LP Kejang Demam Pada Anak
LP Kejang Demam Pada Anak
LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM PADA ANAK
Dosen pembimbing :
Merah bangsawan,SKM.,M.KES
Disusun oleh :
Desti Nopita (1914401039)
Tingkat 2 reguler 1
1
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari
38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada
anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang
demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana
dan kejang demam kompleks (Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh
kejang demam merupakan kejang demam sederhana dan sisanya merupakan kejang
Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak mengalami demam
akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang perlu
diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat menyebabkan kerusakan sel-sel
kejadian pada bayi atau anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh diatas rentang
B. ETIOLOGI
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian
besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan suhu
tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8°C dan terjadi disaat suhu tubuh naik dan
bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh (Dona Wong L, 2008).
2
Etiologi Kejang Demam
1. Faktor-faktor prenatal
3. Faktor genetika
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi
C. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion
K+ dalam sel neuron menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri
dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar
sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
3
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh
terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur
dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
4
D. PATHWAY
Resiko Infeksi
Proses demam
ATP ASE
Pengobatan perawatan
Dan diit
15 menit
perubahan suplay
Tidak menimbulkan Darah ke otak
gejala sisa
Neuron otak
5
E. MANIFESTASI KLINIK
Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik
bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Adapun tanda- tanda kejang
demam meliputi :
b. Penurunan kesadaran
d. Muntah
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut
6
3. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, gula darah
dan urinalisis (Saharso et al., 2009). Selain itu, glukosa darah harus diukur jika
kejang lebih lama dari 15 menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika
b. Pungsi lumbal
demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi kurang dari 12
bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk dilakukan dan bayi > 18 bulan
tidak rutin dilakukan pungsi lumbal. Pada kasus kejang demam hasil pemeriksaan
7
c. Elektroensefalografi (EEG)
kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada kejang demam
(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan dan
dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan neurologis fokal yang menetap
muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI, edema papil) (Saharso et
al., 2009).
e. Darah
mq/dl)
3. Elektrolit : K, Na
8
f. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
g. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
h. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala
G. PENATALAKSANAAN
a. Terapi farmakologi
Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg.
Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah diazepam
rektal. Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak yang mempunyai berat badan
lebih dari 10 kg. Selain itu, diazepam rektal dengan dosis 5 mg dapat diberikan
untuk anak yang dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3
diulangi lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Anak seharusnya dibawa ke rumah sakit jika masih lagi berlangsungnya kejang,
diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/ kg/ menit atau
9
kurang dari 50 mg/menit. Sekiranya kejang sudah berhenti, dosis selanjutnya
adalah 4-8 mg/ kg/ hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika kejang belum
berhenti dengan pemberian fenitoin maka pasien harus dirawat di ruang intensif.
Setelah kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
(dipirone), 10 sampai 25 mg/ kg/ dosis sampai empat dosis harian (100 mg/ kg/
hari), parasetamol 10 sampai 15 mg/ kg/ dosis, juga sampai empat dosis harian
(sampai 2,6 g/hari) dan pada anak-anak di atas usia enam bulan, diberikan
ibuprofen sebanyak 5 sampai 10 mg/ kg/ dosis dalam tiga atau empat dosis terbagi
(sampai 40 mg/ kg/ hari pada anak-anak dengan berat kurang dari 30 kg dan 1200
Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika kejang demam
kelainan neurologi yang nyata sebelum atau selapas kejadian kejang misalnya
hemiparesis, paresis Todd, palsi serebal, retardasi mental dan hidrosefalus, dan
dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12
bulan dan kejang demam berlangsung lebih dari 4 kali per tahun. Obat untuk
pengobatan jangka panjang adalah fenobarbital (dosis 3-4 mg/ kgBB/ hari dibagi
10
1-2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40 mg/ kgBB/ hari dibagi 2-3 dosis).
Dengan pemberian obat ini, risiko berulangnya kejang dapat diturunkan dan
pengobatan ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian secara bertahap
b. Terapi non-farmakologi
Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005, Mahmood et al., 2011
ikat pinggang.
yang tinggi.
11
3) Monitor parameter vital (denyut jantung, frekuensi napas, tekanan darah,
SaO2).
7) Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang spesialis (ahli anestesi, ahli
H. PENGKAJIAN FOKUS
1. Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam hari,
a. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS, diagnose
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
12
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
e. Riwayat psikososial
g. Pemeriksaan Fisik
13
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
b. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu
tubuh
d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
J. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Tabel 2.1
Diagnosa Perencanaan
NO
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Peningkatan suhu Tupan: 1. Pantau suhu 1. Suhu 38,9-41,1 0C
tubuh Setelah pasien (derajat menunjukkan proses
berhubungan dilakukan dan pola): penyakit infeksius
dengan proses tindakan perhatikan akut.
patologis keperawatan menggigil?diafore 2. Suhu ruangan,
selama 4 x 24 si. jumlah selimut harus
suhu tubuh 2. Pantau suhu dirubah untuk
normal. lingkungan, mempertahankan
Tupen: batasi/tambahkan suhu mendekati
Setelah linen tempat tidur normal
dilakukan sesuai indikasi. 3. Dapat membantu
tindakan 3. Berikan kompres mengurangi demam,
perawatan hangat: hindari penggunaan air
selama 3 x 24 penggunaan es/alkohol mungkin
jam proses kompres alkohol. menyebabkan
patologis teratasi 4. Berikan selimut kedinginan
dengan kriteria: pendingin 4. Digunakan untu
TTV stabil Kolaborasi: kengurangi demam
Suhu tubuh 5. Berikan antipiretik umumnya lebih besar
dalam batas sesuai indikasi dari 39,5-40 0C pada
14
normal waktu terjadi
gangguan pada otak.
5. Digunakan untuk
mengurangi demam
dengan aksi sentral
2 Resiko tinggi Tupan: setelah 1. Ukur/catat haluaran 1. Penurunan haluaran
kekurangan volume dilakukan urin. urin dan berat jenis
cairan berhubungan tindakan 2. Pantau tekanan akan menyebabkan
dengan perawatan selama darah dan denyut hipovolemia.
peningkatan suhu 3 x 24 jam jantung 2. Pengurangan dalam
tubuh kekurangan 3. Palpasi denyut sirkulasi volume
volume cairan perifer. cairan dapat
tidak terjadi 4. Kaji membran mengurangi tekanan
Tupen: setelah mukosa kering, darah/CVP,
dilakukan turgor kulit yang mekanisme
tindakan tidak elastis kompensasi awal dari
perawatan selama takikardia untuk
2 x 24 jam Kolaborasi: meningkatkan curah
peningkatan suhu jantung dan
5. Berikan cairan
tubuh teratasi, meningkatkan
intravena, misalnya
dengan kriteria: tekanan darah
kristaloid dan
Tidak ada tanda- sistemik.
koloid
tanda dehidrasi 3. Denyut yang lemah,
6. Pantau nilai
Menunjukan mudah hilang dapat
laboratorium
adanya menyebabkan
keseimbangan hipovolemia.
cairan seperti 4. Hipovolemia/cairan
output urin ruang ketiga akan
adekuat memperkuat tanda-
Turgor kulit baik tanda dehidrasi.
Membran mukosa 5. Sejumlah besar cairan
mulut lembab mungkin dibutuhkan
untuk mengatasi
hipovolemia relatif
(vasodilasi perifer),
menggantikan
kehilangan dengan
meningkatkan
permeabilitas kapiler.
6. Mengevaluasi
perubahan didalam
hidrasi/viskositas
darah.
3. Tidak efektifnya Tupan: setelah 1. Anjurkan pasien 1. Menurunkan risiko
bersihan jalan nafas dilakukan untuk aspirasi atau
b.d peningkatan tindakan mengosongkan masuknya sesuatu
sekresi mucus perawatan selama mulut dari benda asing ke faring.
4 x 24 jam jalan benda/zat tertentu. 2. Meningkatkan aliran
nafas kembali 2. Letakkan pasien (drainase) sekret,
efektif pada posisi miring, mencegah lidah jatuh
Tupen: setelah permukaan datar, dan menyumbat jalan
dilakukan miringkan kepala nafas.
tindakan selama serangan 3. Untuk memfasilitasi
perawatan selama kejang. usaha
15
2 x 24 jam 3. Tanggalkan pakaian bernafas/ekspansi
peningkatan pada daerah dada.
sekresi mukus leher/dada dan 4. Jika masuknya di
teratasi, dengan abdomen. awal untuk membuka
kriteria: 4. Masukan spatel rahang, alat ini dapat
Suara nafas lidah/jalan nafas mencegah tergigitnya
vesikuler buatan atau lidah dan
gulungan benda memfasilitasi saat
Respirasi rate lunak sesuai dengan melakukan
dalam batas indikasi. penghisapan
normal 5. Lakukan lendiratau memberi
penghisapan sesuai sokongan terhadap
indikasi pernafasan jika di
perlukan.
Kolaborasi : 5. Menurunkan risiko
aspirasi atau asfiksia.
6. Berikan tambahan 6. Dapat menurunkan
oksigen/ventilasi hipoksia serebral
manual sesuai sebagai akibat dari
kebutuhan pada sirkulasi yang
fase posiktal.
menurunkan atau
oksigen sekunder
terhadap spasme
vaskuler selama
serangan kejang.
16
5. Memberikan catatan
lanjut penurunan
dan/atau peningkatan
berat badan yang
akurat.
17
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk, (2010). Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3. Medica Aesculpalus, FKUI.
Jakarta
Amid dan Hardhi, 2013. Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC, Jakarta
Carpenito, L.J.,2010, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, EGC, Jakarta
Hidayat, Azis Alimul. (2009). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:
Salemba medika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika
Syaifudin (2009). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.
Edisi: 3. Jakarta: ECG
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika
Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.
Edisi: 3. Jakarta: ECG
Tucker, Susan Martin. 2008 Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis dan
Evaluasi, Edisi 5. EGC. Jakarta.
18