Adaptasi Mahasiswa Indonesia Dalam Menghadapi Gegar Budaya Di Fukuoka Jepang
Adaptasi Mahasiswa Indonesia Dalam Menghadapi Gegar Budaya Di Fukuoka Jepang
net/publication/321665071
CITATION READS
1 1,734
1 author:
Faradita Prayusti
London School of Public Relations Jakarta
1 PUBLICATION 1 CITATION
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Faradita Prayusti on 08 December 2017.
SKRIPSI
Diajukan oleh:
JAKARTA
2017
ABSTRAK
i
ABSTRACT
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat,
kekuataan dan kemudahan yang diberikan-Nya kepada penulis, sehigga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul Adaptasi Mahasiswa Indonesia Dalam
Menghadapi Gegar Budaya di Fukuoka Jepang: Studi Kasus Mahasiswa
Indonesia di Universitas Kyushu ini merupakan prasyarat guna meraih gelar
Sarjana Ilmu Komunikasi bidang International Relations pada Sekolah Tinggi
Ilmu Komunikasi, The London School of Public Relations, Jakarta.
Selama proses penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat banyak
bantuan, dukungan, bimbingan, doa, saran, petunjuk dan kekuataan baik
secara langsung atau tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Prita Kemal Gani, MBA, MCIPR, APR (UK)., Ketua STIKOM The
London School of Public Relations Jakarta.
2. Ibu Dr. Janette M. Pinariya, MM., Dean Marketing Communication dan
Public Relations dan International Relations, STIKOM The London School
of Public Relations Jakarta.
3. Ms. Cendera Rizky Anugrah Bangun, M.Si., Dosen Pembimbing yang
bersedia meluangkan waktu dan kesabarannya untuk memberikan
bimbingan yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
4. Ms. Lamria Raya Fitriyani, M.Si., Thesis Counselor yang memberikan
bimbingan untuk penulisan sehingga penulis dapat menyusun skripsi
dengan baik.
5. Kedua Orang tua penulis, Ibu Sri Yustiati dan Bapak T.Supratmono, kakak
penulis yaitu Anissa Prayusti dan keluarga penulis yang selalu
mendoakan dan memberi dukungan.
iii
6. Rizki Fitria Darmayanti, Yuslita Syafia, Herpin Dwijayanti, Achmad
Rachmad Tullah dan Gde Pandhe Wisnu Suryantara yang telah
memberikan waktu luang untuk menjadi narasumber skripsi penulis.
7. Seluruh staf akademik STIKOM – LSPR
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu atas
segala dukungan dan bantuannya kepada penulis.
Akhir kata penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini. Untuk itu penulis mohon maaf dan pengertian sebesar-
besarnya apabila terdapat kekeliruan , kesalahan ataupun segala kekurangan
dalam penulisan skripsi ini, baik yang disadari maupun yang tidak disadari.
Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan pihak-pihak lainnya.
Faradita Prayusti
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………………………………….........i
ABSTRACT…………………………………………………………………….......ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………….......iii
DAFTAR TABEL....….....................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
v
BAB II KERANGKA TEORETIS
3.2. Narasumber.................................................................................. 39
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
(peace2, 2013). Kualitas pendidikan yang baik serta biaya kuliah yang relatif
Jepang menjadi salah satu destinasi favorit bagi para pelajar asing untuk
1
2
Students” untuk menarik minat pelajar asing agar datang belajar di Jepang,
kampanye ini berhasil mencapai target pada tahun 2003 dengan jumlah
pelajar asing melampaui 100.000 orang (Hennigs & Mintz, 2015). Lima tahun
“300,000 Foreign Student Plan” yang ditargetkan dapat terwujud pada tahun
tidak menyurutkan niat para pelajar untuk melanjutkan studi di Jepang. Dari
dengan ketentuan tidak boleh melebihi 20 jam per minggu (Ishikawa, 2006).
Selain itu, terdapat program singkat bahasa Jepang yang disediakan oleh
membantu para pelajar asing. Sekolah atau kelas bahasa Jepang pun tidak
Jepang.
umumnya berasal dari Cina dan Vietnam dengan jumlah sebesar 94.111
sendiri Jepang merupakan negara urutan ke-4 destinasi favorit mereka untuk
kota saja yang menjadi incaran para mahasiswa asing. Fukuoka merupakan
salah satu prefektur di Jepang yang menjadi urutan ketiga terbanyak setelah
dari pusat ibu kota, Tokyo, dengan jarak 1.086 km dan membutuhkan waktu
lainnya di Jepang, transportasi yang nyaman, kota yang tidak terlalu padat,
biaya hidup yang lebih murah, dan pemandangan alam yang indah (PPI
2016 yang dilakukan oleh majalah Monocle, Fukuoka berada di urutan ke-7
2016).
Pradita, 2013) adalah komunikasi yang dilakukan antara dua orang atau lebih
6
yang sama dan saling berinteraksi. Menurut Devito (2003), budaya adalah
gaya hidup ciptaan suatu kelompok individu yang mencakup pola pikir, nilai-
nilai (values), kepercayaan (beliefs), bahasa, artefak, seni, hukum dan agama
serta cara berperilaku dan komunikasi. Perbedaan budaya yang dimiliki oleh
tetap ada.
Secara demografis pun kedua negara ini berbeda, Indonesia adalah negara
tengah berada di Fukuoka tidak dapat terhindar dari culture shock atau gegar
budaya. Menurut Berardo & Deardorff (2012) gegar budaya adalah masa
transisi stres yang dialami pendatang ketika berada di budaya baru karena
mereka dengan budaya baru. Menurut Pinem (2011), selama ini individu hidup
memasuki budaya baru maka dia akan merasa asing karena tidak menemui
serta ketakutan jika perilakunya tidak sesuai dengan budaya yang baru. Hal
seseorang akan merasa ragu ketika berada di lingkungan baru karena apa
adanya perbedaan budaya dari negara asal. Oberg (1960) mengatakan jika
telah mencari berbagai informasi mengenai lingkungan dan budaya baru atau
8
namun demikian perasaan cemas dan frustasi pasti akan timbul ketika dia
umumnya adalah bahasa, seperti cara bicara warga lokal yang cepat sehingga
sebagai bahasa utama mereka (Siswanto, 2016; Leksono, 2016; & Fiktorius,
2013). Selain itu perbedaan agama juga menjadi tantangan tersendiri bagi
mereka terutama bagi mahasiswa pria tidak jarang harus pergi ke kota besar
kesepian, insomnia dan rindu kampung halaman juga kerap dialami oleh
dialami oleh individu di lingkungan baru (Gudykunts & Kim, 2002). Adaptasi
yang dihadapi oleh individu dalam kehidupan sehari-hari dan berusaha untuk
karena itu, para mahasiswa harus mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri
dengan budaya Jepang dan lingkungan baru mereka agar dapat tinggal
Jepang.
10
Jepang.
dalam penyusunan skripsi ini secara menyeluruh dan agar lebih mudah
dipahami tentang isi dalam skripsi ini. Sistematika penulisan ini disajikan
dalam sistem pembahasan yang membagi penulisan ini dalam lima bab
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan diuraikan tentang hal yang menyangkut metodologi,
yaitu metode penelitian dan metode analisis data yang menggunakan metode
Dalam bab ini akan diuraikan dari suatu masalah yang akan diteliti,
teori yang di dapat dari hasil penelitian. Dalam susunannya meliputi gambaran
Dalam bab ini merupakan bagian akhir dari seluruh kegiatan penelitian.
Pada bab ini berisi simpulan yang diambil setelah melakukan analisis dan
pembahasan setelah dikaitkan dengan tujuan penelitian. Selain itu dalam bab
ini juga akan berisi saran yang mungkin dapat berguna sebagai masukan bagi
KERANGKA TEORETIS
ini dilakukan.
Cultural Mahasiswa
Adaptation Indonesia di
between Universitas
Asian Students
12
13
perbedaan/ sehari-hari
persamaan ketika
budaya seseorang
mempengaruhi melakukan
pengalaman adaptasi,
Internasional di darinya.
universitas-
14
universitas
Amerika.
Theory, Communication
Anxiety/Uncert Theory.
ainty
Management
Theory,
Uncertainty
Reduction
Theory, Teori
Akulturasi dan
Culture Shock,
dan Co-cultural
Theory.
kesuksesan sekitar,
internasional. kepribadian
mahasiswa turut
serta mendukung
proses adaptasi
mahasiswa.
Sumber : Jones & Kim, 2013; Utami, 2015; data olahan peneliti, 2017
16
menggunakan bahasa yang sama, berperilaku serupa dan tahu apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan di dalam lingkungan. Namun ketika seseorang
ini memicu terjadinya gegar budaya. Gegar budaya atau culture shock adalah
Kalervo Oberg pada tahun 1960. Menurut Oberg (1960) gegar budaya adalah
rasa gelisah yang dialami oleh seseorang akibat kehilangan tanda-tanda dan
formal, bahasa tubuh atau ekspresi wajah yang selama ini digunakannya.
sebatas pada reaksi emosional individu tetapi juga mengenai kesulitan yang
norma, pola perilaku dan sikap yang selama ini dimiliki tidak berlaku lagi
(Samovar, Porter, McDaniel & Roy, 2012). Gegar budaya merupakan hal
umum yang dialami oleh setiap individu ketika berada di budaya dan
lingkungan baru karena gegar budaya merupakan bagian dari proses untuk
menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan budaya baru (Samovar et al, 2012).
17
Tahap euforia atau yang juga dikenal dengan honeymoon stage adalah
baru tiba di lingkungan baru. Semua hal terasa menyenangkan dan indah.
terhadap segala sesuatu dan merasa jika budaya baru lebih baik
Tahap ini merupakan fase gegar budaya terjadi dimana para pendatang
sadar ada banyak hal yang berbeda di lingkungan baru. Semakin banyak
interaksi yang dilakukan maka semakin besar gegar budaya yang dialami
(Martin & Nakayama, 2010). Mereka mulai merasa jika permasalahan yang
Gegar budaya juga dapat membuat seseorang menjadi tertutup akibat merasa
18
tidak nyaman dan terasingkan sehingga dia menarik diri dari lingkungan sosial
gegar budaya dapat merasa rindu kampung halaman (homesick), tidak cocok
dengan makanan atau minuman dan bahkan menjadi berlebihan dalam hal
Sikap bias budaya seperti etnosentris dan stereotip juga dapat terjadi
pada fase ini. Stereotip adalah bentuk dari generalisasi kelompok individu
Porter, McDaniel & Roy, 2012). Stereotip yang dibuat dapat bersifat positif
pandangan jika budaya sendiri adalah yang terbaik (Samovar et al, 2012).
dinding diantara “kita” dan “mereka”. Mereka menganggap jika budaya “kita”
Pada tahap ini para pendatang akan mulai mencari solusi dan melakukan
kekecewannya. Disini mereka melihat jika setiap budaya memiliki nilai positf
perbedaan yang ada mulai dari bahasa, pola komunikasi dan sosial. Dalam
tahap ini pendatang sudah mulai familiar dengan makanan, bunyi, rasa,
19
Pada tahap terakhir ini para pendatang memahami kunci utama dari
budaya baru seperti pola komunikasi, adat istiadat dan norma yang berlaku
Korea Selatan yaitu Young Yun Kim. Selain adaptasi psikologis, adaptasi
lingkungan baru serta dapat menyesuaikan diri dengan budaya baru (Baldwin,
Coleman, Gonzalez & Packer, 2014). Martin & Nakayama (2010) mengatakan
aktif terlibat dalam interaksi sosial dan kegiatan komunikasi akan lebih banyak
mengalami gegar budaya, namun juga akan lebih cepat beradaptasi dengan
media massa.
a. Aspek Kognitif
dari tuan rumah. Bahasa merupakan hal yang sangat vital karena dalam
pengetahuan bahasa tidak hanya sekedar pada bahasa verbal tetapi juga
bahasa non-verbal.
b. Aspek Afektif
hal tersebut. Gudykunts & Kim (2002) menambahkan jika pengetahuan afektif
memahami pola afektif, tetapi juga dapat mengikuti pola afektif tuan rumah.
23
c. Aspek operasional
pembelajaran kognitif dan afektif (Harvey, 2007). Taft (dalam Gudykunts & Kim,
rumah, tempat kerja atau sekolah (Gudykunts & Kim, 2002). Koester Margaret
dan Ruben (dalam Lustig & Koester, 2013; Gudykunts & Kim, 2002)
mengatasi konflik.
rumah menjadi indikator penting dalam adaptasi (Gudykunts & Kim, 2002).
Hubungan yang dibangun dapat bersifat lemah atau kuat (Puumala, 2015).
Gudykunts & Kim (2002) menambahkan jika semakin sering pendatang ikut
terlibat dalam kegiatan yang diadakan oleh masyarakat tuan rumah maka
orang-orang yang berasal dari budaya yang sama (Utami, 2015). Umumnya,
yang sama terutama saat diawal-awal kedatangan (Kim, 1988). Latar budaya
dan bahasa yang sama membuat para pendatang cenderung lebih nyaman
(2015) jika para pendatang terlalu bergantung pada komunikasi etnis dan
adaptasi.
daerah asal merupakan bentuk dari dukungan sosial (Martin & Nakayama,
karena ketika berada di lingkungan baru banyak hal-hal yang tidak diketahui.
seperti media massa (komik, buku, majalah, koran, acara tv atau film) sebagai
2.2.2.3. Lingkungan
kelompok atau budaya mayoritas (Utami, 2015). Kim (1988) mengatakan jika
26
penerimaan tuan rumah terkait dengan seberapa jauh mereka menerima atau
Pendatang diterima atau tidak, dapat dilihat dari sikap dan keterbukaan orang-
orang tuan rumah terhadap mereka (Gudykunts & Kim, 2002). Oleh karena itu
diperlukan keterbukaan serta sikap positif dari lingkungan tuan rumah untuk
maka akan semakin mudah untuk mereka berbaur dengan budaya dan
lingkungan baru.
Menurut Kim (1988) masyarakat yang relatif bebas (free societies) dan
dalam masyarakat heterogen dan homogen, akan ada selalu tekanan dari
tekanan-tekanan tersebut.
27
secara langsung dituntut oleh masyarakat tuan rumah, namun demikian ketika
mereka berinteraksi dengan masyarakat lokal, tentu akan sulit jika tidak
bahasa tuan rumah maka akan semakin mudah dan nyaman bagi mereka
bahasa juga menjadi salah satu alat untuk membedakan antara in-group dan
out-group (Lustig & Koester, 2013). Tanpa adanya kemampuan bahasa maka
(1988) mengatakan jika pendatang yang telah familiar dengan budaya baru
dengan orang dari budaya tersebut maka akan lebih mudah untuk beradaptasi.
secara sengaja pindah ke tempat baru akan lebih mudah untuk beradaptasi
persamaan budaya yang ada diantara lingkungan lama dan lingkungan baru
(Gudykunts & Kim, 2002). Jika pendatang memiliki budaya yang serupa tentu
akan lebih mudah bagi mereka untuk beradaptasi, sementara jika semakin
maka akan semakin sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri. Perbedaan
budaya dapat berupa bentuk fisik, bahasa verbal dan non-verbal, agama, nilai
Ketiga adalah kepribadian dari pendatang itu sendiri. Kim (dalam Devito,
2003) mengatakan jika salah satu kunci sukses untuk beradaptasi adalah
yang memiliki keterbukaan, kuat, selalu berfikir positif serta berani dalam
Kim, 2002).
29
berbagai hal yang baru. Functional fitness adalah kondisi dimana pendatang
mengatakan jika pendatang terus meningkatkan HCC dan terlibat aktif dalam
kesulitan yang berada di lingkungan baru (Gudykunts & Kim, 2002). Semakin
meningkat functional fitness pendatang maka rasa stress akibat gegar budaya
dapat diatasi (Kim, 1988). Pada masa awal memasuki lingkungan baru, para
dari budaya lama ke budaya baru. Oleh karena itu guna mencapai kesehatan
fleksibel dengan budaya yang baru dan tidak lagi kaku (Utami, 2015). Lebih
30
lanjut Kim (1988) menjelaskan jika pada tahap ini pendatang memiliki
perspektif yang lebih luas, serta berhasil mengatasi berbagai macam kondisi
yang membuat stress dan potensi adaptasinya semakin mendalam. Dalam hal
ini seseorang tidak lagi melihat dari satu sisi tetapi dari berbagai sisi, mereka
atau etnik tertentu bertemu dengan orang-orang dari suku atau etnik lain dan
Komunikasi dan budaya adalah dua hal yang saling mempengaruhi sehingga
tidak dapat dipisahkan. Hal tersebut ditegaskan oleh T. Hall dan Kress (dalam
dalam komunikasi akan selalu terdapat konteks dan makna kultural dan begitu
unsur budaya.
kepercayaan, sikap perilaku dan nilai yang diturunkan secara turun temurun
memberikan identitas diri bagi tiap-tiap individu dalam kelompok (Jandt, 2016).
menjadi peka terhadap suatu objek, kejadian dan orang lain (Devito, 2003).
Menurut Wexter dalam (Jandt, 2016) otak manusia membentuk persepsi dan
berinteraksi dengan orang lain dan cara melihat suatu fenomena (Devito,
2003).
apa yang dianggap baik atau buruk, pantas atau tidaknya suatu hal (Mulyana,
ekspektasi sendiri mengenai komunikasi yang baik (Lustig & Koester, 2013).
Individu yang dibesarkan dalam budaya yang berbeda akan memiliki gaya
komunikasi dan persepsi yang berbeda pula sesuai dengan apa yang telah
sehingga dapat memicu konflik diantara mereka (Yue & Le, 2012; Lustig &
Minkov, 2010). Jarak kekuasaan dibagi menjadi 2 yaitu jarak kekuasaan tinggi
(high power distance) dan jarak kekuasaan rendah (low power distance).
menerima jika orang tua, guru, atasan adalah orang-orang yang memiliki
kekuasaan lebih dari mereka sehingga harus dihormati (Nunez, Mahdi &
Koester, 2013). Seperti panggilan kakak dan adik dalam bahasa Indonesia
Jepang merujuk pada status siapa yang lebih tua di dalam keluarga atau serta
penting karena menunjukan status sosial mereka penting. Nunez, Mahdi dan
33
arah karena mereka harus mematuhi ucapan atasan atau orang yang lebih
tua, namun bukan berarti mereka tidak boleh beropini, hanya saja mereka
lebih berkuasa, berbeda dengan masyarakat low power distance yang justru
horizontal atau setara sehingga tidak ada hirarki yang sangat kaku Dodd
(1998). Oleh karena itu, senioritas tidak terlalu terlihat dalam masyarakat ini
dilihat jika dia menjadi yang terbaik diantara anggotanya. Kim, Sharkey and
34
Singelis (dalam Dodd, 1998) mengatakan jika kebutuhan dan tujuan pribadi
suka berterus terang. Menurut mereka ketidaksukaan atau tidak setuju dapat
(Devito, 2003). Kim, Sharkey and Singelis (dalam Dodd, 1998) mengatakan
jika masyarakat kolektivis mementingkan perasaan orang lain dan tidak mau
orang lain. Ikatan yang kuat di dalam grup menyebabkan secara tidak
sebagai out-group, akibatnya tidak jarang orang-orang luar akan sulit untuk
emosional laki-laki dan perempuan. Hofstede (dalam Bergiel, Bergiel & Upson,
ambisius dan materi. Masyarakat diajarkan untuk selalu menjadi yang terbaik,
hal biasa (Lustig & Koester, 2013). Para laki-laki harus memiliki karir
Hofstede, Minkov, 2010; Nunez, Mahdi & Popma, 2014). Mereka juga tidak
dituntut untuk selalu menjadi yang terbaik sehingga tingkat kompetisi tidak
terlalu tinggi karena yang terpenting bagi mereka adalah membantu anggota
kelompok dan membangun solidaritas (Nunez, Mahdi & Popma, 2014; Lustig
peran sosial tidak sepenuhnya berpaku pada gender (Lustig & Koester, 2013).
4. Menghindari ketidakpastian
mereka cenderung tinggi (Hofstede, Hofstede & Minkov, 2010). Sesuatu atau
mereka dapat tetap nyaman dalam keadaan yang tidak pasti dan ambigu
(Dodd, 1998). Sehingga dalam masyarakat ini peraturan dan struktur tidak
2010). Mereka juga lebih fleksibel ketika menemui sesuatu yang asing atau
METODOLOGI PENELITIAN
Cohen dan Manion (dalam Mackenzie & Knipe, 2006) fokus penelitian
lanjut Mertens (dalam Mackenzie & Knipe, 2006) mengatakan jika realitas
pengalaman manusia.
diteliti menjadi satu kesatuan karena pemahaman realitas yang diteliti atau
hasil temuan penelitian adalah hasil interaksi antara peneliti dengan yang
mereka hadapi serta cara mereka beradaptasi untuk mengatasi gegar budaya
tersebut.
3.2. Narasumber
3. Herpin Dwijayanti
Kyushu.
40
4. Rizki Fitria D
5. Yuslita Syafia
Universitas Kyushu.
mahasiswa saat di
awal kedatangan.
- Kesulitan – kesulitan,
dan gegar budaya
yang dialami oleh
mahasiswa.
- Cara mahasiswa
mengatasi gegar
budaya yang dialami.
Komunikasi - Kesulitan komunikasi
Intrapersonal yang paling
(Host Communication dirasakan oleh
Competence) mahasiswa selama
berada di Fukuoka.
- Perbedaan cara
komunikasi antara
orang Indonesia
dengan orang
Jepang yang
dirasakan oleh
mahasiswa.
- Mahasiswa
memahami cara
masyarakat Jepang
dalam
mengungkapkan
perasaan dan emosi.
- Penilaian mahasiswa
mengenai
pengetahuan yang
42
Komunikasi - Intensitas
Interpersonal komunikasi dan
aktivitas bersama
yang dilakukan oleh
mahasiswa dengan
orang-orang Jepang
dan sesama
ekspatriat Indonesia.
- Alasan mahasiswa
berkomunikasi
dengan orang-orang
Jepang.
- Peran PPI Fukuoka
dan bagi para
Mahasiswa dalam
beradaptasi.
Lingkungan - Penilaian mahasiswa
mengenai sikap
orang-orang Fukuoka
terhadap mereka
sebagai orang asing.
- Mahasiswa
diperlakukan
berbeda (positif-
negatif) oleh orang-
orang Fukuoka.
43
- Penilaian
mahasiswa terhadap
Universitas dalam
membantu proses
adaptasi.
Adaptive Predisposition - Persiapan yang
(Predisposisi Adaptif) dilakukan oleh
mahasiswa sebelum
berangkat ke
Fukuoka.
- Perbedaan budaya
yang paling
dirasakan diantara
budaya Indonesia
dengan Jepang.
- Budaya Jepang yang
dirasa kurang cocok
bagi mahasiswa.
- Cara mahasiswa
menyesuaikan diri
dengan budaya
Jepang.
Hasil Adaptasi dan - Penilaian mahasiswa
Kesehatan Psikologis mengenai pengaruh
gegar budaya yang
dialami oleh mereka
terhadap aktivitas
sehari-hari dan
akedemi.
44
- Perasaan mahasiswa
Indonesia saat ini
tinggal dan belajar di
Fukuoka.
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2017
individu. Data pengalaman adalah bahan-bahan mengenai hal apa saja yang
telah dialami individu sebagai warga masyarakat tertentu yang menjadi objek
data (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini sumber primer didapatkan melalui
keterangan untuk tujuan penelitian dengan bertatap muka dan tanya jawab
2009).
adalah catatan kejadian yang telah berlalu, bentuknya dapat berupa tulisan,
penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2009). Creswell
1. Mempersiapkan dan mengatur data, pada tahap ini data-data yang sudah
memutuskan data yang diambil akan diolah secara manual atau dengan
komputer.
2. Eksplorasi dan koding data, pada tahap ini peneliti dituntut untuk terus
menerus membaca data yang telah dikumpulkan serta transkrip yang telah
dibuat dan membuat catatan mengenai hal-hal yang menarik dan penting
memberikan label atau kode pada teks. Kode yang diberikan dapat
membangun tema. Akan banyak berbagai tema yang muncul dan saling
4. Menyajikan temuan data yaitu tema dan hasil deskripsi dalam bentuk
narasumber.
5. Interpretasi temuan data, pada tahap ini peneliti memaknai temuan data
aktual dan nyata berdasarkan fakta-fakta yang benar ada. Data penelitian
data yang beragam sehingga dapat menghasilkan data yang berbeda antar
penelitian dengan cara memperkuat bukti dari berbagai individu, tipe data,
data yang telah ada dengan beberapa sumber berbeda. Peneliti mencari
data yang sama tetapi dengan teknik pengambilan data yang berbeda.
lainnya.
Jawa Barat.
Studi
1
Kepustakaan
2 Bab I dan
revisi
3 Bab II dan
revisi
4 Bab III dan
revisi
5 Sidang
proposal
6 Revisi setelah
proposal
7 Wawancara
8 Bab IV dan
Revisi
9 Bab V
ini teori yang digunakan adalah Gegar Budaya dan Integrative Communication
budaya Hofstede yang sebenarnya dapat diteliti lebih lanjut dengan konsep
4.1.1. Fukuoka
Fukuoka adalah salah satu kota di Jepang yang berada di pulau Kyushu
yaitu pulau di bagian selatan Jepang. Fukuoka sendiri merupakan ibu kota dari
Prefektur Fukuoka serta menjadi kota terbesar di Kyushu dengan luas daerah
kecamatan atau dalam bahasa Jepang disebut dengan –ku, yaitu Higashi-ku,
Fukuoka, 2011).
Sementara untuk warga negara asing, saat ini terdapat 64.998 warga negara
1 Tiongkok 19.600
3 Vietnam 8.070
4 Nepal 5.051
50
51
5 Filipina 4.648
8 Indonesia 971
9 Taiwan 933
10 Thailand 716
Sumber: Ministry of Internal Affairs and Communication, 2016.
sebuah acara dengan tema Asia di bidang pendidikan, seni dan budaya yang
Month (2008) terdapat berbagai acara dalam Asian Month seperti Asia Pacific
Fukuoka Asian Month, n.d). Acara yang telah dimulai sejak 1990 ini
Fukuoka pun juga menjadi salah satu tempat yang sering mengadakan
daya tarik tersendiri bagi masyarakat baik dalam dan luar negeri. Fukuoka
adalah beberapa contoh tempat populer yang ada di Fukuoka. Pada tahun
dunia sebagai kota yang paling nyaman untuk ditinggali (Monocle Magazine,
Dalam artikel Fukuoka - 7th Most Liveable City (2016) disebutkan jika
Fukuoka menjadi kota yang nyaman untuk ditinggali. Hal tersebut dikarenakan
yang semakin ramah bagi para pengendara sepeda, nyaman untuk berbisnis
kota dengan pohon terbanyak di Jepang dengan jumlah 1.852 pohon (Ministry
Fukuoka 1.852
Yokohama 1.003
Kawasaki 895
Nagoya 861
Kumamoto 626
Selain itu dalam artikel Fukuoka is No.1 (2016) dikatakan jika faktor lain
yang membuat Fukuoka menjadi kota yang nyaman untuk ditempati adalah
place to live, 2016) yang menunjukan jika 96,7% masyarakat sangat menyukai
Fukuoka.
Fukuoka (2011) biaya sewa yang dikenakan oleh Danchi relatif lebih murah
maka akan diberikan potongan harga sewa yang dapat mencapai 75%. Akan
tetapi kuota dari Danchi terbatas sehingga diberlakukan sistem undian yang
dilakukan 4 bulan sekali, setiap orang yang ingin ikut serta dalam undian
56
Danchi harus mengisi formulir yang harus dapat diambil di kantor kecamatan
pada tahun 1903, kemudian pada tahun 1911 berubah menjadi Universitas ke
Kyoto (1897) dan Universitas Tohoku (1907) (Kyushu University, 2013 – 2014).
Gambar 13. Garis Besar Sejarah Universitas Kyushu, dari Kyushu University,
2013 – 2014.
58
Kyushu berada pada kategori 351 – 400 universitas terbaik di dunia dan
berada di Kampus Ito yaitu Asrama Ito dan Kampus Ohashi yaitu Asrama Ijiri.
Asrama Ito berjarak kurang lebih 200 meter dari kampus sehingga sangat
nyaman bagi para mahasiswa yang sering pulang pergi ke kampus. Asrama
Ito sendiri terdiri dari dua gedung yaitu Ito 1 dan Ito 2. Akses dari asrama itu
sangat mudah karena terdapat bis untuk ke stasiun kereta api terdekat yaitu
Asrama Ijiri adalah fasilitas asrama yang diprioritaskan bagi para mahasiswa
tinggal maksimal 6 bulan, setelah mereka harus menetap di luar asrama yang
Jika masa tinggal di asrama telah habis, para mahasiswa dapat beralih
ke beberapa fasilitas tempat tinggal lain yang masih dikelola oleh pihak
Namun jumlah kamar yang tersedia terbatas, sehingga para mahasiswa dapat
negara lain. Untuk Indonesia sendiri, Universitas Kyushu berkerja sama dalam
Kyushu terdiri dari 12 Fakultas untuk sarjana dan 18 Fakultas untuk pasca
salah satu bentuk penyesuaian diri atau adaptasi yang dihadapi oleh setiap
dalam benak para narasumber ketika tiba di Fukuoka. Perasaan senang dan
serta ekspektasi mereka sesuai dan bahkan melebihi dari apa yang mereka
bayangkan sebelumnya.
ternyata tidak terjadi padanya. Selain itu, narasumber juga merasa tertolong
“Pertama seneng ya waktu pas April, sakura masih mekar masih bagus
banget. Belum pernah liat sakura, terus juga cuacanya enak. Terus
ternyata teman-temannya baik, banyak mahasiswa internasonal. Jadi
walaupun belum bisa bahasa Jepang masih bisa komunikasi pake
bahasa Inggris. Terus gara-gara di kelas intensive course akhirnya
dekat sama banyak orang, kemana-mana bareng. Jalan kesini jalan
kesini, seneng sih malah melebihi ekspektasi kalau aku. Kan kalau dulu
takutnya kayak gini kayak gini, enggak ternyata baik terus juga ada
kantin halal juga jadi terbantulah” (Yuslita Syafia, wawancara data
primer, 13 Februari 2017).
dirasakan sangat cepat oleh salah satu narasumber disaat awal kedatangan.
“Gak tahu apa-apa, liat tulisan-tulisan sama semua kanji kan bingung”
Februari 2017).
mengatakan jika kesulitan terbesar yang mereka alami adalah bahasa Jepang.
tidak dapat berbahasa Inggris dengan baik. Akibatnya kesulitan bahasa paling
berbahasa Inggris.
yang bisa diserap dan bisa jadi salah paham karena orang Jepang juga
awal-awal kedatangan:
Jepang:
“kalau misalkan aku ajakin mereka ngobrol pake bahasa Jepang dikit,
eh mereka cerita deh panjang, terus kadang aku gak ngerti bahasa
65
Februari 2017).
“…Balik lagi ke bahasa kan memang ada beberapa seminar yang harus
diikuti dan itu pakenya bahasa Jepang. Terus kadang-kadang kalau
temen sekelasnya bukan banyak mahasiswa internasional, misalnya
orang Jepang ataupun orang Cina itu mereka kalau presentasi kan
bilingual, boleh bahasa Inggris boleh bahasa Jepang. Nah kebanyakan
mereka pake bahasa Jepang, lebih sulit buat ngerti. Yang mereka
omongon tuh apa sih gitu. Tau sih sedikit-sedikit tapi gak bisa nutup,
gak bisa banyak yang bisa diketahui dari situ. Kendalanya tetep bahasa.
Walaupun sebenernya aku ikut kelas internasional, cuma memang ada
beberapa mata kuliah yang ikut itu orang Jepang sama orang Cina.
Mereka bahasa Jepangnya bagus-bagus, mereka lebih pede kalau
pake bahasa Jepang. Jadinya ya itu” (Yuslita Syafia, wawancara data
primer, 13 Februari 2017).
tahun:
di Jepang:
Hal senada juga diungkapkan oleh Rizki Fitria, jika bahasa Jepang
lingkungan universitas:
“Ya membantu sekali ya, sekitar 70%. Jadi kalau misalnya aku lagi nyari
barang, aduh mbak ini saya gak bisa baca tolong cariin ini dong, tapi
ngomong dalam bahasa Jepang. Itu udah membantu banget mereka
mau nolongin biasanya, orang Jepang mah baik-baik…Iya membantu
banget sih, ke kantor-kantor kecamatan, ngurus-ngurus apa. Mereka
bahasa Inggris juga gak terlalu bisa, jadi kalau kita bisa bahasa Jepang
paling enggak bisa dibacain gitu kan, terus kita ngerti artinya lumayan
lah bisa ngerti. Terutama kalau di kampus sih banyak yang bisa bahasa
Inggris. Kalau diluar gak banyak” (Rizki Fitria, wawancara data primer,
4 Februari 2017).
Selain itu, meminta bantuan dari penutur asli pun menjadi salah satu
solusi yang dapat digunakan. Rizki Fitria mengatakan jika dia tidak segan
untuk bertanya kepada teman Jepang atau orang Jepang yang berada
disekitarnya:
“…Jadi kalau misalnya aku lagi nyari barang, aduh mbak ini saya gak
bisa baca tolong cariin ini dong, tapi ngomong dalam bahasa Jepang.
Itu udah membantu banget mereka mau nolongin biasanya, orang
Jepang mah baik-baik. Terus kalau misalnya mereka cerita, terus
ditengah-tengah ada kata yang gak aku ngerti, biasanya aku tanya,
misalnya ngomong apa, itu apa artinya. Nanti mereka jelasin dulu.”
(Rizki Fitria, wawancara data primer, 4 Februari 2017).
ditemui oleh para narasumber ketika berbicara dengan orang Jepang adalah
pesan.
ini bagus, ini bagus, saya setuju kalo risetnya dibawa kesini tapi tiba-
tiba dibelakang ada ternyata kayak gini, ternyata kayak gitu” (Yuslita
Syafia, wawancara data primer, 13 Februari 2017).
berikut:
tafsir jika kita tidak pandai dalam menerka keinginan tersebut” (Gde
“Kitanya yang harus tau diri karena mereka terlalu baik, jadinya kita
harus tau diri ini proper gak kalo minta bantuan kayak gini. Kalo mereka
udah bilang mmm.. oh yaudah-yaudah gak papa, kalo aku sih. Kalo aku
kan gak enakan orangnya” (Yuslita Syafia, wawancara data primer, 13
Februari 2017).
69
maksud mereka:
kampus:
“Gak bisa mersenin ya, tiap hari sih. Kalau di departemen kan emang
gak ada orang Indonesia kecuali aku. Jadi kalau lagi gak ketemu sama
orang Indonesia ya ngomongnya sama orang Jepang. Tapi kalau sama
orang Indonesia, ya ngomong sama orang Indonesia. Tergantung
kebutuhan sih. Tapi hampir tiap hari kok ngomong sama orang
Jepang…Lebih ke akademik kayak udah presentasi belum, gimana
presentasi kemarin, senseinya bilangnya apa, abis ini mau lanjut
kemana, mau nyari kerja dimana (Yuslita Syafia, wawancara data
primer, 13 Februari 2017).
Jepang, maka akan semakin cepat mereka memahami bahasa Jepang. Tidak
arah dan keperluan sehari-hari lainnya. Dapat dikatakan jika hubungan yang
sebatas pada pertemanan biasa atau teman kampus. Tidak ada komunikasi
yang mendalam diluar bidang akademik yang dilakukan oleh para narasumber
Bukti lain dapat dilihat ketika mereka ditanya mengenai orang yang
berkonsultasi dengan teman Jepang sementara untuk hal diluar itu mereka
Februari 2017).
satu cara yang dilakukan oleh Gde Pandhe dan Yuslita Syafia ketika sedang
Februari 2017).
nonton film, nonton drama, ngobrol sama teman biar lupa sama
2017).
Hal serupa juga dikatakan oleh Rizki Fitria yang mengatakan jika
“Jarang hangout sama teman Jepang soalnya dia laki-laki. Jadi satu
grup riset itu cuma aku doang yang cewek. Yaudah di lab doang paling
ngobrol-ngobrolnya. Kalau sama temen Indonesia sendiri sering banget
apalagi roommate. Terus kan ada PPI juga, Persatuan Pelajar
Indonesia. Sering ikut kumpul-kumpul, banyak kegiatan PPI. (Rizki
Fitria, wawancara data primer, 4 Februari 2017).
menjadi salah satu tempat bagi para narasumber untuk bertemu dan
juga dirasa sangat membantu untuk beradaptasi oleh para mahasiswa. Gde
sebagai berikut:
sebagai salah satu cara untuk menambah kemampuan bahasa Jepang, salah
“Membaca artikel di internet, tapi tidak sering. TV dulu sering, tapi tak
ada lagi karena ada anak-anak jadi tidak memakai tv di rumah.
Koran/pamphlet dari kota fukuoka cukup sering… Cukup membantu
memahami budaya Jepang dan berita update” (Herpin D, wawancara
data primer, 16 Februari 2017).
4.2.4. Lingkungan
“…Membantu kalau lagi tersesat, aku malah pernah dikasih duit karena
Februari 2017).
“…Kan aku pernah sendirian nyari tempat, terus nanya orang dijalan,
eh dianterin sampai nyampe. Terus aku nanya barang di lab, ini dimana
eh dianterin lagi ke lab yang satunya padahal jauh. Aku jadi terharu.
orang asing. Hal tersebut diungkapkan oleh Achmad Rachmad berikut berikut:
“…Orangnya juga pasif. Gak terlalu talkative, gak terlalu socialize sama
orang baru. Harus dirayu dulu, terutama sama foreigner…Orang
Indonesia sering berkomunikasi dengan mahasiswa asing lainnya.
Orang Jepang biasanya hanya berkomunikasi sesama orang Jepang
(Achmad Rachmad, wawancara data primer, 16 – 23 Februari 2017).
“Mereka juga cenderung tertutup, tapi hangat kalau kita telah mengenal
inisiatif dari lawan bicara ketika ingin berkomunikasi atau berinteraksi dengan
terhadap orang asing. Rizki Fitria mengatakan jika orang Jepang menjadi
“Kalau orang Jepang nih, pemalu apalagi kalau sama orang asing.
Kalau misalnya kita gak tau bahasa Jepang, biasanya mereka pendiem.
Itu salah satu karakternya orang Jepang. Kata temenku itu takut salah
2017).
“…Tapi ada juga banyak orang Jepang hobi belajar bahasa Inggris, jadi
kalau ada orang asing dideketin diajak ngobrol. Aku udah beberapa kali
diajak ngobrol sama orang Jepang. Kebanyakan bukan yang muda sih,
ibu-ibu, bapak-bapak yang lagi seneng-senengnya ngomong pake
bahasa Inggris kan, diajak ngobrol dari mana terus ngapain” (Yuslita
Syafia, wawancara data primer, 13 Februari 2017).
mayoritas non-muslim, gegar budaya dalam hal agama pun dialami oleh
terbatasnya tempat ibadah untuk sholat menjadi kesulitan yang dialami oleh
“Terus soal waktu, kadang kalau kuliah tuh jam-jamnya bisa clash sama
lari, biar bisa ngejar sholat” (Yuslita Syafia, wawancara data primer, 13
Februari 2017).
77
Rizki Fitria:
“Kalau tentang sholat, di lab kalau kita ngomong sama senseinya / pak
gurunya itu dikasih tahu jadi “oh ya boleh sholat” dan bisa sholat dimana
aja. Terus kadang ditanya-tanya tentang isis, tapi orang Jepang baik-
baik sih. Orang Jepang sama agama gak terlalu sensitif. Kalau misalkan
pergi dan mau sholat gitu, cari-cari pojokan aja, wudhu di westafel toilet,
mereka baik-baik aja, gak ada masalah…misalnya ada perpisahan
temen habis sidang di lab, biasanya kan ada makan-makan, udah
dikasih makanan yang halal” (Rizki Fitria, wawancara data primer, 4
Februari 2017).
“Sebenernya orang sini lebih toleran soal agama. Lebih banyak yang
mau tau Islam tuh kayak gimana sih. Kenapa sih harus sholat 5x sehari,
terus kalau misalkan waktunya sholat, lagi jalan-jalan sama temen.
“Sholat dulu ya”, “iya”. Jadi kita menepi, cari tempat sholat di
sembarang tempat yang kira-kira sepi dan bersih…Malah kalau
misalkan belum sholat, dibilang udah sholat belum kayak gitu. Lebih
toleran” (Yuslita Syafia, wawancara data primer, 13 Februari 2017).
terhadap dirinya:
“tapi jarang sih kalau yang negatif cuma pernah di Seven Eleven pas
lagi ada Isis-Isis gitu, ada yang bisik-bisik ada orang islam” (Rizki Fitria,
berbeda oleh orang-orang Jepang. Salah satu dari narasumber, Rizki Fitria
“Kalau di lab biasanya orang asingnya gak terlalu dikasih banyak tugas.
Biasanya anak lab, anak Jepangnya itu disuruh macem-macem di lab,
disuruh ngurus-ngurus bahan-bahan. Itu kan yang ngurusin anak
Jepang semua, kalau orang asing sih enggak (Rizki Fitria, wawancara
data primer, 4 Februari 2017).
“Aku kadang merasa kena diskriminasi. Abis kalau siswa Jepang yang
buat salah gak terlalu dimarahin, ketawa ketawa aja mereka. Tapi pas
aku yang buat salah kayaknya dibesar-besarkan kadang males juga sih
pengen out aja. Kurang ajar banget kadang gw pikir. Mungkin juga
karena orang Jepang bayar, sedangkan aku beasiswa” (Achmad
Rachmad, wawancara data primer, 16 – 23 Februari 2017).
rekening bank, mereka juga ada datang ke kampus, jadi mereka pakai
bahasa Inggris. Kan kalau disini harus punya rekening bank untuk beli
hp. Sama yang jualan hp ke kampus juga promosi dalam bahasa inggris,
terus juga agen-agen apartemen, kos-kosan itu juga diundang ke
kampus. Banyak bantuan untuk mahasiswa asing” (Rizki Fitria,
wawancara data primer, 4 Februari 2017).
dengan Jepang dan mengetahui sekilas tentang Jepang melalui film, anime
(kartun Jepang), drama, serta cerita orang lain. Mengenai persiapan bahasa
Fukuoka pun juga menjadi salah satu bantuan untuk mempersiapkan diri
Jepang:
makanan dan mengobrol. Jadi akhirnya lebih akrab dan nyaman” (Herpin
Narasumber lain, Rizki Fitria melihat perbedaan budaya yang ada menjadi
“Apa ya, malah seneng sih kalo aku ya. Soalnya ternyata lebih banyak
positifnya orang Jepang itu dibandingkan saya sendiri. Malah kayaknya
saya merasa lebih, dulu saya orangnya suka aneh-aneh sekarang
kayaknya malah jadi kalem” (Rizki Fitria, wawancara data primer, 4
Februari 2017).
budaya:
28 Februari 2017).
Pandhe mengaku jika kesulitan dan gegar budaya yang dialami oleh mereka
2017).
Fukuoka karena bertemu dengan banyak teman serta belajar banyak hal baru.
interaksi sosial, Indonesia memiliki daya tarik tersendiri yang gak bisa
4.3. PEMBAHASAN
bagian ini.
Samovar, Porter, McDaniel & Roy (2012) mengatakan jika pada tahap
Namun demikian berdasarkan hasil analisis terlihat jika, fase euforia tidak
selalu dipenuhi oleh hal-hal positif. Gegar budaya bahasa sudah dirasakan
timbulnya rasa bingung, takut serta cemas bagi beberapa narasumber. Gegar
tahap gegar budaya di awal kedatangan. Hal ini dapat dikaitkan dengan
predisposition.
86
tentang sistem komunikasi tuan rumah, maka akan sangat sulit bagi para
yang dihadapi oleh para narasumber ada pada aspek kognitif yaitu kurangnya
tanpa pengetahuan bahasa maka akan sulit bagi para pendatang untuk
merupakan salah satu alat untuk membedakan antara in-group dan out-group
(Lustig & Koester, 2013). Keseragaman bahasa adalah salah satu bentuk
87
selain bahasa Jepang, maka akan semakin besar jarak antara orang-orang
mereka enggan untuk berkomunikasi dengan orang asing. Lain halnya jika
para mahasiswa menggunakan bahasa Jepang maka akan lebih mudah untuk
sama.
adalah apa yang dirasakan atau dipikirkan sesungguhnya namun tidak dapat
sebagai sikap sopan yang ditunjukan untuk menutupi honne (Gudykunts &
kelompok (Garcia, 2011). Oleh karena itu mereka menjunjung nilai kesopanan
konsep Face Saving. Menurut Kim, Sharkey and Singelis (dalam Dodd, 1998)
perasaan orang lain dan tidak mau menyakitinya, sehingga mereka tidak suka
adalah orang luar (outsider) atau bukan bagian dari mereka (Trinidad, 2014).
Komunikasi implisit tidak hanya berfokus pada verbal tetapi juga pada bahasa
seksama untuk menemukan maksud darinya (Nishimura, Nevgi & Tella, 2008).
89
competence) menjadi hal yang sangat penting dan mendasar bagi para
tidak akan berjalan efektif, sulit untuk dimengerti dan dapat memicu
melalui kelas atau berinteraksi langsung dengan orang Jepang. Lustig dan
maka dibutuhkan latihan yang sering untuk membuat suara yang akurat.
Semakin sering mereka berlatih, maka mereka akan semakin mampu untuk
memahami pesan mereka dalam bahasa Jepang, tetapi para mahasiswa juga
sesuai. Oleh karena itu diperlukan interaksi yang terus menerus dengan
mereka.
interpersonal, baik dengan orang-orang tuan rumah atau etnis yang sama
atau etnis yang sama dapat terjalin. Semakin kuat hubungan yang dibangun
terutama dengan masyarakat tuan rumah maka akan semakin mudah dan
“…Buat kenalan gampang disini, tapi buat nyari temen yang bener-bener
bisa buat jadi temen bukan sekedar nyapa, tanya kabar, jalan bareng
dengan masyarakat kolektivis. Kim, Sharkey and Singelis (dalam Dodd, 1998)
mengatakan jika sebagai masyarakat yang kolektif, Ikatan yang kuat di dalam
orang-orang luar akan sulit untuk berbaur dengan anggota kelompok. Hal ini
karena akan lebih mudah untuk mengekspresikan dan perasaan atau maksud
mereka.
media tidak hanya berfungsi sebagai sebagai media pembelajaran saja tetapi
juga menjadi sebagai salah satu cara bagi mahasiswa Indonesia untuk
Syafia:
Februari 2017).
4.3.4. Lingkungan
proses adaptasi para pendatang. Seperti yang dikatakan oleh Gudykunts dan
Kim (2002) jika sikap dan keterbukaan masyarakat lokal terhadap orang asing
merasa diterima oleh lingkungan baru, namun jika sikap negatif yang
ditunjukan maka akan sulit bagi para pendatang untuk beradaptasi (Puumala,
2015)
93
khususnya masyarakat Fukuoka dinilai positif oleh para mahasiswa dilihat dari
sikap dari masyarakat setempat serta menerima banyak bantuan dari mereka.
Sikap positif dari masyarakat tuan rumah ini lah yang membuat para
Jepang. Jepang merupakan negara yang bersifat Homogen, lebih 98% adalah
Jepang khususnya Fukuoka memiliki toleransi yang tinggi. Hal ini dapat
baik dan cepat ketika lingkungan sekitar memberikan sikap positif. Hal-hal
mahasiswa.
dengan budaya baru akan lebih mudah beradaptasi (Kim, 1988). Berdasarkan
hasil analisis terlihat bahasa menjadi kendala terbesar para mahasiswa. Hal
budaya sangat besar maka akan membutuhkan waktu yang lebih lama bagi
Seperti yang dikatakan oleh Lustig dan Koester (2013) jika semakin
bahasa. Baik secara tulisan (huruf) dan lisan, bahasa Jepang berbeda jauh
huruf romawi, bahasa Jepang mengadopsi aksara Cina yaitu Kanji serta
yang tidak menggunakan atau terbiasa dengan aksara Cina maka membuat
terlebih dahulu.
Jepang. Hal ini dapat dikaitkan dengan budaya waktu monokronik dan
polikronik waktu bersifat fleksibel dan kerja keras bila diperlukan (Nunez,
sedikit pula seseorang yang biasanya berada di budaya polikronik akan sedikit
Yuslita Syafia yang mengaku sedikit kesulitan dengan perbedaan budaya ini:
“Pertama agak berat, dulu gak pernah sedisiplin itu, gak pernah setepat
waktu itu, sekerja keras itu, harus menyesuaikan. Gak perlu waktu lama
kok. Deadlinenya harus tepat waktu. Telat 2 detik aja udah ketinggalan
bis, telat 1 menit ketinggalan kereta. Pernah tuh ketinggalan kereta,
ketinggalan bis, ketinggalan pesawat juga pernah. Telat 5 menit udah
gak bisa, telat 1 menit udah gak bisa udah ditutup gerbangnya gak
boleh” (Yuslita Syafia, wawancara data primer, 13 Februari 2017).
ada, terlihat jika mereka bersikap terbuka dan tetap positif dengan berbagai
& Kim (2002) jika pendatang memiliki pikiran terbuka, sikap positif dan berani
Koester, 2013).
97
hal tersebut. Functional fitness dan kesehatan psikologis dicapai oleh para
narasumber. Selama lebih dari 2 tahun tinggal dan belajar di Fukuoka, kini
mereka miliki serta interaksi sosial yang mereka lakukan selama ini untuk
meningkatkan HCC. Seperti yang dikatakan oleh Kim (1988) jika HCC dan
Jepang. Hal tersebut merujuk pada perbedaan budaya yang telah dijelaskan
sebelumnya.
BAB V
5.1. Simpulan
berjalan dengan baik tanpa adanya keterbukaan dari lingkungan serta sikap
98
99
Indonesia Jepang serta jauh dari keluarga membuat mahasiswa tidak jarang
dalam bahasa Indonesia atau rindu dengan keluarga. Untuk mengatasi hal-
hal tersebut maka dukungan sosial dari sesama teman atau ekspatriat
Indonesia diperlukan.
5.2. Saran
dilihat dari sudut pandang mahasiswa Indonesia, tetapi juga dilihat dari sudut
berbagai persiapan yang baik sebelum pergi ke Jepang, tidak hanya sebatas
pada bahasa dan budaya tetapi juga diperlukan mental dan sikap keterbukaan
Black, J. S., & Gregersen, H. B. (1991). The Other Half of the Picture:
Antecedents of Spouse Cross-Cultural Adjustment. Journal of
International Business Studies, 3. Diperoleh dari
https://www.researchgate.net/publication/5222559_The_Other_Half_of_t
he_Picture_Antecedents_of_Spouse_Cross-Cultural_Adjustment
101
102
Fukuoka – 7th Most Liveable City. (2016). Fukuoka Now. Diperoleh dari
http://www.fukuoka-now.com/en/news/fukuoka-7th-liveable-city-world-
2016/
Hofstede, G., Hofstede, G. J., & Minkov, M. (Eds.). (2010). Culture and
Organization. USA: McGraw-Hill.
http://wp.stolaf.edu/sociology/files/2013/06/Out-of-Place-Culture-Shock-
and-the-Reentry-Experience.pdf
MEXT. (2008). Outline of the Student Exchange System: Study in Japan and
Abroad. Jepang: Pengarang.
Monocle Magazine. (2015. Juni 11). The monocle quality of life survey, 2015
(Video File). Monocle Magazine. Diperoleh dari
https://www.youtube.com/watch?v=HL6dHbuaKJY
Monocle Magazine. (2016. Juni 22). Top 25 cities, 2016 (Video file). Monocle
Magazine. Diperoleh dari https://www.youtube.com/watch?v=2-
9MWmB3PJ4
More about Kyushu University. (n.d). Times Higher Education. Diperoleh dari
https://www.timeshighereducation.com/world-university-rankings/kyushu-
university#ranking-dataset/589595
Nishimura, S., Nevgi, A., & Tella, S. (2008). Communication Style and Cultural
Features in High/Low Context Communication Cultures: A Case Study of
Finland, Japan and India. (Waseda University Japan, Department of
Education University of Helsinki, Department of Applied Sciences of
Education University of Helsinki). Diperoleh dari
http://www.helsinki.fi/~tella/nishimuranevgitella299.pdf
Nunez, C., Mahdi, R. N,. & Pompa, L. (Eds.). (2014). Intercultural Sensitivity.
Assen, Netherlands: Koninklijke Van Gorcum.
Peace2. (2013). Its official Japan has the world best education system in 2013.
World Top 20. Diperoleh dari http://worldtop20.org
PPI Fukuoka. (2011). Early Life Guide Book in Fukuoka. Fukuoka, Jepang:
Pengarang.
PPI Fukuoka. (2016). Fukuoka – 7th liveable city in the world. PPI Fukuoka.
Diperoleh dari http://ppi-fukuoka.or.id/fukuoka-7th-liveable-city-in-the-
world/
Samovar, L. A., Porter, R. E., McDaniel, E. R., & Roy, C. S. (Eds.). (2012).
Communication Between Cultures. Boston, MA: Wadsworth.
Shaifa, D., & Supriyadi. (2013). Hubungan Dimensi Kepribadian The Big Five
Personality dengan Penyesuain Diri Mahasiswa Asing di Universitas
Udayana. Jurnal Psikologi Udayana, 1, 72 – 83. Diperoleh dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=151178&val=4934&ti
tle=Hubungan%20Dimensi%20Kepribadian%20The%20Big%20Five%20
Personality%20dengan%20Penyesuaian%20Diri%20Mahasiswa%20Asi
ng%20di%20Universitas%20Udayana
107
Suk, S. (2000). Fukuoka hosts Asian month. Japan Times. Diperoleh dari
http://www.japantimes.co.jp/news/2000/09/20/national/fukuoka-hosts-
asian-month/#.WHW2hHdh3R1
Yue, Y., & Le, Q. (2012). From “Cultural Shock” to “ABC Framework”:
Development of Intercultural Contact Theory. International Journal of
Innovative Interdisciplinary Research, 2, 133 – 141. Diperoleh dari
http://auamii.com/jiir/Vol-01/issue-02/10yue.pdf
Zenrin. (2016). Maps data Fukuoka to Tokyo. Google Maps. Diperoleh dari
https://www.google.co.id/maps/dir/Fukuoka,+Fukuoka+Prefecture,+Japa
n/Tokyo,+Japan/data=!4m8!4m7!1m2!1m1!1s0x3541eda1e9848429:0xf6
0a729936398783!1m2!1m1!1s0x605d1b87f02e57e7:0x2e01618b22571b
89!3e3
TRANSKRIP WAWANCARA
INFORMASI NARASUMBER
Alasannya karena di Kyushu University ada laboratorium yang aku minati, dan
Suka karena pengen belajar bahasa Jepang juga dan wanitanya juga cakep
soalnya.
MEXT?
Yup
Nonton film anime, nonton film Jepang, buka website universitas yang dituju,
stalker professor yang dituju. Sedikit belajar bahasa Jepang, dulu kursus
1
2
Takjub dengan wanitanya yang cantik dan mulus kayak artis, kotanya indah,
atau lebih?
Ada yang sesuai ada yang enggak, tidak ada yang sempurna.
gimana?
Agak kecewa karena seperti kuburan. Gak ada orang diluar bangunan padahal
cuaca bagus. Semua sibuk di dalam bangunan riset. Kampusku gak ada
undergraduate soalnya, adanya master dan Phd. Tidak seperti kampus di film
Mereka harus dideketin dulu baru mau ngomong atau gimana kak?
Banyak.
dengan siswa Jepang. Susahnya juga komunikasi dengan orang Indo juga.
3
belaian, terutama yang wanita or yang single. Belum lagi stress soal riset,
Kak itu yang susah komunikasi sama siswa Jepang karena bahasa atau
yang lain?
Bukan cuma bahasa, tapi bahan omongan dan lain-lain. Beda pikiran, gak
semua sih tapi beberapa. Ya orang cocok-cocokan sama aja dengan orang
Indo.
Soal interest and stress level. Disini kalau orang yang stressnya tinggi susah
komunikasi sama yang dikit stressnya, gw rasa gitu. Kalau stress tinggi jadi
aja kak?
dekat?
Temen deket lah, disini aku malah temenan deketnya sama orang Mesir bukan
orang Indonesia.
Gak gampang, ada sih yang deket, tapi aku lebih suka ngobrol sama temen
Untungnya enggak.
kesulitan gak?
Enggak kok, biasa aja, Makan siang di kantin. Kalau mau beli cemilan ya di
supermarket.
kayak gimana?
Membantu kalau tersesat. Aku malah pernah di kasih duit karena lupa bawa
duit.
Stranger
Enggak, dia lihat aku kesusahan cari duit tambahan terus dikasih.
Kak, mereka kalau sama foreigner gitu biasanya sikapnya kayak gimana?
5
Tergantung orangnya, ada yang gak tertarik mungkin malu or takut karena
Sama foreigner ya English, sama orang Jepang ya Jepang, sama orang Indo
ya Indo.
Kakak selama disana pernah dapet perlakuan berbeda gak dari mereka?
Pernah lah, terutama di kampus. Lebih kearah akademik sih. Aku kadang
merasa kena diskriminasi. Abis kalau siswa Jepang yang buat salah gak
terlalu dimarahin, ketawa ketawa aja mereka. Tapi pas aku yang buat salah
kayaknya dibesar-besarkan kadang males juga sih pengen out aja. Kurang
ajar banget kadang gw pikir. Mungkin juga karena orang Jepang bayar,
Pernah kayaknya, cuma gak seberapa. Diluar kampus malah yang ada dapet
perlakuan spesial.
Paling mencolok, orang Jepang serius banget sebagian besar dan kayak robot,
Ada gak budaya Jepang yang kakak kurang suka? Atau menurut kakak
Yang kurang suka, budaya laporan. Dikit-dikit laporan sama professor. Bagus
Hal – hal menarik apa saja yang kakak alami saat belajar di Universitas
Kyushu?
Bercanda dengan teman Jepang, sistem job hunting yang unik dimana job
kakak?
mahasiswa Jepang?
7
Dengan cara belajar keras dan banyak bergadang kadang. Kadang dibilang
anti sosial
Lumayan membantu
Cukup Bahagia
Level terakhir saya JLPT N2, terakhir kali mencoba N1, tinggal 2 point lagi
Sangat besar, tanpa Bahasa Jepang hidup di Jepang sangatlah tidak efektif.
40% orang Jepang, 40% orang Mesir dan mahasiswa international lainnya dan,
Dalam hal dan untuk alasan apa kakak biasanya berinteraksi dengan
orang-orang Jepang?
Ketika kakak mengalami masalah atau kesulitan siapa yang paling sering
kakak?
Lumayan membantu.
9
Bahasa Jepang
akademik) baru apa saja yang kakak dapatkan dan tidak pernah temui
Belajar tepat waktu di Jepang, belajar naik sepeda balap, belajar masak
INFORMASI NARASUMBER
PERTANYAAN PEMBUKA
Karena bidang riset yang aingin digeluti ada di Kyushu University dan ada
beliau geluti sebelumnya dan juga memberikan kontak prof. yang sekiranya
bisa saya jajaki untuk kemungkinan studi lebih lanjut sambal menunggu waktu
untuk melamar beasiswa untuk post graduate dari JICA. Akan tetapi, sebelum
1
2
University adalah salah satu universitas yang memiliki lab terkait mineral
Kyushu University.
dengan beberapa orang Indonesia yang ada di dalam lab yang sama. Jadi
saya coba kontak mereka terkait hal-hal yang mungkin saya perlu bawa dari
pribadi. Tentunya juga ada persiapan terkait dengan pengajuan visa untuk
PERTANYAAN PENELITIAN
bahkan lebih?
seperti orang buta dan tuli karena tidak bisa membaca kanji dan
3
Hal – hal menyenangkan apa saja yang kakak alami saat awal-awal
kedatangan di Fukuoka?
Kesulitan terbesar adalah Bahasa Jepang, jadi gak banyak informasi yang
bisa diserap dan bisa jadi salah paham karena orang Jepang juga tidak
banyak yang bisa memahami Bahasa Inggris. Sejauh ini tidak ada hal yang
Menurut kakak culture shock apa saja yang kakak rasakan selama di
Fukuoka?
Karena Fukuoka bukanlah kota pertama di luar negeri dimana saya tinggal
cukup lama, jadi hal yang terkait dengan culture shock sudah tidak terlalu saya
penjagaan etika dan sikap terhadap orang lain yang menurut saya sangat
shock adalah alur pikir dalam hal akademis dan cara orang Jepang dalam
Sejauh ini saya belum pernah merasakan hal tersebut. Jika pun ada, saya
tersebut?
keluarga. Kemudian mencoba melihat dari sisi kalau orang disini hidupnya
dengan budaya seperti itu, trus kenapa saya tidak bisa juga hidup seperti itu?
berbeda tadi dan belajar untuk menerima kesulitan yang ada sebagai
Ngobrol dengan rekan Indonesia dan komunikasi intensif dengan orang tua
dan keluarga, melihat perkembangan tanah air dari media sosial, dan
Orang Fukuoka bagi saya sangat ramah, tidak ingin mencampuri urusan orang
lain, dan suka menolong saat saya mengalami kesulitan. Sebagai orang asing,
mereka bisa dibilang tertarik untuk mengenal saya, beberapa orang malah
Bahasa Inggris yang memadai, mereka ingin tahu saya dari negara mana.
Indonesia dengan Jepang? Apakah ada hal-hal dari budaya Jepang yang
kakak kurang sukai atau menurut kakak kurang cocok untuk diikuti?
umum dan kepentingan orang lain diatas segalanya. Menurut saya pribadi ada
beberapa hal yang menurut saya kurang cocok untuk diikuti, misalnya budaya
dan cara orang Jepang yang biasanya mengambil “jalan memutar” dalam
menyampaikan keinginan tertentu, yang sering kali bisa berakhir salah tafsir
Secara fasilitas, menurut saya lebih nyaman Fukuoka, namun secara interaksi
sosial, Indonesia memiliki daya tarik tersendiri yang gak bisa tergantikan.
saat datang pertama kali? Apakah sesuai dengan ekpektasi kakak atau
bahkan lebih?
7
Hal – hal menarik apa saja yang kakak alami saat awal-awal belajar di
Universitas Kyushu?
Ada banyak hal baru yang bisa dipelajari, proses pembelajaran yang cukup
berbahasa Jepang, memahami jadwal bis dan tempat belanja yang cukup
murah, dan mengenal dan mengingat nama-nama orang Jepang yang cukup
sulit.
shock apa saja yang kakak alami ketika berada di Universitas Kyushu?
Perbedaan apa yang paling kakak rasakan ketika dulu berkuliah / belajar
pertanyaan di dalam kelas (entah karena sudah paham atau memang tidak
paham tapi enggan bertanya). Perbedaannya mungkin dari sisi beban riset
yang cukup tinggi untuk mahasiswa master dan fasilitas riset yang lebih
pada kita dituntut untuk menguasai alat analasis secara mandiri sementara di
yang saya hadapi cukup membuat studi akademik saya sedikit terhambat.
Berhubung saya bukanlah mahasiswa asing pertama di lab saya, sikap teman-
dan peralatan di dalam lab dan juga untuk menangani beberapa kesulitan
mahasiswa Jepang?
Berhubung saya adalah mahasiswa S3, yang lebih banyak fokus pada
penelitian, jadi saya tidak terlalu banyak berinteraksi dengan pola belajar
mahasiswa Jepang.
awal disini. Selain itu, beberapa informasi penting terkait dengan keselamatan
dan akademis juga tersedia dalam bahasa Inggris sehingga tidak menyulitkan
Cukup senang karena berkesempatan menimba ilmu di dalam lab yang sangat
Kesulitan paling besar adalah komunikasi. Untuk mengatasi ini, saya mencoba
Orang Jepang lebih bersikap pemalu terhadap orang asing, sehingga kita peru
memandang orang Indonesia, sejauh ini, bersikap lebih terbuka dengan orang
baru.
Sejauh ini orang Jepang yang saya temui cukup ekspresif dalam
selain dari pola bahasa yang digunakan, saya juga memperhatikan mimic
muka apakah lawan bicara tersebut sedang bercanda, serius, atau kurang
Jepang dan pengetahuan lain yang kakak miliki dapat membantu kakak
orang sekitar?
kita.
11
D. Interpersonal Communication
Dalam hal dan untuk alasan apa kakak biasanya berinteraksi dengan
orang-orang Jepang?
dengan mereka?
Jepang biasanya dilakukan ketika ada pesta di lab, atau ada kegiatan olahraga
bersama.
Ketika kakak mengalami masalah atau kesulitan siapa yang paling sering
kakak?
teman Jepang.
12
kegiatan yang diselenggarakan. Selain itu, PPI Fukuoka juga menjadi wadah
untuk bertanya terkait tips and trick, ataupun informasi untuk bertahan hidup
di Jepang.
E. Media Massa
Sepertinya tidak terlalu banyak, saya lebih banyak terbantu dengan media
Jepang.
PERTANYAAN PENUTUP
akademik) baru apa saja yang kakak dapatkan dan tidak pernah temui
orang lain, memperhatikan hal-hal kecil dan detail, mengenal teknologi dan
INFORMASI NARASUMBER
Nama : Herpin D
PERTANYAAN PEMBUKA
Karena pernah tinggal di Jepang (Tokyo) 13 tahun lalu, lamanya +/-1 tahun.
kedutaan besar Jepang di Jakarta. Ternyata dapat panggilan tes tulis dan
1
2
PERTANYAAN PENELITIAN
bahkan lebih?
Lebih. Kotanya rapi, cukup metropolitan tapi ada juga pantainya, gunungnya,
Hal – hal menyenangkan apa saja yang kakak alami saat awal-awal
kedatangan di Fukuoka?
negara, pergi membuat ID card ke kantor kecamatan yang tertib dan teratur.
Menurut kakak culture shock apa saja yang kakak rasakan selama di
Fukuoka?
Tidak terlalu
tersebut?
Aku tetap berbuat baik kepada tetangga, mengirim makanan dan mengobrol.
Orang jepang tegas ketika ada yang melanggar aturan, tapi menghargai tiap
usaha. Mereka juga cenderung tertutup, tapi hangat kalau kita telah mengenal
Indonesia dengan Jepang? Apakah ada hal-hal dari budaya Jepang yang
kakak kurang sukai atau menurut kakak kurang cocok untuk diikuti?
4
Jepang on time, taat aturan, etika yang utama, tertib. Indonesia lebih akrab
dan guyub. Jepang kurang baik dalam hal hubungan antar orang (terutama
Tetap harus dimana bumi dipijak disana langit dijunjung. Tetap kita hormati
saat datang pertama kali? Apakah sesuai dengan ekpektasi kakak atau
bahkan lebih?
Hal – hal menarik apa saja yang kakak alami saat awal-awal belajar di
Universitas Kyushu?
shock apa saja yang kakak alami ketika berada di Universitas Kyushu?
Perbedaan apa yang paling kakak rasakan ketika dulu berkuliah / belajar
(scientific).
Tidak begitu
Tidak pernah
mahasiswa Jepang?
Level dua. Ada guru di Tokyo dulu, dan banyak latihan bicara dengan teman-
teman Jepang.
Orang Jepang cenderung tertutup. Caranya kita mulai lebih dahulu berbicara
Orang Jepang cenderung menjaga hati orang, orang Indo lebih blak-blakan.
Kalau ada yang melanggar aturan, mereka akan tegur. Kalau orang lain baik,
Jepang dan pengetahuan lain yang kakak miliki dapat membantu kakak
Penting sekali
D. Interpersonal Communication
30%
Dalam hal dan untuk alasan apa kakak biasanya berinteraksi dengan
orang-orang Jepang?
dengan mereka?
Bertemu tetanga Jepang di kerja bakti lingkungan. 1 bulan 1 kali. Bertemu dua
Ketika kakak mengalami masalah atau kesulitan siapa yang paling sering
kakak?
E. Media Massa
Membaca artikel di internet, tapi tidak sering. TV dulu sering, tapi tak ada lagi
PERTANYAAN PENUTUP
akademik) baru apa saja yang kakak dapatkan dan tidak pernah temui
Orang jepang merencanakan tiap agenda jauh-jauh hari, detail, dan on time.
Jadi tertib dan teratur, tidak terburu-buru. Bekerja begitu cepat dan tekun.
Mereka juga mengutamakan manner dalam tiap hal. Kantor pelayanan publik
begitu baik dalam melayani, karena menurut mereka pelanggan adalah bagai
tuhan.
TRANSKRIP WAWANCARA
Industry
Saya ingin tahu kenapa kakak memilih Jepang dan Fukuoka untuk
melanjutkan studi?
Saya kan penelitiannya tentang Biobutanol. Dulu kalau saya pengen kuliah
Waktu itu ada Amerika sama Jepang, kalau di Amerika kan harus ambil ujian
macem-macem dan mahal. Kalau di Jepang kan daftar dulu, kalau dapet
pernah.
1
2
Gak ada kayaknya waktu, cuma nuker duit sama belajar Jepang dikit-dikit tapi
tetep aja paling taunya cuma ohayou, arigatou, gitu-gitu. Di Kyushu University
itu ada namanya supporter, jadi kalau kita pertama kali datang itu ada yang
bantuin.
Iya, macem-macem sih kadang ada yang orang Jepang, kadang ada yang
orang asing juga tapi yang bisa bahasa Jepang. Dulu aku dapetnya orang
Jepang, satu lab. Terus dia yang nganterin ke kantor kecamatan untuk urus
asuransi kesehatan, ngurus KTP (residence card), nganterin belanja jadi kalau
anterin ke kampus.
Officialnya sih 3 bulan untuk nemenin, tapi karena 1 lab jadi kalo misalkan ada
kak?
Tergantung dari fakultasnya, kalau aku program kuliahnya bahasa Inggris jadi
sendiri yang ada kuliahnya bahasa Inggris belum semua ada. Hanya ada
beberapa, aku kan pertanian itu ada. Tapi kalau bahasa Jepang, iya untuk
Dulu-dulu sih iya, tapi setelah belajar bahasa Jepang ya pake bahasa Jepang
akhirnya.
Gak tahu apa-apa, liat tulisan-tulisan sama semua kanji kan bingung. Pas lihat
itu gak ada rumah, apartemen semua. Liat Jepang keren bersih, gak ada yang
Bahasa Jepang sih, terutama kalau mau daftar-daftar gitu, semua dokumen-
Naik kendaraan agak sulit juga, kalau gak ada nemenin cukup sulit kalau mau
naik kereta atau bis. Dulu pas pertama kali naik bus dari asrama ke kampus,
di hari sebelumnya diceritain nanti 14 halte dari asrama, terus aku hitungin kan
bahasa Jepang semua tulisannya dan untung gak nyasar. Pas awal-awal
makanan halal, kan kita gak tahu kalau kue itu ternyata ada lemak-lemak
hewannya.
4
Pekerjaan di lab. Kalau di lab perkerjaannya, kalau di Indonesia dulu pas aku
Kalau saya kadang lembur, tapi memamg penelitiannya harus nyampel setiap
6 jam atau 12 jam, jadi malam ke kampus terus pulang lagi kadang. Dulu
pernah juga sampai nginep, pas rumahnya masih di asrama kan jauh jadi gak
Paling makanan, Kalau tentang sholat, di lab kalau kita ngomong sama
senseinya / pak gurunya itu dikasih tahu jadi oh ya boleh sholat dan bisa sholat
dimana aja. Terus kadang ditanya-tanya tentang isis, tapi orang Jepang baik-
baik sih. Orang Jepang sama agama gak terlalu sensitif. Kalau misalkan pergi
dan mau sholat gitu, cari-cari pojokan aja, wudhu di westafel toilet, mereka
Kakak pernah gak waktu awal-awal gitu kayak sampai merasa tertekan
Enggak sih untungnya. Pak guru juga untungnya pas awal-awal itu bilang
“Please enjoy Japan”. Kan diajarin kalau gak tahu, mesti diajarin sama temen-
temen.
Mungkin pernah, tapi jarang sih kalau yang negatif cuma pernah di Seven
Eleven pas lagi ada Isis-Isis gitu, ada yang bisik-bisik ada orang islam. Paling
iya kalo pas ada kelakukan berbeda misalnya ada perpisahan temen abis
sidang di lab biasanya kan ada makan-makan, udah dikasih makanan yang
Mereka minum-minum tapi kalau yang mereka minum-minum aku gak ikut
biasanya. Yang kalau mereka gak minum-minum biasa aku ikut. Jadi mereka
udah tahu, jadi dikasih tahu ini kita gak minum-minum kok jadi kamu bisa ikut.
Iya terus mereka juga pengen deh makanan kita. Yaudah kita bagi juga
makanannya. Terus kalau di lab biasanya orang asingnya gak terlalu dikasih
banyak tugas. Biasanya anak lab, anak Jepangnya itu disuruh macem-macem
Orang Jepang jujur, pokoknya kalo gak mau bilang gak mau.
Macem-macem sih ada yang to the point ada yang enggak. Daripada
hal yang bener-bener bisa dia komitmen salah satunya. Jadi kalau gak mau
bener-bener nolak, daripada nanti janji-janji tapi gak bisa. Terus sepenuh hati
banget kalau melakukan sesuatu. Kan aku pernah sendirian nyari tempat,
terus nanya orang dijalan, eh dianterin sampe nyampe. Terus aku nanya
barang di lab, ini dimana eh dianterin lagi ke lab yang satunya padahal jauh.
Aku jadi terharu. Mungkin kalo negatifnya, Ikatan dalam keluarga tuh kurang
kayaknya kalo aku amati. Sama temen lebih deket. Tapi selebihnya, oh iya ini
Iya kalem-kalem gitu orangnya, gak pernah marah kayaknya. Gak pernah aku
lihat orang Jepang marah, jarang kecuali kalau yang memang lagi mabuk atau
stress gitu.
Iya, tapi jarang yang nanya-nanya itu lebih banyak orang asing, bukan orang
orang-orang asing lainnya waktu itu ada orang Cina pernah nanya itu. Kalau
Apa ya, malah seneng sih kalau aku ya. Soalnya ternyata lebih banyak
positifnya orang Jepang itu dibandingkan saya sendiri. Malah kayaknya saya
merasa lebih, dulu saya orangnya suka aneh-aneh sekarang kayaknya malah
jadi kalem. Terus perbedaan yang beda banget cuma ini sih yang gak bisa
menyesuaikan karena kebiasaan minum-minum itu aja sih yang saya gak bisa
ikut.
Terus saya mau lebih tahu tentang kakak di Universitas Kyushu. Waktu
Pengennya sih gitu, tapi emang baik kok. Oh iya pengennya bisa ngerjain
dosennya. Itu sih palingan yang sedikit berbeda dengan ekspektasi. Dulu
Seru sih bisa belajar bahasa Jepang gratis salah satunya. Risetnya juga harus
asing kayak field trip, kadang-kadang ada pertandingan olahraga, ada jalan-
8
jalan. Terus Fukuoka gak serame Tokyo. Rame tapi sedang-sedang saja. Gak
sepi-sepi banget juga. Fukuoka itu juga terkenal sebagai pusat pertukaran
budaya Asia jadi banyak festival-festival yang melibatkan orang Asing juga,
jadi kita juga sering ikut kayak ada festival budaya, ikut nampil, jualan-jualan
makanan. Terus lokasinya juga strategis, deket pantai, deket tempat belanja,
Enak, enak banget. Terus gak seramai Tokyo. Ramai tapi sedang-sedang saja.
Cara belajarnya? Gimana ya, aku gak rajin-rajin banget sih. Jadi pokoknya
yang penting laporan selesai. Kalau ada tugas jurnal, review, atau apa yang
penting selesai. Ya waktunya cukup sih, gak harus lembur bisa. Terus kalau
bisa baca jurnal tiap hari, pokoknya kata pak guru kita laksanakan saja. Pak
guru sudah ngasih arahan, kita ikutin saja. Soalnya kalau misalkan gak ikutin,
bisa menimbulkan gesekan yang sensitif. Soalnya hidup kita di lab itu
tergantung Pak guru. Tergantung sih kalau Pak gurunya baik ya gak papa.
Baik, meskipun hasilnya jelek tapi yaudah gak papa, kamu gini aja. Kalau kita
ngasih saran juga dia hargai. Tapi sensei emang sibuk disini, tiap hari aja bisa
terima 400 email katanya. Jadi maaf ya kalau belum saya balas.
Kak terus pihak universitas selain kasih supporter, ada lagi gak bantuan
Orientasi ada juga di kampus sama diasrama. Ada acara perkenalan sesama
mahasiswa baru di asrama. Terus kalau harus mau buka rekening bank,
mereka juga ada datang ke kampus, jadi mereka pakai bahasa Inggris. Kan
kalau disini harus punya rekening bank untuk beli hp. Sama yang jualan hp ke
kampus juga promosi dalam bahasa inggris, terus juga agen-agen apartemen,
asing.
asing. Pas bulan Oktober itu dikasih tau, pengenalan, cara berlalu lintas yang
baik dan benar, pelatihan bencana alam, kalau ada gempa keluarnya dimana,
meminjam buku.
caranya?
Dari kampus itu ada kelas untuk mahasiswa asing, dari yang basic banget ada.
Jadi kalo aku waktu itu seminggu 3x. Tapi aku cuma 2 tahun itu ngambilnya,
10
tapi masih belum bisa kanjinya, cuma bisa ngomong sama baca hiragana.
Di lab itu ada 40% mahasiswa asing, mereka kalo kita semua di lab termasuk
orang Jepang kalo presentasi riset slidenya bahasa Inggris, cuma kalo yang
Jepang ngomongnya tetep pake bahasa Jepang. Jadi kita tetep bisa baca
power pointnya.
Apa ya selain bahasa…kadang ada yang sungkan gitu, mau bilang enggak
saja panjang. Terus kalau kirim email juga harus ada muqaddimah
(pembukaannya) dulu. Kadang sulit untuk to the point harus mencari kata-kata
yang sopan.
Kalau kakak lihat selama ini bedanya cara orang Indonesia sama orang
Ya itu, orang Jepang sungkanan gitu. Kalau orang Indonesia lebih to the point.
Itu sih bedanya yang paling kelihatan, yang lainnya kayaknya sama.
Kalau kakak kasih nilai buat diri kakak sendiri, kira-kira seberapa besar
Berapa persen ya? Ya membantu sekali ya, sekitar 70%. Jadi kalau misalnya
aku lagi nyari barang, aduh mbak ini saya gak bisa baca tolong cariin ini dong,
tapi ngomong dalam bahasa Jepang. Itu udah membantu banget mereka mau
mereka cerita, terus ditengah-tengah ada kata yang gak aku ngerti, biasanya
aku tanya, misalnya ngomong apa, itu apa artinya. Nanti mereka jelasin dulu.
Mereka bahasa Inggris juga gak terlalu bisa, jadi kalau kita bisa bahasa
Jepang paling enggak bisa dibacain gitu kan, terus kita ngerti artinya lumayan
lah bisa ngerti. Terutama kalau di kampus sih banyak yang bisa bahasa Inggris.
Tapi yang pentingkan mereka ngerti kakak ngomong apa, kakak juga
Iya, kalau orang Jepang nih pemalu apalagi kalau sama orang asing.
Kalau misalnya kita gak tahu bahasa Jepang, biasanya mereka pendiem. Itu
salah satu karakternya orang Jepang. Tapi kalau misalkan aku ajakin pakai
bahasa Jepang dikit eh mereka cerita deh panjang, terus kadang aku gak
ngerti bahasa Jepangnya banyak banget. Kata temenku itu takut salah bahasa
Inggrisnya.
12
Kak, saya coba kasih gambaran ya. Misalkan nih kakak risetnya
berkelompok terus dalam riset itu ada masalah. Entah masalah terknis
atau lain, nah itu gimana cara kakak kerja sama dengan orang Jepangnya
Biasa kita kalau ada masalah, misalnya alat rusak. Itu memang diarahkan
supaya lapor dulu di grup. Jadi tiap grup riset itu ada leadernya. Kita lapor dulu,
nanti diumumin “ada masalah ini nih, jadi tolong diperhatikan supaya berhati-
hati dalam menggunakan alat ini”. Nanti biasanya kalau misalnya bisa kita
teamwork.
Iya betul.
Iya
Indonesia semua?
13
Iya. Terus di grup risetku, juga kami ber-4. Orang Jepangnya cuma 1, yang
dua lagi orang Cina. Jadi ngobrolnya tetap bahasa Inggris juga.
Enggak, jarang soalnya dia laki-laki. Jadi satu grup riset itu cuma aku doang
Iya apalagi roommate. Terus kan ada PPI juga, Persatuan Pelajar Indonesia.
Kalau menurut kakak peran PPI Fukuoka itu gimana dalam membantu
kakak beradaptasi?
Oh iya besar sekali itu juga. Termasuk kalau misalkan kita baru datang, itu
dulu yang ajarin saya naik angkutan, naik kereta yang ngajarin waktu itu anak
PPI, karena waktu itu ada welcome untuk mahasiswa baru. Anak PPI yang
Warisan?
Jadi kalau di kos-kosan itu gak ada barang sama sekali. Jadi mahasiswa
Indonesia yang udah lulus pulang ngasih warisan ke anak baru. Untuk barang-
barang misalnya seperti kasur, kulkas. Terus banyak juga sih acara PPI gitu.
Januari, dulu pernah pas salju foto-foto diluar tapi cuma tahan 15 menit.
Oh iya kak, terus kalau misalkan sedang ada masalah biasanya siapa
yang paling sering kakak ajak bicara? Sesama teman Indonesia atau
teman Jepang?
Kalau TV?
dorama.
yang paling berkesan atau berharga yang kakak dapetin di Jepang dan
sepenuh hati jadinya terealisasi dengan baik. Beda sama kita, ide-idenya
besar dan bagus tapi sulit direalisasikan. Terus juga penjual disana melayani
Pertama saya ingin tahu kenapa kakak milih Jepang dan Fukuoka untuk
Soalnya kan tertarik sama sosial linguistik tadinya, kemudian cari-cari ketemu
sama professor yang topik risetnya sama kayak saya. Saya kan pakai
beasiswa Mext kan, setelah itu apply MEXT, terus approach ke senseinya dan
ternyata senseinya setuju buat jadi supervisor saya. Akhirnya MEXT saya
dapet, terus dapet LOA dari sensei dan Kyushu University ini, yaudah akhirnya
berangkat.
suka sih, sebatas suka aja tapi bukan yang pengen banget ke Jepang.
Kebetulan memang interest saya ke social linguistic yang dimana Jepang itu
Indonesia?
1
2
Yang jelas mental bakalan jauh dari keluarga, terus ya barang-barang wajib
yang harus dibawa, persiapan hati bakalan jauh. Takut juga kan nanti disana
Kalau bahasa, ada pengetahuan dasar cuma belum yang bagus banget. Tapi
teruskan karena dapet beasiswanya dari MEXT, dapet sekolah buat bahasa
Jepang kelas intensif selama 6 bulan. Jadi 6 bulan pertama disini belajar
bahasa Jepang, kebudayaan Jepang, terus kalau ada hari-hari raya tertentu
misalnya hari ini perayaan ini terus kita juga sama-sama berpartisipasi. Kita
juga latihan bikin kaligrafi, tanabata. Intinya dikasih bekal buat hidup sehari-
hari di Jepang.
Pertama seneng ya waktu pas April, sakura masih mekar masih bagus banget.
Belum pernah liat sakura, terus juga cuacanya enak. Terus ternyata teman-
bahasa Jepang masih bisa komunikasi pake bahasa Inggris. Terus gara-gara
bareng. Jalan kesini jalan kesini, seneng sih malah melebihi ekspektasi kalau
aku. Kan kalau dulu takutnya kayak gini kayak gini, enggak ternyata baik terus
Kalau kesulitan yang kakak alami selama disana waktu pertama kali
kakak datang?
3
Pertama kali dateng jelas bahasa ya, bahasa kan belum bisa. Terus buat mau
beli hp susah banget. Tahunya dulu hp Indonesia gak bisa dipakai disini kan,
akhirnya beli hp ramai-ramai dan itu susah banget kalau gak pakai bantuan
orang kayaknya gak bisa. Soalnya prosedurnya banyak, harus kontrak 2 tahun
dan sebagainya. Kalau buat belanja sendiri bisa belanja. Maksudnya selama
kita tau kanji ini untuk makanan yang enggak bisa kita makan, yang kita baca
gak ada masalah soal belanja. Belanja barang kebutuhan pokok, kayak
misalkan sayur, beras bumbu-bumbu gak ada masalah. Cuma selama 6 bulan
pertama itu dikasih dormitory. Kita tinggal di dormitory jadi gak ada masalah
tapi habis itu harus cari apartemen sendiri. Nah cari apartemen ini juga jadi
Iya
Kakak kan muslim, selain kesulitan makanan ada lagi gak kak?
Sekarang banyak banget yang jual makanan online, toko-toko kecil, toko-toko
halal juga banyak. Terus dikantin juga, di Kyushu University ada. Saya udah
bahkan sekarang di koperasinya ada halal korner. Jadi lebih terbantu soal itu.
Nah itu sholat, pertama cari tempat. Sebenarnya orang sini lebih toleran soal
agama. Lebih banyak yang mau tau islam tuh kayak gimana sih. Kenapa sih
harus sholat 5x sehari, terus kalau misalkan waktunya sholat, lagi jalan-jalan
sama temen. Sholat dulu ya, iya. Jadi kita menepi, cari tempat sholat di
sembarang tempat yang kira-kira sepi dan bersih. Itu soal tempat ya, gak
banyak memang tempat buat sholat di Fukuoka cuma ada 1 masjid, itu
disekitar Hakoazaki kampus. Terus soal waktu, kadang kalau kuliah tuh jam-
jamnya bisa clash sama waktu sholat jadi harus disesuaikan benar-benar.
Lebih gak enak ya, soalnya kita kan minoritas. Maksudnya muslim di suatu
kelas atau departemen itu masih belum banyak. Kalau misalkan “sensei izin
buat sholat sebentar”, sama senseinya gak enak. Sebenarnya sih kelasnya
masih mepet-mepet bisa sholat, bukan enggak bisa sama sekali sholat. Pasti
Sejauh ini senseinya supportive. Balik lagi ke bahasa kan memang ada
beberapa seminar yang harus diikuti dan itu pakenya bahasa Jepang. Terus
internasional, misalnya orang Jepang ataupun orang Cina itu mereka kalau
presentasi kan bilingual, boleh bahasa Inggris boleh bahasa Jepang. Nah
kebanyakan mereka pake bahasa Jepang, lebih sulit buat ngerti. Yang mereka
5
omongon tuh apa sih gitu. Tau sih sedikit-sedikit tapi gak bisa nutup, gak bisa
Engak juga, sebenernya aku ikut kelas internasional. Cuma memang ada
beberapa mata kuliah yang ikut itu orang Jepang sama orang Cina. Mereka
Seringlah
bapaknya ini, ini nama Pak RTnya. Kalau disini, temen sebelah kamar, temen
sebelah apartemen aja gak tau, gak pernah liat. Bener-bener iya sih negara
timur, tapi Individualis gitu. Sama orang sebelah aja gak tau. Samar amah,
misalkan kalau ketemu juga senyum nyapa tapi yaudah sebatas itu aja. Buat
kenalan gampang disini, tapi buat nyari temen yang bener-bener bisa buat jadi
temen bukan sekedar nyapa, tanya kabar, jalan bareng kemana. Susah nyari
temen, kecuali orang Indonesia ya, kita tau sama-sama dari latar budaya yang
sama. Secara karakteristik lebih hangat orang Indonesia kalau menurut aku.
Telpon, line, video call. Kalau misalkan masih homesick kalau liat foto-foto
6
nangis. Mending nonton film, nonton drama, ngobrol sama teman biar lupa
sama homesicknya.
Ramah, sopan, baik, baik banget. Sampai kalau gak tau jalan gitu kan
dianterin sampe tempatnya. Ini dimana ya? Kan tanya, oh ini di sini di sini,
masih gak tau juga. Dibawa sama sama dia ketempatnya. Pekerja keras yang
jelas ya, sama kayak orang Jepang kebanyakan. Terus disiplin, tepat waktu.
Dan mereka lebih cantik dan ganteng daripada orang-orang yang di daerah ke
utara. Kan kita di selatan kan jadi karakternya lebih tinggi-tinggi dan cantiknya
tuh natural, bukan yang cantiknya make-upnya sampe 1 kwintal. Yah gitu sih
Kalau masalah rasis, orang sini bukan lebih ke openly racist lebih ke passive
aggressive. Ada beberapa kali kalau misalnya duduk di subway gitu orang-
orangnya, bukan beberapa orang sih ada beberapa oknum yang gak mau
duduk di sebelah. Tapi itu juga belum tentu perlakuan yang beda, belum tentu
rasis juga. Kan orang sini memang lebih jaga jarak sama siapa aja sih. Terus
juga. Bahkan sama keluarga sendiri aja gak pernah ngasih liat kedekatan
Kalau menurut kakak ada gak budaya Jepang yang kurang disukai atau
Mereka katanya kalau berkerja benar gak sih kak sampai gak tidur-tidur?
Tergantung orangnya juga, tapi kalau yang aku lihat dari teman-temanku, kan
kerja tuh, kalau dilihat dari mukanya stressfull gitu. Walaupun mungkin
tugasnya sama, tapi mereka semenjak awal dikasih tugas tuh udah ngerjain
stressfull kalau dilihat-lihat. Tapi semua balik lagi kan gak bisa
digeneralisasikan. Apa lagi tadi? Oh iya pernah dengar gak honne tatemae?
Belum kak
Sebenernya bukan cuma Jepang sih yang punya, ini kayak human nature.
Tapi Jepang tuh udah punya namanya sendiri, termnya sendiri. Jadi honne
apa yang mereka pikirin, apa yang mereka rasain, bener-bener jujur hati
mereka. Nah tatemae itu yang mereka tunjukan ke orang lain. Misalnya dia
bilang gak setuju, tapi di tatemaenya mereka bilang iya, iya itu bagus, setuju,
setuju. Kayak gitu, mereka ngomong gak pernah direct. Sama sih kayak
budaya timur, banyak kan yang budaya timur kayak gitu. Oh iya ini, bagus, ini
cantik, ini menarik tapi dibelakang ngomongnya beda. Nah yang kayak gitu
yang bikin bingung. Misalnya senseinya bilang oh iya ini bagus, ini bagus, saya
setuju kalau risetnya dibawa kesini tapi tiba-tiba dibelakang ada ternyata
kayak gini, ternyata kayak gitu. Jadi kalau misalnya akademis bisa lebih
8
terbuka dikit pengennya gitu ngomong ke orang Jepangnya. Jangan iya, iya
punya International Spot Center kalau misalkan kita butuh bantuan untuk
pake kanji bisa dateng ke Spot Centernya untuk minta tolong. Jadi secara
buat mahasiswa, kalau misalkan pengen curhat nih ada masalah-masalah ini
mahasiswanya, buat tetap bisa produktif, tetap sehat. Terus juga banyak
bantuan banyak beasiswa. Terus kalau misalkan mau publish paper, misalnya
butuh proof reader kan harus bayar, mereka sediain duit. Secara
lebih berkualitas.
Menurut kakak perbedaan apa yang paling kakak rasakan ketika dulu
sesibuk apapun kalau janji pasti bakal ditepati. Enggak kayak, tapi kan tetap
janjian datang buat skripsi disini jam ini, tapi last minute mereka bilang “maaf
9
saya ada rapat”, gak jadi lagi. Nunggu 2 jam gak jadi lagi. Kalau disini
senseinya lebih bisa menepati janji, terus lebih supportive, buku juga dikasih.
Ya tapi itu sih, balik lagi ke honne tatemae lebih banyak diemnya dan kalau
ngasih kritik gak benar-benar kasih kritik, cuma basa basi. Itu bedanya yang
paling jelas.
Indonesia?
Baik, tapi balik lagi ke bahasa. Kalau bukan mahasiswa Jepang, kan bahasa
yang ngobrolin sampai jauh. Baik, ramah, senyum, gak ada yang jahat kok.
Kan ini pengalaman aku subjektifkan, menurutku gak ada yang jahat. Cuma
ada beberapa mahasiswa yang berisik banget, kalau misalkan ketemu dari
gitu. Terus kayak roomnya dipakai sendiri sama mereka, makan, masak, terus
Enggak pernah, in the positive way ya malah kalau misalkan belum sholat,
Pertama agak berat, dulu gak pernah sedisiplin itu, gak pernah setepat waktu
itu, sekerja keras itu, harus menyesuaikan. Gak perlu waktu lama kok.
Bener, deadlinenya harus tepat waktu. Telat 2 detik aja udah ketinggalan bis,
bis, ketinggalan pesawat juga pernah. Telat 5 menit udah gak bisa, telat 1
Belum pernah
Kakak selain belajar bahasa Jepang yang kelas intensif, ada cara lain
Selama ini selain yang intensif itu ada yang bukan intensif juga. Jadi ada
namanya J1, J2, J3, J4, J5 kayak gitu dari universitasnya jadi kalau misalkan
kita udah lulus yang intensif nih. Kita udah lulus J2 atau J3 gitu. Terus setiap
semester ada placement test. Kalau misalkan ngambil kelas Jepang lagi bisa.
Tapi bukan yang intensif tapi seminggu 3 kali. Yang intensifkan seminggu 5
kali dari jam 10 pagi – 5 sore. Nah kalau yang ini cuma 3x seminggu 2 jam 2
jam kayak gitu. Jadi setelah intensive course itu lanjut ambil kelas Jepang lagi
sampai J5.
Kakak sering baca komik, buku nonton drama pake bahasa Jepang gitu
gak kak?
Lumayan sering sih, itu juga ngebantu banget. Kalau misalkan buat tau ini
frasenya ini, oh ternyata kata-kata ini buat ini, jadi tau konteksnya bener itu
apa. Terus juga kadang belajar sama senpai, senpainya baik. Senpai itukan
senior ya. Belajar sama senior, kayak dikasih kelas khusus gitu sama
senseinya. Jadi sensei itu nunjuk satu senior buat ngelatih kita ngobrol, jadi
11
ngajak kita ngobrol tapi yang terarah. Hari ini kita ngomongin ini temanya ini,
terus ini ada beberapa vocabulary, ada beberapa kata yang bisa dipakai jadi
sekarang kita ngobrolin ini. Terus dikasih PR juga, walaupun informal tapi
tetep terarah.
Kakak kalau misalkan mau ngomong sama temen Jepang itu gimana
Iya.
Kenalnya dekat gak? Kan beda-beda juga. Misalnya gini apa nih mau tanya
Tanya biasa aja, kalau sama teman Jepang yang dekat bilang aja langsung
eh-san ini gimana. Mereka pasti jawab kok, mereka baik gak bisa bilang
enggak. Kayaknya tuh mereka terluka sendiri gitu kalau dimintaiin tolong terus
bilang enggak.
Kalau yang gak bener-bener deket, misal kita minta ditemenin kesini.
Walaupun mungkin buat mereka sibuk, mereka lagi sibuk atau mereka lagi
harus ngerjain sesuatu, mereka bakalan bilang mmmm boleh… gak bisa
mereka bilang keberatan tapi mmm.. chotto muzukashii sedikit susah tapi
yaudah boleh. Tapi kalau sama yang deket yaudah bilang enggak, enggak aja.
Iya, kitanya yang harus tau diri karena mereka terlalu baik jadinya kita harus
tau diri ini proper gak kalau minta bantuan kayak gini.
Oh yaudah-yaudah gak papa, kalau aku sih. Kalau aku kan gak enakan
orangnya.
Kakak pernah ada diskusi kelompok gitu gak sih kak sama mereka?
Iya
Mereka kalau diajak diskusi kelompok gitu gimana kak? Enak untuk
Itu kan tergantung orangnya, itu tergantung dari topiknya. Tapi ada yang malu-
malu, ngomongnya dikit-dikit. Kalau gak terlalu terkenal banget, kalau gak
ditanya gak jawab sih, gak ngomong. Harus ditanya dulu. Lebih banyak yang
malu-malu sih.
Kak katanya mereka malu ya kak kalau ketemu sama orang asing karena
Iya sih, agak gimana ya, malu benar. Terus juga kadang sama yang kulit putih
tuh agak minder. Tapi ada juga banyak orang Jepang hobi belajar bahasa
Inggris, jadi kalau ada orang asing dideketin diajak ngobrol. Aku udah
13
beberapa kali diajak ngobrol sama orang Jepang. Kebanyakan bukan yang
bahasa Inggris kan, diajak ngobrol dari mana terus ngapain. Kalau dijawab
kuliahnya di Kyushu University gitu, “oh pinter banget berarti ya” jadi kalau
Gak juga sih, lebih susah masuk buat orang Jepangnya sih daripada
mahasiswa asingnya.
Kak mereka kalau diajak kerja sama gampang gak sih kak?
Gampang kok
Misalnya nih kalau kerja kelompok, kan kadang ada yang suka kerja
Justru aku malah ngerasanya mahasiswa asingnya sendiri ya, kadang ada
yang terlalu mendominasi kalau diajakin kerja kelompok, lebih terlalu vokal
yang lainnya gak diajak ngomong. Kalau yang Jepang lebih banyak yang
Jepang?
Kalau di departemen kan memang gak ada orang Indonesia kecuali aku. Jadi
kalau lagi gak ketemu sama orang Indonesia ya ngomongnya sama orang
Jepang. Tapi kalalu sama orang Indonesia ya ngomong sama orang Indonesia.
Tergantung kebutuhannya sih. Tapi hampir tiap hari kok ngomong sama orang
Jepang.
Iya, udah presentasi belum, gimana presentasi kemarin, senseinya bilang apa,
Indonesia disini.
Kalau misalkan ada masalah atau kesulitan, siapa yang paling sering
Lebih ke temen Indonesia sih. Soalnya kalau yang temen Jepang pertama gak
Walaupun sama sama orang Jepang nih ya, ngobrol masalah pribadi gitu
jarang banget soalnya mereka bilang gini gak mau ngasih beban ke orang lain
soal masalah pribadi kita. Kalau kita kan yaudah kalau ngobrol, kalau
ngomong masalah kita yaudah ngomong aja kan. Tapi kalau mereka lebih
15
considerate sama perasaan orang lain gak mau bikin orang lain mikir sama
keadaan kita.
Sering.
Fukuoka gimana?
Helpful banget ya, sangat membantu banget. Dari segi akademik, kehidupan
sengsara deh. Gak ada temen, gak ada temen senegara, gak ada yang bantu
kalau misalkan ada masalah. Ada grup tuh, kalau misalkan ada pertanyaan
bisa langsung tanya digrup, ini gimana kan senior-senior itu banyak yang udah
berpuluh-puluh tahun disini juga banyak. Mereka bisa ngasih tips, bisa ngasih
saran.
Iya, belajar bahasa Jepang bareng. Kan ada senior yang udah jago banget
bahasa Jepangnya, diajarin. Kita bikin, kita punya tim Angklung, Saman. Disini
komunitas dari luar negeri buat tampil. Salah satunya team angklung sama
team saman PPI Fukuoka, banyak banget yang manggil setahun bisa
beberapa kali tampil. Sebulan bahkan pernah 4x tampil tim Saman. Yang
Kakak kan udah lama belajar dan tinggal di Fukuoka, menurut kakak
pelajaran berharga apa yang kakak dapatkan disana dan kakak gak temui
di Indonesia?
Etos kerja, disini jadi terbentuk etos kerjanya. Gak asal, harus beintegritas,
Kakak awal-awal dulu ngikutin mereka itu pernah gak sih kak sampai
Lebih ke riset ya, bingung mikirin riset mau dibawa kemana gitu. Kalau orang-
kan ada plus minusnya. Minusnya jauh dari keluarga, kalau kangen bingung.
Tullah Tjan
Screenshot Bukti Wawancara Gde Pandhe
Screenshot Bukti dan Surat Keterangan Wawancara Gde Pandhe
Screenshot Bukti Wawancara Herpin D
Screenshot Bukti dan Surat Keterangan Wawancara Herpin D
Screenshot Bukti Wawancara Rizki Fitria Darmayanti
Screenshot Bukti dan Surat Keterangan Wawancara Rizki Fitria
Darmayanti
Screenshot Bukti Wawancara Yuslita Syafia
Screenshot Bukti dan Surat Keterangan Wawancara Yuslita Syafia
Screenshot Bukti Email PPI Fukuoka
SURAT KETERANGAN WAWANCARA
Herpin Dwijayanti
SURAT KETERANGAN WAWANCARA
lebih besar dan saat ini tengah berfokus pada dunia ilustrasi dan komik. Pada