Anda di halaman 1dari 17

FOKUS PADA PELANGGAN

Disusun Oleh :
Chafidhotun Nafisah : 1317.31.1.22
Tri Anom Pujiono : 1316. 31.1.22

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Manajemen Mutu Pendidikan
Yang Diampu Oleh Prof. Dr. H. Fatah Syukur, M.Ag.
Pada Program Studi Magister Pendidikan Islam

PASCA SARJANA UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)


JAWA TENGAH DI WONOSOBO
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Pertama - tama penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah, sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini tepat
waktu.
Walaupun makalah ini telah selesai, namun kami menyadari sepenuhnya bahwa
didalamnya masih terdapat banyak kekurangan. Kekurangan tersebut karena keterbatasan
pengalaman, pengetahuan, kemampuan, waktu serta tenaga. Oleh sebab itu, kritik dan
saranyang bersifat membangun sangatlah kami harapkan demi penyempurnaan penulisan
berikutnya.
Akhirnya kami berharap semoga makalah yang sederhana ini, dapat berguna dan
berguna bagi diri penulis maupun para pembacanya.

Wonosobo, Juli 2023


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Memasuki abad 21, lembaga pendidikan Islam baik formal maupun non
formal harus memiliki daya saing yang tinggi. Perkembangan dunia pendidikan
umum baik negeri maupun swasta, apalagi dengan bermunculannya lembaga
pendidikan baru dengan menawarkan kualitas program pendidikan yang transparan
dan kredibel, menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga pendidikan Islam.
Pada era yang kerap disebut dengan era globalisasi, lembaga pendidikan se-
dunia seakan-akan bergerak berkumpul menjadi satu, bersaing memperebutkan fokus
perhatian penduduk dunia tanpa memperhatikan batas-batas wilayah territorial negara,
batas budaya, tradisi bahkan menembus batas budaya berfikir. Situasi ini pasti
menambah beban berat lembaga pendidikan Islam dalam memicu perkembangan
kualitas lembaganya, Jika tidak ingin tetap menjadi tujuan utama dan membangun
kepercayaan publik masyarakat Indonesia. Kenyataan ini bisa dilihat, bahwa ada
beberapa hal yang dapat memberikan kepuasan pelanggan yaitu nilai total pelanggan
yag terdiri dari nilai produk, nilai pelayanan, nilai personal, nilai image atau citra, dan
biaya total pelanggan yang terdiri dari biaya moneter, biaya waktu, biaya tenaga, dan
biaya pikiran.
Dalam upaya menyambut tantang persaingan lembaga pendidikan pada ranah
global inilah dan atau menyambut digulirkanya MEA, wajib kiranya menerapkan
menejemen strategi pada lembaga pendidikan Islam. Disiplin ilmu yang awalnya
menjadi cara ampuh bagi seorang jenderal dalam memimpin prajuritnya dalam
berperang, saat itu dengan istilah strategi, kemudian diadopsi ke dalam kajian
ekonomi bisnis menjadi manajemen strategi, dianggap sangat relevan apabila
diterapkan pada lembaga pendidikan. Walaupun bidang ekonomi bisnis tidak
sepenuhnya sama dengan persoalan yang dihadapi lembaga pendidikan.
Memang obyek lembaga yang bergerak dalam bidang ekonomi bisnis yang
mengarah pada kegiatan yang bersifat profit, berbeda dengan di lingkungan organisasi
non profit, khususnya bidang pendidikan. kehadiran Manajemen dan Strategi pada
dasarnya merupakan suatu paradigma baru. Sebagai paradigma baru, jika
diimplementasikan pada lingkungan organisasi pendidikan, tidak mungkin dilakukan
sebagai kegiatan pengambilalihan seluruh kegiatannya sebagaimana dilaksanakan di
lingkungan organisasi profit (bisnis), karena kedua organisasi tersebut satu dengan
yang lain berbeda dalam banyak aspek, terutama dari segi filsafat yang mendasarinya
dan tujuan yang hendak dicapai.
Dengan kata lain dunia pendidikan kini dituntut untuk mengembangkan
manajemen strategi dan operasi yang pada dasarnya banyak diterapkan dalam dunia
usaha, sebagai langkah antisipatif terhadap kecenderungan - kecenderungan baru guna
mencapai dan mempertahankan posisi bersaingnya, sehingga nantinya dapat
dihasilkan manusia-manusia yang memiliki sumber daya dan berkualitas yang sesuai
dengan kebutuhan zaman. Dan yang tidak kalah pentingnya, akhlaq dan pembentukan
karakter output dari lembaga pendidikan Islam, harus benar-benar tercermin dan
nampak jelas. Sehingga ciri khas pendidikan Islam sebagai garda terdepan dalam
upaya pembentukan karakter luhur anak bangsa tidak terabaikan oleh misi-misi
lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah konsep pelanggan?
2. Apakah pengertian kepuasan pelanggan?
3. Apa yang menjadi kebutuhan pelanggan internal dan eksternal?
4. Apa yang dimaksud pembentukan fokus pelanggan?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui konsep pelanggan.
2. Untuk mengetahui pengertian kepuasan pelanggan.
3. Untuk mengetahui kebutuhan pelanggan internal dan eksternal.
4. Untuk mengetahui pembentukan fokus pada pelanggan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Pelanggan
Berdasarkan pandangan tradisional, pelanggan suatu perusahaan adalah orang
yang membeli dan menggunakan produknya. Hoyle (2007:189) berpendapat customer
is an organization or person that receives a product from another organization and
includes, consumer is client, end user, retailer, beneficiary, and purchaser. Pelanggan
adalah organisasi atau orang yang menerima produk dari organisasi lainnya,
langganan termasuk klien, pemakai akhir, pengecer, penerima kegunaan organisasi,
dan pembeli. Hal senada disebutkan dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008:809)
bahwa pelanggan adalah orang (tempat) yang mempunyai hubungan tetap dalam hal
jual beli, sebagai pengguna produk.
Tjiptono dan Diana (2003:100) berpendapat pelanggan merupakan orang yang
berinteraksi dengan perusahaan setelah proses menghasilkan produk. Sedangkan
pihak-pihak yang berinteraksi dengan perusahaan sebelum tahap proses menghasilkan
produk disebut sebagai pemasok. Berdasarkan pandangan tradisional pelanggan dan
pemasok merupakan entitas eksternal.
Pendidikan telah didefinisikan sebagai penyedia jasa, yang meliputi biaya
pendidikan, penilaian dan bimbingan bagi peserta didik, orang tua peserta didik, dan
para pendukung (Supriyanto, 1999:25). Lebih lanjut Supriyanto (1999:25)
mengklasifikasi pelanggan dalam bidang pendidikan adalah pelanggan primer,
sekunder, dan tersier. Pelanggan primer adalah mereka yang langsung menerima jasa
pendidikan tersebut yaitu peserta didik. Pelanggan sekunder adalah mereka yang
mendukung pendidikan seperti orang tua dan pemerintah. Pelanggan tersier adalah
mereka yang secara tidak langsung memiliki andil, tetapi memiliki peranan penting
dalam pendidikan (selaku pemegang kebijakan) seperti pegawai, pemerintah, dan
masyarakat.
Adanya perbedaan pelanggan ini maka diperlukan suatu perhatian khusus dari
lembaga pendidikan terhadap keinginan pelanggannya. Hal ini penting untuk
mengembangkan mekanisme pelayanan pendidikan yang diberikan. Jika perhatian
khusus terhadap perbedaan yang ada diabaikan oleh lembaga pendidikan, maka akan
berdampak pada kehilangan pelanggan potensial.
Berdasarkan pandangan TQM menurut Tjiptono dan Diana (2003:100)
pelanggan dan pemasok ada di dalam dan di luar organisasi. Pelanggan eksternal
adalah orang yang membeli dan menggunakan produk perusahaan. Pemasok eksternal
adalah orang di luar organisasi yang menjual bahan baku, informasi, atau jasa kepada
organisasi. Supriyanto (1999:27) mengemukakan dalam bidang pendidikan,
pelanggan internal adalah pegawai sekolah, sedangkan pelanggan eksternal adalah
peserta didik. Fokus utama dari lembaga pendidikan ialah pada pelanggan eksternal
(peserta didik).
Sedangkan di dalam organisasi juga ada pelanggan internal dan pemasok
internal. Misalnya dalam suatu lembaga pendidikan, guru A sebagai guru mata
pelajaran biasa dan Guru B sebagai wali kelas. Guru B sebagai wali kelas memiliki
tugas memasukkan nilai ujian siswa ke dalam rapor dan guru A sebagai guru mata
pelajaran yang memiliki tugas menilai siswa dan hasilnya dilaporkan kepada guru B
untuk dimasukkan ke dalam rapor.
Berdasarkan ilustrasi tersebut guru A merupakan pemasok bagi guru B dan
guru B sendiri merupakan pelanggan bagi guru A. Guru B sebagai wali kelas tidak
dapat melakukan pekerjaannya dengan baik bila guru A tidak melakukan
pekerjaannya dengan baik pula. Kualitas pekerjaan guru A mempengaruhi guru B.
Konsep ketergantungan (dependency) seperti ini penting dalam hubungan pemasok
dengan pelanggan.
B. Kepuasan Pelanggan
Hakikatnya tujuan organisasi adalah menciptakan dan mempertahankan para
pelanggan. Berdasarkan pendekatan TQM, kualitas menurut Tjiptono dan Diana
(2003:101) ditentukan oleh pelanggan. Oleh karena itu hanya dengan memahami
proses dan pelanggan maka organisasi dapat menyadari dan menghargai makna
kualitas. Semua usaha manajemen dalam TQM diarahkan pada satu tujuan utama,
yaitu terciptanya kepuasan pelanggan.
Band (1991) berpendapat kepuasan pelanggan merupakan suatu tingkatan di
mana kebutuhan, keinginan, dan harapan dari pelanggan dapat terpenuhi yang akan
mengakibatkan terjadinya pembelian ulang atau kesetiaan yang berlanjut. Gerson
(1993:5) mengemukakan customer satisfaction it is the customer’s perception that his
or her expectations have been met or surpassed. Kepuasan pelanggan adalah persepsi
pelanggan tentang harapannya apakah telah sesuai atau melebihi dari yang
diharapkannya terhadap suatu organisasi. Disimpulkan kepuasan pelanggan adalah
sejauh mana kinerja produk memenuhi harapan pemakai. Jika kinerja produk lebih
rendah daripada harapan pelanggan, maka pembelinya tidak puas. Bila prestasi sesuai
atau melebihi harapan, maka pembelinya merasa puas.
Tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan
dan harapan (Kotler, 1997). Dengan demikian, harapan pelanggan melatarbelakangi
mengapa dua organisasi pada jenis bisnis yang sama dapat dinilai berbeda oleh
pelanggannya. Dalam konteks kepuasan pelanggan, umumnya harapan merupakan
perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya. Harapan
mereka dibentuk oleh pengalaman pembelian dahulu, komentar teman dan kenalannya
serta janji dari organisasi tersebut. Harapan-harapan pelanggan ini dari waktu ke
waktu berkembang seiring dengan semakin bertambahnya pengalaman pelanggan.
Adanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu
menurut Tjiptono (2004:9) adalah 1) terjalin hubungan yang harmonis antara
organisasi dan pelanggan, 2) memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang, 3)
mendorong terciptanya loyalitas pelanggan, 4) membentuk suatu rekomendasi dari
mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi organisasi, 5) reputasi
perusahaan menjadi baik di mata pelanggan, dan 6) laba yang diperoleh dapat
meningkat.
Pelanggan merupakan penerima hasil kerja suatu organisasi, sehingga
merekalah yang dapat menentukan kualitasnya seperti apa dan hanya mereka yang
dapat menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka. Hal ini merupakan
penyebab munculnya slogan kualitas dimulai dari pelanggan.
Ada beberapa unsur penting menurut Tjiptono dan Diana (2003:103) di dalam
kualitas yang ditetapkan pelanggan, yaitu 1) pelanggan haruslah merupakan prioritas
utama organisasi, kelangsungan organisasi tergantung pada pelanggan, 2) pelanggan
yang dapat diandalkan merupakan pelanggan yang paling penting, pelanggan yang
dapat diandalkan adalah pelanggan yang membeli/memakai produk secara
berulang/berkali-kali dan pelanggan yang merasa puas terhadap produk organisasi,
dan 3) kepuasan pelanggan dijamin dengan menghasilkan produk berkualitas tinggi,
kepuasan berimplikasi pada perbaikan terus-menerus sehingga kualitas harus
diperbaharui setiap saat agar pelanggan tetap puas dan loyal.
Kepuasan pelanggan merupakan prioritas paling utama dalam organisasi
TQM, sehingga organisasi harus memiliki fokus pada pelanggan. Kunci untuk
membentuk fokus pada pelanggan adalah menempatkan pegawai untuk berhubungan
dengan pelanggan dan memberdayakan mereka untuk mengambil tindakan yang
diperlukan dalam rangka memuaskan pelanggan. Unsur penting dalam pembentukan
fokus pada pelanggan adalah interaksi antara pegawai dan pelanggan.
Pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan juga menjadi hal yang
esensial bagi setiap organisasi. Hal ini dikarenakan langkah tersebut dapat
memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan
implementasi strategi organisasi dalam peningkatan kepuasan pelanggan. Kepuasan
pelanggan dapat diukur dengan berbagai metode. Beberapa macam metode dalam
pengukuran kepuasan pelanggan menurut Kotler dalam Tjiptono dan Diana
(2003:104-105) adalah:
1. Sistem keluhan dan saran, organisasi yang berpusat pada pelanggan (customer
centered) memberikan kesempatan yang luas kepada pelanggan untuk
menyampaikan saran dan keluhan, misalnya menyediakan kotak saran dan
customer hot lines. Informasi yang dihimpun dapat digunakan sebagai dasar
pengembangan ide organisasi dan bereaksi secara tanggap dan cepat untuk
mengatasi masalah yang terjadi,
2. Ghost shopping, salah satu untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan
pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau
bersikap sebagai pembeli potensial, kemudian melaporkan temuan-temuannya
mengenai kekuatan dan kelemahan produk organisasi dan pesaing berdasarkan
pengalaman mereka dalam pembelian/pemakaian produk. Selain itu para ghost
shopper juga dapat mengamati cara penanganan setiap keluhan,
3. Lost customer analysis, organisasi seyogyanya menghubungi para pelanggan yang
telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami
latar belakang hal itu terjadi,
4. Survey kepuasan pelanggan, umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan
dilakukan dengan penelitian survey dan menggunakan teknik wawancara. Hal ini
karena dengan survey organisasi akan memperoleh tanggapan dan umpan balik
secara langsung dari pelanggan dan memberi tanda (signal) positif bahwa
organisasi memiliki perhatian terhadap pelanggan.
Metode Performance Importance Matrix digunakan untuk mengetahui
kepuasan pelanggan dengan cara responden diberi pertanyaan mengenai seberapa
besar mereka mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka
rasakan. Responden diminta menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi yang
berkaitan dengan penawaran dari organisasi dan diminta untuk menuliskan perbaikan-
perbaikan yang mereka sarankan. Dan responden diminta merangking elemen atau
atribut penawaran berdasarkan derajat kepentingan setiap elemen dan seberapa baik
kinerja organisasi pada masing-masing elemen.
Beberapa dimensi pengukuran kepuasan pelanggan yang sering dipakai adalah
1) responsiveness (ketanggapan), kemampuan untuk menolong pelanggan dan
ketersediaan untuk melayani pelanggan dengan baik, 2) reliability (keandalan),
kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai yang dijanjikan dengan segera,
akurat, dan memuaskan, 3) emphaty (empati), rasa peduli untuk memberikan
perhatian secara individual kepada pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan, dan
pengetahuan untuk dihubungi, 4) assurance (jaminan) pengetahuan, kesopanan
petugas, dan sifatnya yang dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari risiko,
dan 5) tangibles (bukti langsung), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan, dan
sarana komunikasi.
Bentuk metode Performance Importance Matrix untuk mengukur kepuasan
pelanggan adalah:
1. Traditional Approach, berdasarkan pendekatan ini pelanggan diminta
memberikan penilaian atas masing-masing indikator produk atau jasa yang
mereka nikmati (pada umumnya menggunakan skala Likert) yaitu dengan cara
memberikan rating dari 1 (sangat tidak puas) sampai 5 (sangat puas), selanjutnya
dihitung nilai rata-rata tiap variabel dan dibandingkan dengan nilai secara
keseluruhan,
2. Analisis Secara deskriptif, seringkali penilaian kepuasan pelanggan tidak hanya
berhenti sampai diketahui puas atau tidak puas, yaitu dengan menggunakan
analisis statistik secara deskriptif, misalnya melalui penghitungan nilai rata-rata,
nilai distribusi, dan standar devisiasi,
3. Analisis Importance and Performance Matrix (IPM), konsep ini mengukur
tingkat kepentingan pelanggan (customer expectation) diukur dalam kaitannya
dengan apa yang seharusnya dikerjakan oleh suatu organisasi agar menghasilkan
produk atau jasa yang berkualitas tinggi.
Berdasarkan hasil observasi Peters dalam Tjiptono dan Diana (2003:106-
107) menyimpulkan sepuluh kunci dalam pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Frekuensi, setiap organisasi perlu melakukan survey formal mengenai kepuasan
pelanggannya paling sedikit setiap 60 sampai dengan 90 hari sekali. Di samping
itu juga perlu diadakan survey informal paling sedikit setiap bulan sekali,
2. Format, sebaiknya yang melakukan survey formal adalah pihak ketiga di luar
organisasi. Hasil yang diperoleh harus disampaikan kepada semua pihak dalam
organisasi. Setiap keluhan dari pelanggan juga harus diketahui oleh semua jajaran
organisasi, baik manajemen maupun pegawai,
3. Isi (content), sebaiknya pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan-pertanyaan
standar yang dikuantitatifkan,
4. Desain isi, organisasi perlu melakukan pendekatan sistematis dalam
memperhatikan setiap pandangan yang ada. Tidak ada satu pun ukuran atau
instrumen survey yang paling baik untuk segala kondisi. Oleh karena itu
diperlukan pula koordinasi dan cross checking terhadap berbagai ukuran yang ada,
5. Melibatkan setiap orang, focus grup informal harus melibatkan semua fungsi dan
level dalam organisasi. Dengan demikian mereka yang mengunjungi pelanggan
haruslah terdiri dari semua fungsi, semua level (dari pegawai front line sampai
dengan manajemen puncak). Demikian pula halnya dengan pemasok, grosir
(wholesaler), dan anggota saluran distribusi lainnya harus berpartisipasi, baik
secara formal maupun informal,
6. Mengukur kepuasan setiap orang, organisasi harus mengukur kepuasan semua
pihak, baik pelanggan langsung maupun pelanggan tak langsung, yaitu pemakai
akhir dan setiap anggota saluran distribusi,
7. Kombinasi berbagai ukuran, ukuran yang digunakan harus dibatasi pada skor
kuantitatif gabungan terhadap a) beberapa individu, misalnya pegawai bagian
laboratorium, b) kelompok (tim pengiriman atau pusat reservasi), c) fasilitas
(kantor tata usaha, laboratorium), dan d) divisi (bagian kurikulum, peserta didik),
8. Hubungan dengan kompensasi dan reward lainnya, hasil pengukuran kepuasan
pelanggan harus dikaitkan dengan sistem kompensasi dan reward lainnya.
Misalnya dijadikan variabel utama dalam penentuan kompensasi insentif dalam
penjualan,
9. Penggunaan ukuran secara simbolik, ukuran kepuasan pelanggan yang digunakan
perlu dipasang dan ditempatkan di setiap bagian organisasi,
10. Bentuk pengukuran lainnya, setiap deskripsi kerja harus mencakup pula deskripsi
kualitatif mengenai hubungan pegawai yang bersangkutan dengan pelanggan, dan
setiap evaluasi kinerja harus mencakup penilaian terhadap sejauh mana seorang
karyawan memiliki customer orientation.
C. Kebutuhan Pelanggan internal dan Eksternal
Pelanggan adalah orang yang menjadi pembeli produk yang telah dibuat dan
dipasarkan oleh sebuah perusahaan, dimana orang ini bukan hanya sekali membeli
produk tersebut tetapi berulang-ulang.
Sedangkan menurut Nasution (2004:102) pelanggan suatu perusahaan adalah
orang yang membeli dan menggunakan produk suatu perusahaan.
Menurut Gasperz dalam Laksana (2008:10) pengertian pelanggan ada tiga
yaitu:
1. Pelanggan internal (Internal Customer)
Merupakan orang yang berada dalam perusahaan dan memiliki pengaruh pada
performansi (Performance) pekerjaan atau perusahaan kita.
2. Pelanggan antara (Intermedieate Customer)
Merupakan mereka yang bertindak atau berperan sebagai perantara bukan
sebagai pemakai akhir produk itu.
3. Pelanggan Eksternal (Eksternal Customer)
Merupakan pembeli atau pemakai akhir produk itu, yang sering disebut sebut
sebagai pelanggan nyata (Real Customer).
Berdasarkan pendekatan tradisional, pelanggan tidak dilibatkan dalam
proses pengembangan produk. Apabila pendekatan ini digunakan dalam situasi
persaingan yang kompetitif, maka organisasi akan sangat sulit bersaing dan
sangat mungkin mengalami kehancuran. Kebutuhan pelanggan dalam pendekatan
TQM diidentifikasi sebagai bagian dari pengembangan produk. Tjiptono dan
Diana (2003:108) berpendapat tujuan organisasi menggunakan pendekatan ini
adalah untuk melampaui harapan pelanggan, bukan sekedar memenuhinya.
Untuk itu perlu dikumpulkan informasi yang akurat mengenai kebutuhan dan
keinginan pelanggan atas produk/jasa yang dihasilkan organisasi.
Organisasi dengan demikian dapat memahami dengan baik perilaku pelanggan
padapasar sasarannya, sehingga organisasi dapat menyusun strategi dan program yang
tepat dalam rangka memanfaatkan peluang yang ada, menjalin hubungan dengan
setiap pelanggan dan mengungguli para pesaingnya. Untuk mengidentifikasi
kebutuhan pelanggan dapat digunakan suatu pendekatan yang menurut Tjiptono
dan Diana (2003:108) terdiri dari atas enam langkah, yaitu:
1) Memperkirakan hasil,
2) Mengembangkan rencana untuk mengumpulkan informasi,
3) Mengumpulkan informasi,
4) Menganalisa hasil,
5) Memeriksa kesahihan (validitas) kesimpulan
6) Mengambil tindakan
Kunci utama untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan internal adalah
komunikasi secara terus-menerus antar pegawai yang saling terkait dan tergantung
satu sama lain sebagai individu dan antar departemen yang saling tergantung sebagai
suatu unit. Komunikasi tersebut setiap pihak menyampaikan kebutuhannya
kepada pihak lain, sehingga terjadi saling pengertian dan kerja sama antar
individu maupun antar departemen dalam organisasi.
Untuk mendorong dan memudahkan komunikasi dapat digunakan mekanisme
gugus mutu (quality circles), self managed team, tim antar departemen, dan
tim perbaikan. Mekanisme ini selain dapat memudahkan komunikasi di
antara pelanggan dan pemasok internal, juga dapat meningkatkan kualitas. Selain
mekanisme tersebut terdapat berbagai caralain dalam mendorong komunikasi yang
efektif, seperti pembicaraan santai saat istirahat dan pelatihan keterampilan
berkomunikasi.
Komunikasi secara berkesinambungan dengan pelanggan eksternal
juga sangat penting dalam pasar kompetitif. Strategi yang tepat dalam rangka
pembentukan fokus pada pelanggan adalah dengan jalan membentuk
mekanisme efektif untuk memudahkan komunikasi dan kemudian
melaksanakannya. Salah satu alasan perlunya komunikasi secara terus-menerus
adalah bahwa kebutuhan pelanggan selalu berubah sepanjang waktu
danbahkan perubahannya dapat berlangsung cepat. Melalui komunikasi ini
organisasi dapat memantau setiap perkembangan dan perubahan yang terjadi. Bila hal
ini tidak terantisipasimaka organisasi dapat kalah dalam persaingan. Faktor yang
dapat menyebabkan timbulnya kebutuhan pelanggan yang baru antara lain
teknologi baru, persaingan pasar, perubahan selera, pergolakan sosial, dan
konflik (daerah, nasional, dan internasional)
Komunikasi yang baik dengan pelanggan harus mencakup pelanggan
internal dan eksternal. Apa yang diterapkan dalam berkomunikasi dengan pihak luar
juga dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan pihak internal organisasi.
Komunikasi dengan para pegawaitidak cukup hanya dengan menyampaikan
informasi seperti spesifikasi, standar, prosedur, dan metode kerja. Di samping itu ada
hal lain yang penting dalam komunikasi. Menurut Tjiptonodan Diana (2003:109) hal
tersebut adalah 1) perlu menyediakan sarana bagi pegawai untuk menyampaikan
pandangan dan idenya, dan 2) perlu menjelaskan kepada para pegawai
mengenai tindakan-tindakan manajemen yang menurut mereka berlawanan dengan
kualitas
D. Pembentukan Fokus pada Pelanggan
Fokus pada pelanggan menurut International Standard Organization (2000:5)
ialah top manajemen harus menjamin persyaratan/keinginan pelanggan yang
ditetapkan dan dipenuhinya tujuan meningkatkan kepuasan pelanggan. Whitely dalam
Goetsch dan Davis (1994:149-150) mengemukakan karakteristik organisasi yang
sukses dalam membentuk fokus pada pelanggan, yaitu:
1. Visi, komitmen, dan suasana
Manajemen menunjukkan (baik dengan kata dan tindakan) bahwa pelanggan
itu penting bagi organisasi, organisasi memiliki komitmen besar terhadap
kepuasan pelanggan, dan kebutuhan pelanggan lebih diutamakan dari kebutuhan
internal organisasi. Salah satu cara untuk menunjukkan komitmen itu adalah
menjadikan fokus pada pelanggan sebagai faktor utama dalam pertimbangan
kenaikan pangkat (promosi) dan kompensasi.
2. Penjajaran dengan pelanggan
Organisasi yang bersifat customer driven (menyesuaikan dengan perubahan
selera pelanggan) menyejajarkan dirinya dengan para pelanggan. Hal ini tercermin
dalam beberapa hal, yaitu a) pelanggan berperan sebagai penasihat dalam
penjualan barang dan pelayanan, b) pelanggan tidak pernah dijanjikan sesuatu
yang lebih daripada yang dapat diberikan, c) pegawai memahami atribut produk
yang paling dihargai pelanggan, dan d) masukan dan umpan balik dari pelanggan
dimasukkan dalam proses pengembangan produk/pelayanan.
3. Kemauan untuk mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan pelanggan
Organisasi yang bersifat customer driven selalu berusaha untuk
mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan para pelanggannya. Hal ini
tercermin dalam hal, yaitu a) keluhan pelanggan dipantau dan dianalisa, b) selalu
mengupayakan adanya umpan balik dari pelanggan, dan c) organisasi berusaha
mengidentifikasi dan menghilangkan proses, prosedur, dan sistem internal yang
tidak menciptakan nilai bagi pelanggan.
4. Memanfaatkan informasi dari pelanggan
Organisasi yang bersifat customer driven tidak hanya mengumpulkan umpan
balik dari pelanggan, tetapi juga menggunakan dan menyampaikannya kepada
semua pihak yang membutuhkan dalam rangka melakukan perbaikan.
Pemanfaatan informasi pelanggan ini tercermin dalam hal, yaitu a) semua pegawai
memahami bagaimana pelanggan menentukan kualitas, b) pegawai pada semua
level diberi kesempatan untuk bertemu dengan pelanggan, c) pegawai mengetahui
siapa yang menjadi pelanggan sesungguhnya, d) organisasi memberikan informasi
yang membantu terciptanya harapan realistis kepada para pelanggan, prinsip
dasarnya ialah janjikan apa yang bisa diberikan, tetapi berikan lebih dari yang
dijanjikan, dan e) pegawai dan manajer memahami kebutuhan dan harapan
pelanggan.
5. Mendekati para pelanggan
Berdasarkan pendekatan TQM, tidak cukup bila organisasi hanya pasif dan
menunggu umpan balik yang disampaikan oleh pelanggannya. Berbagai bidang
yang kompetitif menuntut pendekatan yang lebih aktif. Mendekati pelanggan
berarti melakukan hal-hal yaitu a) memudahkan pelanggan untuk menjalankan
bisnis, b) berusaha untuk mengatasi semua keluhan pelanggan, dan c)
memudahkan pelanggan dalam menyampaikan keluhannya, misalnya melalui
telepon, surat, dan datang langsung.
6. Kemampuan, kesanggupan, dan pemberdayaan pegawai
Pegawai diperlukan sebagai profesional yang memiliki kemampuan dan
diberdayakan untuk menggunakan pertimbangannya sendiri dalam melakukan hal-
hal yang dianggap perlu dalam rangka memuaskan kebutuhan pelanggan. Hal ini
berati setiap pegawai memahami produk/jasa yang mereka tawarkan dan
kebutuhan pelanggan yang berkaitan dengan produk/jasa tersebut. Ini juga berarti
bahwa pegawai diberi sumber daya dan dukungan yang diperlukan dalam
memenuhi kebutuhan pelanggan.
7. Penyempurnaan produk dan proses secara terus-menerus
Organisasi yang bersifat customer driven melakukan setiap tindakan yang
diperlukan untuk secara terus-menerus memperbaiki produk/jasa dan proses yang
menghasilkan produk/jasa tersebut. Pendekatan ini diwujudkan dalam hal, yaitu a)
kelompok fungsional internal bekerja sama untuk mencapai sasaran bersama, b)
praktik-praktik terbaik yang berkaitan dengan bidang pendidikan dipelajari dan
dilaksanakan, c) waktu siklus riset dan pengembangan secara terus-menerus
dikurangi, d) setiap masalah diatasi dengan segera, dan e) investasi dalam
pengembangan ide-ide inovatif dilakukan.
Ketujuh karakteristik tersebut dapat digunakan sebagai pedoman dan
membentuk fokus pada pelanggan. Pada tahap awal setiap organisasi perlu melakukan
analisis diri. Dalam analisis ini akan ditentukan karakteristik mana yang sudah dan
belum ada dalam organisasi. Organisasi perlu mewujudkan karakteristik yang belum
ada tersebut sehingga fokus pada pelanggan dapat terbentuk.
BAB III
PENUTUP

Kepuasan pelanggan adalah sejauh mana manfaat sebuah produk dirasakan


sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan. Respon dari perilaku yang ditunjukkan oleh
pelanggan dengan membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan.
Strategi-strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai kepuasan pelanggan diantaranya yaitu
strategi relationship marketing, strategi superior customer service, strategi unconditional
service guarantees, strategi penanganan keluhan yang efisien, strategi peningkatan
kinerja perusahaan, strategi Quality Function Deployment (Qfd), dan strategi pemulihan
layanan,
Apabila hasil yang dirasakan dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa, kurang
puas bahkan tidak puas, namun sebaliknya bila sesuai dengan harapan, pelanggan akan puas
dan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas. Maka dari itu, baik itu
institusi maupun organisasi harus selalu membuat strategi yang tepat untuk
meningkatkan kualitas demi menjamin kepuasan pelanggan.
Sebuah organisasi ataupun institusi juga harus melakukan pengukuran terhadap
kepuasan pelanggan dengan berbagai metode yang bisa digunakan untuk dapat memberikan
beberapa manfaat seperti hubungan antara lembaga atau perusahaan dan pelanggan jadi
harmonis, memberikan dasar yang baikbagi perusahaan dan terciptanya loyalitas pelanggan.
DAFTAR PUSTAKA

Band, W. A. 1991. Creating Value for Customer: Designing and Implementation a Total


Corporate Strategy. Canada: John Walley and Sons Inc.
Gerson, R. F. 1993. Measuring Customer Satisfaction. Boston: Thomson Place.
Goetsch, D. L., dan Davis, S. 1994. Introduction to Total Quality: Quality, Productivity,
Competitiveness. Englewood Cliffs: Prentice Hall International, Inc.
Hoyle, D. 2007. Quality Management Essentials. Oxford: Elsevier Limited.
International Standard Organization. 2000. Quality Management System-Requirements.
Geneva: ISO 9001:2000.
Kamus Bahas Indonesia. 2008. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan
Pengendalian. Terjemahan oleh Arcella Ariwati Hermawan. Jakarta: Salemba Empat.
Natalisa, D. 2007. Survey Kepuasan Pelanggan Program Studi Magister Manajemen
Universitas Sriwijaya. Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya, 5(9):83-98.
Sallis, E. 2002. Total Quality Management in Education. London: Kogan Page Ltd.
Supriyanto, A. 1999. Total Quality Management di Bidang Pendidikan. Malang: Jurusan
Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Tjiptono, F. 2004. Perspektif Manajemen dan Pemasaran Kontemporer. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Tjiptono, F., dan Diana, A. 2003. Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Anda mungkin juga menyukai