Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menjadi salah satu bahan acuan penulis dalam

melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan

dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Berikut merupakan penelitian

terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang dihimpun peneliti

Rujukan penelitian pertama yaitu jurnal penelitian Hapsari Dwiningtyas

Sulistyani dari universitas Diponegoro yang berjudul “Pemaknaan Global

terhadap Teks Global melalui Analisis Tema Fantasi”. Dalam penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif dan metode perspektif studi budaya. Tehnik

pengumpulan data dilakukan dengan cara pengumpulan data primer yaitu

observasi, focuss group discussion (FGD), dan wawancara dialogic atau

conversational. Dan data sekunder yaitu diperoleh dari data penelitian

sebelumnya mengenai film princess disney serta analisis literatur sumber refernsi

yang berkaitan dengan penelitian. Subjek penelitiannya adalah anak perempuan

usia 5-8 tahun yang mengkonsumsi film princess disney.

Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah bagaimana informan

memaknai film disney dan menyesuaikan dengan realitas sosial yang ada.

keberhasilan dan kegagalan dalam logika naratif dari rantai fantasi, sebuah film

mampu membentuk rantai fantasi adalah ketika mendorong penonton merasa

menjadi bagian dari kelompok tertentu, dan berusaha untuk menjadi seperti tokoh

putri ideal yang ada di dalam film. Dan kegagalan yang terjadi akibat dari

10
11

ketidaksesuaian cerita film terhadap budaya dan pemahaman agama islam dari

penonton sehingga menimbulkan ketidakcocokan interpretasi bahkan berujung

penolakan terhadap isi film.Penelitian ini menunjukkan bahwa permasalahan

konstruksi identitas dan pemaknaan teks media bagi anak perempuan bukan

sekedar permasalahan gender.Konstruksi mengenai ras/etnisitas dan pemahaman

ajaran agama memiliki peran yang penting dalam menentukan pemaknaan teks

media dan pembentukan identitas.

Rujukan penelitian kedua yaitu jurnal penelitian Ditha Prasanti dan Sri

Seti Indriani fakultas ilmu komunikasi Universitas Padjajaran yang berjudul

“Konvergensi Simbolik tentang Percakapan Remaja Laki-laki dalam Media Sosial

Group Line”. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan

metode deskriptif. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi,

wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Subjek penelitian ini adalah

Remaja Laki-laki dalam Media sosial Group Line. Objek penelitianya adalah

konvergensi simbolik (tema-tema fantasi) remaja laki-laki dalam media sosial

Group Line.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah terdapat beberapa aspek tema

fantasi, rantai fantasi, tipe fantasi dan visi retoris yang terbentuk dalam sosial

media grup Line “Bedebah Cinta”. Dimana topik yang paling sering mereka

bicarakan antar anggota adalah persahabatan, seks, wanita dan game. Ada fakta

unik bahwa mereka di dalam grup hanya beranggota tujuh orang dan semua

anggota nya adalah lelaki, mereka tidak ingin menambah anggota baru apalagi

seorang wanita, karena menurut mereka wanita biasanya sensitif. Sedangkan


12

pembicaraan mereka di dalam grup terkesan blak-blakan dan kasar. Akan tetapi

pembicaraan itu hanya sebatas grup itu saja. Sedangkan di luar grup tersebut dan

di dunia nyata mereka termasuk orang yang berbicara sopan dan rajin beribadah.

Rantai dan tema fantasi terbentuk dalam obrolan di grup line tersebut.

Rujukan penelitian ketiga yaitu jurnal penelitian Mia Angeline fakultas

Ekonomi dan Komunikasi Universitas Bina Nusantara yang berjudul “Symbolic

Convergence in a Social Movement : a case of ‘Pengumpulan Satu Juta KTP’ by

Teman Ahok”. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan

metode etnografi virtual, dengan pengamatan video yang diposting oleh Teman

Ahok. Data dianalisis menggunakan Analisis Tema Fantasi Boorman. Jenis

penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan

menggunakan metode observasi virtual dengan observasi akun sosial media

Teman Ahok yaitu facebook.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah tema fantasi yang terbentuk

dari relawan Teman Ahok melalui video yang disebar di facebook tahun 2015

yang memiliki tema fantasi “ Jakarta butuh kamu, ayo bergerak sekarang”. Hal

ini megundang banyak reaksi publik warga Jakarta dan berbondong-bondong

mendukung gerakan satu juta KTP untuk Ahok maju melalui jalur independen.

Mereka tertarik lantaran Ahok dikenal tegas dan berani dalam melawan para

koruptor dan begal APBD. Terlepas dari itu meskipun ada beberapa komentar

negatif terkait agama, latar belakang, etnis dan bahasa Ahok yang kasar. Hal

tersebut telah membentuk visi retoris “Sulit tapi mungkin” dalam mengumpulkan

satu juta KTP melalui media online dan offline. Dengan penyatuan visi retoris dan
13

tema-tema fantasi tersebut dapat membantu realisasi pengumpulan satu juta KTP

lebih cepat dari perkiraan.

Rujukan penelitian keempat adalah jurnal penelitian Virienia Puspita

Marketing Communication di Universitas Bina Nusantara yang berjudul “Fantasy

Theme Of Marine Retiree Group”. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif dan paradigma interpretif subyektif. Penelitian ini menggunakan analisis

tema fantasi. Dan subyek penelitiannya adalah anggota pensiunan marinir yang

tinggal di Tanah Baru dan Rangkapan Jaya Baru, Depok. Obyek penelitian ini

adalah aspek komunikasi dalam bentuk simbol verbal dan noverbal anggota

kelompok pensiunan laut dalam mengekspresikan tema fantasi mereka.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah para anggota pensiunan korps

marinin berbagi tema fantasi di dalam grup mengenai ketulusan dan kejujuran

mereka dalam melaksanakan tugas militer yang berat. Kesetiaan mereka kepada

senior dan sulitnya masuk menjadi anggota marinin membuat komunikasi yang

terjadi di dalam grup semakin akrab. Mereka bercerita mengenai masa lalu

mereka berjuang di timor-timor dan kisah heroik yang dilakukan oleh pensiunan

anggota korps marinir tersebut. Dengan adanya cerita fantasi di antara para

anggota grup dapat menambah keakraban dan saling bertukar cerita di usia senja

mereka.

Rujukan penelitian yang kelima adalah jurnal penelitian Song Zhaoxun

dari Hongkong Hangseng Management College di China, yang berjudul

“Rhetorical Vision of a Chinese Corporate Hero: a Fantasy Theme Analysis”.

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini


14

menggunakan analisis tema fantasi. Dan subyek penelitian ini adalah kisah heroik

Tuan Ni Rungfeng.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah visi retoris yang tercipta dari

seorang pemimpin perusahaan changhong di china yaitu Tuan Ni di mata para

karyawannya. Mereka berbagi tema fantasi terkait kriteria pemimpin yang ideal

dan sekaligus pahlawan korporat di china yang menyumbangkan surplus bagi

negara. Mereka menyebutkan bahwa Tuan Ni memiliki karakter visioner,

bersemangat dan pekerja keras, dan sifat yang paling menonjol ia adalah orang

yang sangat ambisius dengan karier masa depannya. Namun dibalik sifat positif

Tuan Ni, ia juga memiliki beberapa pandangan negatif terkait otokratis, pemarah

dan tangguh. Dan tak jarang ia tak mau menerima nasihat dan masukan dari

bawahannya.
15

Metode Penelitian dan


No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
tehnik pengumpulan data
1 Hapsari Pemaknaan Lokal Dengan pendekatan kualitatif informan memaknai film disney dan penelitian tersebut sama-sama Penelitian yang dilakukan Hapsari
Dwiningtyas Terhadap Teks dan metode perspektif studi menyesuaikan dengan realitas sosial membahas tentang gambaran Dwiningtyas Sulistyani tentang Pemaknaan
Sulistyani Global Melalui budaya. Tehnik pengumpulan yang ada. keberhasilan dan kegagalan bagaimana menganalisis tema lokal terhadap Teks Global melalui Analisis
Analisis Tema data dilakukan dengan cara dalam logika naratif dari rantai fantasi, dan rantai fantasi yang terbentuk Tema Fantasi membahas tentang bagaimana
Fantasi ( Jurnal pengumpulan data primer sebuah film mampu membentuk rantai dari informan mengenai pemaknaan para informan mengenai tema
Ilmu Komunikasi yaitu observasi, focuss group fantasi adalah ketika mendorong simbolik yang terjadi. fantasi yang disaksikan oleh anak-anak
Vol. 13 No.2 discussion (FGD), dan penonton merasa menjadi bagian dari membentuk rantai fantasi bahwa kecantikan
Desember 2016: wawancara dialogic atau kelompok tertentu, dan berusaha untuk yang sesungguhnya berdasarkan peran
201-202. conversational. menjadi seperti tokoh putri ideal yang princess di film frozen. Sehingga mereka
Universitas ada di dalam film. berlomba untuk terlihat seperti princess untuk
Diponegoro). dibilang cantik. Sedangkan dalam penelitian
kali ini lebih membahas tentang bagaimana
tema fantasi terbentuk dari para pendaki
gunung, dan apa yang menjadi motivasi
mereka untuk melakukan olahraga berat
tersebut

2 Ditha Prasanti & Konvergensi Dengan pendekatan kualitatif terdapat beberapa aspek tema fantasi, penelitian tersebut sama-sama perbedaannya pada subjek penelitian, peneliti
Sri Seti Indriani simbolik Tentang dan metode deskriptif. Tehnik rantai fantasi, tipe fantasi dan visi membahas tentang gambaran hanya berperan sebagai obervasi non
Percakapan Remaja pengumpulan data dilakukan retoris yang terbentuk dalam sosial mengenai rantai dan tema fantasi partisipan jadi hanya mengamati pembicaraan
Laki-laki dalam dengan cara observasi, media grup Line “Bedebah Cinta”. yang terbentuk oleh narasumber. di grup line tersebut dengan hasil screenshoot
Media Sosial Group wawancara mendalam dan Dimana topik yang paling sering percakapan lalu di analisis berdasarkan tema
Line ( Jurnal studi dokumentasi mereka bicarakan antar anggota adalah fantasi yang terbentuk. Sedangkan dalam
komunikasi Hasil persahabatan, seks, wanita dan game. penelitian ini dilakukan secara langsung yaitu
Pemikiran dan Ada fakta unik bahwa mereka di dalam peneliti ikut terlibat langsung dengan
Penelitian. Vol. 4; grup hanya beranggota tujuh orang dan narasumber dan mengamati komunikasi dan
No. 1; Tahun 2018 semua anggota nya adalah lelaki, tema fantasi yang terbentuk.
Halaman 1- mereka tidak ingin menambah anggota
8 .Program Studi baru apalagi seorang wanita, karena
Ilmu Komunikasi, menurut mereka wanita biasanya
universitas Garut sensitif.
P-ISSN: 2461-0836;
E-ISSN: 2580-
538X )
3 Mia Angeline Symbolic pendekatan kualitatif dan adalah tema fantasi yang terbentuk dari Penelitian memiliki kesamaan dalam penelitian ini menggunakan metode
Convergence in a metode etnografi virtual, relawan Teman Ahok melalui video dalam menganalisis tema fantasi etnografi virtual, dimana penelitian dilakukan
social movement : a dengan pengamatan video yang disebar di facebook tahun 2015 yang membuat seseorang dengan melakukan pengamatan melalui
case of yang diposting oleh Teman yang memiliki tema fantasi “ Jakarta bergerak mendukung atau media online yaitu berupa video yang di
“Pengumpulan Satu Ahok. Data dianalisis butuh kamu, ayo bergerak sekarang”. mengikuti sesuatu pesan yang unggah di facebook oleh teman Ahok lalu di
Juta KTP” by menggunakan Analisis Tema Hal ini megundang banyak reaksi disampaikan. Oleh sebuah analisis mengenai tema fantasi. Sedangkan
Teman Ahok Fantasi Boorman. Jenis publik warga Jakarta dan berbondong- kelompok atau organisasi. dalam penelitian kali ini peneliti
16

( HUMANIORA Vol. penelitian yang digunakan bondong mendukung gerakan satu juta menggunakan metode penelitian melalui
7 No.4 Oktober adalah deskriptif. Data yang KTP untuk Ahok maju melalui jalur wawancara mendalam, tatap muka dan focuss
2016 : 535-543 ) dikumpulkan menggunakan independen. Mereka tertarik lantaran grup discussion untuk mendapatkan data-data
metode observasi virtual Ahok dikenal tegas dan berani dalam yang diperlukan di dalam penelitian.
dengan observasi akun sosial melawan para koruptor dan begal
media Teman Ahok yaitu APBD. Hal tersebut telah membentuk
facebook. visi retoris “Sulit tapi mungkin” dalam
mengumpulkan satu juta KTP melalui
media online dan offline.
Judul Penelitian Metode Penelitan dan
No Nama Peneliti Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
tehnik pengumpulan data
4 Virierina Puspita Fantasy Themes of menggunakan pendekatan anggota pensiunan korps marinir dalam penelitian ini sama-sama penelitian ini adalah menggunakan
Marinee Retiree kualitatif dan paradigma berbagi tema fantasi di dalam grup menggunakan metode penelitian subyeknya beberapa anggota marinir yang
Group interpretif subyektif. mengenai ketulusan dan kejujuran secara focuss grup discussion ada dalam usia pensiun sehingga mereka
(HUMANIORA Vol. Penelitian ini menggunakan mereka dalam melaksanakan tugas sehingga data yang di dapatkan berbagi tema fantasi kebanyakan melalui
8 No.2 April 2017 : analisis tema fantasi. Dan militer yang berat. Kesetiaan mereka peneliti menjadi lebih akurat dan pengalaman mereka selama berada di medan
113-120) subyek penelitiannya adalah kepada senior dan sulitnya masuk tema fantasi yang di analisis pertempuran, dan bagaimana susahnya
anggota pensiunan marinir menjadi anggota marinin membuat jauh lebih akurat. menjadi anggota marinir. Sedangkan dalam
komunikasi yang terjadi di dalam grup penelitian yang dilakukan oleh peneliti
semakin akrab. Mereka bercerita memiliki subyek penelitian yang beragam,
mengenai masa lalu mereka berjuang dari mereka yang pemula maupun pendaki
di timor-timor dan kisah heroik yang yang sudah berpengalaman sehingga tema
dilakukan oleh pensiunan anggota fantasi yang disampaikan dapat beragam dan
korps marinir tersebut. Dengan adanya memperkuat solidaritas di dalam kelompok.
cerita fantasi di antara para anggota
grup dapat menambah keakraban dan
saling bertukar cerita di usia senja
mereka.
5 Song Zhaoxun Rhetorical Vision of pendekatan kualitatif. visi retoris yang tercipta dari seorang penelitian ini sama-sama penelitian ini lebih mengedepankan analisis
a Chinese Penelitian ini menggunakan pemimpin perusahaan changhong di menganalisis tema fantasi yang tema fantasi yang dilakukan oleh bawahan
Corporate Hero : A analisis tema fantasi. Dan china yaitu Tuan Ni di mata para terbentuk mengenai obyek terhadap atasan atau pimpinan mereka.
Fantasy Theme subyek penelitian ini adalah karyawannya. Mereka berbagi tema penelitian, sejauh mana fantasi Bagaimana kriteria pemimpin ideal dan
Analysis kisah heroik Tuan Ni fantasi terkait kriteria pemimpin yang tersebut dapat meningkatkan apakah pimpinan saat ini sudah memenuhi
(International Rungfeng. ideal dan sekaligus pahlawan korporat konvergensi dan keefektifan kriteria tersebut, sehingga cenderung pola
Journal Art & di china yang menyumbangkan surplus komunikasi di dalam suatu komunikasi yang di teliti yaitu pola
Sciences, CD-ROM. bagi negara. Mereka menyebutkan organisasi atau perusahaan komunikasi vertikal. Sedangkan dalam
ISSN: 1944- bahwa Tuan Ni memiliki karakter penelitian yang dilakukan oleh peneliti lebih
694 ::08(04):205- visioner, bersemangat dan pekerja banyak berbagi tema fantasi secara horizontal
214 (2015)) keras, dan sifat yang paling menonjol artinya di dalam organisasi bisa berbagi tema
ia adalah orang yang sangat ambisius fantasi masing-masing. Dan bisa juga berbagi
dengan karier masa depannya. tema fantasi antara ketua organisasi dengan
beberapa pandangan negatif terkait para anggota nya.
otokratis, pemarah dan tangguh. Dan
tak jarang ia tak mau menerima nasihat
dan masukan dari bawahannya.
17
17

2.2. Komunikasi Kelompok

Kelompok membutuhkan komunikasi untuk menunjang kekompakan

dalam suatu kelompok. Kenapa komunikasi kelompok penting didalam kehidupan

manusia, hal ini dikarenakan kelompok merupakan bagian yang tidak dapat

dilepaskan dari aktivitas sehari-hari kita. Disamping itu Kelompok

memungikinkan kita dapat berbagi informasi, pengalaman, pengetahuan kita

dengan anggota lainnya.

Menurut Deddy Mulyana kelompok adalah sekumpulan orang yang

mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai

tujuan bersama (adanya saling ketergantungan), mengenal satu sama lainnya, dan

memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut5.

Menurut Goldberg dan Larson (1985:6) dalam Louisita seringkali

pengertian komunikasi kelompok disama artikan dengan komunikasi organisasi,

namun antara komunikasi kelompok dan komunikasi organisasi memiliki

perbedaan definisi didalamnya6. Komunikasi kelompok bersifat langsung dan

tatap muka, komunikasi organisasional tidak perlu langsung dan sering kali

memang tidak.

Komunikasi kelompok berarti komunikasi yang berlangsung antara

seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua

orang. Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa sedikit, bisa banyak.

Apabila jumlah orang yang dalam kelompok itu sedikit yang berarti kelompok itu

5
Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2014. Hal
82.
6
Hana Meidi Lousita. Pola Komunikasi kelompok di kalangan Lansia pada Perkumpulan Ismoyo di
Desa Gogor Kecamatan Wiyung Kelurahan Jajar Tunggal Surabaya. Jurnal Komunikasi Profesional
Fakultasi Ilmu Komunikasi Universitas Dr.Soetomo, Vol.1 No.1, Juni 2017. Hal 37-48.
18

kecil, komunikasi yang berlangsung disebut komunikasi kelompok kecil (Small

group communication). Menurut Deddy Mulyana komunikasi kelompok biasanya

merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil (small group

communication), yang bersifat tatap muka7.

Sedangkan menurut Hafied Cengara komunikasi kelompok kecil ialah

proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap

muka, di mana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lain8. Kelompok

menentukan bagaimana manusia berkata, berpakaian dan bekerja. Menurut

Jalaluddin Rahmat komunikasi kelompok telah digunakan untuk saling bertukar

informasi, menambah pengetahuan, memperteguh atau mengubah sikap dan

perilaku, mengembangkan kesehatan jiwa, dan meningkatkan kesadaran9.

Dalam berkomunikasi dengan orang lain manusia biasanya bertukar

informasi, dan berbagi pesan yang dipahami secara bersama oleh anggota

kelompok melalui komunikasi verbal dan non verbal. Pemilihan isi pesan seperti

bahasa dan isyarat yang digunakan oleh komunikator menjadi penting agar

komunikasi atau pesan yang disampaikan dapat dipahami dan diterima dengan

baik oleh anggota kelompok yang lain atau oleh komunikan.

Isi pesan (content of message) terkadang bersumber dari pikiran maupun

perasaan. Apa yang diungkapkan, ucapkan dan lakukan, merupakan pesan yang

dilihat oleh orang lain (diterima) dan selanjutnya akan menimbulkan tanggapan

(reaksi). Proses itulah yang seringkali disebut dengan proses komunikasi. Dalam

7
Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2014. Hal
82.
8
Hafied Cengara. Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Kedua. Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2014.
Hal 37.
9
Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011. Hal 138.
19

praktiknya pesan terdiri atas rangkaian simbol dan kode yang dipahami manusia

secara bersama.

Menurut Hafied Cengara pemberian arti pada simbol adalah suatu proses

komunikasi yang dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya yang berkembang pada

suatu masyarakat10. Sebagai mahluk sosial manusia dalam hidupnya diliputi oleh

berbagai macam simbol, baik yang diciptakan manusia maupun yang bersifat

alami.

Menurut Hafied Cengara Pesan adalah sesuatu yang disampaikan pengirim

kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui

media komunikasi11. Menurut Soyomukti komunikasi yang dilakukan sesuai

dengan keinginan dan kepentingan para pelakunya. Lambang (symbol) yang

umum digunakan adalah bahasa. Tetapi selain bahasa, ada pula yang dapat

digunakan untuk menyampaikan pesan, seperti gambar, gesture tubuh, warna,

isyarat, dan lainnya12.

Sedangkan menurut Deddy Mulyana Komunikasi verbal adalah semua

jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih13. Komunikasi verbal yaitu

proses komunikasi dengan menggunakan simbol atau lambang-lambang antara

komuikator dengan komunikan yang dapat diinterpretasikan sama sehingga

makna yang dimaksud oleh komunikator dapat diterjemahkan dengan baik oleh

komunikan. Komunikasi verbal yaitu penerimaan sistem syaraf orang lain dengan

maksud untuk menghasilkan sebuah makna serupa dengan yang ada dalam pikiran

10
Ibid. Hal 113.
11
Hafied Cengara. Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi kedua. Jakarta:Rajawali Pers 2014. Hal 27.
12
Nurani Soyomukti. Komunikasi Politik. Jatim: Intrans Publishing. 2013. Hal 49.
13
Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010. Hal
20

si pengirim, dengan menggunakan kata-kata yang merupakan unsur-unsur dasar

bahasa.

Berdasarkan definisi dari para ahli diatas peneliti dapat menguraikan

bahwa komunikas verbal merupakan elemen penting bagi komunikasi antar

seseorang dengan orang lain, entah itu secara tatap muka ataupun melalui media.

Dan bahasa merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam tipe

komunikasi verbal. Dalam menyampaikan cerita atau fantasi di lingkungan

kelompok pendaki gunung diperlukan komunikasi kelompok yang meliputi verbal

dan nonverbal. Sehingga pesan atau cerita yang disampaikan dapat dipahami

secara bersama oleh anggota kelompok.

2.2.1 Kode Verbal (Bahasa)

Menurut Hafied Cengara kode verbal dalam pemakaiannya menggunakan

bahasa. Bahasa dapat didefinisikan seperangkat kata yang telah disusun secara

berstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti 14. Bahasa

sendiri digunakan dalam percakapan sehari-hari, dimana manusia saling bertukar

informasi dan berbagi pesan melalui bahasa. Kesamaan makna dalam bahasa

menjadi kunci komunikasi berjalan efektif, sehingga makna dari pesan yang

disampaikan dapat diterjemahkan dengan baik oleh komunikan.

Menurut Riswandi Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang


dilakukan dengan menggunakan lambang. Lambang-lambang yang paling
umum digunakan dalam komunikasi antar manusia adalah bahasa verbal
dalam bentuk kata-kata, kalimat, angka-angka atau tanda-tanda lainnya.
Bahasa verbal yang digunakan untuk keperluan membujuk atau meminta
tolong, tentunya akan berbeda dengan bahasa verbal yang digunakan untuk
tujuan memerintah atau memaksa. Perbedaannya bukan hanya
menyangkut kata-kata yang digunakan, tetapi juga pada tekanan nada atau
14
Hafied Cengara. Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Kedua. Jakarta : RajaGrafindo Persada. 2014.
Hal 113.
21

intonasinya. Lambang meliputi kata-kata atau pesan verbal, perilaku non-


verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama15

Sedangkan menurut Muler dan Steinberg dalam Budyatna dan

Mutmainnah simbol atau lambang berdasarkan kesepakatan digunakan untuk

mewakili sesuatu16. Hampir segala sesuatu bisa merupakan lambang atau

dijadikan lambang. Kata-kata lisan atau tertulis merupakan lambang-lambang

yang paling banyak digunakan. Sebaliknya hampir segala sesuatu dapat

merupakan sesuatu yang diwakili oleh lambang. Lambang atau simbol sesuatu

yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya berdasarkan kesepakatan

sekelompok orang.

Menurut Budhayatna Bahasa adalah seperangkat kata yang disusun secara

berstruktur sehingga menjadi suatu kalimat yang mengandung makna. Fungsi

bahasa yang mendasar bagi manusia adalah untuk menamai atau menjuluki obyek,

orang, dan peristiwa17. Setiap orang mempunyai nama untuk identifikasi sosial.

Orang juga dapat menamai apa saja, atau menamai objek-objek yang berlainan,

termasuk menamai perasaan tertentu yang mereka alami. Penamaan adalah

dimensi pertama bahasa, pada awalnya hal itu dilakukan manusia sesuka mereka,

yang kemudian menjadi konveksi.

Menurut Benyamin Lee Whorf (1956) dalam Cengara Bahasa bukan

hanya membagi pengalaman, tetapi juga membentuk pengalaman itu sendiri18.

Bahasa dapat membantu menyusun struktur pengetahuan menjadi logis dan

15
Riswandi. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009. Hal 6
16
Budhyatna, M Mutmainah. Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta: Universitas Terbuka. 20114. Hal
27-28.
17
Ibid. Hal 59
18
Hafied Cengara. Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Kedua. Jakarta : RajaGrafindo Persada. 2014.
Hal 115.
22

mudah diterima oleh orang lain. Sebab bagaimanapun bagusnya sebuah ide , bila

tidak disusun dengan bahasa yang baik, maka ide tersebut akan menjadi kacau.

Menurut Edward T. Hall (1973) dalam Deddy Mulyana membedakan

budaya konteks-tinggi (high context culture) dengan budaya konteks rendah (low-

context culture)19. Budaya konteks rendah ditandai dengan komunikasi pesan

verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung, lugas dan berterus terang. Sifat dari

komunikasi ini adalah cepat dan mudah berubah. Sedangkan budaya konteks

tinggi ditandai dengan pesan implisit, tidak langsung dan tidak terus terang.

Berdasarkan uraian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa manusia

pada dasarnya saling bertukar pesan melalui komunikasi verbal dan bahasa, pesan

yang disampaikan dapat dipahami kedua belah pihak sehingga komunikasi yang

terjadi berjalan efektif. Ketika seseorang bercerita kepada orang lain

menggunakan bahasa dan gaya khasnya, bercerita tentang masa lalu, impian dan

sebagainya kemudian mengulang cerita tersebut menggunakan bahasa dan simbol

hingga menjadi sebuah fantasi di antara anggota kelompok yang

mendengarkannya.

2.2.2 Kode Nonverbal

Kode nonverbal biasa disebut bahasa isyarat atau bahasa diam. Menurut

Mark Knapp (1978) dalam Hafied menyebut bahwa penggunaan kode nonverbal

dalam berkomunikasi memiliki fungsi untuk20 :

1. Meyakinkan apa yang diucapkannya (repetition).

19
Deddy Mulyana. Pengantar Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2014. Hal 327.
20
Ibid. Hal 118.
23

2. Menunjukan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-

kata (subtition).

3. Menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity).

4. Menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum

sempurna.

Berdasarkan uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa pesan nonverbal

digunakan oleh seorang komunikator dalam meyakinkan pesan yang

disampaikannya melalui gestur tubuh, ekspresi wajah, mimik wajah, gerak badan

agar pesan yang disampaikan dapat lebih mudah dipahami. Karena kebanyakan

penafsiran pesan yang mudah dipahami berasal dari kode nonverbal dibandingkan

kode verbal.

2.3 Public Relations

Cutlip, Center & Brown dalam Ardianto menyebutkan “public relations is


the distinctive management function which help establish and mutual lines
communications, understanding, acceptance, and cooperation between an
organization and its public.” (PR adalah fungsi manajemen secara khusus
yang mendukung terbentuknya saling pengertian dalam komunikasi,
pemahaman, penerimaan, dan kerja sama antara organisasi dengan
berbagai publiknya).21

Dalam penjelasan Cutlip diatas peneliti menyimpulkan bahwa peran PR

ada di setiap organisasi yaitu untuk membangun komunikasi dengan pihak

internal dan eksternal di organisasi. Dari penelitian ini mengenai organisasi atau

komunitas pendaki gunung memiliki peran PR di dalamnya yaitu untuk

membentuk citra pendaki gunung di publik eksternal komunitas.

21
Elvinaro Ardianto dan, Soleh Soemirat. Dasar-dasar Public Relations. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2010. Hal 14
24

Disamping membentuk citra pendaki gunung, komunitas juga menjalankan

aktivitas PR lainnya seperti CSR (Corporate Social Resposibility) seperti

mengadakan baksos (bakti sosial) dan Operasi bersih-bersih gunung dari sampah

plastik. Hal ini bertujuan untuk membentuk citra dan reputasi komunitas pendaki

gunung yaitu bahwa pendaki gunung adalah sebagai individu yang peduli dengan

lingkungan dan alam.

2.3.1 Fungsi dan Peran Public Relations

PR memiliki peran dan fungsi yang sangat vital di dalam suatu institusi
atau organisasi, karena PR merupakan bagian yang akan menyampaikan
informasi baik kepada pihak internal maupun eksternal dalam upaya
meningkatkan opini publik demi keuntungan organisasi atau lembaga
tersebut. menurut Edward L. Bernay dalam Ruslan terdapat 3 fungsi utama
PR yaitu:22
1. Memberikan penerangan kepada masyarakat.
2. Memberikan persuasi untuk mengubah sikap dan perbuatan
masyarakat secara langsung.
3. Berupaya untuk mengintegrasikan sikap dan perbuatan masyarakat
atau sebaliknya.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa PR memiliki 3 fungsi

utama yaitu (i) memberikan penerangan kepada masyarakat (public), (ii)

memberikan persuasi untuk mengubah sikap dan perbuatan masyarakat

(public) secara langsung, dan (iii) berupaya untuk mengintergrasikan sikap

dan perbuatan masyatakat atau sebaliknya. Dalam mempengaruhi dan

mempersuasi peran dan fungsi PR juga bisa ke dalam publik internal

seperti para anggota organisasi sebagai pengurang ketegangan dalam

berkomunikasi.

22
Ruslan, Rosadi. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi. 2014:18
25

2.4 Teori Konvergensi Simbolik sebagai akar Tema Fantasi

Menurut Kusumajanti mengatakan bahwa Sarjana komunikasi Ernest G.

Bormann adalah pencetus utama dari teori simbolik konvergen. Boorman dan

murid-muridnya dari University of Minnesota mulai mengembangkan teori ini

pada awal tahun 1970 berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Bales

(1950) beserta rekannya. Proses pengkajian sifat distingtif dimulai mereka dengan

metodologi grounded yang digunakan dalam penemuan dan pengembangan teori

konvergensi simbolik23.

TKS (Teori Konvergensi Simbolik) menjelaskan bagaimana anggota

dalam kelompok kecil mampu mengkreasikan simbol-simbol identitas yang unik

sebagai kebanggaan dan motivasi kelompok. Hal ini sejalan dengan pemikiran

Cragan J. Wright, Kasch “Symbolic Convergency Theory explains how small

decision-making group come to create a unique symbolic identity that is the

source of group pride and motivation”24. Hal ini berkaitan dengan bagaimana

sebuah kelompok kecil mampu melakukan pengambilan keputusan dan membuat

simbol identitas yang unik sebagai sumber motivasi dan kebanggaan kelompok.

Simbol-simbol tersebut dapat diekspresikan pada nama dan logo kelompok,

motivasi, emosi dan lain sebagainya. Penggunaan kata simbolik (symbolic) dalam

teori ini berkaitan dengan bahasa, fantasi, dan simbol-simbol fakta (sebagai lawan

dari material dan sosial). Kata konvergensi (convergence) digunakan dalam teori

ini karena dasar dari teorema menjelaskan bahwa proses dinamika komunikasi

23
Kusumajanti. Disertasi : Pengembangan Tema Fantasi dalam memelihara hubungan
antarpribadi dan kohesivitas kelompok: analisis tema fantasi “esprit de corps” di kalangan
purnawirawan (studi pada paguyuban moro 15 TNI angkatan laut. Depok: Fisip UI. 2015.
24
John Cragan, Chris R Kasch, David W Wright. Communication In Small Groups: Theory, Process
and Skills seventh edition. Wadsworth : Cengage Learning. 2008. Hal 52.
26

fantasi kelompok yang dibagikan kepada seluruh anggota kelompok untuk

dipahami bersama sebagai sebab dari kesatuan dunia simbolis peserta komunikasi.

Teori konvergensi simbolik secara umum sebagai teori komunikasi yang

memberikan penjelasan bagaimana orang secara kolektif membangun kesamaan

simbol. Simbol-simbol yang disampaikan berupa ungkapan emosi, arti dari

sesuatu hal, dan motif dari setiap tindakan yang dilakukan. Teori konvergensi

simbolik juga menggambarkan bagaimana orang membagikan simbol-simbol

tersebut hingga menjadi simbol yang nyata. Kesamaan pendapat dan pengertian

orang terhadap suatu simbol dapat membangun pengalaman tersendiri tentang

simbol tersebut.

Gambar 2.1 Konsep Symbolic Convergence Theory

Menurut Bormann (1985) dalam Kusumajanti 2015 titik awal


menganalisis makna simbolis terletak pada tema fantasi. Tema fantasi ini
berfungsi untuk menyajikan pengalaman umum dan membentuknya menjadi
pengetahuan bersama di dalam kelompok. Adapun fantasy type atau simbolic cue
adalah berupa kata, isyarat slogan yang berfungsi untuk memicu munculnya atau
terbentuknya fantasi dan emosi bersama. Berikutnya adalah tipe fantasi yang
memiliki sejumlah nilai dari visi retoris. Selanjutnya adalah penjelasan tentang
saga. Saga adalah berupa cerita yang diulang-ulang berkaitan dengan kondisi dan
pengalaman di sekitar kelompok. Tujuan dari Symbolic Convergency Theory
27

(SCT) ini adalah berusaha menerangkan bagaimana orang-orang secara kolektif


membangun kesadaran simbolik bersama melalui suatu proses pertukaran pesan.
Kesadaran simbolik yang terbangun dalam proses tersebut kemudian
menyediakan semacam makna, emosi dan motif untuk bertindak bagi orang-orang
yang terlibat didalamnya. Adapun fungsi dari SCT ini adalah untuk mengurangi
ketegangan di dalam suatu kelompok, menguatkan ikatan emosional antara orang-
orang yang terlibat di dalam suatu kelompok, dan menbentuk rantai fantasi yang
kohesif. 25

Para anggota suatu perkumpulan atau organisasi biasanya suka berkumpul

dan bercerita sebelum mereka memulai pertemuan atau rapat. Mereka berkumpul,

mungkin dalam beberapa kelompok, dan saling berbagi pengalaman atau cerita

mereka (tema fantasi) yang membuat mereka menyatu dan akrab. Sebagian dari

kisah mereka adalah cerita yang diulang-ulang.

Menurut Morissan bahwa Teori konvergensi simbolis (symbolic

convergence theory) atau sering disebut dengan analisis tema fantasi (fantasy

theme analysis), yang dikembangkan oleh Ernest Bormann dan rekan membahas

bagaimana penggunaan naratif atau cerita dalam komunikasi26. Teori ini

mengemukakan bahwa gambaran (image) individu terhadap realitas dipandu atau

dibimbing oleh cerita-cerita yang menunjukkan bagaimana suatu objek harus

dipercaya.

Teori ini menjelaskan bahwa suatu proses pertukaran pesan yang

menimbulkan kesadaran kelompok yang menghasilkan hadirnya sebuah makna,

motif dan persamaan bersama. Kesadaran kelompok tersebut terbangun dalam

suatu kelompok yang membangun semacam makna, motif untuk melakukan

25
Kusumajanti. Disertasi : Pengembangan Tema Fantasi dalam memelihara hubungan
antarpribadi dan kohesivitas kelompok: analisis tema fantasi “esprit de corps” di kalangan
purnawirawan (studi pada paguyuban moro 15 TNI angkatan laut. Depok: Fisip UI. 2015.
26
Morissan. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Prenada Media Group. 2015. Hal
232.
28

tindakan bagi orang-orang yang berada dalam kelompok tersebut. Menurut

ErnestBormann kata lain untuk proses konvergensi simbolik adalah tema fantasi.

Bormann mendefinisikan tema fantasi sebagai isi pesan yang didramatisasi hingga

memicu rantai fantasi (the content of the dramatizing message that sparks the

fantasy chain).Menurut Miller, fantasy theme (tema fantasi), yang diartikan

sebagai dramatisasi pesan, dapat berupa lelucon, analogi, permainan kata, cerita

dan sebagainya, yang memompa semangat berinteraksi.

Para pendaki gunung saling berbagi tema fantasi Misalnya bercerita

pengalaman masing-masing mengenai kisah mistis yang pernah dialami ketika

melakukan pendakian gunung, masing-masing individu memiliki cerita dan

pengalamannya sendiri. Namun ada juga yang belum mengalami sama sekali, dan

hal-hal tersebut menjadi sebuah cerita dan pada satu titik dipahami simbolis secara

bersama, bahwa tiap gunung selalu memiliki ciri khas dan kisah mistis yang unik

dan berbeda antara satu dengan yang lainnya.

2.4.1 Analisis Tema Fantasi

Menurut Morissan Tema fantasi adalah bagian dari drama atau cerita besar

yang lebih panjang dan lebih rumit yang dinamakan “visi retorik” (rhetorical

vision) yaitu suatu pandangan bagaimana sesuatu itu terjadi atau menjadi pada

masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang 27. Sedangkan menurut Little

John28 “Tema-tema fantasi merupakan bagian dari drama-drama yang lebih besar

yang merupakan cerita-cerita yang lebih panjang dan lebih rumit yang disebut
27
Ibid. Hal 233.
28
Stephen W Littlejohn dan Karen A Foss. Theories Of Human Communication edisi 9. Jakarta:
Salemba Humanika. 2011. Hal 236.
29

pandangan retorika.” Pandangan retorika adalah sebuah pandangan tentang

bagaimana segala sesuatu terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi. Tema-tema

fantasi dan bahkan pandangan retorika yang lebih besar, terdiri dari karakter, alur,

tempat dan perantara yang mendukung. Lebih dalam Little John29 mengungkapkan

bahwa “Karakter dapat berupa pahlawan, penjahat, atau pemain pendukung

lainnya. Alur adalah gerak atau perkembangan cerita. Tempat adalah latar,

termasuk lokasi, perlengkapan, dan lingkungan sosial kultural. Akhirnya perantara

yang mendukung (sancioting agent) adalah sebuah sumber yang mengesahkan

cerita tersebut.”

Menurut Little John bahwa Tema-tema fantasi merupakan salah satu hal

yang diciptakan dan dihasilkan kembali dalam percakapan30. Beberapa tema

begitu sering dibahas dan sudah sangat dikenal dalam suatu kelompok atau

masyarakat (fantasy types) sehingga anggotanya tidak perlu lagi mencertitakan

keseluruhan cerita, tetapi dipersingkat dengan hanya menyampaikan bagian

terpenting saja.

Bormann menyebut metode untuk mengoperasionalkan


teorinya dengan istilah Fantasy Theme Analysis (FTA), sebagaimana
memahami teori ini perlu kita pahami istilah-istilah kunci dalam
ATF, yaitu : 31
1. Fantasy Theme ( Tema Fantasi)
Bormann mendefinisikan tema fantasi sebagai isi pesan yang didramatisasi
hingga memicu rantai fantasi (the content of the dramatizing message that sparks
the fantasy chain). Menurut Miller (2002), fantasy theme (tema fantasi), yang
diartikan sebagai dramatisasi pesan, dapat berupa lelucon, analogi, permainan
kata, cerita, dan sebagainya, yang memompa semangat berinteraksi.
2. Fantasy Chain (rantai fantasi)
Secara harfiah, fantasy chain diartikan sebagi rantai fantasi.
Maksudnya, ketika pesan yang didramatisasi berhasil mendapat
29
Littlejohn SW& Foss KA. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika. 2009. Hal 326.
30
Ibid. Hal 239.
31
Israwati Suryadi. Teori Konvergensi Simbolik Jurnal Academica FISIP Unpad Vol. 02 No.02
Oktober 2010 ISSN 1411-3341. 2010. Hal 432-434.
30

tanggapan dari partisipan komunikasi , hingga meningkatkan intensitas dan


kegairahan partisipan dalam berbagi fantasi. Ketika fantasi yang berkembang,
maka terjadilah rantai fantasi. Ketika rantai fantasi tercipta, tempo percakapan
jadi meningkat, antusiasme partisipan muncul, dan timbul peningkatan rasa
empati dan umpanbalik di antara partisipan komunikasi.
3. Fantasy Type (Tipe Fantasi)
Bormann mengartikan konsep ini sebagai tema-tema fantasi yang berulang dan
dibicarakan pada situasi yang lain, dengan karakter yang lain, dengan karakter
yang lain, dan latar yang lain, namun dalam alur cerita yang sama. Jika kerangka
narasi (the narrative frame) sama, tetapi tokoh, karakter, atau settingnya berbeda,
maka tema tersebut dapat dikelompokkan dalam satu jenis fantasi yang sama.
Sementara, bila terdapat beberapa tema fantasi, atau kerangka narasi yang
berbeda, itu berarti terdapat beberapa tipe fantasi.
4. Rhetorical Visions (Visi retoris)
Visi retoris diartikan sebagai “.... sharing a fantasy theme and types across
under a wider community”. Di sini tema-tema fantasi itu telah berkembang dan
melebar keluar dari kelompok yang mengembangkan fantasi tersebut pada
awalnya. Karena perkembangan tersebut, maka tema-tema fantasi itu menjadi
fantasi mesyarakat luas dan membentuk semacam rhetorical community
(komunitas retoris). Salah satu contoh yang dikemukakan Heisey and Trebing
(1983, dalam Olufowote, 2006) dalam konteks negarabangsa, dua visi retoris
yang bertentangan dibahas pada revolusi Shah Iran yang terjadi antara tahun
1978 sampai 1979.

Menurut Morissan Ada empat hal yang menjadi perhatian pada Analisis
Tema Fantasi, yaitu32 :
1. Memberikan penekanan pada fungsi bahasa imajinatif dalam membangun
kesadaran kolektif dan kebersamaan kelompok.
2. Audiens kembali menjadi pusat kajian komunikasi, dimana sebelumnya
audiens secara esensial menghilang dan terjadi pergeseran yaitu penekanan
pada teks. Hal ini berarti membawa kembali audiens pada paradigma
sebelumnya yaitu terdapat pembicara, pesan, dan audiens.
3. Analisis Tema Fantasi merupakan pendekatan sosial untuk mengkaji
komunikasi dalam konteks kolektivitas.
4. Penekanan fantasi memungkinkan terjadinya suatu analisis yang lebih
kompleks terhadap bahasa imajinati baik secara fiksi maupun non fiksi.

Secara garis besar, penggunan tema fantasi berdasarkan hasil penelitian

hingga saat ini dapat dikelompok menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok

pertama yang meneliti penggunaan tema fantasi untuk khalayak dalam jumlah

besar dan tidak dapat dideteksi keberadaannya. Guna membentuk dan menyatukan

fantasi khalayak tersebut maka dipergunakanlah media massa seperti televisi,


32
Morissan. Teori Komunikasi Individu hingga Massa. Jakarta: Prenadamedia Group. 2015. Hal
234.
31

film, lagu, novel. Sedangkan pada kelompok yang kedua menggunakan tema

fantasi di dalam kelompok yang sudah terbentuk guna menciptakan kohesivitas

kelompok.

Berdasarkan uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa tema-tema fantasi

merupakan elemen penting dalam mempersuasi orang lain. Dengan

menyampaikan cerita yang menarik agar orang lain menerima dengan sepenuh

hati dan terjadi keakraban sebelum memulai pertemuan yang sesungguhnya.

Dalam penelitian kali ini peneliti ingin menganalisis bagaimanapara pendaki

gunung saling berbagi tema fantasi mengenai pengalaman dan cerita-cerita yang

telah mereka hadapi dalam dunia pendakian gunung.

2.4.2 Pro dan Kontra Tema Fantasi.

Tema fantasi berawal dari pembentukan simbol-simbol yang

dikembangkan berdasarkan kemampuan dan gaya retoris bercerita. Cerita

menggambarkan bagaimana segala sesuatu yang diyakini ada. Cerita ini sebagai

interaksi simbolis anggota kelompok untuk berbagi pandangan tentang dunia.

Tema fantasi merupakan bagian dari drama yang lebih besar, lebih panjang dan

rumit.

Menurut Kartikawangi (2009) dalam Kusumajanti menyetujui


perkembangan tema fantasi di dalam kelompok besar. Kajian konvergensi
simbolik antara Perusahaan Multinasional dengan Pemerintah, MNC dan
Masyarakat di Indonesia memberikan contoh bahwa fantasi dapat
berkembang dengan baik di kelompok yang anggotanya bersifat
heterogen33.

33
Kusumajanti. Disertasi : Pengembangan Tema Fantasi dalam memelihara hubungan
antarpribadi dan kohesivitas kelompok: analisis tema fantasi “esprit de corps” di kalangan
purnawirawan (studi pada paguyuban moro 15 TNI angkatan laut. Depok: Fisip UI. 2015.
32

Perkembangan Analisis Tema Fantasi menunjukkan analisis ini dapat

dipergunakan pada kelompok kecil, organisasi dan massa. Penggunaan tema

fantasi di kelompok bermanfaat untuk menurunkan ketegangan hingga mampu

membentuk pemahaman bersama antara anggota kelompok pendaki gunung.

2.5. Komunitas

Menurut Yosal Iriantara komunitas adalah kumpulan individu yang

mendiami lokasi tertentu dan biasanya terkait dengan kepentingan yang sama. 34

Komunitas merupakan istilah yang sering digunakan sehari-hari pada berbagai

kalangan.

Menurut mantan staff community relations di illinois Bell Telephone.


Komunitas bukan lagi sekedar kumpulan orang yang tinggal pada lokasi
yang sama tapi juga menunjukan terjadinya interaksi di antara kumpulan
orang tersebut. Komunitas itu juga bisa merupakan unit sosial yang
terbentuk lantaran adanya interaksi di antara mereka.35

Menurut McMillan dan Chavis mengatakan bahwa komunitas merupakan

kumpulan dari para anggotanya yang memiliki rasa saling memiliki, terikat

diantara satu dan lainnya, dan percaya bahwa kebutuhan para anggota akan

terpenuhi selama para anggota berkomitmen untuk terus bersama-sama.

Komunitas terbentuk dikarenakan oleh persamaan minat ataupun hobi dari para

anggotanya.

Menurut Hillery, George Jr menyatakan bahwa komunitas dalam psikologi

rural, komunitas adalah hal yang dibangun dengan fisik atau lokasi geografi

34
Yosal Iriantara. Community Relations Konsep dan Aplikasinya. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media. 2013. Hal 22.
35
Ibid.
33

(Physical or Geographical location) dan kesamaan dasar akan kesukaan (interest)

atau kebutuhan (needs).

Menurut Stewart E. Perry (2001) dalam CED Definitions and Terminology


memandang ada dua makna komunitas. Pertama Komunitas sebagai
kategori yang mengacu pada orang yang saling berhubungan berdasarkan
nilai-nilai dan kepentingan bersama yang khusus, seperti penyandang
cacat, jamaah masjid atau kelompok imigran. Kedua Secara khusus
menunjuk pada satu kategori manusia yang berhubungan satu sama lain
karena didasarkan pada lokalitas tertentu yang sama yang karena
kesamaan lokalitas itu secara tak langsung membuat mereka mengacu
pada kepentingan dan nilai-nilai yang sama.36

Pada dasarnya komunitas terbentuk atas dasar kesamaan hobi dan minat

dari individu. Dan memiliki tujuan bersama untuk mencapainya. Komunitas juga

menjadi wadah untuk saling berinterkasi, bertukar informasi dan saling menjalin

silaturahmi antar para anggotanya.

Menurut Carol Anne Ogdin (1998) menunjukan beberapa alasan yang


menyebabkan komunitas berbeda dari kumpulan manusia lain seperti
kerumunan atau kelompok manusia. Yaitu:
1. Pembatasan dan ekslusivitas yang berdasarkan hal ini bisa dirumuskan
siapa yang menjadi anggota dan bukan anggota komunitas tersebut;
2. Tujuan yang merupakan landasan keberadaan komunitas;
3. Aturan yang memberi pembatasan terhadap perilaku anggota komunitas,
termasuk ancaman disingkirkan untuk yang berperilaku melanggar aturan
itu;
4. Komitmen terhadap kesejahteraan orang lain, sehingga ada kepeduliaan
terhadap orang lain yang berada dalam komunitas yang sama, atau
setidaknya ada tanggung jawab bagi individu terhadap komunitas secara
keseluruhan; dan
5. Kemandirian yakni memiliki kebebasan sendiri untuk menentukan apa
yang dilakukan dan cara memasuki komunitas.37

36
Yosal Iriantara. Community Relations Konsep dan Aplikasinya. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media. 2010. Hal 24.
37
Ibid.
34

2.6 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Anda mungkin juga menyukai