Pengertian filsafat ilmu, dalam sejarah perkembangan pemikiran
kefilsafatan antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda, dan hampir sama banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri. Pengertian filsafat dapat ditunjau dari dua segi, yakni secara etimologi dan secara terminologi. a. Filsafat Secara Etimologi Kata filsafat, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy adalah berasal dari bahasa Yunani philosophia. Kata philosopia terdiri dari kata philen yang berati cinta (love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian seorang filsuf adalah pecinta dan pencari kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Phytagoras (582-496 SM). Arti filsafat pada saat itu belum jelas, kemudian pengertian filsafat itu diperjels seperti banyak dipakai sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates (470-399 SM) dan para filsuf lainnya. (Lasiyo dan Yowono, 1985, 1) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal dan hukumnya. (Bakhtiar, 1997, 7) b. Fisafat Secara Termonologi Secara terminologi adalah arti yang dikandung oleh filsafat. Dikarenakan batasan dari filsafat itu banyak maka sebagai gambaran perlu diperkenalkan beberapa batasan. 1) Plato Plato berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli. 2) Aristoteles Menurut Aristoteles, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang di dalamnya terkandung ilmi-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika (keindahan). 3) Al Farabi Filsuf arab ini mengataka bahwa filsafat adala ilmu (pengetahuan) tentang hakikat bagaimana alam maujud yang sebenarnya. 4) Rene Descrates Menurut Descrates, filsafat adala kumpulan semua pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manudia menjadi pokok penyelidikan. 5) Immanuel Kant Menurut Kant, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang menjadi pangakal dari semua pengetahua yang di dalamnya tercakup masalah epistemologi (filsafat pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui. 6) Langeveld Mahaguru Rijks-Uversiteit Utrecht ini berpendapat bahwa filsafat adalah berpikir tentang masalah-masalah yang akhir dan yang menentukan, yaitu masalah-masalah mengenai makna keadaan, Tuhan, keabadian dan kebebasan. 7) Hasbullah Bakry Menurut Bakry, ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan juga manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu. (Hamami, 1976) 8) N. Driyarkara Filsuf Indonesia ini berpendapat bahwa filsafat adalah perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebab “ada dan berbuat”, perenungan tentang kenyataan (reality) yang sedalam-dalamnya sampai ke “mengapa” yang penghabisan. 9) Notonagoro Notonegoro berpendapat bahwa filsafat itu menelaah hal-hal yang menjadi objek dari sudut intinya yang mutlak dan yang terpendam, yang tetap dan tidak berubah, yang disebut hakikat. 10) Ir. Poedjawijatna Menurut Poedjawijatna, filsafat adalah ilmu yang berusaha untuk mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. (Lasiyo dan Yuwono, 1985) Adapun beberapa pengetian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof adalah sebagai berikut, 1) Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas. 2) Upaya untuk melukiskan hakikat akhir dan dasar serta nyata. 3) Upaya untuk menentuka batas-batas dan jangkauan pengetahuan: sumbernya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya. 4) Penyelidikan kritis atas mengadaian-pengadaian dan pernyataan- pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan. 5) Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu anda mlihat apa yang anda katakan dan untuk mengatakkan apa yang anda lihat. (Bagus, 1996, 242) Adapun Ali Mudhofir (1996) memberikan arti filsafat sangat beragam, yaitu sebagai berikut, 1) Filsafat sebagai suatu sikap Filsafat adalah suatu sikap terhadap kehidupan dan alam semesta. Sikap secara filsafat adalah sikap menyelidiki secara kritis, terbuka, toleran dan selalu bersedia meninjau suatu problem dari semua sudut pandang. 2) Filsafat sebagai suatu metode Filsafat sebagai suatu metode, artinya cara berpikir secara mendalam (reflektif), penyelidikan yang menggunakan alasan, berpikir secara hati-hati dan teliti. Filsafat berusaha untuk memikirkan seluruh pengalaman manusia secara mendalam dan jelas. 3) Filsafat sebagai kelompo persoalan Banyak persoalan abadi yang dihadapi manusia, dan para filsuf berusaha memikirkan dan menjawabnya. Beberapa pertanyaan yang diajukan pada masa lampau telah dijawab secara memusakan. 4) Filsafat sebagai sekelompok teori atau sistem pemikiran Sejarah filsafat ditandai dengan pemunculan teori atau sistem pemikiran yang terlekat pada nama-nama filsuf besar seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Spinoza, Hegel, Karl Marx, August Comte, dan lain-lainnya. 5) Filsafat sebagai analisis logis tentang bahasa da penjelasan makna istilah, kebanyakan filsuf memakai metode analisis untuk menjelaskan arti suatu istilah dan pemakaian bahasa. Beberapa filsuf mengatakan bahwa analisis tentang arti bahasa merupakan tugas pokok filsafat dan tugas analisis konsep sebagai satu-satunya fungsi filsafat. Para filsuf seperti G.E Moore, B. Russell, L. Wittgenstein, G. Ryle, J.L.Austin dan yang lainnya berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah menyingkirkan berbagai kekaburan dengan cara menjelaskan arti istilah atau ungkapan yang dipakai dalam ilmu pengetahuan dan dipakai dalam kehidupan sehari-hari. mereka berpendirian bahwa bahasa merupakan laboratorium para filsuf, yaitu tempat menyemai dan mengembangkan ide-ide. 6) Filsafat merupakan usaha untuk memperoleh pandangan yang menyeluruh, filsafat mencoba menggabungkan kesimpilan dari berbagai ilmu dan pengalaman manusia menjadi suatu pandnagan dunia yang konsisten. Para filsuf berhasrat meninjau kehidupan tidak dengan sudut pandang yang khusus sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan. Para filsuf memakai pandangan yang menyeluruh terhadap kehidupan sebagai suatu totalitas. Menurut para ahli filsafat spekulatif (yang dibedakan dengan filsafat kritis) dengan tokohnya C.D.Broad, tujuan filsafat adalah mengambil alih hasil-hasil pengalaman manusia dalam bidang keagamaan, etika dan ilmu pengetahuan, kemudian hasil- hasil tersebut direnungkan secara menyeluruh. Dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh beberapa kesimpulan umum tentang sifat- sifat dasar alam semesta, kedudukan manusia di dalamnya serta pandangan ke depan. Para filsuf seperti Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Hegel, Bergson, John Dewey, dan A.N. Whitehed termasuk filsuf yang berusaha untuk memperoleh pandangan tentang hal – hal secara komprehensif. Dapat ditarik kesimpulah bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukan mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dan suatu fenomena. Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan “sesuatu” adalah “sesuatu” itu adanya. Filsafat adalah usaha untuk mengetahui segala sesuatu. “ada” (being) merupakan implikasi dasar. Jadi segala sesuatu yang mempunyai kualitas tertentu pasti adalah “ada”.
2. Objek Kajian Filsafat Ilmu
Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu penelitian
atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek, yang dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal. a. Objek Material Filsafat Objek material filsafat adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Objek material juga adalah hal yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek material mencakup apa saja, baik hal-hal konkret ataupun hal yang abstrak. Objek material dari filsafat ada beberapa istilah dari para cendekiawan, namun semua itu sebenarnya tidak ada yang bertentangan. 1) Mohammad Noor Syam berpendapat, “Para ahli menerangkan bahwa objek filsafat itu dibedakan atas objek material dan objek materiil filsafat; segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, baik materiil konkret, psikis maupun nonmateriil abstrak, psikis. Termasuk pula pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual dan nilai-nilai. Dengan demikian, objek filsafat tidak terbatas.” (Noor Syam, 1981, 12) 2) Peodjawijatna berpendapat, “Jadi, objek material filsafat ialah ada dan yang mungkin ada. Dapatkan dikatakan bahwa filsafat itu keseluruhan dari segala ilmu yang menyelidiki segala sesuatunya juga?” dapat dikatakan bahwa objek filsafat yang kami maksud adalah objek materialnya – sama dengan objek material dari ilmu seluruhnya. Akan tetapi, filsafat tetap filsafat dan bukan merupakan kumpulan atau keseluruhan ilmu.” (Poedjawijatna, 1980, 8) 3) Oemar Amir Hoesin berpendapat, masalah lapangan penyelidikan filsafat adalah “karena manusia mempunyai kecendrungan rendah berpikir tentang segala sesuatu dalam alam semesta, terhadap segala yanga ada dan menungkinkan ada. Objek sebagaimana tersebut adalah menjadi objek material filsafat.” 4) Louis O. Kattsoff berpendapat, “Lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya, meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin diketahui manusia.” (Salam, 1988, 39) 5) H.A. Dardiri berpendapat, objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan.” Kemudian apakah gerangan segala sesuatu yang ada itu? Segala sesuatu yang ada dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a) Ada yang bersifat umum b) Ada yang bersifat khusus. Ilmu yang menyelidiki tentang hal ada pada umumnya disebut ontologi. Adapun ada yang bersifat khusus dibagi menjadi dua, yaitu ada yang mutlak dan ada yang tidak mutlak. Ilmu yang menyelidiki ada yang bersifat multak disebut theodicea. Ada yang tidak bersifat mutlak dibagi lagi menjadi dua, yaitu alam dan manusia. Ilmu yang menyelidiki manusia disebut antropologi metafisik dan ilmu yang menyelidiki alam disebut kosmologi. (Dardiri, 1986, 13 – 14) 6) Abbas Hamami M. Berpendapat, “sehingga adalah filsafat objek materiil itu adalah ada yang mengatakan, alam semesta, semua keberadaan, masalah hidup, masalah manusia, masalah Tuhan, dan lainnya. Karena untuk menjadikan satu pandapat tentang tumpuan yang berbeda akhirnya dikatakan bahwa segala sesuatu yang ada lah yang merupakan objek meteriil.” (Hamami, 1979, 5 – 6) Setelah menerpong berbagai pendapat dari para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa objek material dari filsafat sangat luas mencankup segala sesuatu yang ada. b. Objek Formal Filsafat Objek formal, yaitu sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau sudut dari mana objek material itu disorot. Objek formal suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan sautu ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang – bidang lain. Suatu objek material dapat ditinjau dari berbagai sudur pandangan sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda – beda. Misalanya, objek materialnya adalah “manusia” dan manusia ini ditinjau dari sudut pandangan yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia diantaranya psikologi, antropologi, sosiologi dan sebagainya. Objek formal filsafat, yaitu sudut pandangan yang menyeluruh, secara umum sehingga dapat mencapai hakikat dari objek materialnya. (Lasiyo dan Yuwono, 1985, 6). Oleh karena itu, yang membedakan anatara filsafat dengan ilmu-ilmu lainnya terletak dalam objek material dan objek formalnya. Kalau dalam ilmu-ilmu lain objek materialnya membatasi diri, sedangkan pada filsafat tidak membatasi diri. Adapun objek formalnya membahas objek materialnya itu sampai ke hakikat atau esensi yang dihadapinya.
3. Tujuan Filsafat Ilmu
Tujuan filsafat ilmu adalah:
a. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu. b. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontenporer secara historis. c. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan nonilmiah. d. Mendorong para calon ilmuwan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembagkannya. e. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan. (Bahktiar, 2014, 20)
4. Keguanaan Filsafat Ilmu
Keguanaan filsafat dapat dibagi menjadi dua, yakni kegunaan
secara umum dan secara khusus. Kegunaan secara umum dimaksudkan manfaat yang dapat diambil oleh orang yang belajar filsafat dengan mendalam sehingga mampu memecahkan masalah-masalah secara kritis tentang segala sesuatu. Kegunaan secara khusus dimaksudkan manfaat khusus yang diambil untuk memecahkan khususnya suatu objek di Indonesia. Jadi, khusus diartikan terikat oleh ruang dan waktu. Menurut sebagian filsuf, kegunaan secara umum dari filsafah adalah: a. Plato merasakan bahwa berpikir dan memikirkan adalah hal yang nikmat luar biasa sehingga filsafat diberi predikat sebagai keinginan yang maha berharga. b. Rene Descrates yang termashur sebagai pelopor filsafat modern dan pelopor pembaharuan dalam abad ke 17 terkenal dengan ucapannya cogito ergo sum (karena berpikir maka saya ada). Tokoh ini mempertanyakan segala-galanya, tetapi dalam keadaan serba memertanyakan itu ada satu hal yang pasti, bahwa aku bersangsi dan bersangsi berarti berpikir. Berfilsafat berati berpangkal kepada suatu kebenaran yang fundamental atau pengalaman yang asasi. c. Alfred North Whitehead seorang filsuf modern merumuskan filsafat sebagai berikut: “Filsafat adalah kesadaran dan pandangan jauh ke depan dan suatu kesadaran akan hidup, dan kesadaran akan kepentingan yang memberi semangat kepada seluruh usaha peradaban.” d. Maurice Merleau Ponty seorang filsuf modern eksistensialisme mengatakan “Jasa dari filsafat adalah terletak pada sumber penyelidikannya, sumber itu adalah eksistensi dan dengan sumber itu kita bisa berpikir tentang manusia.” (Salam, 1988, 110 – 111) Selain kegunaan secara umum, filsafat juga dapat berguna secara khusus dalam lingkungan sosial budaya Indonesia. Franz Magnis Suseno (1991) menyebutkan ada lima kegunaan, yaitu sebagai berikut, a. Bangsa Indonesia berada di tengah-tengah dinamika proses modernisasi yang meliputi banyak bidang dan sebagaian dapat dikemudikan melalui kebijakan pembangunan. Menghadapi tantangan modernisasi dengan perubahan pandangan hidup, nilai dan norma itu filsafat membantu untuk mengambil sikap sekaligus terbuka dan kritis. b. Filsafat merupakan sarana yang baik untuk menggali kembali kekayaan kebudayaan, tradisi dan filsafat Indonesia serta untuk mengaktualisasikanya. Filsafatlah yang paling sanggup untuk mendekati warisan rohani tidak hanyaa cera verbalistik, melainkan secara evaluatif, kritis dan reflektif sehingga kekayaan rohani bangsa dapat menjadi modal dalam pembentukan terus-menerus indentitas modern bangsa Indonesia. c. Sebagai kritik ideologi, filsafat membangun kesanggupan untuk mendeteksi dan membuka kedok ideologis berbagai bentuk ketidakadilan sosial dan pelanggran terhadapp martabat dan hak asasi manusia yang masih terjadi. d. Filsafat merupakan dasar paling luas untuk berpartisipasi secara kritis dalam kehidupan intelektual bangsa pada umumnya dan dalam kehidupan intelektual di universitas dan lingkungan akademis khususnya. e. Filsafat menyediakan dasar dan sarana sekaligus lahan untuk berdialog di antara agama yang ada di Indonedia pada umumnya dan secara khusus dalam rangka kerja sama antar agara dalam membangung masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
2.2 Psikologi
1. Pengertian Psikologi
Secara etomologis, istilah psikologi berasal dari bahasa Yunani
yaitu, dari kata psyche yang berarti “jiwa”, dan logos yang berarti “ilmu”. Jadi secara harfiah, psikologi berati ilmu jiwa, atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Begitulah untuk rentang waktu yang relatif lama, terutama ketika psikologi masih merupakan bagian atau cabang fari filsafat, psikologi diartikan seperti pengertian tersebut. “Pada masa lampau,” demikian karena Paul Mussen dan Mark R. Rosenzweig dalam buku mereka, Psychology an Introduction, “psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari mind (pikiran), namun dalam perkembangannya, kata mind berubah menjadi behavior (tingkah laku), sehingga psikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. (Mussen dan Rosenzweig, 1975: 5) Sementara ahli memang kurang sependaat bahwa psikologi sama dengan ilmu jiwa walaupun ditinjau dari arti kata kedua istilah itu sama. W.A Gerunga adalah salah satu di antara para ahli psikologi yang tidak sepedapat. Menurutnya, a. Ilmu jiwa itu merupakan istilah bahasa Indonesia sehari-hari dan yang dikenal taip-tiap orang sehingga kami pun menggunakannya dalam artian yang luas dan telah lazim dipahami orang. Adapun kata psikologi merupakan sitilah ilmu pengetahuan, suatu istilah yang scintific, sehingga kami pergunakanuntuk menunjukkan pengetahuan ilmu jiwa yang bercorak ilmiah tertentu. b. Ilmu jiwa kami gunakan dalam arti yang luas dari pada istilah psikologi. Ilmu jiwa meliputi segala pemikitan, pengetahuan, tanggapan dan juga segala khayalan dan spekulasi mengenai jiwa itu. Psikologi meliputi ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah yang memenuhi syarat-syaratnya, seperti yang dimufakati para sarjana psikologi pada zaman sekarang ini. istilah ilmu jiwa menunjukkan ilmu jiwa pada umumnya, sedangkan istilah psikologi menunjukkan ilmu jiwa yang ilmiah menurt norma-norma ilmiah modern. (Gerungan, 1987: 1) Dari kutipan panjang ini, dapat diambil kesimpulan bahwa apa saja yang disebut ilmu jiwa belum tentu psikologi, sebaliknya apa yang disebut psikologi itu juga termasuk ilmu jiwa. Para ahli modern belakangan ini memang tidak lagi mengartikan psikologi sebagai ilmu yang mempelajari gejala-gejal kejiwaan, sebab apa yang dimaksud dengan jiwa itu tidak ada seorang pun yang tahu persis. Thomas A. Edison (1847 – 1931) pernah berujar, “My mind is incapable of conceiving such a thing as a soul” (pikiran saya tidak mampu untuk memahami hal seperti jiwa). Ini disebabkan jiwa yang mengandung arti sangat abstrak itu sukar dipelajari secara objektif. Akan tetapi, pembicaraan sacara lebih mendalah dan khusus mengenai jiwa, walaupun tetap berkaitan dengan raga, agaknya tidak terelakkan dalam kegiatan berpikir. Plato dapat disebut orang pertama yang memulai studi tentang objek yang lebih khusus ini. (Rahardjo, 1996: 261) Dalam teorinya tentang “Pengingatan – Kembali”, Plato mengapungkan dua proposisi (Ash-Shadr, 1993: 27-28). Pertama, jiwa sudah ada sebelum adanya badan di alam yang lebih tinggi dari pada alam materi. Kedua, pengetahuan rasional tidak lain adalah pengetahuan tentang realitas-realitas yang tetap di alam yang lebih tinggi, yang oleh Plato disebut archetypes. Plato dengan dua proposisi di atas, jelas menekankan lebih pentingnya jiwa daripada raga dalam kehidupan manusia. Dengan kata laian, tubuh mempunyai nilai yang lebih rendah dari jiwa. Akan tetapi, jiwa pun bisa rusak juga, dan kerusakan itu berasal dari badan. Muridnya, Aristoteles, mempunyai pendapat yang berbeda dengannya. Ia melihat manusia dalam kesatuan badan-jiwa. Namun, pandangannya juga mengandaikan adanya badan dan jiwa yang berbdea, namum dalam asensinya menolak pandangan yang dualistis. Menjelang abad modern, dalam kurun pencerahan Eropa Barat, tokoh yang tampil dalam penbahasan dualisme jiwa-badan adalah Rene Descrates (1595-1650) yang terkenal dengan ungkapan “Cogito Ero Sum” (saya berpikir, karena itu saya ada). Berbeda dnegan Plato, yang melihat hubungan jiwa dan badan sebagai pembagian fungsi antara badan sebagai kapal dan jiwa sebagai nahkodanya yang mengemudikan dan memimpin, Descrates melihat kesaling terkaitannya, yaitu jiwa pada hakikatnya mengaah ke badan. Kalau badan sakit, jiwa turut merasakannya. Akan tetapi jiwalah yang memberi kesadaran dan arti pada badan dan menunjukkan adanya “aku”. Keduanya berbeda, namun saling berkaitan. Badan dilukiskannya sebagai mesin yang walaupun ada subtansinya, belum bisa dibilang manusia jiwa tidak ada jiwanya yang bisa mengatakan “aku”. Dan perkataan “aku” ini lahir ketika subtansi itu mulai berpikir. Definisi psikologi berikut ini menunjukkan bergamnya pendapat para ahli tentang psikologi. a. Ernest Hilgert (1957) dalam bukunya Introduction to Psychology: “Psychology may be defined as the science that studies the behavior of men and other animal” etc. (Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan lainnya.) b. George A. Miller (1974: 4) dalam bukunya Psychology and Comunnication: “Psychology is the scince that ettempts to describe, predict, and control mental and behavioral event” (Psikologi adalah ilmu yang berusaha menguaraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristtiwa mental dan tingkah laku) c. Clifford T. Morgan (1961:2) dalam bukunya Introduction to Psychology, “Psychology is the science of human ad animal behavior” (psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan). d. Robert S. Woodworth dan Marquis D.G (1957: 7) dalam bukunya Psychology: “Psychology is The scienctific studies of individual activities relation to the inveronment” (psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu dalam hubungannya dengan alam sekitarnya). Dari definisi di atas menunjukkan rentangan makna psikologi dalam berbagai prespektif. Jelas, jika kita perhatiakan, belum ada kesepatakan tentang cakupan psikologi.
2. Objek Kajian Psikologi
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan. Namun, tidak dapat dibalik
bahwa kumpulan pengetahuan itu adalah ilmu. Kumpulan pengetahuan dapt disebut ilmu apabila memiliki syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang dimaksud adalah objek material dan objek formal. Setiap bidang ilmu, baik ilmu khusus maupun ilmu filsafat harus memiliki kedua objek tersebut. Objek material adalah sesuatu yang dibahas, dipelajarai dan diselidiki (Sastropoetro, 1987: 117 / Mudhofir, 1996: 6), atau suatu unsur yang ditentukan (Sunarjo, 1991: 40), atau sesuatu yang dijadkan sasaran pemikiran. Objek material mencakup apa saja, baik hal-hal konkret (misalnya kerohanian, nilai-nilai, ide-ide). Gerungan (1987: 42) merinci objek metarial pada fakta-fakta, gejala-gejala atapun pokok-pokok yang nyata dipejari dan diselidiki oleh ilmu pengetahuan. Istilah objek material ini kerap disamakan atau ditumbuhkan dengan pokok persoalan (subject matter). Pokok persoalan ini perlu diberdakan atas dua arti (Mudhofir, 1996: 7). Arti pertama, pokok persoalan dimaksudkan sebagai bidang khusus dari penyelidikan faktual. Misalnya, penelitian tentang atom termasuk bidang fisika, penelitian tentang klorofil termasuk penelitian botani dan biokimia, penelitian tentang bawah sadar termasuk bidang psikologi. Arti kedua, pokok persoalan alam dimaksudkan sebagai kumpulan pertayaan pokok yang saling berhubungan. Anatomi dan fisiologi keduanya bertalian dengan struktur tubuh. Anatomi mempelajari fungsinya. Kedua ilmu tersebut dapat dikatakan memiliki pokok persoalan yang sama, namun juga dapat dikatakan berbeda. perbedaan ini dapat diketahui apabila dikaitkan dengan corak pertanyaan yang diajukan aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut. Anatomi mempelajari tubuh dalam aspek yang statis, sedangkan fisiologi mempelajari tubuh dalam aspeknya yang dinamis. Objek formal adala cara memandang, cara meninjau yang dilakukan oleh seorang peneliti terhadap objek materialnya serta ptrinsip- prinsip yang digunakannya. Jadi, “sudut dari mana objek material itu disoroti disebut objek formal” (Poedjawijatna, 1991: 41) Dengan demikian kita bis amenyimpulkan bahwa objek formallah yang membedakan antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain. Satu objek material dapat ditinjau dari sudut pandangan pandangan sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia, di antaranya: psikologi, antropologi, sosiologi, komunikasi. Ilmu yang mempelajari jiwa manusia dan tingkah lakunya adalah psikologi, ilmu yang mempelajari berbagai jenis manusia dan semua aspek dari pengalaman- pengalaman manusia adalah antropologi. (Ember & Ember, 1981: 3) Ilmu yang mempelajari manusia dalam ikatan kelompok adalah sosiologi dan ilmu yang mempelajari pernyataan antarmanusia adalah ilmu komunikasi. Dari uraian di atas, jelas bahwa suatu objek formal dipunyai oleh satu bidang saja. artinya, tidak mungkin ada dua atau lebih ilmu pengetahuan yang mempunyai objek formal yang sama. Jika ada ilmu yang mempunyai objek formal yang sama, kedua ilmu tadi pada dasarnya sama pula. Objek formal suatu ilmu dapat dilihat dari batasan atau definisi ilmu tersebut. Dengan kata lain, objek formal suatu ilmu adalal definisi dari ilmu itu.psikologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri, apabila dihubungkan dengan syarat-syarat untuk bisa disebut ilmu, dapat memenuhi syarat pertama, yaitu psikologi mempunyai objek tertentu. Psikologi mempunyai objek material yaitu manusia dan objek formal atau sudut pandang keilmuannya, yaitu dari segi tingkah laku manusia. Objek tersebut bersifat empiris.
3. Manfaat Psikologi
Dengan mempelajari psikologi, berarti ada usaha untuk mengenal
manusia. Mengenal berarti dapat memahami, berarti pula kita dapat menguaraikan dan menggambarkan tingkah laku dan kepribadian manusia beserta aspek-aspeknya. Dengan mempelajari psikologi, kita berusaha mengetahui aspek-aspek keribadian (personality traits). Salah stau sikap keribadian itu, misalnya sikap ketebukaan, yaitu terbuka terhadap dunia luar, bersedia memahami perasaan orang lain. Dan sikap ini bersifat menetap serta menjadi ciri bagi orang yang bersangkutan, yang merupakan sifat yang unik, yang individual dari orang tersebut.