Anda di halaman 1dari 47

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran matematika masih banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar yang ditunjukan dengan rendahnya prestasi yang diperoleh siswa, khususnya dalam kemampuan penalaran, pemahaman matematik, pemecahan masalah, dan keterampilan dalam menggunakan konsep dan prinsip matematika. Oleh karena itu perlu diteliti faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berkenaan dengan hal itu, Ruseffendi (1991: 7) menyatakan, Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar diantaranya yaitu kecerdasan anak, bakat anak, kemauan anak, dan model pengajaran. Banyak orang yang menganggap bahwa matematika sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dikuasai oleh sebagian siswa, sehingga matematika merupakan mata pelajaran yang kurang disenangi. Pendapat ini didukung oleh Ruseffendi (1984: 15) yang menyatakan bahwa, ... Matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang dibenci. Ketidaksenangan siswa terhadap pelajaran matematika kemungkinan disebabkan oleh sukarnya memahami pelajaran

matematika. Ketidaksenangan terhadap mata pelajaran matematika dapat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar matematika siswa. Keberhasilan belajar siswa tidak

hanya tergantung pada faktor siswa saja, melainkan keberhasilan belajar siswa dapat juga dipengaruhi beberapa faktor, yakni kopetensi guru, kemampuan siswa serta karakteristrik dari mata pelajarannya, (Ruseffendi, 1991: 7). Dalam perkembangan peradaban modern, matematika memegang peranan penting, karena dengan bantuan matematika semua ilmu pengetahuan menjadi lebih sempurna. Matematika merupakan alat efisien dan sangat diperlukan oleh semua ilmu pengetahuan, tanpa bantuan matematika semuanya tidak akan mendapat kemajuan yang berarti. Berbagai usaha yang dilakukan oleh para pakar pendidikan, khususnya para pakar pendidikan matematika banyak memperkenalkan dan menerapkan berbagai metode dan pendekatan mengajar, baik pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, maupun pendidikan tinggi. Kegiatan pembelajaran matematika merupakan bagian dari proses pendidikan di sekolah dan mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan serta membentuk sikap peserta didik. Model pembelajaran merupakan setting dalam menciptakan kondisi belajar yang baik dan berdayaguna. Modelnya pun bervariasi yang menuntut keluwesan guru dalam memerankan dirinya. Keragaman model pembelajaran, baik melalui transformasi, modifikasi, maupun penciptaan bentuk baru pada hakekatnya merupakan bentuk upaya peningkatan kualitas pendidikan. Guru sebagai praktisi pendidikan dituntut untuk bisa tepat dalam memilih model pembelajaran yang dapat

memotivasi siswa untuk terlibat dalam KBM secara totalitas, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa salah satu masalah siswa dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan pemecahan masalah rendah. Hal tersebut terjadi selain karena faktor instrinsik dari diri siswanya sendiri juga diakibatkan pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran kurang tepat, baik dari segi pemilihan maupun pelaksanaannya. Dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, dimungkinkan dalam proses pembelajaran terjadi komunikasi antara guru dan siswa atau siswa dengan siswa, yang merancang terciptanya partisipasi siswa. Siswa diberikan peluang untuk lebih memahami suatu konsep matematika dari hasil sharing ideas antar siswa. Sehingga dalam pembelajarannya guru dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memancing siswa berpikir dalam memecahkan suatu permasalahan. Di sisi lain guru dapat merancang proses pembelajaran yang memungkinkan siswa mencari jawaban dengan menggunakan metode lebih dari satu cara atas persoalan yang diajukan. Pendekatan dalam pembelajaran matematika seperti ini telah dikenalkan dengan nama pendekatan Open-Ended. Terdapat banyak pendekatan dalam pembelajaran matematika, pendekatan Open-Ended merupakan salah satu yang dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam penelitian ini, karena sifatnya yang memberikan kebebasan siswa untuk menyampaikan pendapatnya atas permasalahan yang diberikan. Keleluasaan berpikir melalui pendekatan Open-Ended akan membawa siswa untuk memahami suatu topik

melalui pemecahan masalah yang dilakukannya dan berkaitannya dengan topik lain baik dalam pembelajaran matematika maupun dengan mata pelajaran lain dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pembelajaran matematika dengan pendekatan Open-Ended dapat dikaitkan dengan upaya pengembangan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika. Adapun pembelajaran yang sudah banyak dipakai sebagian besar guru adalah pembelajaran konvensional, dimana pembelajarannya dicirikan dengan terpusatnya kegiatan interaksi kepada guru sebagai pemberi informasi melalui ceramah. Berdasarkan uraian di atas timbul suatu permasalahan dalam diri penulis, apakan dengan pendekatan open-ended kemampuan pemecahan masalah matematika siswa menjadi lebih baik dibandingkan dengan metode ekspositori. Pertanyaan tersebut merupakan permasalahan yang perlu dipecahkan. Oleh karena itu, maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian yang berkenaan dengan masalah tersebut di atas dengan judul Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Antara Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Pendekatan Open-Ended dengan Pendekatan Konvensional. B. Rumusan dan Batasan Masalah Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang

pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pendekatan konvensional?

2. Bagaimana sikap siswa terhadap pendekatan pembelajaran open-ended ? Mengingat sangat luasnya permasalahan dalam penelitian, maka penelitian merasa perlu adanya pembatasan masalah, yaitu sebagai berikut. 1. Pendekatan pembelajaran yang digunakan Open-Ended (problem terbuka) dan konvensional. 2. Materi yang disampaikan hanya pembelajaran Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. 3. Sekolah yang digunakan sebagai penelitian yaitu SMP Negeri 3 Situraja Sumedang dengan populasi kelas VIII. C. Alasan Pemilihan Masalah Seperti telah dikemukakan sebelumnya maka masalah yang akan dibahas adalah kemampuan pemecahan masalah siswa rendah. Masalah tersebut sangat penting untuk dipecahkan karena menyangkut keberhasilan dalam proses

pembelajaran. Kemampuan pemecahan masalah siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, penulis akan mencoba menerapkan pendekatan pembelajaran Open-Ended dan pendekatan konvensional untuk mengetahui pendekatan mana yang lebih baik digunakan dalam proses pembelajaran terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan dan batasan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Open-Ended lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pendekatan konvensional; 2. mengetahui sikap siswa setelah pembelajaran matematika melalui pendekatan Open-Ended. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Manfaat yang dapat diambil antara lain sebagai berikut. a. Bagi guru dapat menerapkan konsep pada siswa sesuai dengan yang diharapkan. b. Bagi siswa dapat menggairahkan belajar, yang pada akhirnya dapat memahami konsep dengan cepat dan mudah. c. Bagi sekolah dapat memberikan masukan mengenai perbandingan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang pembelajarannya

menggunakan pendekatan open-ended dan pendekatan konvensional sehingga sekolah dapat lebih meningkatkan model pembelajaran matematika. F. Anggapan Dasar Sebelum penelitian dilakukan, peneliti beranggapan : 1. guru mampu melaksanakan pendekatan Open-Ended dan pendekatan konvensional dalam pembelajaran Sistem Persamaan Linear Dua Variabel;

2. fasilitas pembelajaran untuk melaksanakan pendekatan Open-Ended dan pendekatan konvensional memadai; 3. materi Sistem Pembelajaran Linear Dua Variabel cocok disajikan dengan pendekatan Open-Ended dan pendekatan konvensional; 4. kedua kelas eksperimen berkemampuan sama berdasarkan nilai rapor. G. Hipotesis Penelitian Berdasarkan anggapan dasar diatas maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut. 1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended lebih baik daripada yang menggunakan pendekatan konvensional. 2. Sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended positif. H. Penjelasan Istilah Adapun istilah-istilah yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut. 1. Menurut Shimda dan Becker (dalam Damayanti, 2002: 11) Pendekatan OpenEnded adalah pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu permasalaan yang memiliki metode atau penyelesaian yan benar lebih dari satu. Pendekatan ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beberapa teknik. 2. Pendekatan konvensional adalah merupakan pendekatan tradisional, dimana pembelajarannya dicirikan dengan terpusatnya kegiatan interaksi kepada guru

sebagai pemberi informasi melalui ceramah. Menurut Rusefendi (199i: 351) mengemukakan bahwa, Dengan pendekatan konvensional guru mengajar siswa secara kelompok dalam ruangan kelas yang banyak murid kurang lebih 30 40 orang. Pada pendekatan ini guru tidak mungkin dapat memperhatikan murid tiap orang, baik kecepatan belajarnya, pemahamannya dan lain-lain. 3. Pemecahan masalah adalah suatu keadaan atau kegiatan dalam berusaha mencapai suatu tujuan, dimana dalam mencapai tujuan itu kita belum mempunyai aturan untuk memecahkan persoalan itu. Pemecahan masalah adalah kompetensi yang harus ditumbuhkan dan dimiliki oleh siswa. Setyabudi (2005: 1) mengatakan bahwa, Pemecahan masalah merupakan latihan bagi siswa untuk berhadapan dengan sesuatu yang tidak rutin dan kemudian mencoba menyelesaikannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Belajar Kebanyakan orang berpendapat bahwa belajar itu adalah suatu kegiatan yang dapat dilakukan di sekolah atau lembaga yang berhubungan dengan pendidikan. Hal itu ada benarnya namun pengertian belajar tidak sesederhana itu. Banyak para ahli yang mendefinisikan belajar dengan berbagai macam pendapat. Sebagai landasan mengenai pengertian belajar, berikut ini akan diberikan beberapa definisi. a. Skinner (dalam Syah, 2002: 90) menyatakan bahwa, Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. b. Morgan (dalam Sobur, 2003: 219), mengemukakan bahwa, Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagi suatu hasil dari latihan atau pengalaman yang lalu. c. Witherington (1986: 6) yang menyatakan bahwa, Belajar adalah suatu perubahan pada kepribadian yaitu pada adanya pola sambutan baru yang berupa suatu pengertian. d. Surachmad (dalam Surya, 1995: 23) menyatakan bahwa, Belajar diajukan kepada pengumpulan pengetahuan, penanaman konsep dan kecakapan, serta pembentukan sikap dan perbuatan.

10

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Belajar merupakan usaha yang dilakukan seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya untuk merubah perilakunya. Dengan demikian, hasil dari kegiatan belajar adalah berupa perubahan perilaku yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Perubahan yang diharapkan adalah perubahan ke arah yang positif. Sebagai pertanda bahwa seseorang telah melakukan proses belajar adalah terjadinya perubahan perilaku pada diri orang tersebut. Perubahan perilaku tersebut, misalnya dapat berupa dari tidak tahu sama sekali menjadi samar-samar, dari kurang mengerti menjadi mengerti, dari tidak bisa menjadi terampil, dan lain-lain. Jadi perubahan sebagai hasil kegiatan belajar dapat berupa aspek kognitif, psikomotor maupun afektif. Kegiatan belajar sering dikaitkan dengan kegiatan mengajar. Kegiatan mengajar dikatakan berhasil hanya apa bila dapat mengakibatkan atau menghasilkan kegiatan belajar pada diri siswa. Dengan kata lain, mengajar merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar. Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah pada perubahan tingkah laku yang lebih baik atau sebaliknya. Perubahan

11

itu dapat terjadi melalui latihan atau pengalaman, dengan kata lain belajar itu akan terjadi jika subjek belajar itu melakukan atau mengalaminya sendiri. B. Pengertian Matematika Pengertian matematika tidak dapat dengan mudah dikatakan dengan satu atau dua kalimat begitu saja. Berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika, dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda, antara lain yaitu: 1. matematika adalah bahasa simbol; 2. matematika adalah bahasa numerik; 3. matematika adalah metode berpikir logis; 4. matematika adalah sarana berpikir; 5. matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus menjadi pelayanannya; dan 6. matematika adalah ilmu abstrak dan deduktif. Secara etimologi Tinggih (dalam Suherman, 2001: 18) menyatakan bahwa, Matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekan aktivitas dalam rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekan hasil observasi disamping penalaran. Johnson dan Rising (dalam Suherman, 2001: 18) menyatakan bahwa, Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh karena itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika. Sesuai dengan pendapat James (dalam

12

Suherman, 2001: 18) dalam kamusnya menyatakan bahwa, Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Berdasarkan definisi-definisi di atas, kini sedikit ada gambaran mengenai pengertian dari matematika dengan menggabungkan pengertian dari matematika dengan menghubungkan pengertian dari matematika dengan menggabungkan pengertian dari efinisi-definisi tersebut. Semua definisi dapat kita terima karena memang matematika dapat memasuki seluruh segi kehidupan manusia dari yang bersifat sederhana sampai yang bersifat kompleks. C. Hakekat Pembelajaran Matematika Belajar matematika adalah suatu proses (aktivitas) berpikir disertai dengan aktivitas afektif dan fisik. Suatu proses akan berjalan secara alami melalui tahap demi tahap menuju ke arah yang lebih baik. Karena belajar adalah suatu proses, maka belajar bukan sekedar menghapal konsep yang sudah jadi, akan tetapi belajar harus mengalami sendiri. Siswa mengkontruksi sendiri konsep secara bertahap, kemudian memberi makna konsep tersebut melalui penerapannya pada konsep lain, bidang studi lain, atau bahkan dalam kehidupan nyata yang dihadapainya. Kegiatan belajar menurut Fontana (dalam tim MKPBM, 2001: 9) adalah Suatu proses perubahan tingkah laku perubahan individu yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman. Sedangkan Gagne (dalam Dahar, 1996: 11) mengungkapkan bahwa Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme

13

berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Sedangkan pembelajaran menurut tim MKPBM (2001: 8) adalah Suatu upaya penataan lingkungan yang memberikan nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Menurut Mulyasa (dalam Faresnawati, 2003: 10) menyatakan bahwa Pembelajaran sebagai proses dalam belajar pada hakikatnya adalah sebagai suatu proses interaksi atau hubungan antar peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Jadi dapat dibedakan antara belajar dan pembelajaran. Belajar berarti sebagai proses perubahan tingkah laku individu siswa dan pembelajaran proses interaksinya yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa tersebut. Tujuan dari pembelajaran matematika akan tercapai jika siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk belajar matematika (doing math). Belajar matematika tidak sekedar learning to know, melainkan harus ditingkatkan melputi learning to do, learning to be hingga learning to live together. Jadi dalam pembelajaran matematika, siswa mendapat porsi lebih banyak dibandingkan dengan guru, bahkan mereka harus dominan dalam kegiatan belajar mengajar. D. Pendekatan Open-Ended Para pakar pendidikan melalui inovasinya mengembangkan metode

pembelajaran melalui pendekatan-pendekatan yang disesuaikan dengan mata pelajaran atau bidang studinya. Salah satu pendekatannya adalah pendekatan OpenEnded. Menurut Shimda dan Becker (dalam Damayanti, 2002: 11) Pendekatan Open-Ended adalah pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu permasalaan

14

yang memiliki metode atau penyelesaian yang benar lebih dari satu. Pendekatan ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoloeh pengetahuan dan pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beberapa teknik. Pembelajaran dengan menggunakan Open-Ended biasanya dimulai dengan memberikan problem terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus membawa siswa dalam menjawab permasalahan dengan banyak cara dan mungkin juga banyak jawaban (yang benar) sehingga mengundang potensi intelektual dan pengalaman siswa dalam menemukan sesuatu yang baru, Pendekatan Open-Ended membahas dan memecahkan masalah, sebagaimana yang dikatakan dalam pendekatan problem solving. Dalam pendekatan Open-Ended lebih menekankan pada proses daripada hasil sehingga pada dasarnya pendekatan ini yaitu problem solving menekankan pada upaya pemecahan masalah dengan merumuskan permasalahannya terlebih dahulu. Dalam pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan OpenEnded terdapat keragaman metode atau cara untuk menemukan penyelesaian dari suatu permasalahan. Hal ini berarti pendekatan Open-Ended memberikan keleluasaan kepada siswa untuk menemukan jawaban. Dalam pembahasan konsep, pendekatan Open-Ended lebih bersifat merangsang kreativitas cara berpikir siswa. Pendekatan Open-Ended merupakan salah satu pendekatan yang membantu siswa melakukan pemecahan masalah (problem solving) dengan menghargai keragaman berpikir yang mungkin timbul selama proses problem solving. Dalam

15

proses pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, biasanya lebih banyak digunakan soal-soal yang bersifat terbuka sebagai instrumen dalam pembelajaran. Ciri terpenting dari soal yang bersifat terbuka adalah tersedianya kemungkinan dan keleluasaan bagi siswa untuk memakai sejumlah metode yang dianggapnya paling sesuai dalam penyelesaiaan soal. Dalam arti pertanyaan dalam bentuk pendekatan Open-Ended dapat mengiring siswa menuju kepada pemahaman masalah yang diberikan. Pendekatan Open-Ended menjanjikan suatu kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengkolaborasikan permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasikan melalui proses belajar mengajar. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan OpenEnded membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi. Perlu digarisbawahi bahwa kegiatan matematika dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut. 1. Kegiatan siswa harus terbuka Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.

16

2. Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir Kegiatan matematik adalah kegiatan yang di dalamnya terjadi proses pengabstraksian pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya. Pada dasarnya kegiatan matematik akan

mengundang proses manipulasi dalam dunia matematika. 3. Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan Kegiatan siswa dan kegiatan matematik dikatakan terbuku secara simultan dalam pembelajaran jika kebutuhan dan berpikir matematik siswa terperhatikan guru melalui kegiatan-kegiatan matematik yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan lainnya. Dengan kata lain, ketika siswa melakukan kegiatan matematika untuk memecahkah permasalahan yang diberikan, dengan sendirinya akan mendorong potensi mereka untuk melakukan kegiatan matematik pada tingkatan berpikir yang lebih tinggi. Dengan demikian, guru tidak perlu mengarahkan agar siswa memecahkan permasalahan dengan cara atau pola yang sudah ditentukan, sebab akan menghambat kebebasan berpikir siswa untuk menemukan cara baru menyelesaikan permasalahan. Berenson (dalam Yuniawati, 2000: 12) memberikan arahan dalam melaksanakan pendekatan Open-Ended, yakni dengan cara memberikan sejumlah observasi kepada siswa yang mungkin jawabannya akan berbeda satu dengan yang lain. Menurut pengamatannya, ada tiga perbedaan jawaban dalam pendekatan OpenEnded sebagaimana yang dikemukakan oleh Katsuro (dalam Salamah, 2003: 250) adalah sebagai berikut.

17

1. Siswa mengerti perbedaan jawaban-jawaban. 2. Siswa mengerti hubungan antara perbedaan jawaban-jawaban. 3. Siswa berkembang pengetahuan matematikanya dan berpikir berdasarkan perbedaan jawaban-jawaban. Rencana pembelajaran diarahkan untuk memungkinkan terjadinya pemanduan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir matematis oleh siswa itu sendiri. Dengan kata lain, melalui pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended menurut Sawada (dalam Damayanti, 2002: 14) diarahkan agar siswa dapat : 1. menterjemahkan situasi ke dalam parameter-parameter matematis; 2. mencari hubungan matematis yang memanfaatkan kemampuan dan pengetahuan sebelumnya; 3. menyelesaikan masalah; dan 4. menguji hasil penyelesaian masalah. Selain itu ada beberapa tujuan lain yang dapat ditargetkan, diantaranya sebagai berikut : 1. saling bertukar pikiran dengan siswa lain mengenai metode pemecahan yang digunakan masing-masing; 2. membandingkan dan menguji beberapa gagasan yang berbeda; 3. memodifikasi atau mengembangkan gagasan-gagasan yang ada. Sebagai sebuah alternatif metode pembelajaran, pendekatan Open-Ended memiliki kelebihan maupun kelemahan. Dalam tim MKPPBM (2001: 121) dikemukakan hal tersebut sebagai berikut.

18

Beberapa keunggulan pendekatan Open-Ended antara lain : (1) Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya, (2) Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komperehensif, (3) Siswa dengan kemampuan matematik rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri, (4) Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan, (5) Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan. Disamping keunggulan yang dapat diperoleh dari pendekatan Open-Ended terdapat beberapa kelemahan diantaranya : (1) Membuat dan menyiapkan masalah matematik yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah, (2) Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan, (3) Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka, (4) Mungkin ada sebagian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka tidak menyenagkan karena kesulitan yang ereka hadapi. E. Pendekatan Konvensional Pendekatan konvensional adalah merupakan pendekatan tradisional, dimana pembelajarannya dicirikan dengan terpusatnya kegiatan interaksi kepada guru sebagai pemberi informasi melalui ceramah. Menurut Rusefendi (199i: 351) mengemukakan bahwa, Dengan pendekatan konvensional guru mengajar siswa secara kelompok dalam ruangan kelas yang banyak murid kurang lebih 30 40 orang. Pada pendekatan ini guru tidak mungkin dapat memperhatikan murid tiap orang, baik kecepatan belajarnya, pemahamannya dan lain-lain. Kegiatan yang dilaksanakan dengan pendekatan konvensional ialah guru sebagai satu-satunya sumber pemberi materi, memberikan materi kepada siswa dengan ceramah, siswa mendengarkan sambil mencatat dan menghapal materi yang disampaikan guru. Kemudian guru memberikan contoh soal, soal-soal latihan dan pekerjaan rumah.

19

Menurut Nasution (dalam Sukasno, 2002: 31) ciri-ciri pendekatan konvensional sebagai berikut: 1. bahan pelajaran disajikan pada kelompok kelas secara keseluruhan

tanpa memperhatikan siswa secara individual; 2. kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis

dan media lain menurut pertimbangan guru; 3. mengajar; 4. 5. keberhasilan belajar pada umumnya dinilai oleh guru secara subjektif; guru berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan. siswa umumnya bersifat pasif karena harus mendengarkan uraian guru

F. Pemecahan Masalah Matematika Pemecahan masalah adalah suatu keadaan atau kegiatan dalam berusaha mencapai suatu tujuan, dimana dalam mencapai tujuan itu kita belum mempunyai aturan untuk memecahkan persoalan itu. Pemecahan masalah adalah kompetensi yang harus ditumbuhkan dan dimiliki oleh siswa. Setyabudi (2005: 1) mengatakan bahwa, Pemecahan masalah merupakan latihan bagi siswa untuk berhadapan dengan sesuatu yang tidak rutin dan kemudian mencoba menyelesaikannya. Pemecahan masalah berkenaan dengan seluruh kegiatan pengajaran

matematika. Bukan saja proses dan produknya yang diperhatikan tapi diharapkan muncul kreativitas, CBSA bisa diterapkan, juga bentuk dan macam soalnya harus khusus. Berkenaan dengan itu Ruseffendi (1990: 172) mengatakan bahwa,

20

Soal-soalnya harus merupakan pemecahan masalah, terutama bukan soal-soal rutin, karena tes buku tidak cukup mengevaluasi keberhasilan siswa (melakukan pemecahan masalah). Pemecahan masalah itu bukan sesuatu jawaban yang harus kita cari, tetapi suatu proses atau pengalaman untuk mencapai suatu tujuan. Ungkapan Ruseffendi itu senada dengan pendapat dari Branca (1980: 3) yang mengatakan bahwa, Pemecahan masalah adalah suatu proses, dengan menekankan bahwa pembelajaran matematika harus memberikan pengalaman kepada siswa dalam menerapkan matematika, pada saat memilih dan menyesuaikan cara penyelesaian soal. Pemecahan masalah adalah juga proses manarapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya pada masalah baru atau tidak biasa. Memecahkan soal cerita adalah salah satu bentuk pemecahan masalah, tapi selain itu siswa juga harus terbiasa memecahkan soal-soal non rutin lainnya. Selanjutnya Branca (1980: 2) mengatakan bahwa, Pemecahan masalah adalah alasan pokok belajar matematika. Branca (1980: 3) membagi pemecahan masalah menjadi tiga definisi, yaitu, Pemecahan masalah sebagai tujuan, pemecahan masalah sebagai proses, dan pemecahan masalah sebagai keterampilan dasar. Memandang pemecahan masalah sebagai keterampilan dasar dapat membantu kita menyusun keterampilan, konsep dan pemecahan masalah spesifik pada kegiatan mengajar matematika sehari-hari. Memandang pemecahan masalah sebagai proses membantu kita menguji apa-apa yang kita lakukan dengan keterampilan dan konsep, bagaimanakah hubungannya dengan yang lain, dan apa peranannya dalam

21

menyelesaikan soal yang bervariasi. Memandang pemecahan masalah sebagai tujuan dapat mempengaruhi semua yang kita lakukan dalam pembelajaran matematika. Sebagaimana diungkapkan di atas, bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses. Proses yang dilalui diantaranya adalah menerima tantangan/persoalan, merumuskan pertanyaan dalam bentuk yang lebih operasional, memperjelas tujuan, membuat rencana kerja, melaksanakannya dan memeriksanya. Pada proses pemecahan masalah siswa harus mampu belajar untuk merumuskan kunci jawaban, menganalisis, mengkonsep masalah, mendefinisikan masalah dan tujuan, menemukan pola dan kesamaan, menunjukan data/informasi yang tepat, mencoba, mentransfer keterampilan dan strategi pada soal yang baru. Keaktifan siswa, cara siswa menyelesaikan soal, ketabahan siswa

menyelesaikan soal, dan semacamnya dalam pemecahan masalah itu harus ditumbuhkan. Pentingnya keaktifan siswa dalam belajar adalah upaya

memaksimalkan indranya pada pemecahan masalah. Sedangkan mengenai pentingnya soal-soal tidak rutin diberikan menurut Ruseffendi (1990b: 104) ialah karena alasan berikut ini : 1. pengetahuan dan kemampuan kita mengenai matematika itu tidak akan banyak artinya bila kita tidak mampu menggunakannya untuk memecahkan persoalanpersoalan baru dan tidak mampu mengaplikasikannya; 2. dalam kehidupan itu jarang ada, mungkin mustahil ada soal matematika rutin; dan 3. menurut panalitian, makin banyak siwa berpengalaman menyelesaikan soal-soal, makin mampu ia menyelesaikan permasalahan.

22

Dasar dari pengembangan kemampuan pemecahan masalah adalah membuka pikiran, memiliki rasa ingin tahu, keinginan untuk membuktikan, melakukan pecobaan dan menebak atau mengira-ngira berdasarkan perhitungan. Untuk itu guru harus menciptakan suasana kelas yang sekiranya akan mengembangkan atau memunculkan kemampuan memecahkan masalah. Guru sebaiknya senantiasa mendorong siswa untuk mencoba, manggali dan menjelaskan. Menurut NCTM (1980: 3), Pemecahan masalah pada intinya aktivitas kreatif yang tidak bisa dibentuk hanya melalui situasi atau soal-soal yang biasa. Guru sebaiknya membantu siswa membaca dan memahami soal-soal yang disajikan secara tertulis, membantu mendengarkan dan menjelaskan soal yang disampaikan secara oral. Guru harus membantu siswa menyampaikan gagasannya dengan berbagai media yang ada. Guru juga perlu membantu siswa membandingkan jawaban yang dikerjakannya sendiri dengan jawaban siswa lain sehingga didapat penyelesaian yang terbaik. Polya (dalam Maeir, 1996: 90) menyatakan bahwa, Pada pemikiran suatu rencana, persoalan-persoalan seperti itu, yang bagaimanapun ada hubungannya dengan masalah yang telah diketahui, mempunyai fungsi penting. Pencari persoalan itu bertambah berat bila pemecahan masalah disusun atau diorganisasi sebagai urutan kegiatan pikiran yang terpisahkan dan tidak tergantung satu sama lain. Karena itu dalam pelajaran sebaiknya dibuat rantai dan bidang persoalan yang ada dengan hubungannya satu dengan yang lain.

23

Supaya siswa sampai pada kemampuan memecahkan masalah, maka guru perlu menciptakan suatu strategi pembelajaran yang sesuai. Perlu langkah-langkah tepat agar kemampuan siswa muncul dan guru mampu mengevaluasinya dengan baik, sehingga didapat kesimpulan bahwa memang benar siswa sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah, dan bisa dibuktikan. Beberapa ahli (dalam Setyabudhi, 2004: 3) merumuskan beberapa kemampuan pemecahan yang harus ditentukan diantaranya adalah : 1. kemampuan mengerti konsep dan istilah matematika; 2. kemampuan untuk mencatat kesamaan, perbedaan dan analogi; 3. kemampuan untuk mengidentifikasi elemen terpenting dan memilih prosedur yang benar; 4. kemampuan untuk mengetahui yang tidak berkaitan; 5. kemampuan untuk menaksir dan menganalisa; 6. kemampuan untuk memvisualisasi dan menginterpretasi kuantitas atau ruang; 7. kemampuan untuk memperumum berdasarkan beberapa contoh; 8. kemampuan untuk berganti metoda yang telah diketahui; 9. mempunyai kepercayaan diri yang cukup dan merasa senang terhadap materinya. Polya (dalam Damayanti 2003: 13) mengemukakan ada empat aspek atau langkah yang dapat ditempuh dalam pemecahan masalah yaitu : 1. memahami masalah (understanding the problem solvng); 2. membuat rencana pemecahan (divising a plan); 3. melakukan perhitungan (carriying out the plan);

24

4. memeriksa kembali hasil yang dperoleh (looking back). Empat tahap pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan satu kesatuan yang sangat penting untuk dikembangkan. Salah satu cara untuk mengembangkan siswa dalam memecahkan masalah adalah melalui penyediaan pengalaman pemecahan masalah yang memerlukan strategi yang berbeda-beda dari masalah satu ke masalah lainnya. Adapun pedoman penskoran pemecahan masalah sebagai berikut. Tabel 2.1 Pedoman Penskoran Pemecahan Masalah Membuat rencana Melakukan Memahami masalah pemecahan masalah Perhitungan Salah Tidak ada rencana, Tidak melakukan menginterprestasikan/salah membuat rencana perhitungan sama sekali yang tidak relevan

Skor 0

Memeriksa kembali Tidak ada pemecahan atau tidak ada keterangan lain Ada pemeriksaan tetapi tidak tuntas

Salah menginterprestasikan sebagian soal, mengabaikan kondisi soal

Membuat rencana pemecahan yang telah dilaksanakan

Melaksanakan prosedur yang benar dan mungkin mengalihkan jawaban yang benar tetapi salah perhitungan

Memahami masalah soal selengkapnya

Membuat rencana yang benar tetapi salah dalam hasil/ tidak ada hasil

Pemeriksaan Melakukan proses dilakukan untuk perhitungan yang melihat benar dan kebenaran proses mendapatkan hasil yang benar

Membuat rencana

25

yang benar tetapi belum lengkap 4 Membuat rencana sesuai dengan prosedur dan mengarah pada solusi yang benar Skor maksimal 2 Skor maksimal 2 G. Penelitian yang Relevan Dalam pembelajaran matematik, secara khusus dapat diterapkan model pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended. Untuk penelitian pernah dilakukan oleh Aan Astuti (2004) pada siswa kelas 1 di SMU Negeri 13 Bandung pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear yang disesuaikan dengan model pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Open-Ended. Aan Astuti mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa dengan meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsepkonsep matematika yang disampaikan oleh guru. Penelitian yang sama dilakukan oleh Damayanti (2003) tepatnya di SLTP Negeri 15 Bandung kelas 2-B semester 1 pada pokok bahasan peluang yang disesuaikan dengan model pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended. Damayanti menemukan bahwa pembelajaran melalui pendekatan Open-Ended pemahaman siswa Skor maksimal 4 Skor maksimal 2

26

menjadi meningkat. Selain itu pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika mengalami peningkatan.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan cara memberikan perlakuan tertentu pada beberapa eksperimen. Kegunaan metode eksperimen dalam penelitian ini adalah untuk menemukan ada tidaknya perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended dengan pendekatan konvensional. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain dengan kelompok tanpa pretes yaitu : A : X1 A : X2 Keterangan : A T : Pemilihan sampel secara acak. : Postest T T

27

X1

: Perlakuan untuk kelas eksperimen, yaitu proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan open-ended.

X2

: Perlakuan untuk kelas kontrol, yaitu proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan konvensional.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi merupakan kumpulan objek penelitian yang memiliki karakteristik untuk dipelajari sehingga menghasilkan informasi yang bermanfaat. Pengabean (dalam Kurnaesih, 2004: 18) mengemukakan bahwa, Populasi adalah keseluruhan objek atau universe, populasi biasa berupa manusia, peristiwa atau gejala yang terjadi dan lain-lain. Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Situraja, yang dianggap telah memiliki kemampuan yang

memadai. Selain itu, siswa telah memiliki kemandirian dalam belajar dari rasa tanggungjawab terhadap tugas-tugas yang diberikan dan mulai memasuki tahap berpikir normal. Alasan dipilihnya kelas VIII SMP Negeri 3 Situraja sebagai populasi adalah sebagai berikut. a. Siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Situraja dianggap telah memiliki kemampuan intelektual yang memadai dan perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan untuk eksperimen tersebut.

28

b. Lokasi SMP Negeri 3 Situraja tidak terlalu jauh dari tempat tinggal penulis. Dengan demikian, diharapkan dapat memperlancar pelaksanaan penelitian.

2. Sampel Sampel merupakan bagian dari populasi yang diteliti. Menurut Surachmad (dalam Surakhman, 2004: 29) bahwa, Sampel adalah penarikan dari sebagian populasi untuk mewakili populasi. Selanjutnya ia mengemukakan bahwa, Untuk pedoman umum saja dapat dikatakan bahwa bila populasi cukup homogen terhadap populasi dibawah 100 dapat dipergunakan sampel sebesar 50%, diatas 100 sebesar 15%. Untuk jaminan ada baiknya sampel selalu ditambah sedikit lagi dari model matematika tadi. Sedangkan menurut Engkoswara (dalam Surakhman, 2004: 29) bahwa, Sampel sering disebut sebagai sasaran langsung objek penelitian yang kita lakukan. Sampel ini harus ditetapkan secara representatif, yaitu sampel yang benar mencerminkan populasinya. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari populasi kelas VIII SMP Negeri 3 Situraja. Penarikan sampel dilakukan dengan mengambil dua kelas secara acak dari kelas VIII yaitu kelas VIII A dan kelas VIII B yang masing-masing terdiri dari 40 orang siswa. Adapun karakteristik dari sampel penelitian ini sebagai berikut. a. Nilai rata-rata ulangan harian materi sebelumnya relatif sama.

29

b. Kesulitan belajar matematika pada umumnya dikarenakan penjelasan guru yang kurang dimengerti oleh siswa. c. Faktor penunjang pembelajaran ( buku paket, LKS dan alat tulis) memadai. d. Mata pencaharian orang tua siswa pada umumnya petani.

C. Prosedur penelitian 1. Persiapan penelitian Langkah-langkah persiapan penelitian sebagai berikut. a. Pengajuan proposal penelitian kepada Ketua Program Studi Pendidikan Matematika. b. Mengajukan permohonan ijin penelitian kepada Ketua STKIP Sebelas April Sumedang melalui Ketua Program Studi Matematika. c. Mengajukan permohonan ijin kepada kepala sekolah SMP Negeri 3 Situraja. Setelah disetujui oleh kepala sekolah yang bersangkutan, penulis mulai melakukan penelitian. 2. Pelaksanaan penelitian Langkah pertama melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Kedua kelompok diberikan perlakuan yang sama, seperti dalam hal-hal sebagai berikut. a. Jumlah jam pelajaran dan materi yang diajarkan . b. Pengajaran kedua kelompok dilakukan oleh pengajar yag sama Perlakuan yang berbeda pada kedua kelompok eksperimen terletak pada pendekatan pembelajaran yang digunakan, yaitu kelas eksperimen proses

30

pembelajaran menggunakan pendekatan open-ended sedangkan kelas kontrol dengan pendekatan konvensional. Langkah terakhir penelitian ini adalah pemberian tes akhir kepada kedua kelas dan angket pada kelas eksperimen.

D. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam suatu penelitian sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penelitian tersebut, sebab data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian (masalah) dan menguji hipotesis diperoleh melalui instrumen. Menurut Arikunto (dalam Kurnaesih, 2004: 20) bahwa, Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya baik dalam artian lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah. Jadi instrument adalah alat yang digunakan ketika peneliti menggunakan suatu metode. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian. 1. Instrumen untuk membantu pelaksanaan penelitian, sebagai berikut. a. Silabus dan Sistem Penilaian Silabus dan sistem penilaian merupakan seperangkat pelaksanaan

pembelajaran untuk satu pokok bahasan. Silabus dan sistem penilaian disusun berdasarkan prinsip yang berorientasi pada pencapaian kompetensi. Sesuai dengan prinsip tersebut maka silabus dan sistem penilaian matematika dimulai dengan identifikasi masalah, standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok dan uraian

31

materi pokok, pengalaman belajar, indikator, penilaian, serta alokasi waktu dan sumber/ bahan/alat. b. RPP Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan pengembangan dari silabus dan system penilaian yang dibuat untuk setiap kali pertemuan (untuk satu atau beberapa pokok bahasan). c. LKS Lembar kerja siswa digunakan selama proses pembelajaran berlangsung yang funngsinya untuk membantu siswa dalam kegiatan belajar mengajar. 2. Instumen untuk melihat proses dan hasil belajar, serta mengetahui sikap siswa terhadap pendekatan pebelajaran yang telah diberikan, yaitu berupa tes tertulis yang terdiri dari tes akhir dan angket. a. Tes Akhir Tes akhir digunakan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa setelah diberi perlakuan pada kedua kelompok eksperimen. Fungsi postest (tes akhir) menurut Mulyasa (2004: 130) adalah sebagai berikut. a. Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan antara hasil pretes dan post tes. b. Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dan tujuan-tujuan yang belum dikuasai ini,

32

apabila sebagian besar belum menguasainya maka perlu dilakukan pembelajaran kembali (remedial teaching). c. Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial, dan peserta didik yang perlu mengikuti pengayaan, serta untuk mengetahui tingkat kesulitan dalam mengerjakan modul (kesulitan belajar). d. Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap komponenkomponen modul, dan proses pembelajaran yang teah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Tipe tes yang akan digunakan pada penelitian ini berupa tes tipe subjektif. Alasan menggunakan tes subjektif adalah karena pada penelitian ini hal yang diteliti adalah kemampuan pemecahan masalah, sehingga soal-soal tes harus menuntut penyelesaian dengan prosedur yang tidak rutin atau yang biasa digunakan siswa, misalnya soal cerita. Selain itu soal tes tipe subjektif dalam bentuk uraian mempunyai beberapa kelebihan, sebagai berikut. 1. Pembuatan soal bentuk uraian relatif lebih mudah dan dan biasa dibuat dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama. 2. Proses berpikir, ketelitian, sistematika penyusunan dapat dievaluasi. 3. proses pengerjaan tes akan menimbulkan kreatifitas dan aktifitasyang positif bagi siswa. Disamping kelebihan, soal tes tipe subjektif pun mempunyai kelemahan, yaitu sebagai berikut.

33

1. Ruang lingkup materi yang disajikan dalam dalam bentuk uraian kurang menyeluruh. 2. Penilaian dipengaruhi faktor subjektifitas pemeriksa. 3. Pemeriksa harus benar-benar ahli dalam bidangnya. 4. Pemeriksa jawaban cukup rumit sehingga memerlukan waktu yang cukup banyak.

b. Angket Angket yang cara pengumpulan data melalui sejumlah pernyataan tertulis yang disampaikan kepada responden. Angket yang digunakan adalah angket tertutup, artinya alternatif jawabannya sudah disediakan dan responden tinggal memilih salah satu alternatif jawaban yang paling sesuai dengan pendapatnya. Bentuk angket disesuaikan dengan bentuk skala Likert. Pilihan jawaban pada angket tertutup adalah SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS Tidak Setuju, dan STS (Sangat Tidak Setuju). Adapun penggunaan angket ini adalah untuk mengetahui pendapat siswa setelah kegiatan pembelajaran. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah tes tertulis, pedoman observasi dan angket. Adapun prosedur pelaksanaannya sebagai berikut. 1. Menyusun soal tes tertulis berbentuk uraian (tes subjektif). Soal diambil dari bank soal yang berhubungan dengan materi pokok sistem persamaan linear dua variabel sebanyak empat soal dengan bobot nilai 10. 2. Mengadakan tes akhir setelah selesai pokok bahasan.

34

3. Penilaian jawaban tes akhir, dilakukan dengan penskoran. 4. Merekapitulasi nilai tes akhir kedalam tabel data penelitian. 5. Angket dilakukan diakhir pertemuan setelah pembelajaran selesai. 6. Data yang terkumpul dianalisis dan disimpulkan.

F. Teknik Pengolahan Data 1. Data nilai tes akhir untuk masing-masing kelompok eksperimen. Pengolahan data yang dilakukan sebagai berikut. a. Mengetes normalitas dan distribusi masing-masing kelompok. b. Jika keduanya berdistribusi normal, dilanjutkan dengan pengetesan tentang homogenitas varians. c. Jika kedua variansinya homogen, dilanjutkan dengan test t. d. Jika minimal satu dari dua distribusi tersebut tidak normal, langkah selanjutnya menggunakan statistik tak parametrik, yaitu tes wilcoxon. e. Jika kedua distribusi itu normal tetapi variansinya tidak homogen dilanjutkan dengan test t (Nurgana, 1993 : 35). Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut. a. Mengetes normalitas distribusi masing-masing kelas, dalam hal ini digunakan nilai x 2 (chi kuadrat) dengan rumus sebagai berikut:

x2 =

( O1 E1 )
E1

35

Keterangan:
O1 E1

= Frekuensi observasi = Frekuensi ekspektasi Setelah nilai diketahui maka untuk menentukan normalitas kurva dicari x 2

dari daftar chi daftar maka distribusi dikatakan normal jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

x 2 < x 2 ( 0,99) (db) untuk taraf signifikasi 1% x 2 < x 2 ( 0,95) (db) untuk taraf signifikasi 5%
b. Setelah keduanya berdistribusi normal, dilanjutkan dengan menguji homogenitas variansi yang langkah-langkahnya sebagai berikut: 1. Mencari nilai F dan rumusnya Rumusnya : F =
Vb Vk

Keterangan : Vb = Varians besar


Vk

= Varians kecil

2. Menentukan derajat kebebasan rumusnya: Rumusnya : Keterangan :


d 1 = Derajat kebebasan pembilang b db 2 = Derajat kebebasan penyebut
db 1 = n1 1 db 2 = n 2 1

36

n1 n2

= Ukuran sampel yang variansnya besar = Ukuran sampel yang variansnya kecil

3. Menetukan nilai F dari daftar 4. Untuk taraf signifikansi 1% dari kriteria:


Fhitung < F0, 01 ( db1 .db 2 ) maka kedua variansinya adalah homogen.

c. Setelah kedua variansi homogen, maka dilanjutkan dengan tes t yang langkahlangkahnya sebagai berikut: 1. Mencari deviasi standar gabungan yang rumusnya :
dsg = ( n1 1) v1 + ( n2 1) v 2 n1 + n 2 2

2. Mencari nilai t yang rumusnya :


t =
dsg

x1 x 2 1 1 + n1 n2

3. Menentukan nilai t dari daftar t(0.995)(db) berarti pada taraf signifikasi 1 %. Dengan kriteria : Jika - t(0.995)(db) < t < t(0.995)(db) maka perlakuan tersebut sama (tidak ada yang lebih baik). Bila ternyata ada di luar atau sama dengan batas interval t (0.995)(db) maka kedua perlakuan tersebut berbeda signifikan; t ada di luar atau sama dengan batas interval t(0.995)(db) maka kedua perlakuan tersebut berbeda sangat signifikan yang lebih baik adalah nilai rata-ratanya terbesar.

37

d. Jika kedua distribusi normal tetapi variansinya tidak homogen maka menggunakan test t. 1. Mencari nilai t
t' = x1 x 2 v1 v + 2 n1 n2

Rumusnya :

2. Menghitung nilai kritis t Rumusnya :


nk

t' =

w1 t1 +w2 t 2 w1 + w2

3. Menentukan nilai t didaftar t(0.995)(db) berarti pada taraf signifikasi 1 %. Dengan kriteria : Jika t(0.995)(db) < t < t(0.995)(db) maka perlakuan tersebut sama (tidak ada yang lebih baik). Bila ternyata ada di luar atau sama dengan batas interval t(0.995)(db) maka kedua perlakuan tersebut berbeda signifikan; t ada di luar atau sama dengan batas interval t(0.995)(db) maka kedua perlakuan tersebut berbeda sangat signifikan yang lebih baik adalah nilai rata-ratanya terbesar. 2. Data Angket Siswa Menurut Suherman (dalam Ervina, 2004: 23), untuk mengolah data angket digunakan rumus sebagai berikut : x= X ts P

Keterangan :
x

= Rata-rata skor siswa

38

X ts = Jumlah skor siswa

P = Jumlah pertanyaan
X = t x n

Keterangan : Xt = Jumlah total jawaban siswa

x = Jumlah rata-rata skor siswa

= Jumlah subjek

Setelah data dianalisis, lalu dilakukan interpretasi dengan menggunakan kategori seperti yang tercantum pada tabel 3.1 berikut ini. Tabel 3.1 Kriteria Penafsiran Data Jumlah jawaban (Xt) Kategori 3 < Xt 5 Sikap positif Xt = 3 1 Xt < 3 Sikap netral Sikap negatif Tabel 3.2 Format Pengolahan Angket Skor tiap no pertanyaan 1 2 3

No

Subjek

Xts

X t=

Kategori =

39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis dan Pembahasan Data Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Berdasarkan pengolahan data dari 80 siswa yang dijadikan sampel dalam penelitiaan diperoleh data sebagai berikut. 1. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Mendapat Pendekatan Open-Ended. Dari data prestasi belajar matematika siswa yang mendapat metode pemecahan masalah (X1) didapat skor tertinggi 9,3 dan skor terendah 6,3. Data tersebut diamsukan kedalam tabel distribusi frekuensi yang terbagi kedalam 7 kelas (interval), yaitu : Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah yang Mendapat Pendekatan Open-ended
Kelas 6.0 - 6.4 6.5 - 6.9 7.0 - 7.4 7.5 - 7.9 8.0 - 8.4 8.5 - 8.9 9.0 - 9.4 Jumlah fi 1 9 5 10 5 7 3 40

40

Distribusi frekuensi kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapat pendekatan open-ended jika digambarkan dalam bentuk histrogram adalah sebagai berikut.
12 10 Frekuensi 8 6 4 2 0 6.0 - 6.4 6.5 - 6.9 7.0 - 7.4 7.5 - 7.9 8.0 - 8.4 8.5 - 8.9 9.0 - 9.4 Kelas Interval

Gambar 4.1 Histogram Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Mendapat Pendekatan Open-Ended Nilai rata-rata untuk kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapat pendekatan open-ended (variabel X1) adalah M1 = 7,659 dan simpangan baku data adalah S1 = 0,844. Dilihat dari nilai rata-rata yang diperoleh, maka dapat dikatakan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapat pendekatan open-ended termasuk baik. Dengan kata lain pendekatan open-ended berhasil meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

41

2. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Mendapat Pendekatan Konvensional. Data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapat pendekatan konvensional di dapat skor tertinggi 9 dan skor terendah 4. Data tersebut dimasukan ke dalam tabel distribusi frekuensi yang terbagi kedalam 7 kelas (interval), yaitu : Tabel 4.2 Distribusi frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah yang Mendapat Pendekatan Konvensional
Kelas 4.0 - 4.7 4.8 - 5.5 5.6 - 6.3 6.4 - 7.1 7.2 - 7.9 8.0 - 8.7 8.8 - 9.5 Jumlah fi 3 8 9 7 11 1 1 40

Distribusi frekuensi kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapat pendekatan konvensional jika digambarkan dalam bentuk histrogram adalah sebagai berikut :
12 10 Frekuensi 8 6 4 2 0 4.0 - 4.7 4.8 - 5.5 5.6 - 6.3 6.4 - 7.1 7.2 - 7.9 8.0 - 8.7 8.8 - 9.5 Kelas Interval

42

Gambar 4.2 Histogram Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Mendapat Pendekatan Konvensional Nilai rata-rata untuk kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapat pendekatan konvensional adalah M2 = 6,40 dan simpangan baku data adalah S1 = 1,173. Dilihat dari nilai rata-rata yang diperoleh, maka dapat dikatakan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapat pendekatan konvensional termasuk kurang baik. Dengan kata lain pendekatan konvensional ini belum berhasil meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. B. Analisis Data 1. Uji Normalitas Data Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data terjaring dari masing-masing variabel merupakan suatu distribusi normal atau tidak. Dari hasil perhitungan uji normalitas pada lampiran V diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Kelas Eksperimen


X
2

hitung

tabel

Perbandingan
X
2

Kesimpulan Berdistribusi normal

99 % dk =6

9,1603

12,6

hitung < X

tabel

43

Kontrol

5,4407

12,6

hitung < X

tabel

Berdistribusi normal

2. Uji Homogenitas Varians Uji homogenitas varians dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel diambil dari populasi yang asalnya sama atau tidak. Untuk menghitung uji

homogenitas varians rumus yang digunakan adalah F =

Vb dari hasil perhitungan Vk

uji homogenitas varians pada lampiran diperoleh nilai Fhitung = 1,9316. kemudian, nilai Ftabel dengan taraf kepercayaan 99 % dan dk1 = 39 adalah F0,99.(39:39) = 2,13 karena diperoleh nilai Fhitung < Ftabel, maka dikatakan semua varians homogen. 3. Uji Tes t Dengan membandingkan antara thitung dan ttabel, maka diperoleh bahwa : thitung (24,2582) > ttabel (2,65) yang artinya hipotesis diterima atau dengan kata lain kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapat pendekatan open-ended lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapat pendekatan konvensional. C. Pengujian Hipotesis Untuk menguji hipotesis kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended lebih baik daripada yang menggunakan pendekatan konvensional, digunakan tes t.

44

Dari hasil perhitungan analisis hasil uji t (student test) pada lampiran diperoleh harga thitung = 24,2582. Hasil ini dikonsultasikan dengan ttabel dengan DK = 78 dan taraf kepercayaan 99 % yaitu t(0,95)(78) = 2,65. Dengan demikian diperoleh perbandingan thitung > ttabel atau dengan angka 24,2582 > 2,65. Dari perhitungan ratarata yang diperoleh untuk kelas eksperimen adalah 7,659 sedangkan untuk kelas kontrol adalah 6,40, maka dari hasil perhitungan tersebut berarti kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended lebih baik daripada menggunakan pendekatan konvensional. Jadi hipotesis yang diajukan diterima yaitu : kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended lebih baik daripada yang menggunakan pendekatan konvensional. Untuk menguji hipotesis sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended positif. Hasil perhitungan data angket diperoleh Xt = 4.109, sehingga dapat dikatakan bahwa sikap siswa terhadap pendekatan open-ended positif. Jadi, hipotesis yang diajukan diterima yaitu : sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended positif. D. Pembahasan Penelitian Dari hasil pengujian hipotesis, ternyata nilai thitung > ttabel dan dari rata-rata nilai, diperoleh rata-rata kemapuan pemecahan masalah untuk yang mendapat pendekatan open-ended adalah 7,659, sedangkan untuk yang mendapat pendekatan

45

konvensional adalah 6,40. hal ini menunjukan bahwa hipotesis yang diajukan diterima yaitu kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang

pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended lebih baik daripada yang menggunakan pendekatan konvensional. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap sikap siswa selama proses belajar mengajar, ternyata siswa yang mendapat pendekatan open-ended lebih aktif dibandingkan dengan siswa yang mendapat metode ekspositori. Selain itu dari pengolahan data angket diperoleh Xt = 4,109 yang berarti sikap siswa positif, hal itu menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan diterima yaitu sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended positif.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

46

Berdasarkan hasil analisis data yang telah diperoleh hasilnya, dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan pemecahan pendekatan open-ended siswa lebih yang baik daripada kemampuan pendekatan

masalah

matematika

menggunakan

konvensional. 2. Sikap siswa terhadap pendekatan open-ended positif. B. Saran Beberapa saran yang ingin disampaikan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut. 1. Bagi siswa, diharapkan sering berlatih mengerjakan soal-soal pemecahan masalah matematika dengan pendekatan open-ended. 2. Bagi guru, diharapkan untuk mencoba dan membiasakan memberikan pendekatan open-ended dan problem terbuka pada siswa untuk dapat dipecahkan dengan banyak cara atau pun banyak jawaban. Sehingga mengundang potensi intelektual dan pengalaman siswa dalam menemukan sesuatu yang baru.

47

3. Bagi sekolah, diharapkan dapat menentukan pendekatan open-ended dalam pembelajaran matematika sehingga sekolah dapat meningkatkan model

pembelajaran matematika.

Anda mungkin juga menyukai