2010mha With Cover Page v2
2010mha With Cover Page v2
Percik26
Rian Sugandi
MODEL PENGELOLAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA)
SAMPAH SECARA BERKELANJUTAN
DI TPA CIPAYUNG KOTA DEPOK-JAWA BARAT
MULYO HANDONO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Saya yang tertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang
berjudul: Model Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah
secara Berkelanjutan di TPA Cipayung Kota Depok- Jawa Barat adalah
karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir disertasi.
Mulyo Handono
P062059474
ii
ABSTRACT
TPA Cipayung has been operated since 1992, at Cipayung, Pancoran Mas, Kota
Depok. To face the problem around TPA Cipayung, it is important to
development management some analysis. The research purpose of this research
were: 1) to explain environmental quality, social, economic and health condition
around Cipayung garbage’s TPA area at Depok city. 2) to analyse policy strategy
that related to effort of managemant of Cipayung garbage’s TPA at Depok city. 3)
to design alternative policy of management of Cipayung garebage’s TPA at
Depok city. The research methods used descriptive analysis to analyze the quality
of up down wells, BAP, lindi water, and microbiology. Then, the results were
compared with Permenkes RI No. 416/MenKes//Per/IX/1990, Kriteria Mutu Air
PPRI No.28/2001. Gol. III, Baku Mutu: SK Gubernur Jawa Barat No. 6/1999.
Sampel water analysis was conducted in laboratory of PT. Mutu Agung Lestari.
The condition of social economy and health in location around of TPA Cipayung
were analyzed by descriptive analyzed. Data of interview result with profesional
about policy of management TPA Cipayung was analyzed with AHP method,
using expert choice 2000 program. Analysis of garbage management model in
TPA Cipayung using Microsoft Office Excel and Stimulation model analysis of
dinamic system using Stella software vertion 8.0. The result of this analysis show
the physical variabel of water quality in three location still under NAB that were
permitted. Except the temperatur variabel have rather high than NAB. The result
of many chemical variabel in three location sampel have high then NAB that
permitted, such as Fe, Mn, NO2-N, BOD5, COD, DO, Zn, and Fenol. The result of
social economy aspect are there is some problems around TPA Cipayung and the
benefiit of economy that TPA Cipayung’s society can get. Health of society in
location around TPA Cipayung in general, suffering diare, fever, skin infection
and ispa.The result of Analysis Hierarchy Process (AHP) showed that (1)
alternative of policy is the optimalization of garbage management, (2) the
optimalization of cleaning service, (3) third priority is the increase of
stakeholder’s participation. (4) law enforcement. The result of garbage
management strategy analisys in TPA Cipayung recomendation program 3R+1P,
start from the garbage source, until the garbage that throw in to TPA getting low
and can minimalize the garbage transportation cost to TPA.
iii
RINGKASAN
iv
berdampak pada pencemaran lingkungan yang selalu meningkat dari tahun ke
tahun. Dengan selalu mengandalkan pola kumpul-angkut-buang, maka beban
pencemaran akan selalu menumpuk di lokasi TPA (tempat pemrosesan akhir). b).
Optimalisasi petugas kebersihan. Sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah
satu masalah yang dihadapi DKP Kota Depok. Lemahnya sumberdaya manusia
membuat fungsi perencanaan dan pengendalian pengelolaan sampah menjadi
sangat lemah. c). Peningkatan partisipasi pemangku kepentingan. Hasil analisis
tersebut menunjukkan bahwa partisipasi dari semua pemangku kepentingan dalam
pengelolaan sampah di TPA Cipayung Kota Depok sangat penting. Bentuk
partisipasi dapat dimulai dengan peran aktif masyarakat dan swasta sebagai
pengelola sampah. Kegiatan pengurangan sampah dari sumbernya dengan
melakukan peningkatan pola-pola penanganan sampah berbasis masyarakat. d).
Penegakan hukum. Hukum adalah pegangan yang pasti, positif dan pengarah bagi
tujuan-tujuan program yang akan dicapai. Semua peri kehidupan diatur dan harus
tunduk pada prinsip-prinsip hukum, sehingga dapat tercipta masyarakat yang
teratur, tertib dan berbudaya disiplin. Selain sebagai sarana pengatur ketertiban,
hukum juga dipandang sebagai sarana untuk memperbaharui dan mengubah
masyarakat ke arah hidup yang lebih baik. Peraturan perundang-undangan di
antaranya PP/Kepres/Kepmen/Perda mengatur tata cara pengelolaan sampah
mulai dari sumber sampah sampai ke TPA, mengatur posisi, hak, dan kewajiban
masing-masing pemangku kepentingan serta mengatur sanksi jika terjadi
pelanggaran dalam pengelolaan sampah.
Hasil analisis strategi kebijakan pengelolaan sampah di TPA Cipayung
adalah terjadinya peningkatan usia TPA dengan menggunakan pola 3R+1P, jika
dibandingkan dengan pemilihan dimulai dari rumah tangga dan TPS. Berkaitan
dengan hal tersebut di atas, untuk meningkatkan usia TPA, maka program
pengelolaan sampah 3R+1P dimulai dari sumber sampah direkomendasikan.
Dengan program tersebut sampah yang masuk ke TPA semakin rendah dan dapat
meminimalkan biaya pengangkutan sampah ke TPA.
v
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010
Hak cipta dilindungi
vi
MODEL PENGELOLAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA)
SAMPAH SECARA BERKELANJUTAN
DI TPA CIPAYUNG KOTA DEPOK-JAWA BARAT
Oleh:
MULYO HANDONO
P062059474
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
vii
Judul Disertasi : Model Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah
secara Berkelanjutan di TPA Cipayung Kota Depok-Jawa Barat
Nama : Mulyo Handono
NRP : P062059474
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Prof. Dr Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
viii
Penguji Luar Ujian Tertutup :
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas rahmat dan
karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini
dengan judul Model Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah
secara Berkelanjutan di TPA Cipayung Kota Depok Jawa Barat.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus
kepada bapak Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr sebagai Ketua Komisi
Pembimbing, Dr. Ir. Etty Riani, MS dan Dr. Ir. Siti Amanah, MSc sebagai
Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan mulai
dari penyusunan rencana penelitian, pelaksanaan penelitian, hingga penulisan
disertasi ini. Semoga ilmu yang diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.
Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada bapak Prof. Dr. Ir. Surjono
H. Sutjahjo, MS selaku Ketua Program Studi, dan kepada Prof. Dr Ir. Khairil
Anwar Notodiputro, MS selaku Dekan Sekolah Pascasarajan IPB yang
memberikan arahan dan motivasi dalam menyelesaikan perkuliahan di IPB.
Ucapan terima kasih kepada seluruh anggota keluarga, khususnya istri
yang tercinta Rusmalia dan anakku yang tersayang Muliawan dan Rizky Mulia
yang senantiasa mewarnai kehidupan penulis, atas kesabarannya menemani dalam
suka dan duka selama mengikuti pendidikan dan doa yang telah diberikan.
Ucapan terima kasih juga kepada ayahanda S. Hardjomartono (alm.) dan ibunda
Askinah (alm.) atas bimbingan dan curahan kasih sayang semasa hidupnya.
Terima kasih kepada rekan-rekan di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Depok, Dhona dan semua pihak yang telah membantu penyusunan penelitian ini.
Penulis mengharapkan semoga karya ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kota
Depok dan pihak yang membutuhkan.
ix
RIWAYAT HIDUP
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xviii
I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Kerangka Pemikiran ................................................................. 3
1.3. Perumusan Masalah.................................................................. 5
1.4. Tujuan Penelitian .................................................................... 7
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................... 7
1.6. Novelty/Kebaruan ..................................................................... 7
xii
5.4.3. Keadaan Sosial-Ekonomi Responden di TPA Cipayung ....... 105
5.4.4. Manfaat TPA bagi Masyarakat di Sekitar TPA Cipayung ..... 111
5.4.4.1. Kesempatan Kerja ................................................ 111
5.4.4.2. Pemasaran dan Analisis Finansial........................... 114
5.4.4.2.1. Analisis Finansial Aerobik Komposting ... 116
5.4.4.2.2. Analisis Finansial Anaerobik Komposting 118
5.5. Kondisi Sosial Budaya............................................................... 121
5.6. Kesehatan Masyarakat ............................................................... 122
5.7. Kesimpulan .............................................................................. 124
5.8. Daftar Pustaka .......................................................................... 125
xiii
7.5. Partisipasi Masyarakat ............................................................. 175
7.5.1. Aspek Partisipasi Masyarakat Sebagai Sub Sistem ............. 175
7.5.2. Program Partisipasi Masyarakat ....................................... 176
7.5.2.1. Peran serta pada pembiayaan ............................... 178
7.5.2.2. Peran serta pengelolaan ....................................... 178
7.6. Implementasi Pengelolaan dan Pengolahan Sampah.................... 180
7.6.1. Unit Pengolahan Sampah (UPS) Skala Kawasan................ 180
7.6.1.1. Pengumpulan Sampah Skala Kawasan ................. 181
7.6.1.2. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Skala
Kawasan ........................................................... 181
7.6.2. Unit Pengolahan Sampah Skala Rumah Tangga................. 183
7.6.3. Tempat Pemrosesan/Pembuangan Akhir (TPA) ................. 184
7.7. Alternatif Pengolahan Sampah .................................................. 189
7.7.1. Konseps i Penanganan Sampah dari Sumber ...................... 189
7.7.2. Skenario Pemilahan Sampah Non Organik ........................ 190
7.7.3. Skenario Pembuatan Kompos .......................................... 190
7.7.4. Metode Pembuatan Kompos Takakura.............................. 191
7.7.5. Komponen Sarana/Prasarana 3R pada Sumber Sampah ...... 191
7.7.6. Proses Sosialisasi ........................................................... 191
7.7.7. Pembiayaan dan Insentif ................................................. 192
7.8. Pengelolaan Sampah dengan Memanfaatkan Teknologi............... 192
7.9. Konsep Penanganan Sampah Berbasis Masyarakat ..................... 193
7.10. Rekomendasi Pengelolaan dan Pengolahan Sampah
Kota Depok ............................................................................ 197
7.10.1. Strategi Pengembangan ................................................. 197
7.10.1.1. Kepadatan Daerah Terbangun .......................... 198
7.10.1.2. Potensi Ekonomi............................................. 198
7.10.1.3. Kesesuaian dengan Rencana Induk Kota ........... 198
7.10.2. Aspek Tekhnik Operasional........................................... 199
7.10.2.1. Rencana Daerah dan Tingkat Pelayanan ............ 199
7.10.2.2. Rencana Pola Pelayanan .................................. 199
7.10.2.3. Rencana Tekhnik Operasional .......................... 202
7.10.3. Aspek Peraturan ........................................................... 204
7.10.3.1. Tahap Mendesak ............................................. 204
7.10.3.2. Tahap Jangka Menengah.................................. 204
7.10.4. Aspek Kelembagaan dan Organisasi............................... 204
7.10.4.1. Tahap Mendesak ............................................. 204
7.10.4.2. Tahap Jangka Menengah.................................. 205
7.10.5. Aspek Partisipasi Masyarakat ........................................ 205
7.10.5.1. Tahap Mendesak ............................................. 205
7.10.5.2. Tahap Jangka Menengah.................................. 206
7.10.6. Pengelolaan Sampah Terpadu ........................................ 206
7.11. Kesimpula n ............................................................................ 207
7.12. Daftar Pustaka......................................................................... 208
xiv
9.1 Kesimpulan ............................................................................. 219
9.2 Saran ....................................................................................... 221
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran model pengelolaan lingkungan TPA sampah
secara berkelanjutan ..................................................................... 5
2. Tiga elemen sistem kebijakan ........................................................ 24
3. Mencari pengungkit tertinggi ......................................................... 30
4. Pemodelan sistem dinamik ............................................................ 35
5. Stock flow diagram ...................................................................... 36
6. Pembagian lahan TPA Cipayung .................................................... 49
7. Struktur hirarki perumusan strategi pengelolaan TPAS ..................... 62
8. Alur tahapan pemodelan ................................................................ 64
9. Jarak tempat tinggal responden ke TPA .......................................... 101
10. Tanggapan responden di sekitar TPA Cipayung ............................... 102
11. Tingkat pendidikan responden di TPA Cipayung ............................ 105
12. Model pengelolaan sampah............................................................ 107
13. Jenis pekerjaan responden ............................................................. 110
14. Grafik hubungan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial........................ 133
15. Sistem peraturan perundangan pengelolaan sampah ......................... 145
16 Struktur organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok ... 152
17. Diagram input-output sistem pengelo laan sampah di TPA Cipayung.. 162
18. Causal loop model pengelolaan sampah .......................................... 164
19. Diagram model pengelolaan sampah berkelanjutan .......................... 165
20. Grafik prediksi perkembangan jumlah sampah di TPS dan sampah
di TPA, sampah rumah tangga, sampah yang tidak terangkut dan
sampah yang tidak tertampung di TPA............................................ 168
21. Grafik prediksi usia TPA pada berbagai pola (%)............................. 170
22. Grafik prediksi usia TPA dengan pola 3R+1P pada berbagai skenario
(%) ............................................................................................. 171
23. Grafik prediksi jumlah sampah di TPA pada berbagai skenario
recycle ......................................................................................... 172
24. Grafik prediksi jumlah sampah yang tidak tertampung di TPA pada
berbagai skenario (m3) .................................................................. 173
25. Sistem mekanisme peran serta masyarakat ...................................... 176
26. Sistem pemanfaatan teknologi........................................................ 193
27. Kerjasama pemangku kepentingan.................................................. 194
28. Sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat ............................. 195
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Foto lokasi penelitian ....................................................................... 229
2 Hasil analisis AHP ........................................................................... 230
3 Rumah tangga responden yang mendapat pelayanan angkutan sampah
dan Penerapan 3R per Kecamatan ..................................................... 231
4 Cara pengolahan pada rumah tangga yang tidak mendapat Pelayanan
angkutan sampah ............................................................................. 234
5 Pengelolaan sampah yang dilakukan di Kota Depok............................ 237
6 Pengelolaan sampah takakura ........................................................... 242
7 Kegiatan di kawasan TPA Cipayung ................................................. 243
xviii
I. PENDAHULUAN
menjadi hanya ditumpuk dan dibiarkan saja. Hal ini menimbulkan protes dari
warga sekitar TPA.
Semakin meningkatnya volume timbulan sampah tersebut dikhawatirkan
akan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan, baik langsung maupun
tidak langsung bagi penduduk Kota Depok. Dampak langsung dari penanganan
sampah yang kurang terkelola dengan baik dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran lingkungan, timbulnya berbagai penyakit menular maupun penyakit
kulit serta gangguan pada pernapasan, dan menurunnya nilai estetika lingkungan.
Sedangkan dampak tidak langsung yang dapat terjadi di antaranya adalah bahaya
banjir yang disebabkan oleh terhambatnya arus air sungai karena terhalang
timbunan sampah yang dibuang ke sungai.
Mengatasai permasalahan tersebut di atas, perlu dilakukan usaha pengu-
rangan sampah mulai dari sumbernya. Saat ini Pemerintah Kota Depok telah
menetapkan pengelolaan persampahan menjadi program utama yang termasuk
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dalam
RPJMD tersebut Pemerintah Kota Depok berinisiatif membuat suatu pengolahan
sampah pada tingkat kawasan Kelurahan yang sekarang dikenal dengan Unit
Pengolahan Sampah (UPS). Pembangunan UPS tersebut juga merupakan bentuk
implementasi dari UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Melalui
UPS tersebut sampah yang dihasilkan oleh warga akan diolah seluruhnya.
Penanganan masalah sampah tidak hanya menjadi tanggungjawab Dinas
Kebersihan Pertamanan Kota Depok saja, akan tetapi menjadi tanggungjawab
bersama. Masyarakat sebagai produsen sampah diharapkan mampu mengelola dan
mengurangi jumlah sampah yang ada. Kegiatan yang telah dilakukan di antaranya
memilah sampah dan mengolahnya kembali menjadi barang yang berguna.
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat membantu Pemerintah
dalam mewujudkan kota yang bersih dan teratur.
Padmowihardjo (2001) mengatakan partisipasi merupakan suatu bentuk
kegiatan yang dilakukan baik sendiri (individu) maupun secara kolektif untuk
mencapai tujuan. Partisipasi dalam penanganan sampah dapat menyebabkan
3
sampah yang dihasilkan. Jumlah sampah yang terus meningkat dari tahun ke
tahun membuat masalah sampah menjadi salah satu prioritas yang sangat penting
untuk ditangani oleh semua pihak khususnya Pemerintah Kota Depok.
Penanganan sampah pada dasarnya adalah tanggungjawab seluruh pihak termasuk
masyarakat, dunia usaha, lembaga pendidikan, swasta, LSM, dan Pemerintah.
Organisasi pengelolaan sampah di Kota Depok secara formal termasuk
dalam Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Secara operasional Dinas Kebersihan
dan Pertamanan bekerjasama dengan Dinas Pengelolaan Pasar dengan mengikut
sertakan masyarakat, baik di tingkat Kecamatan, RT/RW, Kelurahan maupun di
tingkat swasta yang perduli terhadap lingkungan. Tugas utama Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Kota Depok adalah menyelenggarakan kebersihan dengan cara
memberikan pelayanan secara maksimal melalui mekanisme pengangkutan,
pembuangan, dan pemrosesan sampah ke TPA Cipayung.
Pembangunan TPA Sampah Cipayung diharapkan akan membawa dampak
positif bagi masyarakat sekitar maupun bagi warga Kota Depok secara umum,
sehingga permasalahan persampahan di Kota Depok dapat ditangani dengan baik.
Selain dampak positif terhadap masyarakat sekitar, keberadaan TPA Sampah
Cipayung juga menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem di kawasan
tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain terjadinya penurunan
kualitas lingkungan, baik fisik, kimiawi maupun penurunan kesehatan masyarakat.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas yang menjadi fokus utama dalam
penelitian ini adalah:
1. Kondisi kualitas lingkungan, sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat di
sekitar kawasan TPA Sampah Cipayung Kota Depok;
2. Rancangan strategi kebijakan yang berkaitan dengan upaya pengelolaan
kawasan TPA Sampah Cipayung di Kota Depok;
3. Rencana model kebijakan pengelolaan TPA Sampah Cipayung secara
berkelanjutan.
7
organik dan sisanya anorganik. Hasil survei di Jakarta, Bogor, Bandung dan
Surabaya dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi sampah
No Komposisi Jumlah
1 Volume sampah 2-2,5 lt/kapita/hari
2 Bobot sampah 0,5 kg/kapita/hari
3 Kerapatan 200-300 kg/m3
4 Kadar air 65-75 %
5 Sampah organik 75-95 %
6 Komponen lain :
- Kertas 6%
- Kayu 3%
- Plastik 2%
- Gelas 1%
- Lian-lain 4%
Sumber : Sudrajat (2006)
dalam kolam ikan akan meningkatkan hasil ikan di India dan Pakistan
(Suriawiria, 2003).
6. Bahan pembuat biogas
Sampah merupakan sumber energi baru yang saat ini telah dicoba di-
gunakan. Peranan sampah di dalam program penyediaan energi telah lama
diketahui yaitu:
a. Bahan bakar untuk penggerak mesin pembangkit listrik;
b. Bahan baku untuk proses fermentasi dalam pembuatan biogas.
7. Bahan baku pembuat bata
Jepang dan Jerman Barat merupakan negara pelopor penggunaan sampah
sebagai bahan baku di dalam pembuatan bata (briket). Ternyata tanah
bahan yang dic ampur dengan hancuran sampah mempunyai nilai bata yang
lebih baik kalau dibandingkan dengan hanya tanah atau sampah saja
(Suriawiria, 2003).
8. Media produksi vitamin
Salah satu jenis mikroorganisme penghasil vitamin (Vitamin B12) ternyata
sangat subur pertumbuhannya di dalam media yang dicampur dengan
ekstrak sampah. Untuk hal ini telah banyak lembaga peneliti yang
mencoba meneliti lebih lanjut peranan sampah sebagai bahan media
pertumbuhan jasad penghasil vitamin tersebut, antara lain yang sudah
berhasil adalah Amerika Serikat, Jepang, Jerman Barat dan Swedia
(Suriawiria, 2003).
9. Bahan makanan ternak
Sampah dapat disamakan sebagai bahan makanan ternak baik secara
langsung maupun melalui proses fermentasi.
10. Media produksi PST (protein sel tunggal)
PST adalah jenis protein baru yang dibuat melalui aktivitas mi-
kroorganisme (mikroalgae, jamur dan bakteri). PST akan menjadi sumber
protein penyelamat masa mendatang kalau produksi protein secara
konvensional (melalui pertanian, peternakan dan perikanan) tidak
mencukupi. Mikroorganisme penghasil PST sangat subur pertumbuhannya
14
d. Daerah lain
Beberapa Kota di Jawa Barat yang penduduknya tidak begitu padat dan
memiliki topografi lembah dan pegunungan seperti di Kota Kuningan,
Sumedang, Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya, sampah dibuang ke lembah.
Cara tersebut juga dilakukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur karena cukup
efektif dan murah.
Pengelolaan sampah di Yogyakarta dilakukan dengan cara tumpukan dan
dilengkapi dengan unit pengolahan sampah masinal (mesin) yang dikelola oleh
Pemda setempat. Cara tumpukan telah dilakukan secara profesional. Di Malang
pengelolaan cara tumpukan dibangun dengan bantuan dana asing dan dirancang
secara modern dengan mengambil lokasi di suatu lembah. Pengelolaan sampah di
TPA daerah Gunung Galuga, Leuwiliang Bogor, juga menggunakan cara
tumpukan, tetapi karena tingginya curah hujan maka sampah kota memerlukan
waktu cukup lama untuk pembusukannya. Model pembakar sampah yang diimpor
dari Perancis pernah dicoba, tetapi akhirnya kembali gagal seperti di Surabaya.
Kasus di Bandung sama dengan DKI Jakarta, yaitu kemampuan TPA di daerah
Lembang sudah tidak bisa mengatasi volume sampah yang begitu besar,
disamping cuaca yang sangat dingin mempengaruhi pembusukan yang akan
berjalan sangat lambat.
pada kolam sanitary landfill dapat diperkecil dan akhirnya dapat menghemat
penggunaan lahan TPA. Pembuatan kompos dapat dilakukan dengan beberapa
macam teknologi, di antaranya menggunakan salah satu metodologi aerasi,
turning over bahan kompos (membolak balik bahan kompos) dan open air atau
reactor based.
Pemilihan jenis metodologi yang tepat perlu mempertimbangkan beberapa
hal yaitu: 1) proses yang digunakan haruslah ramah terhadap lingkungan;
2) biaya investasi tidak terlalu tinggi/ terjangkau; 3) biaya operasional dan
perawatan pembuatan kompos cukup murah; 4) kualitas kompos yang dihasilkan
cukup baik; 5) harga kompos dapat terjangkau oleh masyarakat dan
penggunaannya dapat bersaing dengan pupuk kimia buatan; dan
6) menggunakan tenaga kerja yang bersifat padat karya.
akan ikut merasakan sesuatu bersama-sama dengan orang lain sebagai akibat
adanya interaksi sosial. Secara harfiah, partisipasi berarti “ turut berperan serta
dalam suatu kegiatan “, “ keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan”,
“peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan”. Partisipasi dapat
didefenisikan secara luas sebagai “ bentuk keterlibatan dan keikutsertaan
masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam
dirinya maupun dari luar dirinya dalam keseluruhan proses kegiatan yang
bersangkutan” (Moeliono, 2004).
Tjokroamidjojo et al. (1980) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat
adalah keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah, strategi dalam kebijakan
kegiatan, memikul beban dan pelaksanaan kegiatan, memetik hasil serta manfaat
kegiatan secara adil. Partisipasi berarti memberi sumbangan dan turut serta
menentukan arah atau tujuan pembangunan, yang ditekankan adalah hak dan
kewajiban setiap orang. Koentjaraningrat (1984) berpendapat bahwa partisipasi
mempunyai arti memberi sumbangan dan turut menentukan arah tujuan
pembangunan, ditekankan bahwa partisipasi itu adalah hak dan kewajiban bagi
setiap masyarakat.
Seseorang dengan kemampuan ekonomi yang tinggi mampu berpartisipasi
dalam berbagai bentuk, misalnya tenaga, uang, ide atau pemikiran. Hal ini berarti
bahwa tingkat partisipasinya juga lebih tinggi dibandingkan seseorang yang
kemampuan ekonominya lebih rendah. Selain itu, partisipasi bersifat murni tanpa
pamrih, dan tanpa motif ekonomi. Sebaliknya seseorang yang kemampuan
ekonomi rendah akan berpartisipasi atas dasar pamrih, yakni untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Menurut GTZ (1997) pendekatan partisipatif diperlukan
untuk melibatkan semua pihak sejak langkah awal, mulai tahapan analisis
masalah, penetapan rencana kerja sampai pelaksanaan dan evaluasinya.
Kegiatan partisipatif dapat dikelompokkan pada dua kelompok sasaran yaitu
partisipasi para pengambil keputusan, dan partisipasi kelompok setempat yang
terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup.
22
proses kebijakan sistem politik, akan tetapi merupakan bagian dari proses antar
hubungan, sehingga kebijakan dapat dikatakan sebagai suatu alat Pemerintah
untuk mencapai tujuan dan sasaran.
Analisis kebijakan merupakan sejumlah faktor di dalam suatu sistem
kebijakan. Sistem kebijakan (policy system) merupakan pola institusional yang
terdiri atas hubungan timbal balik antara tiga unsur, yaitu kebijakan publik, pelaku
kebijakan, dan lingkungan kebijakan (Gambar 2).
Sistem kebijakan adalah produk manusia yang subjektif yang diciptakan
melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku kebijakan. Gambar hubungan
tiga elemen penting di dalam suatu sistem kebijakan (Dye dalam Dunn, 2003)
dapat dilihat pada Gambar 2.
PELAKU
KEBIJAKAN
LINGKUNGAN KEBIJAKAN
KEBIJAKAN PUBLIK
penilaian dan preferensi secara ringkas dan padat. Proses tersebut dengan jelas
menunjukkan bahwa demi pengambilan keputusan yang sehat dalam situasi yang
komplek diperlukan penetapan prioritas dan melakukan perimbangan.
AHP mengidentifikasi, memahami, dan menilai interaksi- interaksi suatu sistem
sebagai suatu keseluruhan.
2.9 Pemodelan
A. Sistem Dinamik
Sistem dinamik adalah pendekatan yang membantu manajemen puncak
dalam memecahkan permasalahan kecil dan dianggap sukar untuk dipecahkan.
Kebanyakan orang dalam menetapkan tujuan yang hendak dicapai pada awalnya
terlalu rendah. Hal yang diinginkan adalah sebuah peningkatan dengan sikap
umum yang dilakukan dalam lingkungan akademis, yaitu dengan menjelaskan
perilakunya setelah itu menemukan struktur dan kebijakan untuk hasil yang lebih
baik (Forrester, 1961 dalam Sterman, 2000). Sistem dinamik menurut MIT
(Massachusetts Institute of Technology) adalah metodologi untuk mempelajari
permasalahan di sekitar kita yang melihat permasalahan secara keseluruhan
29
B. Berpikir Sistem
Berpikir sistem adalah paradigma sistem dinamik. Berpikir secara sistemik
yang mempelajari keterkaitan objek dari pengamatan dan penyelidikan dalam
dunia nyata. Berpikir sistem telah ada pada proses berpikir manusia dalam
memecahkan permasalahan hidupnya dengan mencari tahu (know) terhadap
realitas yang dihadapinya. Dalam menyelidiki dan mengamati realitas, manusia
senantiasa melihat keterkaitan antara faktor-faktor yang diamatinya dengan
memilah-milah (analisis) kemudian merangkainya (sintesis). Dengan cara tersebut
akan dicapai sebuah solusi yang komprehensif (menyeluruh).
Berpikir sistemik dalam konteks organisasi merupakan alat untuk
memahami secara terbaik dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi.
Penerapan berpikir sistemik tidak mudah, karena memerlukan pergeseran
paradigma dari melihat kejadian sebagai suatu kegiatan yang terisolasi, menjadi
sistem suatu kegiatan yang terdiri atas kejadian yang saling berinteraksi untuk
mencapai suatu tujuan. Contoh sebuah kegiatan dalam hal penurunan kinerja
30
Struktur sistem
i ntuk
perubahanterakhr
i
i gg
n u
Pola perilaku
Pengunkiert
t
Kejadian
multidisipliner dan hal terpenting dari tim tersebut adalah adanya komunikasi
interpersonal dan pengorganisasian (Eriyatno, 1998).
Menurut Hartisari (2007) pendekatan sistem merupakan cara pandang
yang bersifat menyeluruh (holistic) yang memfokuskan pada integrasi dan
keterkaitan antar komponen. Pendekatan tersebut dapat mengubah cara pandang
dan pola berpikir dalam menangani permasalahan dengan menggunakan model
yang merupakan penyederhanaan sebuah sistem. Menurut Aminullah (2004)
berpikir sistemik mempunyai corak sangat tergantung dari pelaku yang
menerapkannya, dan akan terkait pada kebiasaaan dan kebutuhannya.
Kebiasaan terkait dengan bidang pengetahuan yang dimiliki seseorang, akan tetapi
kebutuhan berpikir berhubungan dengan pembelajaran dari pengalaman dalam
pekerjaan yang membutuhkan corak berpikir tertentu, seperti bidang teknik dan
ekonomi memiliki corak berpikir yang berbeda. Masing-masing corak memiliki
kelebihan dan kekurangan, biasanya ada yang menggunakannya dengan
menggabungkan menjadi satu. Tiga corak yang dimaksud adalah berpikir sistem
masukan-keluaran, berpikir sistem umpan balik dan berpikir sistem umpan balik
adaptif. Corak pertama tidak menjadikan keluaran untuk mempengaruhi masukan.
Kedua, penyempurnaan corak pertama menghasilkan keluaran yang akan jadikan
sebagai umpan kembali untuk mempengaruhi masukan. Ketiga, seperti corak
kedua hanya saja pengaruh lingkungan luar turut dijadikan pertimbangan.
1. Umpan Balik
Kerangka kerja berpikir sistem menggunakan beberapa alat konseptual
untuk merepresentasikan dan menguraikan sebuah realita agar mudah dipahami.
Umpan balik sebagai konsep utama berpikir sistem yang lebih dari sekedar
berpikir. Untuk menggambarkan sebuah konsep umpan balik pada struktur sistem,
dalam sistem dinamik dikenal diagram kausal causal loop diagrams (CLD).
Menurut Sterman (2000) causal loop diagrams sangat baik untuk:
1. Menangkap secara cepat sebuah hipotesis tentang penyebab dinamika;
2. Menimbulkan dan menangkap model mental individu atau kelompok;
32
Di samping itu, terdapat pula 25 situ. Data luas situ pada tahun 2005 sebesar
169,68 ha, dengan kualitas air rata-rata buruk akibat tercemar.
berbagai tempat kegiatan dan tempat tinggal. Penetapan lokasi TPA sampah
Cipayung telah mengacu pada rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Depok.
Pembangunan TPA Cipayung di Kota Depok berlandaskan Perda Propinsi Daerah
Tingkat I Jawa Barat No. 3 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Perda Kota Depok No. 12 Tahun 2001
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok. Pembangunan TPA sampah
Cipayung direncanakan sebagai lokasi yang diperuntukkan sebagai sarana
pembuangan/pengolahan akhir sampah Kota Depok.
3.5.1. Penduduk
Jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2007 mencapai 1.470.002 jiwa,
yang terdiri atas laki-laki 761.382 jiwa dan perempuan 708.620 jiwa.
Laju pertumbuhan penduduk Kota Depok tahun 2007 sebanyak 3,43%,
perbandingan penduduk laki- laki dengan perempuan menunjukkan angka 102%.
Kecamatan Cimanggis memiliki jumlah penduduk yang paling banyak jika
dibandingkan dengan Kecamatan lain di Kota Depok, yaitu sebanyak
403.037 jiwa, sedangkan Kecamatan dengan penduduk terkecil adalah Ke-
camatan Beji yaitu sebanyak 139.888 jiwa.
Pada tahun 2007 kepadatan penduduk di Kota Depok mencapai 7.339
jiwa/km2. Kecamatan Sukmajaya merupakan Kecamatan terpadat di Kota Depok
43
3.5.3. Pendidikan
Pada tahun ajaran 2006/2007 jumlah Taman Kanak-kanak (TK) di
Kota Depok sebanyak 314 sekolah, dengan jumlah murid 14.053 orang, dan
945 orang guru. Sekolah Dasar (SD) sebanyak 362 sekolah, dengan jumlah murid
125.581 orang, dan 4.656 orang guru. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
berjumlah 137 sekolah, dengan jumlah murid 44.601 orang dan 3.023 orang guru.
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) terdapat 51 sekolah dengan jumlah murid
14.937 orang, dan 1.183 orang guru. Selain itu, terdapat 55 Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), dengan jumlah murid 18.726 orang, dan 1.371 orang guru.
Pada tahun 2006, penduduk Kota Depok yang berumur 10 tahun ke atas
yang memiliki ijazah tertinggi SLTA dan sederajat sebanyak 27,67%. Pemilik
ijazah SLTA merupakan persentase terbesar dibandingkan jenjang pendidikan
lainnya. Penduduk Kota Depok yang berumur 10 tahun ke atas yang bisa
membaca dan menulis huruf latin sebanyak 59,99% huruf lainnya sebanyak
1,07%. Huruf latin dan lainnya sebanyak 37,51%, dan yang buta huruf sebanyak
1,43%.
3.5.4. Agama
Tempat ibadah merupakan salah satu sarana yang penting untuk me-
ningkatkan derajat keimanan seseorang. Pada tahun 2007, di Kota Depok terdapat
554 mesjid, 129 langgar, 995 musholla, 6 gereja katolik, 62 gereja protestan, 1
vihara, dan 2 pura. Lebih jelas jumlah tempat ibadah di Kota Depok dapat dilihat
pada Tabel 5 berikut:
3.5.5. Kesehatan
Pembangunan kesehatan harus selalu dilakukan mengingat jumlah
penduduk yang selalu bertambah dari tahun ke tahun, upaya yang dilakukan
Pemerintah antara lain dengan meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana
kesehatan, sehingga semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan
kesehatan secara mudah, merata, dan murah.
Kota Depok pada tahun 2007 memiliki puskesmas yang tersebar di
6 Kecamatan dan 10 puskesmas pembantu. Sarana pelayanan kesehatan antara
lain rumah sakit yang ada di Depok ada 10 buah, rumah sakit ibu dan anak ada
4 buah, balai pengobatan ada 142 buah, dan rumah bersalin ada 24 buah.
2. Pipa lindi pada lahan urug telah terpasang, yang berfungsi untuk mengalirkan
air lindi menuju bangunan pengolahan. Pipa penyalur lindi dipasang di atas
permukaan geomembran.
3. Pipa Gas. Pada lahan urug/landfill dipasang pipa gas setiap radius 50 m.
Fungsi dari pipa gas ini adalah untuk mengalirkan gas yang terbentuk dari
hasil dekomposisi sampah organik dan mencegah terakumulasi gas di dalam
landfill karena akan menimbulkan ledakan atau hal-hal lain yang tidak
diinginkan seperti kebakaran.
6. Fasilitas Jalan
Jalan satu arah menuju lahan TPA.
8. Kantor
Bangunan yang diperuntukkan sebagai tempat kegiatan petugas TPA.
a. Gudang
Bangunan yang diperuntukkan untuk menyimpan peralatan dan
bahan-bahan untuk pengoperasian TPA.
b. Rumah Jaga
Berfungsi sebagai tempat petugas jaga yang bertugas mengawasi kegiatan
di TPA.
c. Tempat cuci mobil
Fasilitas penunjang di TPA, berfungsi untuk melakukan pencucian
kendaraan operasional angkutan sampah dan juga kendaraan operasional
kantor.
d. Tempat parkir
Suatu area yang dipergunakan untuk memarkirkan kendaraan, baik itu
kendaraan operasional kantor maupun kendaraan operasional angkutan
sampah.
4 zona, setiap blok terdiri atas sel-sel harian. Pembagian lahan TPA dapat
dilihat pada Gambar 6.
Garasi Kantor
2
Blok II Blok I
3 1
2. Pengoperasian TPA
Dalam pengoperasia n TPA tahapan-tahapannya adalah:
a. Penerimaan dan pendataan sampah
Kegiatan penerimaan dan pendataan sampah diperlukan untuk meng-
evaluasi dan merencanakan pengembangan TPA. Pengukuran dapat di-
lakukan secara manual dengan cara mengukur ketinggian muatan sampah
dalam kendaraan pengangkut. Data pengukuran selanjutnya dicatat oleh
petugas dan dibukukan. Pencatatan disusun dalam bentuk tabulasi,
meliputi: hari, bulan/tanggal/tahun, jam kedatangan, jam pergi, nomor
polisi truk, dan volume sampah.
1. Waktu Pembongkaran
Waktu pembongkaran sudah harus ditentukan pukul kerjanya, misalnya
sebelum pukul 15.00 pembongkaran sampah sudah harus selesai karena
pukul 15.00-17.00 akan dilakukan untuk perataan dan pemadatan tanah
penutup.
52
2. Transportasi pembongkaran
Transportasi pembongkaran merupakan kegiatan memindahkan sampah
dari dalam truk pengangkutan ke titik bongkar. Proses pengaturan
pembongkaran sampah sangat berkaitan dengan kebutuhan personil di
lapangan dan untuk mengantisipasi gundukan sampah yang lebih besar
serta antrian kendaraan yang panjang di lokasi TPA. Mengantisipasi hal
tersebut perlu dilakukan pengaturan antrian kendaraan dan jam kerja
pembuangan.
3. Pola pembongkaran
Pola pembongkaran sampah sangat dipengaruhi kondisi cuaca, seperti
pembongkaran pada musim kemarau dan musim hujan. Mengantisipasi
kondisi tersebut pembongkaran sampah di TPA Cipayung menerapkan
kedua pola tersebut, seperti pada Tabel 6.
2 Untuk melakukan pola tersebut, jalan kerja Alat berat hanya dapat bekerja dari
di dalam landfill harus memperhatikan ke- atas timbunan sampah sehingga
tebalan lining dan ke-dalaman saluran pemadatan tidak optimal.
drainase lindi.
e. Penggusuran sampah
Penggusuran dilakukan dengan menggunakan buldozer. Pola penggusuran
sampah sangat dipengaruhi kondisi cuaca, seperti penggusuran pada
musim kemarau dan musim hujan. Penggusuran sampah pada musim
kemarau dilakukan pada dasar landfill, sehingga alat berat bekerja lebih
optimal. Penggusuran sampah pada musim hujan dapat dilakukan dari atas
timbunan sampah. Alat berat hanya dapat bekerja dari atas timbunan
sampah sehingga pemadatan tidak optimal.
j. Setelah seluruh sel tertutup dengan lapisan sampah dan telah dipadatkan,
maka pemadatan dilanjutkan ke sel berikutnya.
b. Dump truk
Dump truk digunakan untuk mengangkut tanah penutup sel harian
maupun penutup akhir.
c. Peralatan khusus
TPA Cipayung dilengkapi dengan peralatan khusus:
1. Pemadaman kebakaran, yang berfungsi untuk pengendalian
kebakaran pada lahan timbunan sampah.
2. Kendaraan tangki penyiram air, yang berfungsi untuk pe-
nyiraman lahan TPA yang belum tertimbun sampah pada saat
musim kemarau sehingga tidak menimbulkan retakan tanah.
4. Kegiatan pemulung
Kegiatan pemulung sebaiknya tidak diperkenankan karena dapat
mengganggu operasi lapangan di TPA.
baik yang ada di bidang kebersihan, UPTD IPLT-TPA, dan UPTD Pemakaman.
Jumlah keseluruhan sukwan Dinas yang ada di lingkungan Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Depok sebanyak 455 orang. Komposisi kepegawaian Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok dapat diihat pada Tabel 7 dan komposisi
tenaga sukwan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok dapat dilihat pada
Tabel 8.
B Berdasarkan Golongan
Golongan IV 5 orang
Golongan III 29 orang
Golongan II 22 orang
Golongan I 1 orang
D Berdasarkan Pendidikan/Penjenjangan
Diklat Pim TK II 1 orang
Diklat Pim TK III 3 orang
Diklat Pim TK IV 15 orang
3.10. Kesimpulan
TPA Cipayung terletak di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas,
Kota Depok. TPA Cipayung dioperasikan sejak tahun 1992 dengan sistem open
dumping pada areal seluas 2,5 ha. Dikarenakan semakin meningkatnya volume
sampah di Kota Depok, TPA Cipayung di perluas kembali hingga 10,6 ha dengan
kapasitas direncanakan sekitar 4.000.000 m3 timbulan sampah, dan sistem
pembuangan sampah ditingkatkan menjadi controlled landfill.
Infrastruktur pengelolaan sampah di Kota Depok mendukung dilakukan
pengelolaan sampah secara sanitary landfill. Sarana pendukung dan operasional
60
standar sudah ada. Sistem Sanitary landfill mudah dan cocok dilaksanakan untuk
sumberdaya manusia di Kota Depok khususnya di Kelurahan Cipayung.
Bappeda Kota Depok. 2000. RTRW Kota Depok 2000-2010. Bappeda Kota
Depok. Depok.
Badan Pusat Statistik Kotamadya Kota Depok [BPS]. 2007. Kota Depok dalam
Angka 2007. Bappeda Kota Depok. Depok..
IV. METODOLOGI PENELITIAN
Tingkat 2
Pemangku PEMDA LSM Lembaga Peneliti Swasta Masyarakat
kepentingan
Tingkat 3
Aspek Ekologi Sosial Ekonomi
Persamaan
matematik,
Mulai Formulasi model simulasi estimasi
parameter,
nilai inisial
Verifikasi
Pemilihan tema
Uji struktur
Validasi
dan perilaku
Rekomendasi kebijakan
SFD Membangun diagram alir
terbaik dan tepat
Selesai
Konseptual Teknis
Penentuan variabel atau parameter yang akan dijadikan stock (akumulasi) dan
flow (aliran yang dapat mengubah nilai stock).
membandingkan dengan pola perilaku data aktual. Uji statistik dilakukan setelah
secara visual meyakinkan dengan mengecek nilai error antara data simulasi dan
data aktual dalam batas penyimpangan yang diperkenankan yaitu antara 5-10%.
Ukuran relatif untuk menentukan nilai mean error dari nilai absolute percentage
error (APE) yang didefinisikan dengan persamaan sebagai berikut (Markidakis et
al., 1992):
n
X t − Ft
∑
1
MAPE = x 100 % (1)
n t =1 Xt
dengan:
4.4.3.6.Sensitivitas
Sensitiv itas berarti respon model terhadap stimulus yang ditujukan dengan
perubahan atau kinerja model. Tujuan utama analisis ini adalah untuk mengetahui
variabel keputusan yang cukup penting (leverage point) untuk ditelaah lebih lanjut
pada aplikasi model. Metode umum yang digunakan adalah skenario terbaik-
terburuk (Sterman, 2000). Jenis uji sensitifitas yang dilakukan pada penelitian ini
berupa intervensi fungsional. Intervensi fungsional, yaitu intervensi terhadap
variabel tertentu atau kombinasinya. Intervensi setiap perubahan nilai variabel
(dinaikkan atau dikurangkan 10%) akan memperlihatkan kinerja model yang
berbeda terhadap nilai variabel utama.
4.4.3.7.Sekenario Kebijakan
Kebijakan adalah aturan umum bagaimana status keputusan dibuat
berdasar pada informasi yang tersedia. Setiap kebijakan memiliki empat
68
komponen, yaitu kondisi saat ini (aktual) dan yang diinginkan, kecepatan
tanggapan dan tindakan perbaikan (Forrester, 1961 dalam Lyneis, 1980).
Kecepatan tanggap dalam studi ini menggunakan matrik yang terdiri atas tiga
pilihan pengaturan variabel atau analisis sensitifitas, yaitu agresif, moderat dan
lambat (Lyneis, 1980). Skenario kebijakan juga mengggunakan analisis
probabilistik untuk penilaian resiko. Rentangan waktu yang digunakan adalah
periode lima tahun (tahun 2008-2013). Rentangan selama lima tahun merupakan
rujukan yang digunakan Pemerintah Kota Depok untuk bahan proyeksi kebijakan
(RKAP) setelah mengevaluasi kinerja pengelolaan sampah selama lima tahun
sebelumnya.
Pengolahan Data
Analisis perhitungan data menggunakan Microsoft Office Excel dan model
dinamik analisis simulasi sistem dinamik yang diolah menggunakan software
Stella versi 8.0.
Abstrak
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan sarana untuk penampungan dan
pengelolaan limbah. Akibat pengelolaan limbah di TPA yang kurang tepat
menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan di sekitar kawasan TPA.
Dampak yang ditimbulkan dari kegiatan di TPA adalah penurunan kualitas
lingkungan sekitar TPA, konflik dengan masyarakat, dan terganggunya kesehatan
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang
kualitas lingkungan, sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat di kawasan TPA
sampah Cipayung. Metode Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan
menganalisis kualitas air sumur, badan air penerima (BAP), dan air lindi di
lingkungan TPA Cipayung Kota Depok, kualitas air yang telah diukur
dibandingkan dengan peraturan Permenkes RI No. 416/MenKes//Per/IX/1990,
Kriteria Mutu Air PPRI No. 28/2001. Gol. III, Baku Mutu: SK Gubernur Jawa
Barat No. 6/1999. Sampel air dianalisis di Laboratorium PT. Mutu Agung Lestari.
Penelitian terhadap dampak sosial ekonomi, dan kesehatan di sekitar kawasan
TPA Cipayung dilakukan secara deskriptif. Hasil analisis kualitas air di tiga lokasi
sampel air sumur menunjukkan beberapa peubah telah di atas NAB di antaranya
suhu di sumur pantau (26.00C), rumah penduduk (26.10C), rumah penduduk
seberang sungai (25.20C). Besi (1.50 mg/l) dan mangan (1.90 mg/l). Hasil analisis
kualitas air di badan air penerima (BAP) menunjukkan peubah kimia sudah di atas
NAB adalah nitrit (1.0 mg/l) di BAP (inlet). BOD5 di inlet (29.57 mg/l) dan outlet
(16.68 mg/l), seng (0.21 mg/l) di outlet. Hasil analisis kualitas air lindi di TPA
Cipayung telah di atas NAB di antaranya besi (5.95 mg/l) pada lokasi inlet,
mangan (0.46 mg/l) di inlet, kadar BOD5 di inlet (266.41 mg/l) dan di outlet
(250.30 mg/l). Kadar COD di inlet (541.20 mg/l), di outlet (514.40 mg/l) dan
fenol di bagian inlet (0.34 mg/l) dan di outlet (0.32 mg/l). Kadar fenol sudah di
atas NAB yang diizinkan untuk Golongan I. Hasil analisis pemeriksaan coliform
pada kualitas air sumur dan BAP masih di bawah nilai NAB. Sebagian masyarakat
merasakan adanya gangguan terhadap lingkungan sebagai akibat letak lokasi TPA
yang berdekatan dengan pemukiman penduduk, et tapi jika ditinjau dari segi
ekonomi keberadaan TPA justru dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat
sekitar.
5.1. Pendahuluan
Persampahan merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup yang
semakin meningkat dan komplek. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk,
timbulan sampah dengan akumulasi buangan padat yang bersumber dari berbagai
kegiatan masyarakat ikut meningkat. Penanganan pengelolaan sampah secara
71
cepat dan cermat sangat diperlukan, guna memelihara dan meningkatkan kualitas
lingkungan, sosial ekonomi dan kesehatan terutama terhadap masyarakat yang
bertempat tinggal dekat dengan lokasi TPA Cipayung.
Upaya melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan dengan
melakukan reduksi sampah dari sumbernya langsung merupakan implementasi
dari prinsip 3R+1P yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali),
recycle (mendaur ulang), dan partisipasi (pelib atan masyarakat). Program 3R+1P
merupakan kegiatan mengolah sampah untuk dijadikan bahan yang lebih
bermanfaat seperti kompos. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keadaan
kualitas lingkungan, sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat di sekitar kawasan
TPA Sampah Cipayung.
Kimia :
1. pH - pH-Meter
2. DO Mg/l DO-Meter Potensiometrik
3. BOD5 Mg/l Buret Potensiometrik
4. COD Mg/l Buret Titrimetrik
5. Amonia N-NH3 Mg/l Spektrofotometer Titrimetrik
6. Nitrat-N Mg/l Spektrofotometer Spektrofotometer
7. Nitrit-N Mg/l Spektrofotometer Spektrofotometer
8. Kesadahan (CaCO3) Mg/l Buret Spektrofotometer
9. Klorida Mg/l Buret Titrimetrik
10. Sulfida Mg/l Buret Titrimetrik
11. Fosfat Mg/l Spektrofot ometer Titrimetrik
12. Besi (Fe) Mg/l Spektrofotometer Spektrofotometer
13. Timbal (Pb) Mg/l Spektrofotometer Spektrofotometer
Tabel 10. Kualitas badan air penerima (BAP) yang akan dianalisis di
TPA Cipayung
1. Kimia
2. pH - pH-meter Potensiometer
3. DO mg/l Buret, DO meter Winkler (azide modified)
4. BOD mg/l Buret Winkler&Inkubasi 5 hari
5. COD mg/l Buret Reflux dengan K2Cr2O7 2 jam
6. Magnesium (Mg) mg/l Buret Titrasi EDTA
7. Khrom Heksavalen (Cr) mg/l AAS Spektrofotometrik
8. Kadmium (Cd) mg/l AAS Spektrofotometrik
9. Timbal (Pb) mg/l AAS Spektrofotometrik
10. Amoniak (NH3) mg/l Spektro fotometer Spektrofotometrik
11. Nitrat (NO3) mg/l Spektro fotometer Spektrofotometrik
12. Nitrit (NO2) mg/l Spektro fotometer Spektrofotometrik
13. MBAS mg/l Buret Methylene blue
14. Minyak dan Lemak Spektro fotometer Spektrofotometrik-Infra merah
15. Total Fosfat (PO 4) mg/l Spektro fotometer Molibdat
MIKROBIOLO GI
1. Fecal Coliform jml/100ml Tabel MPN MPN
2. Total Coliform jml/100ml Tabel MPN MPN
3) Air Lindi
Sampel air lindi diambil pada inlet dan outlet kolam air lindi. Air lindi
disetarakan dengan air limbah cair yang baku mutunya diatur oleh Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku
Mutu Limbah Cair bagi kegiatan industri dan SK Gub. Jabar No. 6 tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Limbah Cair. Adapun variabel kualitas air lindi
yang akan diukur dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Kualitas air lindi yang akan dianalisis di TPA Cipayung
Kimia -
1. pH mg/l pH meter
2. Besi (Fe) mg/l Potensiometrik
3. Mangan Terlarut (Mn) mg/l SNI-M -63-1990-03
4. Tembaga (Cu) mg/l SNI-M -73-1990-03
5. Seng (Zn) mg/l SNI-M -63-1990-03
6. Krom Heksavalen (Cr6+) mg/l AAS
7. Kadmium (Cd) mg/l SNI-M -35-1990-03
8. Air Raksa (Hg) mg/l AAS
9. Timbal (Pb) mg/l Spektrofotometrik
10. Sulfida mg/l Titrimetrik
11. Nitrat-N mg/l Spektrofotometrik
12. Nitrit-N mg/l Spektrofotometrik
13. BOD5 mg/l Titrimetrik
14. COD mg/l Titrimetrik
No Sampel Jumlah
2. Pengusaha/Swasta 2 orang
a. Kekeruhan
Hasil analisis kekeruhan pada 2 lokasi sumur pantau di rumah penduduk dan
rumah penduduk seberang sungai masing-masing sebesar 0,75; 0,30; 0,15 NTU
(nephelometric turbidity units). Hasil uji variabel kekeruhan air sumur pada ketiga
lokasi masih di bawah nilai ambang batas (NAB). Kekeruhan dalam perairan
dapat disebabkan oleh berbagai ukuran materi yang bervariasi dari bentuk koloid
ke dispersi kasar tergantung pada tingkat turbulensinya. Tingkat kekeruhan juga
dipengaruhi oleh padatan tersuspensi dan koloid yang terkandung di dalam
perairan. Produksi perairan secara tidak langsung dipengaruhi oleh kekeruhan.
Nilai kekeruhan yang tinggi akan mengurangi penetrasi cahaya matahari ke dalam
perairan, sehingga proses fotosintesis akan berlangsung pada lapisan air yang
lebih tipis, dengan demikian produks i perairan akan semakin menurun.
Kekeruhan juga dapat mempengaruhi kehidupan organisme air, derajat kekeruhan
yang tinggi akan mengganggu organ-organ pernapasan atau alat penyaring
makanan dari organisme air, sehingga dapat mengakibatkan kematian.
Kekeruhan merupakan suatu ukuran banyaknya bahan-bahan tersuspensi
yang terdapat di dalam air, seperti senyawa organik. Air yang keruh akan
memberi perlindungan pada kuman. Pada air yang mengandung zat organik dan
anorganik, mikroorganisme dapat berkembang dan hidup baik. Oleh karena itu,
bakteri terdapat pada semua sistem air yang dapat merugikan atau tidaknya
tergantung pada kondisi optimum yang menunjang pertumbuhannya. Pe-
nyimpangan terhadap standar kualitas yang telah ditetapkan yaitu 25 NTU
(nephelometric turbidity unit) akan menyebabkan gangguan estetika dan
mengurangi efektivitas desinfeksi air (Effendi, 2000). Hal serupa juga dinyatakan
oleh Slamet (2007) kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik
yang bersifat anorganik maupun organik. Zat anorganik, biasanya berasal dari
lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan
tanaman atau hewan. Zat organik dapat menjadi makanan bakteri, sehingga
mendukung pertumbuhan bakteri tersebut. Bakteri juga merupakan zat organik
tersuspensi, sehingga pertambahannya akan menambah pula kekeruhan air.
79
Demikian pula dengan algae yang berkembang biak karena adanya zat hara N,P,K
akan menambah kekeruhan air.
b. Suhu
Hasil pengukuran suhu air di sumur pantau, rumah penduduk dan rumah
penduduk seberang sungai seperti yang tersaji pada Tabel 14, suhu masing-masing
pada tiga lokasi tersebut adalah 26,0 0C; 26,1 0C dan 25,2 0C, nilai-nilai suhu
tersebut di atas NAB. Suhu yang diizinkan berdasarkan Permenkes No.
416/MenKes/PER/IX/1990 sekitar ± 30C. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
hal yang serupa dengan penelitian Royadi pada tahun 2006 di sumur atas TPA
Bantar Gebang yang mempunyai suhu rata-rata 26,1oC dan sumur bawah TPA
o
Bantar Gebang mempunyai suhu rata-rata 25,46 C. Suhu pada dua lokasi
tersebut sudah di atas NAB. Tingginya suhu pada lokasi sampel tersebut
dipengaruhi pengambilan sampel air pada siang hari, sehingga menyebabkan suhu
air di sumur meningkat.
Suhu air merupakan faktor ekologis yang berperan di lingkungan perairan.
Sifat-sifat kimia seperti kelarutan oksigen (DO), kecepatan reaksi kimia dan daya
racun bahan pencemar dipengaruhi oleh suhu air. Suhu air mempengaruhi
proses-proses fisiologis, susunan jenis dan penyebaran organisme perairan.
Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi suhu air. Komposisi substrat,
kecerahan, kekeruhan, pertukaran panas air dengan panas udara akibat respirasi,
musim, cuaca, kedalaman perairan, kegiatan manusia di sekitar perairan maupun
kegiatan dalam badan perairan itu sendiri dapat mempengaruhi suhu perairan.
Menurut Pescod dalam Royadi (2006) untuk menjamin kehidupan ikan dan
organisme dalam air dengan baik, maka dianjurkan agar perubahan suhu air pada
perairan mengalir yang disebabkan oleh limbah bersuhu tinggi tidak lebih dari
2,8oC, sedangkan untuk perairan tergenang tidak lebih dari 1,7 o
C. Menurut
Khitoliya (2004) kenaikan suhu di atas normal akan mengakibatkan: (1) jumlah
oksigen terlarut akan menurun, (2) peningkatan nilai BOD, (3) terjadi eutropikasi,
(4) pengurangan nilai DO.
80
b. Bau
Bau merupakan salah satu dampak negatif yang timbul pada peng-
operasian TPA. Bau timbul mengikuti aktivitas penguraian sampah, yang
menghasilkan gas-gas tertentu penyebab bau. Manusia dapat menerima bau
melalui syaraf pembau. Bau dapat berasal dari bahan-bahan organik dari limbah
pemukiman, limbah industri ataupun sumber alami. Selain itu bau juga berasal
dari hasil kegiatan mikroorganisme. Air yang memenuhi kualitas standar harus
bebas dari bau (tidak berbau).
Bau akan menjadi dampak penting walaupun tidak menimbulkan penyakit
secara langsung. Dampak bau lebih ke arah estetika dan gangguan kenyamanan,
serta memberikan indikasi bahwa proses pengolahan sampah belum dilakukan
secara tepat. Diperkirakan jika tidak dilakukan penanganan, maka pengaruh bau
akan meningkat terutama pada musim hujan, karena proses pembusukan sampah
akan berlangsung secara cepat.
Wardhana (2004) mengemukakan bau yang keluar dari dalam air dapat
berasal langsung dari bahan buangan atau air limbah dari kegiatan industri, atau
dapat juga berasal dari hasil degradasi bahan buangan oleh mikroba yang hidup di
dalam air. Mikroba di dalam air akan mengubah bahan buangan organik, terutama
gugus protein, yang secara degradasi menjadi bahan yang mudah menguap dan
berbau. Timbulnya bau pada air lingkungan secara mutlak dapat dipakai sebagai
salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi.
Suriawiria (2003) mengemukakan bahwa air yang berbau dan mempunyai rasa
sangat tidak baik untuk dikonsumsi. Air yang mempunyai bau dan rasa
menunjukkan kemungkinan adanya organisme penghasil bau dan rasa yang tidak
enak serta adanya senyawa-senyawa asing yang mengganggu kesehatan. Selain itu
dapat pula menunjukkan kemungkinan timbulnya kondisi anaerobik sebagai hasil
kegiatan penguraian kelompok mikroorganisme terhadap senyawa-senyawa
organik.
c. Rasa
Hasil analisis sampel air sumur tidak berasa hal tersebut, masih di bawah
NAB yang diizinkan. Rasa merupakan variabel fisik air yang dirasa secara
81
d. Kemasaman (pH)
Hasil analisis pH pada tiga lokasi masih di bawah NAB yang diizinkan.
Kualitas air sumur ditentukan oleh kemasaman (pH). Nilai pH dapat
mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam air, oleh sebab itu menjadi penting
untuk mengetahui variabel pH air sumur di lokasi penelitian. Kemasaman (pH)
suatu perairan mencirikan keseimbangan antara kandungan asam dan basa dalam
air serta merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan.
Kemasaman dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan
perairan, serta mempengaruhi tersedianya unsur hara serta beracun dari unsur
renik. Derajat kemasaman (pH) berperan penting dalam menentukan nilai guna
perairan untuk kehidupan organisme, keperluan rumah tangga. Berubahnya nilai
pH menimbulkan perubahan terhadap keseimbangan kandungan karbondioksida,
bikarbonat, dan karbonat di dalam air. Kemasaman (pH) juga akan mempengaruhi
rasa, korosivitas air dan efisiensi chlorinasi. Beberapa senyawa asam dan basa
lebih beracun dalam bentuk molekular, disosiasi senyawa-senyawa tersebut
dipengaruhi oleh pH. Logam-logam berat di dalam suasana asam lebih bersifat
racun (Suriawiria, 2003).
Wardhana (2004) mengemukakan air bersih seharusnya netral, tidak asam
atau basa. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai
pH berkisar antara 6,5-7,5. Apabila pH lebih kecil atau lebih besar dari kadar yang
ditentukan dapat berakibat (1) menimbulkan rasa tidak enak pada air;
(2) menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa air yang terbuat dari logam dan;
(3) menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang dapat
mengganggu kesehatan manusia.
82
sehingga beberapa spesies ikan akan musnah dan tanaman air akan dapat
menghambat laju arus air (Darmono, 2001).
f. Nitrit (NO 2)
Hasil analisis nitrit pada tiga lokasi sampel yaitu 0,05 mg/l, 0,004 mg/l dan
0,08 mg/l. Nilai nitrit masih di bawah NAB yang diizinkan 10 mg/l.
Nitrit merupakan salah satu ion nitrogen anorganik dalam air. Ion tersebut dapat
terjadi dari adanya reduksi nitrat ataupun oksidasi ammonia. Ion nitrit lebih
berbahaya dari pada ion nitrat. Effendi (2000) mengemukakan nitrit biasanya
ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan alami, kadarnya lebih
kecil dari pada nitrat karena nitrit bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen.
Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan
bahan organik dengan kadar oksigen terlarut sangat rendah. Kadar nitrit pada
perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Konsumsi nitrit yang
berlebihan dapat mengakibatkan terganggunya proses pengikatan oksigen oleh
hemoglobin darah yang selanjutnya membentuk methemoglobin yang tak mampu
mengikat oksigen.
Darmono (2001) mengemukakan kandungan nitrit yang tinggi dalam air
minum akan menyebabkan gangguan sistem peredaran darah pada bayi berumur
di bawah 3 bulan. Penyakit ini disebut gejala “bayi biru” (blue baby syndrom),
dengan gejala yang khas yaitu terlihat warna kebiruan pada daerah sekitar bibir
dan pada beberapa bagian tubuh. Hal ini disebabkan oleh sejenis bakteri di dalam
lambung yang mengubah nitrat menjadi nitrit. Hemoglobin darah dari bayi
mengambil nitrit yang seharusnya oksigen, akibatnya bayi mengalami kegagalan
dalam pernapasan. Beberapa peneliti melaporkan, nitrit dapat mengakibatkan
kanker pada lambung dan saluran pernapasan pada orang dewasa.
g. Kesadahan
Hasil analisis kesadahan di tiga lokasi sampel yaitu 130,40 mg/l, 115,20
mg/l, dan 25,60 mg/l. Nilai kesadahan pada tiga lokasi tersebut masih di bawah
NAB yang diizinkan yaitu sebesar 10 mg/l. Kesadahan air disebabkan oleh
banyaknya mineral dalam air yang berasal dari batuan dalam tanah, baik dalam
84
bentuk ion maupun ikatan molekul. Elemen terbesar yang terkandung di air adalah
kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), natrium (Na+) dan kalium (K+). Jenis hewan
budidaya di dalam air membutuhkan kesadahan tertentu, namun kebanyakan
menyukai di dalam air yang kurang sadah. Pertumbuhan dan perkembangan
hewan air secara umum lebih menyukai air dengan tingkat kesadahan 3-10o dH
(Kordi dan Tancung, 2007).
Suriawiria (2003) mengemukakan kesadahan air yang tinggi akan
mempengaruhi efektivitas pemakaian sabun, namun sebaliknya dapat memberikan
rasa yang segar. Air sadah tidak bisa digunakan dalam kegiatan industri (air ketel,
air pendingin atau pemanas). Achmad (2004) mengemukakan air sadah tidak
menguntungkan atau mengganggu proses pencucian menggunakan sabun.
Sabun digunakan pada air sadah, mula-mula sabun harus bereaksi lebih dahulu
dengan setiap ion kalsium dan magnesium yang terdapat dalam air sebelum sabun
dapat berfungsi menurunkan tegangan permukaan. Hal ini bukan saja akan
memboroskan penggunaan sabun, tetapi gumpalan-gumpalan yang terjadi akan
mengendap sebagai lapisan tipis pada alat-alat yang dicuci sehingga mengganggu
proses pembersihan dan pembilasan oleh air.
h. Besi (Fe)
Hasil analisis besi pada tiga lokasi sumur pantau menunjukkan di atas
NAB yaitu 1.50 mg/l, sedangkan pada lokasi rumah penduduk dan rumah
penduduk seberang sungai, nilainya besi masih di bawah NAB yaitu <0.01 mg/l
yang diizinkan. Tingginya kandungan besi di sumur pantau diduga karena
kandungan bahan organik yang berlebihan yang bersifat anaerob akibat proses
dekomposisi bahan organik yang berlebihan. Jadi apabila perairan memiliki kadar
besi (Fe2+) yang tinggi maka berkolerasi dengan kadar bahan orgnik yang tinggi
atau air tersebut berasal dari air tanah dalam dengan suasana anaerob atau dari
lapisan dasar perairan yang sudah tak ada oksigen (Effendi, 2000).
Besi merupakan unsur penting dalam air permukaan dan air tanah. Perairan yang
mengandung besi sangat tidak diinginkan untuk keperluan rumah tangga, karena
dapat menyebabkan bekas karat pada pakaian, porselin serta menimbulkan rasa
yang tidak enak pada air minum (Achmad, 2004). Slamet (2007) mengemukakan
85
walaupun besi dibutuhkan oleh tubuh, akan tetapi dalam dosis yang tinggi dapat
merusak dinding usus.
i. Timbal (Pb)
Hasil analisis timbal pada tiga lokasi sampel menunjukkan masih di bawah
NAB sebesar 0,05 mg/l. Timbal/timah hitam (Pb) ditemukan dalam bentuk
terlarut dan tersuspensi pada perairan. Timbal terdapat dalam air yang dikeluarkan
oleh sejumlah industri dan pertambangan. Daya racun timbal yang akut pada
perairan alami menyebabkan kerusakan hebat pada ginjal, sistem reproduksi, hati,
otak, dan sistem syaraf pusat, sehingga menyebabkan kematian. Proses pelapisan
kertas-kertas timbal, dan cat-cat dengan kandungan timbal tinggi diperkirakan
menyebabkan hambatan perkembangan mental pada anak-anak. Timbal di-
gunakan sebagai bahan solder dan penyambung pipa air, sehingga air untuk rumah
tangga kemungkinan dapat kontak dengan timbal. Air yang tersimpan dalam alat-
alat yang dibuat dari hasil pematrian, untuk jangka waktu lama dapat
mengakumulasi sejumlah timbal yang sangat tinggi (Achmad, 2004).
Slamet (2007) mengemukakan Pb adalah racun sistemik. Keracunan Pb akan
menimbulkan gejala: rasa mual di mulut, garis hitam di gusi, anorexia,
muntah-muntah, kolik, enchepalitis, perubahan kepribadian, kelumpuhan dan
kebutaan.
j. Mangan (Mn)
Hasil analisis mangan di lokasi sumur pantau menunjukkan di atas NAB
yaitu 1,90 mg/l, sedangkan pada lokasi sumur rumah penduduk dan rumah
penduduk seberang sungai masih di bawah NAB 0,5 mg/l. Di lokasi sumur pantau
kandungan mangan tinggi, kemungkinan disebabkan karena keadaan perairan
dalam kondisi anaerob akibat dekomposisi bahan organik yang tinggi.
Menurut Effendi (2000) meskipun mangan tidak bersifat racun, tetapi
keberadannya dapat mengendalikan kadar unsur racun lainnya di perairan seperti
logam berat. Slamet (2007) mengemukakan bahwa mangan merupakan metal
kelabu-kemerahan. Keracunan mangan seringkali berakibat kronis sebagai akibat
menghirup debu dan uap logam. Gejala yang timbul berupa gangguan susunan
86
saraf dimulai dengan insomnia, kemudian lemah pada kaki dan otot muka
sehingga ekspresi muka menjadi beku. Bila pemaparan masih berlanjut
menyebabkan bicara melambat dan monoton sehingga terjadi hyperrefleksi,
clonus pada patella dan tumit menyebabkan berjalan seperti penderita parkinson.
Achmad (2004) mengemukakan toksisitas mangan (Mn), relatif sudah
tampak pada konsentrasi rendah. Tingkat kandungan mangan yang diizinkan
dalam air yang digunakan untuk keperluan domestik sangat rendah, yaitu di
bawah 0,05 mg/l, dalam kondisi aerob, mangan dalam perairan terdapat dalam
bentuk MnO2 dan pada dasar perairan tereduksi menjadi Mn2+ atau dalam air yang
berasal dari dasar sumber air, sering ditemukan mangan dalam konsentrasi tinggi.
Air yang berasal dari sumber tambang asam dapat mengandung mangan terlarut,
dan pada konsentrasi ± 1 mg/l dapat ditemukan pada perairan dengan aliran yang
berasal dari tambang asam. Pada pH yang agak tinggi dan kondisi aerob terbentuk
mangan yang tidak larut seperti, MnO2. Mn3O4, atau MnCO3 meskipun oksidasi
dari Mn2+ itu relatif lambat. Perairan yang diperuntukkan bagi irigasi pertanian
untuk tanah yang bersifat asam sebaiknya memiliki kadar mangan sekitar
0,2 mg/l, sedangkan untuk tanah yang bersifat netral dan alkalis sekitar 10 mg/l.
k. Tembaga (Cu)
Hasil analisis tembaga pada tiga lokasi sampel masih di bawah NAB yang
diizinkan yaitu 1.0 mg/l. Tembaga merupakan logam berat esensial, biasanya
menimbulkan keracunan pada ternak ruminansia terutama pada domba.
Keracunan terjadi apabila garam Cu langsung kontak dengan dinding usus domba,
sehingga menimbulkan radang (gastro-enteritis). Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa hewan percobaan yang defesiensi Cu dapat menurunkan
jumlah sel T-limposit dan menghambat respon poliklonal sel T dan B mitogenesis
serta dapat menurunkan aktivitas sel pagosit untuk membunuh mikroba, sehingga
hewan menjadi lebih peka terhadap infeksi penyakit (Darmono, 2001).
Air tanah dapat mengandung tembaga sekitar 12 mg/l. Defisiensi tembaga
dapat mengakibatkan anemia. Kadar tembaga yang berlebihan di dalam air dapat
mengakibatkan air menjadi berasa jika diminum. Konsumsi air yang mengandung
tembaga yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pada hati. Keberadaan
87
tembaga yang tinggi dapat mengakibatkan korosi pada besi dan aluminium
(Effendi, 2000)
l. Kadmium (Cd)
Hasil analisis kadmium pada tiga lokasi sampel menunjukkan di bawah
NAB yang diizinkan yaitu 0,005 mg/l. Keberadaan kadmium (Cd) dalam air
sangat sedikit (renik) dan tidak larut dalam air. Garam-garam kadmium (klorida,
nitrat, dan sulfat) dapat berupa senyawa kompleks organik dan anorganik atau
terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi dan sedimen dasar. Pada pH yang
tinggi kadmium mengalami presipitasi/pengendapan. Achmad (2004) mengatakan
bahan pencemar kadmium dalam air berasal dari pembuangan limbah industri dan
limbah pertambangan. Kadmium secara luas digunakan dalam proses pelapisan
logam.
Slamet (2007) mengemukakan tubuh manusia tidak memerlukan kadmium
dalam fungsi dan pertumbuhannya, kadmium bersifat kumulatif dan sangat toksik
bagi manusia karena dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan paru-paru,
meningkatkan tekanan darah dan mengakibatkan mandul pada pria dewasa.
m. Arsen (As)
Hasil analisis arsen pada tiga lokasi sampel menunjukkan di bawah NAB
yang diizinkan yaitu 0.05 mg/l. Arsen telah dikenal sebagai zat kimia yang
berbahaya. Keracunan arsen (warangan) yang akut dapat berasal dari makanan
yang jumlahnya lebih dari 100 mg/l. Pembakaran bahan bakar fosil terutama batu
bara, mengeluarkan sejumlah warangan (As 2O3) ke lingkungan dan akan masuk
ke dalam perairan alami (Achmad, 2004). Senyawa arsenit (Na3 AsO3) juga bisa
digunakan sebagai pestisida untuk membasmi tumbuhan pengganggu, jamur dan
tikus. Menurut Slamet (2007) keracunan arsen pada manusia menimbulkan gejala
muntaber disertai darah, disusul dengan koma, dan bila dibiarkan dapat
menyebabkan kematian.
n. Selenium (Se)
Hasil analisis selenium pada tiga lokasi sampel menunjukkan masih di
bawah NAB yang diizinkan yaitu 0.01 mg/l. Keberadaan selenium di perairan
88
o. Kromium 6 (Cr6+)
Hasil analisis kromium pada tiga lokasi sampel menunjukkan di bawah
NAB yang diizinkan yaitu 0.05 mg/l. Kromium termasuk unsur yang jarang
ditemukan pada perairan alami. Kromium yang ditemukan di perairan adalah
kromium trivalen (Cr 3+) dan kromium hexavalen (Cr6+). Kromium trivalen tidak
ditemukan pada perairan yang memiliki pH lebih besar dari 5. Apabila kromium
trivalen masuk ke parairan maka akan dioksidasi menjadi kromium hexavalen
yang lebih toksik (Effendi, 2000).
Slamet (2007) mengemukakan kromium sebetulnya tidak beracun, tetapi
senyawanya sangat iritan dan korosif sehingga dapat menimbulkan ulcus yang
dalam pada kulit dan selaput lendir. Menghirup kromium dapat menimbulkan
kerusakan pada tulang hidung, paru-paru bagian dalam, dan dapat menyebabkan
kanker.
p. Sianida (CN)
Hasil analisis sianida pada tiga lokasi sampel menunjukkan di bawah NAB
yang diizinkan yaitu 0.1 mg/l. Sianida adalah kelompok senyawa anorganik dan
organik dengan siano (CN) sebagai struktur utamanya. Sianida biasanya
dihasilkan pada saat pemrosesan logam. Sianida tersebar luas di perairan dalam
bentuk ion sianida (CN-), hidrogen sianida (HCN), dan metallosianida.
Keberadaan sianida sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, oksigen terlarut, dan
salin itas (Effendi, 2000).
89
q. Merkuri (Hg)
Hasil analisis merkuri pada tiga lokasi sampel masih di bawah NAB yang
diizinkan yaitu <0.001 mg/l. Merkuri hanya ditemukan dalam jumlah yang sangat
kecil pada perairan alami. Merkuri merupakan satu-satunya logam dalam bentuk
cairan pada suhu normal. Senyawa merkuri bersifat beracun pada ikan dan biota
akuatik lainnya karena merkuri dapat mengalami biomagnifikasi pada jaring
makanan. Organisme pada rantai yang paling tinggi (top carnivor) memiliki kadar
merkuri yang lebih tinggi daripada organisme di bawah rantainya. Industri kimia
yang memproduksi gas klorin dan asam klorida menggunakan merkuri dalam
proses industri. Garam-garam merkuri digunakan sebagai fumigan yang berperan
sebagai pestisida. Kadar merkuri pada perairan tawar alami berkisar 10 – 100
nanogram/liter. Senyawa merkuri bersifat sangat toksik bagi manusia dan hewan.
Garam-garam merkuri terserap dalam usus dan terakumulasi pada ginjal dan hati.
Metil merkuri diangkut oleh sel darah merah dan dapat mengakibatkan kerusakan
pada otak. Ion metil merkuri lebih beracun dari pada garam-garam merkuri
anorganik. Senyawa merkuri mengalami masa tinggal (retention time) yang cukup
lama pada tubuh manusia (Effendi, 2000).
Achmad (2004) mengemukakan merkuri masuk ke lingkungan melalui
banyak sumber. Merkuri termasuk salah satu bahan pencemar logam berat yang
sangat berbahaya yang dapat masuk secara langsung ke dalam perairan alami dari
buangan limbah industri juga dapat masuk melalui air hujan dan pencucian tanah.
Penggunaan logam-logam merkuri misalnya pada peralatan vakum di
laboratorium. Sejumlah besar senyawa merkuri organik digunakan secara luas
90
r. Flourida (F)
Hasil analisis fluorida pada tiga lokasi sampel masih di bawah NAB yang
diizinkan yaitu 1.5 mg/l. Effendi (2000) mengemukakan flour sebagai salah satu
unsur yang berlimpah pada kerak bumi ditemukan dalam bentuk ion fluorida.
Kadar flourida yang berlebihan dapat berimplikasi terhadap kerusakan pada
tulang. Selama proses pembentukan gigi pada bayi, flourida bereaksi secara
kimiawi dengan enamel menyebabkan gigi yang lebih kuat.
Senyawa flourida merupakan senyawa yang umum terdapat di perairan
alami. Dalam kebanyakan air tawar ion flourida umumnya terdapat dalam
konsentrasi kurang dari 1 mg/l. Konsentrasi yang melebihi 10 mg/l jarang
ditemukan. Flourida ditambahkan pada banyak air untuk keperluan air minum
rumah tangga untuk mencegah kerusakan gigi dengan konsentrasi kurang lebih 1
mg/l (Achmad, 2004).
s. Detergen
Hasil analisis deterjen pada tiga lokasi sampel masih di bawah yang
diizinkan yaitu 0.5 mg/l. Deterjen ada yang bersifat cationik, anionik, maupun
nonionik. Kesemuanya membuat zat yang lipofilik mudah larut dan menyebar
diperairan. Selain itu, ukuran zat lipofilik menjadi lebih halus, sehingga
91
t. Seng (Zn)
Hasil analisis seng pada tiga lokasi sampel masih di bawah NAB yang
diizinkan yaitu 15 mg/l. Seng adalah metal yang didapat antara lain dari industri
keramik, kosmetik, pigmen, dan karet. Zn pada hakekatnya mempunyai kadar
racun yang rendah. Tubuh memerlukan Zn untuk proses metabolisme, tetapi
dalam kadar yang tinggi dapat bersifat racun. Dalam air minum akan
menimbulkan rasa kesat, dan dapat menimbulkan gejala muntaber. Seng
menyebabkan perubahan warna air, dan bila dimasak akan menimbulkan endapan
seperti pasir (Slamet, 2007).
yang mematikan kehidupan akuatik kecuali bakteri culpit. Limbah industri sering
menyebabkan kondisi keasaman yang tinggi dari perairan.
KIMIA
Nitrat (NO3-N) mg/liter 20 10 1.82
Nitrit (NO2-N) mg /litar 0.06 1.0 0.004
Oksigen Terlarut (DO) mg/liter Min.3 7.25 7.09
BOD5 mg/liter 6 29.57 16.68
COD mg/liter 50 42.14 28.41
Total fosfat sbg P mg/liter 1 0.04 0.09
Minyak dan Lemak mg/liter 1 1 0
Seng (Zn) mg/liter 0.05 0.06 0.21
Fenol mg/liter 0.001 0.30 0.02
Amonia (NH3-N) mg/liter - 0.08 0.24
Klorida (CI) mg/liter - 12.80 8.30
Khlorin Bebas (Cl2) mg/liter 0.03 0.07 <0.07
Sulfat (SO4) mg/liter - 2.82 1.45
Belerang sbg H2S mg/liter 0.002 0.001 0.001
Deterjen (MBAS) mg/liter 0.2 0.06 0.04
Boron (B) mg/liter 1 <0.001 <0.01
Arsen (As) mg/liter 1 <0.0002 <0.0002
Besi (Fe) mg/liter - 3.33 1.57
Kobalt (Co) mg/liter 0.2 <0.001 <0.001
Barium (Ba) mg/liter - 0.18 0.35
Selenium (Se) mg/liter 0.05 <0.005 <0.005
Sianida (CN) mg/liter 0.02 0.02 0.01
Air Raksa (Hg) mg/liter 0.002 <0.0002 <0.0002
Kadmium (Cd) mg/liter 0.01 <0.002 <0.001
Kromium 6 (Cr6+) mg/liter 0.05 <0.01 <0.01
Tembaga (Cu) mg/liter 0.02 <0.001 <0.001
Timbal (Pb) mg/liter 0.03 <0.01 <0.01
Mangan (Mn) mg/liter - 0.16 <0.001
Flourida (F) mg/liter 1.5 0.89 0.06
Hasil analisis total disolved solid (TDS) pada dua lokasi sampel me-
nunjukkan di bawah nila i NAB yang diizinkan yaitu 1000 mg/l. Hasil pengukuran
residu suspensi solid (TSS) pada dua lokasi sampel masih di bawah NAB yang
iizinkan yaitu 400 mg/l. Nilai TDS perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan
batuan, limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (berupa limbah domestik
dan industri). Bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami tidak
bersifat racun, akan tetapi jika jumlahnya berlebihan, terutama TSS dapat
meningkatkan nilai kekeruhan yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya
matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh pada proses fotosintesis di
93
perairan (Effendi, 2000). TSS yang mengalir dalam aliran air tanah dapat merusak
kehidupan ekosistem di dalam air tersebut. TSS jika bercampur dengan air yang
mengandung pembasmi kuman dapat melindungi mikroorganisme dari kuman.
Mikroorganisme yang bertahan hidup tersebut dapat mengkontaminasi air (Hill,
2004). Sawyer et al. (2003) mengemukakan penentuan TSS penting dalam
analisis polusi air. TSS merupakan salah satu variabel utama untuk mengevaluasi
kandungan limbah cair domestik dan menentukan efisiensi unit pengolah limbah.
Suhu pada dua lokasi pengambilan sampel sudah di atas NAB yaitu 27.20 C
dan 25.10C menurut Kriteria Mutu Air PPRI No. 82/2001 Gol. III. Menurut
Darmono (2001) suhu tinggi akan berpengaruh terhadap organisme yang hidup di
dalamnya. Suhu air juga dapat mempengaruhi panjang siklus hidup hewan air,
dari telur, larva dan masa kedewasaan. Beberapa fase siklus hidup dapat menjadi
lebih cepat pada suhu air yang hangat. Suhu air yang tinggi dapat mempercepat
pertumbuhan ikan, akan tetapi tubuh ikan menjadi lemah. Pada suhu yang yang
relatif rendah pertumbuhan ikan sedikit lebih lambat, tetapi ikan tetap sehat.
Hewan air Daphnia sp dapat berumur sampai 108 hari pada suhu 8oC, tetapi pada
suhu 28oC umurnya hanya mencapai 29 hari. Umur kutu air Moina sp mencapai
14 hari pada suhu 13oC tetapi hanya 5 hari pada suhu 31o C. Suhu yang tinggi
berpengaruh terhadap sistem syaraf dan sistem pernapasan, karena terjadinya
koagulasi dari protoplasma sel atau menyebabkan tidak aktifnya sistem enzim,
sehingga menyebabkan tidak efektifnya sistem enzim, dan menyebabkan
kematian.
Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) pada BAP di dua lokasi
menunjukkan nilai oksigen terlarut telah di atas NAB yaitu sebesar 7,25 mg/l di
inlet dan 7,09 mg/l di outlet dari kadar DO yang diizinkan sebesar 0,06 mg/l
menurut Kriteria Mutu Air PPRI Nomor 82/2001 Gol. III. Tingginya kadar
oksigen terlarut (DO) di BAP disebabkan oleh pengambilan sampel pada siang
hari pada saat matahari bersinar terang, sehingga pelepasan oksigen pada saat
proses fotosintesis berlangsung secara intensif. Pada lapisan eufotik perairan lebih
besar kadar oksigen untuk proses respirasi. Kadar oksigen terlarut bisa melebihi
kadar oksigen jenuh (saturasi) sehingga perairan mengalami supersaturasi.
94
tersedia lagi maka bakteri aerobik akan mati, dalam keadaan seperti ini bakteri
anaerobik akan mengambil alih tugas untuk memecahkan bahan buangan yang
ada di dalam air. Proses pemecahan bahan buangan oleh mikroorganisme ada
yang memerlukan oksigen (kondisi aerobik) dan tanpa oksigen (kondisi
anaerobik). Hasil pemecahan pada kondisi anaerobik pada umumnya berbau tidak
enak, seperti amis dan anyir (Wardhana, 2004).
BOD menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisikan secara
biologis (biodegradable). Bahan organik tersebut bisa berupa lemak, protein,
kanji (starch), glukosa, aldehida, dan ester. Dekomposisi selulosa secara biologis
berlangsung relatif lambat. Bahan organik merupakan hasil pembusukan
tumbuhan dan hewan yang telah mati atau hasil buangan dari limbah domestik
dan industri. Kadar oksigen terlarut pada perairan tawar berkisar antara 15 mg/l
pada suhu 00C dan 8 mg/l pada suhu 250 C. Pada perairan laut berkisar antara 11
mg/l pada suhu 00C dan pada 7 mg/l pada suhu 250C. Kadar oksigen terlarut pada
perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l (Effendi, 2000).
Hasil analisis COD di dua lokasi pengambilan sampel menunjukkan kadar
COD masih di bawah NAB yang diiz inkan 50 mg/l. Chemical oxygen demand
(COD) atau kebutuhan oksigen kimia, yaitu oksidasi secara kimia dengan
menggunakan kaliumbikarbonat yang dipanaskan dengan asam sulfat pekat. COD
umumnya lebih besar dari BOD, karena jumlah senyawa kimiawi lebih besar
dibandingkan oksidasi secara biologis (Achmad, 2004). Pengukuran COD
didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan organik dapat dioksidasi
menjadi karbondioksida dan air dengan batuan oksidator kuat (potassium
bikromat/ K2Cr 2O7) dalam suasana asam. Dengan menggunakan bikromat sebagai
oksidator, diperkirakan sekitar 95-100% bahan organik dapat dioksidasi
(Effendi, 2000).
Hasil pengukuran minyak dan lemak pada lokasi BAP di inlet me-
nunjukkan kadar minyak dan lemak sudah pada NAB yaitu 1 mg/l, sedangkan
pada BAP outlet kadar minyak dan lemak masih di bawah NAB yang diizinkan
yaitu 0 mg/l. Keberadaan minyak dan lemak di lokasi sampel berasal dari bahan
buangan domestik dan industri.
96
Kadar nitrit pada BAP di inlet sudah di atas nilai NAB yaitu 1,0 mg/l yang
diizinkan yaitu 0,06, sedangkan kadar nitrit pada BAP di outlet masih di bawah
NAB yang izinkan. Menurut Effendi (2000) mengemukakan keberadaan nitrit
menggambarkan berlangsungnya proses perombakan bahan organik dengan kadar
oksigen terlarut sangat rendah. Sumber nitrit dapat berasal dari limbah industri
dan limbah domestik. Nitrit jika dikonsumsi secara berlebihan dapat me-
nyebabkan terganggunya proses pengikatan oksigen oleh hemoglobin darah yang
selanjutnya membentuk methemoglobin yang tidak mampu mengikat oksigen.
Hasil pengukuran kandungan seng pada BAP setelah (outlet) TPA
sebanyak 0.21 mg/l, nilai tersebut telah melebihi NAB yang diizinkan yaitu
0,5 mg/l. Seng termasuk unsur essensial bagi makhluk hidup, membantu kerja
enzim. Seng diperlukan dalam fotosintesis sebagai agen bagi transfer hidrogen
dan berperan dalam pembentukan protein (Effendi, 2003).
Hasil pengukuran terhadap parameter kimia lainnya yaitu NO3- N, NO2-N,
DO, COD, Total fosfat sebagai P, minyak dan lemak, fenol, NH3-N, Cl2, SO4,
H2S, deterjen (MBAS), B, As, Fe, Co, Ba, Se, CN, Hg, Cd, Cr 6+, Cu, Pb, Mn, F
masih dibawah NAB.
sukar didegradari secara biologis (non biodegradable), menjadi CO2 dan H2O.
Hasil pengukuran BOD5 di TPA Cipayung sudah di atas NAB, di bagian inlet
266.41 mg/l dan di outlet 250.30 mg/l. BOD merupakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk merombak bahan organik secara biokimia. Nilai COD lebih
besar dari BOD, karena jumlah senyawa kimia yang bisa dioksidasi secara
kimiawi lebih besar dibandingkan oksidasi secara biologi.
KIMIA
Besi (Fe) mg/liter 5 10 5.95 <0.01
Mangan (Mn) mg/liter 2 5 0.46 0.25
Barium (Ba) mg/liter 2 3 0.46 0.08
Tembaga (Cu) mg/liter 2 3 0.12 0.04
Seng (Zn) mg/liter 5 10 <0.001 0.08
Kromium Heksavalen (Cr6+) mg/liter 0.1 0.5 0.04 <0.01
Krom total (Cr) mg/liter 0.5 1 <0.01 <0.01
Kadmium (Cd) mg/liter 0.05 0.1 0.02 <0.002
Air Raksa (Hg) mg/liter 0.002 0.005 <0.002 <0.0002
Timbal (Pb) mg/liter 0.1 1 <0.0002 <0.01
Stanum (Sn) mg/liter 2 3 <0.01 <0.05
Arsen (As) mg/liter 0.1 0.5 <0.05 <0.0002
Selenium (Se) mg/liter 0.05 0.5 <0.0002 <0.005
Nikel (Ni) mg/liter 0.2 0.5 <0.005 <0.01
Kobalt (Co) mg/liter 0.4 0.6 <0.01 <0.001
Sianida (CN) mg/liter 0.05 0.5 0.02 0.01
Sulfida (H2S) mg/liter 0.05 0.1 0.02 0.02
Flourida (F) mg/liter 2 3 0.05 0.04
Klorin (Cl2) mg/liter 1 2 0.07 <0.07
Amonia Bebas mg/liter 1 5 0.17 0.15
Nitrat (NO3-N) mg/liter 20 30 8.45 5.42
Nitrit (NO2-N) mg/liter 1 3 0.35 0.28
BOD5 mg/liter 50 150 266.41 250.30
COD mg/liter 100 300 541.20 514.40
Deterjen (MBAS) mg/liter 5 10 0.14 0.12
Fenol mg/liter 0.5 1 0.34 0.32
Minyak dan Lemak mg/liter 10 50 2 1
98
berubahnya sifat organoleptik air, sehingga kadar yang diperbolehkan pada air
minum 0,001 mg/l.
Tabel 16. Dampak ekologis berbagai limbah yang potensial masuk ke perairan
Hasil pengukuran terhadap variabel kimia lainnya yaitu Ba, Cu, Zn, Cr6+,
Cr, Cd, Hg, Pb, Sn, As, Se, Ni, Co, CN, H2S, F, Cl2, amonia bebas, NO3-N, NO2-
N, deterjen, minyak dan lemak masih di bawah NAB yang diizinkan.
50
45 41.38
40
a. < 250 m
35
b. 250 - 500 m
Jumlah(%)
30
25 c. 500 - 750 m
20 17.24 d. 750 - 1.000 m
14.94
15 12.6413.8
e. > 1.000 m
10
5
0
Jarak ke TPA
100
90
80
a. baik
70
58.62
b. kurang-sedang
Jumlah (%)
60
50
c. buruk
40
27.59 d. tidak tau
30
20
9.19
10 4.6
0
Tanggapan Responden
dirasakan hampir merata baik dari penduduk Kampung Benda Barat, Kampung
Bulak Barat, dan Blok Rambutan ketiganya masuk wilayah Kelurahan Cipayung
serta Kelurahan Pasir Putih. Bau menurut mereka tidak terjadi secara rutin, namun
temporer dan berhubungan dengan arah angin dengan durasi yang juga tidak
menentu namun biasanya antara 5 hingga 15 menit. Menurut penduduk, bau akan
terjadi jika terjadi pembongkaran sampah yang sudah mulai membusuk dan
kebetulan ada angin bertiup ke arah pemukiman. Pada kondisi normal, masalah
bau busuk sebenarnya tidak ditemui. Pada dasarnya masyarakat sudah maklum
dengan kondisi bau sampah, mengingat tempat tinggal mereka berdekatan dengan
TPA, namun tetap saja penduduk merasa terganggu. Bagi masyarakat di RT 04/02
Pasir Putih bagian Selatan, bau bercampur dengan bau peternakan ayam yang
lebih dominan, sehingga bau sampah tidak dirasakan terlalu mengganggu. Selain
akibat keberadaan TPA, masalah bau dikeluhkan masyarakat Blok Rambutan
khususnya akibat lalu-lintas truk pengangkut sampah. Menurut penduduk
setempat, truk sampah yang sudah kosong dan masih kotor, menebarkan bau yang
lebih keras ketimbang truk yang masih terisi muatan. Selain masalah bau,
kedatangan lalat juga dikeluhkan oleh sebagian penduduk. Namun demikian,
menurut tokoh masyarakat setempat, kedatangan lalat tidak identik dengan
keberadaan TPA. Lalat hanya datang ke pemukiman pada awal musim penghujan
dan musim mangga, serta terjadi menyeluruh baik wilayah yang dekat dengan
TPA maupun wilayah yang relatif jauh. Warga Kampung Bulak Barat
menjelaskan lalat tersebut datang selain setelah hujan turun. Lalat tersebut datang
karena ceceran sampah di sepanjang jalan menuju TPA.
Keresahan masyarakat akan dapat diatasi jika pengelolaan sampah
dilakukan secara profesional. Permasalahan lalat tidak akan muncul jika
penyemprotan anti lalat dilakukan secara rutin terutama di saat musim hujan.
Penyemprotan akan menghilangkan bau sampah yang mengundang lalat. Saat ini
DKP sudah mempunyai satu unit alat semprot, sehingga setiap kali warga protes
karena muncul lalat, pada saat itu juga penyemprotan dapat langsung dilakukan.
Dampak lain yang dikeluhkan masyarakat di antaranya adalah:
104
a) Lalu lintas truk dan ceceran sampah. Pada saat TPA mulai dioperasikan
masyarakat masih jarang yang tinggal di sekitar lokasi TPA. Seiring dengan
berjalannya waktu, banyak kaum pendatang yang terpaksa pindah dari Jakarta
dan masuk ke wilayah ini, membangun pemukiman di kanan kiri jalan masuk
TPA. Penduduk yang bermukim di wilayah tersebut umumnya adalah warga
pendatang yang bermukim setelah TPA beroperasi. Menurut penuturan tokoh
masyarakat setempat, penduduk Blok Rambutan pernah melakukan protes
pada tahun 2004, bahkan sempat dimuat di media massa, namun setelah itu
tidak ada lagi protes. Masyarakat mengeluhkan ceceran sampah yang jatuh
dari truk pengangkut di sepanjang jalan mulai dari pertigaan dekat sekolah
hingga pintu masuk TPA, sehingga dirasakan mengganggu kenyamanan dan
estetika setempat.
b) Abrasi dan perpindahan aliran Sungai Pesanggrahan. Lokasi TPA yang
berbatasan dengan sungai Pesanggrahan di sebelah Barat, menimbulkan
masalah terkait dengan perpindahan badan sungai dan abrasi tanah di
seberangnya. Menurut penduduk, lokasi TPA adalah tanah bergerak yang pada
akhirnya berpengaruh terhadap aliran sungai dan menimbulkan abrasi pada
lahan di seberangnya. Pengamatan lapang mendapatkan adanya dua titik
abrasi di wilayah kelurahan Pasir Putih, khususnya di RT 02/04.
c) Kekhawatiran akan tanah longsor dan pencemaran air sumur serta rendahnya
harga tanah maupun bangunan di sekitar TPA. Tanah penutup sampah TPA
Cipayung diambil dari lahan di sebelah Utara yang berbatasan dengan
Kampung Benda Barat Kelurahan Cipayung. Lokasi pengambilan tanah
tersebut sangat dekat dengan pemukiman penduduk sehingga menimbulkan
kekhawatiran penduduk akan terjadinya longsor yang dapat menimpa rumah
mereka, khususnya di wilayah RT 04/06. Penduduk juga mengkhawatirkan
penggunaan lahan bekas galian tanah penutup tersebut juga akan digunakan
sebagai tempat pembuangan sampah baru. Penduduk menginginkan adanya
pemasangan batu untuk mencegah terjadinya longsor. Selain itu, penduduk
juga mengkhawatirkan dengan adanya pengelolaan sampah di TPA Cipayung
menyebabkan sumur mereka tercemar sehingga menimbulkan masalah baru.
105
50 a. tidak tamat
SD/Sederajat
45
40 b. Tamat
SD/Sederajat
35 31.03
Jumlah (%)
Pendidikan Terakhir
Pengetahuan Sikap
Diri
Niat Perilaku
Norma
Keyakinan Subyektif
Normatif
Ada Sarana
dan Waktu
3. Keyakinan normatif
4. Norma subyektif
Norma subyektif adalah kepatuhan seseorang akan keyakinan normatif.
Apakah dia mau patuh atau tidak dengan ketentuan dan peraturan yang ada.
Walaupun ada visi, misi dan strategi tentang pengelolaan sampah tetapi kalau
pejabat yang terkait (Jaksa, Hakim, Polisi, Anggota, DPR, ABRI, Camat,
Kades) memberi contoh yang buruk maka akan sulit untuk terwujudnya
kebiasaan yang baik dalam pengelolaan sampah. Selain itu bila sanksi tidak
dilaksanakan dengan konsisten orang juga berani melanggar.
baik tersebut tidak jadi kenyataan karena tidak adanya fasilitas untuk
membuang sampah dan sarana pengelolaan sampah. Selain itu sering kali
orang tidak punya waktu karena sarana dan fasilitas susah di dapat karena
terlalu jauh diletakkan dan jauh dari kemudahaan di dalam penggunaannya.
Penelitian ini juga menganalisis sejauhmana pengaruh suatu program
pembangunan, maka dilakukan pemantauan dan evaluasi secara terus-menerus,
sehingga dapat mengetahui perubahan. Pengaruh pembangunan tidak hanya dalam
bentuk fisik, tetapi juga sosial dan ekonomi yang seringkali menimbulkan
keresahan sosial yang memprihatinkan, yang terjadi karena kurangnya pendekatan
yang serasi terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pembangunan.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pearce dalam Bunasor (2003) mengenai
pengaruh ekonomi dalam pembangunan. Pembangunan berkelanjutan harus
mengacu pada upaya memelihara/mempertahankan kegiatan pembangunan secara
terus menerus. Pembangunan selalu memiliki implikasi ekonomi, serta pada
kenyataannya, pembangunan memiliki dimensi sosial dan politik yang kental.
Pembangunan dapat dikatakan sebagai vektor tujuan sosial dari suatu
masyarakat, di mana tujuan tersebut merupakan atribut dari apa yang ingin dicapai
atau dimaksimalkan oleh masyarakat tersebut. Atribut tersebut dapat mencakup:
kenaikan pendapatan per kapita, perbaikan kondisi gizi dan kesehatan,
pendidikan, akses kepada sumber daya, distribusi pendapatan yang lebih merata.
Pembangunan berkelanjutan, sebagai filososfi dasar kehidupan menuntut
perubahan nilai-nilai etika dalam kehidupan ekonomi agar pemanfaatan
sumberdaya alam yang secara total terbatas jumlahnya secara sukarela selalu
ditekankan pada tingkat optimum.
Soeratmo (2004) juga mengatakan hal yang sama bahwa perubahan dalam
basis ekonomi akan mempengaruhi perubahan dalam kegiatan bukan berbasis
ekonomi. Pengaruh ekonomi tersebut bersifat sekunder yang harus di-
perhitungkan. Kegiatan ekonomi bukan basis mencakup berbagai usaha ekonomi
yang terkait secara tidak langsung dengan ekonomi di sektor basis, sebagai contoh
jika balai industri berkembang, akan berkembang pula usaha jasa transportsi
pedesaan, usaha warung, serta jasa-jasa perdagangan lainnya di desa setempat.
110
50
a. swasta/karyawan
45
40 b. pedagang
35 c. wiraswasta
Jumlah (%)
30 26.44
d. tani
25
20 17.2418.39 17.24 e. buruh
15 12.64
g. PNS / pemulung
10
2.3 3.45 2.3 h. TNI/POLRI
5
0 j. ibu rumah tangga
Pekerjaan
penduduk Jakarta. Penduduk Desa Pasir Putih yang bukan petani kebanyakan
adalah kaum pendatang, mereka mencari pekerjaan di Jakarta.
ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat di sekitar TPA, manfaat lain adanya
perbaikan akses jalan di sekitar lokasi TPA
Manfaat ekonomi utamanya berupa pembukaan kesempatan kerja dan
berusaha bagi warga sekitar, dalam bentuk sebagai karyawan tetap di TPA, supir
dan kernet, pemulung sampah dan usaha pengumpul barang bekas serta usaha
warung makanan kecil. Keterbukaan lapangan kerja di antaranya adalah adanya
karyawan tetap menurut dokumen AMDAL ada sebanyak 24 orang, tenaga supir
sekitar 52 orang supir dan sekitar 150 kernet. Mereka umumnya berasal dari
kampung Bulak Barat, Benda Barat dan Pasir Putih. Selain sebagai supir,
keberadaan TPA secara langsung memberikan pekerjaan tambahan bagi penduduk
di tiga wilayah itu khususnya sebagai pemulung sampah. Jumlah pemulung per
hari diperkirakan mencapai 140–150 orang, dengan penghasilan sekitar Rp
25.000/hari atau lebih, tergantung dari banyak sedikitnya hasil sampah yang bisa
dipulung. Sampah hasil memulung dijual kepada pedagang pengumpul (lapak)
yang ada di sekitar TPA, di TPA juga ada empat warung makan kecil yang
melayani karyawan dan pemulung.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan Bintoro (2008)
mengatakan bahwa sampah dapat menjadi masalah bagi lingkungan karena
merupakan sumber bau yang mengganggu pernapasan, dapat menjadi sumber
penyakit dan mengganggu pemandangan, namun bila ditangani dengan baik,
sampah dapat dijadikan kompos yang berarti akan membuka lapangan kerja.
Menurut CV. Heptagro Inti Mandiri (produsen Kompos di Cirebon) untuk
memproduksi 2000 ton kompos dibutuhkan 4000 HOK (hari orang kerja),
CV. Cisarua Integrated Farming (produsen kompos di Bogor) mempekerjakan 12
tenaga kerja untuk memproduksi 5 ton kompos/hari. Di Priangan Timur, untuk
menghasilkan kompos sebanyak 2 ton/hari diperlukan tenaga kerja sebanyak 5
orang/hari. PT. Godang Tua Jaya (produsen kompos di Jakarta) memperkerjakan
100 orang/hari untuk mengolah 30 ton sampah/hari.
Baru sebagian kecil sampah kota yang dijadikan kompos. Apabila semua
sampah dapat dijadikan kompos berarti akan semakin banyak mengurangi
pengangguran dan lingkungan hidup semakin baik dan sehat. Selain dari itu bahan
113
c. Di TPA sering kali terjadi kebakaran karena munculnya gas methane yang
mudah terbakar. Apabila yang terbakar termasuk pula sampah plastik atau
bahan-bahan sejenisnya, maka bahan-bahan tersebut dapat terurai menjadi gas
dioxin yang bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan penyakit kanker).
Pengurangan buangan sampah perkotaan ke TPA secara global, melalui
pengomposan secara berkelanjutan menjadi salah satu tindakan strategis dalam
upaya pengurangan pengaruh gas rumah kaca. Hal ini merupakan salah satu
kontribusi nyata bangsa Indonesia terhadap upaya pencegahan intensitas
pemanasan global (global warming).
Ulloa et al. (2003) mengemukakan hal yang serupa tentang manfaat yang
diperoleh dari sampah yang dihasilkan dari kegiatan pertanian di Costa Rica.
Hasil identifikasi sisa pertanian utama di Costa Rica sangat berpotensi
dimanfaatkan sebagai pakan ikan.
Sisa pertanian diolah untuk bahan baku yang masih berguna atau
mengurangi efek polusi bahan (misalnya disebut sebagai hasil sampingan).
Kira-kira 1.56 - 1.63 juta MT dari hasil sampingan dipergunakan untuk berbagai
keperluan yang berbeda (misalnya pupuk, pakan ternak, dan bahan bakar).
114
b. Harga pupuk kimia tinggi dan sangat dipengaruhi oleh harga minyak bumi.
Selain itu, pupuk kimia banyak dipalsukan dan dapat merusak tanah.
c. Masa yang akan datang, pertanian Indonesia, bahkan dunia akan kembali
ke pertanian organik.
Menurut Bintoro (2008) kompos adalah bahan organik yang telah
mengalami dekomposisi yang dapat memberikan manfaat, antara lain yaitu:
(a) menyediakan unsur hara bagi tanaman baik makro maupun mikro;
(b) menggemburkan tanah; (c) memperbaiki struktur dan tekstur tanah;
(d) meningkatkan porositas dan aerasi tanah; (e) meningkatkan mikroorganisme
tanah; (f) meningkatkan daya memegang air; (g) meningkatkan kapasitas tukar
kation; (h) mengurangi pemakaian pupuk buatan (anorganik); (i) menurunkan
115
dengan kapasitas produksi 540 ton per tahun atau 1,5 ton/hari adalah sebagai
berikut:
Tabel 18. Biaya pembuatan kompos 5 tahun
Uraian Harga Satuan Volume Satuan Jumlah
A. Biaya Investasi (5 tahun)
1. Mesin 20.000.000 1 Unit 20.000.000
2. Bangunan 400.000 72 M2 28.800.000
3. Bak inkubasi 450.000 7 Unit 3.150.000
4. Timbangan 1.000.000 1 Unit 1.000.000
5. Mesin jahit karung 750.000 2 Unit 1.500.000
Subtotal A 54.450.000
B.Biaya Produksi (Operasional)
1. Bahan
- Bioaktifator 6.600 13.500 Kg 89.100.000
- Bahan baku sampah pasar - 2.700 Ton -
- Serbuk gergaji 2.000 2.162,5 Karung 4.325.000
- Karung kemasan 1.000 21.600 Lembar 21.600.000
- Terpal plastik 4.000 50 m2 200.000
- Benang jahit karung 10.000 60 gulung 600.000
- Bahan bakar 4.500 1.200 liter 5.400.000
2. Peralatan Mendukung (garpu, sekop, cangkul 600.000
golok, termometer batang)
3. Tenaga Kerja
- Kepala pabrik 25.000 300 HOK 7.500.000
- Sortir 20.000 600 HOK 12.000.000
- Cacah 20.000 300 HOK 6.000.000
- Pencampuran 20.000 300 HOK 6.000.000
- Inkubasi - - - -
- Pengemasan 20.000 300 HOK 6.000.000
- Administrasi 20.000 300 HOK 6.000.000
4. Biaya ATK 150.000 1 Paket 150.000
5. Pemasaran 10 540.000 Kg 5.400.000
6.Penyusutan (10% biaya investasi) 5.445.000
Subtotal B 176.320.000
Total Biaya 230.770.000
a. BEP
BEP produksi = biaya produksi
harga jual
= Rp 176.320.000,00
Rp 500,00/kg
= 352.640 kg kompos
Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh nilai BEP produksi sebesar
352.640kg. Hal ini mengandung arti bahwa, produsen mencapai titik impas bila
dapat memproduksi 352.640 kg kompos dengan harga Rp 500,00/kg.
b. B/C ratio
B/C = keuntungan
Biaya produksi
B/C = 93.680.000,00 = 0,53
176.320.000,00
Nilai B/C ratio adalah 0,53 hal ini bermakna bahwa pengolahan aerobik
komposting pada saat ini belum memberikan manfaat yang sesuai dengan biaya
yang dikeluarkan. Dengan kata lain, masih rugi (Rp. 1,00 yang dikeluarkan masih
rugi sebesar Rp. 0,47).
Sesungguhnya proses pembuatan kompos secara aerobik tidak
menguntungkan, jika Pemerintah akan melakukan subsidi kompos secara aerobik
maka, subsidi tersebut harus lebih besar dari kerugian yang diderita oleh produsen
kompos.
5.4.4.2.2.1.Biaya Produksi
Teknologi dranco (dry anaerobic convertion) adalah teknologi yang
dikembangkan oleh State University of Ghent, Belgia. Produk dari proses ini
terutama biogas dan kompos. Proses pengolahan dranco tidak menimbulkan bau
karena seluruh proses dilakukan dalam reaktor tertutup. Biaya produksi
pembuatan kompos dengan Dranco. dapat dilihat Tabel 19 sebagai berikut :
= Rp 124.940.000,00
Rp 500,00/kg
= 249.880 kg kompos
b. B/C ratio
Nilai B/C ratio adalah 1,34, hal ini mengandung arti bahwa setiap Rp 1,00
biaya yang dikeluarkan, akan diperoleh manfaat sebesar Rp 1,34.
121
= Rp 1.074.900.000,00
Rp 167.789.990,00
= 6,41 tahun atau 6 tahun 5 bulan
Hasil perhitungan PBP adalah 6 tahun 5 bulan. Hal ini mengandung arti bahwa,
dalam jangka waktu 6 tahun 5 bulan, modal usaha pembuatan kompos akan
kembali.
besar, yaitu: penyebab hidup, yang menyebabkan penyakit menular dan penyebab
tidak hidup, yang menyebabkan penyakit tidak menular. Peran air sebagai
penyebab penyakit menular dapat bermacam-macam di antaranya adalah air
sebagai penyebar mikroba patogen, air sebagai sarang insekta penyebar penyakit,
jumlah air bersih yang tersedia tidak mencukup, sehingga orang tidak dapat
membersih dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara
Penyakit menular yang disebarkan oleh air secara langsung di masyarakat
seringkali dinyatakan sebagai penyakit bawaan air atau water-borne diseases.
Penyakit-penyakit tersebut hanya dapat menyebar, apabila mikroba penyebabnya
dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Jenis mikroba lain yang dapat menyebar lewat air yaitu
virus, bakteri, protozoa dan metazoa.
5.7. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air di sekitar kawasan TPA
Cipayung didapat beberapa variabel kimia yang memiliki nilai di atas NAB yang
diizinkan, di antaranya adala h: Besi, Mangan, Nitrit, BOD5, COD, DO, Seng, dan
Fenol. Berdasarkan pengklasifikasian tingkat pencemaran dari limbah domestik,
variabel BOD dan COD termasuk ke dalam tingkat pencemaran sedang. Hasil uji
pemeriksaan Coliform kualitas air dan BAP masih di bawah nilai NAB. Dampak
positif yang ditimbulkan dari kegiatan pengelolaan sampah di TPA Cipayung
antara lain memberikan manfaat ekonomi berupa pembukaan kesempatan kerja
dan berusaha bagi warga sekitar, dalam bentuk sebagai karyawan di TPA, supir,
dan kernet, pesapon, pemulung, dan usaha pengumpul barang bekas serta usaha
warung makanan kecil dan adanya perbaikan akses jalan di sekitar lokasi TPA.
Dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan TPA Cipayung di antaranya
adalah: bau, banyak lalat, macet, pencemaran air, lalu lintas truk sampah dan
ceceran sampah, abrasi, dan perpindahan aliran sungai Pesanggrahan. Rendahnya
harga tanah dan bangunan di sekitar TPA. Kesehatan masyarakat di sekitar
kawasan TPA Cipayung umumnya menderita penyakit diare, demam, infeksi kulit
dan Ispa. Penyakit lainnya yang diderita adalah sakit kepala, hipertensi, tipus,
gatal-gatal dan kembung.
125
Produk hasil pengolahan sampah (kompos, tenaga listrik, dan produk daur
ulang) akan terasa sangat bermanfaat jika mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Oleh sebab itu, untuk mengetahui kelayakan usaha pemasaran produk diperlukan
adanya analisis finansial suatu usaha. Pada penelitian ini, proses pembuatan
kompos secara aerobik tidak menguntungkan. Oleh karena itu, apabila Pemerintah
akan melakukan subsidi kompos secara aerobik maka, subsidi tersebut harus lebih
besar dari kerugian yang diderita oleh produsen kompos.
Anonymous. 2004. Panduan Umum Subsidi Kompos (Edisi Revisi Januari 2004).
Team Teknis Kompos Nasional. Western Java Environmental Management
Project (WJEMP). 86 pp.
Bintoro, H.M.H. 2008. Sampah Kota, Kompos dan Banjir. IPB Press. Bogor.
Kordi, K. M.G.H dan A.B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air: dalam
Budi Daya Perairan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Sawyer, C.N. P.L. McCarty and G.F. Parkin. 2003. Chemistry for Environmental
Engineering and Science. Ed ke-5. New York: McGraw-Hill.
Ulloa, J.B. J.H. Van Weerd and J.A.J Verreth. 2003. Tropical Agricultural
Residues and Their Potential Uses in Fish Feeds: the Costa Rican Situation.
87-97. CalRecovery, Inc. CA. USA.
Abstrak
Upaya pengelolaan sampah telah dilakukan oleh Pemda Kota Depok.
Dalam melaksanakan pelayanan pada sektor persampahan sangat diperlukan
kerjasama dari seluruh elemen pemangku kepentingan yang terkait dala m
pengelolaan sampah, sehingga permasalahan sampah tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat di sekitar TPA Cipayung.
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan rancangan strategi kebijakan
pengelolaan TPA Cipayung di Kota Depok. Data hasil wawancara dengan pakar
mengenai kebijakan pengelolaan TPA Cipayung diolah dengan metode AHP.
Tahapan yang dilakukan dalam metode AHP meliputi: identifikasi sistem,
penyusunan struktur hirarki, membuat matriks perbandingan berpasangan yang
menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan
yang setingkat di atasnya, menghitung matriks pendapat individu, menghitung
pendapat gabungan, pengolahan vertikal, dan revisi pendapat.Untuk menganalisis
data menggunakan komputer dengan bantuan program expert choice 2000.
Hasil analisis AHP terhadap kebijakan pengelolaan TPA Cipayung di Kota Depok
yang menjadi prioritas pertama adalah optimalisasi pengelolaan sampah, prioritas
kedua optimalisasi petugas kebersihan, prioritas ketiga adalah peningkatan
partisipasi pemangku kepentingan, dan prioritas terakhir adalah penegakan
hukum.
mangku kepentingan yang terkait adalah Pemda, Swasta, LSM, Lembaga Peneliti,
dan Masyarakat.
mewujudkan tekanan. Tanpa adanya tekanan dunia, usaha tidak akan terpacu
untuk melakukan proaktivisme lingkungan.
Hasil penelitian terhadap lembaga peneliti dan LSM menunjukkan kedua
lembaga tersebut mempunyai peran dalam hal melakukan pemantauan dan
pengawasan di lapangan, baik terhadap kualitas lingkungan, sosial ekonomi
masyarakat di sekitar TPA Cipayung serta usaha-usaha penegakan hukum
lingkungan. Pemantauan ditujukan untuk memantau kegiatan di TPA Cipayung
sehingga akan mendapatkan informasi yang jelas jika terjadi masalah di kawasan
TPA Cipayung maupun bagaimana keadaan lingkungan TPA Cipayung untuk saat
sekarang. Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan Santosa (2001)
mengemukakan bahwa keberadaan LSM lingkungan dilandasi suatu kepedulian
tentang suatu masalah lingkungan tertentu, disamping itu hak hukum dari LSM
sebagai penunjang pengelolaan lingkungan hidup dijamin secara tegas ber-
dasarkan UU No. 4 pasal 19 Tahun 1982.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat merupakan penghasil
sampah, karenanya masyarakat merupakan pemangku kepentingan yang
mempunyai peran penting dalam pengelolaan sampah. Masyarakat sangat penting
diberdayakan agar mampu melakukan berbagai upaya penanganan yang
bermanfaat tentang pengelolaan sampah secara umum. Hasil penelitian ini sesuai
dengan pernyataan Siahaan (2004) yaitu masyarakat merupakan sumberdaya yang
penting bagi tujuan pengelolaan lingkungan. Bukan saja diharapkan sebagai
sumberdaya yang bisa didayagunakan untuk pembinaan lingkungan, tetapi lebih
dari pada itu. Komponen masyarakat juga bisa memberikan alternatif penting bagi
lingkungan hidup seutuhnya. Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPL) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat cukup layak dalam proporsi
pengelolaan lingkungan. Masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang
berkenaan dengan peran serta masyarakat tersebut seperti yang terdapat pada
pasal 5 hingga pasal 7 UUPL.
Koordinasi dan kerjasama yang harmonis dengan semua pemangku
kepentingan sangat diperlukan agar tidak terjadi konflik di TPA Cipayung.
Adanya koordinasi dan kerjasama ini akan menghasilkan suatu kebijakan yang
132
Ekonomi 0,493
1 Ekologi 0,480 1
2 Ekonomi 0,335 2
3 Sosial 0,185 3
133
Melihat hubungan antara aspek ekologi, ekonomi dan sosial (Tabel 22),
maka dibuat diagram layang-layang hasil penilaian gabungan (Gambar 14).
Grafik hubungan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial berdasarkan penilaian
pemangku kepentingan, pengelolaan TPA Cipayung dan berbagai alternatif
kebijakan menunjukkan bahwa aspek ekologi menempati urutan pertama dengan
bobot nilai 0,480, urutan kedua aspek ekonomi dengan bobot nilai 0,335 dan
aspek yang terakhir adalah sosial dengan bobot nilai 0,185. Hasil analisis tersebut
menunjukkan pengelolaan TPA Cipayung cenderung mementingkan aspek
ekologi untuk kepentingan pengelolaan lingkungan di wilayah TPA Cipayung dan
berusaha mencegah terjadinya kerusakan lingkungan di sekitar kawasan
TPA Cipayung, dalam pengelolaan sampah di TPA Cipayung juga tetap
mementingkan aspek ekonomi dan sosial agar mendatangkan manfaat bagi Pemda
Kota Depok dan masyarakat di sekitar kawasan TPA, sehingga tidak
menimbulkan konflik dengan masyarakat di sekitar kawasan TPA Cipayung yang
sering mendapatkan dampak dari kegiatan pengelolaan TPA Cipayung.
Ekologi
0.5 0.48
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Sosial Ekonomi
0.185 0.335
2000). Masyarakat yang tidak mendapatkan akses pelayanan serta tidak cukup
memiliki lahan untuk proses pengolahan setempat cenderung membuang
sampahnya disembarang tempat dan melakukan pembakaran sampah secara
terbuka. Pendekatan atau paradigma baru harus dipahami dan diikuti yaitu sampah
dapat dikurangi, digunakan kembali dan atau didaur ulang; atau yang sering
dikenal dengan istilah 3R (reduce, reuse, recycle). Hal ini sebenarnya bukan
sesuatu yang baru karena sudah banyak dilakukan oleh negara maju dan berhasil
meningkatkan efisiensi pengelolaan yang signifikan, dengan mengurangi sampah
sejak di sumbernya maka beban pengelolaan kota akan dapat dikurangi dan
anggaran serta fasilitas akan dapat semakin efisien untuk dimanfaatkan.
Pencemaran dapat dikurangi lebih rendah lagi, sehingga kelestarian alam dan
lingkungan tetap terjaga. Strategi pengelolaan sampah yang dapat dilaksanakan di
antaranya adalah: 1) pengurangan sampah dari sumbernya; dan 2) peningkatan
pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan.
1) Pengurangan sampah dari sumbernya
Mengurangi sampah dari sumbernya merupakan aplikasi dalam pengelolaan
sampah. Tujuan aplikasi tersebut untuk mengurangi volume sampah yang
harus diangkut dan dibuang ke TPA dengan memanfaatkan semaksimal
mungkin material yang dapat didaur ulang. Pengurangan sampah tersebut
selain dapat menghemat lahan TPA juga dapat mengurangi jumlah angkutan
sampah dan menghasilkan kualitas bahan daur ulang yang cukup baik karena
tidak tercampur dengan sampah lain. Potensi pengurangan sampah dari
sumbernya dapat mencapai 50% dari total sampah yang dihasilkan.
Pengurangan sampah dapat dilakukan dengan beberapa langkah, di
antaranya adalah: a) peningkatan pemahaman masyarakat tentang 3R; b)
penerapan sistem insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan 3R; c)
mendorong koordinasi lintas sektor terutama perindustrian dan perdagangan.
a) Peningkatan pemahaman masyarakat tentang 3R
Pengurangan sampah dapat dilakukan dengan cara meningkatkan
pemahaman masyarakat akan upaya 3R (reduce, reuse, recycle) dan
pengamanan sampah B3 (bahan beracun berbahaya) rumah tangga.
136
Selain itu sangat diperlukan perubahan pemahaman bahwa masyarakat bukan lagi
hanya sebagai obyek, tetapi lebih sebagai mitra yang mengandung makna
kesetaraan. Tanpa ada peran aktif masyarakat akan sangat sulit mewujudkan
kondisi kebersihan yang memadai. Masyarakat, pihak swasta atau dunia usaha
juga memiliki potensi yang besar untuk dapat berperan serta menyediakan
pelayanan publik. Beberapa pengalaman buruk pada masa lalu sering membebani
Dunia Usaha sehingga tidak berkembang. Swasta jangan lagi dimanfaatkan bagi
kepentingan lain, tetapi perlu dilihat sebagai mitra untuk bersama mewujudkan
pelayanan kepada masyarakat sehingga kehadirannya sangat diperlukan. Beberapa
hal yang dapat dilakukan di antaranya adalah:
a. Meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan sampah sejak dini melalui
pendidikan bagi anak usia sekolah. Upaya mengubah perilaku pembuangan
sampah seseorang yang sudah dewasa terbukti tidak efektif; terutama dalam
hal pemilahan sampah sejak dari sumbernya, untuk itu diperlukan strategi
peningkatan yang lebih sistematik, yaitu melalui mekanisme pendidikan
masalah kebersihan/persampahan sejak dini di sekolah. Strategi tersebut perlu
dilaksanakan secara serentak di seluruh Kota di Indonesia (SD, SMP dan
SMA). Tindak lanjut yang dapat dilaksanakan dengan ujicoba/pengembangan
dan replikasi sekolah bersih dan hijau untuk memotivasi anak usia sekolah
secara dini mengenal dan memahami berbagai metode pengelolaan sampah
sederhana di lingkungan sekolahnya.
b. Menyebar luaskan pemahaman tentang pengelolaan persampahan kepada
masyarakat umum. Pemerintah perlu menyusun berbagai pedoman dan
penduan bagi masyarakat agar mereka lebih memahami tentang pengelolaan
persampahan sehingga dapat bertindak sesuai dengan yang diharapkan.
Berbagai produk panduan dan pedoman tersebut perlu disebarluaskan melalui
berbagai media terutama media massa yang secara efektif akan menyampaikan
berbagai pesan yang terkandung di dalamnya.
c. Meningkatkan pembinaan masyarakat khususnya kaum perempuan dalam
pengelolaan sampah melalui pendidikan sejak dini. Hasilnya pembinaan
dirasakan dalam jangka panjang. Strategi pembinaan dalam rangka
142
b. Perusahaan
1) Bertanggungjawab atas limbah mereka sendiri dan pembuangannya;
dan 2) Bekerjasama dengan pemangku kepentingan lain, berkaitan dengan
pembuangan limbah secara tepat.
c. Pemerintah Kota
1) Mempromosikan pengurangan, pemanfaatan kembali dan daur ulang
(3R); 2) Mendorong kegiatan sukarela pembersihan lingkungan oleh para
pemangku kepentingan; 3) Mengoperasikan sistem pembuangan limbah
secara tepat, efektif dan efisien; 4) Mengakhiri status quo limbah padat,
metode daur ulang yang tepat, biaya; dan 5) Mempertahankan kualitas
manajemen pengelolaan limbah padat untuk masyarakat.
Alternatif yang terakhir adalah upaya penegakan hukum. Hukum adalah
pegangan yang pasti, positif dan pengarah bagi tujuan-tujuan program yang akan
dicapai, semua peri kehidupan diatur dan harus tunduk pada prinsip-prinsip
hukum, sehingga dapat tercipta masyarakat yang teratur, tertib, dan berbudaya
disiplin. Hukum dipandang selain sebagai sarana pengaturan ketertiban rakyat
tetapi juga sebagai sarana memperbaharui dan mengubah masyarakat kearah
hidup yang lebih baik (Siahaan, 2004). MENLH dan JICA (2003) menyatakan
adanya hubungan antara peraturan perundang-perundangan pengelolaan sampah
dengan aspek manajemen dan aspek teknis seperti yang terlihat pada Gambar 15.
Peraturan perundang-undangan di antaranya PP/Kepres/Kepmen/Perda mengatur
tata cara pengelolaan sampah mulai dari sumber sampah sampai ke TPA,
mengatur posisi, hak dan kewajiban masing-masing pemangku kepentingan dan
mengatur sanksi jika terjadi pelanggaran dalam pengelolaan sampah. Secara
umum kondisi kebersihan di Kota Depok masih di bawah rata-rata kebersihan.
Salah satu penyebabnya adalah masih kurangnya pendidikan yang berkaitan
dengan perilaku hidup bersih dan sehat sejak dini serta tidak dilakukannya
penerapan sanksi hukum (pidana) dari Perda yang ada secara efektif. Masyarakat
kemungkinan besar belum sepenuhnya mengetahui adanya ketentuan dalam
penanganan sampah termasuk adanya sanksi hukum yang berlaku. Produk hukum
baik berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan
145
- Administratif
- Pidana A
s
p
Mengatur e
Tekhnologi Mengatur posisi, hak dan k
Pendanaan sanksi tanggung
jawab secara M
Pengawasan umum dan a
mendasar Pengelolaan sampah n
Peran serta masyrakat Peraturan Perundang-
Undangan Pengelolaan - Masyrakat a
Sampah - Pemerintah j
- Dunia usaha e
m
Delegasi e
ketentuan n
teknis
A
Pedoman teknis/tata cara: Pengelolaan sampah s
- Reduksi di sumber - Masyarakat p
- Pemisahan PP/Kepres/Kepmen/Perda - Pemerintah e
- Pengawasan Mengatur Mengatur - Dunia usaha k
- Komposting ketentuan posisi, hak dan
- Landfilling teknis tanggung T
jawab sesuai e
ketentuan k
yang berlaku n
i
s
6.5. Kesimpulan
Strategi kebijakan pengelolaan sampah di TPA Cipayung Kota Depok
yang dikembangkan berdasarkan hasil analisis AHP adalah:
(1) Optimalisasi pengelolaan sampah. Peningkatan laju timbulan sampah
perkotaan (2 – 4 % /tahun) yang tidak diikuti dengan ketersediaan sarana dan
prasarana persampahan yang memadai. Hal tersebut berdampak pada
pencemaran lingkungan yang selalu meningkat dari tahun ke tahun, dengan
selalu mengandalkan pola kumpul-angkut-buang, maka beban pencemaran
akan selalu menumpuk di lokasi TPA (Tempat Pemprosesan Akhir);
(4) Penegakan hukum. Hukum adalah pegangan yang pasti, positif dan pengarah
bagi tujuan-tujuan program yang akan dicapai, semua peri kehidupan diatur
dan harus tunduk pada prinsip-prinsip hukum, sehingga dapat tercipta
masyarakat yang teratur, tertib dan berbudaya disiplin. Hukum dipandang
selain sebagai sarana pengaturan ketertiban rakyat tetapi juga sebagai sarana
memperbaharui dan mengubah masyarakat kearah hidup yang lebih baik.
Peraturan perundang-undangan di antaranya PP/Kepres/Kepmen/Perda
mengatur tata cara pengelolaan sampah mulai dari sumber sampah sampai ke
TPA, mengatur posisi, hak dan kewajiban masing-masing pemangku
kepentingan dan mengatur sanksi jika terjadi pelanggaran dalam pengelolaan
sampah.
Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok. 2007. Audit Lingkungan
TPA Cipayung-Kota Depok. PT. Sucofindo Prima Internasional Konsultan.
Jakarta.
Helmi. 2002. Tantangan Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air di Indonesia. P3-
TPSLK BPPT dan HSF. Jakarta. 3 Maret 2008.
Abstrak
Sampah merupakan permasalahan yang sangat kompleks sejak dulu
sampai sekarang. Usaha penanganan sampah mulai dari sumbernya sampai ke
TPA sangat diperlukan, sehingga tidak menimbulkan masalah terhadap
lingkungan dan masyarakat di sekitar kawasan TPA. Tujuan penelitian ini adalah
mendapatkan rancangan model kebijakan pengelolaan lingkungan TPA sampah
Cipayung Kota Depok secara berkelanjutan. Metodologi analisis model
pengelolaan sampah di TPA Cipayung Kota Depok menggunakan metode analisis
model sistem dinamik dengan software Stella versi 8.0. Perhitungan data
menggunakan Microsoft Office Excel. Hasil analisis jumlah sampah rumah tangga
yang tidak terangkut sebesar 66%, Jumlah sampah di TPS sebesar 98% dari
jumlah akumulasi sampah yang tidak terangkut. Jumlah sampah di TPA sebesar
34 % dari jumlah sampah rumah tangga. Usia TPA dengan pola 3R+1P semakin
meningkat, jika dibandingkan dengan pemilahan dimulai dari rumah tangga dan
TPS. Pada tahun 2012 sampah yang masuk ke TPA sudah melebih i daya
tampung. Agar usia TPA meningkat, direkomendasi program pengelolaan sampah
3R+1P dimulai dari sumber sampah, sehingga sampah yang masuk ke TPA
semakin rendah.
Kata Kunci : sistem, daur ulang, skenario
Sekretari
Kelompok Jabatan s
Fungsional
Kasubbag. Umum & Kasubbag. Keuangan
Perencanaan
Gambar 16. Struktur organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok
153
a. Kawasan Pemukiman
Masyarakat membuang sampah ke TPS (pasangan batu bata dan beton)
dan titik yang ditentukan atau dikumpulkan di suatu tempat tertentu berupa
kontainer, selanjutnya sampah-sampah tersebut dipindahkan ke dump truk dan
dibuang ke TPA sampah. Di beberapa lokasi Kota Depok masih terdapat
tumpukan sampah dan begitu juga di sungai yang mengalir di tengah
wilayah perkotaan masih terlihat sampah yang dibuang ke badan sungai tersebut,
hal ini karena kurangnya armada pengangkutan sampah serta kesadaran
masyarakat terhadap sampah.
b. Kawasan Pasar
Sampah-sampah disapu oleh petugas kebersihan dan dikumpulkan dengan
gerobak kemudian dikumpul ke TPS/kontainer atau ditumpuk di suatu tempat,
selanjutnya sampah-sampah pasar tersebut diangkut dan dibuang langsung ke
TPA sampah dengan dump truk dan arm roll.
155
7.3.2.7. Pengangkutan
Sistem pengangkutan sampah di Kota Depok dilaksanakan dengan
pemindahan langsung dari TPS sampah yang ada, kontainer atau lokasi tertentu
yang belum ada TPS atau langsung dari rumah-rumah atau dari toko/bangunan
dengan dump truk yang selanjutnya dibuang atau dibawa ke TPA sampah.
Jenis kendaraan yang digunakan adalah dump truk sebanyak 39 unit dan kontainer
24 unit yang dilengkapi dengan arm roll sebanyak 6 unit dengan kondisi layak
operasional.
7.3.3.1.Sumber Dana
Menurut Dinas DKLH Kota Depok (2007) sumber utama pembiayaan
pengelolaan kebersihan/persampahan Kota Depok adalah APBD Kota Depok.
Anggaran pengelolaan kebersihan Kota Depok dua tahun berturut-turut adalah
sebagai berikut:
7.3.3.2.Retribusi
Tarif retribusi pengelolaan persampahan/kebersihan di Kota Depok telah
diatur dalam Peraturan Daerah Kota Depok No. 41 tahun 2000 tentang
Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Besar tarif retribusi sampah Kota
Depok berdasarkan Perda tersebut sebagai berikut:
a. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah rumah
non real estate berdasarkan luas bangunan:
1. Lebih kecil atau sama dengan 21 m2 Rp. 2.000,-/bulan;
2. 22 m2 sampai dengan 70 m2 Rp. 3.500,-/bulan;
3. 71 m2 sampai dengan 200 m2 Rp. 4.500,-/bulan;
4. 201 m2 sampai dengan 300 m2 Rp. 6.000,-/bulan;
5. Di atas 300 m2 Rp. 8.500,-/bulan.
MASUKAN LINGKUNGAN
1. iklim
2. Peraturan Daerah
Manajemen Pengendalian
sistem yang berfungsi dalam menghasilkan output yang diinginkan. Output yang
tidak diinginkan adalah biaya tinggi dan sampah menumpuk merupakan kebalikan
dari output yang diinginkan, yang berfungsi sebagai umpan balik bagi kontrol
manajemen.
+ +
Partisipasi + Recycle
Sisa + Pembakara
Sampah Organik n
+ +
+
+ TPA + Reuse
+
-
Recycle Biaya &
TPS + + Manfaat
Reduce Sisa Reduce
+
+
+ + +
Reus - + + Produk
e + Semula
Produk Reduc
Semula +
e
+
Recycle Reus
+ +
e
+ Produk
Semula
Biaya & - Sisa
Manfaat
+
Biaya &
Manfaat
Fr kompos
Fr sampah RT Fr organik RT
Pertumbuhan penduduk
Organik RT
Fraksi pertmbhn penddk Reduce sampah RT
Sampah rumah tangga Kompos
Sisa kompos
Laju sampah RT
Fr reduce sampah RT
Sampah tdk terangkut
Fr anorganik
An Organik RT
Akumulasi Sampah RT
Akumulasi sampah tdk terangkut
Recycle sampah RT
Reuse sampah RT
Bahan baku
Fr Reuse Sampah
Laju Akumulasi Usia TPA dg pemilah RT
sampah tdk terangkut Sisa RT Fr recycle RT
Fr sisa RT
Fr TPS
Keterangan:
Akumulasi sampah RT = Jumlah total sampah rumah tangga dalam satuan m3
Laju sampah RT = Laju pertambahan sampah rumah tangga dalam satuan m3 per
tahun
166
Akumulasi sampah tidak terangkut(t) = Jumlah total sampah rumah tangga yang
tidak terangkut dalam satuan m3.
Laju Akumulasi sampah tidak terangkut = Laju pertambahan sampah rumah
tangga yang tidak terangkut dalam
satuan m3 per tahun.
Sampah TPA = Jumlah total sampah yang ada di TPA dalam satuan m3.
Laju sampah TPA = Laju pertambahan sampah yang masuk ke TPA yang berasal
pengambilan di TPS dalam satuan m3 per tahun.
Laju penyusutan = Laju penyusutan sampah yang terjadi di TPA akibat penerapan
pola 3R+1P dalam satuan m3 per tahun.
Sampah TPS = Jumlah total sampah yang ada di TPS dalam satuan m3.
Laju sampah TPS = Laju pertambahan sampah yang masuk ke TPS yang berasal
pengambilan sampah rumah tangga dalam satuan m3 per
tahun.
Laju pengambilan TPS = Laju pengurangan sampah yang ada di TPS yang akan
dibawah ke TPA dalam satuan m3 per tahun.
An Organik RT = Jumlah jenis sampah an organik yang berasal dari sampah
rumah tangga dalam satuan m3.
Daya tampung TPA = Jumlah sampah pada yang bisa ditampung di TPA dalam
satuan m3.
Fraksi reduce sampah RT = Fraksi reduce sampah rumah tangga per tahun
Fraksi reuse Sampah = Fraksi reuse sampah rumah tangga per tahun
Fraksi reuse TPA = Fraksi reuse sampah di TPA per tahun
Fraksi sisa RT = Fraksi jumlah sampah rumah tangga yang tersisa dari pola
3R+1P per tahun
Recycle TPS = Jumlah sampah di TPS yang mengalami recycle dalam m3.
Reduce sampah RT = Jumlah sampah rumah tangga yang mengalami reduce
dalam m3.
Reuse sampah RT = Jumlah sampah an organik rumah tangga yang mengalami
reuse dalam m3.
Reuse TPS = Jumlah sampah di TPS yang mengalami reuse dalam m3.
Sampah rumah tangga = Jumlah sampah rumah tangga dalam m3.
Sampah tidak terangkut = Jumlah sampah rumah tangga yang tidak terangkut di
TPS dalam m3.
Sisa kompos = Jumlah sampah organik rumah tangga yang tidak mengalami
pengomposan
Sisa RT = Jumlah sampah an organik rumah tangga yang tersisa dalam m3.
168
Sisa TPS = Jumlah sampah yang tersisa di TPS setelah dikurangi recycle TPS.
Usia TPA dengan pola 3R = Usia TPA dengan pola 3R+1P sesuai daya tampung
TPA dalam satuan %.
1: Sampah TPA 2: Sampah TPS 3: Akum smph RT 4: Akum smph tdk terangkut 5: Akum smph yg tdk trtam…
1: 40000000
2:
3:
4: 3
5:
4
1: 3 2
2:
3: 20000000 4 5
4: 2
5: 3
4
2
3 4
2 5
4
2
1: 5
2: 1
3: 1 1
4: 1 1 5
5: 0 5
2009.00 2012.80 2016.60 2020.40 2024.20 2028.00
Gambar 20. Prediksi perkembangan jumlah sampah di TPS dan sampah di TPA,
sampah rumah tangga, sampah yang tidak terangkut dan sampah
yang tidak tertampung di TPA
Besarnya jumlah sampah awal di TPS adalah 98% dari akumulas i sampah
yang tidak terangkut. Besarnya laju sampah di TPS tergantung jumlah sampah
yang berasal dari rumah tangga. Laju pengambilan sampah di TPS yang akan
169
1: Usia TPA dg pemilah RT 2: Usia TPA dg pemlh TPS 3: Usia TPA dgn pola 3R
1: 2700
2:
3:
1:
2: 1350 1
3: 2
1
2
1
2
2 2
3 3
1: 3
2: 3 3
3: 0
2009.00 2012.80 2016.60 2020.40 2024.20 2028.00
Page 1 Years 4:54 21 Jan 2009
Grafik Prediksi Usia TPA
1: 270
1
2
3
1
2
3
1: 135
1 2 3
2 3
1
1: 0
2009.00 2013.75 2018.50 2023.25 2028.00
Grafik Usia TPA dengan Pola 3R+1P pada Berbagai Skenario Recycle
Gambar 22. Prediksi usia TPA dengan pola 3R+1P pada berbagai skenario (%)
Prediksi usia TPA dengan pola 3R+1P pada berbagai skenario recycle 0 %
dan 5% menunjukkan usia TPA semakin rendah. Usia TPA dengan skenario
recycle 10% menunjukkan usia TPA semakin meningkat. Sampah rumah tangga
terdiri atas 72,97 % sampah organik dan sisanya adalah sampah anorganik
yang berasal dari hasil reduce sebesar 70%. Sampah organik dilakukan reuse
dan recycle masing-masing sebesar 1%. Contoh kegiatan reuse yang dapat
dilakukan adalah pemanfaatan kembali botol-botol bekas, atau menggunakan
172
wadah atau kantong yang dapat digunakan kembali, sedangkan contoh kegiatan
recycle adalah dengan melakukan pengolahan sampah-sampah organik menjadi
kompos, kertas, plastik bekas untuk didaur ulang kembali. Sampah organik
dilakukan pengomposan sebesar 10% dan sisanya digunakan untuk bahan baku.
Grafik prediksi jumlah sampah di TPA pada berbagai skenario recycle,
terus meningkat dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar 23.
Sampah TPA: 1 - 2 - 3 -
1: 5000000
1
2
3
1 2
3
1: 2500000
1 2 3
2 3
1
1: 0
2009.00 2013.75 2018.50 2023.25 2028.00
Gambar 23. Prediksi jumlah sampah di TPA pada berbagai skenario recycle
1: 17000000
1: 8500000 1
2
1 2
3
1: 0 1 2 3 1 2 3
2009.00 2013.75 2018.50 2023.25 2028.00
Grafik Akumulasi Sampah Yang Tidak Tertampung di TPA pada Berbagai Skenario Recycle
Gambar 24. Prediksi jumlah sampah yang tidak tertampung di TPA pada
berbagai skenario (m3)
Soerjani et al. (2008) mengatakan, dasar-dasar bagi adanya peran serta tersebut
adalah: 1) memberi informasi kepada Pemerintah; 2) meningkatkan kesediaan
masyarakat untuk menerima keputusan; 3) membantu perlindungan hukum;
4) mendemokratisasikan pengambilan keputusan.
Di Kanada telah dikembangkan dengar pendapat umum yang
bersifat informal, penduduk secara bebas dan terbuka dapat mengemukakan
pendapat dan permasalahan. Di negara Belanda dikenal lembaga inspraak yang
merupakan salah satu alat dalam melaksanakan fungsi-fungsi demokrasi.
Inspraak merupakan teknik sosial, bukan tujuan dan bukan merupakan substansi
dari keputusan-keputusan dari dewan perwakilan rakyat. Sistem mekanisme peran
serta masyarakat dapat dilakukan seperti pada Gambar 25.
Sistem Pengawasan
Pengawas
- Reduksi sampah
- Pemakaian kembali Pengolah
- Daur ulang Pemanfaatan
Gambar 25. Sistem mekanisme peran serta masyarakat (MENLH dan JICA, 2003
Tabel 25. Target dan realisasi retribusi persampahan Kota Depok 2001-2005
dengan luas 1000m2 dapat menampung sampah dengan atau tanpa proses
pemilahan sampah di sumber. TPST dengan luas <500m2 hanya dapat
menampung sampah dalam keadaan terpilah (50%) dan sampah campur
50%. TPST dengan luas <200m2 sebaiknya hanya menampung sampah
tercampur 20%, sedangkan sampah yang sudah terpilah 80%.
2) Fasilitas
Fasilitas yang digunakan di TPST meliputi wadah komunal, areal pemilahan
dan areal komposting serta dilengkapi dengan fasilitas penunjang lain seperti
saluran drainase, air bersih, listrik, barier (pagar tanaman hidup),
dan gudang penyimpan bahan daur ulang maupun produk kompos serta
biodigester (opsional). Wadah komunal (bin atau karung) memiliki volume
1 – 3 m3 yang dapat digunakan untuk menampung sampah dapur, sampah
kerin g (plastik, kertas), sampah B3 rumah tangga, dan residu yang harus
diangkut ke TPA.
3) Daur Ulang
Sampah yang didaur ulang minimal adalah kertas, plastik serta logam yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dan untuk mendapatkan kualitas bahan
daur ulang yang baik. Pemilahan sebaiknya dilakukan sejak dari sumber.
Pemasaran produk daur ulang dapat dilakukan melaui kerjasama dengan
pihak lapak atau langsung dengan industri pemakai. Daur ulang sampah B3
rumah tangga (terutama batu baterai dan lampu neon) dikembalikan ke
pihak produsen untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan
perundangan yang berlaku (PP 18/1999 tentang pengelolaan sampah B3).
Daur ulang kemasan plastik (air mineral, minuman dalam kemasan,
mie instan) sebelum dapat dikembalikan ke pihak produsen untuk diproses
lebih lanjut, sebaiknya dimanfaatkan untuk barang-barang kerajinan.
4) Komposting
Sampah yang digunakan sebagai bahan baku kompos adalah sampah dapur
(terseleksi) dan daun-daun potongan tanaman. Metode pembuatan kompos
183
dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan windrow system
dan penggunaan media EM-4. Metode windrow system dengan masa proses
3 bulan dapat dilakukan dengan cara menumpuk sampah setinggi
minimal 1 m, panjang 2 m dan lebar 1 m yang dilanjutkan dengan proses
pembalikan dan penyiraman (untuk menjaga kelembaban dan suhu optimal).
Metode dengan menggunakan EM-4 dalam proses pembuatan kompos dapat
mempercepat proses fermentasi, sehingga hanya membutuhkan waktu 5 – 6
hari. Perlu dilakukan analisis kualitas terhadap produk kompos secara acak
dengan variabel antara lain warna, C/N rasio, kadar N P K dan logam berat.
Pemasaran produk kompos dapat bekerjasama dengan pihak Koperasi dan
Dinas (Kebersihan, Pertamanan, Pertanian)
Sampah non hayati yang tidak memiliki nilai ekonomis juga dipilah pada
tahap tersebut. Bagian yang dapat terbakar akan diinsinerasi pada insinerator,
sedang bagian yang non-combustibel akan dikumpulkan secara khusus untuk
diangkut ke TPA. Pada instalasi tersebut akan ditempatkan 2 unit belt
conveyor sortasi dengan panjang masing-masing 10 m dan lebar 1 m.
Perlengkapan yang perlu disediakan adalah wadah-wadah untuk menampung
hasil sorting berdasarkan jenisnya dan alat untuk mobilisasi wadah-wadah
tersebut menuju penampungan sementara.
Estimasi sampah non hayati yang dipilah dapat didaur ulang ± 10%,
sedangkan sampah organik (hayati) yang dapat diproses menjadi kompos ±
50%. Sampah yang tergolong B3 diperkirakan ± 2%. Sisa pemilahan
merupakan sampah yang tergolong reject combustible dan reject non-
combustible. Sampah yang tergolong reject combustible diperkirakan dapat
dibakar pada insinerator, sedangkan sampah yang merupakan reject non-
combustible akan dibawa ke landfill sebagai alternatif terakhir.
7) Pencacahan (Crusher)
Sampah organik yang akan diproses lebih lanjut menjadi kompos akan
dicacah terlebih dahulu. Sampah organik dari belt conveyor sortasi
akan dilanjutkan ke belt conveyor input dengan kemiringan ± 29° sehingga
sampah organik (hayati) akan berjalan naik menuju input mesin pencacah
sampah (Crusher).
8) Pengomposan
Pengomposan merupakan alternatif dalam penanganan sampah organik.
Metode pengomposan telah banyak diperkenalkan, dan untuk pengomposan pada
instalasi pengolahan sampah tersebut dapat menerapkan metode apa saja asal
biayanya memenuhi kemampuan. Contoh sistem pengomposan yang diterapkan
pada instalasi ini, di antaranya: a) pengomposan; dan b) pengomposan dipercepat.
a) Pengomposan
Convensional Model Windrow merupakan teknologi standar yang
secara alami dan bertahap mampu melakukan dekomposisi, fermentasi,
pematangan, dan pengeringan materi organik yang sudah dihancurkan
187
Daur ulang bahan non organik berupa plastik akan dipisahkan dulu
berdasarkan jenisnya, kemudian diolah oleh mesin penghancur plastik sampai
menjadi biji plastik yang siap untuk diolah lebih lanjut. Daur-ulang plastik
bukan merupakan teknologi utama dalam pengolahan sampah terpadu, karena
plastik hasil pemilahan dapat langsung dijual ke lapak atau bandar plastik,
tetapi untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan teknologi secara
terpadu maka pengolahan sampah plastik juga direncanakan, disamping untuk
peningkatan nilai ekonomi (harga jual).
11) Daur Ulang Kertas
Sampah kering yang berupa kertas, seperti kertas karton, koran, dan
kardus dapat didaur ulang kembali menjadi kertas yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi. Pengolahan kertas merupakan teknologi pelengkap, bukan
sebagai teknologi utama dalam pengolahan sampah terpadu. Sampah kertas
dipilah berdasarkan jenisnya, kemudian dihancurkan dengan mesin
penghancur kertas dan selanjutnya dibentuk menjadi bubur kertas dan dapat
dicetak dengan cetakan yang dirancang khusus.
12) Biogas
Merupakan gabungan gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2)
yang muncul akibat proses biodegradasi materi organik dalam kondisi kurang
atau tanpa oksigen (O2). Biogas dapat dikonversi menjadi sumber energi
listrik.
MENLH dan JICA (2003) mengemukakan salah satu contoh negara yang
telah sukses melakukan pengelolaan sampah adalah Kanada. Sejumlah
Departemen Pemerintah Pusat sudah mengadopsi suatu peran kepemimpinan di
dalam manajemen sampah padat. Sebagai contoh, lingkungan Kanada melalui
disain dan implementasi Program ”tanpa sampah = no waste” telah mengurangi
sampah yang dikirim ke landfill sebanyak 80% dari sejumlah fasilitas kantor.
Sukses dari program ”tanpa sampah” adalah dimasukkannya dalam bidang
pendidikan pada porsi yang besar, komponen pendidikan menyediakan karyawan
yang memiliki informasi praktis dan mengerti tentang 3R. Program ”tanpa
sampah” juga dirancang untuk membuat karyawan lebih mudah untuk mendaur
189
ulang barang sisa dibanding untuk membuangnya, dan untuk memastikan bahwa
program 3R tersebut layak maka pusat daur ulang dimaksimalkan.
Hasil dari program ’tanpa sampah”, lingkungan Kanada mampu memulai
pengumpulan dan pendauran ulang karet sintesis di daerah ibu kota. Prakarsa lain
di bidang manajemen sampah padat di Pemerintah Pusat Kanada meliputi: a)
Implementasi dari prakarsa penghematan kertas di seluruh Pemerintahan; b)
Implementasi pengurangan sampah secara menyeluruh dan program pupuk
kompos di correctional services Kanada; c) Pengembangan suatu pemandu
komunikasi program 3R oleh Dinas Peker jaan Umum dan Kantor Pemerintah
Kanada pada tahun 1997; d) Pengembangan suatu database Pekerjaan Umum dan
Kantor Pemerintah Kanada untuk menyimpan fasilitas informasi dasar tentang
timbulan sampah dan pengurangan sampah; e) Perancangan suatu model pelatihan
dasar komputer bagi Pemerintah hijau (computer based training = CBT) yang
berisi suatu manajemen sampah padat oleh panitia Pemerintah Pusat pada sistem
manajemen lingkungan (federal committee on environmental management system
= FCEMS).
PRODUKSI PEMISAHAN
- Teknologi bersih KONSUMSI SAMPAH - Kantung, tong,
- Teknologi air limbah 3R - Organik keranjang sampah
- Produk ramah - Anorganik trklasifikasi
lingkungan - Ban berjalan
- Pemisah magnetic
- Tungku pembakar
SENTUHAN
TEKHNOLOGI
- High Technology
- Teknologi tepat guna
PEMANFAATAN PENGANGKUTAN
- Komposter - Truk, dump truckk
- Kawasan industri PENGOLAHAN - Truk kompaktor
sampah - Insinerator - Gerobak sampah, gerobak
- Teknologi daur ulang - Biogas/anaerobic plant modifikasi
- Pembuat kertas daur - Excavator, bulldozer
ulang - Perahu sampah
PEMBUANGAN
Sanitary landfill/ Controlled landfill
Pemerintahan :
- Regulasi - Infrastruktur
- TPA - Pendidikan Lingkungan
- Resource recovery - Komposting
- Insentif - Audit Pengelolaan Sampah
Masyarakat : Swasta :
Pemanfaatan
Pilihan kembali/daur ulang
Level TPA
Pilihan
Pengangkutan dari
Pilihan TPS ke TPA
Level Rumah
Pilihan
Tangga
swadaya masyarakat (pewadahan dan komposting di tingkat KK); (2) Modal awal
pembuatan produk-produk daur ulang. Aspek keberlanjutan terdiri atas
(1) Operasional dan pemeliharaan berupa iuran bulanan dan penjualan produk
daur ulang berupa kompos, barang dagangan, dan produk bahan bangunan;
(2) Pengakuan seperti penghargaan, insentif, expose kepada pihak luar,
studi banding, dan replikasi.
Alternatif pengelolaan sampah yang difokuskan adalah prinsip 3R
(reuse, reduce, recycle). Kegiatan saat ini sudah banyak dilakukan oleh
masyarakat adalah recycle, dengan istilah yang lebih dikenal oleh masyarakat
adalah “daur ulang“. Cara daur ulang yang umumnya dilakukan masyarakat
adalah komposting untuk sampah organik. Metode yang telah dicoba dan di-
kembangkan oleh masyarakat untuk mengelola sampah secara mandiri baik
komunal maupun domestik (rumah tangga), antara lain:
1. Keranjang Takakura
Metode ini cukup berhasil untuk diterapkan pada masyarakat, namun karena
kapasitasnya kecil maka lebih cocok untuk skala domestik (rumah tangga).
Desain yang bagus dan tidak makan tempat, seperti halnya keranjang plastik
biasa membuat alat tersebut fleksibel untuk ditempatkan di dapur.
TPS pasangan batu bata kapasitas 4 m3 yang akan dilaksanakan pada tahap
mendesak.
langsung ini juga dibedakan dalam dua tipe, yang dibedakan berdasarkan jenis
alat pengangkut yang digunakan yaitu dump truk dan arm roll.
Pola komunal ada dua tipe yang digunakan. Perbedaan kedua tipe tersebut
adalah pada penggunaan jenis alat angkut yang digunakan. Pada pola komunal
Tipe I digunakan alat angkut dump truk sedangkan pada Tipe II digunakan alat
angkut arm roll. Pola Pelayanan yang direncanakan untuk Kota Depok dipilih
dengan mempertimbangkan hal–hal sebagai berikut: (a) Pemanfaatan sarana dan
prasarana yang ada; (b) Topografi daerah pelayanan yang relatif datar; (c) Letak
rumah tinggal yang pada umumnya mengikuti/menelusuri jalan; (d) Volume
sampah masing – masing penghasil sampah; dan (e) Kepadatan penduduk.
untuk mengubah pola pikir masyarakat dalam memperlakukan bahan bekas dan
juga upaya memberikan keahliaan khusus untuk mengolah sampah menjadi
bentuk baru, seperti pelatihan pembuatan kompos, kertas daur ulang.
Hasil pengamatan terhadap komposisi sampah di Kota Depok, kegiatan
daur ulang (recycle) yang layak dilakukan adalah pembuatan kompos serta daur
ulang plastik, besi, dan kuningan. Pelaksanaan daur ulang saat ini sudah dilakukan
di TPA Cipayung. Untuk memperkenalkan dan meyakinkan masyarakat agar mau
melaksanakan pembuatan kompos tersebut, pengelola kebersihan Kota Depok
perlu melakukan proyek perintisan/percontohan pembuatan kompos dan
menjamin pembelian kompos yang dihasilkan oleh masyarakat.
Metode lain dalam pembuatan kompos yang diusulkan adalah metode
terowongan bambu yang pelaksanaannya relatif mudah dan membutuhkan biaya
investasi yang tidak besar untuk melaksanakannya. Penjaminan pembelian hasil
kompos masyarakat perlu dilakukan karena kesulitan utama yang dialami oleh
masyarakat pembuat kompos adalah pemasaran kompos yang dihasilkan, untuk
itu diusulkan agar pengelola kebersihan Kota Depok menjamin pembelian
kompos yang dihasilkan masyarakat tersebut dan mengunakannya untuk
pertamanan kota, dan membuat kerja sama dengan Dinas Pertanian untuk
mengunakan kompos tersebut pada kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian.
Pembuatan kompos dilakukan dalam satuan usaha berupa usaha daur dan
produksi kompos (UDPK). Satuan usaha tersebut melakukan dua pekerjaan
sekaligus: pembuatan kompos dan usaha pendaur-ulangan bahan-bahan yang
dapat langsung dimanfaatkan, baik untuk penggunaan kembali, maupun sebagai
bahan baku industri. UDPK sebagai suatu bahan usaha, bertujuan memproduksi
kompos bermutu tinggi dari bahan baku sampah perkotaan. Dalam metoda UDPK,
proses pembuatan kompos dilakukan secara biologis. Dengan mengandalkan
berbagai jenis jasad renik (mikroorganisma) yang terdapat dalam tumpukan
sampah. Proses yang terjadi adalah proses aerobik, yang relatif tidak berbau dan
lebih cepat. Pada prinsipnya, yang harus dilakukan adalah mengusahakan
berlangsungnya proses ideal, agar jasad renik tersebut dapat hidup dan
berkembangbiak secara optimal. Pada masa mendatang perlu adanya usaha dari
202
7.10.2.3.1. Pewadahan
Wadah yang diusulkan untuk daerah pemukiman dan pertokoan adalah
kantong plastik, bin (terbuat dari plastik atau drum bekas yang dipotong dan
diberi pegangan untuk memudahkan proses pemindahan sampah ke alat
pengumpul). Volume bin disesuaikan dengan produksi sampah yang dihasilkan
konsumen dengan kriteria volume mampu menampung sampah untuk produksi
3 hari. Di daerah pasar digunakan bin, kantong plastik atau kardus dan keranjang
bekas. Industri rumah tangga dan bangunan institusi yang mempunyai produk
sampah besar (>100 liter) digunakan bin plastik ukuran 200 liter.
Penyeragaman penggunaan wadah diharapkan dapat diselesaikan pada
awal pelaksanaan tahap jangka menengah, sedangkan pada tahap mendesak masih
diizinkan menggunakan wadah seperti jenis sekarang tapi harus diingat fungsinya
yaitu harus tertutup dan mudah dikosongkan/dioperasikan.
7.10.2.3.2. Pengumpulan
Pengumpulan dilakukan dengan dua cara yaitu komunal dan individual.
Pada cara komunal, pengumpulan sampah dari pewadahan ke TPS (bak sampah)
akan dilaksankan oleh penghasil sampah. Pada pola individual, pengumpulan
sampah dari pewadahan ke TPS (bak sampah) akan dilaksankan oleh petugas.
Pengumpulan secara individual hanya dilaksanakan pada daerah permukiman
teratur. Pengumpulan dengan cara individual akan dilakukan dengan gerobak,
setiap gerobak dilayani oleh 2 petugas.
7.10.2.3.3. Pemindahan
Pada tahap mendesak, lahan pemindahan yang digunakan masih berbentuk
TPS (bak sampah dan kontainer). Lahan pemindahan yang berbentuk transfer
depo tipe I dan kontainer baru mulai digunakan pada tahap awal PJM.
203
7.10.2.3.4. Pengangkutan
Pengangkutan sampah dari lokasi pemindahan ke lahan pemrosesan akhir
(TPA) menggunakan dump truk dengan kapasitas 6 m3 dan arm roll dengan
kapasitas 6 m3. Alat angkut tersebut milik Pemerintah Kota Depok (Dinas
Kebersihan dan Pertamanan) yang ada saat ini diperkirakkan masih dapat
dipergunakan sampai tahap mendesak. Pemeliharaan dari peralatan sangat
diperlukan sehingga dapat berfungsi sampai tahap PJM, tingkat pelayanan akan
menurun dengan pola konvensional sehingga penambahan alat angkut tidak
signifikan.
204
7.11. Kesimpulan
Tahun 2013 sampah yang masuk ke TPA Cipayung diprediksikan sudah
melebihi kapasitas daya tampungnya, maka langkah yang dapat diambil oleh
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok adalah dengan menambah luas
TPA dan memaksimalkan lagi program 3R + 1P dimulai dari sumber sampahnya,
sehingga sampah yang akan masuk ke TPA semakin sedikit dan usia TPA dapat
bertambah serta dapat mengurangi biaya operasional pengangkutan sampah ke
TPA. Peran serta masyarakat dalam pembiayaan tampaknya cukup baik.
Hal ini dapat dilihat dari realisasi pemungutan retribusi dari tahun 2001 sampai
2005 yang rata-rata hampir mencapai 100% dari target. Hasil survei rumah tangga
memperlihatkan bahwa sejumlah sampel rumah tangga yang mendapatkan
208
Badan Pusat Statistik. 2000. Kota Depok dalam Angka 2007. Bapeda Kota
Depok. Depok.
Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok. 2007. Audit Lingkungan
TPA Cipayung-Kota Depok. PT. Sucofindo Prima Internasional Konsultan.
Jakarta.
Gani. D.S. 2007. Kebudayaan, Pendidikan, dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Indonesia. Ilmu Penyuluhan Pembangunan Meningkatkan
Kapasitas Sumber Daya Manusia Menuju Kemandirian. No 2. (3) : 129-135
Hartisari. 2007. Sistem Dinamik Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri
dan Lingkungan. SEAMEO BIOTROP. Bogor.
Winardi. 1999. Pengantar Tentang Teori Sistem dan Analisis Sistim. Penerbit
Mandar Maju. Bandung.
VIII. PEMBAHASAN UMUM
Saat ini Kota Depok merupakan salah satu wilayah yang sedang ber-
kembang sangat pesat. Letak geografis Kota Depok yang berbatasan langsung
dengan Kota Jakarta yang merupakan Ibu kota Negara, membuat posisi Kota
Depok sangat strategis. Hal ini yang membuat Kota Depok semakin berkembang.
Kota Depok menjadi daerah lintas antara Jawa Barat dan Jakarta, bahkan Kota
Depok menjadi wilayah yang sangat startegis untuk bermukim warga masyarakat
dari Jawa Barat maupun warga masyarakat dari kota lainnya. Kota Depok
merupakan daerah penyeimbang atau counter magnet sekaligus penyangga Kota
Jakarta, sehingga menyebabkan terjadinya perkembangan pembangunan dibidang
sarana dan prasarana serta infrastruktur. Pesatnya perkembangan pembangunan
menyebabkan laju pertumbuhan penduduk di Kota Depok meningkat. Peningkatan
jumlah sampah diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk. Hal ini terjadi
karena pola hidup masyarakat Kota yang semakin konsumtif, sehingga mem-
pengaruhi jumlah timbulan sampah yang dihasilkan, akhirnya meningkatkan
beban kinerja TPA jika sampah tersebut tidak dikelola dari sumbernya (Buana,
2004).
Persampahan merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup yang
semakin meningkat dan komplek. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk,
timbulan sampah dengan akumulasi buangan sampah padat yang bersumber dari
berbagai kegiatan masyarakat juga ikut meningkat. Oleh sebab itu, diperlukan
suatu sistem pengelolaan yang cepat dan cermat guna memelihara dan
meningkatkan kualitas lingkungan, sosial, ekonomi, dan kesehatan terutama
terhadap masyarakat yang bertempat tinggal dekat dengan lokasi TPA Cipayung.
Salah satu upaya dalam melaksanakan pembangunan berwawasan
lingkungan adalah mereduksi sampah dari sumbernya langsung. Kegiatan tersebut
merupakan implementasi dari prinsip 3R+1P yaitu reduce (mengurangi), reuse
(menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), dan partisipasi (pelibatan
masyarakat) (MENLH dan JICA, 2003).
211
macet sebanyak 1,15%, lainnya (tidak terkena dampak) sebanyak 4,60%, bau dan
banyak lalat sebanyak 32,18%, banyak lalat dan pencemaran air sebanyak 1,15%,
bau, banyak lalat dan pencemaran air sebanyak 2,29%, serta bau, banyak lalat,
macet dan pencemaran air sebanyak 4,60%. Keluhan tersebut dirasakan hampir
merata baik dari penduduk Kampung Benda Barat, Kampung Bulak Barat, dan
Blok Rambutan ketiganya masuk wilayah Kelurahan Cipayung serta Kelurahan
Pasir Putih. Bau menurut mereka tidak terjadi secara rutin, namun bersifat
sementara dan berhubungan dengan arah angin dengan durasi yang juga tidak
menentu, biasanya antara 5 hingga 15 menit. Menurut penduduk, bau akan terjadi
jika terjadi pembongkaran sampah yang sudah mulai membusuk dan kebetulan
ada angin bertiup ke arah pemukiman.
Pada kondisi normal, masalah bau busuk sebenarnya tidak ditemui.
Pada dasarnya masyarakat sudah maklum dengan kondisi bau sampah, mengingat
tempat tinggal mereka berdekatan dengan TPA, namun tetap saja penduduk
merasa terganggu. Bagi masyarakat di RT 04/02 Pasir Putih bagian Selatan,
bau bercampur dengan bau peternakan ayam yang lebih dominan, sehingga
bau sampah tidak dirasakan terlalu mengganggu. Selain akibat keberadaan TPA,
masalah bau dikeluhkan masyarakat Blok Rambutan khususnya akibat lalu-lintas
truk pengangkut sampah. Menurut penduduk setempat, truk sampah yang sudah
kosong dan masih kotor, menebarkan bau yang lebih keras ketimbang truk yang
masih terisi muatan. Selain masalah bau, kedatangan lalat juga dikeluhkan oleh
sebagian penduduk. Namun demikian, menurut tokoh masyarakat setempat,
kedatangan lalat tidak identik dengan keberadaan TPA. Lalat hanya datang ke
pemukiman pada awal musim penghujan dan musim mangga, serta terjadi
menyeluruh baik wilayah yang dekat dengan TPA maupun wilayah yang relatif
jauh. Warga Kampung Bulak Barat menjelaskan lalat tersebut datang selain
setelah hujan turun juga di karenakan adanya ceceran sampah di sepanjang jalan
menuju TPA.
Keresahan masyarakat dapat di atasi jika pengelolaan sampah dapat
dilakukan secara profesional. Permasalahan lalat tidak akan muncul jika
penyemprotan anti lalat dilakukan secara rutin terutama di saat musim hujan.
213
SMU sebanyak 26,44%, perguruan tinggi sebanyak 4,5% dan yang tidak lulus
SD/sederajat sebanyak 10,34%. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat akan
berpengaruh terhadap rendahnya kesadaran masyarakat untuk memelihara
lingkungan. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang paling
berpengaruh terhadap keberhasilan suatu program kegiatan, karena pendidikan
akan mempengaruhi pola pikir masyarakat untuk memelihara lingkungan.
Pendidikan pada dasarnya adalah pemberian informasi (pengetahuan) tentang baik
dan buruknya sesuatu hal yang dilakukan oleh manusia (seperti sisi positif dan
negatif sampah).
Perkembangan kesehatan responden di sekitar kawasan TPA Cipayung
menunjukkan penyakit yang paling sering diderita diare, demam, infeksi kulit dan
ISPA. Penyakit lainnya yang diderita oleh responden sekitar kawasan TPA adalah
sakit kepala, hypertensi, tipus, gatal-gatal, dan kembung. Sebagian besar
masyarakat di sekitar TPA berobat ke puskesmas, dokter, klinik, atau hanya
sekedar membeli obat di warung atau tidak berobat sama sekali. Masyarakat di
sekitar TPA Cipayung berharap adanya peningkatan pelayanan kesehatan serta
penyediaan fasilitas kesehatan di sekitar lokasi TPA Cipayung.
Upaya untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan akibat pengelolan
sampah yang belum maksimal, maka perlu dilakukan kebijakan dalam
pengelolaan sampah tersebut. Pemangku kepentingan yang paling berpengaruh
dalam pengelolaan sampah di TPA Cipayung yang mendapat prioritas pertama
adalah Pemda, aktor yang mempunyai tingkat kepentingan paling tinggi terhadap
penentuan alternatif kebijakan pengelolaan TPA Cipayung di Kota Depok.
Pengaruh dan peran Pemda dalam pengelolaan TPA Cipayung mengacu pada UU
No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah, dan diperkuat dengan UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah memiliki
kekuasaan penuh untuk melakukan pengelolaan TPA Cipayung di Kota Depok.
Swasta atau Dunia Usaha merupakan salah satu pemangku kepentingan yang
mempunyai peran terhadap pengelolaan TPA Cipayung. Swasta dapat berperan
sebagai pengelolaan sampah dalam hal penggalian sumber dana untuk investasi
215
Salah satu usaha mereduksi sampah yang dapat dilakukan adalah dengan
membuat model pengelolaan sampah di Kota Depok agar tidak terjadi timbunan
sampah di TPA Cipayung. Program pengelolaan sampah dapat dimulai dari skala
rumah tangga sampai proses pembuangan di TPA Cipayung Kota Depok dengan
pengembangan program sistem pengelolaan sampah dengan menerapkan program
3R+1P. Pengembangan pola pengelolaan sampah dengan pola 3R+1P diharapkan
mampu mengenali kondisi saat ini untuk menjadikan dasar dalam merancang
model pengelolaan sampah berwawasan lingkungan.
Dalam model pengelolaan sampah, parameter yang diamati dalam
penelitian ini adalah usia TPA tanpa mengurangi sampah dari tingkat rumah
tangga, TPS dengan menggunakan pola 3R+1P, pengurangan (reduce), pemakaian
kembali (reuse) dan daur ulang (recycle) dan partisipasi. Variabel yang diamati di
antaranya 1) Jumlah penduduk; 2) Jumlah sampah; 3) Sampah organik; 4) Jumlah
tempat pembuangan sampah; 5) Sisa sampah, dan 6) Daya tampung lokasi Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Variabel-variabel tersebut digunakan untuk menyusun
model pengelolaan sampah dengan pola 3R+1R.
Hasil analisis sistem dinamis, menunjukkan perkembangan jumlah sampah
di TPS dan sampah TPA yang semakin meningkat dari tahun ketahun.
Jumlah sampah rumah tangga yang tidak terangkut sebesar 66%, Jumlah sampah
di TPS sebesar 98% dari jumlah akumulasi sampah yang tidak terangkut.
Jumlah sampah di TPA sebesar 34 % dari jumlah sampah rumah tangga.
Akumulasi sampah yang tidak tertampung di TPA dipengaruhi oleh jumlah
sampah yang akan masuk ke TPA dan daya tampung TPA. Apabila jumlah
sampah yang masuk melebihi daya tampung TPA maka sisanya tidak akan
tertampung.
Pada tahun 2011, dengan menggunakan pola pemilahan dari tingkat RT
dan TPS diprediksikan jumlah sampah yang masuk ke TPA Cipayung sebanyak
1.200.000 m3. Pada tahun 2012 akan bertambah menjadi 1.500.000 m3, dan pada
tahun 2013 kemampuan TPA untuk menampung sampah sudah melebihi daya
tampung. Dengan menerapkan pola 3R dari sumber sampah diprediksikan jumlah
sampah akan terus berkurang, sehingga usia TPA bertambah. Peningkatan pola
218
9.1. Kesimpulan
1. Kualitas lingkungan dari hasil pengukuran kualitas air di sekitar kawasan TPA
Cipayung menunjukkan, beberapa variabel kimia sudah di atas NAB yang
diizinkan oleh peraturan yang telah diijinkan, di antaranya adalah variabel
Besi, Mangan, Nitrit, BOD5, COD, DO, Seng, dan Fenol. Berdasarkan
pengklasifikasian tingkat pencemaran dari limbah domestik variabel BOD dan
COD termasuk ke dalam tingkat pencemaran sedang, sedangkan variabel fisik
lainnya masih di bawah NAB yang diizinkan. Dampak positif yang
ditimbulkan dari kegiatan TPA Cipayung adalah memberikan manfaat
ekonomi berupa pembukaan kesempatan kerja dan berusaha bagi warga
sekitar. Dampak negatifnya adalah: bau, banyak lalat, macet, pencemaran air,
lalu lintas truk sampah dan ceceran sampah, abrasi dan perpindahan aliran
sungai Pesanggrahan, rendahnya harga tanah dan bangunan sekitar TPA.
Kesehatan masyarakat disekitar kawasan TPA Cipayung umumnya menderita
penyakit diare, demam, infeksi kulit dan ispa. Penyakit lainnya yang sering
diderita adalah sakit kepala, hypertensi, tipus, gatal-gatal, dan kembung.
2. Rancangan strategi kebijakan pengelolaan sampah di TPA Cipayung
Kota Depok yang dikembangkan berdasarkan hasil analisis AHP adalah:
a. Optimalisasi pengelo laan sampah. Peningkatan laju timbulan sampah
perkotaan (2-4% /tahun) yang tidak diikuti dengan ketersediaan sarana dan
prasarana persampahan yang memadai akan berdampak pada pencemaran
lingkungan. Apabila hanya mengandalkan pola kumpul-angkut-buang
maka, beban pencemaran akan selalu menumpuk di lokasi TPA.
Oleh sebab itu, perlu adanya penerapan sistem pengelolaan sampah yang
mampu mengoptimalisasikan sistem yang sudah ada saat ini.
b. Optimalisasi petugas kebersihan. Keterbatasan Sumber Daya Manusia
(SDM) merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh DKP
Kota Depok. Lemahnya SDM mempengaruhi fungsi perencanaan dan
pengendalian pengelolaan sampah.
220
3. Berdasarkan hasil analisis sistem dinamik per lu adanya model kebijakan dalam
pengelolaan TPA Cipayung di Kota Depok, yang antara lain dapat
menghasilkan berbagai skenario dalam rangka meningkatkan usia TPA.
Pada tahun 2013 sampah yang masuk ke TPA diprediksikan sudah melebihi
kapasitas daya tampungnya, maka langkah yang dapat dilakukan oleh
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok adalah dengan menambah luas
TPA dan memaksimalkan kembali program 3R + 1P agar lebih optimal
dimulai dari sumber sampahnya, sehingga sampah yang akan masuk ke TPA
semakin sedikit yang menyebabkan usia TPA dapat bertambah dan
mengurangi biaya operasional pengangkutan sampah ke TPA. Peran serta
masyarakat dalam pembiayaan tampaknya cukup baik. Hal ini dapat dilihat
dari realisasi pemungutan retribusi dari tahun 2001 sampai 2005 yang rata-rata
hampir mencapai 100% dari target yang ditetapkan.
221
4. Produk hasil pengolahan sampah (kompos, tenaga listrik, dan produk daur
ulang) akan terasa sangat bermanfaat jika mempunyai nilai ekonomis yang
tinggi. Oleh sebab itu, untuk mengetahui kelayakan usaha pemasaran produk
diperlukan adanya analisis finansial suatu usaha. Pada penelitian ini, proses
pembuatan kompos secara aerobik tidak menguntungkan. Oleh karena itu,
apabila Pemerintah akan melakukan subsidi kompos secara aerobik maka,
subsidi tersebut harus lebih besar dari kerugian yang diderita oleh produsen
kompos.
9.2. Saran
Abidin, S.Z. 2000. Kebijakan Publik. Penerbit Yayasan Pancur Siwah. Jakarta.
Anonymous. 2004. Panduan Umum Subsidi Kompos (Edisi Revisi Januari 2004).
Team Teknis Kompos Nasional. Western Java Environmental Management
Project (WJEMP). 86 pp.
Bappeda Kota Depok. 2000. RTRW Kota Depok 2000-2010. Bappeda Kota
Depok. Depok.
Badan Pusat Statistik Kotamadya Kota Depok [BPS]. 2007. Kota Depok Dalam
Angka 2007. Bapeda Kota Depok. Depok.
Balle, M. 1994. Managing with Systems Thinking, Making Dynamics Work for
You in Business Decision making. Irwin McGraw Hill. London.
Betty dan W.P, Rahayu. 1990. Penanganan Limbah Industri Pangan. PAU. Bogor.
Bintoro, H.M.H. 2008. Sampah Kota, Kompos dan Banjir. IPB Press. Bogor.
Davis, G.J., W.J. Warhurst, P. Weller. 1993. Public Policy in Australia, Ed ke-2.
St Leonard: Allen and Unwin.
Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok. 2007. Audit Lingkungan
TPA Cipayung-Kota Depok. PT. Sucofindo Prima Internasional Konsultan.
Jakarta.
Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup. 2008. Studi ANDAL TPA Cipayung
(Ringkasan Eksekutif). Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok.
Depok.
Dunn, W.N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Dewi, T.Q. 2008. Penanganan dan Pengolahan Sampah. Penebar Swadaya. Jakarta
Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB
Press. Bogor.
Hartisari. 2007. Sistem Dinamik Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri
dan Lingkungan. SEAMEO BIOTROP. Bogor.
Helmi. 2002. Tantangan Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air di Indonesia. P3-
TPSLK BPPT dan HSF. Jakarta.
Kordi, K. M.G.H dan A.B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air: dalam
Budi Daya Perairan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Makridakis, S., S.C Wheelwright, V.E McGee. 1992. Metode dan Aplikasi
Peramalan. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Manios, T and E.I. Stentiford. 2003. Sanitary aspect of partially treated landfill
leachate as a water source in green waste composting. 107-110.
CalRecoveery, Inc., CA. USA.
Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. P.T. Pustaka
Binaman Pressindo. Jakarta.
Sa’id, E.G. 1998. Sampah Masalah Kita Bersama. Madiyatama Sarana Perkasa.
Jakarta.
Sawyer, C.N. P.L. McCarty and G.F. Parkin. 2003. Chemistry for Environmental
Engineering and Science. Ed ke-5. New York: McGraw-Hill.
Senge PM. 1995. Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning
Organization. Binarupa Aksara. Jakarta
Sterman. J.D. 2000. Business Dynamics: System Thinking and Modeling for a
Complex World. Irwin McGraw-Hill. Boston.
Udall, M.K. and T. Stevas. 1987. Waste in Marine Environment. 131 p. U.S.
Government Printing Office. Washington. D.C.
Ulloa, J.B. J.H. Van Weerd and J.A.J Verreth. 2003. Tropical Agricultural
Residues and Their Potential Uses in Fish Feeds: the Costa Rican Situation.
87-97. CalRecovery, Inc. CA. USA.
228
Usman, H. dan P.S. Akbar. 2006. Metodologi Penelitian Sosial. Bumi Aksara.
Jakarta.
Winardi. 1999. Pengantar Tentang Teori Sistem dan Analisis Sistim. Penerbit
Mandar Maju. Bandung.
KantorTPACipayung
LahanHijau
InstalasiPengolahanAirLindi
PengaturanPemulung
PipaGas&Lindi
U
230
TIMBULAN SAMPAH :
3,445 m3/hari
Rumah Tinggal
TPS
Pasar
Sekolah
Perkantoran
Lain-lain
230
Menerapkan 3R
Total
Kecamatan Kelurahan Ya Tidak
Menerapkan 3R
Total
Kecamatan Kelurahan Ya Tidak
Cilangkap
0% 1 100% 1 100%
Cisalak Pasar
0% 5 100% 5 100%
Curug
2 50% 2 50% 4 100%
Harjamukti
0% 3 100% 3 100%
Jatijajar 0% 2 100% 2 100%
Cimanggis
Mekar Jaya 0% 5 100% 5 100%
Pasir Gunung 0% 5 100% 5 100%
Selatan
0% 5 100% 5 100%
Suka Maju Baru
0% 5 100% 5 100%
Sukatani
0% 5 100% 5 100%
Tugu
Lampiran 3 (Lanjutan)
Menerapkan 3R
Total
Kecamatan Kelurahan Ya Tidak
Menerapkan 3R
Total
Kecamatan Kelurahan Ya Tidak
Lampiran 3 (Lanjutan)
Menerapkan 3R
Total
Kecamatan Kelurahan Ya Tidak
Menerapkan 3R
Total
Kecamatan Kelurahan Ya Tidak
Lampiran 4 (Lanjutan)
Lampiran 4 (Lanjutan)
Lampiran 5 (Lanjutan)
Lampiran 5 (Lanjutan)
Lampiran 5 (Lanjutan)
Lampiran 5 (Lanjutan)