Balaghah - Sejarah Dan Perkembangan Ilmu
Balaghah - Sejarah Dan Perkembangan Ilmu
Pendahuluan
Sebuah ilmu tidaklah muncul sekaligus sempurna dalam satu masa. Ilmu mengalami
fase sejarah dimana ia muncul, berkembang, dan maju, hingga bisa jadi mengalami
kepunahan.
Ilmu balaghah sebagai salah satu cabang ilmu dalam bahasa Arab pun mengalami
fase kemunculan, perkembangan, dan seterusnya. Ilmu bahasa Arab yang memiliki
tiga cabang ini, yaitu ilmu ma’ani, bayan, dan badi’, tidaklah ada dari awal dalam
sistematika seperti yang kita kenal sekarang ini. Dahulu, sama sekali tak dikenal
istilah balaghah sebagai sebuah ilmu.
Pembahasan tentang sejarah balaghah menurut Amin Al-Khuli meliputi tiga segi,
yaitu: (1) Sejarah tentang materi balaghah dan ketentuan-ketentuannya, meliputi
masalah awal kemunculan, tahapan perkembangan, dan bagaimana ilmu ini pada
akhirnya; (2) Kajian tentang tokoh-tokoh ilmu balaghah; (3) Kajian tentang
khazanah tulisan atau karangan dalam ilmu balaghah. Ketiga segi di atas terkadang
sulit dipisahkan satu per satu dalam kajian yang beruntun. Hal ini karena ketiganya
saling berkaitan erat satu sama lain.
Pengetahuan tentang sisi sejarah balaghah perlu dipahami agar muncul kesadaran
bahwa ilmu ini memang bukan benda mati yang yang tidak dapat diperbarui.
Kesadaran inilah yang dapat menjamin perkembangan ilmu ini ea rah yang lebih
maju, tidak mengalami kejumudan atau bahkan kepunahan. Kemajuan yang
dimaksud di sini meliputi berbagai segi, entah dari segi pengajarannya yang lebih
mudah, cakupan materi yang lebih luas, ataupun hasil penerapan dari ilmu itu
sendiri yang memuaskan, atau bahkan munculnya ilmu baru dari ilmu yang telah
ada.
Dalam tulisan ini, pembahasan akan lebih banyak pada sejarah tentang materi
balaghah, tanpa banyak menyebutkan tokoh-tokoh maupun buku-buku karangan
balaghah yang ada.
Ilmu-ilmu bahasa Arab berkembang pesat tak lepas dari faktor turunnya Al-Quran
dalam bahasa Arab. Al-Quran sebagai kitab samawi pegangan umat Islam
merupakan inspirator bagi para ahli bahasa Arab untuk mengkonsep berbagai
macam pengetahuan yang dapat digunakan untuk menjaga keasliannya, membantu
memahaminya, dan menemukan sisi-sisi keindahannya.
Para pakar bahasa ketika menghendaki menafsirkan satu ayat atau menetapkan
makna dari satu kata yang sulit dipahami, maka mereka mendatangkan syair jahiliy
yang memuat kata tersebut beserta makna dan gaya bahasanya. Hal ini khususnya
bagi tafsir yang banyak menggunakan pemaknaan secara bahasa, misal Tafsir Al-
Kasysyaf karya Az-Zamakhsyari (w. 538). Interaksi para pakar dengan syair dan
produk kesusastraan (adab) lainnya inilah yang menjadikan mereka menulis
1
berjilid-jilid buku tentang kumpulan syair, makna kosakata, khithobah, dan
khazanah sastra lainnya. Mereka menulisnya salah satunya demi khidmah kepada
Al-Quran.
Dari sinilah kemudian ilmu-ilmu yang berhubungan dengan kata-kata muncul dan
berkembang. Ilmu-ilmu ini lebih dari dua puluh macam, seperti nahwu, sharaf,
isytiqaq, ma’ani, bayan, badi’, ‘arudl, dan lain-lainnya.
Secara historis istilah balaghah muncul belakangan setelah benih-benih ilmu ini
telah muncul dengan berbagai istilahnya sendiri. Bahkan, sebelum ilmu-ilmu
tersebut dikenal, esensinya telah mendarah daging dalam praktek berbahasa
orang-orang Arab dulu. Berbagai macam pengetahuan manusia, mulai dari ilmu,
filsafat, seni, dan lainnya telah ada di akal dan lisan manusia dalam kehidupannya
jauh sebelum diajarkan dan dikodifikasikan.
Tidak terkecuali ilmu balaghah, ilmu yang terkait ketepatan dan keindahan
berbahasa ini sebagai sebuah pengetahuan telah menghiasi berbagai perkataan
orang Arab, baik dalam puisi maupun prosa, bahkan jauh sebelum Al-Quran turun.
Setiap bangsa pasti akan memilih yang bagus dari seni berbahasa mereka.
Membedakan antara bahasa yang baik dan buruk telah menjadi kemampuan fitrah
mereka sebagai pemilik bahasa tersebut. Mereka pun telah menggunakan berbagai
macam gaya bahasa yang indah. Tak terkecuali bangsa Arab dan bahasa mereka.
Para pakar yang biasa berbangga dengan keindahan syair dan juga terbiasa saling
mengkritisi syair satu sama lain mulai menghadapkan Al-Quran dengan
pengetahuan mereka tentang keindahan berbahasa. Dari sinilah mulai berkembang
benih-benih ilmu balaghah.
Tema-tema ilmu balaghah mulai muncul belakangan setelah muncul dan mulai
berkembangnya ilmu nahwu dan sharaf. Tema-tema ini yang dulunya dikenal
sebagai kritik sastra (naqd al-adab) semakin berkembang lebih dari pada masa
jahiliyah.
2
Mulai dari masa khilafah Umawiyah, sebenarnya para ulama pakar sastra mulai
bicara tentang makna fashahah dan balaghah dan berusaha menjelaskannya
dengan contoh dan bukti-bukti dari apa yang diriwayatkan dari orang-orang
sebelum mereka. Dari sinilah kemudian mulai muncul balaghah ‘arabiyyah dari
berbagai segi. Disusunlah buku-buku yang berbicara tentangnya hingga sampailah
fase pengajaran dari sebuah ilmu.
Kitab yang pertama kali disusun dalam bidang balaghah adalah tentang ilmu bayan,
yaitu kitab Majazul Qur’an karangan Abu ‘Ubaidah Ma’mar bin Al-Mutsanna (w.
208), murid Al-Khalil (w. 170 H).
Untuk ilmu ma’ani, tidak diketahui pasti orang pertama kali yang menyusun
tentang ilmu tersebut. Namun, ilmu ini sangat kental dalam pembicaraan para
ulama, terutama al-Jahidz (w. 255 H) dalam I’jazul Quran-nya.
Adapun penyusun kitab tentang ilmu badi’ pada masa awal, yang dianggap sebagai
pelopor, adalah Abdullah Ibn al-Mu’taz (w. 296 H) dan Qudamah bin Ja’far
dengan Naqd asy-Syi’r dan Naqd an-Natsr (w. 337 H).
Itulah ilmu balaghah pada masa awal kemunculannya. Yaitu terutama pada masa-
masa abbasiy kedua (232-334 H). Dalam fase tersebut, balaghah dengan tiga
cabangnya masih belum jelas keterkaitannya dalam kesatuan balaghah hingga
nantinya memasuki masa perkembangannya di abad kelima hijriyah.
Tiap-tiap madrasah ini memiliki ciri khas tersendiri. Para pembela madrasah
kalamiyyah memfokuskan pembahasan balaghah mereka dengan membuat batasan-
batasan lafdzi dan spirit perdebatan. Kemudian fokus dengan membuat berbagai
macam definisi-definisi dan kaidah-kaidah tanpa banyak menunjukkan contoh-
contoh bukti sastrawi baik puisi maupun prosa. Untuk menentukan tepat dan indah
atau tidaknya bahasa mereka banyak berpegang pada analogi filsafat dan kaidah-
kaidah logika.
3
indah atau tidaknya bahasa mereka lebih banyak berpegang pada rasa seni,
keindahan daripada kepada filsafat ataupun logika.
Penutup
Dari kajian terhadap literatur yang ada, terkait balaghah, maka ia memiliki sejarah
tersendiri, mulai dari benihnya, munculnya, hingga perkembangannya.
Sebelum muncul sebagai sebuah ilmu, esensi balaghah telah mendarah daging
dalam penggunaan bahasa Arab baik dalam puisi maupun prosa. Dalam masa ini
kemudian Al-Quran turun dengan kemukjizatan sehingga mengalahkan selainnya
dalam hal ketepatan dan keindahan bahasanya.
Ilmu balaghah dengan pembagiannya yang tiga mulai muncul dan dikenal pada
masa abbasiy kedua, yaitu abad ketiga dan keempat hijriyah. Pada masa ini,
balaghah masih belum jelas bentuknya. Kemunculan ini disertai dengan disusunnya
kitab dengan tema tersebut. Kemudian, ilmu ini berkembang mulai abad kelima
dengan ciri khasnya yang mulai bersinggungan dengan I’jazul Quran sehingga
memunculkan dua aliran balaghah, yaitu aliran sastra dan kalam. Keduanya
berbeda dalam perspektif terhadap balaghah.
Aliran balaghah kalam lebih banyak berpegang kepada analogi dan logika filsafat
dalam mengukur baik tidaknya bahasa sedangkan aliran sastra lebih
mengedepankan daya seni dan daya tangkap keindahan. Ilmu balaghah yang terus
berkembang dan sampai kepada kita saat adalah yang lebih bercorak kalamiyyah,
memiliki banyak batasan kata dan definisi-definisi.
Demikian ilmu balaghah ini yang tidak menutup kemungkinan untuk terus berubah
menuju lebih baik atau bahkan mengalami kemunduran. Hal ini tergantung kepada
para pemegang ilmu ini, apakah akan membiarkannya terdiam ataukah akan
membawanya menuju kemajuan.
Referensi :
4
H T T P S : / / W W W . TA U F I Q . N E T / 2 0 11 / 0 9 / S E J A R A H - S I N G K AT - I L M U - B A L A G H A H . H T M L
5
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU BALAGHOH
Sebuah ilmu tidaklah muncul sekaligus sempurna dalam satu
masa. Ilmu mengalami fase sejarah dimana ia muncul,
berkembang, dan maju, hingga bisa jadi mengalami kepunahan.
Ilmu balaghah sebagai salah satu cabang ilmu dalam bahasa Arab
pun mengalami fase kemunculan, perkembangan, dan seterusnya.
Ilmu bahasa Arab yang memiliki tiga cabang ini, yaitu ilmu ma’ani,
bayan, dan badi’, tidaklah ada dari awal dalam sistematika seperti
yang kita kenal sekarang ini. Dahulu, sama sekali tak dikenal istilah
balaghah sebagai sebuah ilmu.
Istilah “’Ilm Al-Balaghah” terdiri atas dua kata, yaitu ‘ilm dan al-
Balaghah. Kata “‘Ilm” dapat ditujukan sebagai nama suatu bidang
tertentu. Kata “Ilm” juga diartikan sebagai materi-materi
pembahasan dalam kajian suatu disiplin ilmu (al-Qadhaya allati
tubhatsu fihi). Kata “ilm” juga dapat diartikan sebagai pemahaman
yang dimiliki oleh seseorang tentang materi kajian dalam suatu
bidang tertentu.
أما البالغة فهي تأدية المعنى الجليل واضحا بعبارة صحيحة لها في النفس أثر خالب مع مالئمة
كل كالم للموطن الذي يقال فيه واألشخاص الذين يخاطبون.
6
الحد الصحيح للبالغة في الكالم هو أن يبلغ به المتكلم ما يريد من نفس السامع بإصابة موضع
اإلقناع من العقل والوجدان
Ilmu Balaghah berarti suatu kajian yang berisi teori-teori dan materi-
materi yang berkaitan dengan cara-cara penyampaian ungkapan
yang bernilai Balaghah itu sendiri.
7
Pengetahuan tentang sisi sejarah balaghah perlu dipahami agar
muncul kesadaran bahwa ilmu ini memang bukan benda mati yang
yang tidak dapat diperbarui. Kesadaran inilah yang dapat menjamin
perkembangan ilmu ini ea rah yang lebih maju, tidak mengalami
kejumudan atau bahkan kepunahan. Kemajuan yang dimaksud di
sini meliputi berbagai segi, entah dari segi pengajarannya yang
lebih mudah, cakupan materi yang lebih luas, ataupun hasil
penerapan dari ilmu itu sendiri yang memuaskan, atau bahkan
munculnya ilmu baru dari ilmu yang telah ada.
8
Balaghah Pada Masa Pra-Kodifikasi
Setiap bangsa pasti akan memilih yang bagus dari seni berbahasa
mereka. Membedakan antara bahasa yang baik dan buruk telah
menjadi kemampuan fitrah mereka sebagai pemilik bahasa
tersebut. Mereka pun telah menggunakan berbagai macam gaya
bahasa yang indah. Tak terkecuali bangsa Arab dan bahasa
mereka.
Sebagaimana telah disampaikan di depan, Al-Quran adalah salah
satu faktor munculnya berbagai ilmu bahasa. Keindahan bahasa Al-
Quran yang tak tertandingi menjadikannya sebagai puncak tertinggi
dalam hal ketepatan dan keindahan berbahasa Arab.
Para pakar yang biasa berbangga dengan keindahan syair dan juga
terbiasa saling mengkritisi syair satu sama lain mulai
menghadapkan Al-Quran dengan pengetahuan mereka tentang
keindahan berbahasa. Dari sinilah mulai berkembang benih-benih
ilmu balaghah.
11
Kitab yang pertama kali disusun dalam bidang balaghah adalah
tentang ilmu bayan, yaitu kitab Majazul Qur’an karangan Abu
‘Ubaidah Ma’mar bin Al-Mutsanna (w. 208), murid Al-Khalil (w. 170
H).Sedangkan ilmu ma’ani, maka tidak diketahui pasti orang
pertama kali yangmenyusun tentang ilmu tersebut. Namun, ilmu ini
sangat kental dalam pembicaraan para ulama, terutama al-Jahidz
(w. 255 H) dalam I’jazul Quran-nya.Adapun penyusun kitab tentang
ilmu badi’ pada masa awal, yang dianggap sebagai pelopor, adalah
Abdullah Ibn al-Mu’taz (w. 296 H) dan Qudamah bin Ja’far .[8]Dan
Al-Jahizh dipandang sebagai tokoh yang sangat berjasa dalam
sejarah perkembangan ilmu Balaghah secara umum dan ilmu
Bayan secara khusus, lewat karya tulisnya yang lain berjudul al-
Bayan wa al-Tabyin
13
Sepeninggal beliau, pada periode selanjutnya perkembangan
balaghah kian pesat dan signifikan. Hal ini dengan tersusunnya
sebuah risalah bernama Naqdu Qudamah yang disusun oleh
Qudamah bin Ja’far al-Baghdady (w. 310 H.). Kitab ini merupakan
kelanjutan dari karangan Khalifah Abdullah al-Mu’taz al-Abbasiy,
sekaligus menyempurnakan istilah-istilah yang dipakai di dalamnya.
Kalau dalam kitab Al-Badi’ Khalifah bin al-Mu’taz hanya
mengenalkan tujuh belas istilah saja, maka imam Qudamah
memperkenalkan beberapa kaidah-kaidah baru sehingga jumlah
keseluruhan menjadi tiga puluh kaidah.
Kelebihan di bidang sastra inilah yang juga menjadi nilai lebih dari
Alqur’an sekaligus menjadi mukjizat Alqur’an sepanjang masa.
Konon, tak satupun orang-orang arab Jahiliyah yang mampu
menandingi bahasa Alqur’an yang begitu indah dan menawan.
Sayyidina Umar r.a. pun sampai menangis dan akhirnya masuk
Islam setelah mendengar bacaan ayat suci Alqur’an. Tak heran jika
kemudian Alqur’an menjadi rujukan dan bahan utama yang dibidik
oleh ilmu balaghah.
Salah satu hal penting dan signifikan yang menandakan
pembaharuan dalam sastra ialah dikaitkannya sastra dengan adab,
terutama dalam pemerintahan Abbasiyah (750-1258 M.). Bahkan di
masa kemudian sastra lebih identik dengan bahasa arab, dan
seorang penulis karya sastra disebut al-Adib.
15
Oleh karena itu, contoh-contoh yang beliau kemukakan selalu
berkaitan erat dengan hal-hal yang banyak terjadi dalam kehidupan
sehari-hari. Tujuannya agar pembaca lebih mudah mencerna
kaidah-kaidah balaghah yang beliau sampaikan. Masalahnya,
semua tema yang terdapat di dalam balaghah tidak akan mudah
dicerna kecuali dengan memperbanyak contoh-contoh dan latihan.
Maka contoh global itulah yang kemudian diolah dan dijelaskan
sejelas mungkin, selain juga diperkuat dengan gambaran-
gambaran particular yang makin memperjelas kandungan balaghah
dalam satu redaksi atau ungkapan.
16
Semua itu beliau lakukan karena beliau banyak mempelajari kitab-
kitab mantiq dan filsafat. Tentu saja kitab ini memiliki kelebihan
tersendiri dibandingkan kitab-kitab sama yang ditulis pada masa-
masa sebelumnya.
19
13. Ibn Khafajah, ia seorang penyair dari Andalus. Ia tidak
mengharapkan kemurahan para raja sekalipun mereka menyukai
sastra dan para sastrawan. Ia wafat pada tahun 533 H.
14. Muslim bin al-Walid, ia dijuluki dengan Shari’ al-Ghawani. Ia
seorang penyair profesional dari dinasti Abbasiyah. Ia adalah orang
yang pertama kali menggantungkan syi’irnya kepada Badî’. Dia
wafat pada tahun 208 H.
15. Abu al-‘Atahiyah, ia adalah Ishaq bin Ismail bin al-Qasim, lahir
di Kufah pada tahun 130 H. Syi’irnya mudah di pahami, padat dan
tidak banyak mengada-ada. Kebanyakan syi’irnya tentang zuhud
dan peribahasa. Dia wafat pada tahun 211 H.
16. 1Ibn Nabih, ia seorang penyair dan penulis dari Mesir. Ia
memuji Ayyubiyyin dan menangani sebuah karya sastra berbentuk
prosa buat Raja al-Asyraf Musa. Ia pindah ke Mishshibin dan wafat
di sana pada tahun 619 H.
17. Basysyar bin Burd, ia seorang penyair masyhur. Para periwayat
menilainya sebagai seorang penyair yang modern lagi indah. Ia
penyair dua zaman, Bani Umayah dan Bani Abasiyah. Dia wafat
pada tahun 167 H.
18. Al-Nabighah Al-Dzubyani, ia adalah seorang penyair Jahiliyah.
Ia dinamai Nabighah karena kejeniusannya dalam bidang syi’ir. Ia
dinilai oleh Abd al- Malik bin Marwan sebagai seorang Arab yang
paling mahir bersyi’ir. Ia adalah penyair khusus Raja Nu’man Ibn al-
Mundzir. Di zaman Jahiliyah, ia mempunyai kemah merah khusus
untuknya di pasar tahunan Ukash. Para penyair lain berdatangan
kepadanya, lalu mereka mendendangkan syi’irsyi’irnya untuk ia
nilai. Ia wafat sebelum kerasulan Muhammad saw.
19. Abu al-Hasan al-Anbari, ia seorang penyair kondang yang hidup
di Baghdad. Ia wafat pada tahun 328 H. Ia terkenal dengan
ratapannya kepada Abu Thahirbin Baqiyah, patih ‘Izz al-Daulah,
ketika ia dihukum mati dan tubuhnyadisalib. Maratsi-nya
(ratapannya) itu merupakan maratsi yang paling jarangmengenai
orang yang mati disalib. Karena ketinggiannya, Izzud Daulahsendiri
memerintahkan agar dia disalib. Dan seandainya ia sendiri
yangdisalib, lalu dibuatkan maratsi tersebut untuknya.
20. Syarif Ridha, ia adalah Abu al-Hasan Muhammad yang
nasabnya sampaikepada Husain bin Ali as. Ia seorang yang
berwibawa dan menjaga kesuciandirinya. Ia disebut sebagai tokoh
syi’ir Quraisy karena orang yang pintar di antara mereka tidak
banyak karyanya, dan orang yang banyak karyanya tidak pintar,
20
sedangkan ia menguasai keduanya. Ia lahir di Baghdad dan wafat
di sana pada tahun 406 H.
21. Said bin Hasyim al-Khalidi, ia seorang penyair keturunan Abdul
Qais. Kekuatan hafalannya sangat mengagumkan. Ia banyak
menulis buku-buku sastra dan syi’ir. Ia wafat pada tahun 400 H.
22. Antarah, ia adalah seorang penyair periode pertama. Ibunya
berkebangsaan Ethiopia. Ia terkenal berani dan menonjol. Ia wafat
tujuh tahun sebelum kerasulan Muhammad. Ibnu Syuhaid al-
Andalusi, ia dari keturunan Syahid al-Asyja’i. Ia seorang pemuka
Andalus dalam ilmu sastra. Ia dapat bersyi’ir dengan indah dan
karya tulisnya bagus. Ia wafat di Kordova, tempat kelahirannya
pada tahun 426 H. Al-Abyuwardi, ia adalah seorang penyair yang
fasîh, ahli riwayat, dan ahli nasab. Karya-karyanya dalam bidang
bahasa tiada duanya. Ia wafat di Ishbahan pada tahun 558 H.
Abiyuwardi adalah nama kota kecil di Khurasan.
23. Ibnu Sinan al-Kahfaji, ia adalah seorang penyair dan sastrawan
yang berpendirian syi’ah. Ia diangkat menjadi wali pada salah satu
benteng di Halab oleh Raja Mahmud bin Saleh, tetapi ia
memberontak terhadap raja. Akhirnya ia mati diracun pada tahun
466 H.
24. Ibnu Nubatah Al-Sa’di, ia adalah Abu Nashr Abd al-Aziz,
seorang penyair ulung yang sangat lihai dalam merangkai dan
memilih kata. Ia wafat pada tahun 405 H.
21
Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa Alqur’an telah
membuktikan pengakuannya sebagai mukjizat. Sebagaimana Rasul
saw., pembawa kitab ini, tersebut telah menyampaikannya kepada
umat manusia sebagai mukjizat yang abadi dan bukti yang kuat
atas kenabiannya hingga akhir masa.
Hari ini – setelah 14 abad berlalu – bahana suara Ilahi itu masih
terus menggema di tengah umat manusia melalui media-media
informasi dan sarana-sarana komunikasi, baik dari kawan maupun
lawan. Itu semua merupakan hujjah (argumentasi) atas mereka.
Dari sisi lain, nabi Islam, Muhammmad saw. – sejak hari pertama
dakwahnya – senantiasa menghadapi musuh-musuh Islam dan
para pendengki yang sangat keras. Mereka telah mengerahkan
seluruh tenaga dan kekuatan untuk memerangi agama Islam.
Setelah putus asa lantaran ancaman dan tipu dayanya tidak
berpengaruh sama sekali, mereka berusaha melakukan
pembunuhan dan pengkhianatan. Akan tetapi, usaha jahat itu pun
mengalami kegagalan berkat inayah (pertolongan) Allah swt.
dengan cara menghijrahkan Nabi saw. ke Madinah secara rahasia
pada malam hari.
Artinya, kitab suci itu memiliki ciri-ciri kemukjizatan yang luar biasa,
tidak bisa ditiru dan dipalsukan, dan diturunkan sebagai bukti atas
kebenaran kenabian seseorang. Tampak jelas bahwa Alqur’an
merupakan bukti yang paling akurat dan kuat atas kebenaran klaim
Muhammad saw sebagai nabi Allah. Sedangkan agama Islam yang
suci adalah hak dan karunia Ilahi yang paling besar bagi umat
Islam. Alqur’an diturunkan sebagai mukjizat abadi hingga akhir
masa, yang kandungannya merupakan bukti atas kebenarannya.
Begitu sederhananya argumentasi ini hingga dapat dipahami oleh
setiap orang dan dapat diterima tanpa mempelajarinya secara
khusus.
Ilmu balaghah yang terus berkembang dan sampai kepada kita saat
adalah yang lebih bercorak kalamiyyah, memiliki banyak batasan
kata dan definisi-definisi.
Demikianlah, dan ilmu ini tidak menutup kemungkinan untuk terus
berubah menuju lebih baik atau bahkan mengalami kemunduran.
Hal ini tergantung kepada para pemegang ilmu ini, apakah akan
24
membiarkannya terdiam ataukah akan membawanya menuju
kemajuan.
https://wakidyusuf.wordpress.com/2018/05/19/sejarah-dan-perkembangan-ilmu-balaghoh-
2/
25