Supervisi Pendidikan
Supervisi Pendidikan
SUPERVISI PENDIDIKAN
PROGRAM SUPERVISI PENDIDIKAN
"KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBINAAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM PADA SEKOLAH UMUM"
DISUSUN OLEH :
HARUN ARASYID
(T1A120013)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak zaman penjajahan, bangsa Indonesia telah memiliki kepedulian terhadap pendidikan.
Namun pelaksanaannya masih diwarnai oleh kepentingan politik kaum penjajah, sehingga
tujuan pendidikan yang hendak dicapaipun disesuaikan dengan kepentingan mereka.
Dengan demikian maka tujuan pendidikan yang hendak dicapaipun disesuaikan dengan
kepentingan bangsa Indonesia, yang sekarang ini tujuan pendidikan tersebut dirumuskan dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU sisdiknas) BAB
II pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut : ”Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.
Dalam upaya merekonstruksi kebangkitan suatu masyarakat, negara, bahkan peradaban
umat manusia, keberadaan mabda (ideologi) merupakan salah satu aspek penting yang
menentukan kebangkitan dan pembentukan peradaban tersebut. Mabda merupakan aqidah
aqliyah (difahami melalui proses berfikir) yang melahirkan segenap peraturan untuk
memecahkan berbagai problematika kehidupan manusia . Dengan memahami bahwa
masyarakat adalah sekumpulan individu yang memiliki pemikiran dan perasaan yang sama
serta diikat oleh peraturan kehidupan yang sama maka rekonstruksi suatu masyarakat dapat
dilakukan dengan perubahan terhadap unsur 2MQ yaitu mengubah Mafahim (pemahaman, cara
berfikir), Maqayis (perasaan-perasaan) serta Qanaat (ketaatan, keterikatan terhadap nilai-nilai).
Masyarakat yang memiliki maqayis, mafahim, dan qanaat yang bersumber dari mabda
kapitalisme maka kehidupannya senantiasa berjalan di atas rel ‘Sekulerisme’ begitu pula dengan
peradaban yang terbentuknya. Demikian halnya dengan mabda sosialisme-komunisme yang
mengarahkan unsur 2MQ dalam masyarakat berjalan di atas rel ‘Dialektika Materialisme dan
Atheisme’. Adapun dengan mabda islam, masyarakat hendak diarahkan agar memiliki landasan
(qaidah) dan arahan/kepemimpinan (qiyadah) dalam berfikir, berperasaan serta mengikatkan
diri pada peraturan yang bersumber dari aqidah dan syariah islam dalam menjalani
kehidupannya. Bahkan dengan mabda islam tersebut umat manusia diarahkan untuk
membangun sebuah peradaban yang mulia melalui tegaknya institusi negara yang menjamin
terpeliharanya aqidah dan syariah tersebut dalam kehidupan.
Saat ini kehidupan kaum muslimin di berbagai negeri tengah didera oleh ideologi
kapitalisme maupun sosialisme-komunisme. Tidak terkecuali dengan Indonesia yang
merupakan salah satu negeri muslim terbesar di dunia kini tengah mengalami berbagai macam
keterpurukan akibat mengemban ideologi tersebut. Secara praktis, mafahim, maqayis, dan
qanaah yang dimiliki oleh masyarakatpun tidak sepenuhnya diberikan kepada Islam, melainkan
kepada kapitalisme maupun sosialisme-komunisme. Oleh karena itu merupakan suatu
kewajiban pula bagi kaum muslimin untuk mengembalikan unsur 2MQ tersebut kepada mabda
Islam melalui aktifitas dakwah yang dilakukan secara berjamaah dalam berinteraksi dengan
masyarakat hingga dapat menanamkan nilai-nilai baru ditengah-tengah masyarakat secara
berkesinambungan.
Dalam pendekatan sistemik, diantara ushlub (strategi) dakwah yang dapat dilakukan adalah
melalui perubahan sistem pendidikan nasional yang saat ini berkarakteristik sekuler agar
menjadi sistem pendidikan yang berbasiskan syari’ah islam.
BAB II PEMBAHASAN
Setelah berjalan beberapa tahun, nampaknya UU Sisdiknas itu pun sudah waktunya untuk
direvisi pada beberapa pasalnya. Sebagaimana dikutip Armai Arief, menggarisbawahi kaji ulang
sistem pendidikan nasional sebagai berikut :
Untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional yang baru tersebut ada beberapa program
yang harus dilaksanakan oleh pendidikan kita. Armai Arief menyebutnya ada lima agenda yang
mendesak yaitu:
Solusi masalah mendasar tersebut adalah dengan melakukan pendekatan sistemik yaitu
secara bersamaan dan menyeluruh agar sistem pendidikan dapat berubah lebih baik maka
harus pula dilakukan perubahan terhadap paradigma dalam penyelenggaraan sistem ekonomi
yang kapitalistik menjadi islami, tatanan sosial yang permisif dan hedonis menjadi islami,
tatanan politik yang oportunistik menjadi islami, dan ideologi kapitalisme-sekuler menjadi
mabda islam, sehingga perubahan sistem pendidikan yang materialistik pun dapat diubah
menjadi pendidikan yang dilandasi oleh aqidah dan syariah islam sesuai dengan
karakteristiknya. Perbaikan semacam ini pun perlu dikokohkan dengan aspek formal, yaitu
dengan dibuatnya regulasi tentang pendidikan yang berbasiskan pada konsep syari’ah Islam.
Upaya perbaikan secara tambal sulam dan parsial, semisal perbaikan hanya terhadap
kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana-prasarana, pendanaan dan sebagainya
tidak akan dapat berjalan dengan optimal sepanjang permasalahan mendasarnya belum
diperbaiki. Salah satu bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem
Pendidikan yang ada dan menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan (Syari’ah) Islam. Hal
paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas
sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem pendidikan,
seperti tujuan pendidikan dan struktur kurikulum.
Permasalahan cabang dalam sistem pendidikan nasional kita diantaranya dapat dikelompokan
sebagai berikut:
9. Life skill yang dihasilkan belum optimal (Diknas Jabar. Makalah UPI EXPO 2006).
Untuk menyelasaikan masalah-masalah cabang di atas, diantaranya juga tetap tidak bisa
dilepaskan dari penyelesaian terhadap masalah mendasar. Sehingga dalam hal ini diantaranya
secara garis besar terdapat dua solusi yaitu:
Pertama, solusi sistemik. Yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan
dengan sistem pendidikan, antara lain: sistem ekonomi, sistem politik, sistem sosial, ideologi,
dan lainnya. Penerapan ekonomi syari’ah sebagai pengganti ekonomi kapitalis ataupun sosialis
akan menyeleraskan paradigma pemerintah dan masyarakat tentang penyelenggaraan
pendidikan, dimana pendidikan sebagai salah satu kewajiban negara yang harus diberikan
kepada rakyatnya dengan tanpa adanya pembebanan biaya yang memberatkan ataupun
diskriminasi terhadap masyarakat yang tidak memiliki sumber dana (capital) untuk mengenyam
pendidikan, karena pendanaan pendidikan harus dialokasikan dari kas negara, bukan
dibebankan kepada rakyat sebagaimana Rasulullah Saw pernah mencontohkan dengan
menetapkan tebusan bagi orang-orang kafir yang menjadi tawanan dalam perang Badar dengan
mengajari masing-masing sepuluh anak kaum muslimin, padahal harta tebusan tersebut
statusnya merupakan ghanimah yang akan disimpan dalam Baitul Maal (kas negara) dan
menjadi milik kaum muslimin (Struktur Negara Khilafah hal.213: HTI Press). Atas dasar inilah
jaminan pendidikan terhadap rakyat merupakan kewajiban negara.
Penerapan sistem politik islam sebagai pengganti sistem politik sekuler akan memberikan
paradigma dan frame politik yang dilakukan oleh penguasa dan masyarakat, dimana politik akan
difahami sebagai aktifitas perjuangan untuk menjamin terlaksananya pengaturan berbagai
kepentingan ummat oleh penguasa termasuk diantaranya dalam menetapkan kebijakan bidang
pendidikan, sehingga bukan malah sebaliknya menyengsarakan ummat dengan memaksa
mereka agar melayani penguasa. Penerapan sistem sosial yang islami sebagai pengganti
sistem sosial yang hedonis dan permisif akan mampu mengkondisikan masyarakat agar
memiliki kesadaran yang tinggi terhadap kewajiban terikat pada hukum-hukum syari’at sehingga
masyarakat akan menyadari pula bahwa peran mereka dalam mensinergiskan pendidikan di
sekolah adalah sebagai pihak yang dapat memberikan tauladan sekaligus mengontrol aplikasi
nilai-nilai pendidikan yang diperoleh siswa di sekolah.
Secara keseluruhan perbaikan sistem ini akan dapat terlaksana jika pemerintah menyadari
fungsi dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Rasulullah Saw bersabda:
“Seorang Imam ialah (laksana) penggembala dan Ia akan dimintai pertanggungjawaban atas
gembalaannya (rakyatnya)”. (HR. Muslim)
Kedua, solusi teknis. Yakni solusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan internal dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan. Diantaranya, secara tegas, pemerintah harus mempunyai
komitmen untuk mengalokasikan dana pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai yang
diperoleh dari hasil-hasil eksploitasi sumber daya alam yang melimpah yang merupakan milik
ummat, menyita kembali harta milik rakyat yang telah dicuri oleh para koruptor baik dari
kalangan penguasa, aparat pemerintah mauapun para pelaku usaha. Dengan adanya
ketersediaan dana tersebut, maka pemerintahpun dapat menyelesaikan permasalahan
aksesibilitas pendidikan dengan memberikan pendidikan gratis kepada seluruh masyarakat usia
sekolah dan siapapun yang belum bersekolah baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD-SMP)
maupun menengah (SLTA), bahkan harus pula berlanjut pada jenjang perguruan tinggi. Merekrut
jumlah tenaga pendidik dan kependidikan sesuai kebutuhan di lapangan disertai dengan adanya
peningkatan kualitas dan kompetensi yang tinggi, jaminan kesejahteraan dan penghargaan
untuk mereka. Pembangunan sarana dan prasarana yang layak dan berkualitas untuk
menunjang proses belajar-mengajar. Penyusunan kurikulum yang berlandaskan pada nilai-nilai
syari’ah (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Melarang segala bentuk kapitalisasi dan komersialisasi
pendidikan baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta menjamin terlaksananya
pendidikan yang berkualitas dengan menghasilkan lulusan yang mampu menjalani kehidupan
dunia dengan segala kemajuannya (setelah menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan
teknologi serta seni baik yang berasal dari islam maupun dari non islam sepanjang bersifat
umum) dan mempersiapkan mereka untuk mendapatkan bagiannya dalam kehidupan di akhirat
kelak dengan adanya penguasaan terhadap tsaqofah islam dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.
A. KESIMPULAN
Pendidikan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis yang
bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter (khas) Islami. Sistem pendidikan yang
ada harus memadukan seluruh unsur pembentuk sistem pendidikan yang unggul, hal yang
harus menjadi perhatian, yaitu: sinergi antara sekolah, masyarakat, dan keluarga, serta
kurikulum yang terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi dan
berorientasi pada pembentukan tsaqâfah Islam.
Sistem pendidikan Islam juga sekaligus merupakan sub sistem yang tak terlepas dari
pengaruh sub sistem yang lain dalam penyelenggaraannya. Sistem ekonomi, politik, sosial-
budaya, dan idoelogi akan sangat menentukan keberhasilan penyelenggaran sistem pendidikan
yang berbasiskan aqidah dan syari’ah islam.
Meski disadari betapa pentingnya posisi pendidikan Islam dalam konteks pendidikan
nasional. Namun, harus pula diakui hingga saat ini posisi pendidikan Islam belum beranjak dari
sekadar sebuah subsistem dari sistem besar pendidikan nasional
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.iainponorogo.ac.id/483/1/KEBIJAKAN%20PEMERINTAH%20THD%20P
END%20ISLAM.pdf
https://www.neliti.com/id/publications/235760/kebijakan-pemerintah-terhadap-
pembinaan-pendidikan-islam
https://ejournal.iainkendari.ac.id/al-tadib/article/view/413
https://ojs.serambimekkah.ac.id/tarbawi/article/view/1213