KIAN - NANDAR Revisi 25 Mei Edit
KIAN - NANDAR Revisi 25 Mei Edit
SUNANDAR SYAHLEWANGI
NIM. 221133085
i
PENERAPAN LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP
PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE
NON HEMORAGIK” DI RSUD DR SOEDARSO
PONTIANAK
SUNANDAR SYAHLEWANGI
NIM. 221133085
ii
HALAMAN PENGESAHAN
SUNANDAR SYAHLEWANGI
NIM. 221133085
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan karya ilmiah akhir
Ners yang berjudul :
“PENERAPAN LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP
PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE
NON HEMORAGIK” DI RSUD DR SOEDARSO
PONTIANAK”
Apabila suatu nanti saya terbukti melakukan tindakan plagiat, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Demikian surat pernyataan ini
dibuat dengan sebenar-benarnya.
Materai Rp.
6000
Sunandar Syahlewangi
NIM.221133085
iv
BIODATA PENULIS
A. Identitas Diri
1. Nama : Sunandar Syahlewangi
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Tempat Tanggal Lahir : Teluk Pakedai,08 Mei 1985
4. NIM : 221133085
5. Program Studi : Profesi Ners
6. E-mail : syahlewangi85@gmail.com
7. Nomor Telepon/HP : 0852-5237-2485
B. Riwayat Pendidikan
N Nama Sekolah Kota/Negara Tahun
o
1 SDN 05 Teluk Pakedai II Kubu Raya/Indonesia 1991-1997
2 SLTPN 01 Teluk Pakedai Kubu Raya/Indonesia 1997-2000
3 SMAN 2 Pontianak Pontianak /Indonesia 2000-2003
4 AKPER Yarsi Pontianak Pontianak/Indonesia 2003-2006
5 Poltekkes Kemenkes Pontianak/Indonesia 2018-2022
Pontianak
v
PENERAPAN LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP
PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE
NON HEMORAGIK DI RSUD DR SOEDARSO
PONTIANAK
ABSTRAK
Stroke adalah serangan pada otak yang sama dengan serangan jantung. Darah
harus mengalir ke dan melalui otak agar otak dapat mengatur fungsi tubuh. Jika alirannya
terhambat, oleh gumpalan darah yang bergerak ke otak dengan penyumbatan atau
pecahnya pembuluh darah, maka otak akan kehilangan pasokan energinya dan
menyebabkan kerusakan pada jaringan yang mengarah ke stroke. Penyakit stroke sendiri
menyebabkan menurunnya kekuatan otot pada ekstremitas atas maupun ekstremitas
bawah pada pasien sehingga perlu dilakukan tindakan keperawatan guna meningkatkan
kekuatan otot pasien. Tujuan penerapan ini adalah meningkatkan kekuatan otot pasien
stroke non hemoragik menggunakan intervensi latihan Range Of Motion (ROM).
Rancangan karya ilmiah akhir Ners ini menggunakan desain studi kasus. Subjek yang
digunakan 1 (satu) orang pasien stroke di RSUD Dr Soedarso Pontianak. Pengumpulan
data menggunakan lembar Observasi kekuatan otot. Analisa data dilakukan menggunakan
analisis deskriptif. Hasil penerapan menunjukkan, setelah pemberian ROM pasif selama 3
hari kekuatan otot subyek sebelum penerapan kekuatan otot ekstremitas kiri atas dan
bawah berada pada derajat 1 dan setelah penerapan derajat 1, sementara pada ekstremitas
kanan atas dan bawah kekuatan otot subyek berada pada derajat 5. Kesimpulan Penerapan
Range of motion akan efektif meningkatkan kekuatan otot jika dilakukan secara teratur
dan berulang - ulang.
vi
APPLICATION OF RANGE OF MOTION (ROM) EXERCISE TO
INCREASING MUSCLE STRENGTH IN STROKE PATIENTS
NON HEMORRHAGIC AT DR SOEDARSO HOSPITAL
PONTIANAK
ABSTRACT
Stroke is an attack on the brain that is the same as a heart attack. Blood
must flow to and through the brain for the brain to regulate body functions. If its
flow is obstructed, by a blood clot traveling to the brain, or by narrowing or
bursting of a blood vessel, the brain loses its energy supply and causes damage to
the tissues leading to a stroke. Stroke disease itself causes a decrease in muscle
strength in the upper extremities and lower extremities in patients so that nursing
actions are needed to increase the patient's muscle strength. The purpose of this
application is to increase the muscle strength of non-hemorrhagic stroke patients
using Range Of Motion (ROM) exercise interventions. The design of the nurse's
final scientific work uses a case study design. The subject used was 1 (one) stroke
patient at Dr Soedarso Pontianak Hospital. Data collection using the Observation
sheet of muscle strength. Data analysis was performed using descriptive analysis.
The results of the application show, after giving passive ROM for 3 days the
subject's muscle strength before the application of the upper and lower left limb
muscle strength is at degree 1 and after the application of degree 1, while in the
right upper and lower extremities the subject's muscle strength is at degree 5.
Conclusion Application Range of motion will be effective in increasing muscle
strength if done regularly and repeatedly.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala
yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga penyusunan karya ilmiah akhir ners
yang berjudul “Penerapan latihan Range Of Motion (ROM) terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik” di RSUD
Dr Soedarso Pontianak” dapat terselesaikan. Selanjutnya ucapan terima kasih
yang tak terhingga saya sampaikan kepada bapak Ns. Azhari Baedlawi,M.Kep.,
Selaku pembimbing yang penuh kesabaran dan perhatiannya dalam memberikan
bimbingan hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dengan terselesaikannya karya ilmiah akhir ners ini, izinkan saya
mengucapkan terima kasih banyak yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Kelana Kusuma Darma, S.Kp.,M.Kes Selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Pontianak.
2. Bapak Ns. Azhari Baedlawi, M.Kep Selaku Pembimbing Karya Ilmiah Akhir
Ners.
3. Bapak Dr. Dedi Damhudi, M.Kep.,Ns.,Sp.KMB Selaku Ketua Badan
Penelitian Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Pontianak dan atas
kesediaannya untuk menguji karya ilmiah akhir ners ini.
4. Ibu Drg.Yuliastuti Saripawan, M.Kes Selaku Direktur RSUD Dr. Soedarso
Pontianak
5. Ibu Syf. Halijah Annisa, S.Kep,Ners yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk melaksanakan asuhan keperawatan dan menerapkan evidence
based nursing pada kasus kelolaan.
6. Pasien kasus kelolaan beserta keluarga yang tidak dapat penulis sebutkan
identitasnya.
7. Orang tua tercinta, istri dan keluarga yang telah memberikan doa dan
semangat dalam menyelesaikan Pendidikan Profesi Ners Poltekkes Kemenkes
Pontianak.
8. Bapak, Ibu Dosen dan Staf jurusan Keperawatan serta semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan
viii
karya ilmiah akhir ners ini,
9. Teman-teman dan sahabat yang telah memberikan masukan,Doa ,semangat
dan dukungan dalam menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
Penulis telah berusaha sebaik-baiknya dalam menyusun Karya Ilmiah
Akhir Ners ini. Penulis tetap mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk memperbaiki karya ilmiah ini.semoga hasil karya ilmiah ini nanti dapat
bermanfaat bagi peneliti dan pihak lain yang membutuhkan.
Sunandar Syahlewangi
NIM. 221133085
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH AKHIR NERS .................. iii
BIODATA PENULIS …..................................................................................... iv
ABSTRAK …....................................................................................................... v
ABSTRACT ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 4
D. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 4
E. Manfaat Penulisan .................................................................................. 4
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian ............................................................................................. 72
B. Diagnose ................................................................................................. 73
C. Intervensi.................................................................................................. 73
D. Implementasi .......................................................................................... 75
E. Evaluasi ................................................................................................. 76
F. Penerapan Evidence Based Nursing Practice (EBNP) pada Stroke Non
Hemoragik ............................................................................................. 77
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 79
B. Saran ....................................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 81
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tujuan, Kriteria Hasil, Konsep Intervensi Keperawatan ..................... 25
Tabel 3.1 aktivitas ……………………………………………………………… 46
Tabel 3.2 pengobatan …...................................................................................... 48
Tabel 3.3 laboratorium …..................................................................................... 48
Tabel 3.4 analisa Data …..................................................................... ………… 49
Tabel 3.5 daftar masalah ……………………………………………………….. 50
Tabel 3.6 Tujuan, Kriteria Hasil, dan Intervensi Keperawatan …........................ 51
Tabel 3.7 Catatan perkembangan pasien …..........................................................
Tabel 3.8 Standar Operasional Prosedur Pemberian Latihan Range Of
Motions…………………………………………………………………..….................. 46
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Pathway Diare…...............................................................................14
12
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat
substantial. Menurut WHO memperkirakan penyakit tidak menular
menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Dari
berbagai penyakit yang sering ditemukan sekarang, stroke adalah salah satu
penyakit tidak menular yang prevalensi semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Penyakit stroke telah menjadi masalah kesehatan yang menjadi
penyebab utama kecacatan pada usia dewasa dan merupakan salah satu
penyebab terbanyak di dunia (Huriani, 2015).
Stroke adalah serangan pada otak yang sama dengan serangan jantung.
Darah harus mengalir ke dan melalui otak agar otak dapat mengatur fungsi
tubuh. Jika alirannya terhambat, oleh gumpalan darah yang bergerak ke otak,
atau dengan penyempitan atau pecahnya pembuluh darah, maka otak akan
kehilangan pasokan energinya dan menyebabkan kerusakan pada jaringan
yang mengarah ke stroke (World Health Organization (WHO), 2019).
Menurut WHO (2019), setiap tahun, 15 juta orang di seluruh dunia
menderita stroke. Dari jumlah tersebut, 5 juta orang meninggal dan 5 juta
lainnya menjadi cacat permanen, sehingga membebani keluarga dan
masyarakat. Stroke jarang terjadi pada orang di bawah 40 tahun ketika itu
terjadi, penyebab utamanya adalah tekanan darah tinggi. Stroke juga terjadi
pada sekitar 8% anak-anak dengan penyakit anemia.
Data Riskesdas 2018 menyebutkan prevalensi stroke di Indonesia pada
usia ≥ 15 tahun adalah 10,9%, sementara pada tahun 2013 angka prevalensi
stroke pada angka 7% dengan demikian terdapat peningkatan prevalensi
stroke sebesar 3,9% dalam kurun 5 tahun. Pada provinsi Kalimantan Barat
memiliki prevalensi sebesar 5,8% per 1.000 penduduk terdiagnosis dan 9,82
per 1000 penduduk terdiagnosis atau gejala (Kemenkes RI, 2018).
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di RSUD Dr Soedarso
Pontianak pada tahun 2022 adalah sebanyak 118 orang yaitu 44 orang
2
terkena stroke non hemoragik, kemudian di tahun 2017 ada sebanyak 115
orang yang mengalami stroke, dimana 88 diantaranya mengalami stroke non
hemoragik.(Data Rekam Medik, 2022)
Dampak yang ditimbulkan oleh stroke, berupa hemiparesis (kelemahan)
dan hemiplegia (kelumpuhan) merupakan salah satu bentuk defisit motorik.
Hal ini disebabkan oleh gangguan motorik neuron dengan karakteristik
kehilangan kontrol gerakan volunter (gerakan sadar), gangguan gerakan,
keterbatasan tonus otot, dan keterbatasan reflek (Winstein, 2016). Ramba
(2018) melaporkan bahwa berdasarkan observasi, didapatkan sebagian besar
pasien stroke pada awalnya mengalami spastisitas yang menghambat aktivitas
kesehariannya.
Penyakit stroke sendiri menyebabkan menurunnya kekuatan otot pada
ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah pada pasien. Kekuatan otot rata-
rata pasien stroke terbanyak pada skala derajat 0, minimal tidak adanya
kontraksi otot dan maksimal sampai pada derajat mampu menggerakkan
sendi, tidak dapat melawan gravitasi, dan terbanyak kedua kekuatan otot
pasien stroke yaitu skala atau derajat 2, minimal mampu menggerakkan
persendian dan maksimal pada derajat mampu menggerakkan sendi, dapat
melawan gravitasi dan kuat terhadap tahanan ringan (Purqoti, 2020).
Salah satu masalah yang muncul pada pasien dengan stroke non
hemoragik adalah kelemahan pada ekstremitas sebagai akibat dari penurunan
tonus otot, sehingga akan mengganggu dan membatasi aktivitas sehari-hari.
Kelemahan pada ekstremitas akan menyebabkan seseorang menjadi kurang
produktif dalam melakukan aktivitas fungsional individu sehari-hari dan
mengalami keterbatasan dalam melakukan kegiatan sosial serta menimbulkan
ketergantungan dan akan mengalami atrofi, bahkan dapat terjadi kelumpuhan,
apabila dibiarkan terlalu lama akan menjadi kaku kemudian terjadi kontraktur
(Irfan, 2010). Oleh sebab itu, sangat diperlukan upaya untuk mengatasi
kelemahan ekstremitas pada penderita stroke, dikarenakan ekstremitas atas
maupun ekstremitas bawah merupakan bagian tubuh yang aktif dan memiliki
peranan penting dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Tindakan mandiri perawat yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah
3
kelemahan otot pada ekstremitas pasien dengan stroke non hemoragik yaitu
salah satunya dengan latihan range of motion (ROM). Menurut Chaidir
(2014), latihan ROM dengan frekuensi dua kali sehari pada pasien stroke
iskemik lebih meningkatkan kemampuan otot daripada latihan ROM dengan
frekuensi satu kali sehari. Tseng (2017) mengatakan bahwa ROM merupakan
salah satu terapi pemulihan dengan cara latihan otot untuk mempertahankan
kemampuan pasien menggerakkan persendian secara normal dan lengkap.
Metode intervensi latihan ROM berpeluang memberikan manfaat besar
dalam memulihkan kekuatan otot pada pasien stroke. Hasil penelitian
Hosseini (2019) didapatkan latihan ROM meningkatkan fungsi motorik
antara bulan pertama dan ketiga di kedua ekstremitas atas dan bawah.
Sahmad (2016) yang menunjukkan bahwa ada efek pemberian. ROM pasif
terhadap peningkatan fleksibilitas sendi lutut, sendi pergelangan kaki, sendi
kaki pada lansia. Young (2014) menunjukkan bahwa kelompok terapi latihan
peregangan dan stabilisasi sendi selama 8 minggu menunjukkan peningkatan
fungsi bahu dan penurunan ketebalan patologis tendon.
Menurut ada et.al (2016) melakukan penelitian tentang penguatan
intervensi meningkatkan kekuatan dan meningkatkan aktivitas setelah stroke :
review sistematis. Mempunyai kesimpulan bahwa,intervensi memperkuat
meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan aktivitas dan tidak meningkatkan
kelenturan. temuan ini menunjukkan bahwa program penguatan harus
menjadi bagian dari rehabilitasi setelah stroke. Secara teori tidak disebutkan
secara spesifik mengenai dosis dan intensitas latihan range of motion (ROM),
menurut perry dan potter (2010) latihan ROM dilakukan 2 kali dalam sehari
sedangkan menurut Smaltzer dan bare (2013) latihan range of motion (ROM)
dapat dilakukan 4-5 kali dalam sehari. Selain kedua referensi ini terdapat
beberapa penelitian lain yang menunjukkan frekuensi yang bervariasi dalam
melakukan latihan range of motion (ROM).
Menurut hasil penelitian Anggriani, Zulkarnain, Sulaimani, & Gunawan
(2018), membuktikkan bahwa sebagian besar pada otot ekstremitas tangan
dan kaki setelah dilakukan latihan ROM pasif 4 kali dalam seminggu
mengalami peningkatan, menggunakan uji Wilcoxon diketahui bahwa nilai
4
signifikan kekuatan otot tangan sebelum dan sesudah pemberian ROM yaitu
sebesar 0,000. Artinya terdapat perbedaan kekuatan otot tangan sebelum dan
sesudah pemberian ROM. Kemudian otot kaki diketahui bahwa nilai
signifikan sesudah pemberian ROM sebesar 0,000. Artinya juga terdapat
perbedaan kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah pemberian ROM. Hasil
tersebut membuktikan bahwa ROM berpengaruh dalam meningkatkan
kekuatan otot tangan dan kaki responden.
Hasil penelitian dari Dewi, Astrid, 4 & Supardi (2020) melalui hasil uji
Wilcoxon menunjukkan peningkatan kekuatan otot 0,74 (22,9%), uji chi
square menunjukkan perubahan kekuatan otot 57,7%. Hasil penelitian
menunjukkan peningkatan kekuatan otot yang bermakna (p=0,000) sebelum
dengan sesudah intervensi. Intervensi latihan rentang gerak dapat
meningkatkan 28,9 kali kekuatan otot.
Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti akan mengidentifikasi
“Efektifitas latihan Range Of Motion (ROM) terhadap Peningkatan Kekuatan
Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik” di RSUD Dr Soedarso Pontianak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini dilakukan untuk menjawab “apakah latihan Range Of Motion
(ROM) Efektif terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik”di RSUD Dr Soedarso Pontianak.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas terapi Range Of Motion (ROM) terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien Stroke Non
Hemoragik Di Ruang Ruai RSUD dr Soedarso Pontianak Tahun
2023.
5
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan untuk meningkatkan pengetahuan ilmiah dan wawasan tentang
penatalaksanaan non farmakologis terhadap kekuatan dan kontraktur otot
pada pasien stroke dengan latihan Range Of Motion (ROM). Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai dasar atau studi
banding untuk melakukan penelitian dalam lingkup Keperawatan
Medikal Bedah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Profesi Perawat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan informasi terapi non-
farmakologi berupa latihan Range Of Motion (ROM) pada pasien
stroke, sehingga dapat diaplikasikan sebagai pengobatan tambahan.
b. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi kepada responden
dan masyarakat mengenai terapi non-farmakologis dalam
6
6
7
2. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya stroke non hemoragik antara lain
menurut Purwanto (2016):
a. Emboli
b. Emboli serebral adalah penyumbatan pembuluh darah otak karena
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik.
c. Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau ke dalam jaringan otak. Perdarahan ini dapat
terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak, terjadi perembesan darah ke dalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan pergeseran, penekanan dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga jaringan otak tertekan dan
membengkak hingga terjadi oedema, infark otak dan mungkin sampai
terjadi herniasi otak.
d. Thrombosis Cerebral
Thrombosis serebral terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menyebabkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis
biasanya dialami oleh orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal tersebut dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral.
Tanda dan gejala neurologis seringkali bertambah buruk pada 48 jam
8
4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebral yang
terkena, fungsi otak dikendalikan atau diperantarai oleh bagian otak yang
terkena, keparahan kerusakan serta ukuran darah otak yang terkena selain
tergantung pula pada derajat sirkulasi kolateral (Hartono, 2019).
Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan,
tiba-tiba hilang rasa peka, bicara cedal atau pelo, gangguan bicara dan
bahasa, gangguan penglihatan, mulut moncong atau tidak simetris ketika
menyeringai, gangguan daya ingat, nyeri kepala hebat, vertigo, kesadaran
menurun, proses kencing terganggu, gangguan fungsi otak (Amin & Hardi,
2015).
Menurut (Oktavianus, 2014) manifestasi klinis stroke sebagai
berikut:
a. Stroke Iskemik
1) Transient Ischemic Attack (TIA) Timbulnya hanya sebentar
selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri
dengan atau tanpa pengobatan. Serangan bisa muncul lagi dalam
wujud sama, memperberat atau malah menetap,
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) Gejala timbul
lebih dari 24 jam.
3) Progressing stroke atau stroke in evolution Gejala makin lama
makin berat (progresif) disebabkan gangguan aliran darah makin
lama makin berat. d. Sudah menetap atau permanen
b. Stroke Hemoragik
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak
yang terkena.
1) Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik, kesadaran
menempatkan posisi.
2) Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi indera dan
memori.
3) Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan.
4) Lobus frontal, fungsinya untuk mempengaruhi mental, emosi,
12
5. Patofisiologi
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan
aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus dan
perdarahan aterm.
c. Dapat terbentuk trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
d. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah
atau menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
a. Keadaan pembuluh darah.
b. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat,
aliran darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigen ke
otak menjadi menurun.
c. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak.
Autoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak
untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada
perubahan tekanan perfusi otak.
d. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskemia otak. Suplai darah
ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (trombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(Hipoksia Karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis
sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak. Trombus
dapat berasal dari plak arterosklerotikatau darah dapat beku pada area
yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hipertensi
13
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan
Kolaboratif Kelumpuhan pada pasien stroke meliputi pemberian obat
neuroprotektif untuk mempengaruhi kekuatan otot pasien stroke. Obat
neuroprotektif berfungsi untuk menghambat pembentukan zat toksin.
Jika zat toksin tidak dihambat dapat mengakibatkan rusaknya sel yang
irreversible. Obat tersebut memperbaiki cedera otak juga dengan cara
mencegah otak mengalami iskemik sehingga tidak mengakibatkan
infark (Iskandar, 2017).
b. Penatalaksanaan Mandiri Tindakan mandiri yang dapat dilakukan
perawat guna meminimalisir masalah kekuatan otot ekstremitas pada
pasien stroke non hemoragik adalah dengan latihan ROM. Latihan
ROM dapat mencegah terjadinya penurunan fleksibilitas sendi dan
kekakuan sendi. Rangsangan melalui neuromuskuler akan
meningkatkan rangsangan pada serat saraf otot ekstremitas terutama
saraf parasimpatis yang merangsang untuk produksi asetilkolin,
sehingga mengakibatkan kontraksi. Mekanisme melalui muskulus
terutama otot polos ekstremitas akan meningkatkan metabolisme pada
mitokondria untuk menghasilkan ATP yang dimanfaatkan oleh otot
ekstremitas sebagai energi untuk kontraksi dan meningkatkan tonus
otot polos ekstremitas (Iskandar, 2017).
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan jenis serangan
stroke, letak sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, serta luas
jaringan otak yang mengalami kerusakan (Indrawati, 2019).
a. CT Scan Merupakan pemeriksaan diagnostik standar dan dapat
membedakan perdarahan otak dan infark otak. Disamping itu, CT
Scan dapat juga membedakan stroke dengan penyakit lain yang
memiliki manifestasi klinis sama, seperti tumor otak atau pendarahan
otak karena trauma. Pemeriksaan ini akan menunjukkan distorsi
struktur otak yang disebabkan oleh perdarahan atau edema serebral,
16
8. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut (Amin & Hardi, 2015) adalah sebagai berikut:
a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
1) Edema serebri : defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi dan
akhirnya menimbulkan kematian
2) Infark miokard : penyebab kematian mendadak pada stroke
stadium awal.
b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)
1) Pneumonia : akibat imobilisasi lama
2) Konstipasi : akibat imobilisasi lama
3) Infark miokard
4) Emboli paru : cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali
pada saat penderita mulai mobilisasi.
5) Stroke rekuren : dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi jangka panjang Stroke rekuren, infark miokard, gangguan
vaskuler lain : penyakit vaskuler perifer
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif dan koma.
e. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif dan kegemukan. Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
f. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
g. Pengkajian psiko sosio spiritual
19
13) Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infus bagian dextra atau sinistra.
Capillary Refill Time (CRT) biasanya normal yaitu < 2 detik.
Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien
stroke non hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada
bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek,
biasanya saat siku ditekuk tidak ada respon apa-apa dari siku,
tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)). Sedangkan
pada pemeriksaan reflek Hoffman tromner biasanya jari tidak
mengembang ketika diberi reflek ( reflek Hoffman tromner
(+)). b)
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya pada saat pemeriksaan
bluedzensky 1 kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada
saat telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang
(reflek babinsky (+)). Pada saat dorsal pedis digores biasanya
jari kaki juga tidak berespon ( reflek Caddok (+)). Pada saat
tulang kering diurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada
respon fleksi atau ekstensi ( reflek openheim (+)) dan pada
saat betis di remas dengan kuat biasanya pasien tidak
merasakan apa apa ( reflek Gordon (+)). Pada saat dilakukan
reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat diketikkan
(reflek patella (+)).
i. Aktivitas dan Istirahat
1) Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa
mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri atau kejang otot).
2) Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi
kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat
23
kesadara
j. Sirkulasi
1) Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipertensi
postural.
2) Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme
atau malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi dan disritmia.
k. Integritas Ego
1) Gejala : Perasaan tidak berdaya dan perasaan putus asa
2) Tanda : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih
dan gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri
l. Eliminasi
1) Gejala : terjadi perubahan pola berkemih
2) Tanda : distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif
m. Makanan atau Cairan
1) Gejala : nafsu makan hilang,mual muntah selama fase akut,
kehilangan sensasi pada lidah dan tenggorokan, disfagia, adanya
riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah
2) Tanda : kesulitan menelan dan obesitas
n. Neurosensori
1) Gejala : sakit kepala, kelemahan atau kesemutan, hilangnya
rangsang sensorik kontralateral pada ekstremitas, penglihatan
menurun, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
2) Tanda : status mental atau tingkat kesadaran biasanya terjadi
koma pada tahap awal hemoragik, gangguan fungsi kognitif, pada
wajah terjadi paralisis, afasia, ukuran atau reaksi pupil tidak sama,
kekakuan, kejang.
o. Kenyamanan atau Nyeri
1) Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
2) Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada
oto
24
p. Pernapasan
1) Gejala : merokok
retina).
h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi serebral
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah
perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan
pada pasien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan
dan keperawatan pasien dapat diatasi (Nurarif Huda, 2016).
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Risiko Perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Peningkatan tekanan
Serebral Tidak keperawatan selama .... jam intrakranial (I.06194)
Efektif dibuktikan diharapkan perfusi serebral 1. Identifikasi penyebab
dengan Embolisme (L.02014) dapat peningkatan tekanan
(D.0017). adekuat/meningkat dengan intrakranial (TIK)
Kriteria hasil : 2. Monitor tanda gejala
● Tingkat kesadaran peningkatan tekanan
meningkat intrakranial (TIK)
● Tekanan Intra Kranial 3. Monitor status pernafasan
(TIK) menurun pasien
● Tidak ada tanda tanda 4. Monitor intake dan output
pasien gelisah. cairan
● TTV membaik 5. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
6. Berikan posisi semi fowler
7. Pertahankan suhu tubuh normal
8. Kolaborasi pemberian obat
diuretik osmosis
2 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan keperawatan selama … jam Identifikasi lokasi ,
agen pencedera diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
fisiologis (iskemia) (L.08066) menurun dengan kualitas, intensitas nyeri
(D.0077) Kriteria Hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
● Keluhan nyeri menurun. 3. Identifikasi respon nyeri non
● Meringis menurun verbal
● Sikap protektif 4. Berikan posisi yang nyaman
menurun 5. Ajarkan teknik non
● Gelisah menurun. farmakologis untuk mengurangi
● TTV membaik nyeri (misalnya relaksasi nafas
dalam)
6. Kolaborasi pemberian analgetik
3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119)
berhubungan dengan keperawatan selama … jam 1. Identifikasi status nutrisi
26
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut setiadi (2017) dalam buku konsep dan penulisan asuhan
keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan
klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Terdapat dua jenis evaluasi:
a. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera
setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna
menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data dan
perencanaan.
29
menghadap ke bawah.
k. Supinasi, yaitu menggerakan lengan bawah sehingga telapak tangan
menghadap keatas.
Gerakan yang dilakukan oleh sendi berbeda untuk setiap potongan
tubuh. Gerakan fleksi dan ekstensi pada jari tangan dan siku serta gerakan
hiperekstensi pada pinggul merupakan rentang gerak pada potongan
sagital. Pada potongan frontal gerakannya adalah abduksi dan adduksi
pada lengan dan tungkai, eversi dan inversi pada kaki. Sedangkan pada
potongan transversal gerakannya adalah pronasi dan supinasi pada tangan,
rotasi internal dan eksternal pada lutut serta dorsofleksi dan plantar fleksi
pada kaki. Selain gerakan yang berbeda, setiap sendi mempunyai rentang
gerak maksimal yang dapat dicapai saat melakukan aktivitas (Purwanto,
2016).
Gerakan dasar ekstremitas atas dan gerak normalnya ada 5 yaitu:
a. Rotasi bagian bahu, dengan rentang gerak maksimal 90o
b. Fleksi bahu, dengan rentang gerak maksimal 180o
c. Abduksi bahu, dengan rentang gerak maksimal 190o
d. Ekstensi siku, dengan rentang gerak maksimal 180o
e. Supinasi lengan, dengan rentang gerak maksimal 90o
Kemudian untuk ekstremitas bawah terdapat 7 gerakan dasar dan rentang
gerak normalnya yaitu:
a. Fleksi dan ekstensi tungkai, dengan rentang gerak maksimal 90o - 120o
b. Hiperekstensi tungkai, dengan rentang gerak maksimal 30o - 50o
c. Abduksi dan adduksi tungkai, dengan rentang gerak maksimal 30o -
50o
d. Rotasi dalam dan luar dengan rentang gerak maksimal 90o e
e. Fleksi dan ekstensi lutut, dengan rentang gerak maksimal 120o - 130o
f. Mata kaki yaitu dorsofleksi dengan menggerakan kaki sehingga jari-
jari menekuk ke atas dengan rentang gerak maksimal 20o - 30o g.
g. Plantar Fleksi, dengan rentang gerak maksimal 45o - 50o dan inversi
eversi dengan rentang gerak maksimal 10o atau kurang.
33
D. Konsep Dasar Penurunan Skala Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non
36
Hemoragik
1. Pengertian Skala Kekuatan Otot Pada Stroke Non Hemoragik
Pasien stroke yang mengalami kelemahan pada satu sisi anggota
tubuh disebabkan oleh karena penurunan kekuatan otot, sehingga tidak
mampu menggerakkan tubuhnya atau imobilisasi (Kristiani, 2017).
Kekuatan otot adalah kemampuan sekelompok otot untuk
menghasilkan gaya kontraktil maksimal terhadap resistensi dalam
kontraksi tunggal (Keller & Engelhardt, 2013). Kekuatan otot adalah
kemampuan otot atau grup otot menghasilkan tegangan dan tenaga jika
terdapat usaha maksimal baik secara dinamis maupun secara statis.
Kontraksi otot yang maksimal akan memberikan kekuatan otot. Otot yang
kuat adalah otot yang dapat berkontraksi dan relaksasi dengan baik, jika
otot kuat maka keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan
dengan baik. Peningkatan Indeks Massa Tubuh akan mempengaruhi
kekuatan otot, sehingga jika otot lemah dan massa tubuh bertambah maka
akan terjadi masalah keseimbangan tubuh saat berdiri maupun berjalan
(Abdurachman, 2016).
Kekuatan otot adalah kontraksi pada serabut otot bergaris (otot
sadar) berlangsung secara singkat dan setiap kontraksi terjadi atas
rangsang tunggal dari saraf. Kekuatan yang dipakai untuk kontraksi pada
seluruh otot diratakan dengan mengganti-ganti jumlah serabut yang
berkontraksi serta frekuensi daripada kontraksi setiap serabut (Faridah et
al, 2018).
2. Penyebab Penurunan dan Peningkatan Skala Kekuatan Otot Pada Stroke
Non Hemoragik
a. Penyebab penurunan kekuatan otot
Stroke diakibatkan oleh adanya gangguan pada aliran darah
menuju otak mengakibatkan terjadi iskemia yang menyebabkan
kurangnya aliran glukosa, oksigen dan bahan makanan lainnya ke sel
otak. Gejala klinis setiap individu berbeda tergantung daerah otak
mana yang mengalami kekurangan suplai darah. Gejala klinis setiap
individu berbeda tergantung daerah otak mana yang mengalami
37
41
42
b. Genogram
Keterangan :
Laki-laki :
Perempuan :
Meninggal dunia :
Pasien :
Garis keturunan :
1111 5555 ( Ka )
( Ki )
1111 5555
7. Sistem tubuh
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien Tampak lemah
45
b. Kesadaran
Kesadaran composmentis E : 4 V: 5 M: 5 = 14
c. Kepala
Bentuk kepala bulat, rambut berwarna hitam dan sedikit beruban serta
Sedikit berketombe, tidak ada nyeri tekan, wajah bentuk lonjong
d. Mata
Konjungtiva berwarna merah muda, tampak anemis, mata bersih, reflex
+, tidak menggunakan kacamata
e. Hidung
terlihat simetris, fungsi penciuman masih baik, tidak terdapat polip di
hidung kiri dan kanan
f. Telinga
Fungsi pendengaran baik tidak ada penurunan pendengaran , tidak ada
cairan yang keluar, telinga bersih tidak menggunakan alat bantu dengar.
g. Mulut
Kemampuan bicara baik, mukosa bibir kering, tidak tampak
menggunakan gigi palsu, warna lidah putih, klien dapat makan dan
menelan yang baik, nafas sedikit bau
h. Leher
Bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfa
serta getah bening, tidak ada massa
i. Kulit
Kulit tampak kemerahan ,akral teraba hangat,turgor kulit elastis, CRT 3
detik.
j. Thorax ( paru-paru)
Bentuk dada simetris, tidak tampak retraksi dada, tidak ada masa, pola
nafas normal, tidak ada nyeri tekan, irama nafas teratur, suara paru
vesikuler, tidak terdengar wheezing dan ronchi.
k. Toraks ( jantung )
Tidak tampak retraksi dada, bentuk dada simetris, tidak ada nyeri tekan,
tidak teraba massa, batas batas jantung normal, suara redup
l. Abdomen
46
Permungkaan perut datar dan rata, gerakan dinding perut datar, tidak
ada nyeri tekan di abdomen, tidak teraba pembesaran hepar, tidak teraba
adanya massa, mukosa bibir tampak kering, lidah tampak putih dan
sedikit kotor.
m. Genitalia
pada genitalia, alat kelamin perempuan , terpasang kateter
n. Ekstremitas
Atas : anggota gerak lengkap kiri mengalami Terpasang infus RL 20
tpm
Bawah : anggota gerak lengkap tidak ada kelainan
8. Data Biologis
a. Pola Nutrisi
1) Sebelum Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit klien makan 2 kali
sehari dengan menu nasi sayur dan ikan, klien mengatakan suka
mengkonsumsi makanan bersantan dan pedas klien mengatakan jarang
mengkonsumsi buah-buahan
2) Setelah masuk rumah sakit
Klien mengatakan selama di rumah sakit klien makan 3 kali sehari
dengan menu yang disediakan oleh rumah sakit, klien mengatakan
sedikit sulit menelan
b. Pola Minum
1) Sebelum Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan minum ± 500 cc per, hari klien mengatakan rutin
mengkonsumsi teh manis.
2) Setelah Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan setelah masuk rumah sakit minum ± 1000 cc per
hari
c. Pola eliminasi
1) Sebelum Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit biasanya BAK 4-5 kali
sehari dan BAB 1 kali sehari
47
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
Pindah √
Makan dan minum √
Keterangan :
1 : Mandiri
2 : dibantu Sebagian
3 : Perlu Bantuan Orang Lain
4 : perlu Bantuan Orang lain dan alat
5 : Tergantung orang lain / tidak mandiri
12. Pengobatan
Tabel 3.2
No Terapi Dosis
1 Infus NACL 10 Tpm
2 OMZ 2 x 1 amp
3 Inj.citicolin 2 x 500 mg
4 mecobalamin 3 x 500 mg
5 Piracetam 3 x 1gr
6 Amlodipine 1 x10 mg
7 Candesartan 1 x 8 mg
8 Asam mefenamat 3 x 500 mg
9 Sucralfate syr 3 x 1 cth
b. X-Ray :
● CTscan : cerebral tanpa kontras intravena
Deskripsi :
- sulci cerebri dan fisura sylvi tidak melebar.
- tampak area hipodens diventrikel lateralis kanan kiri cornu
anterior
50
(Ki) (Ka)
1111 5555
1111 5555
2 DS : Kelemahan Defisit perawatan diri
● Pasien mengatakan tidak bisa (D.0109) (mandi,
melakukan aktivitas secara berpakaian,toileting)
mandiri (mandi,berpakaian dan ke
toilet )
DO :
● Pasien tampak dibantu keluarga
51
perawatan diri
● Jadwalkan rutinitas perawatan
diri
Edukasi
● Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
3 08/12/22 Resiko defisit nutrisi ditandai Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi ● Mengukur kebutuhan
dengan peningkatan keperawatan 3 x 24 jam Observasi asupan nutrisi klien
kebutuhan metabolisme diharapkan asuhan nutrisi ● Monitor asupan dan keluarnya ● Mengukur kemampuan
membaik dengan kriteria hasil : makanan dan cairan serta klien
● Porsi makan habis / kebutuhan kalori ● Mengurangi resiko
meningkat ● Mengukur asupan makan konstipasi dan dehidrasi
● Frekuensi makan membaik Teraupetik ● \mendukung kestabilan
● Kekuatan otot mengunyah ● Timbang berat badan secara kadar gula pasien
membaik rutin ● Mengukur kebutuhan
● Diskusikan perilaku makan nutrisi klien sesuai
dan jumlah aktivitas fisik kebutuhan
(termasuk olahraga) yang
sesuai
● Lakukan kontrak perilaku
(mis: target berat badan,
tanggung jawab perilaku)
● Damping ke kamar mandi
untuk pengamatan perilaku
memuntahkan Kembali
55
makanan
● Berikan penguatan positif
terhadap keberhasilan target
dan perubahan perilaku
● Berikan konsekuensi jika tidak
mencapai target sesuai kontrak
● Rencanakan program
pengobatan untuk perawatan
di rumah (mis: medis,
konseling)
Edukasi
● Anjurkan membuat catatan
harian tentang perasaan dan
situasi pemicu pengeluaran
makanan (mis: pengeluaran
yang sengaja, muntah,
aktivitas berlebihan)
● Ajarkan pengaturan diet yang
tepat
● Ajarkan keterampilan koping
untuk penyelesaian masalah
perilaku makan
Kolaborasi
● Kolaborasi dengan ahli gizi
56
1111 5555
A:
● Masalah belum teratasi
P:
● Intervensi dilanjutkan (point 1,2,3,4)
2 9/12/22 1. mengidentifikasi kebiasaan aktivitas perawatan S:
12.30 diri sesuai usia ● Klien mengatakan aktivitas perawatan diri
respon : klien mengatakan sebelum sakit (mandi,berpakaian dan toileting )masih dibantu
biasanya mandi dan gosok gigi 3 x/hari sepenuhnya oleh keluarga
2. Memonitor tingkat kemandirian ● Klien mengatakan akan terus berusaha melakukan
Respon : klien tampak dibantu keluarga dalam perawatan diri secara mandiri
melakukan aktivitas kebersihan diri (toileting,
berpakaian )
3. Anjurkan keluarga untuk mempersiapkan O:
keperluan pribadi (mis: parfum sikat gigi, dan ● Klien tampak sulit menggerakkan anggota tubuh
sabun mandi) bagian kiri
Respon : keluarga mengatakan akan ● Klien tampak dibantu keluarga dalam melakukan
60
1111 5555
A:
● Masalah belum teratasi
P:
● Intervensi dilanjutkan (point 1,2,3,4
2 10/12/22 1. mengidentifikasi kebiasaan aktivitas perawatan S:
13.45 diri sesuai usia ● Klien mengatakan aktivitas perawatan diri
respon : klien mengatakan sebelum sakit (mandi,berpakaian dan toileting )masih dibantu
biasanya mandi dan gosok gigi 3 x/hari sepenuhnya oleh keluarga
2. Memonitor tingkat kemandirian ● Klien mengatakan akan terus berusaha melakukan
Respon : klien tampak dibantu keluarga dalam perawatan diri secara mandiri
melakukan aktivitas kebersihan diri (toileting, O:
62
P:
● Intervensi dilanjutkan (point 1,2,3,4)
64
2. Prosedur (SOP)
Tabel 3.8
Standar Operasional Prosedur Pemberian Latihan Range Of Motions
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
LATIHAN RANGE OF MOTIONS
Ditetapkan :
Berikan Nilai ;
1 = Tidak dilakukan/ dikerjakan sama sekali
2 = Dikerjakan dengan keraguan, uraian langkah belum tepat dan waktu belum efektif
3 = Dikerjakan dengan baik sesuai langkah-langkahnya, waktu belum efektif
4 = Dikerjakan dengan baik dan benar, sesuai langkah-langkahnya. Waktu efektif
c. Langkah Ketiga
Atur posisi pasien senyaman mungkin
d. Langkah Keempat
1) Gerak menekuk dan meluruskan pangkal paha
2) Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang tungkai
3) Naikkan dan turunkan kaki dengan lutut tetap lurus
4) Gerakan menekuk dan meluruskan lutut
5) Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang tungkai
6) Kemudian tekuk dan luruskan lutut
7) Gerakan untuk pangkal paha
8) Gerakkan kaki klien menjauh dan mendekati badan atau kaki satunya
9) Gerakan memutar pergelangan kaki
10) Pegang tungkai dengan tangan satu, tangan lainnya memutar pergelangan
kaki
e. Langkah Keempat
Observasi respon klien verbal atau nonverbal dan anjurkan keluarga
untuk mendampingi pasien saat melakukan latihan Range Of Motion
(ROM)
70
73
74
proses Stroke non hemoragik adalah terjadinya iskemik akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian, didapatkan data yang kemudian dianalisis,
diidentifikasi menjadi data fokus untuk menunjang timbulnya diagnosa pada
pasien Stroke non hemoragik yaitu:
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
ditandai dengan kelemahan anggota gerak kiri, ROM menurun.
Diagnosa gangguan Mobilitas fisik diangkat karena sesuai dalam
kriteria mayor dan minor buku SDKI terdapat data yang mendukung
seperti klien mengalami kelemahan pada anggota gerak bagian kiri, tonus
otot menurun
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ADL (mandi,berpakaian,Toileting)
Diagnosa ini diangkat karena sesuai dalam kriteria mayor dan
minor buku SDKI terdapat data yang mendukung seperti Pasien tidak bisa
melakukan aktivitas secara mandiri (mandi,berpakaian dan ke toilet ,
Pasien tampak dibantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan ADL, Klien
tampak bedrest di tempat tidur.
3. Resiko defisit nutrisi ditandai dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
Diagnosa ini diangkat karena sesuai dalam kriteria mayor dan
minor buku SDKI terdapat data yang mendukung seperti klien tidak nafsu
makan,pasien masih sedikit sulit menelan, pasien hanya memakan ½ porsi
makanan.
75
C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
ditandai dengan kelemahan anggota gerak kiri, ROM menurun.
Sesuai dengan panduan SLKI, tujuan dan kriteria hasil dari
masalah yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam,
mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil Pergerakan ekstremitas
meningkat ,Kekuatan otot meningkat, ROM meningkat, Kelemahan fisik
menurun. Adapun intervensi keperawatan yang akan dilakukan dalam
penanganan stroke Non Hemoragik sesuai panduan SIKI yaitu Dukungan
mobilisasi, Identifikasi adanya nyeri , Identifikasi toleransi fisik ,Monitor
TTV Sebelum mobilisasi , Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu,
fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu, Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi, Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi, Anjurkan melakukan ambulasi dini, Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus dilakukan (mis: berjalan dari tempat tidur ke kursi
roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ADL (mandi,berpakaian,Toileting)
Sesuai dengan panduan SLKI tujuan dan kriteria hasil dari masalah
keperawatan yaitu Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan perawatan diri meningkat dengan kriteria hasil : Kemampuan
mandi meningkat ,Kemampuan berpakaian meningkat ,Kemampuan
toileting meningkat. Adapun intervensi keperawatan yang akan dilakukan
yaitu Dukungan Perawatan diri identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan
diri sesuai usia,Monitor tingkat kemandirian,Identifikasi kebutuhan alat
bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan, Sediakan
lingkungan yang terapeutik (mis: suasana hangat, rileks, privasi),Siapkan
keperluan pribadi (mis: parfum sikat gigi, dan sabun mandi),Dampingi
dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri,Fasilitasi untuk
menerima keadaan ketergantungan,Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
mampu melakukan perawatan diri,Jadwalkan rutinitas perawatan diri,
Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
76
D. Implementasi
Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan tergantung pada beberapa faktor
seperti, sarana dan prasarana, kondisi pasien, kerjasama antara perawat dengan
pasien. Secara garis besar, penulis sudah melaksanakan empat tindakan, yaitu
tindakan mandiri, pendidikan kesehatan, observasi dan kolaborasi. Penulis
tidak mengalami hambatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan karena
ditunjang oleh referensi yang penulis rasa cukup tersedia selain keluarga yang
sangat kooperatif, serta kerja sama dengan petugas dan tim kesehatan lain yang
sangat mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan.
77
E. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan, pada tahap ini penulis
akan menguraikan beberapa hasil dari evaluasi yang ditetapkan setelah
memberi asuhan keperawatan selama tiga hari pada Ny.V dari tiga diagnosa
yang ditegakkan dan ketiga diagnosa belum teratasi seluruhnya.
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
78
d. Latihan Aktif
Gerak aktif merupakan gerak yang dihasilkan oleh kontraksi otot sendiri,
latihan ini dapat dilakukan sendiri oleh klien untuk meningkatkan
kemandirian dan kepercayaan diri klien.
e. Latihan Aktif dengan pendampingan (active-assistive)
Latihan tetap dapat dilakukan oleh klien secara mandiri dengan
didampingi oleh perawat. Peran perawat disini yaitu untuk memberikan
dukungan dan bantuan untuk mencapai gerakan sendi yang diinginkan.
f. Latihan Pasif
Latihan ROM pasif untuk klien yang sedang melakukan bedrest atau
mengalami keterbatasan dalam pergerakan. Setiap gerakan yang dilakukan
dengan rentang yang penuh, maka akan meningkatkan kemampuan
bergerak dan dapat mencegah keterbatasan dalam beraktivitas. Apabila
ketika klien tidak bisa melakukan latihan secara aktif, maka perawat bisa
membantu untuk melakukan latihan (Bakara & Warsito, 2016).
A. Kesimpulan
1. Pada pengkajian, penulis menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya stroke Non Hemoragik salah satunya yang terjadi
pada Ny.V disebabkan terjadinya iskemik akibat emboli dan trombosis
serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
2. Pada diagnosa keperawatan, masalah keperawatan yang muncul antara lain :
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular,
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, dan Resiko defisit
nutrisi ditandai dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
3. Pada intervensi keperawatan berfokus pada penanganan Stroke Non
Hemoragik karena dapat menyebabkan penurunan tonus otot dan terjadinya
kelemahan pada anggota gerak
4. Implementasi yang dilaksanakan pada Ny.V berlangsung selama 3 hari.
Pada pemberian latihan Range Of Motion (ROM ) belum mendapatkan hasil
yang optimal hingga hari ketiga perawatan hal ini disebabkan perlunya
waktu latihan yang cukup lama.
5. Evaluasi proses keperawatan pada Ny.V pada ketiga masalah keperawatan
belum teratasi hingga hari ketiga perawatan
6. Penerapan EBNP pada kasus ini dengan memberikan latihan Range Of
Motion (ROM pada Ny.V dengan kasus Stroke Non Hemoragik bisa
dikatakan Belum berhasil sepenuhnya. Perlunya waktu yang Panjang untuk
proses pemulihan dan Peningkatan Kekuatan Otot pada pasien dengan
Stroke Non Hemoragik
80
81
B. Saran
Sesuai hasil dan kesimpulan studi kasus ini, penulis menyarankan :
1. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai Standar
Operasional Prosedur (SOP) untuk meningkatkan kekuatan otot pada
pasien dengan stroke non hemoragik.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pembelajaran
berdasarkan evidence based nursing mengenai peningkatan kekuatan otot
pada pasien dengan stroke non hemoragik.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, dapat meneliti pengalaman pasien stroke selama
dilakukannya latihan ROM, komunikasi selama intervensi latihan ROM
dilakukan dan sebagainya
DAFTAR PUSTAKA
82
83
Medika.
Nababan, T., & Giawa, E. (2019). Pengaruh ROM Pada Pasien Stroke Iskemik
terhadap Peningkatan Kekuatan Otot di RSU Royal Prima Medan tahun
2018. Jurnal Keperawatan Priority, 2(1), 1–8.
Nurarif, H. K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda NIc-NOC. (3, Ed.). Jogjakarta: Mediaction publishing.
Oktavianus dan Febriana Sartika Sari. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Sistem
Kardiovaskuler Dewasa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Potter & Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik. Edisi 4, Volume 2. Jakarta: EGC.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Price Sylvia A. Wilson Lorraine M. (2015). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jkarta : EGC;
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis dan
ProsesProses Penyakit (6th ed.). Jakarta: EGC
Purwanto, H. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Jakarta: Kemenkes
RI PPSDMK.
Ramba, Y. 2018. Pengaruh Bridging Exercise Terhadap Spastisitas Pada Pasien
Pasca Stroke Non Hemoragik di Makassar. Jurnal Media Fisioterapi
Politeknik Kesehatan Makassar. Vol. 11, No. 2
Rekam Medis RSUD Dr Soedarso Pontianak (2022). Jumlah Pasien Stroke dan
Stroke Non Hemoragik Tahun 2021-2022.
Rhestifujiayani,E.,Huriani,E., & Muharriza. (2015). Nurse Media Journal Of
Nursing. Comparison Of Muscle Strength in Stroke Patients Between,89-
91.
Sahmad. 2016. Pengaruh Pemberian Range of Motion (ROM) Pasif Terhadap
Fleksibilitas Sendi Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werda Minaula
Kendari. Jurnal Poltekkes Kemenkes Kendari. Volume 2 No 2.
Surahma. 2019. Pengaruh Latihan Range of Motion (ROM) Terhadap
Peningkatan Rentang Gerak Sendi Siku Pada Pasien Stroke di Desa
Andongsari Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember. Jurnal Universitas
85
Nama Mahasiswa :
NIM :
RS tempat praktik :
Ruang praktik :
Tanggal/Hari Pengkajian :
I. IDENTITAS KLIEN.
Suku/Bangsa :
Agama :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Alamat :
Status Asuransi :
II. RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)
Riwayat Sebelum Sakit :
Penyakit berat yang pernah diderita :
Obat-obat yang biasa dikonsumsi :
Kebiasaan berobat :
Alergi :
Kebiasaan merokok / alkohol :
Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluhan Utama :
Riwayat Keluhan Utama :
Upaya yang telah dilakukan :
Kekuatan Otot: ( ki ) ( ka )
SISTEM TUBUH:
Pernapasan ( B1 : Breathing )
Suara Tambah :
Benduk dada :
Suara jantung :
( ) normal ( S1/S2 tunggal )
( ) kelainan: S3 ( ), S4 ( ), Mur-mur ( ), Gallop ( ),
Edema :
( ) palpebra ( ) anasarka ( ) extremitas atas ( ) extremitas bawah ( ) ascites
( ) tda ada
( ) lainnya (sebutkan ) : …………………………………………..
Persyrafan ( B3 : Brain )
( ) composmentis ( ) apatis ( ) somnolent ( ) sopor ( )
koma ( ) gelisah
Kepala wajah
( ) t.a.k ( ) t.a.k
( ) mesosepal ( ) asimetris
( ) asimetris ( ) bell palsy
( ) hematoma ( ) kel. Congenital
Mata :
Sklera : ( ) putih ( ) icterus ( ) merah ( ) perdarahan
Konjungtiva : ( ) pucat ( ) merah muda
Pupil : ( ) isokor ( ) anisokor ( ) miosis ( ) midriasis
Leher ( sebutkan) : kesulitan menelan ( ), suara parau ( ), pembesaran tyroid (
), PVJ ( )
Diet :
Tulang-Otot-Integumen ( B6 : Bone )
Kemampuan pergerakan sendi ( ) bebas ( ) terbatas
- Parese : ( ) ya ( ) tidak
- Paralise : ( ) ya ( ) tidak
- Hemiparese : ( ) ya ( ) tidak
- Lainnya ( Sebutkan ) -- Extremitas :
- Atas : ( ) tidak ada kelainan ( ) peradangan ( ) patah tulang
( ) perlukaan
Lokasinya ………………..
- Bawah : ( ) tidak ada kelainan ( ) peradangan ( ) patah tulang
( ) perlukaan
Lokasinya ………………..
Kulit :
- Warna kulit : ( ) ikterik ( ) cyanotik ( ) pucat
( ) kemerahan ( ) pigmentasi
Sistem Endokrin
Terapi hormon : …
Karakteristik sex sekunder : ( ) normal ( ) tidak Riwayat
pertumbuhan dan perkembangan fisik :
( ) Perubahan ukuran kepala, tangan atau kaki pada waktu dewasa.
( ) Kekeringan kulit atau rambut
( ) Exopthalmus
( ) Goiter
( ) Hipoglikemia
( ) Tidak toleran terhadap panas
( ) Tidak toleran terhadap dingin
( ) Polidipsi
( ) Poliphagi
( ) Poliuria
( ) Postural hipotensi
( ) Kelemahan
( ) lainnya ( sebutkan ) :
System Reproduksi
Laki-laki :
- Kelamin : Bentuk ( ) normal ( ) tidak normal (jelaskan)
Kebersihan ( ) bersih ( ) kotor (jelaskan) ……………………………. ……
Makan :
Frekuensi : …… x/hari, waktu makan ( ) tidak teratur ( )
teratur
Jenis menu :
Yang disukai :
Pantangan :
Alergi :
Minum :
Frekuensi : …… x/hari …………..cc
Jenis menu :
Yang disukai :
Pantangan :
Alergi :
Kebersihan diri :
Mandi : x/hari.
Keramas : x/minggu.
V. PSIKOSOSIAL.
Sosial/Interaksi :
Dukungan keluarga :
( ) aktif ( ) kurang ( ) tidak ada
Dukungan Kelompok/teman/masyarakat :
( ) aktif ( ) kurang ( ) tidak ada
Spiritual :
Konsep tentang penguasa kehidupan :
( ) Tuhan ( ) Allah ( ) Dewa
( ) lainnya (sebutkan) ………………………….
Kebutuhan Pembelajaran :
- Urin :
- Sputum :
-X Ray :
Pontianak, 2023
ANALISA DATA
No. DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No. DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL MASALAH PARAF
MUNCUL TERATASI
RENCANA KEPERAWATAN
LEMBAR KONSULTASI