFT dan
FRI di industri sepatu menggunakan metode DMAIC untuk meminimalkan tingkat defect
pada proses assembling dan final inspection. Berdasarkan SIPOC diagram terdapat 3
kategori defect yang dikategorikan sebagai Critical to Quality (CTQ) yaitu defect
bonding, wrinkle, dan peel off printing. Pada tahap improve dengan menggunakan design
of experiment ditemukan bahwa defect bonding terjadi karena outsole pebak, untuk defect
wrinkle terjadi karena kontruksi upper material yang tidak sesuai dengan kontruksi pada
sepatu, dan terakhir untuk defect peel off printing terjadi karena kinerja operator setiap
shift yang tidak konsisten saat proses cleaner material. Berdasarkan temuan tersebut,
maka perbaikan yang dilakukan seperti : perubahan struktur outsole pebak untuk
memperbaiki defect bonding, perubahan material linning untuk memperbaiki defect
wrinkle, dan penambahan chemical katalis pada proses printing untuk memperbaiki defect
peel off printing. Dampak dari perbaikan tersebut adalah meningkatnya performance RFT
dan FRI.
viii
ANALYSIS OF IMPROVEMENT PERFOMANCE RIGHT FIRST TIME
(RFT) AND FINAL RATE INSPECTION (FRI) USING DMAIC METHOD IN
SHOES INDUSTRY
by
KENNY HALIM
55317120034
ABSTRACT
One of the most affecting factors in maintaining product quality is at the
inspection process. This study was to identify the causes of potential defects that
greatly affect the quality of shoes. Analysis of Improvement Performance RFT and
FRI in Shoes Industry using the DMAIC method to minimize defect levels at
assembling and final inspection. Based on SIPOC diagram, there are 3 potential
defects categorized as CTQ, namely defect bonding, wrinkle, and peel off printing.
In the stage of improvement with the design of experiment method it was found
that the effect of the occurrence of defect bonding was due to the outsole pebak
material, and for the defect wrinkle due to the construction of the upper material
that was incompatible with the design, and lastly for defect peel off printing due to
inconsistent operator performance in every shift in the cleaner material process.
Based on these findings, improvements were made such as: changes in the
structure of raw material outsole to improved defect bonding, changes reinforce
lining to improved defect wrinkle, and the addition of chemical catalysts to
improved defect peel off printing. The impact of these improvements is the
increase in RFT and FRI performance..
ix
DAFTAR ISI
INTISARI…………………………………………………………………………i
ABSTRACT………………………………………………………………………ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………..iv
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………v
Gambar 1.1 Rich Picture Diagram Proses Manufaktur PT. Panarub Dwikarya
Cikupa ..................................................................................................................... 2
Tabel 1.1 Trend Pencapaian RFT dengan FRI Bulan Juli – Desember 2018 ......... 5
Gambar 1.3 Jenis Defect Area Assembling dan Final Inspection ........................... 7
x
2.3 Right First Time (RFT) ................................................................... 14
xi
4.3 Define.............................................................................................. 36
4.5 Analyze............................................................................................ 57
4.6.6 Analisa Data Defect Wrinkle Dengan Analisa Two Stage Nested
Design 69
4.6.9 Analisa Data Defect Peel off Printing Dengan Analisa Two
Stage Nested Design ................................................................................ 75
xii
4.7 Control ........................................................................................... 80
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Rich Picture Diagram Proses Manufaktur PT. Panarub Dwikarya
Cikupa ..................................................................................................................... 2
Gambar 1.3 Jenis Defect Area Assembling dan Final Inspection ........................... 7
Gambar 4.3 Diagram SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, and Customer) . 37
Gambar 4.5 Grafik Chart Defect RFT Area Assembling Juli – Desember 2018 . 39
Gambar 4.6 Pareto Diagram Defect RFT Juli – Desember 2018 .......................... 39
Gambar 4.7 Grafik Chart Defect FRI Juli – Desember 2018 ................................ 41
Gambar 4.8 Pareto Diagram Defect FRI Juli – Desember 2018 ........................... 41
xiv
Gambar 4.15 Uji Normalitas Defect Area FRI...................................................... 52
Gambar 4.21 Hasil ANOVA Nested Design Defect Open Bonding ..................... 64
Gambar 4.28 Hasil ANOVA Two Factorial Design Defect Wrinkle ................... 72
Gambar 4.29 Main Effect Plot and Interaction Plot For Released Wrinkle Test . 72
Gambar 4.32 Hasil ANOVA Nested Design Defect Peel off Printing .................. 75
Gambar 4.34 Main Effect Plot and Interaction Plot For Released Test Printing. 78
Gambar 4.35 Trend Pencapaian RFT vs FRI Januari – Juni 2019 ........................ 83
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Trend Pencapaian RFT dengan FRI Bulan Juli – Desember 2018 ......... 5
Tabel 4.2 Data Defect RFT Area Assembling Juli – Desember 2018 ................... 38
Tabel 4.4 Perhitungan Sigma Level Area RFT Juli – Desember 2018 ................. 47
Tabel 4.5 Perhitungan Sigma Level Area FRI Juli – Desember 2018 .................. 48
Tabel 4. Perfomance Data Rejected Harian (DRH) PT. LBI Juli – Desember 2018
............................................................................................................................... 56
Tabel 4.13 Data Sepatu Mizuno Pro Hasil Bonding Test ..................................... 64
Tabel 4.14 Data Trial Test Perbaikan Proses Dengan Alternatif 1 dan 2 ............. 67
Tabel 4.15 Data Sepatu Morelia Neo Hasil Trial Wrinkle .................................... 69
Tabel 4.16 Data Trial Test Perbaikan Proses Dengan Alternatif 1 dan 2 ............. 71
xvi
Tabel 4.19 Analisa Perbandingan Biaya Printing Alternatif 1 – Alternatif 3
(Exclude Proses Emboss) ...................................................................................... 79
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
2
buyer di area distributor saat penerimaan sepatu dari factory. Pada tabel 1.2
merupakan rangking pencapaian performance quarter 4 (periode Oktober
sampai Desember 2018) setiap supplier yang memproduksi sepatu Mizuno
dimana penilaian tersebut dilakukan berdasarkan 2 indikator yaitu RA dan
FA.
Tabel 1.1 Rangking Perfomance Factory Mizuno Quarter 4 (Oktober –
Desember 2018)
Berdasarkan tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa performance PT. PDK
menunjukkan berada pada peringkat yang tidak baik jika dibandingkan
dengan factory lain karena secara indikator performance audit pass rate
hanya mencapai 81,8% sehingga banyak perbaikan secara kualitas yang
harus dilakukan PT. PDK karena penilaian performance tersebut akan
sangat menentukan order Mizuno ke PT. PDK kedepanya jika tidak ada
peningkatan secara performance kualitas.
Berdasarkan penilaian performance yang dilakukan oleh buyer terhadap
setiap factory tersebut maka data RFT dan FRI harus saling memiliki
korelasi yang sama baiknya satu sama lain terkait dengan pengukuran
perfomance kualitas di line produksi. Hal ini dikarenakan jika RFT memiliki
perfomance yang baik, maka seharusnya defect produk yang ditemukan di
3
final inspection akan rendah. Sebaliknya jika perfomance RFT baik namun
masih ditemukan banyak defect di final inspection akan menyebabkan FRI
tidak mencapai standar. Jika hal tersebut terjadi, Maka disimpulkan dua
indikator perfomance kualitas tersebut tidak saling berkorelasi dengan baik
satu sama lain dan perlu dilakukan analisa serta perbaikan dari salah satu
indikator tersebut. Salah satu dampak dari ketidakkorelasian data tersebut
adalah akan membuat proses repair dan rework setelah proses final
inspection akan meningkat sehingga menyebabkan pengiriman produk ke
customer tidak dapat dilakukan tepat waktu dan menyebabkan pemakaian
consumption chemical meningkat atau tidak sesuai dengan perencanaan
kebutuhan yang sudah ditentukan sebelumnya dikarenakan adanya
pemakaian chemical di luar proses utama produksi yaitu untuk proses repair
/ rework. Selain itu kepercayaan buyer terhadap proses inspeksi yang
dilakukan oleh personil QC di proses produksi akan berkurang dan
menyebabkan tingkat random inspection (AQL) di final inspection akan
meningkat. Adapun Gambaran mengenai matrix random inspection (AQL)
dapat dilihat pada gambar 1.2.
4
Permasalahan yang masih sering terjadi pada proses produksi di PT.
Panarub Dwikarya Cikupa adalah menurunya dan ketidaksesuaian
pencapaian perfomance RFT dan perfomance FRI sehingga menyebabkan
akurasi consumption chemical tidak sesuai perencanaan kebutuhan yang
sudah ditentukan karena meningkatnya proses repair dan rework. Untuk
ketidaksesuaan pencapain perfomance tersebut dapat dilihat pada tabel 1.2.
Tabel 1.2 Trend Pencapaian RFT dengan FRI Bulan Juli – Desember 2018
100,00% 92,96%
80,41% 80,66% 80,62% 79,91% 81,16%
75,00%
50,00%
25,00%
13,3% 10,9%
4,9% 5,2% 8,4%
3,6%
0,00%
Jul Agt Sep Okt Nov Des
RFT FRI
Pada tabel 1.2 dapat dilihat bahwa pencapaian RFT dan FRI tidak mencapai
standar sudah terjadi di bulan september, november, dan desember 2018
yang menunjukkan bahwa terdapat banyak defect yang ditemukan oleh QC
tollgate di area assembling (RFT) sebelum sepatu dikirim ke area final
inspection namun aktual saat dilakukan proses inspect masih banyak
ditemukan defect sehingga perfomance FRI juga tidak mencapai standar.
Korelasi yang baik terdapat pada bulan juli, agustus, dan oktober 2018
dimana pada bulan juli pencapaian RFT dan FRI sesuai dengan standar yang
ditentukan oleh manajemen PT. PDK, sedangkan bulan agustus dan bulan
oktober meskipun pencapaian RFT dibawah standar karena banyak
ditemukan defect oleh QC toolgate di area assembling namun menunjukkan
bahwa pemeriksaan kualitas di area proses assembling sudah dapat
meminimalisir jumlah defect di area final inspection sehingga perfomance
FRI dapat mencapai standar. Ada beberapa faktor yang menyebabkan masih
sering ditemukanya defect di area assembling maupun final inspection
5
meskipun sudah dilakukan inspeksi lebih awal. Selain dikarenakan faktor
internal, Faktor eksternal juga merupakan faktor yang paling besar
menyebabkan defect di kedua area tersebut. Contoh defect yang disebabkan
karena faktor internal dan faktor eksternal tersebut dapat dilihat pada tabel
1.3, tabel 1.4, dan gambar 1.3.
Tabel 1.3 Faktor Internal Defect
NO Defect Faktor Internal
1 Bonding - Proses primer pada salah satu komponen tidak merata dengan baik.
- Adanya penumpukan setelah proses penempelan manual di luar mesin
heater menuju penempelan mesin press universal sehingga
menyebabkan lem kering.
- Pemeriksaan visual bonding oleh QC toolgate tidak konsisten
dilakukan dengan baik di semua posisi komponen.
2 Peel off printing - Proses cleaner chemical MEK / M2 pada material tidak merata sesuai
pola printing.
- Cat printing yang digunakan tidak sesuai dengan karateristik pada
material yang diproses sehingga material tidak bisa absorb dengan
chemical.
- Proses conditioning kurang dari 24 jam.
4 Miss Packing - Operator melakukan penempelan size label pada sepatu tidak sesuai
dengan aktual size run yang terdapat pada setiap PO.
- Proses penempelan / pemasangan salah satu komponen / packaging
pada sepatu tidak mengikuti sepatu sample.
5 Outsole Damage - Kurangnya kepedulian operator untuk menjaga mold tetap dalam
kondisi baik.
- Belum ada standarisasi mengenai validasi mold secara periodic.
- QC toolgate belum memahami dengan baik setiap kategori defect
pada outsole.
6
Tabel 1.4 Faktor Eksternal Defect
NO Defect Faktor Eksternal
1 Wrinkle dan - Material mudah mengkerut saat proses lasting.
Collapse -Melting point pada proses laminating tidak konsisten.
- Standar self inspection yang berbeda antara QC dengan buyer.
3 Color Migration - Raw material melalui proses dyeing melebihi standar yang
ditentukan.
- Karateristik raw material yang mudah luntur saat proses press
dengan material lain.
7
Tabel 1.5 Data Consumption Chemical HC 700
5000
2500
0
Septembe
Juli Agustus Oktober November Desember
r
Kebutuhan (KG) 6069 4350 3836 5100 2815 3073
Pemakaian (KG) 4959 4354 2696 4925 5452 4357
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pemakaian chemical untuk item HC
700 selama 2 bulan agustus dan september serta pada item HA 510 TF
selama 3 bulan agustus, november, dan desember mengalami peningkatan
dari kebutuhan awal yang ditentukan. Hal tersebut karena berdasarkan data
pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa perfomance RFT dan FRI rendah
dikarenakan pada periode tersebut banyak sepatu yang ditemukan defect di
area produksi maupun area final inspection sehingga QC melakukan proses
8
bongkaran atau internal re-inspection dimana dalam proses repair dan
rework tersebut memerlukan chemical HC 700 dan HA 510TF.
9
3. Manfaat bagi Orang lain
a. Memberikan informasi dan pengetahuan kepada mahasiswa lain
mengenai penerapan metode DMAIC pada permasalahan kualitas
produk di industri manufaktur sepatu jadi.
b. Sebagai referensi bagi mahasiswa lain untuk penelitian yang akan
datang terutama yang menggunakan metode DMAIC maupun yang
memiliki penelitian sama di industri sepatu jadi.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
12
e. Affinity Diagram
f. Relation Diagram
g. Cause and Effect Analysis (Fishbone Chart dan Cause and Effect Matrix)
2. Measure
Measurement adalah tahapan Pengukuran terhadap Permasalahan yang telah
didefinisikan untuk diselesaikan. Dalam tahap ini terdapat Pengambilan data
yang kemudian Mengukur Karakteristiknya serta kapabilitas dari proses
pada saat ini untuk menentukan langkah apa yang harus diambil untuk
melakukan perbaikan dan peningkatan selanjutnya.
Alat -alat (Tools) yang digunakan dalam tahapan Measurement ini antara
lain :
a. Cause and Effect Analysis (Fishbone Chart dan Cause dan Effect Matrix)
b. Probability Distributions (Distribusi Probabiliti)
c. Basic Statistic seperti Mean, Median dan Modus
d. Gage Reproducibility and Repeatability (GR&R)
e. Process Capability
3. Analysis
Tahapan Analysis adalah tahapan untuk menemukan solusi untuk
memecahkan masalah berdasarkan Root Cause (Akar Penyebab) yang telah
di-identikasikan. Di dalam Tahapan ini, kita harus dapat menganalisis dan
melakukan validasi terhadap Akar Permasalahan (Root Causes) atau
Solusi melalui pernyataan-pernyataan Hypothesis.
Alat -alat (Tools) yang digunakan dalam tahapan Measurement ini antara
lain :
a. Uji Hipotesis (Hypothesis Testing)
b. Regression
c. Correlation Analysis
d. ANOVA (Analysis of Variance)
e. Multi-Vari Analysis
f. Contingency Table
13
4. Improve
Setelah mendapat Akar Permasalahan dan Solusi serta menvalidasinya,
tahap selanjutnya adalah melakukan tindakan perbaikan terhadap
permasalahan tersebut dengan melakukan pengujian dan percobaan untuk
dapat mengoptimasikan solusi tersebut sehingga benar-benar bermanfaat
untuk menyelesaikan permasalahan yang kita alami.
Di tahapan improvement, alat yang digunakan adalah DOE atau Design of
Experiment yang terdiri dari :
a. Factorial Design
b. General Full Factorial Design
c. Fractional Factorial Design
5. Control
Tujuan dari tahapan Control adalah untuk menetapkan standarisasi serta
mengontrol dan mempertahankan proses yang telah diperbaiki dan
ditingkatkan tersebut dalam jangka panjang dan mencegah potensi
permasalahan yang akan terjadi di kemudian hari ataupun ketika ada
pergantian proses, tenaga kerja maupun pergantian manajemen.
Alat -alat (Tools) yang digunakan dalam tahapan Control ini antara lain :
a. Pokayoke
b. Proses Control Plan
c. Proses Control Chart
14
pengerjaan ulang terhadap proses tersebut Dalam pelaksaanan lean
manufacturing menerapkan stop line (berhenti) dalam melanjutkan
pekerjaan untuk memperbaiki dan mendapatkan kualitas produk yang bagus
akan sangat terlihat sulit dilakukan oleh perusahaan karena hal ini akan
berdampak kepada turunnya hasil produksi.
Sudut pandang tersebut kerap terjadi dikarenakan pola fikir dari senior level
yang kurang memahami tentang bagaimana menghentikan hasil pekerjaan
yang tidak bagus dan berpotensi untuk menimbulkan defect terhadap produk
yang akan dihasilkan. Pelanggan baik itu internal maupun eksternal
merupakan seseorang atau bagian yang dapat mengevaluasi hasil kerja
seseorang ataupun produk yang dihasilkan. Oleh karena itu dalam
pencapaian RFT sangat dibutuhkan juga pelaksanaan ISQ atau kepanjangan
dari In-Station Quality, dan ISQ berarti tidak pernah membiarkan hasil kerja
cacat bisa lolos ke stasiun/langkah berikutnya.
Pada manufaktur, ketika terjadi pergantian style atau change over hal yang
menjadi pusat perhatian pertama adalah RFT, karena hal inilah yang
menentukan bahwa pergantian style dapat berjalan lancar, yang kemudian
akan menjadi titik awal perhitungan Ramp-up terhadap pergantian style
hingga pencapaian target perusahaan.
RFT juga merupakan measurement dari manufacturing untuk mengetahui
seberapa bagus produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Untuk
melihat performace kualitas produk perusahaan perhari, anda dapat
menggunakan cara perhitungan RFT sebagai berikut :
Sebagai contoh :
Jika pada manufacturing menghasilkan 600 pcs per jam dan terdapat rework
termasuk defect 100pcs maka right first time (RFT) dari manufactur tersebut
selama sejam adalah :
Maka Perhitungan RFTnya : ((600 pcs - 100 pcs)) x 100) : 600 =
83.33%
Jadi RFT untuk manufacturing tersebut dalam 1 jam sebesar =
83.33%.
15
2.4 Final Rate Inspection (FRI)
Final rate inspection merupakan salah satu metode pengukuran perfomance
kinerja pada area final inspection yang dilakukan untuk mengetahui
persentase rasio released maupun rejected pada hasil inspek masing-masing
PO. Adapun formulasi perhitungan final rate inspection = (Jumlah PO
Rejected – Total PO yang diinspect) x 100%.
16
2.6 SIPOC Diagram
SIPOC merupakan singkatan dari Supplier (S), Input (I), Process (P), Output
(O), dan Control. SIPOC adalah suatu alat visual yang digunakan untuk
mengdokumentasikan proses-proses bisnis dari awal hingga akhir dan
berfungsi untuk mengidentifikasikan elemen-elemen relevan dari proyek
perbaikan yang akan dikerjakan. Identifikasi SIPOC ini biasanya dilakukan
sebelum proyek perbaikan proses (process improvement) tersebut dimulai.
Didalam metodologi Six Sigma, SIPOC digunakan dalam tahap DEFINE
yaitu tahap pertama dalam Six Sigma untuk mendefinisikan dan menyeleksi
permasalahan yang akan diselesaikan beserta biaya, manfaat dan dampak
terhadap pelanggan (customer).
Analisis SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Customer) ini sangat
berguna untuk mengetahui dan mengidentifikasikan siapa yang menjadi
pemasok untuk input ke proses, spesifikasi apa yang akan digunakan pada
Input, siapa yang merupakan pelanggan dari suatu proses dan apa yang
diinginkan oleh pelanggan. Perlu diketahui bahwa yang dimaksud Supplier
(Pemasok) dalam Diagram SIPOC belum tentu merupakan pihak-pihak luar
organisasi namun bisa juga berasal dari unit kerja lain dalam organisasi atau
perusahaan yang sama ataupun proses-proses lainnya yang memberikan
Input kepada proses selanjutnya. Demikian juga dengan Pelanggan,
pelanggan yang dimaksud oleh Diagram SIPOC dapat berupa unit kerja
lainnya yang masih berada dalam organisasi atau perusahaan yang sama
ataupun proses-proses tertentu yang menerima Input dari proses
sebelumnya. Contoh SIPOC dapat dilihat pada gambar 2.2.
17
2.7 Value Stream Mapping (VSM)
Value steam mapping (VSM) mendefinisikan aliran informasi maupun
material dalam bentuk simbol-simbol yang kemudian melalui visual simbol
tersebut diharapkan setiap orang memahami kondisi yang terjadi pada
perusahaan. Value Stream Mapping dilakukan bertujuan agar anda dapat
memetakan setiap aliran maupun aktitas mulai dari starting point hingga
ending point. Dengan pemetaan terhadap aliran aktivitas perusahaan maka
anda akan dengan mudah melihat opportunites dalam melakukan perbaikan
dan juga anda akan melihat departemen atau aliran yang mengalami
permasalahan. Selain bertujuan untuk memahami aliran aktivitas
perusahaan, VSM juga memiliki tujuan lain yaitu pencegahan terhadap
persamaan permasalahan yang akan timbul disebabkan oleh jenis
permintaan yang sama.
18
membantu menstimulasi pemikiran mengenai isu, membantu berpikir secara
rasional, dan mengundang diskusi. Proses tersebut memerlukan
brainstorming (pengungkapan pendapat) dari karyawan terkait untuk
memperoleh dan menggali penyebab potensial sebanyak mungkin. Untuk
format diagram sebab akibat secara umum ditunjukkan pada gambar 2.3.
19
e. Mengidentifikasi akibat-akibat yang mungkin. Bentuk kategori baru jika
diperlukan.
f. Memberi peringkat pada akibat-akibat untuk membedakan yang mana
yang mempengaruhi masalah.
g. Mengambil langkah corrective.
20
4 Sati, Zumrut Ecevit, and Koray Six Sigma, DMAIC, Pendekatan Six Sigma dalam
Gulay.(2012).Application of Six Quality, DMAIC. Fishbone, FMEA, kasus ini dilakukan untuk
Sigma Method In Power Plant. ANOVA, DOE, meningkatkan kapasitas turbin
Variabel Control UAP hingga 30 kWh dengan
Chart. mengurangi jumlah kesalahan,
mengurangi biaya, dan
meningkatkan produktivitas
5 Mustakim. Et Lean, Six Sigma, DMAIC, Pareto, Penerapan Six Sigma pada
al.(2015).Implementation MAFMA, Fuzzy Fishbone, kasus ini dilakukan untuk
Lean Six Sigma, Multi Analytic FMEA, menekan potensial defect pada
Attribute Failure Mode Hierarchy MAFMA, AHP. produk dengan
Analysis, and Fuzzy Process. mengintegrasikan konsep Lean
Analytical Hierarchy Process Six Sigma, MAFMA, dan
to Identify Potential Causes of Fuzzy AHP untuk
Particle Board Defect. mengidentifikasi penyebab
potensial defect guna
mengurangi produk defect.
6 Vilventhan, Aneetha.et Construction Lean Six Sigma, Pendekatan Value Stream
al.(2019).Value Stream Waste, Cause of Value Stream Mapping dan Lean Six Sigma
Mapping for Identification and Waste Mapping dalam penelitian ini bertujuan
Assesment of Material Waste Generation, untuk mengukur dan menilai
in Contruction : A Case Study. Estimation, Lean waste yang dihasilkan dari
Construction pembangunan kontruksi
Principles, Value tingkat tinggi.
Stream
Mapping, Waste
Minimisation.
7 Keun Jeong.et al.(2016). Value Stream Value Stream Pendekatan Value Stream
Improving IT Process Mapping, Lean Mapping, Mapping dalam penelitian ini
Management Throught Value Priciple, IT Activity Based bertujuan untuk mengurangi
Stream Mapping Approach : A Process Costing. waktu tunggu, waktu siklus,
Case Study. Management. dan sumber daya dimana
berdasarkan improvement yang
dilakukan pengurangan waktu
tunggu dapat berkurang dari 20
hari menjadi 3 hari untuk
keseluruhan proses penyediaan
basis data.
21
8 Porres, Julieta Garcia.et Imaging Sigma Level, Penerapan sigma level dalam
al.(2013).Sigma Level Department Process penelitian ini bertujuan untuk
Perfomance of the Inovated Perfomance, Analysis. menentukan sigma level pada 4
Process in the Imaging Process proses secara keseluruhan
Department at a Mexican Innovation, Six dengan mempertimbangkan
Health Institute. Sigma analisis proses dan inovasi
Methodology, melalui metodologi six sigma.
Sigma Level.
9 Khatak, and Six Sigma, SIPOC, FMEA, Penerapan six sigma dalam
Rohtak.(2017).Implementation Screw, Industri Fishbone, X penelitian ini bertujuan untuk
of Six Sigma to Reduce Spare Part. Bar/R Drawing menurunkan tingkat rejected
Rejection Rate in Screw. Control. screw pada industry spare part
dimana hasilnya dapat
meningkatkan level sigma dari
1,12 menjadi 5,79.
10 Ranajeet, and DMAIC, DMAIC, SIPOC, Penerapan six sigma pada
Kumar.(2016).Application of Stamping, RCA. proses produksi stamping ini
DMAIC Methodology In Production bertujuan untuk mengurangi
Stamping Production Process. Process tingkat defect stamping dengan
menggunakan Analisa DMAIC
dimana hasilnya sigma level
meningkat dari 4,24 menjadi
5,06 yang berdampak pada
cacat berkurang.
11 Soni, Shashank,et al.(2013). Quality DMAIC, Six Pendekatan Six Sigma ini
Reduction of Welding Defects Management, Sigma, Pareto, dilakukan untuk mengatasi
Using Six Sigma Techniques. Six Sigma, Cause and Effect permasalahan dalam proses
DMAIC Process, Diagram, Why- pengelasan dimana didapatkan
Statistical Why Analysis. hasil yang paling signifikan
Process Control. yaitu menurunnya waktu
produksi, biaya produksi lebih
rendah serta mengurangi scrap
material.
22
12 Sheikh, Arshad A, et Taguchi, Taguchi, Penelitian ini menggunakan
al.(2018).Optimization of SMAW, NDT ANOVA pendekatan Taguchi dimana
Welding Process Parameter to Method, Weld dapat digunakan untuk
Minimize Defect in Welding Parameters. menentukan parameter optimal
of Sheet. pada SMAW untuk
meminimalisir tingkat cacat
las.
13 Ganguly, Kunal.(2012). Six Sigma, DMAIC,SIPOC, Pendekatan Six Sigma dalam
Improvement Process For DMAIC Fishbone, penelitian ini digunakan untuk
Rolling Mill Through The Methodology, ANOVA, menentukan karateristik CTQ
DMAIC Six Sigma Approach. Alumunium XBAR/R Chart. Proyek, menentukan potensi
Industry, Hot masalah yang terjadi,
Rolling. Mengidentifikasi sumber
variasi, dan menerapkan
control plan agar dapat
memenuhi permintaan ekspor
hot mill.
14 Mishra, N, and Six Sigma, DMAIC, Pendekatan Six Sigma dalam
Rane,S.(2019).Prediction and Benchmarking, Benchmarking, penelitian ini dilakukan untuk
Improvement of Iron Casting Analytics, Chi- Design of membangun hubungan sebab
Quality Through Analytics square test, Exsperiment. akibat antara komposisi kimia
and Six Sigma Approach. DMAIC dan kualitas pengecoran besi
International Journal of Lean Approach, untuk mencapai tingkat
Six Sigma. Prediction kualitas standar yang global.
Model.
15 Dinis-Carvalho,J.,Guimaraes, Lean Value Stream Jurnal ini menjelaskan
L.Sousa,R. and Leao, Manufacturing, Mapping (VSM), mengenai perbandingan antara
C.(2019).Waste Identification Value Stream Waste VSM dengan WID sebagai
Diagram and Value Stream Mapping, Identification tools dalam pemetaan aliran
Mapping : A comparative Production Diagram (WID). proses untuk mengidentifikasi
analysis. International Journal Perfomance waste dalam suatu proses.
of Lean Six Sigma. Measurement,
Waste
Identification
Diagram, Value
Analysis.
23
16 Desai, D.and Six Sigma, DMAIC, Sigma Penelitian ini bertujuan untuk
Shaikh,A.(2018).Reducing Ceramic Level. mengurangi tingkat defect pada
Failure Rate at High Voltage Manufacturing High Voltage (HV) dari salah
(HV) Testing of Insulator Industries, satu produk paling penting
Using Six Sigma Insulator, Small- yaitu isolator. Hasil penelitian
Methodology. International Scale Industries menunjukkan bahwa
Journal of Productivity and persentase rejected berkurang
Perfomance Management. dari 0,5% menjadi 0,1%
sehingga berdampak pada
meningkatnya level sigma dari
4,4 menjadi 5,0.
17 Kaushik, P., Khanduja, D., India, DMAIC, Penelitian ini bertujuan untuk
Mittal, K. and Jaglan, Manufacturing DPMO, Sigma meninjau implementasi
P.(2012). A Case Study : Industries, Six Level. dampak dari penerapan six
Application of Six Sigma Sigma, Small to sigma pada perusahaan skala
Methodology in a Small and Medium Size kecil dan menengah dimana
Medium-Sized Manufacturing Enterprise, dampak dari implementasi
Enterprise. The TQM Journal. DMAIC, tersebut perusahaan dapat
DPMO. meningkatkan laba dengan
mengendalikan tingkat defect
yang berdampak pada
meningkatnya level sigma dari
1,40 menjadi 5,46.
24
Dari penelitian terdahulu pada tabel 2.2 dapat disimpulkan bahwa banyak
referensi penelitian yang menggunakan analisis six sigma dimana penelitian
tersebut berfokus pada penurunan tingkat cacat pada proses produksi untuk
meningkatkan kualitas dan kapasitas proses produksi agar profitabilitas
perusahaan tetap baik. Selain itu terdapat juga penelitian yang menggunakan
analisis six sigma untuk mengetahui pengaruh antara SPC dengan kerja sama
tim terhadap pengembangan kinerja organisasi. Di sisi lain bahwa tidak semua
metode penelitian yang menggunakan analisis DMAIC fokus pada defect tapi
juga berfokus pada perbaikan proses.
Kerangka pemikiran untuk penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.4.
Define
Menentukan jenis defect Metode :
dengan kategori Critical to 1. SIPOC Diagram
Quality (CTQ). 2. Pareto Chart
Measure Metode :
Mengidentifikasi sumber 1. Fishbone diagram+RCFA
terbesar penyebab 2. Sigma Level
terjadinya defect dan 3. Kapabilitas Proses
menghitung sigma level. 4. VSM Subcont T3
Alternatif Perbaikan
Perfomance meliputi :
Analyze 1. Mesin
Perfomance RFT Mengetahui tingkat Hasil dan
2. Proses Kerja
dan FRI yang keparahan, tingkat deteksi, Metode : 3. Tenaga Kerja
Kesimpulan
tidak konsisten dan tingkat kejadian dari 1. FMEA
4. Material
mencapai target permasalahan defect 5. Metode
tersebut
Improve
Melakukan tindakan Metode :
perbaikan dari 1. 5W1H
permasalahan defect 2.DOE (Two factorial design
tersebut dengan and stage nested design)
melakukan pengujian.
Control
Menetapkan standarisasi
Metode :
kerja dari hasil
1. Control Plan
improvement yang sudah
dilakukan.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
26
dalam posisi yang kurang baik. Untuk mengetahui penyebab utama menurunya
kedua performance tersebut serta mengetahui langkah perbaikan yang sesuai
dengan permasalahan yang terjadi maka dilakukan analisa dengan metode
DMAIC.
27
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain :
3.3.1 Evaluasi Data
Pada tahap ini peneliti melakukan evaluasi data pada performance RFT dan FRI
dengan menggunakan beberapa sumber laporan salah satunya seperti laporan
defect dan laporan hasil produksi. Data yang didapatkan tersebut juga harus
sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan agar hasil yang didapatkan baik
dan efektif.
3.3.2 Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan diambil dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai
analisa improvement perfomance data RFT dan FRI apakah dengan adanya
improvement tersebut dapat meningkatkan produktifitas pada perusahaan atau
tidak. Kesimpulan penelitian ini akan merujuk pada tujuan yang akan dicapai
dalam penelitian ini.
3.3.3 Penyusunan Laporan
Penyusunan laporan dalam penelitian ini akan dilakukan secara menyeluruh
berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dimana berisikan
mengenai pengumpulan serta pengolahan data yang telah dikumpulkan dari
beberapa sumber laporan sehingga akan menghasilkan informasi mengenai
penyebab utama menurunya performance RFT dan FRI serta informasi
mengenai rencana perbaikan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan
performance RFT dan FRI.
28
penyebab defect paling dominan terhadap menurunya performance RFT dan
FRI dilakukan pada periode bulan juli – desember 2018.
29
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian
30
3.7 Jadwal Pelaksanaan Penyusunan Tesis
Penelitian Tesis ini dilakukan di PT. PDK yang bergerak di bidang Industri
Sepatu Jadi dan berikut adalah tabel jadwal penelitian yang dilakukan :
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
Bulan
Aktivitas Mei- Jun- Agust Sep- Nov- Des- Jan- Feb-
Jul-19 Okt-19
19 19 -19 19 19 19 19 19
Penelitian
Pendahuluan
Identifikasi
Masalah
Studi
Literatur
Studi
Lapangan
Seminar
Proposal
Pengumpulan
Data
Pengolahan
Data
Analisis dan
Usulan
Penarikan
Kesimpulan
TOEFL
Seminar Hasil
Submit Jurnal
Sidang Akhir
31
BAB IV
Untuk proses produksi di PT. PDK dapat dilihat pada gambar 4.1 dan gambar
4.2.
32
Berdasarkan gambar 4.1 dan gambar 4.2 dapat dilihat bahwa proses
manufaktur sepatu jadi di PT. PDK terdiri dari beberapa proses yang dilakukan
di Internal Perusahaan dan Eksternal Perusahaan (Subcont) sehingga
pengontrolan kualitas dari raw material, work in process hingga produk jadi
harus dilakukan secara ketat dan terukur. Hal tersebut diperlukan agar
pencapaian perfomance kinerja perusahaan terutama dalam indikator Right
First Time (RFT) dan Final Rate Inspection (FRI) dapat tercapai dengan baik
dan konsisten. Adapun proses produksi di PT. PDK terdiri atas proses cutting,
proses sewing, proses stockfitting, dan proses assembling.
Untuk proses cutting merupakan proses pemotongan raw material menjadi
suatu komponen seperti vamp, heel, tongue, dan quarter menggunakan cutting
dies / pattern yang sudah dilakukan standarisasi dimana output dari proses
cutting akan didistribusikan ke area preparation untuk dilakukan proses sewing.
Untuk proses sewing merupakan proses penggabungan beberapa komponen raw
material menjadi komponen upper dengan menggunakan mesin jahit dimana
ouput dari proses sewing akan didistribusikan ke area assembling. Untuk proses
stockfitting merupakan proses penempelan suatu komponen midsole dengan
outsole yang sebelumnya dilakukan proses buffing dan degreasing untuk
menjadi suatu komponen bottom. Output dari proses stockfitting akan
didistribusikan ke area assembling untuk dilakukan proses penempelan dengan
komponen upper. Sedangkan untuk proses assembling merupakan proses
penempelan antara komponen upper dengan komponen bottom menggunakan
chemical cleaner, primer, dan cementing yang diberikan pada setiap komponen.
Output dari proses assembling akan didistribusikan ke area final inspection
untuk dilakukan proses inspect sebelum dikirim ke end customer.
Salah satu pengukuran kualitas kinerja perusahaan terhadap perfomance
kualitas supplier subcont melalui laporan data DRH (Data Reject Harian) dan
data DRM (Data Reject Material). DRH merupakan data reject subcont yang
disebabkan karena proses yang bermasalah atau tidak standar (seperti peel off
printing, seamless delamination, printing tidak tepat posisi, dan lain-lain)
33
sehingga data ini akan menjadi salah satu pengukuran kinerja supplier subcont
selain perfomance ontime. Sedangkan untuk data DRM merupakan data reject
pada kualitas raw material yang kurang baik dan bukan diakibatkan karena
proses subcont (seperti bubble, keriput, chemical printing tidak menyerap pada
material, dan lain-lain) sehingga data DRM ini tidak mempengaruhi
perfomance kinerja subcont namun hanya sebagai pembanding apakah reject
work in process di supplier subcont lebih dikarenakan oleh proses atau karena
kualitas dari raw material yang kurang baik.
PT. PDK menempatkan QC di setiap supplier subcont serta di incoming
subcont yang berada di area perusahaan PT. PDK untuk melakukan validasi
dari setiap defect yang terjadi apakah dikategorikan ke dalam DRH atau DRM.
Adapun proses inspeksi yang dilakukan di supplier 100% sedangkan proses
inspeksi yang dilakukan di incoming subcont dilakukan secara random
mengikuti matriks AQL.
34
Tabel 4.1 Identifikasi DMAIC
2. Measure :
a. Proses pengeleman oleh operator yang tidak merata.
b. Suhu mesin di assembling tidak standar.
c. Raw material yang tidak absorb dengan baik pada chemical.
3. Analyze :
a. Evaluasi dan standarisasi proses pengeleman oleh operator.
b. Maintenance mesin secara periodik serta pelatihan pada operator dan pimpinan
1 Assembling produksi line assembling mengenai preventive dan predictive maintenance.
c. Review Technical Data Sheet (TDS) raw material.
4. Improvement :
a. Menentukan option terbaik dari setiap standarisasi yang dilakukan
menggunakan analisa design of eksperiment.
5. Control :
a. Peningkatan perfomance data RFT dan FRI dari sisi reduce rate rejection.
b. Berkurangnya loss output produksi dikarenakan repair produk yang rejected
akibat open bonding.
2. Measure :
a. Surface coating pada material synthetic sticky sehingga printing tidak bisa
absorb pada material.
b. Tidak ada proses base cleaner pada salah satu sisi material sebelum proses
press ataupun printing atau proses cleaner tidak dilakukan sesuai SOP.
3. Analyze :
a. Review proses cleaner pada chemical dengan penambahan hardener.
Subcont - Upper
2 b. Standarisasi proses cleaner dari menggunakan tangan menggunakan tool dari
Treatment
kayu untuk menjepit kain majun yang dipakai untuk proses cleaner pada material.
4. Improvement :
a. Menentukan option terbaik dari setiap standarisasi yang dilakukan
menggunakan analisa design of eksperiment.
5. Control :
a. Peningkatan perfomance data RFT dan FRI dari sisi reduce rate rejection.
b. Berkurangnya loss output produksi dikarenakan repair bahkan rework produk
yang rejected akibat peel off printing.
35
No Area Problem Analisa DMAIC
2. Measure :
a. Material mudah mengkerut saat proses lasting.
b. Melting point pada material laminating kurang baik dan tidak konsisten.
c. Operator melakukan proses lasting tidak sesuai SOP.
3. Analyze :
a. Review struktur kontrusi material pada sepatu.
3 Assembling b. Standarisasi proses lasting dan repair wrinkle.
4. Improvement :
a. Menentukan option terbaik dari setiap standarisasi yang dilakukan
menggunakan analisa design of eksperiment.
5. Control :
a. Peningkatan perfomance data RFT dan FRI dari sisi reduce rate rejection.
b. Berkurangnya loss output produksi dikarenakan rework produk yang rejected
akibat wrinkle.
4.3 Define
4.3.1 SIPOC Diagram
SIPOC Diagram diperlukan untuk mendefinisikan penyebab paling potensial
yang mengakibatkan produk cacat di setiap proses produksi. Adapun penyebab
potensial ini dikategorikan sebagai Critical to Quality (CTQ). Pada Gambar 4.3
di bawah ini menggambarkan semua faktor yang terlibat dalam SIPOC
Diagram produksi sepatu PT. PDK sehingga perusahaan harus benar-benar bisa
melakukan kontrol dan validasi kualitas produk yang dikirimkan oleh setiap
supplier agar dapat mendukung feeding produksi dengan kualitas yang baik dan
ontime sesuai yang diharapkan oleh buyer, Sedangkan pada gambar 4.4
menggambarkan jenis penyebab kecacatan (CTQ) dalam setiap proses produksi
sepatu di PT. PDK.
36
Gambar 4.3 SIPOC Diagram (Supplier, Input, Process, Output, and Customer)
37
subcont yang menghasilkan defect seperti peel off printing dan proses
assembling yang menghasilkan defect seperti wrinkle dan open bonding.
4.3.2 Pareto Chart
Pengambilan data right first time (RFT) dan final rate inspection (FRI) pada
periode bulan Juli hingga bulan Desember 2018 diperlukan untuk mengetahui
dan menentukan penyebab defect terbesar di area assembling dan final
inspection, antara lain sebagai berikut :
a) Data Defect RFT Area Assembling periode juli sampai desember 2018.
b) Data Defect FRI periode juli sampai desember 2018.
Tabel 4.2 Data Defect RFT Area Assembling Juli – Desember 2018
September 104.146 453 226 3.086 4.576 363 1.137 15.135 80,66%
Oktober 105.455 807 177 3.063 3.603 441 2.172 15.085 80,62%
November 74.138 402 171 1.988 2.815 480 447 12.335 79,91%
38
Gambar 4.5 Grafik Chart Defect RFT Area Assembling Juli – Desember 2018
39
Sedangkan kategori other defects merupakan beberapa jenis defect yang tidak
selalu terjadi setiap bulan selama periode juli – desember 2019. Berdasarkan
gambar 4.6 mengenai pareto diagram dapat dilihat bahwa 3 defect yang
dikategorikan sebagai CTQ masuk dalam kategori top defect RFT. Berdasarkan
hal tersebut perlu dilakukan pengukuran (measure) untuk untuk diketahui
sumber penyebab terjadinya ketiga defect tersebut.
Tabel 4.3 Data Defect FRI Juli – Desember 2018
1. Loose
September 116.983 590 3.450 0 890 4.070 800 8,4%
Stiching : 800
1. Size label
Oktober 153.500 46 0 700 4.220 0 570 3,6%
peel off : 570
1. Sockliner
not attach :
2200
November 178.731 2.600 2.802 1.160 340 9.520 7.290 13,3%
2. Shoe
Spring : 1260
3. Dirty : 3830
1. No stiching
arriance : 860
2. Insole
board not
attac : 1000
Desember 125.194 1.373 260 1.570 0 6.709 3.730 10,9%
3. Shoe Lace
Hairy : 610
4. Broken
stiching : 300
5. Dirty : 960
40
Gambar 4.7 Grafik Chart Defect FRI Juli – Desember 2018
41
lainya masih belum memenuhi standar dikarenakan masih ditemukanya banyak
defect dimana terdapat beberapa jenis defect yang paling sering ditemukan
seperti bonding, peel off printing, yellowing, wrinkle hingga miss packing.
Sedangkan kategori other defects merupakan beberapa jenis defect yang tidak
selalu ditemukan setiap bulan selama periode juli – desember 2019.
Berdasarkan gambar 4.8 mengenai pareto diagram defect FRI dapat dilihat
bahwa 3 defect yang dikategorikan sebagai CTQ masuk ke dalam top defect
FRI. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan pengukuran (measure) untuk
untuk diketahui sumber penyebab terjadinya ketiga defect terbesar tersebut.
Dalam 2 pengukuran perfomance RFT dan FRI, Ketiga jenis defect yang
dikategorikan sebagai CTQ seperti defect bonding, wrinkle, peel off printing
masuk ke dalam kategori top defect sehingga diperlukan analisa masalah dan
perbaikan yang detail apakah disebabkan karena man power, machine, tools ,
material, methods, atau environment sehingga untuk defect bonding dan wrinkle
tersebut dapat diminimalisir sebaik mungkin di masa depan.
4.4 Measure
4.4.1 Fishbone Diagram
Dalam mengetahui penyebab masalah 3 kategori defect terbesar di area
assembling dan area final inspection yang dikategorikan sebagai CTQ, Maka
akan dilakukan measure / pengukuran salah satunya menggunakan fishbone
diagram untuk mengidentifikasi sumber penyebab terjadinya defect tersebut.
Identifikasi menggunakan fishbone diagram tersebut dapat dilihat pada gambar
4.9 sampai dengan 4.12.
42
Gambar 4.9 Fishbone Diagram Defect Bonding
43
Gambar 4.11 Fishbone Diagram Defect Peel off Printing
Berdasarkan fishbone diagram pada gambar 4.9 sampai dengan 4.11 dapat
disimpulkan bahwa 3 kategori defect tersebut berpotensi memiliki faktor yang
sama yang berasal dari sisi Man, Material, Methods, dan Machine yang
memiliki pengaruh terhadap terjadinya defect-defect tersebut sehingga harus
diketahui secara detail langkah-langkah perbaikan selanjutnya apa saja yang
harus dilakukan agar diketahui faktor yang paling berpengaruh terhadap
terjadinya defect tersebut dan rencana perbaikan untuk meminimalisir tingkat
defect tersebut sebaik mungkin.
44
Adapun defect bonding, wrinkle, dan peel off printing yang disebabkan karena
manusia antara lain :
a) Operator produksi melakukan proses buffing dan lem tidak sesuai SOP
sehingga menyebabkan defect bonding.
b) Operator QC melakukan pemeriksaan visual bonding tidak sesuai SOP
sehingga defect bonding tidak terdeteksi / lolos.
c) Operator produksi melakukan proses lasting tidak sesuai dengan SOP
sehingga menyebabkan defect wrinkle.
d) Kurangnya kesadaran dan pemahaman operator produksi terhadap defect
wrinkle.
e) Operator produksi melakukan proses cleaner tidak merata pada area yang
akan dilakukan proses printing sehingga menyebabkan peel off printing
pada material.
f) Operator QC melakukan proses inspeksi visual printing tidak konsisten
sesuai SOP sehingga menyebabkan defect peel off printing tidak terdeteksi
/ lolos.
2. Material (Bahan Baku)
Dalam menghasilkan kualitas produk yang bagus maka juga diperlukan bahan
baku dengan kualitas baik yang sudah lulus dalam pengujian visual dan
physical. Namun ada beberapa jenis defect yang tidak bisa terdeteksi saat
pengujian tersebut. Adapun defect bonding, wrinkle, dan peel off printing yang
disebabkan karena material antara lain :
a) Coating material delamination / mengelupas dari backing non woven /
microfiber sehingga menyebabkan defect bonding.
b) Material outsole tidak absorb pada chemical sehingga menyebabkan defect
bonding.
c) Kualitas single material synthetic kurang baik sehingga mudah mengkerut /
wrinkle saat proses lasting.
d) Melting point pada proses laminating yang kurang baik dan tidak konsisten
sehingga menyebabkan defect wrinkle.
45
e) Coating material synthetic dengan chemical tidak dapat absorb dengan
baik sehingga menyebabkan defect wrinkle.
f) Cat printing yang digunakan tidak sesuai dengan karateristik material
sehingga menyebabkan printing mudah peel off / mengelupas pada
material.
3. Methods (Metode)
Metode merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya defect. Implementasi
metode yang tidak tepat atau sesuai dengan proses produksi maka berpotensi
menyebabkan terjadinya defect. Adapun defect bonding, wrinkle, dan peel off
printing yang disebabkan karena metode antara lain :
a) Proses buffing tidak merata terutama pada area margin bonding 10mm
sehingga menyebabkan defect bonding.
b) Terdapat penumpukan sepatu di luar mesin heater setelah proses attaching
manual menuju attaching mesin sehingga menyebabkan lem mudah kering
yang akan timbul defect bonding.
c) Proses pengeleman pada salah satu komponen sepatu tidak merata pada
margin bonding 10mm sehingga menyebabkan defect bonding.
d) Standard self inspection yang berbeda antara QC dengan buyer untuk
pemeriksaan defect wrinkle.
e) Proses cleaner tidak mengikuti pola area yang dilakukan proses printing.
f) Matrix inspection AQL kurang diperketat sesuai pencapaian performance
DRH (Data Reject Harian) supplier.
g) Proses conditioning pada material setelah proses printing kurang dari 24
jam sehingga menyebabkan peel off printing.
4. Machine (Mesin)
Mesin juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya defect dimana
defect dari mesin bisa disebabkan karena beberapa hal seperti perawatan mesin
yang tidak standar, pemakaian mesin yang tidak sesuai dengan fungsinya, dan
lain-lain. Adapun defect bonding, wrinkle, dan peel off printing yang
disebabkan karena mesin antara lain :
46
a) Suhu mesin chamber CCM terlalu panas / melebihi SOP sehingga
menyebabkan defect bonding.
b) Kuas yang dipakai untuk proses lem sudah haus sehingga proses
pengeleman pada material tidak merata yang menyebabkan defect bonding.
c) Pressing pad sudah expired dan tidak dilakukan validasi secara periodik.
d) Suhu mesin yang dipakai saat proses lasting tidak standar (terlalu panas)
sehingga menyebabkan defect wrinkle.
e) Penjepit majun yang dipakai untuk proses cleaner tidak standar dan tidak
dilakukan penggantian secara periodik sehingga menyebabkan proses
cleaner tidak maksimal sehingga timbulnya defect peel off printing.
Sigma
Bulan Defects Unit CTQ DPU RTY DPO DPMO
Level
47
Berdasarkan tabel perhitungan di atas didapatkan bahwa nilai DPMO dari
periode Juli sampai Desember 2018 untuk area RFT sebesar 19.233,63
sehingga dapat dinterprestasikan bahwa dari 1 juta kesempatan terdapat
19.233,63 kemungkinan proses produksi itu tidak dapat memenuhi toleransi
yang ditetapkan oleh perusahaan. Jika nilai dikonversi ke dalam level sigma
maka berada pada kisaran 3,57 dan dikategorikan memiliki kapabilitas proses
yang rendah karena berada pada tingkat rata-rata industri di Indonesia.
Tabel 4.5 Perhitungan Sigma Level Area FRI Juli – Desember 2018
Sigma
Bulan Defects Unit CTQ DPU RTY DPO DPMO
Level
48
4.4.4 Kapabilitas Proses
Pengukuran kapabilitas proses diperlukan untuk mengetahui kondisi perusahaan
serta untuk mengetahui besarnya indeks kapabilitas perusahaan. Adapun
pengukuran kapabilitas proses di area RFT selama periode juli sampai
desember 2018 dapat dilihat pada gambar 4.12 sampai dengan gambar 4.14.
49
Gambar 4.13 P-Chart Defect Area RFT
Berdasarkan gambar 4.13 didapatkan bahwa nilai batas kendali atas (UCL)
sebesar 0,6242 dengan rata-rata P sebesar 0,5770 dan nilai batas kendali bawah
(LCL) sebesar 0,05298. Nilai UCL dan LCL akan digunakan sebagai pedoman
untuk menentukan proses dalam batas kendali. Berdasarkan grafik di atas
diketahui bahwa defect yang terjadi di area RFT berada di luar kendali sehingga
harus ada rencana perbaikan yang perlu dilakukan untuk mengendalikan defect
tersebut.
50
Gambar 4.14 Kapabilitas Proses Defect Area RFT
Berdasarkan gambar 4.14 didapatkan bahwa nilai Cp sebesar 0,00 dan Indeks
Cpk sebesar 0,65 sehingga hal ini dapat disimpulkan bahwa kapabilitas proses
kurang baik karena nilai Cp < 1dan potensi pengontrolan defect di area RFT
akan menghasilkan produk out of specification sebesar 999999,73 ppm.
Berdasarkan hasil tersebut maka perlu ditingkatkan dengan cara mencegah
variasi defect sehingga menurunkan standard deviasi.
Sedangkan untuk pengukuran kapabilitas proses di area FRI periode juli sampai
desember 2018 dapat dilihat pada gambar 4.15 sampai dengan gambar 4.17.
51
Gambar 4.15 Uji Normalitas Defect Area FRI
Berdasarkan gambar 4.15 didapatkan bahwa nilai P-Value sebesar 0,150 lebih
besar dari nilai alpha 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 dapat
diterima dan dalam hal ini data sudah mengikuti distribusi normal.
52
Berdasarkan gambar 4.16 didapatkan bahwa nilai batas kendali atas (UCL)
sebesar 0,0489 dengan rata-rata P sebesar 0,4707 dan nilai batas kendali bawah
(LCL) sebesar 0,0453. Nilai UCL dan LCL akan digunakan sebagai pedoman
untuk menentukan proses dalam batas kendali. Berdasarkan grafik di atas
diketahui bahwa defect yang terjadi di area FRI berada di luar kendali sehingga
harus ada rencana perbaikan yang perlu dilakukan untuk mengendalikan defect
tersebut.
53
4.4.5 Value Stream Mapping (VSM)
Untuk defect yang berhubungan dengan proses subcont di supplier tier 3 (T3)
bisa disebabkan karena dua hal yaitu karena proses dari supplier subcont (T3)
atau dari raw material yang tidak standar dari supplier T2. Untuk defect yang
berhubungan dengan proses perlu dilakukan analisa lebih detail apakah
dikarenakan kapasitas di supplier sehingga menyebabkan supplier tidak dapat
menghasilkan produk yang baik karena harus mengejar lead time yang
diberikan oleh PT. PDK. Dalam proses produksi sepatu Mizuno, PT. PDK di
tahun 2018-2019 ini sudah bekerja sama dengan 3 supplier subcont yaitu PT.
LBI dengan persentase order 85%, PT. Suja sebesar 10%, dan PT. MMP
sebesar 5%. PT. LBI merupakan supplier subcont yang paling besar menerima
order dari PDK namun belum memiliki lead time terukur dengan baik dimana
lead time proses subcont yang diberikan PPC PT.PDK ke PT.LBI untuk normal
shoe sekitar 3 hari kerja dan top shoe 10 hari kerja namun masih sering
ditemukan keterlambatan pengiriman dikarenakan tingginya data rejected
harian (DRH). Oleh karena itu perlu dilakukan pemetaan dari setiap proses di
subcont di PT. LBI secara end to end agar dapat diketahui secara detail aktual
lead time yang dibutuhkan dalam proses subcont. Pada gambar 4.18 di bawah
ini merupakan gambar value stream mapping proses subcont di PT. LBI yang
sudah dilakukan audit oleh team QA dan ME PT. PDK dimana untuk kategori
top shoe yang terdapat beberapa proses subcont seperti printing, emboss,
seamless, dan CPU welding.
Berdasarkan gambar 4.18 tersebut lead time yang dibutuhkan untuk proses
subcont PT. LBI untuk memproduksi kategori top shoe selama 8,5 hari kerja
dengan output minimum 640 pairs. Sedangkan untuk normal shoe dengan
proses printing dan emboss membutuhkan lead time selama 2 hari kerja dengan
output minimum 640 pairs.
54
Gambar 4.18 Value Streaming Mapping PT. LBI
Berdasarkan pemetaan aliran (VSM) yang sudah dibuat serta disepakati antara
PT. PDK dan PT. LBI, Maka untuk data DRH Subcont PT. LBI tidak ada
keterkaitan dengan lead time yang singkat karena setelah dilakukan audit lead
time yang diberikan oleh team PPC sudah melebihi lead time aktual. Data DRH
periode Juli – Desember 2018 menunjukkan bahwa PT. LBI belum dapat
memenuhi perfomance kualitas yang diinginkan oleh Manajemen PDK
maksimal 0,5% dimana rata-rata pencapaian PT. LBI selama periode tersebut
sebesar 4,76% sehingga dikategorikan PT. LBI belum dapat memberikan
produk subcont dengan kualitas terbaik ke PT. PDK dan harus dilakukan
perbaikan secara berkesinambungan dan konsisten agar dapat mencapat
performance kualitas yang diinginkan oleh manajem PT. PDK. Pencapaian
DRH tersebut dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini.
55
Tabel 4.6 Perfomance Data Rejected Harian (DRH) PT. LBI Juli – Desember
2018
Qty Qty
Target % Qty %
Supplier Bulan Outgoing DRH % DRH Top 3 Defect
(Max) (Pair) Defect
(Pair) (Pair)
Meleber 2022 52,3%
Berbayang 1561 40,4%
Juli 248520 3868 1,56% 0,50%
Tidak Pas Emboss 206 5,3%
Others Defect 79 2,0%
Peel off Printing 986 48,9%
Berbayang 930 46,1%
Agustus 57235 2018 3,53% 0,50%
Tidak Pas Emboss 36 1,8%
Others Defect 66 3,3%
Peel off Printing 2359 52%
Berbayang 1926 43%
September 82450 4528 5,49% 0,50%
Tidak Pas Emboss 153 3%
Others Defect 91 2%
LBI
Peel off Printing 2083 48%
Berbayang 1843 42%
Oktober 72308 4370 6,04% 0,50%
Beda Warna 266 6%
Others Defect 178 4%
Peel off Printing 1883 43%
Berbayang 1268 29%
November 51648 3645 7,06% 0,50%
Tidak Pas Printing 176 4%
Others Defect 318 7%
Meleber 1984 45%
Berbayang 1444 33%
Desember 85700 4187 4,89% 0,50%
Tidak Pas Printing 225 5%
Others Defect 534 12%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa defect subcont paling besar yang
terjadi di PT. LBI dikarenakan defect peel off printing sama dimana defect
tersebut juga ditemukan pada performance RFT dan FRI PT. PDK sehingga
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut faktor apa saja yang menyebabkan defect
tersebut terjadi dan bagaimana langkah ke depan untuk mengurangi defect peel
off printing di PT. LBI maupun PT. PDK.
56
4.5 Analyze
Dalam menganalisa potensi kegagalan pada setiap proses pembuatan produk
terutama yang menyebabkan 3 top defect di area RFT dan FRI yaitu Bonding,
Wrinkle, dan Peel off printing maka pada tahap analyze dilakukan
menggunakan metode FMEA (Failure Mode Effect Analysis) yang dapat dilihat
pada tabel 4.7 sampai dengan tabel 4.9.
Tabel 4.7 Potential Failure Mode FMEA
3 Wrinkle Temperature heater terlalu panas tidak disesuaikan Komponen upper pada sepatu
dengan standar yang ditentukan. keriput / collapse.
57
Tabel 4.8 Risk Priority Number (RPN) FMEA
Potential
Potential Causes of Severity Occurrence Detection
No Failure RPN
Failure (S) (O) (D)
Mode
Material tidak absorb terhadap
chemical / kondisi panas mesin 7 7 6 294
tidak stabil.
Pressing pad tidak dilakukan
validasi maupun penggantian 7 6 5 210
secara periodik.
1 Open Bonding Sepatu berada di luar mesin
assembling sebelum
6 5 6 180
penempelan dengan mesin
press universal.
Proses curing pada material
synthetic tidak kurang dari 1 5 5 6 150
hari.
Proses cleaner menggunakan
M2 / 256 tidak merata dengan
baik pada bidangan material 8 6 7 336
yang akan dilakukan proses
printing.
Cat yang dipakai pada printing
7 6 6 252
tidak kental atau terlalu encer.
Peel off
2
Printing
Surface coating material
8 5 4 160
synthetic sticky.
Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat dilihat bahwa RPN tertinggi pada defect
open bonding dikarenakan beberapa hal seperti kondisi panas mesin yang tidak
58
stabil atau material yang tidak bisa absorb dengan chemical primer dengan skor
RPN 294. Untuk defect peel off printing RPN tertinggi dikarenakan proses
cleaner M2 / 256 yang dilakukan oleh operator tidak merata dengan baik pada
bidangan material yang akan dilakukan proses printing dengan skor RPN 336.
Sedangkan untuk defect wrinkle RPN tertinggi dikarenakan kontruksi upper
material yang tidak sesuai dengan design sepatu dengan skor RPN 294.
Berdasarkan skor RPN tertinggi maka perlu dilakukan identifikasi lebih detail
faktor apa saja yang menyebabkan potential cause of failure tersebut dan
rencana perbaikan apa yang perlu dilakukan. Adapun usulan tindakan perbaikan
dari masing-masing potential cause of failure dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Usulan Tindakan Perbaikan FMEA
Potential
No Potential Causes of Failure Usulan Tindakan Perbaikan
Failure Mode
a. Review struktur raw material.
a. Material tidak absorb terhadap chemical.
b. Review scheduling maintenance
b. Kondisi panas mesin tidak stabil.
mesin.
Pressing pad tidak dilakukan validasi maupun a. Membuat schedule penggantian
penggantian secara periodik. pressing pad setiap 1 tahun sekali.
1 Open Bonding a. Briefing operator mengenai
Sepatu berada di luar mesin assembling sebelum pentingnya sepatu berada di mesin
penempelan dengan mesin press universal. assembling sebelum proses press
universal.
Proses curing pada material synthetic tidak kurang dari 1 a. Memperketat matriks
hari. pemeriksaan adhesion test.
Proses cleaner menggunakan M2 / 256 tidak merata a. Pelatihan mengenai standarisasi
dengan baik pada bidangan material yang akan dilakukan proses cleaner dari metode hingga
proses printing. tools yang dipakai.
Cat yang dipakai pada printing tidak kental atau terlalu a. Standarisasi grammasi campuran
encer. catalys pada cat printing.
2 Peel off Printing
a. Memperketat matriks
Surface coating material synthetic sticky. pemeriksaan material sebelum
proses cutting.
a. Briefing operator mengenai
Cycles proses printing oleh operator tidak mengikuti
pentingnya cycle proses printing
standar S4 (Swatch Subcont Standard Specification).
terhadap kualitas printing.
Kontruksi material yang tidak sesuai dengan design a. Review struktur dan kontruksi
sepatu. produk pada sepatu.
a. Memperketat control proses
Temperature heater terlalu panas tidak disesuaikan
3 Wrinkle check temperatur dari 2 jam sekali
dengan standar yang ditentukan.
menjadi 1 jam.
a. Review struktur dan kontruksi
Material counter tidak fitting dengan outsole.
produk pada sepatu.
59
4.6 Improve
4.6.1 Analisa 5W+2H
Langkah awal sebelum melakukan improve dalam penelitian ini adalah
melakukan analisa dengan 5W+2H untuk melakukan investigasi mengenai
permasalahan yang terjadi dalam suatu proses produksi agar dapat diketahui
perbaikan apa saja yang perlu dilakukan. Analisa 5W+2H ini dilakukan pada 3
jenis defect yang dilakukan penelitian yaitu defect bonding, wrinkle, dan peel
off printing yang dapat dilihat pada tabel 4.10 sampai dengan tabel 4.12.
Tabel 4.10 Analisa 5W+2H Pada Defect Bonding
3 When : Defect bonding tertinggi terjadi pada periode Juli - Desember 2019.
: Untuk defect bonding yang terjadi disebabkan karena "poor primering" dimana hal
4 Why
tersebut bisa disebabkan karena proses atau karena raw material.
: Yang terlibat dalam terjadinya defect bonding di proses assembling PT. PDK adalah
5 Who
operator dan pimpinan produksi.
: Selama periode Juli - Desember 2019 berdasarkan data RFT jumlah defect bonding
6 How Many
sebesar 6.778 pairs, sedangkan berdasarkan data FRI sebesar 29.950 pairs.
60
Tabel 4.11 Analisa 5W+2H Pada Defect Wrinkle
3 When : Defect wrinkle tertinggi terjadi pada periode Juli - Desember 2019.
: Untuk defect wrinkle yang terjadi bisa disebabkan karena kontruksi upper material
4 Why yang tidak sesuai design atau juga bisa disebabkan karena kondisi mesin yang terlalu
panas (over heat).
: Yang terlibat dalam terjadinya defect wrinkle di proses assembling PT. PDK adalah
5 Who
operator dan pimpinan produksi.
: Selama periode Juli - Desember 2019 berdasarkan data RFT jumlah defect wrinkle
6 How Many
sebesar 16.514 pairs, sedangkan berdasarkan data FRI sebesar 5.840 pairs.
2 Where : Defect peel off printing terjadi pada proses subcont di supplier tier 3 PT.LBI.
3 When : Defect peel off printing tertinggi terjadi pada periode Juli - Desember 2019.
: Untuk defect peel off printing yang terjadi bisa disebabkan karena karateristik raw
material yang tidak absorb dengan baik pada chemical atau juga bisa disebabkan
4 Why
karena proses cleaner M2/256 yang tidak merata dengan baik sebelum proses
printing.
: Yang terlibat dalam terjadinya defect peel off printing di proses subcont adalah
5 Who
operator dan pimpinan produksi di supplier subcont.
: Selama periode Juli - Desember 2019 berdasarkan data RFT jumlah defect peel off
6 How Many
printing sebesar 1.551 pairs, sedangkan berdasarkan data FRI sebesar 7.880 pairs.
61
Berdasarkan tabel 4.10 sampai dengan tabel 4.12 diputuskan bahwa untuk
mengetahui alternatif terbaik dari rencana perbaikan yang akan dilakukan maka
perlu dilakukan analisa design of experiment (DOE) pada setiap jenis defect
tersebut agar dapat diketahui opsi terbaik dari setiap rencana perbaikan yang
dilakukan. Adapun analisa DOE yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan metode Two Stage Nested Design dan Two Factorial Design.
4.6.2 Struktur Produk dan Proses Assembling Sepatu Mizuno Pro (Defect
Bonding)
Sepatu model Mizuno Pro merupakan salah satu model sepatu yang paling
banyak terdapat defect open bonding. Sebelum menentukan faktor terbesar
dalam defect bonding pada sepatu Mizuno Pro, maka akan dibuat terlebih
dahulu gambaran mengenai struktur produk dan proses produksi pada sepatu
Mizuno Pro. Adapun struktur produk sepatu Mizuno Pro dapat dilihat pada
gambar 4.19 dan untuk proses produksi dapat dilihat pada gambar 4.20.
Level 0
Mizuno Pro
Level 1
Subcont
Upper Outside Process Upper Inside
Outsole
(Kangaroo Leather) (Printing and (Mesh & synthetic
(Pebak)
emboss) knitwear)
62
Berdasarkan struktur produk pada gambar 4.19 bahwa sepatu Mizuno Pro
secara main upper material pada level 1 terdiri atas 4 jenis material yaitu
leather, textile, synthetic, dan pebak dimana 4 jenis material tersebut dipasok
oleh supplier tier 2. Pada komponen upper outside terdapat proses printing dan
emboss yang dilakukan proses di supplier tier 3. Sedangkan berdasarkan
gambar 4.20 bahwa proses assembling untuk komponen outsole lebih banyak
dibandingkan dengan komponen upper dikarenakan pada komponen outsole
pebak terdapat proses buffing sebelum proses cleaner dan untuk proses primer
dilakukan 2 kali sebelum proses cementing, berbeda dengan komponen upper
outside yang tidak terdapat proses buffing dan untuk proses primer hanya
dilakukan 1 kali.
Proses buffing pada komponen outsole pebak dilakukan untuk membuat surface
outsole yang sebelumnya licin menjadi kasar sehingga saat proses primer lem
dapat menyerap dengan baik pada outsole. Namun di sisi lain jika proses
buffing tidak dilakukan sesuai standar seperti tidak mengikuti marking bonding
maka akan membuat bagian outside edge outsole menjadi defect dan jika proses
buffing tidak dilakukan secara merata atau terlalu tipis maka menyebabkan open
bond karena chemical primer maupun lem tidak bisa absorb dengan baik pada
materialoutsole.
63
4.6.3 Analisa Data Defect Open Bonding “Poor Primering” Dengan Analisa
Two Stage Nested Design
Berdasarkan data FMEA pada tabel 4.7 dan tabel 4.8 bahwa defect bonding
terbesar dikarenakan proses poor primering yang salah satunya terdapat pada
model Mizuno Pro bisa disebabkan karena 2 faktor yaitu karena raw material
outsole pebak yang tidak dapat absorb chemical dengan baik meskipun sudah
dilakukan proses buffing atau karena kondisi panas mesin di setiap cell yang
tidak stabil. Berdasarkan hal tersebut divisi QA melakukan penelitian dengan
melakukan sample test secara random dengan replikasi pengambilan sebanyak
3 kali dari 2 cell dengan masing-masing artikel 5 pasang untuk dilakukan
bonding test di Laboratory PT agar diketahui salah satu faktor terbesar yang
menyebakan defect open bond tersebut. PDK menggunakan analisa Two Stage
Nested Design dengan probabilitas 5% yang dapat dilihat pada tabel 4.13 dan
gambar 4.21.
Tabel 4.13 Data Sepatu Mizuno Pro Hasil Bonding Test
(Sumber : Dept. Quality Assurance (QA) PT. PDK, Februari 2019)
Mizuno Pro Artikel R1GA120601 Artikel R1GA120602 Artikel R1GA120603
64
Setiap artikel pada tabel menggambarkan raw material pada outsole pebak
dimana setiap artikel tersebut memiliki warna outsole yang sama (silver) hanya
upper materialnya saja yang berbeda, sedangkan plant cell pada tabel
menggambarkan mesin assembling yang digunakan dalam proses produksi
sepatu Mizuno Pro. Berdasarkan hasil dari tabel ANOVA pada gambar 4.21
maka perhitungan mean F0 dan FTabel untuk artikel pada sepatu dan plant cell
adalah :
1. Mean F0 :
a. Mean F0 Artikel = 5,7222 / 1,4444 = 3,962
b. Mean F0 Plant Cell = 1,4444 / 0,7778 = 1,857
2. FTabel :
a. FTabel Artikel dengan dof 2;12 = 3,89.
Karena FTabel Artikel (3,89) < dari F0 Artikel (3,962), maka keputusanya
Menolak (Tidak Terima) H0.
b. FTabel Plant cell dengan dof 3;12 = 3,49.
Karena FTabel Plant Cell (3,49) > dari F0 Plant Cell (1,857), maka
keputusanya Tidak Menolak (Terima) H0.
3. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan Mean F0 dan FTabel , maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Perbedaan artikel pada sepatu berpengaruh secara signifikan pada jumlah
defect bonding “poor priming” dalam produksi sepatu Mizuno Pro.
b. Perbedaan plant cell tidak berpengaruh secara signifikan pada jumlah
defect bonding “poor priming” dalam produksi sepatu Mizuno Pro.
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dikatakan bahwa penyebab terbesar
defect bonding poor priming dikarenakan material outsole pebak yang terdapat
pada setiap artikel yang tidak konsisten dapat absorb dengan baik pada
chemical dan paling besar terjadi pada artikel R1GA120602 sehingga perlu
dilakukan review produk kembali untuk mengidentifikasi proses perbaikan apa
saja yang perlu dilakukan untuk meminimalisir defect tersebut.
65
4.6.4 Analisa Perbaikan Defect Open Bonding Dengan Two Factorial
Design
Berdasarkan analisa pada sub-bab 4.6.2 dimana defect bonding dikategorikan
sebagai poor priming outsole, Maka divisi QA dan BPFC melakukan trial test
sebagai rencana perbaikan proses untuk mengurangi defect bonding “poor
priming” dengan beberapa alternatif antara lain :
1. Alternatif 1 : Perubahan raw material outsole dari Pebak menjadi TPU dan
Pebak dengan proses 2 kali cementing dan menghilangkan proses buffing
pada outsole. (Gambar 4.22).
2. Alternatif 2 : Mengurangi persentase proses pigmen color silver pada
outsole dari 70 (silver) : 30 (natural) menjadi 50 (silver) : 50 (natural) dan
menghilangkan proses buffing . (Gambar 4.23).
66
Tabel 4.14 Data Trial Test Perbaikan Proses Dengan Alternatif 1 dan 2
Artikel
Alternatif Replikasi R1GA120601 R1GA120602 R1GA120603
(Qty Released (Qty Released (Qty Released
Test) Test) Test)
Before Konsistensi (3
2 3 2
1 Pairs)
Konsistensi (5 Pairs) 5 4 5
Before Konsistensi (3
2 0 2
2 Pairs)
Konsistensi (5 Pairs) 2 0 1
Gambar 4.24 Hasil ANOVA Two Factorial Design Defect Open Bond
Gambar 4.25 Main Effect Plot and Interaction Plot For Released Bonding Test
Berdasarkan hasil dari tabel ANOVA pada gambar 4.24, maka
perhitungan mean F0 dan FTabel untuk alternatif 1 dan alternatif 2 pada masing-
masing artikel adalah :
1. Mean F0 :
a. Mean F0 Arternatif = 16,333 / 1,667 = 9,80.
b. Mean F0 Artikel = 1,083 / 1,667 = 0,65.
67
c. Mean F0 Interaksi Alternatif dengan Artikel = 1,083 / 1,667 = 0,65.
2. FTabel :
a. FTabel Arternatif dengan dof 1;6 = 5,99.
Karena FTabel Arternatif (5,99) < dari F0 Arternatif (9,80), maka
keputusanya Menolak (Tidak Terima) H0.
b. FTabel Artikel dengan dof 2;6 = 5,14.
Karena FTabel Plant Cell (5,14) > dari F0 Artikel (0,65), maka keputusanya
Tidak Menolak (Terima) H0.
c. FTabel Interaksi alternatif dengan artikel dengan dof 2;6 = 5,14.
Karena FTabel Interaksi alternatif dengan artikel (5,14) > dari F0 Interaksi
alternatif dengan artikel (0,65), maka keputusanya Tidak Menolak (Terima)
H0.
3. Kesimpulan :
Dari hasil perhitungan Mean F0 dan FTabel , maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Terdapat pengaruh yang signifikan dari alternatif yang digunakan dalam
trial terhadap released bonding test dimana berdasarkan gambar 4.25 dapat
dilihat alternatif 1 lebih baik dibandingkan dengan alternatif 2.
b. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari artikel sepatu terhadap
released bonding test.
c. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari interaksi antar faktor
alternatif dengan artikel terhadap released bonding test.
4.6.5 Re-Struktur Produk Mizuno Pro
Berdasarkan analisa data trial test pada sub-bab 4.6.3 untuk menentukan proses
yang terbaik dalam meminimalisir tingkat defect bonding test pada sepatu
Mizuno Pro, Diketahui bahwa alternatif 1 lebih baik dibandingkan dengan
alternatif 2 sehingga untuk season atau order berikutnya perlu dilakukan re-
struktur produk pada sepatu Mizuno Pro dengan perubahan komponen outsole
dari Pebak menjadi hanya TPU dan Pebak. Namun tetap untuk proses primer
menjadi proses utama yang diperhatikan dalam proses assembling sepatu
karena meskipun sudah dilakukan re-struktur produk namun proses primer
68
dilakukan tidak standar maka akan menyebabkan terjadinya defect bonding.
Adapun re-struktur produk tersebut dapat dilihat pada gambar 4.26.
Level 0
Mizuno Pro
Level 1
Subcont
Upper Outside Process Upper Inside
Outsole
(Kangaroo Leather) (Printing and (Mesh & synthetic
(TPU and Pebak)
emboss) knitwear)
69
Gambar 4.27 Hasil ANOVA Nested Design Defect Wrinkle
Setiap artikel pada tabel merupakan model yang sama yaitu Morelia Neo
dimana setiap artikel tersebut memiliki warna upper yang berbeda namun
dengan kontruksi upper material yang sama, sedangkan plant cell pada tabel
menggambarkan mesin assembling yang digunakan dalam proses produksi
sepatu Morelia Neo. Berdasarkan hasil dari tabel ANOVA pada gambar 4.27,
maka perhitungan mean F0 dan FTabel untuk artikel pada sepatu dan plant cell
adalah :
1. Mean F0 :
a. Mean F0 Artikel = 2,7222 / 0,5000 = 5,444
b. Mean F0 Plant Cell = 0,5000 / 0,2222 = 2,250
2. FTabel :
a. FTabel Artikel dengan dof 2;12 = 3,89.
Karena FTabel Artikel (3,89) < dari F0 Artikel (5,444), maka keputusanya
Menolak (Tidak Terima) H0.
b. FTabel Plant cell dengan dof 3;12 = 3,49.
Karena FTabel Plant Cell (3,49) > dari F0 Plant Cell (2,250), maka
keputusanya Tidak Menolak (Terima) H0.
3. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan Mean F0 dan FTabel , maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Setiap artikel pada sepatu berpengaruh secara signifikan pada jumlah defect
wrinkle dalam produksi sepatu Morelia Neo.
b. Perbedaan plant cell tidak berpengaruh secara signifikan pada jumlah
defect wrinkle dalam produksi sepatu Morelia Neo.
70
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dikatakan bahwa penyebab terbesar
defect wrinkle dikarenakan kontruksi upper material pada sepatu yang tidak
sesuai dengan design sehingga menyebabkan defect wrinkle dimana defect
tersebut hampir merata terjadi di semua artikel sehingga perlu dilakukan review
produk kembali untuk mengidentifikasi proses perbaikan apa saja yang perlu
dilakukan untuk meminimalisir defect tersebut.
4.6.7 Analisa Perbaikan Defect Wrinkle Dengan Two Factorial Design
Berdasarkan analisa pada sub-bab 4.6.5 dimana defect wrinkle dikarenakan
kontruksi upper material yang tidak sesuai design, Maka divisi QA dan Pattern
Engineering melakukan trial test sebagai rencana perbaikan proses untuk
mengurangi defect wrinkle dengan beberapa alternatif antara lain :
1. Alternatif 1 : Perubahan raw material linning reinforce dari vildona + FA
100 menjadi queentex + SA 6800.
2. Alternatif 2 : Perubahan raw material upper dari synthetic Mizu-hyde
menjadi synthetic M-bravo.
Adapun untuk 2 alternatif tersebut dilakukan trial test pada masing-masing
artikel sepatu Morelia Neo dimana trial dilakukan pada 2 kali percobaan yaitu
saat sebelum konsistensi sebanyak 3 pasang dan konsistensi sebanyak 5 pasang.
Analisa alternatif yang paling efektif untuk digunakan dalam perbaikan defect
bonding tersebut dilakukan menggunakan metode desain eksperimen yaitu two
factorial design dengan probabilitas 5% yang dapat dilihat pada tabel 4.16 dan
gambar 4.28.
Tabel 4.16 Data Trial Test Perbaikan Proses Dengan Alternatif 1 dan 2
Artikel
P1GA180501 P1GA180502 P1GA180503
Alternatif Replikasi
(Qty Released (Qty Released (Qty Released
Test) Test) Test)
Before Konsistensi (3
1 3 2
Pairs)
1
Konsistensi (5 Pairs) 3 4 5
Before Konsistensi (3
2 2 1
Pairs)
2
Konsistensi (5 Pairs) 1 0 1
71
Gambar 4.28 Hasil ANOVA Two Factorial Design Defect Wrinkle
Gambar 4.29 Main Effect Plot and Interaction Plot For Released Wrinkle Test
Berdasarkan hasil dari tabel ANOVA pada gambar 4.28, maka
perhitungan mean F0 dan FTabel untuk alternatif 1 dan alternatif 2 pada masing-
masing artikel adalah :
1. Mean F0 :
a. Mean F0 Arternatif = 10,0383 / 1,583 = 6,37.
b. Mean F0 Artikel = 0,333 / 1,583 = 0,21.
c. Mean F0 Interaksi Alternatif dengan Artikel = 1,333 / 1,583 = 0,84.
2. FTabel :
a. FTabel Arternatif dengan dof 1;6 = 5,99.
Karena FTabel Arternatif (5,99) < dari F0 Arternatif (6,37), maka
keputusanya Menolak (Tidak Terima) H0.
b. FTabel Artikel dengan dof 2;6 = 5,14.
72
Karena FTabel Plant Cell (5,14) > dari F0 Artikel (0,21), maka keputusanya
Tidak Menolak (Terima) H0.
c. FTabel Interaksi alternatif dengan artikel dengan dof 2;6 = 5,14.
Karena FTabel Interaksi alternatif dengan artikel (5,14) > dari F0 Interaksi
alternatif dengan artikel (0,84), maka keputusanya Tidak Menolak (Terima)
H0.
3. Kesimpulan :
Dari hasil perhitungan Mean F0 dan FTabel , maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Terdapat pengaruh yang signifikan dari alternatif yang digunakan dalam
trial terhadap released wrinkle test dimana berdasarkan gambar 4.29 dapat
dilihat alternatif 1 lebih baik dibandingkan dengan alternatif 2.
b. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari artikel sepatu terhadap
released wrinkle test.
c. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari interaksi antar faktor
alternatif dengan artikel terhadap released wrinkle test.
4.6.8 Re-Struktur Produk Morelia Neo
Berdasarkan analisa data trial test pada sub-bab 4.6.6 untuk menentukan proses
yang terbaik dalam meminimalisir tingkat defect wrinkle test pada sepatu
Morelia Neo, Diketahui bahwa alternatif 1 lebih baik dibandingkan dengan
alternatif 2 sehingga untuk season atau order berikutnya perlu dilakukan re-
struktur produk pada sepatu Morelia Neo dengan perubahan komponen linning
reinforce dari Vildona + FA100 menjadi Queentex + SA 6800. Adapun re-
struktur produk sebelum dan sesudah perubahan tersebut dapat dilihat pada
gambar 4.30 dan gambar 4.31.
73
Level 0
Morelia Neo
Level 1
Subcont
Upper Outside Upper Inside
Process Outsole
(Synthetic Mizu- (Mesh &
(Printing and (TPU)
hyde) Vildona+FA 100)
emboss)
Morelia Neo
Level 1
Subcont
Upper Outside Upper Inside
Process Outsole
(Synthetic Mizu- (Mesh &
(Printing and (TPU)
hyde) Queentex+SA 6800)
emboss)
74
4.6.9 Analisa Data Defect Peel off Printing Dengan Analisa Two Stage
Nested Design
Untuk defect peel off printing banyak ditemukan pada sepatu mizuno yang
menggunakan material synthetic Mizu-hyde dan terjadi di supplier subcont PT.
LBI. Defect peel off printing pada upper sepatu tersebut bisa disebabkan karena
2 hal yaitu karena karateristik material mizu-hyde yang tidak bisa absorb
terhadap chemical printing atau diakibatkan proses cleaner oleh operator
menggunakan chemical M2 / 256 tidak merata dengan baik pada bidangan
material yang akan dilakukan proses printing. Berdasarkan hal tersebut divisi
QA melakukan penelitian dengan melakukan trial di supplier subcont PT. LBI
yang diawasi oleh team QA, upper tooling, dan supplier dengan replikasi trial
sebanyak 3 kali dari 2 shift (shift A : 07.00-15.00 dan shift B : 15.00-23.00)
dengan masing-masing shift pengambilan sample sebanyak 3 pasang
menggunakan analisa Two Stage Nested Design dengan probabilitas 5% yang
dapat dilihat pada tabel 4.17 dan gambar 4.32.
Tabel 4.17 Data Hasil Trial Printing Synthetic Mizu-hyde
(Sumber : Dept. Quality Assurance (QA) PT. PDK, Januari 2019)
Model Monarcida Select Rebula Select Thunder Blade
Gambar 4.32 Hasil ANOVA Nested Design Defect Peel off Printing
75
Setiap model pada tabel menggambarkan bahwa model tersebut menggunakan
synthetic mizu-hyde namun memiliki warna yang berbeda pada setiap model,
sedangkan shift pada tabel menggambarkan kinerja operator di setiap shift
terutama dalam proses cleaner upper material synthetic yang sudah menjadi
standar penting dalam proses printing sepatu brand Mizuno. Berdasarkan hasil
dari tabel ANOVA pada gambar 4.32, maka perhitungan mean F0 dan FTabel
untuk artikel pada sepatu dan plant cell adalah :
1. Mean F0 :
a. Mean F0 Artikel = 0,7222 / 0,7778 = 0,929
b. Mean F0 Plant Cell = 0,7778 / 0,1667 = 4,667
2. FTabel :
a. FTabel Artikel dengan dof 2;12 = 3,89.
Karena FTabel Artikel (3,89) > dari F0 Artikel (0,929), maka keputusanya
Tidak Menolak (Terima) H0.
b. FTabel Plant cell dengan dof 3;12 = 3,49.
Karena FTabel Plant Cell (3,49) < dari F0 Plant Cell (4,667), maka
keputusanya Menolak (Tidak Terima) H0.
3. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan Mean F0 dan FTabel , maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Setiap model pada sepatu yang menggunakan material synthetic mizu-hyde
tidak berpengaruh secara signifikan pada jumlah defect peel off printing
dalam proses subcont di supplier PT. LBI.
b. Perbedaan shift berpengaruh secara signifikan pada jumlah defect wrinkle
dalam proses subcont di supplier PT. LBI dimana secara manual dapat
dilihat bahwa defect terbesar terjadi di shift 2.
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dikatakan bahwa penyebab terbesar
defect peel off printing dikarenakan kinerja operator yang tidak konsisten di
setiap shift dalam mengikuti SOP terutama dalam proses cleaner upper material
sebelum printing menggunakan chemical M2 / 256 sehingga perlu dilakukan
76
review produk kembali untuk mengidentifikasi proses perbaikan apa saja yang
perlu dilakukan untuk meminimalisir defect tersebut.
4.6.10 Analisa Perbaikan Defect Peel off Printing Dengan Two Factorial
Design
Berdasarkan analisa pada sub-bab 4.6.8 dimana defect peel off printing terjadi
dikarenakan kinerja operator dalam proses cleaner yang tidak konsisten sesuai
SOP, Maka divisi QA, upper tooling, dan supplier subcont melakukan trial test
yang diikuti bersama sebagai rencana perbaikan proses untuk mengurangi
defect peel off tersebut dengan beberapa alternatif antara lain :
1. Alternatif 1 :Proses inline sama dengan S4 yang sudah berjalan.
2. Alternatif 2 : Penambahan catalys tanpa hardener pada cat printing.
3. Alternatif 3 : Penambahan catalys dengan hardener 5% pada cat printing.
Adapun untuk 3 alternatif tersebut dilakukan trial test pada masing-masing
model yang menggunakan material synthetic mizu-hyde dimana trial dilakukan
pada 2 kali percobaan yaitu saat sebelum konsistensi sebanyak 3 pasang dan
konsistensi sebanyak 5 pasang. Analisa alternatif yang paling efektif untuk
digunakan dalam perbaikan defect peel off printing tersebut dilakukan
menggunakan metode desain eksperimen yaitu two factorial design dengan
probabilitas 5% yang dapat dilihat pada tabel 4.18 dan gambar 4.33.
Tabel 4.18 Data Trial Test Perbaikan Proses Dengan Alternatif 1,2, dan 3
Model / Artikel
Monarcida Select Rebula Select / Thunder Blade
Alternatif Replikasi / 701 403 / 310
(Qty Released (Qty Released (Qty Released
Test) Test) Test)
Before Konsistensi (3
0 1 1
Pairs)
1
Konsistensi (5 Pairs) 0 1 1
Before Konsistensi (3
2 2 3
Pairs)
2
Konsistensi (5 Pairs) 3 3 5
Before Konsistensi (3
2 2 3
Pairs)
3
Konsistensi (5 Pairs) 4 3 5
77
Gambar 4.33 Hasil ANOVA Two Factorial Design Test Printing
Gambar 4.34 Main Effect Plot and Interaction Plot For Released Test Printing
Berdasarkan hasil dari tabel ANOVA pada gambar 4.33, maka
perhitungan mean F0 dan FTabel untuk alternatif 1 dan alternatif 2 pada masing-
masing artikel adalah :
1. Mean F0 :
a. Mean F0 Arternatif = 11,7222 / 0,8333 = 14,07.
b. Mean F0 Artikel = 2,3889 / 0,8333 = 2,87.
c. Mean F0 Interaksi Alternatif dengan Artikel = 0,4722 / 0,8333 = 0,57.
2. FTabel :
a. FTabel Arternatif dengan dof 2;9 = 4,26.
Karena FTabel Arternatif (4,26) > dari F0 Arternatif (14,07), maka
keputusanya Menolak (Tidak Terima) H0.
78
b. FTabel Artikel dengan dof 2;9 = 4,26.
Karena FTabel Plant Cell (4,26) > dari F0 Artikel (2,87), maka keputusanya
Tidak Menolak (Terima) H0.
c. FTabel Interaksi alternatif dengan artikel dengan dof 4;9 = 3,63.
Karena FTabel Interaksi alternatif dengan artikel (3,63) > dari F0 Interaksi
alternatif dengan artikel (0,57), maka keputusanya Tidak Menolak (Terima)
H0.
3. Kesimpulan :
Dari hasil perhitungan Mean F0 dan FTabel , maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Terdapat pengaruh yang signifikan dari alternatif yang digunakan dalam
trial terhadap released printing test dimana berdasarkan gambar 4.34 dapat
dilihat bahwa alternatif 3 lebih baik dibandingkan dengan alternatif 1 dan
2. Namun dengan pertimbangan harga yang dapat dilihat pada tabel 4.19
maka alternatif 2 yang dipilih untuk proses perbaikan defect peel off
printing.
Tabel 4.19 Analisa Perbandingan Biaya Printing Alternatif 1 – Alternatif 3
(Exclude Proses Emboss)
79
4.7 Control
Proses control sangat penting dilakukan untuk memastikan setiap rencana
perbaikan yang sudah dilakukan dan direncanakan dapat terukur
perfomancenya berpengaruh secara signifikan atau tidak dalam meminimalisir
tingkat defect yang terjadi. Tahap control pada tahapan DMAIC ini dilakukan
dengan menggunakan control plan yang dapat dilihat pada tabel 4.20.
Tabel 4.20 Control Plan Improved Perfomance RFT and FRI
Comp Prepa
any : PT. PDK red : Kenny Halim (Manager QA)
Name By
Proce Appro
: Abdul Haris (SM Quality) and Jagar Nainggolan (GM
ss : Assembling ved
Quality)
Name By
Proce
Projec
ss
t : Januari 2019 - Desember 2019 : Kenny Halim (Manager QA)
Owne
Scope
r
Spe
cific Specificatio
CTQ
atio ns Freque
Unit of Data Measure Who Correct
Proces n Sample ncy of Where
Measure Descri ment Measu ive
s Step Char Size Measu Recorded
KPI KPO US ment ption Method res Action
acte LSL rement
V V risti L
k
RF Review
Attribut Total
Primerin T: process
No RFT : RFT and es defect / Produc
g 100 P-Chart end to
open 92% FRI (releas total Per tion
process X % Daily and Sigma end
bond FRI : perfoman ed / output or Hour and
(Assem FRI Level and
ing 7% ce rejecte inspectio QC
bling) : Conduc
d) n
0% t 5W1H
Review
Attribut Total
No process
Catalys DR RFT and es defect / Produc
Peel P-Chart end to
Process DRH : H: FRI (releas total Per tion
X off Daily and Sigma end
(Subcon 95% 100 perfoman ed / output or Hour and
printi Level and
t) % ce rejecte inspectio QC
ng Conduc
d) n
t 5W1H
RF Review
Design Attribut Total
No T: process
Upper RFT : RFT and es defect / Develo
Wrin 100 P-Chart end to
Contruct 92% FRI (releas total Per pment
X kle % Daily and Sigma end
ion FRI : perfoman ed / output or Hour and
uppe FRI Level and
(Assem 7% ce rejecte inspectio QC
r : Conduc
bling) d) n
0% t 5W1H
80
Berdasarkan tabel control plan di atas dapat dilihat bahwa fokus perbaikan
untuk improvement performance RFT dan FRI dilakukan pada 3 proses utama
yaitu proses primer, proses catalys, dan saat proses design kontruksi upper.
Salah satu pengukuran perfomance perbaikan dari 3 proses utama tersebut dapat
dilihat pada performance Sigma Level selama periode bulan Januari – Juni
2019 yang terdapat pada tabel 4.21 dan tabel 4.22.
Tabel 4.21 Perhitungan Sigma Level Area RFT Januari – Juni 2019
Long
Defects Unit CTQ DPU RTY DPO DPMO Term
Bulan
Capability
81
kapabilitas proses yang baik karena sudah menuju pada tingkat industri kelas
dunia.
Tabel 4.22 Perhitungan Sigma Level Area FRI Januari – Juni 2019
Long
Defects Unit CTQ DPU RTY DPO DPMO Term
Bulan
Capability
82
vs FRI pada gambar 4.35 dimana hanya pada bulan Maret dan Mei performance
RFT tidak mencapai standar dikarenakan adanya proses rework karena miss
packing dan outsole damage.
83
BAB V
PEMBAHASAN
Pada tahap awal yaitu define dimana pada tahap ini dilakukan untuk
menentukan penyebab defect paling kritikal karena selain paling kritikal dan
sering terjadi setiap bulan, jenis defect tersebut sangat kecil / sulit untuk bisa
dilakukan proses repair sehingga dikategorikan sebagai critical to quality
(CTQ). Penentuan CTQ tersebut dilakukan pada proses produksi di PT. PDK
dengan menggunakan Diagram SIPOC. Berdasarkan diagram SIPOC pada
gambar 4.4 bahwa proses subcont dan proses assembling merupakan proses
yang paling kritikal karena kedua proses tersebut sangat menentukan kualitas
hasil produksi. Adapun defect yang paling kritikal mempengaruhi performance
RFT dan FRI dikarenakan proses subcont adalah defect peel off printing,
Sedangkan defect yang paling kritikal mempengaruhi performance RFT dan
FRI dikarenakan proses assembling adalah defect wrinkle dan open bonding. 3
Jenis defect tersebut menjadi fokus utama dalam penelitian ini untuk
memperbaiki performance RFT dan FRI.
Pada tahap kedua yaitu measure dalam penelitian ini dilakukan dengan 4
metode antara lain : 1) Metode fishbone diagram untuk mengidentifikasi faktor
penyebab terjadinya dari setiap jenis defect dimana pada penelitian ini
ditemukan bahwa terdapat 4 faktor yaitu man, material, machines, dan metode
84
yang mempengaruhi setiap jenis defect tersebut. 2) Metode sigma level untuk
mengetahui kondisi perusahaan selama periode juli – desember 2018 dimana
hasil penelitian pada tabel 4.4 dan 4.5 menunjukkan bahwa kondisi perusahaan
berada pada level sigma 3,5 (RFT) dan 3,6 (FRI) sehingga dikategorikan
perusahaan masih memiliki kapabilitas proses yang rendah untuk menghasilkan
kualitas produk yang baik. 3) Metode kapabilitas proses diperlukan untuk
mengetahui besarnya indeks kapabilitas perusahaan dan besaran produk out of
specification selama periode juli – desember 2018. 4) Metode value stream
mapping diperlukan untuk mengidentifikasi potensial defect pada proses
subcont apakah dipengaruhi karena lead time yang terlalu mepet dengan
schedule produksi atau proses subcont yang tidak sesuai standar. Berdasarkan
audit yang dilakukan oleh team QA dan ME didapatkan bahwa aktual lead time
proses subcont lebih cepat 1-2 hari dibandingkan dengan lead time yang
diberikan oleh supplier subcont sehingga pencapaian data rejected harian
(DRH) di supplier tidak ada pengaruh karena lead time sehingga perlu
dilakukan identifikasi lebih lanjut faktor apa saja yang menyebabkan defect
peel off printing.
Pada tahap ketiga yaitu analyze dalam penelitian ini dilakukan menggunakan
metode FMEA. Dengan menggunakan metode FMEA dapat diketahui Risk
Priority Number (RPN) yang bisa dijadikan prioritas perbaikan dari level
tertinggi sampai terendah pada jenis defect yang dilakukan penelitian. Adapun
prioritas utama pada penelitian ini dengan metode FMEA antara lain :
1. RPN dengan nilai 294 pada defect open bonding
Karateristik raw material yang tidak absorb pada chemical atau kondisi
panas mesin yang tidak stabil merupakan faktor penyebab terjadinya
defect open bonding yang menjadi prioritas utama dalam perbaikan
sehingga disarankan usulan tindakan perbaikan dengan review struktur
raw material yang atau review schedule maintenance mesin.
85
2. RPN dengan nilai 336 pada defect peel off printing
Proses cleaner merupakan salah satu proses awal sebelum dilakukan
proses printing dan menentukan dari kualitas printing yang dihasilkan
karena jika proses cleaner tidak dijalankan secara merata oleh operator
maka berpotensi menyebabkan cat printing tidak bisa absorb dengan
baik pada material sehingga berdampak pada terjadinya defect peel off
printing. Adapun usulan tindakan perbaikan dengan review standarisasi
proses cleaner serta raw material synthetic yang dipakai atau
penambahan chemical Catalys untuk memperkuat cat printing pada
material.
3. RPN dengan nilai 224 pada defect wrinkle
Kontruksi raw material yang tidak sesuai dengan design sepatu
merupakan faktor penyebab terjadinya defect wrinkle yang menjadi
prioritas utama dalam perbaikan sehingga disarankan usulan perbaikan
dengan review struktur raw material serta kontruksi pada sepatu.
Usulan perbaikan dari hasil tahap analyze menggunakan FMEA ini akan
dijadikan sebagai tindakan analisa dan perbaikan menggunakan design of
experiment (DOE) pada tahapan improve.
86
2. Faktor terbesar yang mempengaruhi terjadinya defect wrinkle adalah
kontruksi upper pada material yang tidak sesuai dengan design pada
sepatu dan alternatif yang dipilih untuk perbaikan wrinkle adalah
perubahan komponen linning reinforce.
3. Faktor terbesar yang mempengaruhi terjadinya defect peel off printing
adalah proses kerja operator setiap shift yang tidak konsisten sesuai
SOP terutama untuk proses cleaner dan alternatif yang dipilih untuk
perbaikan peel off printing adalah penambahan catalys pada cat printing.
Dari hasil Analisa menggunakan design of experiment tersebut disimpulkan
bahwa faktor man dan material sangat mempengaruhi terjadinya ketiga jenis
defect tersebut sehingga diharapkan alternatif perbaikan yang dipilih dapat
mengurangi tingkat reject di area RFT dan FRI terutama yang berkaitan dengan
ketiga jenis defect tersebut.
Pada tahap terakhir yaitu tahapan control sangat penting dilakukan untuk
memastikan setiap alternatif perbaikan yang sudah dipilih dapat terukur
perfomancenya dengan baik apakah memililiki pengaruh yang signifikan atau
tidak dalam menurunkan tingkat defect. Oleh karena itu pada tahap ini
dibuatkan control plan sebagai monitoring data dari hasil tindakan perbaikan
yang dilakukan dimana salah satu proses control yang dilakukan adalah dengan
melakukan review sigma level dan performance RFT serta FRI pada berikutnya
yaitu selama periode januari sampai juni 2019. Dari keseluruhan tahapan
DMAIC yang sudah dilakukan penelitian disimpulkan bahwa sudah
menunjukkan ke arah yang konsisten lebih baik dengan adanya peningkatan
sigma level di area RFT dimana sebelum improve 3,57 namun setelah improve
menjadi 4,80, sedangkan sigma level di area FRI dimana sebelum improve 3,65
namun setelah improve menjadi 4,99, dan untuk trend performance RFT dan
FRI juga mengalami peningkatan dimana hanya bulan maret dan mei yang tidak
mencapai target dikarenakan adanya rejected miss packing dan outsole damage.
87
5.2 Keterkaitan Dengan Penelitian Pendahuluan
Perbandingan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini
menemukan dampak positif dari implementasi pendekatan DMAIC pada
Industri Manufaktur Sepatu. Kondisi ini juga tergambar pada penelitian yang
terdapat pada beberapa jenis industry, antara lain : Industri Rolling Mill
(Ganguly, 2012), Industri Spare Part (Khatak & Rohtak, 2017), Industri Papan
(Mustakim, 2015). Salah satu dampak implementasi DMAIC pada 4 industri
tersebut adalah peningkatan kualitas hasil produksi karena tingkat defect dapat
diminimalkan dengan baik setelah mendapatkan alternative atau soluasi
perbaikan berdasarkan analisis DMAIC. Adapun perbandingan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut :
No Penelitian Hasil Penelitian
Industri Manufaktur Sepatu
1 Penelitian saat ini (2019) Metode DMAIC, SIPOC, Pareto, Fishbone, Sigma
Level, Kapabilitas Proses, Value Stream Mapping,
FMEA, 5W+1H, Design of Experiment, Control
Plan
Industri Rolling Mill
Industri Papan
88
peningkatan performance RFT dan FRI secara konsisten selama seluruh level
struktural dalam perusahaan bisa terus berkomitmen untuk kesadaran terhadap
kualitas produk menjadi prioritas utama dibandingkan hasil produksi dan
delivery.
5.4 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas produksi melalui
perbaikan performance RFT dan FRI. Adapun keterbatasan penelitian ini antara
lain :
1. Peneliti hanya membahas 3 jenis defect yaitu open bonding, wrinkle,
dan peel off printing dengan pertimbangan 3 jenis defect tersebut
memiliki pengaruh paling besar dan sangat sulit dilakukan proses repair
sehingga sepatu akan dikategorikan C-Grade.
2. Data defect RFT dan FRI yang dijadikan penelitian hanya dilakukan
dari bulan juli – desember 2018 dikarenakan selama periode januari –
juni 2018 PT. PDK masih memproduksi sepatu brand Under Armour
dan peneliti tidak mendapatkan akses untuk pengambilan data selama
periode tersebut.
89
BAB VI
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian dan pembahasan yang sudah dibahas pada bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan SIPOC diagram bahwa defect yang paling sering terjadi
yang dikategorikan sebagai CTQ karena memiliki pengaruh besar
terhadap kualitas produk sepatu. Adapun 3 jenis defect tersebut terjadi
adalah defect bonding dan wrinkle yang terjadi di proses assembling
serta defect peel off printing yang terjadi di proses subcont supplier tier
3.
2. Berdasarkan analisa dengan metode FMEA, terdapat beberapa usulan
utama untuk tindakan perbaikan seperti : Review struktur raw material
dengan mesin / tools yang ada pada proses assembling, Review
standarisasi grammasi campuran catalys pada proses printing dengan
karateristik raw material yang akan diproses printing, dan review
kontruksi material pada sepatu dengan temperature mesin assembling.
3. Improve yang dilakukan dengan metode Two Stage Nested Design dan
Two Factorial Design berdampak terhadap peningkatan performance
RFT dan FRI perusahaan pada periode Januari – Juni 2019 sehingga
Level sigma perusahaan pada performance RFT dan FRI setelah
dilakukan improvement mengalami peningkatan. Pada performance
RFT sebelum improvement sebesar 3,57 dan setelah improvement
sebesar 4,80. Sedangkan untuk performance FRI sebelum improvement
sebesar 3,65 dan setelah improvement sebesar 4,99.
90
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan pada sub bab 6.1 bahwa saran yang diperlukan untuk
penelitian lebih lanjut adalah ruang lingkup penelitian dapat diperluas ke
supplier subcont untuk mengetahui kapabilitas proses supplier dalam
menghasilkan produk dengan kualitas baik dan dari 1 juta hasil produksi dapat
diketahui berapa persen yang berada di luar spesifikasi atau batas toleransi.
Selain itu, beberapa investigasi dapat dilakukan pada setiap kekurangan yang
masih terjadi sehingga perbaikan dapat dilakukan secara terus menerus
menggunakan analisis PDCA (Plan, Do, Check, Act).
91
DAFTAR PUSTAKA
Azhar, A., Yeon, A., Ayub, Z., & Arshad, R. (2016). Protection of youth rights:
the role of Human Right Commission of Malaysia (SUHAKAM).
Research Journal of Applied Sciences, Engineering and Technology,
11(12), 1534–1538.
Desai, D. A., & Shaikh, A. J. A. (2018). Reducing failure rate at high voltage
(HV) testing of insulator using Six Sigma methodology. International
Journal of Productivity and Performance Management, 67(5), 791–808.
https://doi.org/10.1108/IJPPM-11-2016-0235
Dinis-Carvalho, J., Guimaraes, L., Sousa, R. M., & Leao, C. P. (2019). Waste
identification diagram and value stream mapping: A comparative analysis.
International Journal of Lean Six Sigma, 10(3), 767–783.
https://doi.org/10.1108/IJLSS-04-2017-0030
García-Porres, J., & Ortiz-Posadas, M. R. (n.d.). Sigma Level Performance of
the Innovated Process in the Imaging Department at a Mexican Health
Institute. https://doi.org/10.1007/s10278-012-9517-z
Hasibuan, S., Malik, B., & Wijaya, R. (2013). Improving The Quality of Tofu
Waste as A Source of Feed Through Fermentation Using the Bacillus
amyloliquefaciens Culture. 3(4).
Hung, H.-C., & Wu, T.-C. (2011). Number 1. Summer. In The International
Journal of Organizational Innovation (Vol. 4, Issue 1).
IMPROVEMENT PROCESS FOR ROLLING MILL THROUGH THE DMAIC
SIX SIGMA APPROACH. Kunal Ganguly 1) 1. INTRODUCTION. Vol 6,
No. - PDF Free Download. (n.d.). Retrieved January 4, 2020, from
https://docplayer.net/26251631-Improvement-process-for-rolling-mill-
through-the-dmaic-six-sigma-approach-kunal-ganguly-1-1-introduction-
vol-6-no.html
Jeong, B. K., & Yoon, T. E. (2016). Improving IT process management through
value stream mapping approach: A case study. Journal of Information
Systems and Technology Management, 13(3).
https://doi.org/10.4301/s1807-17752016000300002
92
Kartini, I. A. N., & Syarief, D. J. (2018). QUALITY CONTROL ANALYSIS
WITH SIX SIGMA-DMAIC METHOD IN EFFORT REDUCE
NUMBER OF SUGAR PRODUCTS AT PT. PG. GORONTALO.
Sinergi : Jurnal Ilmiah Ilmu Manajemen, 8(2).
https://doi.org/10.25139/sng.v8i2.1049
Kaushik, P., Khanduja, D., Mittal, K., & Jaglan, P. (2012). A case study:
Application of Six Sigma methodology in a small and medium-sized
manufacturing enterprise. The TQM Journal, 24(1), 4–16.
https://doi.org/10.1108/17542731211191186
Khatak, N., Sanju Rani, R., & Scholar, Mt. (n.d.). Implementation of Six Sigma
to Reduce Rejection Rate in Screw. Original Research Article Saudi
Journal of Engineering and Technology. https://doi.org/10.21276/sjeat
Liu, J., & Lu, W. (2011). Network-based method for ranking of efficient units
in two-stage DEA models. Journal of the Operational Research Society,
63, 1153–1164. https://doi.org/10.1057/jors.2011.132
Mishra, N., & Rane, S. B. (2019). Prediction and improvement of iron casting
quality through analytics and Six Sigma approach. International Journal
of Lean Six Sigma, 10(1), 189–210. https://doi.org/10.1108/IJLSS-11-
2017-0122
Ranajeet, E., Singh, B., Pramod Kumar, E., & Professor, A. (2016). Application
of DMAIC Methodology in Stamping Production Process. International
Research Journal of Engineering and Technology. www.irjet.net
Soeparman, S. (2015). IMPLEMENTASI LEAN SIX SIGMA, MULTI
ATRIBUT FAILURE MODE ANALYSIS, DAN FUZZY ANALITIC
HIERARCHY PROCESS UNTUK MENGIDENTIFIKASI PENYEBAB
POTENTIAL DEFECT PADA PRODUK PARTICLE BOARD. JEMIS,
3(1). http://jemis.ub.ac.id
Soni, S. (2013). REDUCTION OF WELDING DEFECTS USING SIX SIGMA
TECHNIQUES. In Int. J. Mech. Eng. & Rob. Res. www.ijmerr.com
Vilventhan, A., Ram, V. G., & Sugumaran, S. (2019). Value stream mapping
93
for identification and assessment of material waste in construction: A case
study. Waste Management and Research, 37(8), 815–825.
https://doi.org/10.1177/0734242X19855429
94