Anda di halaman 1dari 144

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

PENERAPAN LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP


PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE
NON HEMORAGIK DI RSUD DR SOEDARSO
PONTIANAK

SUNANDAR SYAHLEWANGI
NIM. 221133085

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2023

i
PENERAPAN LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP
PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE
NON HEMORAGIK” DI RSUD DR SOEDARSO
PONTIANAK

Karya Ilmiah Akhir Ners


Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Ners
(Ns) pada Program Studi Profesi Ners Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Pontianak

SUNANDAR SYAHLEWANGI
NIM. 221133085

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2023

ii
HALAMAN PENGESAHAN

KARYA ILMIAH AKHIR NERS


PENERAPAN LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP
PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE
NON HEMORAGIK” DI RSUD DR SOEDARSO
PONTIANAK

Telah dipersiapkan dan disusun oleh :

SUNANDAR SYAHLEWANGI
NIM. 221133085

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji


Pada tanggal 19 Mei 2023

Susunan Tim Penguji


TandaTangan

1. Ketua : Dr. Dedi Damhudi,M.Kep.,Ns.,Sp. KMB ………………

2. Anggota : Ns. Azhari Baedlawi, M.Kep ........................

Pontianak, Mei 2023


Mengetahui

Ketua Jurusan Ketua Prodi

Ns. Raju Kapadia, S.Kep, M.Med. Ed Ns. Halina Rahayu, M. Kep


NIP. 19810418 200212 1 006 NIP. 19790416 200604 2 001

iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya :


Nama : Sunandar Syahlewangi
NIM : 221133085
Program Studi : Profesi Ners
Jurusan : Keperawatan
Perguruan Tinggi : Poltekkes Kemenkes Pontianak

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan karya ilmiah akhir
Ners yang berjudul :
“PENERAPAN LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP
PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE
NON HEMORAGIK” DI RSUD DR SOEDARSO
PONTIANAK”

Apabila suatu nanti saya terbukti melakukan tindakan plagiat, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Demikian surat pernyataan ini
dibuat dengan sebenar-benarnya.

Pontianak, Mei 2023


Penulis,

Materai Rp.
6000

Sunandar Syahlewangi
NIM.221133085

iv
BIODATA PENULIS

A. Identitas Diri
1. Nama : Sunandar Syahlewangi
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Tempat Tanggal Lahir : Teluk Pakedai,08 Mei 1985
4. NIM : 221133085
5. Program Studi : Profesi Ners
6. E-mail : syahlewangi85@gmail.com
7. Nomor Telepon/HP : 0852-5237-2485
B. Riwayat Pendidikan
N Nama Sekolah Kota/Negara Tahun
o
1 SDN 05 Teluk Pakedai II Kubu Raya/Indonesia 1991-1997
2 SLTPN 01 Teluk Pakedai Kubu Raya/Indonesia 1997-2000
3 SMAN 2 Pontianak Pontianak /Indonesia 2000-2003
4 AKPER Yarsi Pontianak Pontianak/Indonesia 2003-2006
5 Poltekkes Kemenkes Pontianak/Indonesia 2018-2022
Pontianak

v
PENERAPAN LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP
PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE
NON HEMORAGIK DI RSUD DR SOEDARSO
PONTIANAK

Sunandar Syahlewangi1, Azhari Baedlawi 2, Dedi Damhudi3


1,2,3
politeknik Kementerian Kesehatan Pontianak
Email : syahlewangi85@gmail.com

ABSTRAK
Stroke adalah serangan pada otak yang sama dengan serangan jantung. Darah
harus mengalir ke dan melalui otak agar otak dapat mengatur fungsi tubuh. Jika alirannya
terhambat, oleh gumpalan darah yang bergerak ke otak dengan penyumbatan atau
pecahnya pembuluh darah, maka otak akan kehilangan pasokan energinya dan
menyebabkan kerusakan pada jaringan yang mengarah ke stroke. Penyakit stroke sendiri
menyebabkan menurunnya kekuatan otot pada ekstremitas atas maupun ekstremitas
bawah pada pasien sehingga perlu dilakukan tindakan keperawatan guna meningkatkan
kekuatan otot pasien. Tujuan penerapan ini adalah meningkatkan kekuatan otot pasien
stroke non hemoragik menggunakan intervensi latihan Range Of Motion (ROM).
Rancangan karya ilmiah akhir Ners  ini menggunakan desain studi kasus. Subjek yang
digunakan 1 (satu) orang pasien stroke di RSUD Dr Soedarso Pontianak. Pengumpulan
data menggunakan lembar Observasi kekuatan otot. Analisa data dilakukan menggunakan
analisis deskriptif. Hasil penerapan menunjukkan, setelah pemberian ROM pasif selama 3
hari kekuatan otot subyek sebelum penerapan kekuatan otot ekstremitas kiri atas dan
bawah berada pada derajat 1 dan setelah penerapan derajat 1, sementara pada ekstremitas
kanan atas dan bawah kekuatan otot subyek berada pada derajat 5. Kesimpulan Penerapan
Range of motion akan efektif meningkatkan kekuatan otot jika dilakukan secara teratur
dan berulang - ulang.

Kata Kunci : Derajat Kekuatan Otot, ROM, Stroke

vi
APPLICATION OF RANGE OF MOTION (ROM) EXERCISE TO
INCREASING MUSCLE STRENGTH IN STROKE PATIENTS
NON HEMORRHAGIC AT DR SOEDARSO HOSPITAL
PONTIANAK

Sunandar Syahlewangi1, Azhari Baedlawi 2, Dedi Damhudi3


1,2,3
Pontianak Ministry of Health polytechnic
Email : syahlewangi85@gmail.com

ABSTRACT
Stroke is an attack on the brain that is the same as a heart attack. Blood
must flow to and through the brain for the brain to regulate body functions. If its
flow is obstructed, by a blood clot traveling to the brain, or by narrowing or
bursting of a blood vessel, the brain loses its energy supply and causes damage to
the tissues leading to a stroke. Stroke disease itself causes a decrease in muscle
strength in the upper extremities and lower extremities in patients so that nursing
actions are needed to increase the patient's muscle strength. The purpose of this
application is to increase the muscle strength of non-hemorrhagic stroke patients
using Range Of Motion (ROM) exercise interventions. The design of the nurse's
final scientific work uses a case study design. The subject used was 1 (one) stroke
patient at Dr Soedarso Pontianak Hospital. Data collection using the Observation
sheet of muscle strength. Data analysis was performed using descriptive analysis.
The results of the application show, after giving passive ROM for 3 days the
subject's muscle strength before the application of the upper and lower left limb
muscle strength is at degree 1 and after the application of degree 1, while in the
right upper and lower extremities the subject's muscle strength is at degree 5.
Conclusion Application Range of motion will be effective in increasing muscle
strength if done regularly and repeatedly.

Keywords: Degree of Muscle Strength, ROM, Stroke

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala
yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga penyusunan karya ilmiah akhir ners
yang berjudul “Penerapan latihan Range Of Motion (ROM) terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik” di RSUD
Dr Soedarso Pontianak” dapat terselesaikan. Selanjutnya ucapan terima kasih
yang tak terhingga saya sampaikan kepada bapak Ns. Azhari Baedlawi,M.Kep.,
Selaku pembimbing yang penuh kesabaran dan perhatiannya dalam memberikan
bimbingan hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dengan terselesaikannya karya ilmiah akhir ners ini, izinkan saya
mengucapkan terima kasih banyak yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Kelana Kusuma Darma, S.Kp.,M.Kes Selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Pontianak.
2. Bapak Ns. Azhari Baedlawi, M.Kep Selaku Pembimbing Karya Ilmiah Akhir
Ners.
3. Bapak Dr. Dedi Damhudi, M.Kep.,Ns.,Sp.KMB Selaku Ketua Badan
Penelitian Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Pontianak dan atas
kesediaannya untuk menguji karya ilmiah akhir ners ini.
4. Ibu Drg.Yuliastuti Saripawan, M.Kes Selaku Direktur RSUD Dr. Soedarso
Pontianak
5. Ibu Syf. Halijah Annisa, S.Kep,Ners yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk melaksanakan asuhan keperawatan dan menerapkan evidence
based nursing pada kasus kelolaan.
6. Pasien kasus kelolaan beserta keluarga yang tidak dapat penulis sebutkan
identitasnya.
7. Orang tua tercinta, istri dan keluarga yang telah memberikan doa dan
semangat dalam menyelesaikan Pendidikan Profesi Ners Poltekkes Kemenkes
Pontianak.
8. Bapak, Ibu Dosen dan Staf jurusan Keperawatan serta semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan

viii
karya ilmiah akhir ners ini,
9. Teman-teman dan sahabat yang telah memberikan masukan,Doa ,semangat
dan dukungan dalam menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
Penulis telah berusaha sebaik-baiknya dalam menyusun Karya Ilmiah
Akhir Ners ini. Penulis tetap mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk memperbaiki karya ilmiah ini.semoga hasil karya ilmiah ini nanti dapat
bermanfaat bagi peneliti dan pihak lain yang membutuhkan.

Pontianak, Mei 2023


Penulis

Sunandar Syahlewangi
NIM. 221133085

ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH AKHIR NERS .................. iii
BIODATA PENULIS …..................................................................................... iv
ABSTRAK …....................................................................................................... v
ABSTRACT ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 4
D. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 4
E. Manfaat Penulisan .................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar Stroke Non Hemoragik ................................................. 9
B. Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................... 17
C. Evidence Based Nursing Practice (EBNP) Range Of Motion (ROM) terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik......... 30

BAB III PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN


A. gambaran Kasus Kelolaan .................................................................... 40
B. laporan kelolaan Kasus ........................................................................ 41
C. Implementasi EBNP Pada Kasus Kelolaan.............................................. 65

BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian ............................................................................................. 72
B. Diagnose ................................................................................................. 73
C. Intervensi.................................................................................................. 73
D. Implementasi .......................................................................................... 75
E. Evaluasi ................................................................................................. 76
F. Penerapan Evidence Based Nursing Practice (EBNP) pada Stroke Non
Hemoragik ............................................................................................. 77

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 79
B. Saran ....................................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 81
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Tujuan, Kriteria Hasil, Konsep Intervensi Keperawatan ..................... 25
Tabel 3.1 aktivitas ……………………………………………………………… 46
Tabel 3.2 pengobatan …...................................................................................... 48
Tabel 3.3 laboratorium …..................................................................................... 48
Tabel 3.4 analisa Data …..................................................................... ………… 49
Tabel 3.5 daftar masalah ……………………………………………………….. 50
Tabel 3.6 Tujuan, Kriteria Hasil, dan Intervensi Keperawatan …........................ 51
Tabel 3.7 Catatan perkembangan pasien …..........................................................
Tabel 3.8 Standar Operasional Prosedur Pemberian Latihan Range Of
Motions…………………………………………………………………..….................. 46

xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Pathway Diare…...............................................................................14

12
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent


Lampiran 2 Format Pengkajian Asuhan Keperawatan
Lampiran 3 Jurnal Terkait penelitian
Lampiran 4 lembar Konsultasi
Lampiran 5 Undangan sidang akhir
Lampiran 6 Dokumentasi

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat
substantial. Menurut WHO memperkirakan penyakit tidak menular
menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Dari
berbagai penyakit yang sering ditemukan sekarang, stroke adalah salah satu
penyakit tidak menular yang prevalensi semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Penyakit stroke telah menjadi masalah kesehatan yang menjadi
penyebab utama kecacatan pada usia dewasa dan merupakan salah satu
penyebab terbanyak di dunia (Huriani, 2015).
Stroke adalah serangan pada otak yang sama dengan serangan jantung.
Darah harus mengalir ke dan melalui otak agar otak dapat mengatur fungsi
tubuh. Jika alirannya terhambat, oleh gumpalan darah yang bergerak ke otak,
atau dengan penyempitan atau pecahnya pembuluh darah, maka otak akan
kehilangan pasokan energinya dan menyebabkan kerusakan pada jaringan
yang mengarah ke stroke (World Health Organization (WHO), 2019).
Menurut WHO (2019), setiap tahun, 15 juta orang di seluruh dunia
menderita stroke. Dari jumlah tersebut, 5 juta orang meninggal dan 5 juta
lainnya menjadi cacat permanen, sehingga membebani keluarga dan
masyarakat. Stroke jarang terjadi pada orang di bawah 40 tahun ketika itu
terjadi, penyebab utamanya adalah tekanan darah tinggi. Stroke juga terjadi
pada sekitar 8% anak-anak dengan penyakit anemia.
Data Riskesdas 2018 menyebutkan prevalensi stroke di Indonesia pada
usia ≥ 15 tahun adalah 10,9%, sementara pada tahun 2013 angka prevalensi
stroke pada angka 7% dengan demikian terdapat peningkatan prevalensi
stroke sebesar 3,9% dalam kurun 5 tahun. Pada provinsi Kalimantan Barat
memiliki prevalensi sebesar 5,8% per 1.000 penduduk terdiagnosis dan 9,82
per 1000 penduduk terdiagnosis atau gejala (Kemenkes RI, 2018).
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di RSUD Dr Soedarso
Pontianak pada tahun 2022 adalah sebanyak 118 orang yaitu 44 orang
2

terkena stroke non hemoragik, kemudian di tahun 2017 ada sebanyak 115
orang yang mengalami stroke, dimana 88 diantaranya mengalami stroke non
hemoragik.(Data Rekam Medik, 2022)
Dampak yang ditimbulkan oleh stroke, berupa hemiparesis (kelemahan)
dan hemiplegia (kelumpuhan) merupakan salah satu bentuk defisit motorik.
Hal ini disebabkan oleh gangguan motorik neuron dengan karakteristik
kehilangan kontrol gerakan volunter (gerakan sadar), gangguan gerakan,
keterbatasan tonus otot, dan keterbatasan reflek (Winstein, 2016). Ramba
(2018) melaporkan bahwa berdasarkan observasi, didapatkan sebagian besar
pasien stroke pada awalnya mengalami spastisitas yang menghambat aktivitas
kesehariannya.
Penyakit stroke sendiri menyebabkan menurunnya kekuatan otot pada
ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah pada pasien. Kekuatan otot rata-
rata pasien stroke terbanyak pada skala derajat 0, minimal tidak adanya
kontraksi otot dan maksimal sampai pada derajat mampu menggerakkan
sendi, tidak dapat melawan gravitasi, dan terbanyak kedua kekuatan otot
pasien stroke yaitu skala atau derajat 2, minimal mampu menggerakkan
persendian dan maksimal pada derajat mampu menggerakkan sendi, dapat
melawan gravitasi dan kuat terhadap tahanan ringan (Purqoti, 2020).
Salah satu masalah yang muncul pada pasien dengan stroke non
hemoragik adalah kelemahan pada ekstremitas sebagai akibat dari penurunan
tonus otot, sehingga akan mengganggu dan membatasi aktivitas sehari-hari.
Kelemahan pada ekstremitas akan menyebabkan seseorang menjadi kurang
produktif dalam melakukan aktivitas fungsional individu sehari-hari dan
mengalami keterbatasan dalam melakukan kegiatan sosial serta menimbulkan
ketergantungan dan akan mengalami atrofi, bahkan dapat terjadi kelumpuhan,
apabila dibiarkan terlalu lama akan menjadi kaku kemudian terjadi kontraktur
(Irfan, 2010). Oleh sebab itu, sangat diperlukan upaya untuk mengatasi
kelemahan ekstremitas pada penderita stroke, dikarenakan ekstremitas atas
maupun ekstremitas bawah merupakan bagian tubuh yang aktif dan memiliki
peranan penting dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Tindakan mandiri perawat yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah
3

kelemahan otot pada ekstremitas pasien dengan stroke non hemoragik yaitu
salah satunya dengan latihan range of motion (ROM). Menurut Chaidir
(2014), latihan ROM dengan frekuensi dua kali sehari pada pasien stroke
iskemik lebih meningkatkan kemampuan otot daripada latihan ROM dengan
frekuensi satu kali sehari. Tseng (2017) mengatakan bahwa ROM merupakan
salah satu terapi pemulihan dengan cara latihan otot untuk mempertahankan
kemampuan pasien menggerakkan persendian secara normal dan lengkap.
Metode intervensi latihan ROM berpeluang memberikan manfaat besar
dalam memulihkan kekuatan otot pada pasien stroke. Hasil penelitian
Hosseini (2019) didapatkan latihan ROM meningkatkan fungsi motorik
antara bulan pertama dan ketiga di kedua ekstremitas atas dan bawah.
Sahmad (2016) yang menunjukkan bahwa ada efek pemberian. ROM pasif
terhadap peningkatan fleksibilitas sendi lutut, sendi pergelangan kaki, sendi
kaki pada lansia. Young (2014) menunjukkan bahwa kelompok terapi latihan
peregangan dan stabilisasi sendi selama 8 minggu menunjukkan peningkatan
fungsi bahu dan penurunan ketebalan patologis tendon.
Menurut ada et.al (2016) melakukan penelitian tentang penguatan
intervensi meningkatkan kekuatan dan meningkatkan aktivitas setelah stroke :
review sistematis. Mempunyai kesimpulan bahwa,intervensi memperkuat
meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan aktivitas dan tidak meningkatkan
kelenturan. temuan ini menunjukkan bahwa program penguatan harus
menjadi bagian dari rehabilitasi setelah stroke. Secara teori tidak disebutkan
secara spesifik mengenai dosis dan intensitas latihan range of motion (ROM),
menurut perry dan potter (2010) latihan ROM dilakukan 2 kali dalam sehari
sedangkan menurut Smaltzer dan bare (2013) latihan range of motion (ROM)
dapat dilakukan 4-5 kali dalam sehari. Selain kedua referensi ini terdapat
beberapa penelitian lain yang menunjukkan frekuensi yang bervariasi dalam
melakukan latihan range of motion (ROM).
Menurut hasil penelitian Anggriani, Zulkarnain, Sulaimani, & Gunawan
(2018), membuktikkan bahwa sebagian besar pada otot ekstremitas tangan
dan kaki setelah dilakukan latihan ROM pasif 4 kali dalam seminggu
mengalami peningkatan, menggunakan uji Wilcoxon diketahui bahwa nilai
4

signifikan kekuatan otot tangan sebelum dan sesudah pemberian ROM yaitu
sebesar 0,000. Artinya terdapat perbedaan kekuatan otot tangan sebelum dan
sesudah pemberian ROM. Kemudian otot kaki diketahui bahwa nilai
signifikan sesudah pemberian ROM sebesar 0,000. Artinya juga terdapat
perbedaan kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah pemberian ROM. Hasil
tersebut membuktikan bahwa ROM berpengaruh dalam meningkatkan
kekuatan otot tangan dan kaki responden.
Hasil penelitian dari Dewi, Astrid, 4 & Supardi (2020) melalui hasil uji
Wilcoxon menunjukkan peningkatan kekuatan otot 0,74 (22,9%), uji chi
square menunjukkan perubahan kekuatan otot 57,7%. Hasil penelitian
menunjukkan peningkatan kekuatan otot yang bermakna (p=0,000) sebelum
dengan sesudah intervensi. Intervensi latihan rentang gerak dapat
meningkatkan 28,9 kali kekuatan otot.
Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti akan mengidentifikasi
“Efektifitas latihan Range Of Motion (ROM) terhadap Peningkatan Kekuatan
Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik” di RSUD Dr Soedarso Pontianak.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini dilakukan untuk menjawab “apakah latihan Range Of Motion
(ROM) Efektif terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik”di RSUD Dr Soedarso Pontianak.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas terapi Range Of Motion (ROM) terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien Stroke Non
Hemoragik Di Ruang Ruai RSUD dr Soedarso Pontianak Tahun
2023.
5

b. Penulis mampu menganalisa masalah keperawatan dan merumuskan


diagnosa keperawatan dengan konsep teori terkait pasien Stroke Non
Hemoragik Di Ruang Ruai RSUD dr Soedarso Pontianak Tahun
2023.
c. Penulis mampu menganalisa Intervensi keperawatan dengan
memberikan terapi range of motion (ROM) terhadap Peningkatan
Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik di ruang Ruai
RSUD dr Soedarso Pontianak Tahun 2023.
d. Penulis mampu melakukan implementasi yang dapat dilakukan
terkait dengan Pasien Stroke Non Hemoragik di ruang Ruai RSUD dr
Soedarso Pontianak Tahun 2023.
e. Penulis mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah
diberikan terkait dengan Pasien Stroke Non Hemoragik di ruang Ruai
RSUD dr Soedarso Pontianak Tahun 2023

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan untuk meningkatkan pengetahuan ilmiah dan wawasan tentang
penatalaksanaan non farmakologis terhadap kekuatan dan kontraktur otot
pada pasien stroke dengan latihan Range Of Motion (ROM). Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai dasar atau studi
banding untuk melakukan penelitian dalam lingkup Keperawatan
Medikal Bedah.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Profesi Perawat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan informasi terapi non-
farmakologi berupa latihan Range Of Motion (ROM) pada pasien
stroke, sehingga dapat diaplikasikan sebagai pengobatan tambahan.
b. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi kepada responden
dan masyarakat mengenai terapi non-farmakologis dalam
6

pencegahan kontraktur otot dan meningkatkan kekuatan otot pada


pasien Stroke Non Hemoragik.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan
bahan pengembangan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan efektifitas latihan Range Of Motion (ROM)
terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Stroke Non Hemoragik


1. Pengertian
Stroke non hemoragik adalah tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti
(Nuratif dan Kusuma, 2015). Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia
atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder (Wijaya & Putri,2017)
Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau
cedera serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak
secara mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau
total, atau akibat pecahnya pembuluh darah otak (Chang, 2018).
Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu
pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak.Stroke menginterupsi atau
mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan serius
atau nekrosis di jaringan otak (Williams, 2018). Stroke diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary hemorrhagic strokes) dan
stroke non hemoragik (ischemic strokes) .
Menurut Price, (2015) stroke non hemoragik (SNH) merupakan
gangguan sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses
patologis pada pembuluh, misalnya trombus, embolus atau penyakit
vaskuler dasar seperti aterosklerosis dan arteritis yang mengganggu aliran
darah serebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otak menurun yang
menyebabkan terjadinya infark. Sedangkan menurut Padila, (2016) Stroke
Non Hemoragik adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran
darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau
embolus yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.

6
7

Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemik akibat


emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2015).

2. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya stroke non hemoragik antara lain
menurut Purwanto (2016):
a. Emboli
b. Emboli serebral adalah penyumbatan pembuluh darah otak karena
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik.
c. Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau ke dalam jaringan otak. Perdarahan ini dapat
terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak, terjadi perembesan darah ke dalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan pergeseran, penekanan dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga jaringan otak tertekan dan
membengkak hingga terjadi oedema, infark otak dan mungkin sampai
terjadi herniasi otak.
d. Thrombosis Cerebral
Thrombosis serebral terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menyebabkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis
biasanya dialami oleh orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal tersebut dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral.
Tanda dan gejala neurologis seringkali bertambah buruk pada 48 jam
8

setelah thrombosis. Keadaan di bawah ini yang dapat menyebabkan


trombosis otak, yaitu:
1) Hiperkoagulasi pada polisitemia
Darah semakin kental, peningkatan viskositas atau hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
2) Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah
yang disebabkan adanya endapan kolesterol dan plak pada
dinding arteri yang menyelimuti lumen pembuluh darah yang
menyebabkan pembuluh darah mengecil sehingga aliran darah ke
otak menjadi berkurang. Proses endapan yang terjadi berawal dari
kerusakan endotel yang memungkinkan senyawa pada plasma
darah seperti LDL (Low Density Lipoprotein) mengendap pada
ruang sub endotel yang diakibatkan dari peningkatan
permeabilitas, perlahan endapan tersebut akan mempersempit
pembuluh darah

3. Faktor Resiko stroke


Faktor resiko stroke dapat dikategorikan kedalam faktor resiko yang tidak
dapat dimodifikasi (non-modifiable) dan dapat dimodifikasi (modifiable)
(Zomorodi dalam Lewis, Sharon L et al, 2016).
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis
kelamin, ras, dan herediter/keturunan (WHO, 2016).
1) Usia. Resiko stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia,
dua kali lipat lebih besar ketika seseorang berusia 55 tahun.
Namun, stroke dapat terjadi juga pada semua usia (American Heart
Association, 2013).
2) Jenis kelamin. Stroke juga lebih umum terjadi pada laki-laki dari
pada wanita, namun lebih banyak wanita meninggal akibat stroke
dari pada laki-laki.
9

3) Ras. Ras Africa- America (berkulit hitam) memiliki resiko yang


lebih besar mengalami stroke daripada ras yang berkulit putih. Hal
ini berhubungan dengan tingginya insiden hipertensi, obesitas, dan
diabetes mellitus pada ras Africa- America (Zomorodi dalam
Lewis, Sharon L et al, 2016).
4) Riwayat keluarga. Riwayat keluarga terhadap kejadian stroke,
serangan TIA sebelumnya, atau stroke sebelumnya juga
meningkatkan risiko terjadinya stroke. Orang tua yang pernah
mengalami stroke dikaitkan dengan peningkatan risiko 3 kali lipat
kejadian stroke pada keturunannya (American Heart Association,
2013) .
b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor-faktor yang
berpotensi dapat diubah melalui perubahan gaya hidup dan tindakan
medis, sehingga mengurangi risiko terjadinya stroke.
1) Hipertensi. Hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya stroke
baik non perdarahan atau perdarahan, dan juga menjadi faktor
terjadinya gangguan jantung yang menjadi penyebab munculnya
emboli otak. Hipertensi sangat berpengaruh pada peredaran darah
otak, karena menyebabkan terjadinya penebalan dan remodeling
pembuluh darah hingga memperkecil diameternya.
2) Penyakit jantung. Penyakit jantung meliputi fibrilasi atrial, infark
miokard, kardiomiopati, abnormalitas katup jantung, dan kelainan
jantung kongenital juga termasuk kedalam faktor resiko stroke.
Fibrilasi atrium adalah faktor risiko yang paling penting diobati. \
3) Diabetes melitus. DM merupakan faktor resiko yang penting
terhadap kejadian stroke, dan meningkatkan risiko kejadian stroke
pada semua usia. Individu dengan diabetes mellitus memiliki
resiko lima kali lebih besar terserang stroke dari pada individu
yang tidak menderita diabetes mellitus (Zomorodi dalam Lewis,
Sharon L et al, 2015).
10

4) Peningkatan kolesterol serum. Hiperlipidemia didefinisikan


sebagai kondisi dimana kadar kolesterol total lebih atau sama
dengan 240 ml/dl. Kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor
resiko terjadinya penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular.
5) Merokok. Merokok merupakan faktor risiko untuk stroke, karena
dapat meningkatkan efek terbentuknya trombus dan pembentukan
aterosklerosis pada pembuluh darah. Merokok meningkatkan
hampir dua sampai empat kali lipat resiko stroke.
6) Efek alkohol terhadap resiko stroke tergantung pada jumlah yang
alcohol dikonsumsi. Mengkonsumsi lebih dari 1-2 minuman
beralkohol setiap hari memiliki resiko tinggi terhadap hipertensi,
yang juga meningkatkan resiko mereka menderita stroke.
7) Obesitas. Obesitas juga berkaitan dengan hipertensi, gula darah
tinggi, dan kadar lipid darah, yang semuanya meningkatkan risiko
stroke.
8) Hubungan ketidakaktifan fisik dan peningkatan risiko stroke sama
besar baik pada pria maupun wanita, tanpa memandang etnis/ras.
Manfaat aktivitas fisik yang rutin dilakukan baik ringan maupun
sedang dapat memberikan efek yang menguntungkan terutama
untuk menurunkan faktor risiko.
9) Diet. Pengaruh diet pada stroke belum demikian jelas, meskipun
diet tinggi lemak jenuh dan rendah konsumsi buah dan sayuran
dapat meningkatkan risiko stroke. Penggunaan obat-obatan
terlarang, terutama penggunaan kokain, telah dikaitkan dengan
risiko stroke.
10) Sleep apnea merupakan faktor risiko independen untuk stroke dan
dapat meningkatkan risiko stroke atau kematian 2 kali lipat.
11

4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebral yang
terkena, fungsi otak dikendalikan atau diperantarai oleh bagian otak yang
terkena, keparahan kerusakan serta ukuran darah otak yang terkena selain
tergantung pula pada derajat sirkulasi kolateral (Hartono, 2019).
Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan,
tiba-tiba hilang rasa peka, bicara cedal atau pelo, gangguan bicara dan
bahasa, gangguan penglihatan, mulut moncong atau tidak simetris ketika
menyeringai, gangguan daya ingat, nyeri kepala hebat, vertigo, kesadaran
menurun, proses kencing terganggu, gangguan fungsi otak (Amin & Hardi,
2015).
Menurut (Oktavianus, 2014) manifestasi klinis stroke sebagai
berikut:
a. Stroke Iskemik
1) Transient Ischemic Attack (TIA) Timbulnya hanya sebentar
selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri
dengan atau tanpa pengobatan. Serangan bisa muncul lagi dalam
wujud sama, memperberat atau malah menetap,
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) Gejala timbul
lebih dari 24 jam.
3) Progressing stroke atau stroke in evolution Gejala makin lama
makin berat (progresif) disebabkan gangguan aliran darah makin
lama makin berat. d. Sudah menetap atau permanen
b. Stroke Hemoragik
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak
yang terkena.
1) Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik, kesadaran
menempatkan posisi.
2) Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi indera dan
memori.
3) Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan.
4) Lobus frontal, fungsinya untuk mempengaruhi mental, emosi,
12

fungsi fisik, intelektual.

5. Patofisiologi
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan
aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus dan
perdarahan aterm.
c. Dapat terbentuk trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
d. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah
atau menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
a. Keadaan pembuluh darah.
b. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat,
aliran darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigen ke
otak menjadi menurun.
c. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak.
Autoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak
untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada
perubahan tekanan perfusi otak.
d. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskemia otak. Suplai darah
ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (trombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(Hipoksia Karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis
sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak. Trombus
dapat berasal dari plak arterosklerotikatau darah dapat beku pada area
yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hipertensi
13

pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan


menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
serebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu
4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi,
salah satunya cardiac arrest
14

Patway Stroke Non Hemoragik

Gambar 2.1 Patway Stroke Non Hemoragik


15

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan
Kolaboratif Kelumpuhan pada pasien stroke meliputi pemberian obat
neuroprotektif untuk mempengaruhi kekuatan otot pasien stroke. Obat
neuroprotektif berfungsi untuk menghambat pembentukan zat toksin.
Jika zat toksin tidak dihambat dapat mengakibatkan rusaknya sel yang
irreversible. Obat tersebut memperbaiki cedera otak juga dengan cara
mencegah otak mengalami iskemik sehingga tidak mengakibatkan
infark (Iskandar, 2017).
b. Penatalaksanaan Mandiri Tindakan mandiri yang dapat dilakukan
perawat guna meminimalisir masalah kekuatan otot ekstremitas pada
pasien stroke non hemoragik adalah dengan latihan ROM. Latihan
ROM dapat mencegah terjadinya penurunan fleksibilitas sendi dan
kekakuan sendi. Rangsangan melalui neuromuskuler akan
meningkatkan rangsangan pada serat saraf otot ekstremitas terutama
saraf parasimpatis yang merangsang untuk produksi asetilkolin,
sehingga mengakibatkan kontraksi. Mekanisme melalui muskulus
terutama otot polos ekstremitas akan meningkatkan metabolisme pada
mitokondria untuk menghasilkan ATP yang dimanfaatkan oleh otot
ekstremitas sebagai energi untuk kontraksi dan meningkatkan tonus
otot polos ekstremitas (Iskandar, 2017).

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan jenis serangan
stroke, letak sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, serta luas
jaringan otak yang mengalami kerusakan (Indrawati, 2019).
a. CT Scan Merupakan pemeriksaan diagnostik standar dan dapat
membedakan perdarahan otak dan infark otak. Disamping itu, CT
Scan dapat juga membedakan stroke dengan penyakit lain yang
memiliki manifestasi klinis sama, seperti tumor otak atau pendarahan
otak karena trauma. Pemeriksaan ini akan menunjukkan distorsi
struktur otak yang disebabkan oleh perdarahan atau edema serebral,
16

dan jika digunakan medium kontras dapat memperlihatkan keberadaan


aneurisma serebral yang besar atau malformasi arteriovenosa. Hasil
pemeriksaan yang negatif diperkirakan terjadi pada beberapa jam
pertama setelah terjadi stroke iskemik akut atau serangan iskemik
sepintas (TIA). CT Scan selanjutnya memperlihatkan infark dan
kavitasi yang terjadi kemudian ketika jaringan nekrotik terurai.
b. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) Pemeriksaan MRI
menunjukkan daerah yang mengalami infark atau hemoragik
(Oktavianus, 2016). MRI mempunyai banyak keunggulan dibanding
CT dalam mengevaluasi stroke, MRI lebih sensitif dalam mendeteksi
infark terutama yang berlokasi di batang otak dan serebelum (Farida
& Amalia, 2019)
c. Pemeriksaan Magnetic Resonance Angiography (MRA). Merupakan
metode non invasif yang memperlihatkan arteri karotis dan sirkulasi
serebral serta dapat menunjukkan adanya oklusi. Merupakan metode
non invasif yang memperlihatkan arteri karotis dan sirkulasi serebral
serta dapat menunjukkan adanya oklusi (Hartono, 2017).
d. Pemeriksaan ultrasonografi karotis dan doppler transkranial Mengukur
aliran darah serebral dan mendeteksi penurunan aliran darah stenosis
di dalam arteri karotis dan arteri vertebrobasiler selain menunjukkan
luasnya sirkulasi kolateral. Kedua pemeriksaan ini dapat digunakan
untuk mengkaji perburukan penyakit vaskuler dan mengevaluasi efek
terapi yang ditimbulkan pada vasospasme, seperti yang terjadi pada
perdarahan subaraknoid. Angiografi serebral merupakan prosedur
invasif yang menggunakan media kontras untuk menunjukkan
pembuluh darah serebral, kepatenan dan lokasi stenosis, oklusi atau
aneurisma. Pemeriksaan aliran darah serebral membantu menentukan
derajat vasospasme (Hartono, 2017).
e. Pemeriksaan lumbal pungsi Lumbal pungsi akan memperlihatkan
adanya darah dalam cairan serebrospinal dan kenaikan tekanan cairan
serebrospinal. Bagaimanapun, pemeriksaan ini hanya dilakukan jika
kemungkinan lesi intraserebral telah disingkirkan dan tidak terdapat
17

resiko peningkatan tekanan intrakranial (Hartono, 2017)


f. Pemeriksaan EKG Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak
dan memperlihatkan darah lesi yang spesifik (Batticaca, 2015).
g. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan
elektrolit, fungsi ginjal, kadar glukosa, lipid, kolesterol dan trigliserida
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa (Hartono, 2017)

8. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut (Amin & Hardi, 2015) adalah sebagai berikut:
a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
1) Edema serebri : defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi dan
akhirnya menimbulkan kematian
2) Infark miokard : penyebab kematian mendadak pada stroke
stadium awal.
b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)
1) Pneumonia : akibat imobilisasi lama
2) Konstipasi : akibat imobilisasi lama
3) Infark miokard
4) Emboli paru : cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali
pada saat penderita mulai mobilisasi.
5) Stroke rekuren : dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi jangka panjang Stroke rekuren, infark miokard, gangguan
vaskuler lain : penyakit vaskuler perifer

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
upaya untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari
pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan klien (Tarwoto,
2016). Hal-hal yang perlu dikaji antara lain:
18

a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif dan koma.
e. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif dan kegemukan. Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
f. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
g. Pengkajian psiko sosio spiritual
19

Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang


memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga maupun dalam masyarakat
h. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat
kesadaran pasien mengantuk namun dapat sadar saat dirangsang
(somnolen), pasien acuh tak acuh terhadap lingkungan (apati),
mengantuk yang dalam (sopor), spoor coma, hingga penurunan
kesadaran (coma), dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke.
Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat
kesadaran letargi dan compos mentis dengan GCS 13-15.
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah Biasanya pasien dengan stroke non hemoragik
memiliki riwayat tekanan darah tinggi dengan tekanan sistole
> 140 dan diastole > 80. Tekanan darah akan meningkat dan
menurun secara spontan. Perubahan tekanan darah akibat
stroke akan kembali stabil dalam 2-3 hari pertama
b) Nadi Nadi biasanya normal 60-100 x/menit
c) Pernafasan Biasanya pasien stroke non hemoragik mengalami
gangguan bersihan jalan napas
d) Suhu Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan
stroke non hemoragik
3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah rambut pada pasien stroke non
hemoragik
4) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
20

(Trigeminus) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan


dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas
halus, pasien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada
nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat
mengangkat alis, mengerutkan dahi, mengerutkan hidung,
menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak
simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta
mengunyah, pasien kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II
(optikus): biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus
III (okulomotorius): biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil
kadang isokor dan anisokor, palpebral dan reflek kedip dapat
dinilai jika pasien bisa membuka mata. Nervus IV (troklearis):
biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan
bawah. Nervus VI (abdusen): biasanya hasil yang didapat pasien
dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan.
6) Hidung Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak
ada pernafasan cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus I
(olfaktorius): kadang ada yang bisa menyebabkan bau yang
diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya
ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada
nervus VIII (vestibulokoklearis): biasanya pada pasien yang tidak
lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak
tangan – hidung.
7) Mulut dan gigi Biasanya pada pasien apatis, sopor, stupor koma
hingga coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor,
mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis):
biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir
simetris, dan dapat menyebabkan rasa manis dan asin. Pada
nervus IX (glosofaringeus): biasanya ovule yang terangkat tidak
21

simetris, mencong ke arah bagian tubuh yang lemah dan pasien


dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII
(hipoglosus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan, namun artikulasi kurang jelas
saat bicara
8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan
nervus VIII (vestibulokoklearis): biasanya pasien kurang bisa
mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi
kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara dan
keras dengan artikulasi yang jelas.
9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus): biasanya pasien stroke non
hemoragik mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan
kaku kuduk biasanya (+) dan brudzinski 1 (+)
10) Paru-paru
● Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
● Palpasi : biasanya fremitus sama antara kiri dan kanan
● Perkusi : biasanya bunyi normal sonor
● Auskultasi : biasanya suara normal vesikuler
11) Jantung
● Inspeksi : biasanya iktus kordis tidak terlihat
● Palpasi : biasanya iktus kordis teraba
● Perkusi : biasanya batas jantung normal
● Auskultasi : biasanya suara vesikuler
12) Abdomen
● Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
● Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
● Perkusi : biasanya terdapat suara timpani
● Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar Pada
pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien
digores, biasanya pasien tidak merasakan apa-apa
22

13) Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infus bagian dextra atau sinistra.
Capillary Refill Time (CRT) biasanya normal yaitu < 2 detik.
Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien
stroke non hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada
bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek,
biasanya saat siku ditekuk tidak ada respon apa-apa dari siku,
tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)). Sedangkan
pada pemeriksaan reflek Hoffman tromner biasanya jari tidak
mengembang ketika diberi reflek ( reflek Hoffman tromner
(+)). b)
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya pada saat pemeriksaan
bluedzensky 1 kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada
saat telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang
(reflek babinsky (+)). Pada saat dorsal pedis digores biasanya
jari kaki juga tidak berespon ( reflek Caddok (+)). Pada saat
tulang kering diurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada
respon fleksi atau ekstensi ( reflek openheim (+)) dan pada
saat betis di remas dengan kuat biasanya pasien tidak
merasakan apa apa ( reflek Gordon (+)). Pada saat dilakukan
reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat diketikkan
(reflek patella (+)).
i. Aktivitas dan Istirahat
1) Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa
mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri atau kejang otot).
2) Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi
kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat
23

kesadara

j. Sirkulasi
1) Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipertensi
postural.
2) Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme
atau malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi dan disritmia.
k. Integritas Ego
1) Gejala : Perasaan tidak berdaya dan perasaan putus asa
2) Tanda : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih
dan gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri
l. Eliminasi
1) Gejala : terjadi perubahan pola berkemih
2) Tanda : distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif
m. Makanan atau Cairan
1) Gejala : nafsu makan hilang,mual muntah selama fase akut,
kehilangan sensasi pada lidah dan tenggorokan, disfagia, adanya
riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah
2) Tanda : kesulitan menelan dan obesitas
n. Neurosensori
1) Gejala : sakit kepala, kelemahan atau kesemutan, hilangnya
rangsang sensorik kontralateral pada ekstremitas, penglihatan
menurun, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
2) Tanda : status mental atau tingkat kesadaran biasanya terjadi
koma pada tahap awal hemoragik, gangguan fungsi kognitif, pada
wajah terjadi paralisis, afasia, ukuran atau reaksi pupil tidak sama,
kekakuan, kejang.
o. Kenyamanan atau Nyeri
1) Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
2) Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada
oto
24

p. Pernapasan
1) Gejala : merokok

2) Tanda : ketidakmampuan menelan atau batuk , sumbatan jalan


napas, timbulnya pernapasan sulit dan suara nafas terdengar
ronchi
q. Keamanan
Tanda : masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi
terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek,
gangguan berespon, terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam
menelan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(PPNI, 2017).
Diagnosa yang akan muncul pada kasus stroke non hemoragik
dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia dalam
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) yaitu:
a. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan embolisme.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia).
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan.
d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan
menghidu dan melihat.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular
f. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan
mobilitas.
g. Resiko jatuh dibuktikan dengan gangguan penglihatan (mis.ablasio
25

retina).
h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi serebral

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah
perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan
pada pasien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan
dan keperawatan pasien dapat diatasi (Nurarif Huda, 2016).
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Risiko Perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Peningkatan tekanan
Serebral Tidak keperawatan selama .... jam intrakranial (I.06194)
Efektif dibuktikan diharapkan perfusi serebral 1. Identifikasi penyebab
dengan Embolisme (L.02014) dapat peningkatan tekanan
(D.0017). adekuat/meningkat dengan intrakranial (TIK)
Kriteria hasil : 2. Monitor tanda gejala
● Tingkat kesadaran peningkatan tekanan
meningkat intrakranial (TIK)
● Tekanan Intra Kranial 3. Monitor status pernafasan
(TIK) menurun pasien
● Tidak ada tanda tanda 4. Monitor intake dan output
pasien gelisah. cairan
● TTV membaik 5. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
6. Berikan posisi semi fowler
7. Pertahankan suhu tubuh normal
8. Kolaborasi pemberian obat
diuretik osmosis
2 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan keperawatan selama … jam Identifikasi lokasi ,
agen pencedera diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
fisiologis (iskemia) (L.08066) menurun dengan kualitas, intensitas nyeri
(D.0077) Kriteria Hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
● Keluhan nyeri menurun. 3. Identifikasi respon nyeri non
● Meringis menurun verbal
● Sikap protektif 4. Berikan posisi yang nyaman
menurun 5. Ajarkan teknik non
● Gelisah menurun. farmakologis untuk mengurangi
● TTV membaik nyeri (misalnya relaksasi nafas
dalam)
6. Kolaborasi pemberian analgetik
3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119)
berhubungan dengan keperawatan selama … jam 1. Identifikasi status nutrisi
26

ketidakmampuan diharapkan status nutrisi 2. Monitor asupan makanan


menelan makanan (L.03030) 3. Berikan makanan ketika masih
(D.0019). adekuat/membaik dengan hangat
kriteria hasil: 4. Ajarkan diet sesuai yang
● Porsi makan diprogramkan
dihabiskan/meningkat 5. Kolaborasi dengan ahli gizi
● Berat badan membaik dalam pemberian diit yang tepat
● Frekuensi makan
membaik
● Nafsu makan membaik
● Bising usus membaik
● Membran mukosa
membaik
4 Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor fungsi sensori dan
sensori berhubungan keperawatan selama … jam persepsi:penglihatan an,
dengan diharapkan persepsi sensori penghiduan, pendengaran dan
ketidakmampuan (L.09083) membaik dengan pengecapan
menghidu dan kriteria hasil: 2. Monitor tanda dan gejala
melihat (D.0085) ● Menunjukkan tanda dan penurunan neurologis klien 4
gejala persepsi dan 3. Monitor tanda tanda vital klien
sensori baik:
penglihatan,
pendengaran, makan
dan minum baik.
● Mampu
mengungkapkan fungsi
persepsi dan sensori
dengan tepat.
5 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi (I.05173)
fisik berhubungan keperawatan selama … jam 1. Identifikasi adanya keluhan
dengan gangguan diharapkan mobilitas fisik nyeri atau fisik lainnya
neuromuskular (L.05042) klien meningkat 2. Identifikasi kemampuan dalam
(D.0054). dengan kriteria hasil: melakukan pergerakkan
● Pergerakan ekstremitas 3. Monitor keadaan umum selama
meningkat melakukan mobilisasi 5.4
● Kekuatan otot Libatkan keluarga untuk
meningkat membantu klien dalam
● Rentang gerak (ROM) meningkatkan pergerakan
meningkat 4. Anjurkan untuk melakukan
● Kelemahan fisik pergerakan secara perlahan
menurun 5. Ajarkan mobilisasi sederhana
yg bisa dilakukan seperti duduk
ditempat tidur, miring
kanan/kiri, dan latihan rentang
gerak (ROM).
6 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit (I.11353)
kulit/jaringan keperawatan selama … jam 1. Identifikasi penyebab gangguan
berhubungan dengan diharapkan integritas integritas kulit
penurunan mobilitas kulit/jaringan (L.14125) 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
(D.0129) meningkat dengan kriteria baring
hasil : 3. Anjurkan menggunakan
27

● Perfusi jaringan pelembab


meningkat 4. Anjurkan minum air yang
● Tidak ada tanda tanda cukup
infeksi 5. Anjurkan meningkatkan asupan
● Kerusakan jaringan nutrisi
menurun 6. Anjurkan mandi dan
● Kerusakan lapisan kulit menggunakan sabun
● Menunjukkan secukupnya.
terjadinya proses
penyembuhan luka
7 Risiko jatuh Setelah dilakukan tindakan Pencegahan jatuh (I.14540)
dibuktikan dengan keperawatan selama … jam 1. Identifikasi faktor resiko jatuh
kekuatan otot diharapkan tingkat jatuh 2. Identifikasi faktor lingkungan
menurun (D.0143). (L.14138) menurun dengan yang meningkatkan resiko jatuh
kriteria hasil: 3. Pastikan roda tempat tidur
● Klien tidak terjatuh dari selalu dalam keadaan terkunci
tempat tidur 4. Pasang pagar pengaman tempat
● Tidak terjatuh saat tidur
dipindahkan 5. Anjurkan untuk memanggil
● Tidak terjatuh saat perawat jika membutuhkan
duduk bantuan untuk berpindah
6. Anjurkan untuk berkonsentrasi
menjaga keseimbangan tubuh
8 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Promosi komunikasi: defisit bicara
komunikasi verbal keperawatan selama … jam (13492)
berhubungan dengan diharapkan komunikasi 1. Monitor kecepatan,tekanan,
penurunan sirkulasi verbal (L.13118) meningkat kuantitas,volume dan diksi
serebral (D.0119). dengan kriteria hasil: bicara
● Kemampuan bicara 2. Identifikasi perilaku emosional
meningkat dan fisik sebagai bentuk
● Kemampuan komunikasi
mendengar dan 3. Berikan dukungan psikologis
memahami kesesuaian kepada klien
ekspresi wajah / tubuh 4. Gunakan metode komunikasi
meningkat alternatif (mis. Menulis dan
● Respon perilaku bahasa isyarat/ gerakan tubuh)
pemahaman komunikasi 5. Anjurkan klien untuk bicara
membaik secara perlahan
● Pelo menurun
Sumber: (Nurarif Huda, 2016),Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018) & Tim
Pokja SLKI DPP PPNI, (2019).

4. Pelaksanaan Tindakan keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi status kesehatan yang baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2015).
28

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan


dimana rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan
intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap
untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat
waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi
prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan,
memantau dan pencatatan respons pasien terhadap setiap intervensi dan
mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan
lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan
merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya
(Wilkinson, 2016). Komponen tahap implementasi antara lain:
a. Tindakan keperawatan mandiri.
b. Tindakan keperawatan edukatif
c. Tindakan keperawatan kolaboratif.
d. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan

5. Evaluasi Keperawatan
Menurut setiadi (2017) dalam buku konsep dan penulisan asuhan
keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan
klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Terdapat dua jenis evaluasi:
a. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera
setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna
menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data dan
perencanaan.
29

1) S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada


klien yang afasia
2) O (objektif) : Data objektif dari hasil observasi yang dilakukan
oleh perawat.
3) A (analisis) : Masalah dan diagnosa keperawatan klien yang
dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.
4) P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan
datang dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang
telah diberikan.
Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian
tujuan keperawatan (Setiadi, 2012), yaitu:
a. Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan
perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
b. Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien
masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan
perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya
menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama
sekali.

C. Evidence Based Nursing Practice (EBNP) Range Of Motion (ROM)


terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik
1. Pengertian dan Tujuan Range of Motion
Latihan range of motion (ROM) merupakan latihan yang dilakukan
untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot dan tonus otot. ROM sendiri memiliki tujuan
30

untuk meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot,


mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan, mencegah kontraktur dan
kekuatan sendi (Kozier, 2009; Perry & Patricia A, 2014).

2. Indikasi Latihan Range of Motion


Latihan ROM dapat dilakukan pada kondisi pasien tertentu diantaranya
yaitu :
a. Bayi yang lahir dengan cerebral palsy, spina bifida, kaki clubbing atau
kondisi lain yang dapat mengakibatkan cacat.
b. Orang yang mengalami sakit berat, lemah atau luka parah yang
menyebabkan tidak dapat turun dari tempat tidur dan bergerak terlalu
banyak.
c. Orang yang memiliki penyakit atau kerusakan yang menyebabkan
cedera pada saraf otak atau tulang belakang termasuk, polio,
meningitis atau ensefalitis, cedera sumsum tulang belakang, stroke,
anak-anak dengan kelumpuhan karena polio, cidera, atau penyebab
lainnya. Adanya ketidakseimbangan otot dengan resiko kontraktur,
anak dengan penyakit otot dan saraf progresif, termasuk distrofi otot
dan kusta, anak-anak yang kehilangan bagian dari anggota tubuh
(amputasi) juga memerlukan latihan Range of Motion (Anggriani et
al., 2018; Junaidi, 2014).

3. Jenis Latihan Range of Motion


Latihan Range of Motion terdapat 3 jenis yaitu (Nababan & Giawa,
2019 ):
a. Latihan Aktif
Gerak aktif merupakan gerak yang dihasilkan oleh kontraksi otot
sendiri, latihan ini dapat dilakukan sendiri oleh klien untuk
meningkatkan kemandirian dan kepercayaan diri klien.
31

b. Latihan Aktif dengan pendampingan (active-assistive)


Latihan tetap dapat dilakukan oleh klien secara mandiri dengan
didampingi oleh perawat. Peran perawat disini yaitu untuk
memberikan dukungan dan bantuan untuk mencapai gerakan sendi
yang diinginkan.
c. Latihan Pasif
Latihan ROM pasif untuk klien yang sedang melakukan bedrest atau
mengalami keterbatasan dalam pergerakan. Setiap gerakan yang
dilakukan dengan rentang yang penuh, maka akan meningkatkan
kemampuan bergerak dan dapat mencegah keterbatasan dalam
beraktivitas. Apabila ketika klien tidak bisa melakukan latihan secara
aktif, maka perawat bisa membantu untuk melakukan latihan (Bakara
& Warsito, 2016).

4. Gerakan-gerakan Yang Dapat Dilakukan Dalam Latihan Range of


Motion
a. Fleksi, adalah gerakan menggerakan sendi kearah pengurangan sudut
sendi, misalnya menekuk siku dan lutut.
b. Ekstensi, adalah menggerakan sendi kearah peningkatan sudut sendi,
misalnya meluruskan tangan dan kaki.
c. Hiperekstensi, adalah menggerakan sendi ke arah peningkatan sudut
sendi, misalnya menekuk kepala ke belakang
d. Adduksi, adalah gerakan tulang mendekati garis tengah tubuh.
e. Abduksi, adalah gerakan tulang menjauhi garis tengah tubuh.
f. Rotasi, adalah menggerakan sendi mengelilingi pusat sumbu.
g. Sirkumduksi, yaitu menggerakan bagian distal tulang atau sendi dalam
lingkaran ketika akhir proksimal tetap terfiksasi.
h. Eversi, yaitu gerakan telapak kaki keluar dengan cara menggerakan
sendi pergelangan kaki.
i. Inversi, yaitu menggerakan telapak kaki ke dalam dengan
menggerakan sendi pergelangan kaki.
j. Pronasi, yaitu menggerakan lengan bawah sehingga telapak tangan
32

menghadap ke bawah.
k. Supinasi, yaitu menggerakan lengan bawah sehingga telapak tangan
menghadap keatas.
Gerakan yang dilakukan oleh sendi berbeda untuk setiap potongan
tubuh. Gerakan fleksi dan ekstensi pada jari tangan dan siku serta gerakan
hiperekstensi pada pinggul merupakan rentang gerak pada potongan
sagital. Pada potongan frontal gerakannya adalah abduksi dan adduksi
pada lengan dan tungkai, eversi dan inversi pada kaki. Sedangkan pada
potongan transversal gerakannya adalah pronasi dan supinasi pada tangan,
rotasi internal dan eksternal pada lutut serta dorsofleksi dan plantar fleksi
pada kaki. Selain gerakan yang berbeda, setiap sendi mempunyai rentang
gerak maksimal yang dapat dicapai saat melakukan aktivitas (Purwanto,
2016).
Gerakan dasar ekstremitas atas dan gerak normalnya ada 5 yaitu:
a. Rotasi bagian bahu, dengan rentang gerak maksimal 90o
b. Fleksi bahu, dengan rentang gerak maksimal 180o
c. Abduksi bahu, dengan rentang gerak maksimal 190o
d. Ekstensi siku, dengan rentang gerak maksimal 180o
e. Supinasi lengan, dengan rentang gerak maksimal 90o
Kemudian untuk ekstremitas bawah terdapat 7 gerakan dasar dan rentang
gerak normalnya yaitu:
a. Fleksi dan ekstensi tungkai, dengan rentang gerak maksimal 90o - 120o
b. Hiperekstensi tungkai, dengan rentang gerak maksimal 30o - 50o
c. Abduksi dan adduksi tungkai, dengan rentang gerak maksimal 30o -
50o
d. Rotasi dalam dan luar dengan rentang gerak maksimal 90o e
e. Fleksi dan ekstensi lutut, dengan rentang gerak maksimal 120o - 130o
f. Mata kaki yaitu dorsofleksi dengan menggerakan kaki sehingga jari-
jari menekuk ke atas dengan rentang gerak maksimal 20o - 30o g.
g. Plantar Fleksi, dengan rentang gerak maksimal 45o - 50o dan inversi
eversi dengan rentang gerak maksimal 10o atau kurang.
33

5. Hasil Penelitian Aplikasi Latihan Range of Motion


a. Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Wahdaniyah (2019) dengan
metode pencarian data dari Sumber jurnal menggunakan database
google scholar, pubmed, Sciencedirect dengan artikel tahun 2015-
2019, fulltext artikel yang sesuai dengan tujuan penelitian, terdapat
ISSN, merupakan jurnal intervensi latihan ROM terhadap peningkatan
kekuatan otot pada stroke. Setelah mengumpulkan data dan informasi,
semua data diseleksi sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi
kemudian diseleksi kerelevanan menggunakan Duffy’s Research
Appraisal Checklist Approach, dilanjutkan dengan analisis komparatif
untuk melihat perbandingan antara pikiran utama karya tulis ini
dengan beberapa teori yang relevan, dan untuk selanjutnya
memberikan rekomendasi teknik non farmakologi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke yang
mengalami hemiparesis. Dengan hasil Terdapat 6 Jurnal yang terpilih
berdasarkan kriteria inklusi dan lembar penilaian Duffy’s Research
Appraisal Checklist Approach,dari 6 jurnal yang terpilih terdapat 2
jenis latihan ROM yang efektif dalam meningkatkan kekuatan otot
yaitu Range of Motion (ROM) pasif dan aktif. Memberikan latihan
ROM yaitu 2x sehari setiap pagi dan sore dengan waktu 15-35 menit
dan dilakukan 4 kali pengulangan setiap gerakan selama 4 minggu
latihan.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Desnayati Purba (2021) metode
yang digunakan adalah eksperimen semu. Populasi dalam penelitian
ini adalah pasien yang mengalami stroke di Rumah Sakit Umum
Royal Prima Medan sebanyak 30 orang pada bulan Juli 2021. Besar
sampel yang diambil dalam penelitian ini mengacu pada teknik
accidental sampling yaitu suatu metode penentuan sampel dengan
mengambil responden yang kebetulan ada di suatu tempat penelitian.
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 20 orang.
Dengan hasil penelitian didapatkan nilai rata-rata kekuatan otot
34

sebelum dilakukan intervensi sebesar 3,50 dan rata-rata kekuatan otot


sesudah dilakukan intervensi mengalami peningkatan menjadi sebesar
4,00 hasil analisa data menggunakan uji Wilcoxon didapat nilai p-
value 0,004 atau < 0,05 dengan nila z tabel 2,887. Maka H0 ditolak
dan Ha diterima yang berarti terdapat Efektivitas ROM (Range of
Motion) Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke.
c. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Hartinah (2019) Penelitian ini
menggunakan desain Quasi Experiment dengan pendekatan Pre-Post
Test Nonequivalent Control Group terhadap 18 responden dengan
teknik total sampling. ROM aktif dilakukan 3 kali dalam seminggu
dengan durasi 30 menit dan diulang sebanyak 3 kali pada tiap
ekstremitas. Friedman dan Mann-Whitney digunakan untuk analisis
bivariat.Mayoritas dalam kelompok intervensi memiliki skala
kekuatan otot 4 dan 5 dan kelompok kontrol memiliki skala kekuatan
otot 4.Uji Friedman menunjukkan perbedaan yang signifikan pada
ekstremitas atas (p=0,001) dan ekstremitas bawah (p=0,008). Uji
Mann-Whitney menunjukkan perbedaan yang signifikan pada
ekstremitas atas (p=0,03) setelah intervensi ROM aktif, tetapi tidak
signifikan pada ekstremitas bawah (p=0,058).

6. Konsep Teori Latihan Range of Motion terhadap Kekuatan Otot


Pada Pasien Stroke Non Hemoragik
Beberapa penatalaksanaan Latihan Range of Motion untuk
mengurangi kelemahan otot pada pasien Stroke Non Hemoragik, Penderita
stroke perlu penanganan yang baik untuk mencegah kecacatan fisik dan
mental. Sebesar 30% - 40% penderita stroke dapat sembuh sempurna bila
ditangani dalam waktu 6 jam pertama (golden period), namun apabila
dalam waktu tersebut pasien stroke tidak mendapatkan penanganan yang
maksimal maka akan terjadi kecacatan atau kelemahan fisik seperti
hemiparese. Penderita stroke membutuhkan waktu yang lama untuk
memulihkan dan memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal
(Anggriani et al, 2018).
35

Menurut Susanti (2019) Pada pasien stroke masalah utama yang


akan timbul yaitu rusaknya/matinya jaringan otak yang dapat
menyebabkan menurunnya bahkan hilangnya fungsi yang dikendalikan
oleh jaringan tersebut. Dan salah satu dampak yang ditimbulkan itu adalah
kelemahan otot atau hemiparesis . Hemiparesis atau kelemahan otot dapat
menyebabkan kelumpuhan dan kekuatan otot yang melemah, yang
berakibat kurangnya rentang gerak sendi, fungsi ekstremitas, dan
menurunnya aktivitas kehidupan sehari-hari (Bakara & Warsito, 2016).
Oleh karena itu, diperlukan suatu penerapan terapi otot guna
mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, mobilitas persendian,
dan menstimulasi sirkulasi (Susanti dkk., 2019).

Seseorang yang mengalami stroke perlu menjalani proses


rehabilitasi yang dapat mengembalikan fungsi motoriknya sehingga pasien
tidak mengalami defisit kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari, kemandirian pasien akan meningkat, tingkat ketergantungan pasien
pada keluarga akan berkurang sehingga akan meningkatkan pula harga diri
dan mekanisme koping pasien. Berbagai metode telah dikembangkan
untuk penanganan pada pasien stroke seperti electrotherapy, hydrotherapy,
exercise therapy, Range Of Motion. Dalam rangka meningkatkan proses
pemulihan, telah dikembangkan metode rehabilitasi dan pemilihan
intervensi harus disesuaikan dengan kondisi pasien (Anggraini dkk, 2020).
Latihan ROM juga sangat efektif dilakukan untuk meningkatkan
kekuatan otot, dimana latihan ini dapat dilakukan 3-4 kali sehari oleh
perawat atau keluarga pasien tanpa harus disediakan tempat khusus atau
tambahan biaya bagi pasien. (Angriani dkk, 2020). Menurut Anggraini
dkk, (2020), Untuk mencegah terjadinya cacat permanen pada pasien
stroke maka perlu dilakukan latihan mobilisasi dini berupa latihan ROM
yang dapat meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan
otot.

D. Konsep Dasar Penurunan Skala Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non
36

Hemoragik
1. Pengertian Skala Kekuatan Otot Pada Stroke Non Hemoragik
Pasien stroke yang mengalami kelemahan pada satu sisi anggota
tubuh disebabkan oleh karena penurunan kekuatan otot, sehingga tidak
mampu menggerakkan tubuhnya atau imobilisasi (Kristiani, 2017).
Kekuatan otot adalah kemampuan sekelompok otot untuk
menghasilkan gaya kontraktil maksimal terhadap resistensi dalam
kontraksi tunggal (Keller & Engelhardt, 2013). Kekuatan otot adalah
kemampuan otot atau grup otot menghasilkan tegangan dan tenaga jika
terdapat usaha maksimal baik secara dinamis maupun secara statis.
Kontraksi otot yang maksimal akan memberikan kekuatan otot. Otot yang
kuat adalah otot yang dapat berkontraksi dan relaksasi dengan baik, jika
otot kuat maka keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan
dengan baik. Peningkatan Indeks Massa Tubuh akan mempengaruhi
kekuatan otot, sehingga jika otot lemah dan massa tubuh bertambah maka
akan terjadi masalah keseimbangan tubuh saat berdiri maupun berjalan
(Abdurachman, 2016).
Kekuatan otot adalah kontraksi pada serabut otot bergaris (otot
sadar) berlangsung secara singkat dan setiap kontraksi terjadi atas
rangsang tunggal dari saraf. Kekuatan yang dipakai untuk kontraksi pada
seluruh otot diratakan dengan mengganti-ganti jumlah serabut yang
berkontraksi serta frekuensi daripada kontraksi setiap serabut (Faridah et
al, 2018).
2. Penyebab Penurunan dan Peningkatan Skala Kekuatan Otot Pada Stroke
Non Hemoragik
a. Penyebab penurunan kekuatan otot
Stroke diakibatkan oleh adanya gangguan pada aliran darah
menuju otak mengakibatkan terjadi iskemia yang menyebabkan
kurangnya aliran glukosa, oksigen dan bahan makanan lainnya ke sel
otak. Gejala klinis setiap individu berbeda tergantung daerah otak
mana yang mengalami kekurangan suplai darah. Gejala klinis setiap
individu berbeda tergantung daerah otak mana yang mengalami
37

kekurangan suplai darah (Price & Wilson, 2015)


Akibat adanya gangguan peredaran darah ke otak menimbulkan
gangguan pada metabolisme sel neuron dan sel otak karena akan
menghambat mitokondria dalam menghasilkan ATP (Adenosine
Triphosphate), sehingga terjadi gangguan fungsi seluler dan aktivasi
berbagai proses toksik. Kerusakan serebral akibat iskemia adalah
kematian sel neuron maupun berbagai sel lain dalam otak seperti sel
glia, mikroglia, endotel, eritrosit dan leukosit (Guyton and Hall,
2014).
Sel saraf (neuron) berkurang jumlahnya sehingga sintesis
berbagai neurotransmitter berkurang dan mengakibatkan penurunan
kecepatan hantar impuls, kemampuan transmisi impuls antar neuron
dan transmisi impuls neuron ke sel efektor. Akibat dari terganggunya
kemampuan sistem saraf untuk mengirimkan informasi sensorik,
mengenal dan mengasosiasikan informasi, memprogram serta
memberikan respons terhadap informasi sensorik yang menyebabkan
berkurangnya kontraksi otot sehingga terjadi penurunan kekuatan otot
(Guyton and Hall, 2014).
b. Penyebab peningkatan kekuatan otot
Peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik
terjadi akibat diberikannya mobilisasi dini seperti Range Of Motion
(ROM). Manfaat dari range of motion, salah satunya dapat
meningkatkan sirkulasi darah yang membawa unsur nutrisi untuk
keberlangsungan sel, khususnya sel otot yang berguna untuk
melakukan aktivitasnya yaitu kontraksi dan relaksasi sehingga bisa
meminimalkan terjadinya kontraktur. Otot merupakan jaringan yang
berperan penting dalam sistem gerak. Otot terdiri atas banyak
fasikulus yaitu kumpulan serabut otot yang dibungkus dan disatukan,
di dalam serabut sendiri terdapat membran dalam otot (sarkolema),
miofibril, retikulum sarkoplasma, mitokondria. Tubulus miofibril
terdiri dari dua yaitu miofilamen tipis (aktin, troponin, tropomiosin)
dan miofilamen tebal (miosin). Reticulum sarkoplasma menyimpan
38

banyak ion kalsium yang berperan penting dalam proses kontraksi.


Mitokondria berperan dalam proses pembuatan ATP untuk
berkontraksi. Kontraksi otot terjadi akibat mekanisme pergeseran
filamen (filamen aktin bergeser di antara filamen miosin). Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya peningkatan kekuatan otot pada pasien
stroke non hemoragik (Murtaqib, 2016).
c. Faktor Yang Mempengaruhi Kekuatan Otot
Menurut Iskandar (2017), faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan
otot antara lain:
1) Penampang melintang otot Semakin besar penampang melintang
otot, semakin besar tenaga yang dihasilkan.
2) Kekuatan dan kekakuan jaringan penghubung Tenaga kontraksi
tergantung pada integritas dari jaringan penghubung dan tendon

3) Jumlah unit motor yang diaktifkan dan kecepatan cetusannya


Pada permulaan beban diberikan diperlukan rekrutmen sejumlah
unit motor dan saat beban ditingkatkan, diperlukan lebih banyak
lagi rekrutmen unit motor.
4) Kecepatan kontraksi Kecepatan kontraksi otot berhubungan
secara terbalik dengan beban yang diberikan pada otot. Suatu otot
akan berkontraksi dengan sangat cepat bila berkontraksi tanpa
beban dan kecepatan kontraksi akan menurun apabila diberikan
beban berat.
5) Panjang otot saat kontraksi Tegangan otot yang terjadi sebanding
dengan sejumlah hubungan silang antara molekul aktin dan
miosin.
6) Jenis kontraksi otot Kekuatan otot yang timbul tergantung pada
jenis kontraksi otot yaitu kontraksi isotonik atau kontraksi
isometrik.
7) Usia dan kebugaran fisik Puncak kekuatan dicapai pada umur 18-
39

27 tahun dan menurun bertahap setelah itu.


8) Hormon Kekuatan otot laki-laki setelah masa pubertas
dipengaruhi oleh hormon seks pria yaitu testosterone yang
mempunyai efek anabolik yang salah satunya penting dalam
mempertahankan masa otot jaringan tulang.
9) Jenis kelamin Kekuatan otot wanita lebih lemah dibandingkan
dengan kekuatan otot laki-laki.
10) Faktor psikologis Subjek harus dimotivasi untuk menghasilkan
kekuatan otot yang maksimum.

d. Skala Kekuatan Otot


Pengukuran kekuatan otot dapat dilakukan dengan pengujian otot
secara manual yang sering disebut dengan MMT (manual muscles
testing). Skala MMT pertama kali diperkenalkan oleh Robert W.
Lovett, M.D pada tahun 1915. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui kemampuan otot berkontraksi secara volunter (Kozier,
2019).
1) Skala 5
Mampu menggerakkan persendian dalam lingkup gerak penuh,
mampu melawan gaya gravitasi, mampu melawan dengan tahanan
penuh.
2) Skala 4
Mampu menggerakkan persendian, mampu melawan gaya
gravitasi, mampu melawan dengan tahanan sedang
3) Skala 3
Hanya mampu melawan gaya gravitasi.
4) Skala 2
Tidak mampu melawan gaya gravitasi atau gerakan pasif.
5) Skala 1
Kontraksi otot dapat di palpasi tanpa gerakkan persendian. F
6) Skala 0
Tidak ada kontraksi otot
BAB III
PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Gambaran kasus kelolaan


Seorang pasien berinisial Ny. V berusia 54 Tahun dirawat di RSUD
Soedarso dengan diagnosa medis Stroke Non Hemoragik. Klien masuk ke
Ruang Ruai RSUD Soedarso Pontianak dengan keluhan kelemahan pada
anggota gerak sebelah kiri, keluarga klien mengatakan Ny.V memiliki riwayat
stroke pada tahun 2018, klien juga memiliki riwayat penyakit diabetes
mellitus.sebelum masuk rumah sakit keluarga mengatakan klien melakukan
aktivitas jalan sore dan mengalami keseleo pada kaki kanan, pada malam
harinya klien mengalami demam dan dua hari kemudian anggota tubuh sebelah
kiri mulai melemah. Keluarga klien sudah sempat membawa pasien ke
Puskesmas terdekat namun tidak mengalami perubahan, sehingga keluarga
memutuskan membawa pasien ke RSUD Soedarso untuk mendapatkan
pengobatan. Pengkajian awal di IGD didapatkan hasil TD: 150/70 mmHg,
RR:22 x/Menit, S:36,50c, N: 100 x/menit.

B. Laporan Kelolaan Kasus


1. Identitas Pasien
Nama : Ny.V
No Reg : 00082710
Umur : 54 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Katolik
Suku /Bangsa : Dayak/Indonesia
Pendidikan : SD
Alamat : Dusun Menyumbung RT07/RW04 Kec
Hulu Sungai Ketapang
Pekerjaan : IRT
Tanggal masuk : 07 Desember 2022
Tanggal pengkajian : 08 Desember 2022

41
42

Diagnosa Medis : Stroke Non Hemoragik (SNH)


2. Riwayat Keperawatan (Nursing History)
Riwayat sebelum sakit
a. Penyakit berat yang pernah diderita
Klien mengatakan klien pernah mengalami stroke pada tahun 2018,
klien juga memiliki riwayat penyakit diabetes melitus dan hipertensi
sejak tahun 2010
b. Obat-obat yang biasa dikonsumsi
Klien mengatakan klien biasanya mengonsumsi obat penurun darah
tinggi dan obat diabetes melitus namun tidak rutin.
c. Kebiasaan berobat
Klien mengatakan biasanya berobat ke puskesmas terdekat dengan
kediamannya.
d. Kebiasaan merokok / alkohol
Klien mengatakan tidak merokok atau mengonsumsi alkohol
3. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan utama
Klien mengatakan anggota tubuh sebelah kiri mengalami kelemahan
b. Riwayat keluhan utama
Klien mengatakan sebelum mengalami kelemahan klien beraktivitas
jalan sore di sekitar rumahnya, pada saat beraktivitas klien mengalami
keseleo pada kaki kanan dan demam pada malam hari, setelah 2 hari
tiba-tiba anggota tubuh sebelah kiri mengalami kelemahan.
c. Upaya yang telah dilakukan
Klien dan keluarga membawa berobat ke puskesmas terdekat namun
tidak ada perubahan
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Terapi / operasi yang pernah dilakukan
Klien mengatakan tidak pernah menjalani terapi atau operasi
sebelumnya
43

b. Genogram

Keterangan :
Laki-laki :

Perempuan :

Meninggal dunia :

Pasien :

Garis keturunan :

Tinggal Satu rumah :


44

c. Riwayat Kesehatan Lingkungan


Keluarga mengatakan lingkungan rumah bersih dan nyaman, keluarga
mengatakan di sekitar tempat tinggal mereka juga terdapat beberapa
pasien yang mengalami keluhan seperti klien.
d. Riwayat kesehatan lainnya
Keluarga mengatakan keluarga tidak ada yang mengalami penyakit
seperti klien
5. Alat bantu yang dipakai
a. Gigi palsu : tidak ada
b. Kaca mata : tidak ada
c. Pendengaran : tidak ada
d. Lainnya : klien menggunakan kursi roda semenjak sakit
6. Observasi pemeriksaan Fisik
a. Tingkat ketergantungan
Klien mengalami tingkat ketergantungan total
b. Tanda-tanda Vital, TB dan BB
TTV : TD = 150/70 mmHg
Nadi = 100 x/ Menit
Suhu = 36,5 0 c
Pernafasan = 22 x/ Menit
BB = 50 Kg
TB = 150 Cm
c. Kekuatan otot

1111 5555 ( Ka )
( Ki )
1111 5555

7. Sistem tubuh
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien Tampak lemah
45

b. Kesadaran
Kesadaran composmentis E : 4 V: 5 M: 5 = 14
c. Kepala
Bentuk kepala bulat, rambut berwarna hitam dan sedikit beruban serta
Sedikit berketombe, tidak ada nyeri tekan, wajah bentuk lonjong
d. Mata
Konjungtiva berwarna merah muda, tampak anemis, mata bersih, reflex
+, tidak menggunakan kacamata
e. Hidung
terlihat simetris, fungsi penciuman masih baik, tidak terdapat polip di
hidung kiri dan kanan
f. Telinga
Fungsi pendengaran baik tidak ada penurunan pendengaran , tidak ada
cairan yang keluar, telinga bersih tidak menggunakan alat bantu dengar.
g. Mulut
Kemampuan bicara baik, mukosa bibir kering, tidak tampak
menggunakan gigi palsu, warna lidah putih, klien dapat makan dan
menelan yang baik, nafas sedikit bau
h. Leher
Bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfa
serta getah bening, tidak ada massa
i. Kulit
Kulit tampak kemerahan ,akral teraba hangat,turgor kulit elastis, CRT 3
detik.
j. Thorax ( paru-paru)
Bentuk dada simetris, tidak tampak retraksi dada, tidak ada masa, pola
nafas normal, tidak ada nyeri tekan, irama nafas teratur, suara paru
vesikuler, tidak terdengar wheezing dan ronchi.
k. Toraks ( jantung )
Tidak tampak retraksi dada, bentuk dada simetris, tidak ada nyeri tekan,
tidak teraba massa, batas batas jantung normal, suara redup
l. Abdomen
46

Permungkaan perut datar dan rata, gerakan dinding perut datar, tidak
ada nyeri tekan di abdomen, tidak teraba pembesaran hepar, tidak teraba
adanya massa, mukosa bibir tampak kering, lidah tampak putih dan
sedikit kotor.
m. Genitalia
pada genitalia, alat kelamin perempuan , terpasang kateter
n. Ekstremitas
Atas : anggota gerak lengkap kiri mengalami Terpasang infus RL 20
tpm
Bawah : anggota gerak lengkap tidak ada kelainan
8. Data Biologis
a. Pola Nutrisi
1) Sebelum Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit klien makan 2 kali
sehari dengan menu nasi sayur dan ikan, klien mengatakan suka
mengkonsumsi makanan bersantan dan pedas klien mengatakan jarang
mengkonsumsi buah-buahan
2) Setelah masuk rumah sakit
Klien mengatakan selama di rumah sakit klien makan 3 kali sehari
dengan menu yang disediakan oleh rumah sakit, klien mengatakan
sedikit sulit menelan
b. Pola Minum
1) Sebelum Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan minum ± 500 cc per, hari klien mengatakan rutin
mengkonsumsi teh manis.
2) Setelah Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan setelah masuk rumah sakit minum ± 1000 cc per
hari
c. Pola eliminasi
1) Sebelum Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit biasanya BAK 4-5 kali
sehari dan BAB 1 kali sehari
47

2) Setelah Masuk Rumah Sakit


Klien mengatakan setelah di rumah sakit BAK 2-3 kali sehari dan
BAB belum ada

d. Pola Istirahat /tidur


1) Sebelum Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit klien tidur pada malam
hari selama 7- 8 jam sedangkan pada siang hari klien jarang tidur
siang
2) Setelah Masuk Rumah Sakit
Setelah masuk rumah sakit klien lebih banyak beristirahat, pada
malam hari klien tidur selama 8-9 jam dan siang hari 1- 2 jam, namun
tidak bisa tidur dengan nyenyak.
e. Pola Hygiene
1) Sebelum Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit biasanya mandi 2 kali
sehari,menggosok gigi 2 kali sehari
2) Setelah Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan setelah masuk rumah sakit klien belum ada mandi
hanya mengelap badan dengan handuk basah dan menggosok gigi 1
x/hari
9. Pola Aktivitas
a. Sebelum masuk rumah sakit
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit klien bekerja sebagai ibu
rumah tangga dan dapat beraktivitas secara mandiri
b. Setelah masuk rumah sakit
Klien mengatakan setelah masuk rumah sakit aktivitasnya hanya
berbaring di tempat tidur dan sesekali ke toilet untuk BAB, dan mandi,
klien mengatakan selama di rumah sakit sebagian aktivitasnya dibantu
oleh keluarga
Tabel 3.1 aktivitas
Aktivitas 1 2 3 4 5
48

Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
Pindah √
Makan dan minum √

Keterangan :
1 : Mandiri
2 : dibantu Sebagian
3 : Perlu Bantuan Orang Lain
4 : perlu Bantuan Orang lain dan alat
5 : Tergantung orang lain / tidak mandiri

10. Data Sosial


a. Hubungan dengan keluarga
Klien mengatakan hubungannya dengan anggota keluarga baik, klien
berkomunikasi baik dengan semua anggota keluarga
b. Hubungan dengan pasien sekitar
Klien tampak berhubungan baik dengan pasien di sekitarnya
c. Hubungan dengan keluarga pasien lain
Klien tampak sesekali berkomunikasi dengan keluarga pasien lain
d. Konsep spiritual
Klien percaya bahwa tuhan akan memberikan kesembuhan pada
penyakitnya
11. Data psikologis
a. Status Ekonomi
Klien mengatakan bekerja sebagai ibu rumah tangga, segala
kebutuhannya dipenuhi oleh suami
b. Peran diri
Pasien mengatakan sekarang dia tau bahwa dia seorang pasien yang
dirawat di Rumah sakit dan akan menjalani pengobatan hingga keadaan
klien membaik.
c. Gaya komunikasi
49

Klien berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa daerah dalam


berkomunikasi dengan keluarga

12. Pengobatan
Tabel 3.2
No Terapi Dosis
1 Infus NACL 10 Tpm
2 OMZ 2 x 1 amp
3 Inj.citicolin 2 x 500 mg
4 mecobalamin 3 x 500 mg
5 Piracetam 3 x 1gr
6 Amlodipine 1 x10 mg
7 Candesartan 1 x 8 mg
8 Asam mefenamat 3 x 500 mg
9 Sucralfate syr 3 x 1 cth

13. Pemeriksaan penunjang


a. Laboratorium
3.3 laboratorium
Tanggal 07 Desember 2022
Jenis pemeriksaan Hasil( satuan )
HB 11,0 g/dl
Leokosit 9,94 gr/dl
Trombosit 349 gr/dl
Hematokrit 31,6 %
Ureum 70,4 mg/dl
Creatinine 1,08 mg /dl
GDS 443 mg/ dl
Na 128,99 mmoL/ L
K 4,44 mmoL /L
CL 92,7 mmoL /L
Ca 1,4 mg / dl

b. X-Ray :
● CTscan : cerebral tanpa kontras intravena
Deskripsi :
- sulci cerebri dan fisura sylvi tidak melebar.
- tampak area hipodens diventrikel lateralis kanan kiri cornu
anterior
50

- tampak lesi di hipodens di basal ganglia kanan kiri


- thalamus, pons dan medulla oblongata tak tampak kelainan
- system ventrikel dan sisterna tidak melebar

- tidak tampak pergeseran garis tengah


- kedua orbita, sinus paranasal mastoid tak tampak kelainan
- tulang-tulang kesan intak
kesan :
- infark multipel di basal ganglia bilateral
- leukoaraiosis di periventrikel lateralis bilateralis cornu
anterior

14. Analisa Data


Tabel 3.4
No Analisa Etiologi Masalah
1 DS: Gangguan Gangguan mobilitas
● pasien mengatakan anggota Neuromuskular fisik (D.0054)
badannya lemas di bagian kiri
DO :
● klien tampak lemah
● klien tampak mengalami
kelemahan anggota gerak
dibagian kiri
● ROM Menurun
● tonus otot

(Ki) (Ka)
1111 5555

1111 5555
2 DS : Kelemahan Defisit perawatan diri
● Pasien mengatakan tidak bisa (D.0109) (mandi,
melakukan aktivitas secara berpakaian,toileting)
mandiri (mandi,berpakaian dan ke
toilet )
DO :
● Pasien tampak dibantu keluarga
51

dalam memenuhi kebutuhan ADL


● Klien tampak bedrest di tempat
tidur
3 DS : Peningkatan Resiko defisit Nutrisi
● Pasien mengatakan kurang nafsu kebutuhan (D.0032)
makan metabolisme
● Klien mengatakan sedikit sulit
pada saat menelan
DO :
● Pasien tampak disuapkan pada
saat makan
● Klien tampak menghabiskan ½
porsi makanan yang disediakan
● Klien tampak makanan secara
perlahan

15. Daftar Masalah


Tabel 3.5
No Masalah Tanggal masalah Paraf
Muncul Teratasi
1 Gangguan mobilitas fisik berhubungan 08 Desember
dengan gangguan neuromuskular ditandai 2022
dengan kelemahan anggota gerak kiri,
ROM menurun.
2 Defisit perawatan diri berhubungan dengan 08 Desember
kelemahan ditandai dengan ADL 2022
(mandi,berpakaian,Toileting)
3 Resiko defisit nutrisi ditandai dengan 08 Desember
peningkatan kebutuhan metabolisme 2022
52

16. Rencana Asuhan Keperawatan


Tabel 3.6 Rencana Asuhan Keperawatan
No Tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 08/12/22 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan Dukungan mobilisasi ● Mengukur kemampuan
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Observasi : klien untuk beraktivitas
gangguan neuromuskular jam diharapkan mobilitas fisik ● Identifikasi adanya nyeri ● Meminimalisir komplikasi
ditandai dengan kelemahan meningkat dengan kriteria ● Identifikasi toleransi fisik saat melakukan aktivitas
anggota gerak kiri, ROM hasil : ● Monitor TTV Sebelum ● Membantu klien melakukan
menurun. ● Pergerakan ekstremitas mobilisasi aktivitas
meningkat Terapeutik ● Melatih kekuatan otot dan
● Kekuatan otot meningkat ● Fasilitasi aktivitas mobilisasi mengukur tingkat
● ROM meningkat dengan alat bantu kelemahan
● Kelemahan fisik menurun ● fasilitasi melakukan mobilisasi ● Pasien dan keluarga
fisik, jika perlu mengerti tujuan latihan
● Libatkan keluarga untuk mobilisasi
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
● Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
● Anjurkan melakukan ambulasi
dini
● Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis:
53

berjalan dari tempat tidur ke


kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)
2 08/12/22 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan Dukungan Perawatan diri ● Mengetahui kebiasaan
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi : sebelum sakit
kelemahan ditandai dengan diharapkan perawatan diri ● identifikasi kebiasaan aktivitas ● Mendukung dalam
ADL meningkat dengan kriteria hasil perawatan diri sesuai usia melakukan perawatan diri
(mandi,berpakaian,Toileting) : ● Monitor tingkat kemandirian ● Mengukur kemampuan
● Kemampuan mandi ● Identifikasi kebutuhan alat pasien
meningkat bantu kebersihan diri,
● Kemampuan berpakaian berpakaian, berhias, dan
meningkat makan
● Kemampuan toileting Teraupetik
meningkat ● Sediakan lingkungan yang
terapeutik (mis: suasana
hangat, rileks, privasi)
● Siapkan keperluan pribadi
(mis: parfum sikat gigi, dan
sabun mandi)
● Dampingi dalam melakukan
perawatan diri sampai mandiri
● Fasilitasi untuk menerima
keadaan ketergantungan
● Fasilitasi kemandirian, bantu
jika tidak mampu melakukan
54

perawatan diri
● Jadwalkan rutinitas perawatan
diri
Edukasi
● Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
3 08/12/22 Resiko defisit nutrisi ditandai Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi ● Mengukur kebutuhan
dengan peningkatan keperawatan 3 x 24 jam Observasi asupan nutrisi klien
kebutuhan metabolisme diharapkan asuhan nutrisi ● Monitor asupan dan keluarnya ● Mengukur kemampuan
membaik dengan kriteria hasil : makanan dan cairan serta klien
● Porsi makan habis / kebutuhan kalori ● Mengurangi resiko
meningkat ● Mengukur asupan makan konstipasi dan dehidrasi
● Frekuensi makan membaik Teraupetik ● \mendukung kestabilan
● Kekuatan otot mengunyah ● Timbang berat badan secara kadar gula pasien
membaik rutin ● Mengukur kebutuhan
● Diskusikan perilaku makan nutrisi klien sesuai
dan jumlah aktivitas fisik kebutuhan
(termasuk olahraga) yang
sesuai
● Lakukan kontrak perilaku
(mis: target berat badan,
tanggung jawab perilaku)
● Damping ke kamar mandi
untuk pengamatan perilaku
memuntahkan Kembali
55

makanan
● Berikan penguatan positif
terhadap keberhasilan target
dan perubahan perilaku
● Berikan konsekuensi jika tidak
mencapai target sesuai kontrak
● Rencanakan program
pengobatan untuk perawatan
di rumah (mis: medis,
konseling)
Edukasi
● Anjurkan membuat catatan
harian tentang perasaan dan
situasi pemicu pengeluaran
makanan (mis: pengeluaran
yang sengaja, muntah,
aktivitas berlebihan)
● Ajarkan pengaturan diet yang
tepat
● Ajarkan keterampilan koping
untuk penyelesaian masalah
perilaku makan

Kolaborasi
● Kolaborasi dengan ahli gizi
56

tentang target berat badan,


kebutuhan kalori dan pilihan
makanan

17. Catatan Perkembangan Dan Evaluasi


Tabel 3.7
catatan perkembangan dan evaluasi
No Tgl/jam Tindakan dan Respon hasil Paraf Evaluasi SOAP Paraf
1 8/12/22 1. mengidentifikasi adanya nyeri saat beraktivitas S:
13.00 respon: klien mengatakan tidak merasakan nyeri ● Klien mengatakan masih sulit melakukan pergerakan
pada saat aktivitas pada anggota tubuh sebelah kiri
2. mengidentifikasi toleransi fisik ● Klien mengatakan akan terus berusaha melakukan
respon : klien mengatakan masih mengalami latihan gerak (ROM)
kelemahan pada anggota gerak bagian kiri O:
3. Monitor TTV Sebelum dan sesudah mobilisasi ● Klien tampak sulit menggerakkan anggota tubuh
Respon : keadaan umum tampak baik,TTV dalam bagian kiri
batas toleransi ● Klien tampak dibantu keluarga dalam melakukan
4. Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien aktivitas
dalam meningkatkan ambulasi
● TTV
Respon : keluarga mengatakan akan selalu
TD : 150/80 mmHg
mendukung klien dalam meningkatkan kekuatan
N: 89 x/menit
otot gerak
RR :22 x/ menit
5. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus ● Kekuatan otot
dilakukan (mis: berjalan dari tempat tidur ke
57

kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar 1111 5555


mandi, berjalan sesuai toleransi)
Respon : klien tampak mengerti dan mengatakan 1111 5555
akan mencoba sesering mungkin
6. Melakukan ROM dengan pergerakan di A:
ekstremitas kiri ± 10 menit ● Masalah belum teratasi
Respon : pasien tampak berusaha mengikuti P:
latihan secara optimal ● Intervensi dilanjutkan (point 1,2,3,6)
2 8/12/22 1. mengidentifikasi kebiasaan aktivitas perawatan S:
13.20 diri sesuai usia ● Klien mengatakan aktivitas perawatan diri
respon : klien mengatakan sebelum sakit (mandi,berpakaian dan toileting )masih dibantu
biasanya mandi dan gosok gigi 3 x/hari sepenuhnya oleh keluarga
2. Memonitor tingkat kemandirian ● Klien mengatakan akan terus berusaha melakukan
Respon : klien tampak dibantu keluarga dalam perawatan diri secara mandiri
melakukan aktivitas kebersihan diri (toileting, O:
berpakaian ) ● Klien tampak sulit menggerakkan anggota tubuh
3. Anjurkan keluarga untuk mempersiapkan bagian kiri
keperluan pribadi (mis: parfum sikat gigi, dan ● Klien tampak dibantu keluarga dalam melakukan
sabun mandi) aktivitas perawatan diri
Respon : keluarga mengatakan akan ● Keluarga tampak membantu membersihkan diri di
mempersiapkan kebutuhan klien
atas tempat tidur dengan cara mengelap seluruh
4. Anjurkan keluarga untuk mendampingi dalam
anggota tubuh klien
melakukan perawatan diri sampai mandiri
Respon: keluarga mengatakan akan membantu
dan mendampingi klien sampai mampu
A:
melakukan aktivitas secara mandiri
● Masalah belum teratasi
5. Anjurkan melakukan perawatan diri secara
58

konsisten sesuai kemampuan P:


Respon : klien mengatakan akan berusaha ● Intervensi dilanjutkan (point 2,3,4,5)
melakukan perawatan diri secara mandiri
3 8/12/22 1. Monitor asupan dan keluarnya makanan dan S:
13.30 cairan ● Klien mengatakan tidak nafsu makan dan masih
Respon : klien mengatakan kurang nafsu makan sedikit sulit menelan
dan menghabiskan ½ porsi makanan O:
2. Menganjurkan klien mengkonsumsi makanan ● Klien tampak menghabiskan makanan ½ porsi
tinggi serat dan cairan yang cukup makanan yang disediakan
Respon : klien mengatakan akan berusaha ● Klien tampak makan secara perlahan
memperbaiki pola makan A:
3. Timbang berat badan secara rutin ● Masalah belum teratasi
Respon : BB :49 Kg P:
4. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat
● Intervensi dilanjutkan (point 1,2,3,4)
badan, kebutuhan kalori dan pilihan makanan

1 9/12/22 1. mengidentifikasi adanya nyeri saat beraktivitas S:


12.00 respon: klien mengatakan tidak merasakan nyeri ● Klien mengatakan masih sulit melakukan pergerakan
pada saat aktivitas pada anggota tubuh sebelah kiri
2. mengidentifikasi toleransi fisik ● Klien mengatakan akan terus berusaha melakukan
respon : klien mengatakan masih mengalami latihan gerak (ROM)
kelemahan pada anggota gerak bagian kiri
3. Monitor TTV Sebelum dan sesudah mobilisasi
Respon : keadaan umum tampak baik,TTV dalam O:
batas toleransi ● Klien tampak sulit menggerakkan anggota tubuh
Respon : klien tampak mengerti dan mengatakan bagian kiri
akan mencoba sesering mungkin ● Klien tampak dibantu keluarga dalam melakukan
59

4. Melakukan ROM dengan pergerakan di aktivitas


ekstremitas kiri ± 10 menit ● Klien tampak mengikuti latihan ROM secara optimal
Respon : pasien tampak berusaha mengikuti ● TTV
latihan secara optimal TD : 140/90 mmHg
N: 90 x/menit
RR :22 x/ menit
● Kekuatan otot
1111 5555

1111 5555
A:
● Masalah belum teratasi
P:
● Intervensi dilanjutkan (point 1,2,3,4)
2 9/12/22 1. mengidentifikasi kebiasaan aktivitas perawatan S:
12.30 diri sesuai usia ● Klien mengatakan aktivitas perawatan diri
respon : klien mengatakan sebelum sakit (mandi,berpakaian dan toileting )masih dibantu
biasanya mandi dan gosok gigi 3 x/hari sepenuhnya oleh keluarga
2. Memonitor tingkat kemandirian ● Klien mengatakan akan terus berusaha melakukan
Respon : klien tampak dibantu keluarga dalam perawatan diri secara mandiri
melakukan aktivitas kebersihan diri (toileting,
berpakaian )
3. Anjurkan keluarga untuk mempersiapkan O:
keperluan pribadi (mis: parfum sikat gigi, dan ● Klien tampak sulit menggerakkan anggota tubuh
sabun mandi) bagian kiri
Respon : keluarga mengatakan akan ● Klien tampak dibantu keluarga dalam melakukan
60

mempersiapkan kebutuhan klien aktivitas perawatan diri


4. Anjurkan keluarga untuk mendampingi dalam ● Keluarga tampak membantu klien melakukan
melakukan perawatan diri sampai mandiri perawatan diri ke toilet menggunakan kursi roda
Respon: keluarga mengatakan akan membantu dan A:
mendampingi klien sampai mampu melakukan ● Masalah belum teratasi
aktivitas secara mandiri P:
5. Anjurkan melakukan perawatan diri secara ● Intervensi dilanjutkan (point 1,2,3,4,5)
konsisten sesuai kemampuan
Respon : klien mengatakan akan berusaha
melakukan perawatan diri secara mandiri
3 9/12/22 1. Monitor asupan dan keluarnya makanan dan S:
12.40 cairan Respon : klien mengatakan kurang nafsu ● Klien mengatakan masih tidak nafsu makan dan
makan dan menghabiskan ½ porsi makanan masih sedikit sulit menelan
2. Menganjurkan klien mengkonsumsi makanan O:
tinggi serat dan cairan yang cukup ● Klien tampak menghabiskan makanan ½ porsi
Respon : klien mengatakan akan berusaha makanan yang disediakan
memperbaiki pola makan ● Klien tampak makan secara perlahan
3. Timbang berat badan secara rutin A:
Respon : BB :49 Kg ● Masalah belum teratasi
4. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat P:
badan, kebutuhan kalori dan pilihan makanan
● Intervensi dilanjutkan (point 1,2,3,4)

1 10/12/22 1. mengidentifikasi adanya nyeri saat beraktivitas S:
13.30 respon: klien mengatakan tidak merasakan nyeri ● Klien mengatakan masih sulit melakukan pergerakan
pada saat aktivitas pada anggota tubuh sebelah kiri
2. mengidentifikasi toleransi fisik ● Klien mengatakan akan terus berusaha melakukan
61

respon : klien mengatakan masih mengalami latihan gerak (ROM)


kelemahan pada anggota gerak bagian kiri O:
3. Monitor TTV Sebelum dan sesudah mobilisasi ● Klien tampak sulit menggerakkan anggota tubuh
Respon : keadaan umum tampak baik,TTV dalam bagian kiri
batas toleransi ● Klien tampak dibantu keluarga dalam melakukan
Respon : klien tampak mengerti dan mengatakan aktivitas
akan mencoba sesering mungkin ● Klien tampak mengikuti latihan ROM secara optimal
4. Melakukan ROM dengan pergerakan di ● TTV
ekstremitas kiri ± 10 menit TD : 160/80 mmHg
Respon : pasien tampak berusaha mengikuti N: 87 x/menit
latihan secara optimal RR :22 x/ menit
● Kekuatan otot
1111 5555

1111 5555
A:
● Masalah belum teratasi
P:
● Intervensi dilanjutkan (point 1,2,3,4
2 10/12/22 1. mengidentifikasi kebiasaan aktivitas perawatan S:
13.45 diri sesuai usia ● Klien mengatakan aktivitas perawatan diri
respon : klien mengatakan sebelum sakit (mandi,berpakaian dan toileting )masih dibantu
biasanya mandi dan gosok gigi 3 x/hari sepenuhnya oleh keluarga
2. Memonitor tingkat kemandirian ● Klien mengatakan akan terus berusaha melakukan
Respon : klien tampak dibantu keluarga dalam perawatan diri secara mandiri
melakukan aktivitas kebersihan diri (toileting, O:
62

berpakaian ) ● Klien tampak sulit menggerakkan anggota tubuh


3. Anjurkan keluarga untuk mempersiapkan bagian kiri
keperluan pribadi (mis: parfum sikat gigi, dan ● Klien tampak dibantu keluarga dalam melakukan
sabun mandi) aktivitas perawatan diri
Respon : keluarga mengatakan akan ● Keluarga tampak membantu klien melakukan
mempersiapkan kebutuhan klien perawatan diri ke toilet menggunakan kursi roda
4. Anjurkan keluarga untuk mendampingi dalam A:
melakukan perawatan diri sampai mandiri ● Masalah belum teratasi
Respon: keluarga mengatakan akan membantu dan P:
mendampingi klien sampai mampu melakukan
● Intervensi dilanjutkan (point 1,2,3,4,5)
aktivitas secara mandiri
5. Anjurkan melakukan perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
Respon : klien mengatakan akan berusaha
melakukan perawatan diri secara mandiri
3 10/12/22 1. Monitor asupan dan keluarnya makanan dan S:
14.00 cairan ● Klien mengatakan masih tidak nafsu makan dan
Respon : klien mengatakan kurang nafsu makan masih sedikit sulit menelan
dan menghabiskan ½ porsi makanan
2. Menganjurkan klien mengkonsumsi makanan
tinggi serat dan cairan yang cukup O:
Respon : klien mengatakan akan berusaha ● Klien tampak menghabiskan makanan ½ porsi
memperbaiki pola makan makanan yang disediakan
3. Timbang berat badan secara rutin ● Klien tampak makan secara perlahan
Respon : BB :49 Kg A:
4. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat ● Masalah belum teratasi
badan, kebutuhan kalori dan pilihan makanan
63

P:
● Intervensi dilanjutkan (point 1,2,3,4)
64

C. IMPLEMENTASI EBNP PADA KASUS KELOLAAN


1. Tools dan Instrumen
Alat dan Instrumen yang dipakai dalam implementasi EBNP pemberian latihan EBNP
Range Of Motion (ROM) terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien
Stroke Non Hemoragik. yaitu:
a. Tahap Awal
Menentukan pasien Kelolaan
b. Tahap Pelaksanaan
1) Pra Intervensi
a) Mendapatkan persetujuan pasien
b) Melakukan kontrak waktu
c) Memberikan kesempatan bertanya
d) Melakukan pengukuran kekuatan otot
2) Tahap Intervensi
Melakukan latihan Range of Motion (ROM) selama 2 kali dalam sehari
selama ± 10 menit
3) Post Intervensi
Melakukan pengukuran kekuatan otot kembali untuk mengetahui
kekuatan otot setelah intervensi.
65

2. Prosedur (SOP)
Tabel 3.8
Standar Operasional Prosedur Pemberian Latihan Range Of Motions
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
LATIHAN RANGE OF MOTIONS

Kementerian SISTEM MUSKULOSKELETAL

Kesehatan RI No. Dokumen :


No. Revisi :
SOP
Tanggal Terbit : Poltekkes Kemenkes
Halaman : Pontianak

Ditetapkan :

Berikan Nilai ;
1 = Tidak dilakukan/ dikerjakan sama sekali
2 = Dikerjakan dengan keraguan, uraian langkah belum tepat dan waktu belum efektif
3 = Dikerjakan dengan baik sesuai langkah-langkahnya, waktu belum efektif
4 = Dikerjakan dengan baik dan benar, sesuai langkah-langkahnya. Waktu efektif

PENGERTIAN Rentang gerak adalah jumlah maksimum gerakan yang


mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga
potongan tubuh: sagital, frontal, dan
transversal.     Latihan rentang gerak pasif yang
dilakukan perawat kepada pasien, dalam kasus ini
perawat melatih sendi untuk pasien. Beberapa pasien
mulai dengan latihan rentang gerak pasif dan
meningkat pada latihan rentang gerak aktif.
TUJUAN 1. Melatih aktivitas seluruh sendi tubuh sehingga
sendi-sendi tersebut tidak kaku, dan tidak terjadi
kecelakan saat tubuh digerakkan.
2. Meningkatkan kekuatan otot
3. Meningkatkan toleransi otot
4. Menjamin keadekuatan mobilisasi sendi.
66

KEBIJAKAN Dilakukan pada pasien bedrest lama, pasien yang


berisiko kontraktur dan pada pasien dengan
hemiparese/post stroke serta pasien dengan Activity
Daily Living dibantu total.
PROSEDUR 1. Persiapan Alat:
a. Bantalan
b. Massage oil
c. Sarung tangan
2. Persiapan Perawat:
a. Lakukan pengecekan program terapi pasien.
b. Cuci tangan.
c. Tempatkan alat di dekat pasien.
3. Persiapan Pasien:
a. Pastikan identitas pasien
b. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan, berikan kesempatan kepada pasien
untuk bertanya dan jawab seluruh pertanyaan
pasien
c. Pastikan pasien pada posisi yang aman dan
nyaman
d. Jaga privasi pasien.
4. Pelaksanaan:
Latihan pasif anggota gerak atas
a. Berikan salam, memperkenalkan diri kepada
pasien dan keluarga.
b. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang
akan dilakukan pada klien
c. Bantu klien dengan posisi yang aman dan
nyaman
d. Cuci tangan
e. Beri tahu pasien bahwa tindakan segera
dilakukan
67

f. Gerakan menekuk dan meluruskan sendi bahu


1) Tangan satu penolong memegang siku,
tangan yang lain memegang lengan
2) Meluruskan siku, naikkan dan turunkan
lengan dengan siku tetap lurus
g. Gerakan menekuk dan meluruskan siku
1) Pegang lengan atas dengan satu tangan,
tangan lainnya menekuk dan meluruskan
siku
h. Gerakan memutar pergelangan tangan
1) Pegang lengan dengan tangan satu dan
tangan lainnya menggenggam telapak
tangan klien
2) Putar pergelangan tangan klien ke arah
luar (terlentang) dan ke arah dalam
(telungkup)
i. Gerakan menekuk dan meluruskan
pergelangan tangan
1) Pegang lengan bawah dengan tangan satu,
tangan lainnya memegang pergelangan
tangan
2) Tekuk pergelangan ke atas dan ke bawah
j. Gerakan memutar ibu jari
1) Pegang telapak tangan dan keempat jari
dengan satu tangan, tangan yang satunya
memutar ibu jari tangan
k. Gerakan menekuk dan meluruskan jari-jari
tangan
1) Pegang pergelangan tangan dengan tangan
satu, tangan lainnya menekuk dan
meluruskan jari-jari tangan
Latihan pasif anggota gerak bawah
68

a. Gerak menekuk dan meluruskan pangkal paha


1) Pegang lutut dengan tangan satu, tangan
lainnya memegang tungkai
2) Naikkan dan turunkan kaki dengan lutut
tetap lurus
b. Gerakan menekuk dan meluruskan lutut
1) Pegang lutut dengan tangan satu, tangan
lainnya memegang tungkai
2) Kemudian tekuk dan luruskan lutut
c. Gerakan untuk pangkal paha
1) Gerakkan kaki klien menjauh dan
mendekati badan atau kaki satunya
d. Gerakan memutar pergelangan kaki
1) Pegang tungkai dengan tangan satu, tangan
lainnya memutar pergelangan kaki

3. Persiapan Pelaksanaan EBNP Pada Kasus Kelolaan


a. Persiapan pasien
1) Memberikan penjelasan tujuan prosedur tindakan, langkah kerja dan
manfaat pemberian latihan Range Of Motion (ROM)
2) Jika klien / orang tua / wali setuju, berikan informed consent sebelum
melakukan tindakan
3) Atur posisi pasien senyaman mungkin,
b. Persiapan alat dan bahan
1) Handscoon
2) Goniometer
4. Pelaksanaan EBNP Pada Kasus Kelolaan
a. Langkah Pertama
Klien/orang tua/ wali mengisi informed consent untuk persetujuan
tindakan
b. Langkah Kedu
Siapkan alat seperti Handscoon dan Goniometer
69

c. Langkah Ketiga
Atur posisi pasien senyaman mungkin
d. Langkah Keempat
1) Gerak menekuk dan meluruskan pangkal paha
2) Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang tungkai
3) Naikkan dan turunkan kaki dengan lutut tetap lurus
4) Gerakan menekuk dan meluruskan lutut
5) Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang tungkai
6) Kemudian tekuk dan luruskan lutut
7) Gerakan untuk pangkal paha
8) Gerakkan kaki klien menjauh dan mendekati badan atau kaki satunya
9) Gerakan memutar pergelangan kaki
10) Pegang tungkai dengan tangan satu, tangan lainnya memutar pergelangan
kaki
e. Langkah Keempat
Observasi respon klien verbal atau nonverbal dan anjurkan keluarga
untuk mendampingi pasien saat melakukan latihan Range Of Motion
(ROM)
70

5. Evaluasi Hasil Penerapan EBNP Pada Kasus Kelolaan


a. Langkah Pertama
Lakukan evaluasi kepada pasien setelah tindakan dilakukan:
1) Bagaimana perasaan pasien atau keluarga setelah dilakukan intervensi
latihan Range Of Motion (ROM)?
Respon dan hasil : klien tampak masih kesulitan dalam melakukan
pergerakan.
2) Cek respon verbal atau nonverbal?
Respon dan hasil : klien cukup melakukan pergerakan anggota gerak
bagian kiri, klien tampak berusaha melakukan latihan Range Of
Motion (ROM) secara optimal
3) Observasi Keadaan umum dan TTV klien setelah latihan Range Of
Motion (ROM)?
Respon dan hasil : keadaan umum baik,TTV dalam rentang toleransi
b. Langkah kedua bereskan peralatan.
c. Langkah Terakhir
Rapikan pasien dan lakukan pendokumentasian keperawatan.
d. Hasil Penerapan EBNP latihan Range Of Motion (ROM) terhadap
peningkatan kekuatan otot pasien stroke
Penerapan EBNP pemberian latihan Range Of Motion (ROM) pada
pasien Stroke membutuhkan bantuan beberapa pihak terutama keluarga,
serta teman mahasiswa Prodi Ners yang praktik di Ruang Ruai.
Tabel 3.9 Catatan perkembangan penerapan Range Of Motion (ROM) terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik.
Hari Rawat/ Frekuensi perkembangan
Tanggal latihan
Ke-1 / 2 kali/hari Pasien belum bisa melakukan
08/12/2022 pergerakan secara optimal
Ke-2 / 2 kali/ hari Pasien belum bisa melakukan
09/12/2022 pergerakan secara optimal
Ke-3 / 2 kali /hari Pasien belum bisa melakukan
10/12/2022 pergerakan secara optimal
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai perbandingan yang


terjadi antara landasan teori dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. V
dengan Stroke Non Hemoragik di Ruang Ruai RSUD Dr. Soedarso Pontianak
dari tanggal 8 Desember 2022 hingga 10 Desember 2022. Adapun pembahasan
yang akan diuraikan penulis sesuai dengan tahap-tahap proses keperawatan yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta
penerapan Evidence Based Nursing Practice (EBNP).
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang
dilakukan pada Ny.V. penulis mengumpulkan data langsung dari pasien dan
keluarga melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik yang terdiri dari
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Selain itu dari catatan medik dan
pemeriksaan fisik lainnya.
Adapun hasil pengkajian yang didapatkan pada Ny.V yaitu pada tinjauan
kasus didapatkan klien dirawat dirumah sakit dengan keluhan kelemahan pada
anggota gerak bagian kiri dan hambatan dalam melakukan aktivitas
Pada tinjauan teori dalam kasus stroke Non Hemoragik Salah satu
masalah yang muncul pada pasien dengan stroke non hemoragik adalah
kelemahan pada ekstremitas sebagai akibat dari penurunan tonus otot, sehingga
akan mengganggu dan membatasi aktivitas sehari-hari. Kelemahan pada
ekstremitas akan menyebabkan seseorang menjadi kurang produktif dalam
melakukan aktivitas fungsional individu sehari-hari dan mengalami
keterbatasan dalam melakukan kegiatan sosial serta menimbulkan
ketergantungan dan akan mengalami atrofi, bahkan dapat terjadi kelumpuhan,
apabila dibiarkan terlalu lama akan menjadi kaku kemudian terjadi kontraktur
(Irfan, 2010).. .Pada kasus Ny.V mulai Terjadi kelemahan pada otot anggota
gerak bagian kiri disertai dengan hambatan pada mobilitas fisik.
Beberapa penyebab terjadinya stroke non hemoragik antara lain menurut
Purwanto (2016) : Emboli serebral, Hemoragik, Trombosis Serebral. Adapun

73
74

proses Stroke non hemoragik adalah terjadinya iskemik akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.

B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian, didapatkan data yang kemudian dianalisis,
diidentifikasi menjadi data fokus untuk menunjang timbulnya diagnosa pada
pasien Stroke non hemoragik yaitu:
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
ditandai dengan kelemahan anggota gerak kiri, ROM menurun.
Diagnosa gangguan Mobilitas fisik diangkat karena sesuai dalam
kriteria mayor dan minor buku SDKI terdapat data yang mendukung
seperti klien mengalami kelemahan pada anggota gerak bagian kiri, tonus
otot menurun
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ADL (mandi,berpakaian,Toileting)
Diagnosa ini diangkat karena sesuai dalam kriteria mayor dan
minor buku SDKI terdapat data yang mendukung seperti Pasien tidak bisa
melakukan aktivitas secara mandiri (mandi,berpakaian dan ke toilet ,
Pasien tampak dibantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan ADL, Klien
tampak bedrest di tempat tidur.
3. Resiko defisit nutrisi ditandai dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
Diagnosa ini diangkat karena sesuai dalam kriteria mayor dan
minor buku SDKI terdapat data yang mendukung seperti klien tidak nafsu
makan,pasien masih sedikit sulit menelan, pasien hanya memakan ½ porsi
makanan.
75

C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
ditandai dengan kelemahan anggota gerak kiri, ROM menurun.
Sesuai dengan panduan SLKI, tujuan dan kriteria hasil dari
masalah yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam,
mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil Pergerakan ekstremitas
meningkat ,Kekuatan otot meningkat, ROM meningkat, Kelemahan fisik
menurun. Adapun intervensi keperawatan yang akan dilakukan dalam
penanganan stroke Non Hemoragik sesuai panduan SIKI yaitu Dukungan
mobilisasi, Identifikasi adanya nyeri , Identifikasi toleransi fisik ,Monitor
TTV Sebelum mobilisasi , Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu,
fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu, Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi, Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi, Anjurkan melakukan ambulasi dini, Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus dilakukan (mis: berjalan dari tempat tidur ke kursi
roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ADL (mandi,berpakaian,Toileting)
Sesuai dengan panduan SLKI tujuan dan kriteria hasil dari masalah
keperawatan yaitu Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan perawatan diri meningkat dengan kriteria hasil : Kemampuan
mandi meningkat ,Kemampuan berpakaian meningkat ,Kemampuan
toileting meningkat. Adapun intervensi keperawatan yang akan dilakukan
yaitu Dukungan Perawatan diri identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan
diri sesuai usia,Monitor tingkat kemandirian,Identifikasi kebutuhan alat
bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan, Sediakan
lingkungan yang terapeutik (mis: suasana hangat, rileks, privasi),Siapkan
keperluan pribadi (mis: parfum sikat gigi, dan sabun mandi),Dampingi
dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri,Fasilitasi untuk
menerima keadaan ketergantungan,Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
mampu melakukan perawatan diri,Jadwalkan rutinitas perawatan diri,
Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
76

3. Resiko defisit nutrisi ditandai dengan peningkatan kebutuhan metabolisme


Sesuai dengan panduan SLKI tujuan dan kriteria hasil dari masalah
keperawatan hipertermi yaitu Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x
24 jam diharapkan asupan nutrisi membaik dengan kriteria hasil :Porsi
makan habis / meningkat ,Frekuensi makan membaik Kekuatan otot
mengunyah membaik. Dengan intervensi keperawatan Manajemen nutrisi :
Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta kebutuhan kalori,
Mengukur asupan makan , Timbang berat badan secara rutin, Diskusikan
perilaku makan dan jumlah aktivitas fisik (termasuk olahraga) yang sesuai,
Lakukan kontrak perilaku (mis: target berat badan, tanggung jawab
perilaku), Damping ke kamar mandi untuk pengamatan perilaku
memuntahkan Kembali makanan, Berikan penguatan positif terhadap
keberhasilan target dan perubahan perilaku, Berikan konsekuensi jika tidak
mencapai target sesuai kontrak, Rencanakan program pengobatan untuk
perawatan di rumah (mis: medis, konseling), Anjurkan membuat catatan
harian tentang perasaan dan situasi pemicu pengeluaran makanan (mis:
pengeluaran yang sengaja, muntah, aktivitas berlebihan),Ajarkan
pengaturan diet yang tepat, Ajarkan keterampilan koping untuk
penyelesaian masalah perilaku makan, Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
target berat badan, kebutuhan kalori dan pilihan makanan.

D. Implementasi
Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan tergantung pada beberapa faktor
seperti, sarana dan prasarana, kondisi pasien, kerjasama antara perawat dengan
pasien. Secara garis besar, penulis sudah melaksanakan empat tindakan, yaitu
tindakan mandiri, pendidikan kesehatan, observasi dan kolaborasi. Penulis
tidak mengalami hambatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan karena
ditunjang oleh referensi yang penulis rasa cukup tersedia selain keluarga yang
sangat kooperatif, serta kerja sama dengan petugas dan tim kesehatan lain yang
sangat mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan.
77

Adapun tindakan keperawatan yang telah direncanakan dari diagnosa


yang ditegakkan adalah sebagai berikut:
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
ditandai dengan kelemahan anggota gerak kiri, ROM menurun
Tindakan yang dilakukan yaitu mengidentifikasi adanya nyeri saat
beraktivitas,mengidentifikasi toleransi fisik ,Monitor TTV Sebelum dan
sesudah mobilisasi, Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi, Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
(mis: berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke
kamar mandi, berjalan sesuai toleransi), Melakukan ROM dengan
pergerakan di ekstremitas kiri ± 10 menit.
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ADL (mandi,berpakaian,Toileting)
Tindakan yang dilakukan yaitu mengidentifikasi kebiasaan aktivitas
perawatan diri sesuai usia, Memonitor tingkat kemandirian,Anjurkan
keluarga untuk mempersiapkan keperluan pribadi (mis: parfum sikat gigi,
dan sabun mandi), Anjurkan keluarga untuk mendampingi dalam
melakukan perawatan diri sampai mandiri, Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai kemampuan.
3. Resiko defisit nutrisi ditandai dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
Tindakan yang dilakukan yaitu Monitor asupan dan keluarnya
makanan dan cairan, Menganjurkan klien mengkonsumsi makanan tinggi
serat dan cairan yang cukup ,Timbang berat badan secara rutin, Kolaborasi
dengan ahli gizi tentang target berat badan, kebutuhan kalori dan pilihan
makanan.

E. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan, pada tahap ini penulis
akan menguraikan beberapa hasil dari evaluasi yang ditetapkan setelah
memberi asuhan keperawatan selama tiga hari pada Ny.V dari tiga diagnosa
yang ditegakkan dan ketiga diagnosa belum teratasi seluruhnya.
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
78

ditandai dengan kelemahan anggota gerak kiri, ROM menurun


Dari hasil evaluasi setelah dilakukan asuhan keperawatan gangguan
mobilisasi belum teratasi pada hari ketiga, klien masih mengalami
kelemahan pada anggota gerak bagian kiri dan ALD dengan bantuan
keluarga.
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ADL (mandi,berpakaian,Toileting)
Dari hasil evaluasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan belum teratasi
hingga hari ke tiga. Klien masih mengalami kesulitan dalam melakukan
perawatan diri,semua aktivitas yang berhubungan dengan ADL dibantu oleh
keluarga.
3. Resiko defisit nutrisi ditandai dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
Dari hasil evaluasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan hingga hari ke
tiga asuhan keperawatan masalah belum teratasi dimana klien masih kurang
nafsu makan,pasien hanya makan ½ porsi makanan yang disediakan, pasien
juga mengalami sedikit kesulitan pada saat menelan.

F. Penerapan Evidence Based Nursing Practice (EBNP) pada Stroke Non


Hemoragik
Penerapan EBNP pada Ny.V dengan kasus Stroke Non Hemoragik bisa
dikatakan belum berhasil sepenuhnya karena dalam meningkatkan kekuatan
otot pada pasien Stroke Non Hemoragik memerlukan waktu yang cukup lama.
Latihan Range Of Motion (ROM) diberikan selama masa pengobatan dengan
frekuensi 2 kali /hari, waktu pemberian latihan pada pasien ±10 menit setiap
sesi.
Secara konsep Latihan range of motion (ROM) merupakan latihan yang
dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot dan tonus otot. ROM sendiri memiliki tujuan untuk
meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot,
mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan, mencegah kontraktur dan
kekuatan sendi (Kozier, 2009; Perry & Patricia A, 2014). Terdapat 3 jenis
79

Latihan Range of Motion yaitu :

d. Latihan Aktif
Gerak aktif merupakan gerak yang dihasilkan oleh kontraksi otot sendiri,
latihan ini dapat dilakukan sendiri oleh klien untuk meningkatkan
kemandirian dan kepercayaan diri klien.
e. Latihan Aktif dengan pendampingan (active-assistive)
Latihan tetap dapat dilakukan oleh klien secara mandiri dengan
didampingi oleh perawat. Peran perawat disini yaitu untuk memberikan
dukungan dan bantuan untuk mencapai gerakan sendi yang diinginkan.
f. Latihan Pasif
Latihan ROM pasif untuk klien yang sedang melakukan bedrest atau
mengalami keterbatasan dalam pergerakan. Setiap gerakan yang dilakukan
dengan rentang yang penuh, maka akan meningkatkan kemampuan
bergerak dan dapat mencegah keterbatasan dalam beraktivitas. Apabila
ketika klien tidak bisa melakukan latihan secara aktif, maka perawat bisa
membantu untuk melakukan latihan (Bakara & Warsito, 2016).

Pada hasil implementasi Latihan range of motion (ROM pada Ny,V


dengan kasus Stroke Non Hemoragik sejalan dengan Penelitian yang dilakukan
oleh Sry Desnayati Purba (2021) metode yang digunakan adalah ekperimen
semu. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami stroke di
Rumah Sakit Umum Royal Prima Medan sebanyak 30 orang pada bulan Juli
2021. Besar sampel yang diambil dalam penelitian ini mengacu pada teknik
accidental sampling yaitu suatu metode penentuan sampel dengan mengambil
responden yang kebetulan ada di suatu tempat penelitian. Jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah sebanyak 20 orang. Dengan hasil penelitian didapatkan
nilai rata-rata kekuatan otot sebelum dilakukan intervensi sebesar 3,50 dan
rata-rata kekuatan otot sesudah dilakukan intervensi mengalami peningkatan
menjadi sebesar 4,00 hasil analisa data menggunakan uji Wilcoxon didapat
nilai p-value 0,004 atau < 0,05 dengan nila z tabel 2,887. Maka H0 ditolak dan
80

Ha diterima yang berarti terdapat Efektivitas ROM (Range of Motion)


Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pada pengkajian, penulis menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya stroke Non Hemoragik salah satunya yang terjadi
pada Ny.V disebabkan terjadinya iskemik akibat emboli dan trombosis
serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
2. Pada diagnosa keperawatan, masalah keperawatan yang muncul antara lain :
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular,
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, dan Resiko defisit
nutrisi ditandai dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
3. Pada intervensi keperawatan berfokus pada penanganan Stroke Non
Hemoragik karena dapat menyebabkan penurunan tonus otot dan terjadinya
kelemahan pada anggota gerak
4. Implementasi yang dilaksanakan pada Ny.V berlangsung selama 3 hari.
Pada pemberian latihan Range Of Motion (ROM ) belum mendapatkan hasil
yang optimal hingga hari ketiga perawatan hal ini disebabkan perlunya
waktu latihan yang cukup lama.
5. Evaluasi proses keperawatan pada Ny.V pada ketiga masalah keperawatan
belum teratasi hingga hari ketiga perawatan
6. Penerapan EBNP pada kasus ini dengan memberikan latihan Range Of
Motion (ROM pada Ny.V dengan kasus Stroke Non Hemoragik bisa
dikatakan Belum berhasil sepenuhnya. Perlunya waktu yang Panjang untuk
proses pemulihan dan Peningkatan Kekuatan Otot pada pasien dengan
Stroke Non Hemoragik

80
81

B. Saran
Sesuai hasil dan kesimpulan studi kasus ini, penulis menyarankan :
1. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai Standar
Operasional Prosedur (SOP) untuk meningkatkan kekuatan otot pada
pasien dengan stroke non hemoragik.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pembelajaran
berdasarkan evidence based nursing mengenai peningkatan kekuatan otot
pada pasien dengan stroke non hemoragik.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, dapat meneliti pengalaman pasien stroke selama
dilakukannya latihan ROM, komunikasi selama intervensi latihan ROM
dilakukan dan sebagainya
DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, D. (2016). Indahnya Seirama Kinesiologi Dalam Anatomi. In


Perpustakaan Nasional Katalog (Issue kinesiologi anatomi). Malang :
Intelegensia Media
Agusrianto, N. R., & Rantesigi, N. (2020). Penerapan latihan range of motion
(rom) pasif terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas pada pasien
dengan kasus stroke. Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIKA) Vol, 2(2).
American Heart Association. (2013). Heart disease & stroke statistics.
Circulation
Amin huda nurarif, & Hardhi kusuma, (2016). aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan nanda nic noc (jilid 3). penerbit
mediaction jogja.
Amin, Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
Dan Nanda Nic-Noc. Edisi revisi jilid 2. MediAction: Yogyakarta
Andra, S. wijaya, & Yessie, M. putri. (2017). Keperawatan medikal bedah.
Yogyakarta: Nuha medika.
Anggriani. 2018. Pengaruh ROM (range of motion) terhadap kekuatan otot
ekstremitas pada pasien stroke non hemoragic. Jurnal Riset Hesti Medan,
Vol. 3, No. 2, 2018.
Arif Muttaqin. (2015). Buku Ajar Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler dan hematologi
Bakara, D. M., & Warsito, S. (2016). Latihan Range Of Motion (ROM) pasif
terhadap rentang sendi pasien pasca stroke Exercise Range Of Motion
( ROM ) Passive to Increase Joint Range of Post-Stroke Patients, VII(2).
Chaidir, R. 2014. Pengaruh latihan range of motion pada ekstremitas atas dengan
bola karet terhadap kekuatan otot pasien stroke non hemoragik di ruang
rawat stroke RSSN Bukittinggi. STIKes YARSI Sumbar Bukittinggi.
„Afiyah vol. 1 no. 1, Bulan Januari
Deva, A. R., Aisyiah, A., & Widowati, R. (2022). Pengaruh Latihan Range Of
Motion Terhadap Kekuatan Otot Pada Lansia Stroke Non Hemoragik Di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 & 3. Malahayati Nursing

82
83

Journal, 4(4), 950-959.


Faridah, U., Sukarmin, & Kuati, S. (2018). Pengaruh ROM Exercise Bola Karet
Terhadap Kekuatan Otot Genggam Pasien Stroke di RSUD RAA
Soewondo Pati. Indonesia Jurnal Perawat, 3(1), 36–43.
Firdaus, B.M.R. 2015. Pelaksanaan fisioterapi pada kondisi kontraktur elbow joint
sinistra post dislokasi ulna di RSUD Salatiga. Skripsi Tesis Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Guyton and Hall. (2014). Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi
12). Jakarta : EGC. https://doi.org/10.1016/B978-1-4160-5452-8.00020-2
Hapsari, S., Sonhaji, S., & Nurulia, N. (2020). Effectiveness of Range of Motion
(ROM) Fingers and Spherical grip to Extremity Strength in Non
Hemorrhagic Stroke Patients. STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan, 9(2),
1650-1656.
Hidayat, A. A., & Uliyah, M. (2015). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia.
Surabaya: Health Books Publishing.
Hosseini, Z.S. 2019. The effect of early passive range of motion exercise on motor
function of people with stroke: a Randomized Controlled Trial. Journal of
Caring Sciences 2019; 8 (1): 39-44.
Iskandar, J. (2017). Stroke (1st ed.). Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Kemenkes RI. (2019). Infodatin Stroke Kemenkes RI 2019.
https://www.kemkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin info
datin.html
Kozier,B.,Glenora Erb, Audrey Berman dan Shirlee J.Snyder. (2019). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan ( Alih bahasa : Esty Wahyuningsih, Devi
yulianti, yuyun yuningsih. Dan Ana lusyana ). Jakarta :EGC
Kristiani, R. B. (2017). Pengaruh Range of Motion Exercise terhadap Kekuatan
Otot Pasien Stroke di Wilayah Puskesmas Sidotopo Surabaya. In Jurnal
Ners LENTERA (Vol. 5, Issue 2).
Lewis, Sharon L., et al. (2015). Medical-Surgical Nursing: Assessment and
Management of Clinical Problems (8th ed. Vol 2.). United State of
America: Elsevier Mosb
Mubarak, W. I. (2015).Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba
84

Medika.
Nababan, T., & Giawa, E. (2019). Pengaruh ROM Pada Pasien Stroke Iskemik
terhadap Peningkatan Kekuatan Otot di RSU Royal Prima Medan tahun
2018. Jurnal Keperawatan Priority, 2(1), 1–8.
Nurarif, H. K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda NIc-NOC. (3, Ed.). Jogjakarta: Mediaction publishing.
Oktavianus dan Febriana Sartika Sari. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Sistem
Kardiovaskuler Dewasa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Potter & Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik. Edisi 4, Volume 2. Jakarta: EGC.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Price Sylvia A. Wilson Lorraine M. (2015). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jkarta : EGC;
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis dan
ProsesProses Penyakit (6th ed.). Jakarta: EGC
Purwanto, H. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Jakarta: Kemenkes
RI PPSDMK.
Ramba, Y. 2018. Pengaruh Bridging Exercise Terhadap Spastisitas Pada Pasien
Pasca Stroke Non Hemoragik di Makassar. Jurnal Media Fisioterapi
Politeknik Kesehatan Makassar. Vol. 11, No. 2
Rekam Medis RSUD Dr Soedarso Pontianak (2022). Jumlah Pasien Stroke dan
Stroke Non Hemoragik Tahun 2021-2022.
Rhestifujiayani,E.,Huriani,E., & Muharriza. (2015). Nurse Media Journal Of
Nursing. Comparison Of Muscle Strength in Stroke Patients Between,89-
91.
Sahmad. 2016. Pengaruh Pemberian Range of Motion (ROM) Pasif Terhadap
Fleksibilitas Sendi Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werda Minaula
Kendari. Jurnal Poltekkes Kemenkes Kendari. Volume 2 No 2.
Surahma. 2019. Pengaruh Latihan Range of Motion (ROM) Terhadap
Peningkatan Rentang Gerak Sendi Siku Pada Pasien Stroke di Desa
Andongsari Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember. Jurnal Universitas
85

Negeri Jember, Volume 9, Nomor 2.

Tarwoto, & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.
Tseng, C.N. 2017. Effects of a Range-of-Motion Exercise Programme. Journal of
Advanced Nursing. Vol. 57. Page. 181-191
Wijaya, & Putri. (2017). Keperawatan Medikal Bedah: Keperawatan Dewasa
Teori Dan Contoh Askep. Jogjakarta: Nuha Medika
Winstein, C, et al. (2016). Guidelines for adult stroke rehabilitation and recovery:
a guideline forhealthcare proffesionals from the american heart
association / american stroke association. AHA / ASA Guideline, 4(7), 1-
73
World Health Organization. (2019). Stroke, Cerebrovascular Accident. Retrieved
From Http://Www.Who.Int/Topics/Cerebrovascular_Accident/En/
Young, Y.Y. 2014. The Effects of Stretching and Stabilization Exercise on the
Improvement of Spastic Shoulder Function in Hemiplegic Patients. Jurnal
Physical Therapy Science.
Lampiran I
Informed Consent
SURAT PERSETUJUAN/PENOLAKAN MEDIS KHUSUS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
Menyatakan dengan sesungguhnya dari saya sendiri /sebagai orang Tua/ Istri / anak/*
Wali dari :
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
Dengan ini menyatakan SETUJU/MENOLAK untuk dilakukan tindakan medis berupa
…………
Dari penjelasan yang diberikan,telah saya mengerti segala hal yang berhubungan dengan
tindakan medis yang akan dilakukan dan kemungkinan pasca tindakan yang akan terjadi
sesuai penjelasan yang akan diberikan.

Pontianak, Maret 2023

Yang membuat pernyataan

*Coret Yang Tidak Perlu


Lampiran II

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

Nama Mahasiswa :
NIM :

Mata kuliah / Stase :

RS tempat praktik :

Ruang praktik :

Tanggal/Hari Pengkajian :

I. IDENTITAS KLIEN.

Inisial Klien : No. Reg

Umur : Tgl. MRS

Jenis Kelamin : Diagnosa medis

Suku/Bangsa :
Agama :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Alamat :
Status Asuransi :
II. RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)
Riwayat Sebelum Sakit :
Penyakit berat yang pernah diderita :
Obat-obat yang biasa dikonsumsi :
Kebiasaan berobat :
Alergi :
Kebiasaan merokok / alkohol :
Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluhan Utama :
Riwayat Keluhan Utama :
Upaya yang telah dilakukan :

Riwayat Penyakit Dahulu:


Terapi/operasi yang pernah dilakukan :
Riwayat Kesehatan Keluarga dan Genogram :
Riwayat Kesehatan Lingkungan :
Riwayat Kesehatan lainnya :

Alat Bantu yang dipakai :


- Gigi palsu : ( ) ya ( ) tidak
- Kaca mata : ( ) ya ( ) tidak
- Pendengaran : ( ) ya ( ) tidak - Lainnya
(sebutkan) : ………………………………………………………

III. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


Tingkat Ketergantungan : ( ) ringan ( ) sebagian ( ) total

Tanda-tanda vital, TB dan BB :

S : … C. N : ..….. x/mnt. TD : ……/….… mmHg. RR : …… x/mnt.


HR : ….
x/mnt.

( ) axial ( ) teratur ( ) lengan kiri ( ) normal (


) Teratur
( ) rektal ( ) tidak teratur ( ) lengan kanan ( ) cyanosis (
) tidak Teratur
( ) oral ( ) kuat ( ) berbaring ( ) cheynestoke
( ) lemah ( ) duduk ( ) kusmaul
Lainnya (sebutkan) –
TB: ……………. Cm. BB : …… kg.

Kekuatan Otot: ( ki ) ( ka )

SISTEM TUBUH:

Pernapasan ( B1 : Breathing )

Hidung : Asimetris ( ), deviasi septum ( ), Epistaksis ( ), lain-lain


……………...
Trakhea : Deviasi trachea ( ), disfagia ( )
( ) nyeri ( ) dyspnea ( ) orthopnea ( ) cyanosis ( )
batuk darah
( ) napas dangkal ( ) retraksi dada ( ) sputum ( ) tracheostomy ( )
respirator

Suara Tambah :

( ) wheezing : lokasi ………………………


( ) ronchi : lokasi ………………………
( ) rales : lokasi ………………………
( ) crackles : lokasi ………………………
( ) stridor : lokasi ………………………

Benduk dada :

( ) simetris ( ) tidak simetris ( ) lainnya (sebutkan)


……………..

Cardiovaskuler (B2 : Bleeding)


( ) nyeri dada ( ) pusing ( ) sakit kepala ( ) palpitasi ( ) clubbing
finger

Suara jantung :
( ) normal ( S1/S2 tunggal )
( ) kelainan: S3 ( ), S4 ( ), Mur-mur ( ), Gallop ( ),

Edema :
( ) palpebra ( ) anasarka ( ) extremitas atas ( ) extremitas bawah ( ) ascites
( ) tda ada
( ) lainnya (sebutkan ) : …………………………………………..

Persyrafan ( B3 : Brain )
( ) composmentis ( ) apatis ( ) somnolent ( ) sopor ( )
koma ( ) gelisah

Glasgow Coma Scale ( GCS ) :


E: V: M: Nilai total :

Kepala wajah
( ) t.a.k ( ) t.a.k
( ) mesosepal ( ) asimetris
( ) asimetris ( ) bell palsy
( ) hematoma ( ) kel. Congenital

Mata :
Sklera : ( ) putih ( ) icterus ( ) merah ( ) perdarahan
Konjungtiva : ( ) pucat ( ) merah muda
Pupil : ( ) isokor ( ) anisokor ( ) miosis ( ) midriasis
Leher ( sebutkan) : kesulitan menelan ( ), suara parau ( ), pembesaran tyroid (
), PVJ ( )

Refleks Tendon Normal:


Bisep ( +), Trisep ( + ), Brakhialis ( + ), Patella ( + ),
Achiles ( + )

Refleks Tidak Normal:


Kaku kuduk ( ), Babinski’s ( ), Bruzinski’s I ( ), Bruzinski’s II ( ),
Kernig Sign ( )
Persepsi sensori :
Pendengaran :
- Kiri : ( ) baik, ( ) tidak baik
- Kanan : ( ) baik, ( ) tidak baik

Penciuman : ( ) baik, ( ) tidak baik


Pengecapan : Manis : ( ) baik ( ) tidak,
Asin : ( ) baik ( ) tidak
Panit : ( ) baik ( ) tidak
Penglihatan : ( ) baik ( ) tidak
- Kiri : ( ) baik ( ) tidak
- kanan : ( ) baik ( ) tidak
Alat Bantu :
…………………………………………………………

Perabaan : Panas : ( ) baik ( ) tidak
Dingin : ( ) baik ( ) tidak
Tekan : ( ) baik ( ) tidak

Perkemihan-Eliminasi Uri ( B4 : Bladder )


Produksi urine : ± …… ml. Frekuensi : …………..
x/hari
Warna : …………….. Bau :

( ) oliguri ( ) poliuri ( ) dysuri ( ) hematuri ( ) nocturi ( ) nyeri


( ) dipasang kateter
( ) menetes ( ) panas ( ) sering ( ) inkotinen ( ) retensi ( ) cictotomi
( ) tadak ada masalah Lainnya ( sebutkan) --

Pencernaan- Eliminasi Alvi (B5 : Bowel )


Mulut dan tenggorok : mukosa lembab ( ) merah muda ( ), kesulitan menelan ( )
Abdomen : distensi ( ), nyeri tekan ( ), H/L tidak teraba
Rectum :

BAB : …… x/hari, konsistensi : ……………………


( ) diare ( ) konstipasi ( ) feses berdarah ( ) tidak terasa ( ) kesulitan
( ) melena ( ) colostomi ( ) wasir ( ) pencahar ( )
lavament
( ) tidak ada masalah
Lainnya ( sebutkan ) …………………………………

Diet :
Tulang-Otot-Integumen ( B6 : Bone )
Kemampuan pergerakan sendi ( ) bebas ( ) terbatas
- Parese : ( ) ya ( ) tidak
- Paralise : ( ) ya ( ) tidak
- Hemiparese : ( ) ya ( ) tidak
- Lainnya ( Sebutkan ) -- Extremitas :
- Atas : ( ) tidak ada kelainan ( ) peradangan ( ) patah tulang
( ) perlukaan
Lokasinya ………………..
- Bawah : ( ) tidak ada kelainan ( ) peradangan ( ) patah tulang
( ) perlukaan
Lokasinya ………………..

Tulang belakang : kifosis ( ), lordosis ( ), skoliosis ( ), nyeri ( )

Kulit :
- Warna kulit : ( ) ikterik ( ) cyanotik ( ) pucat
( ) kemerahan ( ) pigmentasi

- Akral : ( ) hangat ( ) panas ( ) dingin kering ( ) dingin basah

- Turgor : elastis ………. detik normal 2-3 detik

Sistem Endokrin

Terapi hormon : …
Karakteristik sex sekunder : ( ) normal ( ) tidak Riwayat
pertumbuhan dan perkembangan fisik :
( ) Perubahan ukuran kepala, tangan atau kaki pada waktu dewasa.
( ) Kekeringan kulit atau rambut
( ) Exopthalmus
( ) Goiter
( ) Hipoglikemia
( ) Tidak toleran terhadap panas
( ) Tidak toleran terhadap dingin
( ) Polidipsi
( ) Poliphagi
( ) Poliuria
( ) Postural hipotensi
( ) Kelemahan
( ) lainnya ( sebutkan ) :

System Reproduksi
Laki-laki :
- Kelamin : Bentuk ( ) normal ( ) tidak normal (jelaskan)
Kebersihan ( ) bersih ( ) kotor (jelaskan) ……………………………. ……

IV. POLA AKTIVITAS.

Makan :
Frekuensi : …… x/hari, waktu makan ( ) tidak teratur ( )
teratur
Jenis menu :

Yang disukai :

Yang tidak disukai :

Pantangan :

Alergi :

Minum :
Frekuensi : …… x/hari …………..cc

Jenis menu :

Yang disukai :

Yang tidak disukai :

Pantangan :

Alergi :

Kebersihan diri :

Mandi : x/hari.

Keramas : x/minggu.

Sikat gigi : x/hari.

Memotong Kuku : x/minggu.

Ganti Pakaian : x/hari.


Masalah : ( ) ada, ( ) tidak

Istirahat dan Aktivitas :


Tidur siang : lama …… jam, jam …….. s/d jam ……..
Tidur malam : lama …… jam, jam …….. s/d jam ……..
Aktivitas sehari-hari :

V. PSIKOSOSIAL.
Sosial/Interaksi :

Dukungan keluarga :
( ) aktif ( ) kurang ( ) tidak ada

Dukungan Kelompok/teman/masyarakat :
( ) aktif ( ) kurang ( ) tidak ada

Reaksi saat interaksi :


( ) tidak kooperatif ( ) bermusuhan ( ) mudah tersinggung ( )
defensif
( ) curiga ( ) kontak mata ( ) lainnya
(sebutkan)……………………………….

Konflik yang terjadi terhadap :


( ) peran ( ) nilai ( ) lainnya (sebutkan)
………………………..

Spiritual :
Konsep tentang penguasa kehidupan :
( ) Tuhan ( ) Allah ( ) Dewa
( ) lainnya (sebutkan) ………………………….

Sumber kekuatan/harapan saat sakit :


( ) Tuhan ( ) Allah ( ) Dewa
( ) lainnya (sebutkan) ………………………….

Ritual Agama yang bermakna/berarti/diharapkan saat ini


( ) Sholat ( ) baca kita suci
( ) lainnya (sebutkan) …………………………………….

Sarana/peralatan/orang yang diperlukan untuk melaksanakan ritual agama yang


diharapkan saat ini :
( ) lewat ibawah ( ) Rohaniawan
( ) Lainnya (sebutkan) ………………………………

Upaya Kesehatan yang bertentangan dengan keyakinan agama :


( ) makanan ( ) Tindakan ( ) obat-obatan
( ) lainnya (sebutkan) ……………..

Keyakinan/kepercayaan bahwa Tuhan akan menolong dalam menghadapi situasi


sakit saat ini :
( ) Ya ( ) Tidak

Keyakinan/kepercayaan bahwa penyakit dapat disembuhkan :


( ) Ya ( ) Tidak

Persepsi terhadap penyebab penyakit :


( ) Hukuman ( ) Cobaan/peringatan
( ) lainnya (sebutkan) …………………

Kebutuhan Pembelajaran :

Pengetahuan tentang penyebab


penyakit : ( ) Ya ( ) Tidak
( ) keliru Alasan :

Pengetahuan tentang proses perjalanan penyakit/proses penularan :


( ) Ya ( ) Tidak ( ) keliru
( ) lainnya (sebutkan)
Pengetahuan tentang upaya penyembuhan penyakit :
( ) pengobatan ( ) Pembedahan Perawatan
nutrisi
( ) lainnya (sebutkan)
Pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik (jelaskan) :
Laboratorium :
Radiologi
: Lainnya
:
Gejala/tanda kekambuhan :
( ) Ya ( ) sebagian ( ) Keliru lainnya(sebutkan)
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
- Darah :

- Urin :
- Sputum :

-X Ray :

VII. TERAPI MEDIS

Pontianak, 2023

ANALISA DATA
No. DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No. DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL MASALAH PARAF
MUNCUL TERATASI

RENCANA KEPERAWATAN

No. TANGGA DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONA


L KEPERAWATAN KRITERIA HASIL L

CATATAN KEPERAWATAN DAN PERKEMBANGAN


No. TANGGAL TINDAKAN DAN PARAF EVALUASI ( SOAP ) PARAF
DAN JAM RESPON/ HASIL DAN JAM
Lampiran III
Lampiran IV

LEMBAR KONSULTASI

Nama : Sunandar Syahlewangi


Nim : 221133085
Pembimbing : Ns. Azhari Baedlawi, M.Kep

HARI/TANGGAL MATERI BIMBINGAN CATATAN/REVISI PARAF


PEMBIMBING
KAMIS/ - JUDUL KIAN LANJUTKAN
19-01-2023 - BAB I
- BAB II
JUMAT - BAB II LANJUTKAN
10-02-2023 - BAB III
SENIN - BAB IV PRINT HARDCOPY
20-03-2023 - BAB V
SENIN - LAMPIRAN LENGKAPI
27-03-2023 DOKUMENTASI SEBELUM
PENGAJUAN
JADWAL
SENIN - KIAN PERSYARATAN
10-04-2023 LENGKAP MAJU KIAN
SENIN TOEFL
15-04-2023
- PENGAJUAN KIRIM GOOGLE
JADWAL DRIVE
Lampiran V
Lempiran VI

Anda mungkin juga menyukai