Anda di halaman 1dari 18

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM PADA ANAK

Dosen pembimbing :
Merah bangsawan,SKM.,M.KES
Disusun oleh :
Desti Nopita (1914401039)
Tingkat 2 reguler 1

DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN TANJUNG KARANG


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM PADA ANAK

A. PENGERTIAN

Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari

38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada

anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang

demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana

dan kejang demam kompleks (Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh

kejang demam merupakan kejang demam sederhana dan sisanya merupakan kejang

demam kompleks (Karemzadeh, 2008).

Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak mengalami demam

akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang perlu

diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat menyebabkan kerusakan sel-sel

otak (Tikoalu J.R, 2009).

Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan Kejang demam adalah

kejadian pada bayi atau anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh diatas rentang

normal yaitu ≥ 38,8°C dan disertai dengan kejang

B. ETIOLOGI

Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian

besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan suhu

tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8°C dan terjadi disaat suhu tubuh naik dan

bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh (Dona Wong L, 2008).

2
Etiologi Kejang Demam

1. Faktor-faktor prenatal

2. Malformasi otak congenital

3. Faktor genetika

4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)

5. Demam

6. Gangguan metabolisme

7. Trauma

8. Neoplasma, toksin

9. Gangguan sirkulasi

10. Penyakit degeneratif susunan saraf.

11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.

C. PATOFISIOLOGI

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah

dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium

(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion

K+ dalam sel neuron menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri

dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan

normal membran sel neuron dapat tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar

sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di

dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut

potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran

3
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan

sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran

listrik dari sekitarnya

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.

Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan

dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat

mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat

terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan

listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh

sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan

terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya

disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot

skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh

metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur

dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan

mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

4
D. PATHWAY

Infeksi bakteri Rangsang mekanik dan biokimia.

Virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan&elektrolit

perubahan konsentrasi ion

Reaksi inflamasi di ruang ekstraseluler

Resiko Infeksi

Proses demam

Ketidakseimbangan kelainan neurologis

Hipertermia potensial membran perinatal/prenatal

ATP ASE

Resiko kejang berulang


difusi Na+ dan K+

Pengobatan perawatan

Kondisi, prognosis, lanjut kejang resiko cedera

Dan diit

Defisit pengetahuan keluarga kurang dari lebih dari 15 menit

15 menit

perubahan suplay
Tidak menimbulkan Darah ke otak

gejala sisa

resiko kerusakan sel

Neuron otak

Gangguan Perfusi jaringan cerebral

5
E. MANIFESTASI KLINIK

Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik

bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak

memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak

terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Adapun tanda- tanda kejang

demam meliputi :

a. Demam yang biasanya di atas (38,9 º C)

b. Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)

c. Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas)

d. Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang

b. Penurunan kesadaran

c. Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus

d. Muntah

e. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam waktu

yang singkat (Lyons, 2012)

Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis

sebagai berikut

2. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit

a. Kejang umum tonik dan atau klonik

b. Umumnya berhenti sendiri

c. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

6
3. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis

sebagai berikut :

a. Kejang lama > 15 menit

b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

F. Pemeriksaan Diagnostik

Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi kejang

demam, diantaranya sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,

tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau

keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan

laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, gula darah

dan urinalisis (Saharso et al., 2009). Selain itu, glukosa darah harus diukur jika

kejang lebih lama dari 15 menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika

pasien dinilai (Farrell dan Goldman, 2011).

b. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan

untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasein kejang

demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi kurang dari 12

bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk dilakukan dan bayi > 18 bulan

tidak rutin dilakukan pungsi lumbal. Pada kasus kejang demam hasil pemeriksaan

ini tidak berhasil (Pusponegoro dkk, 2006).

7
c. Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam

sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang yang

kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada kejang demam

dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering

asimetris dan kadang-kadang unilateral (Jonston, 2007).

d. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan

(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan dan

dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan neurologis fokal yang menetap

(hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali,

spastisitas), terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun,

muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI, edema papil) (Saharso et

al., 2009).

e. Darah

1. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200

mq/dl)

2. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi

nepro toksik akibat dari pemberian obat.

3. Elektrolit : K, Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

8
f. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,

pendarahan penyebab kejang.

g. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

h. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih

terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk

transiluminasi kepala

G. PENATALAKSANAAN

a. Terapi farmakologi

Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk

menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis

diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2

mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg.

Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah diazepam

rektal. Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk anak dengan berat

badan kurang daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak yang mempunyai berat badan

lebih dari 10 kg. Selain itu, diazepam rektal dengan dosis 5 mg dapat diberikan

untuk anak yang dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3

tahun. Apabila kejangnya belum berhenti, pemberian diapezem rektal dapat

diulangi lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.

Anak seharusnya dibawa ke rumah sakit jika masih lagi berlangsungnya kejang,

setelah 2 kali pemberian diazepam rektal. Di rumah sakit dapat diberikan

diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg (UUK Neurologi IDAI, 2006).

Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara intravena

dengan dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/ kg/ menit atau

9
kurang dari 50 mg/menit. Sekiranya kejang sudah berhenti, dosis selanjutnya

adalah 4-8 mg/ kg/ hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika kejang belum

berhenti dengan pemberian fenitoin maka pasien harus dirawat di ruang intensif.

Setelah kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis

kejang demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor

risikonya (UUK Neurologi IDAI, 2006).

Seterusnya, terapi antipiretik tidak mencegah kejang kekambuhan. Kedua

parasetamol dan NSAID tidak mempunyai manfaatnya untuk mengurangi

kejadian kejang demam. Meskipun mereka tidak mengurangi risiko kejang

demam, antipiretik sering digunakan untuk mengurangi demam dan memperbaiki

kondisi umum pasien. Dalam prakteknya, kita menggunakan metamizole

(dipirone), 10 sampai 25 mg/ kg/ dosis sampai empat dosis harian (100 mg/ kg/

hari), parasetamol 10 sampai 15 mg/ kg/ dosis, juga sampai empat dosis harian

(sampai 2,6 g/hari) dan pada anak-anak di atas usia enam bulan, diberikan

ibuprofen sebanyak 5 sampai 10 mg/ kg/ dosis dalam tiga atau empat dosis terbagi

(sampai 40 mg/ kg/ hari pada anak-anak dengan berat kurang dari 30 kg dan 1200

mg) (Siqueira, 2010).

Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika kejang demam

menunjukkan ciri-ciri berikut seperti kejang berlangsung lebih dari 15 menit,

kelainan neurologi yang nyata sebelum atau selapas kejadian kejang misalnya

hemiparesis, paresis Todd, palsi serebal, retardasi mental dan hidrosefalus, dan

kejadian kejang fokal. Pengobatan rumat dipertimbangkan jika kejang berulang

dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12

bulan dan kejang demam berlangsung lebih dari 4 kali per tahun. Obat untuk

pengobatan jangka panjang adalah fenobarbital (dosis 3-4 mg/ kgBB/ hari dibagi

10
1-2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40 mg/ kgBB/ hari dibagi 2-3 dosis).

Dengan pemberian obat ini, risiko berulangnya kejang dapat diturunkan dan

pengobatan ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian secara bertahap

selama 1-2 bulan (Saharso et al., 2009).

b. Terapi non-farmakologi

Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005, Mahmood et al., 2011

dan Capovilla et al., 2009):

1) Baringkan pasein di tempat yang rata.

2) Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasein.

3) Semua pakaian ketat yang mengganggu pernapasan harus dibuka misalnya

ikat pinggang.

4) Tidak memasukkan sesuatu banda ke dalam mulut anak.

5) Tidak memberikan obat atau cairan secara oral.

6) Jangan memaksa pembukaan mulut anak.

7) Monitor suhu tubuh.

8) Pemberikan kompres dingin dan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh

yang tinggi.

9) Posisi kepala seharusnya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.

10) Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.

11) Menghentikan kejang secepat mungkin dengan pemberian obat antikonvulsan

yaitu diazepam secara rektal.

Pengobatan kejang berkepanjangan di rumah sakit, (Capovilla et al., 2009):

1) Hilangkan obstruksi jalan napas.

2) Siapkan akses vena.

11
3) Monitor parameter vital (denyut jantung, frekuensi napas, tekanan darah,

SaO2).

4) Berikan oksigen, jika perlu (SaO2 <90%)

5) Mengadministrasikan bolus intravena diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg pada

kecepatan infus maksimal 5 mg/menit, dan menangguhkan ketika kejang

berhenti. Dosis ini dapat diulang jika perlu, setelah 10 menit.

6) Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah.

7) Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang spesialis (ahli anestesi, ahli

saraf) untuk pengobatan.

H. PENGKAJIAN FOKUS

Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka asuhan

keperawatan yang prioritas ditegakkan adalah pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, implementasi, perencanaan pemulang yaitu :

1. Riwayat Keperawatan

Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam hari,

terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.

a. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS, diagnose

medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga

dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.

d. Riwayat kesehatan keluarga

12
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.

e. Riwayat psikososial

Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)

Interpersonal : hubungan dengan orang lain.

f. Pola Fungsi kesehatan

1) Pola nutrisi dan metabolisme :

Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan terjadinya gangguan

nutrisi atau tidak pada klien

2) Pola istirahat dan tidur

Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien

merasakan demam terutama pada malam hari

g. Pemeriksaan Fisik

1) Kesadaran dan keadaan umum pasien

Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar (composmentis-

coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.

2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki

TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari

keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan

dari kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip

(inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga

penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena

peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung

kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan (Wijaya,2013).

13
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis

b. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu

tubuh

c. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus

d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak

adekuat (Doengoes, 2007)

J. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam sederhana

adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1

Rencana Tindakan keperawatan

Diagnosa Perencanaan
NO
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Peningkatan suhu Tupan: 1. Pantau suhu 1. Suhu 38,9-41,1 0C
tubuh Setelah pasien (derajat menunjukkan proses
berhubungan dilakukan dan pola): penyakit infeksius
dengan proses tindakan perhatikan akut.
patologis keperawatan menggigil?diafore 2. Suhu ruangan,
selama 4 x 24 si. jumlah selimut harus
suhu tubuh 2. Pantau suhu dirubah untuk
normal. lingkungan, mempertahankan
Tupen: batasi/tambahkan suhu mendekati
Setelah linen tempat tidur normal
dilakukan sesuai indikasi. 3. Dapat membantu
tindakan 3. Berikan kompres mengurangi demam,
perawatan hangat: hindari penggunaan air
selama 3 x 24 penggunaan es/alkohol mungkin
jam proses kompres alkohol. menyebabkan
patologis teratasi 4. Berikan selimut kedinginan
dengan kriteria: pendingin 4. Digunakan untu
TTV stabil Kolaborasi: kengurangi demam
Suhu tubuh 5. Berikan antipiretik umumnya lebih besar
dalam batas sesuai indikasi dari 39,5-40 0C pada

14
normal waktu terjadi
gangguan pada otak.
5. Digunakan untuk
mengurangi demam
dengan aksi sentral
2 Resiko tinggi Tupan: setelah 1. Ukur/catat haluaran 1. Penurunan haluaran
kekurangan volume dilakukan urin. urin dan berat jenis
cairan berhubungan tindakan 2. Pantau tekanan akan menyebabkan
dengan perawatan selama darah dan denyut hipovolemia.
peningkatan suhu 3 x 24 jam jantung 2. Pengurangan dalam
tubuh kekurangan 3. Palpasi denyut sirkulasi volume
volume cairan perifer. cairan dapat
tidak terjadi 4. Kaji membran mengurangi tekanan
Tupen: setelah mukosa kering, darah/CVP,
dilakukan turgor kulit yang mekanisme
tindakan tidak elastis kompensasi awal dari
perawatan selama takikardia untuk
2 x 24 jam Kolaborasi: meningkatkan curah
peningkatan suhu jantung dan
5. Berikan cairan
tubuh teratasi, meningkatkan
intravena, misalnya
dengan kriteria: tekanan darah
kristaloid dan
Tidak ada tanda- sistemik.
koloid
tanda dehidrasi 3. Denyut yang lemah,
6. Pantau nilai
Menunjukan mudah hilang dapat
laboratorium
adanya menyebabkan
keseimbangan hipovolemia.
cairan seperti 4. Hipovolemia/cairan
output urin ruang ketiga akan
adekuat memperkuat tanda-
Turgor kulit baik tanda dehidrasi.
Membran mukosa 5. Sejumlah besar cairan
mulut lembab mungkin dibutuhkan
untuk mengatasi
hipovolemia relatif
(vasodilasi perifer),
menggantikan
kehilangan dengan
meningkatkan
permeabilitas kapiler.
6. Mengevaluasi
perubahan didalam
hidrasi/viskositas
darah.
3. Tidak efektifnya Tupan: setelah 1. Anjurkan pasien 1. Menurunkan risiko
bersihan jalan nafas dilakukan untuk aspirasi atau
b.d peningkatan tindakan mengosongkan masuknya sesuatu
sekresi mucus perawatan selama mulut dari benda asing ke faring.
4 x 24 jam jalan benda/zat tertentu. 2. Meningkatkan aliran
nafas kembali 2. Letakkan pasien (drainase) sekret,
efektif pada posisi miring, mencegah lidah jatuh
Tupen: setelah permukaan datar, dan menyumbat jalan
dilakukan miringkan kepala nafas.
tindakan selama serangan 3. Untuk memfasilitasi
perawatan selama kejang. usaha

15
2 x 24 jam 3. Tanggalkan pakaian bernafas/ekspansi
peningkatan pada daerah dada.
sekresi mukus leher/dada dan 4. Jika masuknya di
teratasi, dengan abdomen. awal untuk membuka
kriteria: 4. Masukan spatel rahang, alat ini dapat
Suara nafas lidah/jalan nafas mencegah tergigitnya
vesikuler buatan atau lidah dan
gulungan benda memfasilitasi saat
Respirasi rate lunak sesuai dengan melakukan
dalam batas indikasi. penghisapan
normal 5. Lakukan lendiratau memberi
penghisapan sesuai sokongan terhadap
indikasi pernafasan jika di
perlukan.
Kolaborasi : 5. Menurunkan risiko
aspirasi atau asfiksia.
6. Berikan tambahan 6. Dapat menurunkan
oksigen/ventilasi hipoksia serebral
manual sesuai sebagai akibat dari
kebutuhan pada sirkulasi yang
fase posiktal.
menurunkan atau
oksigen sekunder
terhadap spasme
vaskuler selama
serangan kejang.

4 Resiko perubahan Tupan: setelah 1. Buat tujuan berat 1. Malnutrisi adalah


nutrisi kurang dari dilakukan tindakan badan minimum dan kondisi gangguan
kebutuhan tubuh perawatan selama kebutuhan nutrisi minat yang
b.d intake yang 5 x 24 jam harian. menyebabkan depresi,
tidak adekuat perubahan nutrisi 2. Gunakan agitasi dan
kurang dari pendekatan mempengaruhi fungsi
kebutuhan tidak konsisten, duduk kognitif/pengambilan
terjadi dengan pasien saat keputusan.
Tupen: setelah makan, sediakan 2. Pasien mendeteksi
dilakukan tindakan dan buang makanan pentingnya dan dapat
perawatan selama tanpa persuasi beraksi terhadap
3 x 24 jam intake dan/komentar. tekanan, komentar
nutrisi adekuat, 3. Berikan makan apapun yang dapat
dengan kriteria: sedikit dan makanan terlihat sebagai
Makan klien habis kecil tambahan, paksaan memberikan
BB klien normal yang tepat. fokus padad makanan.
4. Buat pilihan menu 3. Dilatasi gaster dapat
yang ada dan terjadi bila pemberian
izinkan pasien untuk makan terlalu cepat
mengontrol pilihan setelah periode puasa.
sebanyak mungkin. 4. Pasien yang
5. Pertahankan jadwal meningkat
bimbingan berat kepercayaan dirinya
badan teratur. dan merasa
mengontrol
lingkungan lebih suka
menyediakan
makanan untuk
makan.

16
5. Memberikan catatan
lanjut penurunan
dan/atau peningkatan
berat badan yang
akurat.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk, (2010). Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3. Medica Aesculpalus, FKUI.
Jakarta

Amid dan Hardhi, 2013. Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC, Jakarta

Carolin, Elizabeth J. 2012. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.

Carpenito, L.J.,2010, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, EGC, Jakarta

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I Made Kariasa, editor; Monica
Ester, Edisi 3. EGC: Jakarta.

Hidayat, Azis Alimul. (2009). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:
Salemba medika.

Judith M. Wilkinson, ( 2016) Diagnosis keperawatan NANDA NIC-NO, Edisi :10.EGC


,Jakarta

Maeda, Dkk. Lp kejang demam. 12 mai 2018. https://www.scribd.com/doc/240209755/LP-


Kejang-Demam

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2009). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.
Edisi: 3. Jakarta: ECG

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.
Edisi: 3. Jakarta: ECG

Smeltzer, Suzanne C. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner


& Suddarth, alih bahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8. EGC:
Jakarta.

Tucker, Susan Martin. 2008 Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis dan
Evaluasi, Edisi 5. EGC. Jakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai