Anda di halaman 1dari 78

Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.1. KONDISI FISIK DASAR

2.1.1. Geografi

Kabupaten Gunungkidul memiliki luas wilayah 1.485,36 Km2, secara administratif


Kabupaten Gunungkidul berbatasan dengan wilayah administrasi kabupaten dan propinsi
lainnya, yaitu:

a. Sebelah Utara : Kabupaten Klaten dan Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah.

b. Sebelah Timur : Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah.

c. Sebelah Selatan : Samudera Hindia berupa perairan perairan pesisir sejauh lebih
dari 4 (empat) mil.

d. Sebelah Barat : Kabupaten Bantul dan Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 18 Kecamatan, yang melingkupi 114


Desa/Kelurahan 1431 dusun/padukuhan sebagaimana disajikan pada Tabel 2.1.
Sementara itu peta administrasi Kabupaten Gunungkidul disajikan pada Gambar 2.1.

Tabel 2.1.
Pembagian Administratif Wilayah Kabupaten Gunungkidul

Luas Wilayah Jumlah Jumlah Dusun/


No Kecamatan
(Km2 ) Desa Padukuhan
1.  Panggang 99,80 6 44
2.  Paliyan 58,07 7 50
3.  Tepus 104,91 5 85

PT. CEEC II-1


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Luas Wilayah Jumlah Jumlah Dusun/


No Kecamatan
(Km2 ) Desa Padukuhan
4.  Rongkop 83,46 8 101
5.  Semanu 108,39 5 106
6.  Ponjong 104,49 11 119
7.  Karangmojo 80,12 9 104
8.  Wonosari 75,51 14 104
9.  Playen 105,26 13 101
10.  Patuk 72,04 11 72
11.  Nglipar 73,87 7 53
12.  Ngawen 46,59 6 66
13.  Semin 78,92 10 116
14.  Gedangsari 68,14 7 60
15. Saptosari  87,83 7 67
16.  Girisubo 94,57 8 82
17.  Tanjungsari 71,63 5 71
18.  Purwosari 71,76 5 32
 Total 1.485,36 144 1.431

Sumber: Gunungkidul Dalam Angka 2012

PT. CEEC II-2


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Gambar 2.1.
Peta Administrasi Kabupaten Gunungkidul

PT. CEEC II-3


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.1.2. Topografi Dan Fisiografi

Kondisi tanah berupa perbukitan kapur, kondisi tanah jenis batuan yang tidak
dapat menyimpan air, sehingga air hujan banyak yang lolos melalui celah-celah batu
kapur. Keadaan tanah di Kabupaten Gunungkidul dibagi menjadi 3 (tiga) zona:

1. Zone Utara:

Disebut zone batur Agung dengan ketinggian antara 200–700 m di atas permukaan
laut (dpl) meliputi Kecamatan Patuk, Gedangsari, Nglipar, Ngawen, Semin dan
Ponjong.

2. Zone Tengah:

Disebut Ledoksari dengan ketinggian 150 – 200 m di atas permukaan laut (dpl)
meliputi Kecamatan Playen, Wonosari, Karangmojo, Ponjong bagian tengah dan
Semanu bagian Utara.

3. Zone Selatan:

Disebut zone Gunung Seribu dengan ketinggian 100 – 300 m di atas permukaan laut
(dpl) meliputi Kecamatan Panggang, Purwosari, Paliyan, Tepus, Tanjungsari,
Rongkop, Girisubo, Semanu bagian selatan.

Gambar 2.2.
Kondisi Kemiringan Tanah Kabupaten Gunungkidul

PT. CEEC II-4


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Berdasarkan kemiringan lereng dan beda tinggi serta kenampakan di lapangan,


morfologi wilayah Kabupaten Gunungkidul dikelompokkan menjadi tiga buah satuan
morfologi yaitu yaitu: Perbukitan Baturagung, Cekungan (Basin) Wonosari dan Karst
Gunungsewu. Kenampakan tersebut dapat jelas terlihat pada gambar yang diambil dari
Citra Landsat ETM (2002), Gambar (Perbukitan Baturagung), Gambar (Basin Wonosari),
dan Gambar (Perbukitan Karst Gunung Sewu).

1. Perbukitan Baturagung

Perbukitan Baturagung secara umum tersusun atas satuan bentuk lahan asal
struktural, dilihat proses terjadinya merupakan dataran tinggi (plato) selatan Pulau
Jawa yang telah mengalami pengangkatan dan perlipatan. Perbukitan ini terbentuk
oleh proses diatropisme yang berupa sesar bertingkat (struktural). Bagian utara
mempunyai topografi bergunung dengan igir-igir yang runcing, dan puncak tertinggi
terdapat di Gunung Baturagung dengan ketinggian  700 meter dpal. Di sekitar teras
Oyo merupakan tempat terendah dengan ketinggian  150 meter dpal, topografi
berupa perbukitan rendah dengan igir-igir membulat.

Perbukitan Baturagung mempunyai lereng yang miring, yaitu : di bagian bawah (15-
30%) hingga terjal di bagian atas (30-45%), terdapat igir memanjang dari barat ke
timur di bagian utara dengan lereng sangat curam (>45%) mengarah ke utara yang
merupakan bidang patahan (escarpment). Batuan penyusun berupa bahan-bahan
volkanik tua yang telah banyak mengalami pelapukan tingkat lanjut (Formasi Kebo-
Butak, Semilir, Nglanggran, Sambipitu, dan Oyo), banyak retakan dan patahan,
lapisan tanah relatif tipis, banyak singkapan batuan, dengan curah hujan yang cukup
tinggi, menyebabkan proses erosi dan longsor lahan cukup intensif dan sangat sering
terjadi di wilayah ini, seperti yang terjadi di daerah Gedangsari dan sekitarnya.
Lembah-lembah sempit yang datar hingga landai (8-15%) hanya dijumpai di antara
perbukitan-perbukitan yang ada dan di sekitar aliran Sungai Oyo.

2. Basin Wonosari

Basin Wonosari merupakan suatu cekungan dengan topografi datar hingga


berombak, yang dibatasi atau dikelilingi oleh rangkaian perbukitan struktural
Baturagung di bagian utara dan barat, panggung masif di bagian timur, kompleks
perbukitan karst Gunung Sewu di bagian selatan dan barat. Menurut Worosuprojo
(1988) dan Widyastuti (1991), basin Wonosari disebut juga sebagai basin
batugamping lagonal. Satuan ini mempunyai topografi datar dengan lereng 0-3%
hingga berombak dengan lereng 3-8%, terdapat alur-alur torehan ringan dan jarang

PT. CEEC II-5


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

hingga rapat. Proses deposisional hasil rombakan lereng perbukitan di sekelilingnya,


diimbangi dengan proses erosi permukaan dan linier, yang menyebabkan lapisan
tanah relatif tipis.

Basin Wonosari menurut Pannekoek (1949), merupakan bagian dari zona selatan
Pulau Jawa, yang secara genetik merupakan bagian dari dataran tinggi (plato)
selatan Pulau Jawa, yang berupa dataran nyaris (peneplain) yang telah mengalami
pengangkatan dan perlipatan pada kala Pleistosen Tengah ( 1 hingga 1,8 juta tahun
yang lalu). Peneplain ini tidak hanya mengalami pengangkatan, tetapi juga
mengalami pelengkungan, sehingga membentuk depresi-depresi yang cukup luas.
Batuan induk yang mendasari peneplain ini berupa batu gamping Formasi Wonosari
yang terbentuk pada kala Miosen Atas (16 juta tahun yang lalu).

3. Perbukitan Karst Gunung Sewu

Karst merupakan suatu bentanglahan yang mempunyai relief dan drainase khas. Hal
tersebut disebabkan oleh tingkat pelarutan batuan lebih tinggi dibanding dengan jenis
batuan lainnya. Salah satu batuan yang sangat mudah mengalami pelarutan adalah
batugamping. Formasi batuan ini dapat membentuk topografi karst dengan syarat:
batuan mudah larut, lapisan tebal, banyak retakan atau diaklas, curah hujan tinggi,
dan terletak pada elevasi yang tinggi. Selain pada batugamping, topografi karst juga
dapat terbentuk pada jenis batuan evaporit, seperti: halit, gipsum, dan anhidrat.
Pembentukan topografi karst melalui proses yang sangat lama, terbagi dalam 4
(empat) tahapan atau stadium, yaitu: stadium muda, dewasa, tua, dan lanjut.

Pada stadium muda, proses yang terjadi adalah pelarutan mineral melalui struktur
diaklas yang ada, semakin lama akan semakin membesar membentuk lubang-lubang
pelarutan (ponor). Perkembangan ponor-ponor dan proses pelarutan yang semakin
intensif, pada akhirnya berkembang ledokan-ledokan berbentuk corong, yang disebut
doline. Beberapa doline dapat bergabung karena proses pelarutan yang terus
berlanjut, sehingga membentuk ledokan yang lebih luas, yang disebut uvala. Pada
dasar uvala dapat berkembang alur sungai pendek yang menyebar ke permukaan.
Sungai-sungai tersebut berasal dari gua, yang kemudian menghilang masuk ke
dalam lorong-lorong gua, sedangkan drainase permukaan menjadi saluran-saluran
bawah tanah. Pada stadium dewasa terbentuk beberapa ledokan, kemudian runtuh
membentuk graben. Pada ledokan sering terjadi konsentrasi aliran air, membentuk
pola polje. Kondisi drainase permukaan masih dapat dilihat jelas pada stadium ini.

PT. CEEC II-6


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Pada stadium tua permukaan tanah asli telah hilang secara menyeluruh, membentuk
permukaan yang tidak rata. Dolin banyak yang mengalami kerusakan,
mengakibatkan permukaan tanah turun, terbentuk lembah-lembah baru, dan batuan
dasar mulai tersingkap. Kondisi demikian menyebabkan drainase bawah tanah tidak
berfungsi dan terbentuk drainase permukaan. Aliran air pada mulanya tidak
membentuk alur yang panjang pada permukaan tanah. Aliran air sering keluar-masuk
dalam sistem gua. Permukaan yang tersisa menjadi tidak teratur, seperti: menara
berlereng curam, atau bentukan sisir memanjang. Ketinggian bentukan tersebut
sangat bervariasi, mulai dari beberapa centimeter hingga 5 meter atau lebih.
Singkapan batuan pada dasar polje semakin meluas membentuk dataran, kecuali
beberapa bukit kecil seperti hum atau butte. Pada stadium lanjut, sistem aliran sungai
permukaan menjadi normal kembali. Batuan yang tersingkap masih dapat ditemukan,
bahkan mendominasi wilayah dengan beberapa bentukan bukit sisa terisolir yang
disebut hum. Pada akhirnya, terbentuk bentang lahan karst, seperti pada Gambar.

Berdasarkan kenampakan bentanglahannya, sifat batuan, dan proses pelarutan yang


terjadi (Cvijik (1924-1926), topografi karst dapat dibedakan menjadi 2 (dua) tipologi
utama, yaitu: holokarst dan merokarst. Holokarst merupakan tipe karst yang
mempunyai bentanglahan lengkap, terbentuk pada batuan karbonat yang sangat
mudah larut. Pada tipe ini terbentuk rekahan-rekahan pada batugamping murni
dengan proses karstifikasi di bawah muka airtanah. Lapisan batugamping sangat
tebal, dengan bentukan yang telah berkembang baik, seperti: ponor, doline, uvala,
polje, dan sistem gua dengan sedikit atau tanpa drainase permukaan. Vegetasi pada
tipe ini jarang dijumpai, arealnya cukup luas, tetapi banyak dijumpai gua-gua
berukuran besar, depresi tertutup, dengan sedikit lembah sungai. Merokarst
merupakan tipe karst yang tidak sempurna.

Lapisan batugamping sangat tipis, dan tidak semuanya berbatuan batugamping atau
campuran. Proses karstifikasi belum sempurna, dan sedikit sekali terdapat
kenampakan karst yang unik. Batuan tertutup oleh tanah yang subur dengan vegetasi
yang sangat rapat. Gua yang terbentuk umumnya mempunyai pola drainase yang
belum kompleks, dan sistem gua masih sangat jarang. Kedua tipe karst tersebut
mempunyai perbedaan yang mendasar, ditinjau dari sumber CO2 yang
membentuknya. Pada merokarst, kandungan CO2 berasal dari vegetasi yang
menutupinya, sedang pada holokarst CO2 diperoleh dari udara yang larut dalam air
hujan, sehingga bentukan karst yang dihasilkan juga berbeda. Selain kedua tipe karst

PT. CEEC II-7


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

tersebut, terdapat tipe karst yang mempunyai ciri gabungan di antara holokarst dan
merokarst, yang disebut dengan karst transisi.

Berdasarkan klasifikasi tipologi karst di atas, maka dapat dikatakan bahwa karst di
Kabupaten Gunungkidul termasuk dalam tipe Holokarst. Karst di wilayah kajian ini
merupakan bagian dari topografi karst Gunung Sewu di bagian barat, yang
didominasi oleh bentuk-bentuk kerucut atau sinoid.

Pendapat tentang tipe geomorfologi karst Gunung Sewu pertama kali digaungkan
oleh Lehmann (1936) yang mendeskripsikan bahwa karst Gunung Sewu bertipe
connical atau kegel yang dicirikan oleh bukit-bukit sinusioidal yang diselingi di
antranya oleh cekungan-cekungan yang saling berhubungan yang jika dilihat dari
atas akan kelihatan seperti bentukan berupa bintang.

Namun demikian secara acak ditemukan juga bentuk-bentuk lain, seperti karst
menara. Walaupun mempunyai bentuk yang hampir sama, secara lebih rinci karst
Gunung Sewu yang terdapat di Kabupaten Gunungkidul dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) sub-tipe, yaitu: tipe polygonal, labyrint, dan tower-cone karst (Haryono, 2000;
Tim Fakultas Geografi, 2002).

Selain ketiga tipe karst seperti telah disebutkan diatas, di Kabupaten Gunungkidul
juga dijumpai bentukan-bentukan karst mikro yang disebut dengan karren atau lapies.
Bentukan karst mikro ini berkembang baik pada batuan yang kompak, yaitu pada
batugamping terumbu yang terletak di bagian selatan topografi karst Kabupaten
Gunungkidul. Karren berkembang baik pada batugamping dengan persentase sparit
besar dan tanpa mikrit, yaitu berkembang pada batuan rudstone atau floatstone.
Satuan litologi tersebut pada umumnya mempunyai kekar yang rapat. Karren yang
ada di Kabupaten Gunungkidul, apabila tersingkap pada suatu tebing dapat diamati
hingga kedalaman >10 meter. Sebaliknya pada litologi dengan kandungan mikrit yang
besar, karren tidak dapat berkembang baik, seperti di daerah Bedoyo Kecamatan
Ponjong. Di Perbukitan Karst Gunung Sewu Kabupaten Gunungkidul, banyak
dijumpai berbagai tipe karren.

PT. CEEC II-8


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.1.3. Geologi

Berdasarkan pembagian jenis litoginya, wilayah Kabupaten Gunungkidul dapat


dibedakan atas:

1. Perbukitan Baturagung

Batuan penyusun pada hampir semua wilayah di Ekosistem Perbukitan Baturagung


berupa material volkanik tua yang telah banyak mengalami pelapukan tingkat lanjut,
yang meliputi: Formasi Kebo-Butak, Semilir, Nglanggran, Sambipitu, Oyo, dan
Wonosari. Struktur batuan umumnya masif dengan banyak retakan dan patahan,
banyak singkapan batuan (outcrop), lapisan tanah relatif tipis, dengan curah hujan
yang cukup tinggi.

Kondisi ini menyebabkan proses erosi dan longsor lahan cukup intensif dan sangat
sering terjadi di wilayah ini, seperti yang terjadi di daerah Gedangsari dan sekitarnya.
Lembah-lembah yang sempit dengan lereng relatif datar hingga landai (8-15%) hanya
dijumpai di antara perbukitan-perbukitan yang ada dan di sekitar aliran Sungai Oyo
(intermountain basin). Selanjutnya, Perbukitan Baturagung tersusun atas beberapa
formasi batuan, yaitu: Formasi Kebo-Botak, Semilir, Nglanggeran, Sambipitu, Oyo,
dan Formasi Wonosari. Peta geologi Kabupaten Gunungkidul disajikan pada Gambar
2.3.

PT. CEEC II-9


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Gambar 2.3.
Peta Geologi Kabupaten Gunungkidul

PT. CEEC II-10


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Masing-masing formasi kemudian dijelaskan sebagai berikut ini.

a. Formasi Kebo-Botak (Tmkb) terbentuk pada zaman Miosen Bawah yang


tersusun oleh batuan tuff dari volkan tua. Pada bagian atas merupakan gradasi
batu lanau ke batu pasir kerikilan, batupasir tufaan, tuff asam, konglomerat, dan
serpih tuf aglomerat dari Bukit Jiwo, sedang di beberapa tempat terdapat sedikit
singkapan. Formasi ini merupakan batuan dasar dari Perbukitan Baturagung.
Formasi Kebo-Botak terdapat di bagian utara Perbukitan Baturagung dengan
puncaknya di Gunung Kebobutak. Tingkat pelapukan pada formasi ini sudah
cukup tinggi, dan hanya pada beberapa tempat dijumpai batuan yang masih
segar.

b. Formasi Semilir (Tmse) terbentuk pada zaman Miosen Bawah sampai Miosen
Tengah yang tersusun oleh lapisan breksi, batulempung dan tuff. Formasi ini
terdapat di sebelah selatan Formasi Kebo-Botak dan sebelah timur Sungai Opak,
yang menutupi selaras di atas Formasi Kebo-Botak dengan ketebalan mencapai
1.200 meter.

c. Formasi Nglanggran (Tmn) terbentuk pada zaman Miosen Tengah yang terdapat
pada bagian atas zona Perbukitan Baturagung dan tersusun atas breksi volkanik,
konglomerat, lava, dan tuff sebagai peralihan Formasi Semilir, dengan ketebalan
150 meter, dan puncaknya di Gunung Nglanggeran. Formasi Nglanggran
diendapkan selaras di atas Formasi Semilir pada zaman Miosen Bawah pada
lingkungan laut dan selama pengendapannya dipengaruhi oleh kegiatan gunung
api.

d. Formasi Sambipitu (Tms) terbentuk pada zaman Miosen Tengah dengan


ketebalan mencapai 150 meter. Formasi ini tersusun oleh siltstone, shales,
batupasir, tuff batulanau, aglomerat, dan serpih yang sejenis pada Formasi
Nglanggran. Formasi ini terdapat di sebelah selatan Formasi Nglanggeran, di
sekitar dataran koluvial pada lembah-lembah sempit antar perbukitan dan
cenderung tidak luas persebarannya, dan membentuk lerengkaki Perbukitan
Baturagung. Tingkat pelapukan formasi ini cukup tinggi dan dijumpai batuan
yang masih segar pada dasar sungai.

e. Formasi Oyo (Tmo) terdapat di sepanjang Sungai Oyo membentuk punggungan


bukit rendah yang membujur dengan arah Timur-Barat. Formasi ini tersusun atas
batupasir tufaan, napal tufaan, marl, lempung, dan batugamping-aglomerat,

PT. CEEC II-11


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

berumur Miosen Tengah. Tingkat pelapukan pada formasi ini tingkat sedang, dan
di beberapa tempat dijumpai singkapan batuan yang masih segar dengan
kerapatan kekar sedang. Formasi ini memiliki korelasi dengan Formasi Sentolo di
Kulonprogo, dan seimbang dengan bagian bawah Formasi Wonosari dengan
ketebalan mencapai 350 meter.

f. Formasi Wonosari (Tmpw) terbentuk pada zaman Miosen Atas sampai Pliosen di
bagian selatan Perbukitan Baturagung, seluruh cekungan Wonosari, dan
Pegunungan Sewu. Formasi ini tersusun atas batugamping berlapis (kalkarenit
dan kalsilutit) yang merupakan bekas laguna. Ketebalan lapisan berkisar antara
300 hingga 800 meter.

Secara regional, struktur geologi yang ditemukan di Perbukitan Baturagung berupa


sesar, kekar, dan lipatan dengan sedikit foliasi. Lipatan terdiri atas antiklin dan sinklin
yang mempunyai arah timur laut - barat daya dengan sayap lipatan bersudut kecil
(3-15). Sesar pada umumnya berupa sesar turun dengan pola antithetic fault block
(Bemmelen, 1970). Sesar utama mengarah barat laut - tenggara dan secara
setempat mengarah timur laut - barat daya.

2. Basin Wonosari

Basin Wonosari secara umum merupakan suatu cekungan yang secara genesis
terbentuk akibat proses pengangkatan dan perlipatan dataran tinggi (plato) selatan
Pulau Jawa yang mengalami planasi (peneplain). Satuan ini mempunyai ketinggian
antara 150 hingga 200 meter dpal, yang tersusun oleh material dasar batugamping
dan lempung Formasi Wonosari, Oyo, dan Kepek.

Formasi Oyo (Tmo) terdapat di sepanjang Sungai Oyo membentuk punggungan bukit
rendah yang membujur dengan arah Timur-Barat. Formasi ini tersusun atas batupasir
tufaan, napal tufaan, marl, lempung, dan batugamping-aglomerat, berumur Miosen
Tengah. Tingkat pelapukan pada formasi ini tingkat sedang, dan di beberapa tempat
dijumpai singkapan batuan yang masih segar dengan kerapatan kekar sedang.
Formasi ini memiliki korelasi dengan Formasi Sentolo di Kulonprogo, dan seimbang
dengan bagian bawah Formasi Wonosari dengan ketebalan mencapai 350 meter.

Formasi Wonosari (Tmpw) terbentuk pada zaman Miosen Atas sampai Pliosen di
bagian selatan Basin Wonosari, seluruh cekungan Wonosari, dan Pegunungan Sewu.
Formasi ini tersusun atas batugamping terumbu yang merupakan bekas laguna.
Ketebalan lapisan berkisar antara 300 hingga 800 meter. Formasi Kepek terbentuk

PT. CEEC II-12


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

pada Kala Pliosen yang sedikit menutupi Formasi Wonosari dengan ketebalan
mencapai 200 meter. Formasi ini tersusun atas batugamping dan napal, yang pada
daerah ledokan mengalami pelapukan menghasilkan endapan lempung.

3. Perbukitan Karst Gunung Sewu

Seluruh batuan pada zone ini didominasi oleh Formasi Wonosari. Menurut Samodra
(2005), sebagian besar Formasi Wonosari yang bertopografi karst tersusun oleh
batugamping yang berfasises terumbu. Secara geologis, selain batugamping terumbu
yang dominan, masih terdapat pula batugamping berlapis bersisipan napal, dan
batugamping konglomeratan. Batugamping terumbu dijumpai berwarna putih kotor
hingga coklat muda, kompak, pejal dan keras, dengan porositas primer cukup besar.
Batuan ini disusun oleh koral, ganggang, foraminifera, moluska dan briozora.

Sementara itu, batugamping berlapis dijumpai berwarna kelabu muda hingga coklat
muda, kompak, keras, bertekstur halus hingga kasar, berfosil dengan kemampuan
meloloskan air cukup, dan akan semakin besar jika telah mengalami pelapukan.
Batugamping berlapis ini kadang disisipi oleh napal berwarna putih kehijauan atau
coklat muda, tipis dan menyerpih yang kaya akan foraminefera kecil, tebal sisipan
napal ini sekitar 10-40 cm. Batuan penyusun Formasi Wonosari yang selanjutnya
adalah batugamping konglomeratan berwarna coklat muda, kompak, keras, dan
disusun oleh butiran batugamping halus dengan posoitas cukup baik. Pengukuran
tebal Formasi Wonosari tidak mudah untuk dilakukan, meskipun jika dihitung dengan
penampang geologi pada peta geologi, dapat diperoleh tebal satuan sekitar 300
meter.

2.1.4. Hidrogeologi Dan Klimatologi

Kondisi hidrogeologi dan klimatologi Kabupaten Gunungkidul secara rinci


disajikan dibawah ini:

1. Air Permukaan

Air Permukaan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air, adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Dengan demikian maka
air permukaan tersebut adalah air yang berasal dari sumber-sumber : sungai, danau,
waduk, situ, rawa, dan lain sebagainya. Air permukaan yang sering ditemukan dan
merupakan salah satu yang dipergunakan masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan
air bersih adalah Telaga, situ yang terdapat di berbagai wilayah di Gunungkidul.

PT. CEEC II-13


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Sedangkan Sungai/air permukaan yang dipergunakan khususnya untuk air bersih


dapat ditemukan di bantaran kali Oyo. Telaga, dan sungai sering digunakan sebagai
tempat sumber air baku untuk keperluan penyediaan air bersih/air minum dan
pengairan. Air permukaan ini pada umumnya merupakan penampungan dan aliran air
hujan, sehingga pada musim hujan telaga ataupun sungai kuantitas airnya banyak,
sedangkan pada musim kemarau cenderung menurun. Air Telaga biasanya hanya
dapat bertahan antara 4 sampai 6 bulan saja.

Air permukaan sering digunakan sebagai sumber air baku untuk keperluan
penyediaan air bersih/air minum dan keperluan sehari-hari dengan pertimbangan
sosial, karena tidak harus membayar. Berdasarkan beberapa data studi terdahulu
berikut disajikan tabel potensi air permukaan di Kabupaten Gunungkidul.

Tabel 2.2.
Potensi Air Permukaan di Kabupaten Gunungkidul

Air permukaan Air permukaan


No Kecamatan Desa
debit (lt/dt) debit (m3/th)
1 Gedangsari Hargo Mulyo 29,6 920.204
2 Gedangsari Mertelu 18,9 586.862
3 Gedangsari Ngalang 62,4 1.941.779
4 Gedangsari Sampang 14,0 435.996
5 Gedangsari Serut 16,5 513.660
6 Gedangsari Tegalrejo 22,3 693.614
7 Gedangsari Watu Gajah 15,6 483.716
8 Karangmojo Bejiharjo 53,8 1.673.746
9 Karangmojo Bendungan 19,3 601.254
10 Karangmojo Gedang Rejo 33,9 1.054.968
11 Karangmojo Jati Ayu 36,3 1.129.430
12 Karangmojo Karangmojo 19,4 602.857
13 Karangmojo Kelor 16,1 499.425
14 Karangmojo Ngawis 22,9 712.542
15 Karangmojo Ngipak 10,6 329.184
16 Karangmojo Wiladeg 11,8 365.745
17 Ngawen Beji 18,1 561.696

PT. CEEC II-14


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Air permukaan Air permukaan


No Kecamatan Desa
debit (lt/dt) debit (m3/th)

18 Ngawen Jurang Jero 16,4 511.420


19 Ngawen Kampung 22,6 701.782
20 Ngawen Sambirejo 19,5 606.440
21 Ngawen Tancep 12,5 388.720
22 Ngawen Watu Sigar 18,7 582.655
23 Nglipar katongan 41,5 1.289.835
24 Nglipar Kedung Keris 59,1 1.838.500
25 Nglipar Kedungpoh 26,6 825.883
26 Nglipar Natah 16,0 498.889
27 Nglipar Nglipar 40,4 1.257.787
28 Nglipar Pengkol 48,2 1.498.354
29 Nglipar Pilang Rejo 17,8 552.322
30 Paliyan Grogol 24,5 761.216
31 Paliyan Mulusan 30,6 952.662
32 Paliyan Pampang 16,6 515.624
33 Paliyan Sodo 6,6 205.492
34 Patuk Beji 15,5 482.371
35 Patuk Bunder 25,8 803.771
36 Patuk Nglanggeran 18,5 576.579
37 Patuk Nglegi 26,4 821.354
38 Patuk Ngoro Oro 17,5 544.777
39 Patuk Patuk 6,9 214.280
40 Patuk Pengkok 13,4 415.973
41 Patuk Putat 18,7 580.851
42 Patuk Salam 13,7 426.022
43 Patuk Semoyo 16,4 511.216
44 Patuk Terbah 10,9 337.556
45 Playen Banaran 22,7 705.965
46 Playen Bandung 41,0 1.276.088

PT. CEEC II-15


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Air permukaan Air permukaan


No Kecamatan Desa
debit (lt/dt) debit (m3/th)

47 Playen Bleberan 58,8 1.830.019


48 Playen Dengok 14,5 451.958
49 Playen Getas 29,6 920.216
50 Playen Logandeng 24,7 768.200
51 Playen Ngawu 14,5 450.843
52 Playen Ngleri 11,7 363.909
53 Playen Ngunut 8,5 263.507
54 Playen Playen 16,9 524.313
55 Playen Plembutan 21,2 660.087
56 Ponjong Genjahan 13,1 408.396
57 Ponjong Sawahan 28,0 871.456
58 Ponjong Sidorejo 48,7 1.513.308
59 Ponjong Tambakromo 36,1 1.123.397
60 Ponjong Umbul Rejo 41,7 1.295.517
61 Semanu Pacarejo 106,7 3.317.456
62 Semanu Semanu 60,6 1.886.233
63 Semin Bendung 12,2 378.480
64 Semin Bulurejo 10,2 316.733
65 Semin Candi Rejo 24,1 750.124
66 Semin Kalitekuk 17,1 532.303
67 Semin Karang Sari 25,0 777.942
68 Semin Kemejing 11,6 361.818
69 Semin Pundung Sari 23,9 744.353
70 Semin Rejosari 28,9 900.243
71 Semin Semin 33,0 1.025.672
72 Semin Sumberrejo 21,0 654.437
73 Wonosari Baleharjo 14,9 464.741
74 Wonosari Duwet 15,9 495.963
75 Wonosari Gari 21,3 663.084

PT. CEEC II-16


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Air permukaan Air permukaan


No Kecamatan Desa
debit (lt/dt) debit (m3/th)

76 Wonosari Karang Rejek 18,7 581.516


77 Wonosari Karang Tengah 14,7 456.646
78 Wonosari Kepek 57,3 1.783.341
79 Wonosari Mulo 26,7 829.068
80 Wonosari Piyaman 21,7 675.509
81 Wonosari Pulutan 24,5 762.530
82 Wonosari Selang 11,3 349.948
83 Wonosari Siraman 16,3 506.737
84 Wonosari Wareng 23,5 730.139
85 Wonosari Wonosari 12,2 379.994
Sumber: Data Sekunder 2011

Dengan demikian, alternatif sumber air yang akan digunakan sebagai air baku pada
sistem pelayanan air bersih, khususnya yang berasal dari sumber air permukaan,
diharapkan akan dapat dipenuhi dari potensi di atas.

2. Air Tanah

Air tanah merupakan sumber air penting dalam penyediaan air untuk berbagai
kebutuhan hidup, khususnya untuk air minum. Secara umum, air tanah dari lapisan
jenuh air pada top soil dengan penyebarannya yang sangat luas tidak dapat
direncanakan pemanfaatannya karena cadangan yang relatif kecil dan sangat
tergantung pada curah hujan sehingga sumber air ini sering mengalami kekeringan
pada musim kemarau. Sedangkan air tanah yang berasal dari lapisan akuifer dalam
suatu cekungan air tanah biasanya mempunyai cadangan yang cukup besar dan
tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan musim hujan atau kemarau sehingga
pemanfaatannya dapat direncanakan secara berkelanjutan.

a. Air Tanah Bebas

Air tanah bebas ini terdapat pada lapisan akuifer yang terdiri dari endapan
aluvium dan endapan produk gunung api kuarter yang terdapat mulai dari
permukaan tanah sampai pada kedalaman yang mencapai 35 meter dan

PT. CEEC II-17


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

mempunyai nilai kelulusan tinggi hingga sedang sehingga mampu bertindak


sebagai akuifer penting yang cukup produktif.

b. Air Tanah Tertekan

Air tanah tertekan terdapat pada lapisan akuifer yang terdiri dari endapan
endapan produk gunung api kuarter berupa rempah gunung api dan lelehan lava
dengan kelulusan sangat beragam dan pada umumnya tinggi pada material
lepas dan leleran lava vesikuler yang merupakan akuifer penting dan produktif.
Kedalaman lapisan akuifer berkisar antara 35 meter sampai lebih dari 85 meter.

Berdasarkan kondisi geologi dan hidrogeologi yang berkembang di wilayah


Kabupaten Gunungkidul, maka airtanah yang terdapat di wilayah ini dapat
dibedakan atas:

1) Air tanah yang berasal dari lapisan penutup (top soil) berupa lapisan jenuh
air yang terdapat pada kedalaman yang mencapai beberapa meter di bawah
permukaan tanah dan tersebar hampir di zona tengah dan sebagian zona
utara wilayah Kabupaten Gunungkidul yang dapat dimanfaatkan melalui
pembuatan sumur gali.

2) Air tanah yang berasal dari lapisan akuifer berupa lapisan akuifer/batuan
dengan porositas dan permeabilitas baik (mampu menyimpan dan
mengalirkan air tanah) yang terdapat pada kedalaman beberapa meter
sampai lebih dari 100 meter di bawah permukaan tanah dan tersebar dalam
suatu cekungan air tanah dalam wilayah terbatas yang dapat dimanfaatkan
melalui sumur bor.

Kebutuhan akan air bersih masyarakat Gunungkidul dari tahun ke tahun


menunjukkan peningkatan. Hal ini terlihat adanya permintaan yang semakin
besar pula terhadap supply air bersih. Permintaan tersebut berakibat air tanah
ketersediaan air tanah yang ada di wilayah tersebut semakin berkurang,
sehingga kondisi air tanah di banyak wilayah mengalami penurunan. Dengan
adanya penurunan kondisi air tanah di banyak kawasan, memaksa kita untuk
mengadakan penaksiran yang tepat, dan mengembangkan sumber air tanah ke
arah yang benar, serta mengatur dan melindungi sumber-sumber yang ada demi
kelestarian sumber daya alam tersebut agar pengembangan pemanfaatan
sumber air tanah dapat dilakukan secara berkelanjutan.

PT. CEEC II-18


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Gambar 2.4.
Peta Potensi Sumber Air Kab. Gunungkidul

PT. CEEC II-19


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

3. Iklim

Parameter iklim yang dapat dihimpun dan mempunyai kaitan erat dengan
Perencanaan SPAM Kabupaten Gunungkidul adalah tipe iklim, curah hujan dan suhu
udara

a. Tipe Iklim

Berdasarkan klasifikasi klimatologi, tipe iklim di Kabupaten Gunungkidul


termasuk tipe iklim tropis dimana 6 (enam) bulan kering dan 6 (enam) bulan
basah. Dimana April – September bulan kering dan bulan Oktober – Maret
adalah bulan basah. Akan tetapi pada saan ini sedikit bergeser menjadi 7 (tujuh)
bulan kering dan 5 bulan basah, yaitu bulan April – Oktober sebagai bulan kering
dan Nopember – Maret bulan basah.

Di Kebupaten Gunungkidul, berdasarkan analisis menurut metode Koppen,


ternyata Ekosistem Basin Wonosari termasuk ke dalam iklim Aw yaitu iklim
basah kering (tropical savanna), yang berarti bahwa temperatur bulan terdingin
lebih dari 18oC, dan jumlah hujan pada saat bulan-bulan basah tidak dapat
mengimbangi kekurangan hujan pada saat bulan-bulan kering. Akibatnya pada
saat musim kemarau di hampir seluruh wilayah dalam ekosistem ini selalu
kekurangan air (kekeringan secara meteorologis).

b. Curah Hujan

Curah hujan rata-rata tahunan di wilayah Kabupaten tahun 2008 sebesar 1602


mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 103 hari per tahun (Tabel 2.2).
Bulan basah 4 – 6 bulan, sedangkan bulan kering berkisar antara 4 – 5 bulan.
Musim hujan dimulai pada bulan Oktober – Nopember dan berakhir pada bulan
Mei - Juni setiap tahunnya. Puncak curah hujan dicapai pada bulan Desember –
Pebruari. Wilayah Kabupaten Gunungkidul utara merupakan wilayah yang
memiliki curah hujan paling tinggi dibanding wilayah tengah dan selatan. Jumlah
hari hujan dan curah hujan di Kabupaten Gunungkidul disajikan pada Tabel 2.3.

PT. CEEC II-20


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul
Tabel 2.3.
Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan di Kabupaten Gunungkidul

**) tidak ada hujan


Sumber: Gunungkidul Dalam Angka 2012

PT. CEEC II-21


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.2. KONDISI SARANA DAN PRASARANA

2.2.1. Air Limbah

Kondisi umum penanganan limbah rumah tangga di Kabupaten Gunungkidul


adalah mempergunakan sistem setempat (onsite system) berupa septic tank, namun juga
dijumpai penggunaan cubluk di beberapa tempat. Sampai saat ini Kabupaten
Gunungkidul belum memiliki sistem pengolahan air limbah terpusat berupa IPAL maupun
IPLT dikarenakan kondisi daerah yang tidak memungkinkan untuk dibangun sistem ini.
Walaupun demikian, dibeberapa lokasi sudah dibangun sistem komunal untuk melayani
satu kawasan pemukiman, pondok pesantren maupun industri tahu melalui program
sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas) dan IPAL komunal.

2.2.2. Persampahan

Pengelolaan persampahan di Kabupaten Gunungkidul dilayani oleh UPT


Kebersihan dan Pertamanan (KP). Jumlah timbulan sampah mencapai 30 ton/hari, dan
hanya 50% yang dapat dilayani oleh UPT KP. Hal ini dikarenakan keterbatasan prasarana
UPT KP, sedangkan sisa timbulan sampah yang tidak terlayani oleh UPT KP dikelola oleh
masyarakat secara tradisional (dibakar dan ditimbun). Sarana dan prasarana pengelolaan
persampahan yang dimiliki adalah tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah yang berada
di Dusun Wukirsari Desa Baleharjo. Beberapa prasarana persampahan lain yang dimiliki
UPT. Kebersihan dan Pertamanan DPU Kabupaten Gunungkidul seperti disajikan pada
Tabel 2.4.

Tabel 2.4.
Data Sarana Prasarana Pengelolaan Persampahan di Kab. Gunungkidul

Jumlah Layak Kondisi


No Nama Alat Keterangan
Alat Operasi Rusak

1 Dump Truck 6 6 0  
2 Amroll 3 3 0  
3 Truck Tanki Air 1 1 0  
4 Pick Up 2 2 0 Beroperasi jika perlu
5 Exavator 1 1 0  
6 Bulldouzer 1 0 1 6 bulan tidak beroprasi

PT. CEEC II-22


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Jumlah Layak Kondisi


No Nama Alat Keterangan
Alat Operasi Rusak
7 Container 14 14 0  
8 Bak TPS 40 40 0  
9 TPA 1 1 0  
10 Gerobak Sampah 10 10 0  
11 Bak TPS Pasar 20 20 0  

Sumber: UPTD. Kebersihan dan Pertamanan DPU Kab. Gunungkidul, 2012

2.2.3. Drainase

Sistem drainase di Kabupaten Gunungkidul memanfaatkan topografi yang cukup


terjal dan berbukit-bukit. Dengan kondisi seperti itu, air hujan yang jatuh dapat mengalir
dengan lancar menuju 14 sungai yang ada di Kabupaten Gunungkidul. Selain itu kondisi
tanah di wilayah ini yang sebagian berupa karst menyebabkan air hujan mudah terserap
ke dalam tanah melalui pori-pori maupun celah di dalam tanah.

2.2.4. Irigasi

Salah satu infrastruktur wilayah yang sangat menunjang sektor pertanian di


Kabupaten Gunungkidul adalah infrastruktur pengairan. Di Kabupaten Gunungkidul
sebagian besar sawah merupakan sawah tadah hujan mencapai 5.514 Ha. Sementara itu
hanya sebagian kecil saja yang bisa di aliri melalui saluran irigasi terutama di wilayah
Kecamatan Ponjong dan Karangmojo.

2.2.5. Sarana Perekonomian

Secara umum Kabupaten Gunungkidul mempunyai potensi ekonomi yang dapat


dikembangkan sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu faktor utama dalam
pembangunan. Potensi ekonomi tersebut terutama terdapat pada sektor-sektor: (1)
pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan/kelautan; (2) pertambangan; dan (3)
Pariwisata. Sektor-sektor tersebut memiliki keunggulan nilai kontribusi dalam
perbandingan antar wilayah sehingga layak untuk terus dikembangkan dalam
meningkatkan perekonomian lokal wilayah pembangunan di Kabupaten Gunungkidul.

PT. CEEC II-23


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.2.6. Sarana Sosial Dan Kesehatan

Sarana sosial dan kesehatan yang ada di Kabupaten Gunungkidul secara rinci
disajikan dibawah ini:

1. Sarana Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor pembentuk kualitas penduduk, selain


kesehatan dan ekonomi. Pembangunan bidang pendidikan bertujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan SDM suatu negara akan sangat
menentukan karakter dari pembangunan ekonomi dan sosial, karena manusia adalah
pelaku aktif dari seluruh kegiatan tersebut.

Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2011/2012 memiliki Sekolah Dasar sebanyak


486 unit dan Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 77 unit dengan jumlah kelas masing-
masing 3.093 kelas untuk SD dan 466 kelas untuk MI. Banyaknya guru SD mencapai
5.128 orang dan 849 orang guru MI. Sementara itu Angka Partisipasi Murni (APM)
penduduk usia SD+MI di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2010 sebesar 88,16%
dan tahun 2011 menjadi 88,75%. Peningkatan APM untuk tingkat SD+MI diikuti
meningkatnya APM untuk tingkat SLTP+MTS maupun SLTA. APM SLTP meningkat
dari 73,80% pada tahun 2010 menjadi 77,50% pada tahun 2011. Begitu pula dengan
APM SLTA dari 49,82% pada tahun 2010 menjadi 50,93% pada tahun 2011.

2. Sarana Kesehatan

Dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di Kabupaten Gunungkidul perlu adanya


ketersediaan sarana yang memadai, sehingga pelayanan kepada masyarakat akan
semakin baik. Sarana kesehatan yang ada tersebar di seluruh wilayah, sehingga
pemerataan pelayanan akan semakin dapat diwujudkan. Pada tahun 2011 di
Kabupaten Gunungkidul terdapat 1 Rumah Sakit Umum Pemerintah, 2 Rumah Sakit
Umum Swasta, 30 Puskesmas Induk dan 108 Puskesmas Pembantu. Dari 30
Puskemas Induk itu dapat dikategorikan 14 Puskesmas Perawatan dan 16
Puskesmas Non Perawatan. Selain itu di Kabupapaten Gunungkidul juga terdapat 45
Poliklinik, 3 buah rumah bersalin, 134 praktek dokter, 159 praktek bidan, 1.461
Posyandu dan 19 Apotik.

PT. CEEC II-24


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.2.7. Sarana Peribadatan

Dalam bidang keagamaan diupayakan adanya hubungan yang harmonis antara


umat beragama yang ada di Kabupaten Gunungkidul, demikian pula adanya
pembangunan sarana ibadah dari berbagai agama yang ada, sehingga ratio antara
banyaknya masing-masing umat beragama terhadap tempat ibadahnya semakin baik.
Sedangkan jumlah sarana peribadatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011 menurut
agama yang ada adalah sebagai berikut: masjid sebanyak 1.630 buah, mushola 581
buah, langgar 403 buah, gereja Kristen Protestan 91 buah, rumah kebaktian 6 buah,
gereja Katholik 4 buah, kapel 22 buah, pura 16 buah, dan wihara 8 buah.

2.2.8. Transportasi

Untuk meningkatkan pelayanan transportasi lokal perlu dilakukan pemerataan


pembangunan jalan dan jembatan ke seluruh wilayah perkotaan, perdesaan, kawasan
wisata, dan sebagainya secara proporsional. Sedangkan untuk transportasi regional
direncanakan peningkatan jalan kolektor yang menghubungkan antar kabupaten dan jalan
yang menghubungkan daerah perbatasan. Jaringan transportasi yang ada, selain
berfungsi untuk menghubungkan kota-kota di dalam wilayahnya, juga merupakan
penghubung dengan kota-kota di luar wilayah, seperti Kota Yogyakarta, Bantul, Sleman,
Klaten, Sukoharjo, dan Wonogiri. Jalur jalan yang menghubungkan kota-kota di Jawa
Tengah bagian selatan dan bagian timur (Klaten, Sukoharjo, Wonogiri) adalah jalur jalan
yang melewati Semin–Karangmojo–Wonosari–terus ke Kota Yogyakarta. Jalur jalan yang
merupakan jalur transportasi koridor fungsi perdagangan, industri, dan pusat permukiman
yaitu Sadeng–Rongkop–Semanu–Wonosari–Playen–Patuk terus ke Kota Yogyakarta.
Untuk membuka akses wilayah selatan Pulau Jawa, mulai dari Kulonprogo – Bantul –
Gunungkidul – Wonogiri – Pacitan, akan dikembangkan jaringan jalan lintas selatan.
Akses ini dimaksudkan sebagai pengembangan peluang ekonomi di wilayah pantai
selatan Pulau Jawa, sekaligus mengurangi kejenuhan lalu lintas wilayah utara Pulau
Jawa. Panjang jaringan jalan lintas selatan di Kabupaten Gunungkidul sepanjang 81,25
km dengan melintasi 7 kecamatan di wilayah selatan. Untuk melayani angkutan
transportasi, terdapat terminal regional yang terletak di Kota Wonosari, yaitu terminal
antar kota yang menjadi satu dengan angkutan perdesaan. Terminal dan tempat
pemberhentian angkutan lainnya tersebar di kecamatan lainnya. Pengembangan sarana
transportasi ke seluruh wilayah perdesaan yang belum terjangkau jaringan trayek
termasuk daerah perbatasan dengan kabupaten lain.

PT. CEEC II-25


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.2.9. Listrik

Kebutuhan listrik/energi di Kabupaten Gunungkidul saat ini disuplai oleh


Perusahaan Listrik Negara (PLN). Secara keseluruhan pembangkit listrik yang ada ini
terhubung dengan suatu sistem interkoneksi sebelum di distribusikan kepada para
pelanggan. Sampai saat ini dapat dikatakan bahwa hampir sebagian besar tempat
permukiman masyarakat atau sekitar 99,79% telah mendapat pelayanan listrik, kecuali
tempat-tempat yang sulit dijangkau belum dapat menikmati aliran listrik ini.

2.2.10. Telepon

Fasilitas telekomunikasi sangat diperlukan untuk memperlancar arus informasi


dalam rangka memacu kegiatan ekonomi yang semakin menuntut pelayanan yang
efisien, efektif dan cepat. Pemanfaatan sarana telekomunikasi khususnya telepon dari
tahun ke tahun menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya
jumlah pelanggan telepon.

2.2.11. Kawasan Strategis

Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya


diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten
terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Kawasan strategis pertumbuhan
ekonomi meliputi: kawasan strategis cepat tumbuh aglomerasi Perkotaan Wonosari
(APW) meliputi Perkotaan Wonosari, Perkotaan Playen, Perkotaan Semanu, dan
Perkotaan Karangmojo.

Kawasan strategis Strategis Pelestarian Sosial Budaya yang terdapat di


Kabupaten Gunungkidul diantaranya adalah: Kawasan konservasi warisan budaya
Megalithicum Situs Sokoliman dan Situs Gunungbang di Desa Bejiharjo, Kecamatan
Karangmojo; dan Kawasan konservasi Goa arkeologi di kawasan karst Gunung Sewu
meliputi: Goa Seropan, Goa Bentar, Goa Braholo, Tritis, Song Gupuh, Song Keplek dan
Goa Tabuhan.

Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam


dan/atau teknologi tinggi terdapat di Kawasan Baron Technopark untuk pengembangan
energi terbarukan di Pantai Parangracuk, Kecamatan Saptosari dengan rencana
pengembangan kawasan seluas lebih kurang 50 (lima puluh) hektar. Kawasan strategis

PT. CEEC II-26


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Lindung dan Budidaya merupakan kawasan yang didalamnya berlangsung kegiatan yang
mempunyai pengaruh besar terhadap kepentingan untuk penyelamatan lingkungan hidup.

2.3. SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA

2.3.1. Demografi

Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten di wilayah DIY dengan


jumlah penduduk cukup besar, jumlah penduduk Kabupaten Gunungkidul berdasarkan
hasil perhitungan sensus penduduk 2011 berjumlah 677.998 jiwa yang terdiri dari laki-laki
sebanyak 327.841 jiwa dan perempuan sebanyak 350.157 jiwa. Hasil sensus penduduk
2011 dapat disimpulkan bahwa hampir separuh jumlah penduduknya berada di 6
Kecamatan antara lain Wonosari (11,66%), Playen (8,07%), Semanu (7,66%), Ponjong
(7,37 %), Semin (7,26 %) dan Karangmojo (7,22%). Rata-rata kepadatan penduduk
Kabupaten Gunungkidul adalah 469 jiwa/km2, dengan angka kepadatan penduduk
tertinggi di Kecamatan Wonosari sebesar 1.042 jiwa/km2 dan angka kepadatan penduduk
terendah berada di Kecamatan Girisubo sebesar 234 jiwa/km2. Dengan jumlah rumah
tangga yang tercatat sebanyak 193.478, rata-rata jiwa per rumah tangga di Kabupaten
Gunungkidul tercatat 3,49 jiwa dengan angka tertinggi di Kecamatan Purwosari 3,99 jiwa
per rumah tangga dan angka terendah di Kecamatan Patuk 3,33 jiwa per rumah tangga.

2.3.2. Migrasi

Jumlah penduduk perempuan Kabupaten Gunungkidul lebih banyak dibanding


penduduk laki-laki yaitu sebesar (51,65 %) dan 48,35 % penduduk laki-laki. Rata-rata
penduduk per rumah tangga (household size) 4,83 % dengan sex ratio 96 %. Secara
proporsional jumlah penduduk mengalami penurunan, disebabkan keberhasilan Keluarga
Berencana (KB) serta tingginya angka migrasi penduduk keluar wilayah. Disamping hal-
hal tersebut di atas, variabel penting yang turut mempengaruhi jumlah dan komposisi
penduduk adalah fertilitas (angka kelahiran). Secara khusus tidak terdapat data migrasi
penduduk Kabupaten Gunungkidul.

2.3.3. PDRB

Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah bertujuan meningkatkan


kesejahteraan masyarakat, upaya peningkatan kesejahteraan ini ditandai dengan

PT. CEEC II-27


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

meningkatnya PDRB per kapita masyarakat. Selain itu laju pertumbuhan ekonomi yang
dicerminkan dengan angka PDRB seiring dengan dukungan dana pembangunan,
seharusnya mengalami kenaikan dalam keadaan normal. Data menunjukan bahwa kinerja
perekonomian Kabupaten Gunungkidul semakin menguat.

Laju pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang
digunakan oleh pemerintah sebagai asumsi dasar dalam penyusunan RAPBD serta
mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat disuatu wilayah, yang tercermin dari
kenaikan angka PDRB perkapita. Laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah dihitung
berdasarkan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan.
Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gunungkidul memiliki kecenderungan naik.
Berdasarkan data series pada tahun 2009, 2010 dan 2011 diketahui angka pertumbuhan
ekonomi berkisar antara 4,14; 4,15; dan 4,30.

Kontribusi sektor ekonomi Kabupaten Gunungkidul paling dominan di dominasi


oleh sektor pertanian. Dari sektor pertanian Kabupaten Gunungkidul telah berhasil
memberikan andil dalam PDRB sebesar 36,84%, diikuti oleh sektor Perdagangan, Hotel
dan Restoran yang memberikan andil sebesar 15,12%, dan sektor jasa-jasa
menyumbang sebesar 13,64%. Adapun nilai PDRB per kapita yang berhasil di capai
adalah Rp 10.540.248,00 pada tahun 2011 atau naik sebesar 3,89 % di banding tahun
2010 sebesar Rp 9.808.630,00. Sementara itu PDRB Kabupaten Gunungkidul secara
jelas disajikan pada Tabel 2.5 dan Tabel 2.6.

Tabel 2.5.
PDRB Kabupaten Gunungkidul Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2011
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Rp. Jutaan)
Menurut Lapangan Usaha

No Lapangan Usaha 2009 2010** 2011***

1 Pertanian 1.272.290 1.268.080 1.279.456

2 Pertambangan dan galian 55.939 58.472 60.880

3 Industri Pengolahan 341.216 368.423 391.485

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 17.760 18.999 19.780

5 Bangunan 261.856 279.518 299.185

PT. CEEC II-28


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

No Lapangan Usaha 2009 2010** 2011***

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 467.680 496.688 525.156

7 Pengangkutan dan Komunikasi 220.126 234.644 251.865

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 145.597 159.910 171.605

9 Jasa – Jasa 414.901 445.345 473.747

PDRB Konstan 3.197.365 3.330.079 3.473.159


Pertumbuhan PDRB per tahun ( %) 4,14 4,15 4,30

*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara


Sumber: RKPD Kabupaten Gunungkidul 2012

Tabel 2.6.
PDRB Kabupaten Gunungkidul Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2011
Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 (Rp Jutaan)
Menurut Lapangan Usaha

No Lapangan Usaha 2009 2010** 2011***


1 Pertanian 2.114.859 2.311.480 2.427.848
2 Pertambangan dan Galian 111.573 117.970 124.462
3 Industri Pengolahan 549.414 643.563 698.406
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 55.517 62.761 68.959
5 Bangunan 542.153 611.964 689.465
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 890.177 972.726 1.056.351
7 Pengangkutan dan Komunikasi 384.896 421.370 462.520
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 924.102 338.321 375.085
9 Jasa – Jasa 1.015.091 1.144.419 1.243.171
PDRB Berlaku 5.987.782 6.624.572 7.146.267
Pertumbuhan PDRB per tahun ( %) 8,83 10,63 7,88
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Sumber: RKPD Kabupaten Gunungkidul 2012

PT. CEEC II-29


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Berdasarkan kinerja makro pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gunungkidul


termasuk dalam kategori moderat disertai dengan trend yang fluktuatif, apabila dilihat
pertumbuhan dari tahun 2009 ke tahun 2010 cukup tinggi sebesar 10,63% dan
pertumbuhan di tahun 2011 mengecil atau sebesar 7,88%, hal ini dipengaruhi
pertumbuhan sektoral yang signifikan seperti sektor Pertanian, Perdagangan, dan sektor
Jasa Pertumbuhan tersebut cenderung lambat terhadap penurunan angka kemiskinan di
Kabupaten Gunungkidul dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di DIY apabila dilihat
dari PDRB tingkat pendapatan perkapitanya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan
Sleman, Kota Yogyakarta, dan Bantul PDRB per kapita Kabupaten Gunungkidul pada
tahun 2011 yang dihitung berdasarkan harga berlaku mencapai Rp.10.540.248,- per
tahun (Rp 878.354/bulan). Dengan demikian dapat diartikan bahwa kesejahteraan
masyarakat secara umum masih belum mencapai derajat kesejahteraan yang layak, hal
tersebut dikarenakan tingkat pendapatan masyarakat Gunungkidul masih di bawah upah
minimal regional Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012 yang ditetapkan sebesar
Rp.892.660.

2.3.4. Mata Pencaharian Penduduk

Penduduk Usia Kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun ke


atas. Penduduk Usia Kerja terdiri dari Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Mereka
yang termasuk dalam Angkatan Kerja adalah penduduk yang bekerja atau yang sedang
mencari pekerjaan, sedangkan Bukan Angkatan Kerja adalah mereka yang bersekolah,
mengurus rumahtangga atau melakukan kegiatan lainnya.

Dilihat dari status pekerjaan utama, sebagian besar penduduk Kabupaten


Gunungkidul bekerja sebagai pekerja keluarga sekitar 34,32 persen dari jumlah penduduk
yang bekerja. Sedangkan yang berusaha dengan dibantu buruh tetap masih sangat
sedikit yaitu hanya sekitar 0,99 persen.

Berdasarkan data Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten


Gunungkidul, jumlah pencari kerja pendaftar baru di Kabupaten Gunungkidul tahun 2011
sebanyak 2.837 orang atau mengalami penurunan 35,73 persen bila dibandingkan
dengan tahun 2010.

PT. CEEC II-30


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.3.5. Kesehatan Dan Kondisi Sanitasi Lingkungan Masyarakat

Pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah melakukan upaya-upaya dalam


peningkatan layanan sanitasi bagi masyarakat di perkotaan maupun di pedesaan. Hal ini
telah tercermin dalam suatu Kebijakan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul yang tertuang
dalam Peraturan Bupati Nomor 18 tahun 2011, tentang Strategi Sanitasi Kabupaten
(SSK) Gunungkidul. Strategi Sanitasi yang di dalamnya memuat kebijakan dan strategi
pembangunan sanitasi secara komperhensif untuk memberikan arah yang jelas, tegas
dan menyeluruh bagi pembangunan sanitasi Kabupaten Gunungkidul, dengan tujuan agar
pembangunan sanitasi dapat berlangsung secara sistematis, terintegrasi, dan
berkelanjutan. Selain hal tersebut di atas SSK berisi tentang visi, misi, dan tujuan
pembangunan sanitasi Kabupaten Gunungkidul berikut strategi-strategi pencapaiannya.,
yang kemudian diterjemahkan menjadi berbagai usulan kegiatan berikut komponen-
komponen kegiatan indikatifnya. Adapun cakupannya meliputi layanan sub sektor air
limbah domistik, sub sektor persampahan, sub sektor draenase lingkungan, sub sektor air
minum, dan aspek PHBS.

Dalam rangka implementasi program dan kegiatan pembangunan atau


pengembangan sanitasi agar lebih efektif, terpadu, bekesinambugan serta berwawasan
lingkungan, diperlukan sebuah dokumen perencanaan berupa Master plan Sanitasi.

Salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi sanitasi adalah dengan


menyiapkan sebuah perencanaan pembangunan sanitasi yang responsif dan
berkelanjutan. Rencana Induk atau Master Plan sektor sanitasi merupakan suatu
dokumen perencanaan dasar yang menyeluruh mengenai pengembangan sistem
Prasarana/Sarana (P/S) sanitasi yang didalamnya meliputi sub sektor air limbah,
persampahan dan drainase.

Secara umum sanitasi didefinisikan sebagai usaha untuk memastikan


pembuangan kotoran manusia, cairan limbah dan sampah secara higienis (Manual
BPenilaian dan Pemetaan Sanitasi Kota). Sedangkan pengertian yang lebih teknis dari
sanitasi adalah upaya pencegahan terjangkitnya dan penularan penyakit melalui
penyediaan sarana sanitasi dasar (jamban), pengelolaan air limbah rumah tangga
(termasuk sistem jaringan perpipaan air limbah), drainase dan sampah (Bappenas, 2003).
Sehingga dengan definisi tersebut dapat dilihat ketiga sub sektor yang terkait dengan
sanitasi adalah sistem pengelolaan air limbah rumah tangga, pengelolaan persampahan
dan pengelolaan drainase lingkungan.

PT. CEEC II-31


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.3.6. Adat Istiadat, Tradisi Dan Budaya

Masyarakat di Gunungkidul pada umumnya masih sangat menjaga tradisi


budaya yang telah tumbuh dan hidup selama bertahun tahun. Kemasan acara tradisi
tersebut, selalu dihubungkan dengan siklus hidup manusia dan alam raya, memiliki
potensi wisata yang bisa menarik wisatawan.

Kebudayaan merupakan suatu kultur yang merupakan hasil karya yang


mewarnai dan memberikan keragaman di dalam masyarakat yang harus dilestarikan.
Banyak budaya yang tetap harus dijaga dan dilestarikan di daerah gunungkdul seperti
budaya rasulan, berbagai tarian (seperti tarian janggrung di Semanu), reog dan jathilan
gunungkidul, campursari maupun wayang kulit. Perlu suatu perhatian agar suatu
kebudayaan tersebut tetap dapat bertahan di tengah era modernisasi dan globalisasi ini.

Budaya rasulan sendiri masih sangat akrab bagi masyarakat yang ada di
Gunungkidul, salah satunya di desa, Paliyan, Planjan, Karangmojo, Tepus, Semanu,
Playen dan di berbagai desa lainnya. Rasulan atau bersih desa merupakan wujud syukur
dari masyarakat kepada Tuhan atas hasil panen yang mereka dapatkan. Dalam tradisi ini
masyarakat biasanya banyak menggelar kegiatan kesenian atau pegelaran budaya
seperti reog, jathilan wayang dsb. Budaya ini memberikan ikatan tersendiri bagi warga
karena adanya ikatan persaudaraan dengan saling berkunjung, serta kuatnya
kebersamaaan antar warga.

2.4. SARANA KESEHATAN LINGKUNGAN

2.4.1. Statistik Kesehatan

Upaya kesehatan menunjukkan kinerja yang fluktuatif, yang dapat dilihat dari
beberapa indikator antara lain Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 10,4 pada tahun 2007
menjadi 14,10 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2011 mengalami kenaikan walaupun
masih lebih baik dibanding target nasional (<26 per 1000 kelahiran hidup) dan Angka
Kematian Ibu (AKI) sebesar 72,90 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007
meningkat menjadi 161,23 (per 100.000 KH). AKI dan AKB walaupun telah melampaui
target nasional, namun capaiannya masih termasuk rendah di kawasan Asia Tenggara
dan cenderung menurun. Sejalan dengan angka kematian bayi dan angka kematian ibu
yang lebih rendah dari angka nasional. Umur Harapan Hidup (UHH) tahun 2009 juga
menunjukkan pencapaian yang lebih baik yaitu 70,88 tahun dan 70,97 pada tahun 2010
(angka nasional mencapai 70,76 tahun).

PT. CEEC II-32


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.4.2. Angka Kelahiran

Tabel 2.7.
Angka Kelahiran Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010

Kelahiran Kelahiran
No Bulan Kelahiran Umum
Terlambat Dispensasi
1 Januari 713 552 172
2 Februari 517 404 128
3 Maret 621 589 173
4 April 606 708 153
5 Mei 504 674 144
6 Juni 572 797 139
7 Juli 597 991 108
8 Agustus 617 823 112
9 September 457 509 122
10 Oktober 614 751 178
11 Nopember 568 946 162
12 Desember 587 1.753 290
Jumlah 6.976 9.497 1.881

Sumber: Gunungkidul Dalam Angka, 2011

2.4.3. Angka Kematian

Pemerintah dan masyarakat Gunungkidul terus berupaya melakukan


pembangunan di bidang kesehatan melalui upaya preventif, promotif, kuratif, maupun
rehabilitatif. Berkat dukungan dari semua pihak Gunungkidul mampu meraih prestasi
Angka Kematian Ibu : 93,96/100.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi 14,16/1000
kelahiran hidup, Usia Harapan Hidup 70,97 tahun.

2.4.4. Data Penyakit Melalui Air

Meskipun petani mengeluhkan serangan hama tikus di sepanjang wilayah pantai,


tetapi warga di Kabupaten Gunungkidul cenderung terlindungi dari serangan penyakit
leptospirosis. Hingga kini tidak ditemukan adanya korban sakit maupun meninggal akibat

PT. CEEC II-33


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

penyakit yang ditularkan melalui air kencing tikus ini. Kondisi geografis di Kabupaten
Gunungkidul yang cenderung kering menyebabkan air kencing tikus bisa segera
menguap terkena sinar matahari. Air kencing tersebut tidak sempat menggenang di
saluran irigasi atau lumpur karena mayoritas ladang penduduk berupa tegalan kering.
Media utama penularan dari tikus ke manusia biasanya melalui air. Kami selalu
memantau laporan mingguan wabah dari rumah sakit dan tidak pernah tercatat adanya
serangan penyakit leptospirosis. Akan tetapi, penyakit ini tetap harus diwaspadai karena
bisa berakibat kematian.

2.4.5. Penyakit Karena Kekurangan Air

Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah yang setiap tahunnya mengalami


bencana kekeringan hidrolis akibat keterbatasan akses terhadap air bersih. terbatasnya
air bersih akan berdampak pada masalah kesehatan masyarakat. Sebab, masyarakat
membutuhkan air bersih untuk mandi, mencuci, dan buang air. “Keterbatasan air bisa
membuat masyarakat mengabaikan masalah kesehatan. Terbatasnya air bersih juga
akan mengganggu kebersihan lingkungan. Sebagian masyarakat menunda mandi atau
mandi sekadarnya, serta keadaan sekitar relatif lebih kotor dan menimbulkan banyak
lalat. terbatasnya air bersih merupakan salah satu faktor utama penyebab meningkatnya
kejadian diare. Karena itu, kasus diare ini harus diantisipasi oleh pusat kesehatan
masyarakat (puskesmas) di lokasi yang mengalami krisis air bersih. Selain diare, penyakit
kulit karena jamur berpotensi muncul. Di negara tropis seperti Indonesia, menurut dokter,
infeksi jamur cukup tinggi. Apalagi dalam kondisi air bersih terbatas. Kulit mudah
berkeringat, lembab, terutama di daerah lipatan kulit.

2.5. RUANG DAN LAHAN

Kondisi geomorfologi dan tanah yang relatif homogen di Basin Wonosari,


berpengaruh terhadap pola pemanfaatan lahan yang relatif lebih produktif dibanding
satuan lainnya. Sebagian besar jenis penggunaan lahan yang ada adalah permukiman
dan tegalan. Hanya sebagian kecil saja yang berupa lahan hutan dan tubuh perairan. Hal
ini didukung oleh kondisi geomorfologi yang berupa dataran luas, tanah cukup
berkembang dan cukup subur, sumberdaya air melimpah dan mencukupi untuk
kebutuhan air minum, serta perkembangan aksesibilitas yang sangat mendukung.
Berdasarkan hasil interpretasi data Citra Landsat Komposit TM dan ETM band 457 Tahun

PT. CEEC II-34


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2002, jenis penggunaan lahan tegalan seluas 257,58 km2 atau 40,02% dari seluruh luas
Basin Wonosari, kemudian permukiman seluas 176,39 km2 atau 27,41%, dan hutan
seluas 78,66 km2 atau 12,22%. Penggunaan lahan tersempit berupa kebun campuran
seluas 0,09 atau 0,01% dari seluruh luas Basin Wonosari.

Pola pemanfaatan lahan yang relatif kurang produktif dibanding satuan lainnya,
dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi dan tanah yang berkembang pada satuan ini.
Berdasarkan hasil interpretasi data Citra Landsat Komposit TM dan ETM band 457 Tahun
2002, bentuk penggunaan lahan pada Perbukitan Karst Gunung Sewu didominasi oleh
tegalan seluas 642,88 km2 atau 64,84%, yang diikuti oleh permukiman seluas 174,88 km2
atau 17,67%, dan lahan hutan seluas 112,25 km 2 atau 11,34%. Lahan hutan dapat
dijumpai di wilayah bagian Timur, yaitu di Kecamatan Girisubo dan Rongkop, serta di
bagian Barat, yaitu di Kecamatan Panggang dan Playen.

2.5.1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Fungsi Kabupaten berdasarkan RTRW Nasional adalah sebagai pusat


pengembangan usaha yang bertumpu pada pertanian, perikanan, kehutanan, dan
sumberdaya lokal untuk mendukung destinasi wisata menuju masyarakat yang berdaya
saing, maju, mandiri, dan sejahtera.

Kabupaten Gunungkidul, telah menunjukkan perkembangan yang pesat,


khususnya di bidang pelaksanaan pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk, Hal
ini mengakibatkan bertambahnya beban tugas dan volume kerja dalam penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan Oleh karena itu, sangat
diperlukan adanya peningkatan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat
di wilayah Kabupaten Gunungkidul.

Secara geografis wilayah Kabupaten Gunungkidul, mempunyai kedudukan yang


strategis ditinjau dari segi politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.
Apabila dilihat dari potensi daerah wilayah Kabupaten Gunungkidul yang antara lain
mempunyai potensi hutan, pertambangan, pertanian, perhubungan, industri dan
perdagangan, perikanan, serta pariwisata yang potensial dan mempunyai prospek yang
baik bagi pemenuhan kebutuhan pasar dalam negeri dan luar negeri.

Dalam rangka pengembangan wilayah dan melihat potensi yang dimiliki


Kabupaten, khususnya guna perencanaan dan pelaksanaan penyelenggaran

PT. CEEC II-35


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

pemerintahan serta pembangunan pada masa yang akan datang, dan untuk
pengembangan sarana serta prasarana pemerintahan dan pembangunan, diperlukan
adanya kesatuan perencanaan pembangunan.

Fungsi Kabupaten Gunungkidul berdasarkan RTRW Provinsi adalah sebagai


pintu gerbang (gate) Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Provinsi Jawa Tengah serta
provinsi lain karena letaknya yang sangat strategis. Oleh karena itu Kabupaten
Gunungkidul menjadi begitu penting artinya bagi pertumbuhan ekonomi dan pariwisata di
Daerah Istimewa Yogyakarta pada khususnya dan Pulau Jawa pada umumnya.

Kabupaten Gunungkidul yang berada di sebelah Tenggara Daerah Istimewa


Yogyakarta secara geografis memiliki kedudukan yang cukup strategis. Kabupaten
Gunungkidul terletak diantara kabupaten dan kota provinsi yang ada di Jawa Tengah dan
Jawa Timur yang terhubung oleh jalan arteri primer (jalan negara/nasional).

2.5.2. Penggunaan Lahan dan Tata Guna Lahan

Variasi bentuk penggunaan lahan yang ada ditentukan oleh kondisi geomorfologi
dan jenis tanah yang berkembang. Hampir setengah wilayahnya dipergunakan untuk
ladang atau tegalan seluas 212,97 km2 atau mencapai 50% dari seluruh luas satuan ini.
Jenis penggunaan lahan ini diusahakan pada tanah yang tidak memungkinkan saluran
irigasi, yaitu mulai dari lahan dataran hingga lereng-lereng perbukitan bahkan lereng
pegunungan yang terjal. Ladang-ladang tersebut biasanya ditanami tanaman semusim,
seperti: kacang tanah, jagung, ketela pohon, dan turi. Berdasarkan hasil interpretasi data
Citra Komposit Landsat TM dan ETM 457 tahun 2002, penggunaan lahan untuk tegalan
terluas (tidak termasuk Kecamatan Ponjong), terdapat di Kecamatan Semin (36,92 Km 2)
dari total area seluruh satuan ekosistem.

Secara terinci penggunaan lahan dan tata guna lahan Kabupaten Gunungkidul
dapat dilihat pada Gambar 2.5.

PT. CEEC II-36


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Gambar 2.5.
Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Gunungkidul

PT. CEEC II-37


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.5.3. Rencana Pengembangan Tata Kota

2.5.3.1. Penetapan Hirarki Perkotaan

Secara alamiah, dalam suatu wilayah akan terdapat banyak perkotaan yang
masing-masing memiliki ukuran tersendiri, baik dari jumlah penduduk, ketersediaan
fasilitas, aktifitas ekonomi, dan lain-lain. Oleh karena itu, tiap-tiap perkotaan dalam
wilayah tersebut akan memiliki peranan masing-masing sehingga perlu adanya suatu
arahan pembangunan dari suatu wilayah agar tiap-tiap perkotaan yang ada dapat
berfungsi sesuai dengan peranannya masing-masing.

Salah satu metode penataan fungsi perkotaan dalam suatu wilayah adalah
model Hirarki perkotaan. Penataan hirarki perkotaan dimaksudkan agar perkembangan
antar satu kota dengan kota lain dapat berjalan dengan sinergis. Dalam suatu wilayah,
perlu ditentukan perkotaan mana yang menjadi pusat kegiatan dalam lingkup regional dan
perkotaan mana yang menjadi pusat kegiatan dalam lingkup lokal. Implikasi dari
penentuan fungsi perkotaan ini adalah adanya perbedaan akan kebutuhan sarana,
prasarana, maupun infrastruktur yang diperlukan oleh masing-masing perkotaan
berdasarkan hirarkinya. Hal ini dikarenakan Hirarki perkotaan disusun dengan kriteria
formal seperti penjelasan di atas yang berdasarkan kriteria formal (pemerintahan,
kesehatan, pendidikan dan sebagainya) dan kriteria fungsional.

Pada dasarnya rencana konsep pengembangan sistem perkotaan di Kabupaten


Gunungkidul dipaduserasikan dengan konsep sistem perkotaan di daerah dalam konteks
wilayah serta keterkaitannya satu sama lain, baik secara spasial maupun fungsional
terhadap Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sistem wilayah yang merupakan bagian dari struktur ruang dan pola ruang yang
mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah. Pengembangan sistem
pelayanan wilayah didasari oleh keinginan menjadikan keterpaduan pelayanan dari
masing-masing perkotaan sesuai dengan ruang lingkup pelayanannya. Konsep
pengembangan wilayah di Kabupaten Gunungkidul meliputi PKWp (Pusat Kegiatan
Wilayah Promosi), PKL (Pusat Kegiatan Lokal), PKLp (Pusat Kegiatan Lokal Promosi),
dan PPK (Pusat Pelayanan Kawasan), yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi yang selanjutnya disebut PKWp adalah kawasan
perkotaan yang dipromosikan berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau
beberapa kabupaten. Dalam hal ini dengan mengembangkan perkotaan dengan
hirarki I. Penetapan PKWp merupakan kewenangan Provinsi DIY dengan ketentuan

PT. CEEC II-38


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

perkotaan yang akan dijadikan sebagai PKWp merupakan perkotaan yang secara
regional berfungsi sebagai pusat pelayanan dalam lingkup wilayah Provinsi DIY

2. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
Dalam hal ini dengan mengembangkan perkotaan dengan hirarki II. Penetapan PKL
merupakan kewenangan Provinsi DIY dengan ketentuan perkotaan yang akan
dijadikan sebagai PKL merupakan perkotaan berfungsi sebagai pusat pelayanan
pada lingkup lokal, yaitu pada lingkup satu atau lebih kabupaten.

3. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan
perkotaan yang dipromosikan berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten
atau beberapa kecamatan. Penetapan PKLp merupakan usulan Pemerintah
Kabupaten untuk mengangkat perkotaan tertentu yang dipandang dapat berkembang
menjadi perkotaan yang berfungsi sebagai pusat pelayanan pada lingkup lokal, yaitu
pada lingkup satu atau lebih kabupaten.

4. Pusat Kegiatan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK merupakan kawasan


perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa
desa. Penetapan PPK dilakukan terhadap perkotaan kecamatan yang ada di luar
yang telah ditetapkan sebagai PKWp, PKL, dan PKLp, dan merupakan perkotaan
dengan hirarki III.

Rencana pengembangan sistem perkotaan dalam sistem pelayanan wilayah


dilakukan dengan membuat skenario pengembangan wilayah sebagaimana tersebut
dalam Tabel 2.8.
Tabel 2.8.
Pengembangan Sistem Perkotaan

Sistem Pelayanan Hirarki Klasifikasi


No Fungsi Keterangan
Wilayah Perkotaan Perkotaan
1 Pusat Kegiatan Hirarki I Perkotaan Pusat koleksi Perkotaan Wonosari
Wilayah Promosi Sedang dan distribusi
(PKWp)
2 Pusat Kegiatan Hirarki II Perkotaan Kecil Pengumpan, Perkotaan Semanu,
Lokasl penghubung Perkotaan Playen,
terdiri dari Perkotaan Semin,
beberapa PPK Perkotaan
Karangmojo,
Perkotaan Rongkop,
dan Perkotaan Nglipar
3 Pusat Kegiatan Hirarki II Perkotaan Kecil Pengumpan, Perkotaan Panggang

PT. CEEC II-39


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Sistem Pelayanan Hirarki Klasifikasi


No Fungsi Keterangan
Wilayah Perkotaan Perkotaan
Lokal Promosi penghubung
(PKLp) terdiri dari
beberapa PPK
4 Pusat Pelayanan Hirarki III Perkotaan Kecil Kawasan Perkotaan Ponjong,
Kawasan (PPK) produksi terdiri Perkotaan Saptosari,
dari beberapa Perkotaan Paliyan,
PPK Perkotaan Tepus,
Perkotaan Tanjungsari,
Perkotaan Girisubo,
Perkotaan Patuk,
Perkotaan Gedangsari,
Perkotaan Ngaewn,
SP Sambipitu
dan SP Jepitu
Sumber: RTRW Kabupaten Gunungkidul, 2012

2.5.3.2. Pengembangan Fasilitas Kawasan Perkotaan

Penetapan suatu kawasan tertentu menjadi pusat kegiatan/perkotaan perlu


didukung dengan ketersediaan fasilitas. Penyediaan fasilitas ini mengikuti skala
pelayanan dari masing-masing kota tersebut. Perkotaan yang berfungsi sebagai Pusat
Kegiatan Wilayah perlu disediakan fasilitas perkotaan setingkat regional/provinsi,
sedangkan perkotaan yang berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lokal perlu disediakan
fasilitas perkotaan setingkat lokal/kabupaten. Begitu pula perkotaan yang berfungsi
sebagai Pusat Pelayanan Kawasan perlu disediakan fasilitas perkotaan setingkat
kawasan/kecamatan.

Perkotaan Wonosari sebagai perkotaan hirarki I (Ibukota Kabupaten


Gunungkidul), direncanakan dapat menjadi Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp)
sehingga diperlukan kelengkapan sarana dan prasarana sebagai berikut:

1. Sarana Pelayanan:

a. Kantor Pemerintahan Kabupaten

b. Perguruan Tinggi

c. Rumah Sakit Type B

d. Pusat Ekspor dan Impor

PT. CEEC II-40


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

e. Pasar Induk Regional

f. Pusat Bank Perkreditan Rakyat

g. Pusat Bank Skala Regional

2. Prasarana:

a. Terminal tipe A

b. Jalan dengan fungsi sebagai jalan kolektor primer, kolektor sekunder dan lokal
primer dan lokal sekunder.

c. Pos pemadam kebakaran

d. Stadion

e. Pergudangan

Pada perkotaan berhirarki II yang ditetapkan sebagai PKL seperti Perkotaan


Playen, Perkotaan Semanu, Perkotaan Karangmojo, Perkotaan Nglipar, Perkotaan
Semin, Perkotaan Rongkop mempunyai fasilitas pelayanan dan infrastruktur standar
sebagai berikut:

1. Fasilitas Pelayanan:
a. Kantor Pemerintah Kecamatan

b. SMA
c. Rumah Sakit Tipe C

d. Puskesmas Rawat Inap


e. Pasar

f. Unit bank

2. Infratruktur:

a. Jalan dengan fungsi kolektor dan lokal

b. Terminal Bus Tipe C

Sebagaimana pula Perkotaan Panggang, merupakan perkotaan berhirarki II yang


di promosikan sebagai PKLp. Untuk mewujudkan tersebur diperlukan kelengkapan
infrastruktur sebagaimana kelengkapan infrastruktur perkotaan yang mempunyai fungsi
PKL. Rencana pengembangan perkotaan Panggang sebagai PKLp merupakan wujud
upaya menjadi pusat pertumbuhan di bagian barat Kabupaten Gunungkidul yang dapat
melayani beberapa kecamatan disekitarnya meliputi Kecamatan Panggang, Kecamatan

PT. CEEC II-41


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Purwosari, dan Kecamatan Saptosari. Sementara itu, Perkotaan berhirarki III yang
ditetapkan sebagai PPK meliputi 10 perkotaan dan 2 Satuan Permukiman yaitu Perkotaan
Ponjong, Perkotaan Purwosari, Perkotaan Saptosari, Perkotaan Paliyan, Perkotaan
Tepus, Perkotaan Tanjungsari, Perkotaan Girisubo, Perkotaan Patuk, Perkotaan
Gedangsari, Perkotaan Ngawen, SP Sambipitu dan SP Jepitu mempunyai fasilitas
pelayanan dan infrastruktur standar sebagai berikut:

1. Fasilitas Pelayanan:

a. Kantor Pemerintah Kecamatan

b. SMA

c. Klinik Rawat Inap Medik Dasar

d. Puskesmas

e. Pasar

f. Unit bank

2. Infratruktur: Jalan dengan fungsi kolektor dan lokal

Guna mewujudkan skenario pengembangan wilayah tersebut maka diperlukan


pembangunan dan peningkatan kualitas prasarana perkotaan seperti jalan, listrik, telepon,
air bersih, drainase, persampahan, dan sanitasi. Selain itu, diperlukan pula
pengembangan sistem perkotaan dalam sistem pelayanan wilayah melalui peningkatan
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, pelayanan perekonomian dan pelayanan
infrastruktur sesuai dengan skala pelayanan perkotaan.

Pengembangan fasilitas perkotaan untuk mendukung pengembangan sistem


perkotaan dalam sistem pelayanan wilayah meliputi:

1. PKWp, fasilitas kawasan perkotaan yang dikembangkan berupa fasilitas


perdagangan dan jasa, pemerintahan, pendidikan menengah dan tinggi, kesehatan
dan sosial, perindustrian untuk skala kabupaten;

2. PKL, fasilitas perkotaan yang dikembangkan terutama adalah fasilitas pemerintahan,


perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan dan sosial, untuk skala kecamatan.

3. PPK, fasilitas perkotaan yang dikembangkan terutama adalah fasilitas pemerintahan,


perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan dan sosial, untuk skala kawasan.

PT. CEEC II-42


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Gambar 2.6.
Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul

PT. CEEC II-43


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.5.4. Rencana Pengembangan Kawasan Prioritas

2.5.4.1. Penentuan Kawasan Strategis

Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, penataan ruang


diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif,
kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Penataan ruang berdasarkan nilai
strategis kawasan terdiri atas:

1. Penataan Ruang Kawasan Strategis Nasional

Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan


karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
Wewenang dalam penyelenggaraan penataan ruang kawasan strategis nasional ada
ditangan pemerintah pusat dan dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan
strategis nasional meliputi:

a. Penetapan kawasan strategis nasional;

b. Perencanaan tata ruang kawasan strategis nasional;

c. Pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional; dan

d. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional

Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan


strategis nasional dapat dilaksanakan pemerintah daerah melalui dekonsentrasi
dan/atau tugas pembantuan.

2. Penataan Ruang Kawasan Strategis Provinsi

Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan


karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang


kawasan strategis, serta pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi
menjadi wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan
ruang.

Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi, pemerintah daerah provinsi


melaksanakan:

PT. CEEC II-44


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

a. Penetapan kawasan strategis provinsi;

b. Perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi;

c. Pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan

d. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi.

Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan


strategis provinsi dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten melalui tugas
pembantuan. Dalam RTRWP DIY Tahun 2007 -2027 telah ditetapkan 5 (lima)
kawasan strategis di Kabupaten Gunungkidul yaitu 2 strategis nasional dan 3
strategis provinsi, dengan rincian sebagai berikut:

a. Kawasan strategis nasional koridor jalur lintas selatan- selatan dan pesisir.

b. Kawasan strategis nasional ekogeowisata karst Gunungkidul.

c. Kawasan strategis provinsi pusat pengelolaan hasil laut (Sadeng).

d. Kawasan strategis provinsi pusat pengembangan budidaya pertanian lahan


kering Wonosari.

e. Kawasan strategis provinsi koridor Piyungan – Wonosari – Rongkop - Sadeng.

3. Penataan Ruang Kawasan Strategis Kabupaten

Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan


karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap
ekonomi, sosial,budaya, dan/atau lingkungan.

Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang


wilayah kabupaten dan kawasan strategis kabupaten serta pelaksanaan penataan
ruang kawasan strategis kabupaten menjadi wewenang pemerintah daerah
kabupaten dalam penyelenggaraan penataan ruang.

Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten, pemerintah


daerah kabupaten melaksanakan:

a. Penetapan kawasan strategis kabupaten;

b. Perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten;

c. Pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten; dan

d. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten

Penataan ruang dengan pendekatan nilai strategis kawasan dimaksudkan untuk

PT. CEEC II-45


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

mengembangkan, melestarikan, melindungi dan/atau mengoordinasikan keterpaduan


pembangunan nilai strategis kawasan yang bersangkutan demi terwujudnya
pemanfaatan yang berhasil guna, berdaya guna, dan berkelanjutan. Penetapan
kawasan strategis pada setiap jenjang wilayah administratif didasarkan pada
pengaruh yang sangat penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan, keamanan,
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk kawasan yang ditetapkan
sebagai warisan dunia. Pengaruh aspek kedaulatan negara, pertahanan, dan
keamanan lebih ditujukan bagi penetapan kawasan strategis nasional, sedangkan
yang berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, yang dapat
berlaku untuk penetapan kawasan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten, diukur
berdasarkan pendekatan ekternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan
kawasan yang bersangkutan.

Kawasan strategis merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan


yang mempunyai pengaruh besar terhadap:

a. Tata ruang di wilayah sekitarnya;

b. Kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya; dan/atau

c. Peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Jenis kawasan strategis, antara lain, adalah kawasan strategis dari sudut
kepentingan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya,
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, serta fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan
keamanan, antara lain, adalah kawasan perbatasan negara, termasuk pulau kecil
terdepan, dan kawasan latihan militer.

Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, antara lain, adalah
kawasan metropolitan, kawasan ekonomi khusus, kawasan pengembangan ekonomi
terpadu, kawasan tertinggal, serta kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas.
Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya, antara lain, adalah
kawasan adat tertentu, kawasan konservasi warisan budaya, termasuk warisan
budaya yang diakui sebagai warisan dunia. Kawasan strategis dari sudut kepentingan
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, antara lain, adalah
kawasan pertambangan minyak dan gas bumitermasuk pertambangan minyak dan
gas bumi lepas pantai, serta kawasan yang menjadi lokasi instalasi tenaga nuklir.

Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup,

PT. CEEC II-46


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

antara lain, adalah kawasan pelindungan dan pelestarian lingkungan hidup, termasuk
kawasan yang diakui sebagai warisan dunia. Nilai strategis kawasan tingkat nasional,
provinsi, dan kabupaten diukur berdasarkan aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan
efisiensi penanganan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Pemerintahan Daerah.

2.5.4.2. Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi

Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi meliputi


wilayah-wilayah di bawah ini:

1. Kawasan strategis cepat tumbuh aglomerasi Perkotaan Wonosari (APW) meliputi


Perkotaan Wonosari, Perkotaan Playen, Perkotaan Semanu, dan Perkotaan
Karangmojo;

2. Kawasan koridor yang menghubungkan Yogyakarta, Piyungan, Wonosari, Rongkop,


dan Sadeng;

3. Kawasan koridor yang menghubungkan Wonosari-Baron;

4. Kawasan koridor yang menghubungkan Kecamatan Wonosari, Kecamatan


Karangmojo, Kecamatan Semin dan Perbatasan Sukoharjo;

5. Kawasan koridor jalur Pantai Selatan Kabupaten;

6. Kawasan pusat pengembangan budi daya tanaman pangan dan hortikultura pada
lahan kering di Wonosari;

7. Kawasan pengembangan ekonomi lokal di Kecamatan Wonosari, Kecamatan


Karangmojo, Kecamatan Playen, Kecamatan Patuk, Kecamatan Semin dan
Kecamatan Semanu; dan

8. Kawasan tertinggal di Kecamatan Panggang, Kecamatan Purwosari, Kecamatan


Girisubo, Kecamatan Tepus, Kecamatan Gedangsari dan Kecamatan Ngawen.

2.5.4.3. Kawasan Strategis Dari Sudut Kepentingan Sosial dan Budaya

Kawasan strategis Strategis Pelestarian Sosial Budaya yang terdapat di


Kabupaten Gunungkidul diantaranya adalah:

1. Kawasan konservasi warisan budaya Megalithicum Situs Sokoliman dan Situs


Gunungbang di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo; dan

PT. CEEC II-47


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2. Kawasan konservasi Goa arkeologi di kawasan karst Gunung Sewu meliputi: Goa
Seropan, Goa Bentar, Goa Braholo, Tritis, Song Gupuh, Song Keplek dan Goa
Tabuhan.

2.5.4.4. Kawasan Strategis Dari Sudut Kepentingan Pendayagunaan Sumberdaya


Alam dan/atau Teknologi Tinggi

Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam


dan/atau teknologi tinggi ditetapkan dengan kriteria:

1. Diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis, pengembangan antariksa, serta
tenaga atom dan nuklir;

2. Memiliki sumber daya alam strategis;

3. Berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa;

4. Berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; atau

5. Berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.

Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam


dan/atau teknologi tinggi terdapat di Kawasan Baron Technopark untuk pengembangan
energi terbarukan di Pantai Parangracuk, Kecamatan Saptosari dengan rencana
pengembangan kawasan seluas lebih kurang 50 (lima puluh) hektar.

2.5.4.5. Kawasan Strategis Dari Sudut Kepentingan Fungsi dan Daya Dukung
Lingkungan Hidup

Kawasan strategis Lindung dan Budidaya merupakan kawasan yang didalamnya


berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap kepentingan untuk
penyelamatan lingkungan hidup. Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan
daya dukung lingkungan hidup ditetapkan dengan kriteria:

1. Merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati.

2. Merupakan aset wilayah Kabupaten Gunungkidul berupa kawasan lindung yang


ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah
atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan.

3. Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang

PT. CEEC II-48


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

menimbulkan kerugian wilayah.

4. Memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro.

5. Menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup.

6. Rawan bencana alam.

7. Sangat menentukan dalam perubahan rona alam.

8. Mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

Kawasan strategis lindung dan budidaya di Kabupaten Gunungkidul meliputi


wilayah:

1. Kawasan Ekogeowisata Karst di Kecamatan Purwosari, Kecamatan Panggang,


Kecamatan Saptosari, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Tepus, Kecamatan
Semanu dan Kecamatan Ponjong.

2. Kawasan konservasi Pantai Wediombo di Kecamatan Girisubo.

3. Kawasan Potensial Resapan Air di Kecamatan Ponjong.

4. Kawasan Wanawisata dan Hutan Penelitian Tahura Bunder di Kecamatan Patuk dan
Kecamatan Playen, serta Hutan Wanagama I di Kecamatan Playen.

5. Kawasan Pelestarian Bengawan Solo Purba di Kecamatan Girisubo.

6. Kawasan Pelestarian Keanekaragaman Hayati Hutan Tanaman Langka Koesnadi


Hardjasoemantri di Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus.

7. Kawasan konservasi di perbatasan Gunungkidul-Klaten, dan Gunungkidul-Bantul.

2.5.4.6. Arahan Pengembangan Kawasan Strategis

Penetapan kawasan strategis perlu memperhatikan kebijakan kawasan strategis


diatasnya (provinsi dan nasional), dalam pengertian agar tidak terjadi tumpang tindih
penetapan kawasan strategis, maka kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan
strategis nasional dan provinsi tidak dijadikan kawasan strategis kabupaten. Meskipun
demikian kabupaten dapat melaksanakan kegiatan yang dapat menunjang kawasan
strategis nasional atau propinsi yang ada diwilayahnya, melalui penyediaan permukiman,
sarana dan prasarana penunjang, disekitar kawasan strategis sehingga terjadi sinergis
pengembangan kawasan.

Kawasan strategis mempunyai pengaruh besar dan sangat penting terhadap

PT. CEEC II-49


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

perkembangan dan pengembangan kabupaten dari berbagai aspek kepentingan,


sehingga perlu diberikan batas delineasinya, arahan kebijakan dasar pengembangan,
serta bentuk penanganan dan pengelolaannya.

2.5.4.7. Rencana Pemanfaatan Kawasan Perbatasan

Pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya dan kawasan lindung yang berada
pada kawasan perbatasan lintas wilayah kabupaten/provinsi perlu mendapatkan perhatian
khusus karena memiliki potensi menimbulkan konflik penataan ruang. Pemanfaatan ruang
pada kawasan perbatasan diusahakan melalui upaya kerja sama penataan ruang dan
pengembangan pola-pola kerjasama pembangunan yang saling menguntungkan.

Koordinasi pemanfaatan ruang dilakukan secara terpadu dan komprehensif


untuk mencapai kesinambungan regional melalui kerjasama antara Pemerintah Daerah
dan pihak-pihak lain yang terkait dengan pemanfaatan ruang dan pelaksanaan kegiatan
pembangunan. Lebih lanjut, koordinasi terhadap pemanfaatan ruang di kawasan
perbatasan dilakukan dengan kerjasama antar Pemerintah

Daerah melalui fasilitasi Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan


Pemerintah Provinsi perbatasan.

PT. CEEC II-50


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Gambar 2.7.
Peta Rencana Kawasan Strategis Kabupaten Gunungkidul

PT. CEEC II-51


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.5.5. Rencana Pengembangan Kawasan Lindung

Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama


melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya
buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan yang
berkelanjutan.

Penetapan kawasan lindung di Kabupaten Gunungkidul pada dasarnya


merupakan penetapan fungsi kawasan agar wilayah yang seharusnya dilindungi dan
memiliki fungsi perlindungan dapat dipertahankan, untuk mempertahankan ekosistem
sebagai kawasan perlindungan sekitarnya.

1. Kawasan Hutan Lindung

Penetapan hutan lindung terletak di Kecamatan Karangmojo, Kecamatan Playen dan


Kecamatan Panggang seluas 1.016,700 ha.

2. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya adalah


kawasan yang perlu dilindungi dan dilestarikan karena mempunyai fungsi
perlindungan terhadap sumber daya alam di bawahnya dimana sumber alam tersebut
merupakan unsur penting sebagai penyangga kehidupan kawasan perlindungan
bawahannya.

Rencana penetapan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan


bawahannya seluas kurang lebih 6.310 ha adalah sebagai berikut:

a. Kawasan sempadan pantai seluas kurang lebih 770 ha terletak di sepanjang


dataran Pantai Selatan Gunungkidul dengan daerah selebar minimum 100 meter
dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

b. Kawasan sempadan sungai seluas kurang lebih 2.300 ha terdiri dari sungai di
luar kawasan perkotaan dan sungai di dalam kawasan perkotaan dengan lebar
sempadan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

c. Kawasan sempadan waduk, embung, telaga dan laguna seluas kurang lebih 743
ha meliputi dataran sepanjang tepiannya yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fisiknya minimum 50 meter dan maksimum 100 meter dari titik
pasang tertinggi ke arah darat.

PT. CEEC II-52


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

d. Kawasan sempadan mata air meliputi dataran di sekitarnya dengan radius


minimum 200 meter.

e. Kawasan sempadan goa meliputi dataran di sekitarnya diukur 50 meter dari


mulut goa, dan

f. Kawasan sempadan jaringan irigasi terletak di kecamatan yang memiliki saluran


irigasi primer dan sekunder dengan lebar sempadan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Rencana pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan


bawahannya dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Menyusun rencana rinci tata ruang kawasan.

b. Memantapkan kawasan hutan lindung sesuai dengan peraturan perundang-


undangan yang berlaku.

c. Mengendalikan kegiatan budi daya yang telah ada.

d. Melarang kegiatan yang dapat merubah kondisi bentang alam.

e. Menyusun ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi


luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi.

f. Memantapkan fungsi hidroorologi kawasan hutan.

g. Melindungi fungsi hidrogeologi kawasan resapan air.

h. Mengendalikan dan membatasi kegiatan budi daya baru.

3. Kawasan Perlindungan Setempat

Kawasan perlindungan setempat berfungsi untuk melindungi kelestarian suatu


manfaat atau suatu fungsi tertentu, baik yang merupakan bentukkan alami maupun
buatan, kawasan perlindungan setempat merupakan kawasan perlindungan terhadap
wilayah perairan, yakni sekitar kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan
sungai dan jaringan irigasi, kawasan sempadan waduk, embung, telaga, laguna, dan
kawasan sempadan mata air.

a. Kawasan Sempadan Pantai

Kawasan sempadan pantai seluas kurang lebih 770 (tujuh ratus tujuh puluh)
hektar terletak di sepanjang dataran Pantai Selatan Gunungkidul dengan daerah
selebar minimum 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Penetapan batas Sempadan Pantai mengikuti ketentuan:

PT. CEEC II-53


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

1) Perlindungan terhadap gempa dan atau tsunami.

2) Perlindungan pantai dari erosi atau abrasi.

3) Perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana
alam lainnya;.

4) Perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah, mangrove,


terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria, dan delta.

5) Pengaturan akses publik; serta pengaturan untuk saluran air dan limbah

Arahan Kawasan yaitu melindungi wilayah pantai dari usikan kegiatan yang
mengganggu kelestarian fungsi pantai

1) Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di sepanjang pantai

2) Pengendalian kegiatan disekitar sempadan pantai

3) Pengembalian fungsi lindung pantai yang telah mengalami kerusakan

Sempadan pantai yang ditetapkan pada daratan sepanjang tepian yang lebarnya
proporsional disesuaikan dengan:

1) Bentuk dan kondisi fisik pantai yang lebar sempadan pantai dihitung dari titik
pasang tertinggi, termasuk kemungkinan ancaman bahaya tsunami fungsi/
aktifitas yang berada di pinggirannya perlindungan terhadap gempa dan atau
tsunami.

2) Perlindungan pantai dari erosi atau abrasi.

3) Perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana
alam lainnya.

4) Perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah, mangrove,


terumbu karang, padang lamun, estuaria, dan delta.

5) Pengaturan akses publik; serta pengaturan untuk saluran air dan limbah.

b. Kawasan Sempadan Sungai

Kawasan sempadan sungai seluas kurang lebih 2.300 (dua ribu tiga ratus) hektar
terdiri dari sungai di luar kawasan perkotaan dan sungai di dalam kawasan
perkotaan dengan lebar sempadan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

PT. CEEC II-54


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Arahan Pengelolaan Kawasan Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri


kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
Upaya dan tujuan perlindungan adalah untuk melindungi sungai dari kegiatan
manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai kondisi fisik
dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai.

Arahan kebijakan makro dalam pemantapan fungsi kawasan lindung:

1) Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di sepanjang sungai yang


dapat mengganggu atau kualitas air, kondisi fisik dan dasar sungai serta
alirannya.

2) Pengendalian kegiatan yang telah ada disekitar sungai.

3) Pengamanan daerah aliran sungai.

c. Kawasan Sempadan Waduk, Embung, Telaga Dan Laguna

Kawasan sempadan waduk, embung, telaga dan laguna seluas kurang lebih 743
(tujuh ratus empat puluh tiga) hektar meliputi dataran sepanjang tepiannya yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisiknya minimum 50 (lima
puluh) meter dan maksimum 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke
arah darat.

Pemanfaatan lahan di daerah sempadan waduk, embung, telaga, dan laguna


dapat dilakukan oleh masyarakat untuk kegiatan-kegiatan tertentu antara lain:

1) Budidaya pertanian (namun bukan tanaman semusim), dengan jenis


tanaman yang diizinkan.

2) Pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan, serta


rambu-rambu pekerjaan.

3) Pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum.

4) Pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan baik umum


maupun kereta api.

5) Penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial dan


kemasyarakatan yang tidak menimbulkan dampak merugikan bagi
kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik telaga dolin dan embung.

PT. CEEC II-55


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

6) Pembangunan prasarana lalu lintas air dan bangunan pengambilan dan


pembuangan air.

d. Kawasan Sempadan Mata Air

Kawasan sempadan mata air meliputi dataran di sekitarnya dengan radius


minimum 200 (dua ratus) meter. Rencana perlindungan pada sekitar mata air ini
harus dilakukan guna menjaga keseimbangan air yang dimanfaatkan, sebab
banyak mata air yang berdekatan dengan kawasan budidaya. Untuk mata air
yang terletak pada kawasan lindung, maka perlindungan sekitarnya tidak
dilakukan secara khusus, sebab pada kawasan lindung tersebut sudah sekaligus
berfungsi sebagai perlindungan terhadap lingkungan dan air.

e. Kawasan Sempadan Goa

Goa merupakan kenampakan yang langka, goa hanya terbentuk pada batuan
karbonat seperti batugamping seperti di kawasan karst Gunung Sewu, dan
sangat sedikit pada batuan volkanik.

Goa-goa karst berfungsi sebagai alur sungai bawahtanah, disamping itu dalam
goa-goa karst banyak terdapat ornamen yang indah. Dibeberapa goa, mulut goa
juga berfungsi sebagai jalan masuk atau keluarnya air bawah tanah.

Di beberapa goa, banyak terdapat hewan-hewan yang bernilai ekonomis tinggi


seperti walet dan kelelawar. Untuk menjaga kelestarian hewan-hewan tersebut
dan kenampakan yang langka tersebut maka kawasan sempadan goa ditetapkan
dalam radius 50 m, artinya sejauh radius 50 m dari mulut goa pemanfaatan lahan
yang dilakukan tidak boleh dilakukan dengan sembarangan.

f. Kawasan Sempadan Jaringan Irigasi

Sempadan jaringan irigasi meliputi seluruh kawasan yang ada di sekitar jaringan
irigasi yang merupakan kawasan lindung yang pemanfaatannya sebagai ruang
terbuka hijau. Sehingga hanya bangunan pengairan saja yang diperbolehkan.
Ketentuan tentang sempadan jaringan irigasi didasarkan pada besar kecilnya
kemampuan aliran/debit air irigasi. Kawasan sempadan jaringan irigasi terletak di
kecamatan yang memiliki saluran irigasi primer dan sekunder dengan lebar
sempadan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

g. Kawasan Jaringan Listrik SUTT/SUTET

PT. CEEC II-56


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

kawasan jaringan listrik SUTT/SUTET meliputi kawasan sepanjang jaringan listrik


SUTT/SUTET, dengan sempadan berjarak minimal 25 meter pada kanan dan kiri
tiang listrik transformasi.

h. Kawasan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan (RTHP)

Ruang terbuka hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) perlu dikembangkan,


dipertahankan dan dikendalikan dalam rangka:

1) Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;

2) Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;

3) Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati;

4) Pengendali tata air;

5) Sarana rekreasi; dan

6) Sarana estetika kota.

Guna menciptakan kawasan perkotaan yang nyaman dan berkesinambungan


maka direncanakan mempertahankan ruang terbuka hijau minimal 30% dari luas
wilayah perkotaan. Luas RTHKP ditetapkan sebesar minimal 30% luas kawasan
perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau publik sebesar 20% dan ruang terbuka
hijau privat 10%; dan RTHKP yang telah memiliki luasan lebih besar dari 30%
tetap dipertahankan. Ruang terbuka hijau privat meliputi bentangan ruang
terbuka hijau yang berada di dalam persil perorangan termasuk didalamnya
taman atap (roof garden).

Kawasan perkotaan Kabupaten Gunungkidul seluas kurang lebih 9.941,02 Ha,


maka luas ruang terbuka hijau direncanakan kurang lebih 2.982,31 Ha.
Selengkapnya dapat dilihat pada tabel ruang terbuka hijau perkotaan.

Ruang terbuka hijau dapat pula direncanakan sebagai ruang evakuasi bencana.
Penempatan ruang evakuasi bencana diletakkan pada ruang aman yang
terdekat dengan kawasan berpotensi terjadi bencana yang disebabkan oleh
alam. Guna menunjang kelancaran proses evakuasi bencana maka perlu
pengaturan jalur evakuasi bencana yang direncanakan berdasarkan kondisi
wilayah.

Rencana penetapan luas ruang terbuka hijau perkotaan hingga akhir tahun
rencana secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2.9.

PT. CEEC II-57


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Tabel 2.9.
Rencana Ruang Terbuka Hijau Perkotaan

Sumber: RTRW Kabupaten Gunungkidul 2010

i. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Kawasan suaka alam adalah suatu kawasan dengan ciri khas tertentu baik
didarat maupun di perairan yang mempunyai fungsi sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang
juga berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan.

1) Kawasan Suaka Alam

Kawasan suaka alam di Kabupaten Gunungkidul yang perlu dilindungi antara


lain:

a) Hutan Adat Wonosadi di Desa Beji, Kecamatan Ngawen seluas kurang


lebih 42 ha.

PT. CEEC II-58


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

b) Hutan Adat Bajo di Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus seluas kurang


lebih 9 ha.

Guna mempertahankan keberadaan kawasan suaka alam maka diperlukan


usaha:

a) Mencegah kegiatan yang mengganggu kualitas kawasan cagar alam.

b) Mencegah kegiatan budidaya yang merusak fungsi lindungnya.

2) Kawasan Suaka Alam Ekosistem Pantai

Kawasan suaka alam ekosistem pantai ditetapkan di Kawasan Pantai


Konservasi Wediombo, Kecamatan Girisubo, seluas 165 Ha. Arahan
pengelolaan kawasan ini adalah dengan melakukan:

a) Mencegah kegiatan yang mengganggu kualitas kawasan suaka alam.

b) Mencegah kegiatan budidaya yang merusak fungsi lindungnya.

3) Kawasan Suaka Margasatwa

Kawasan suaka margasatwa di Kabupaten Gunungkidul terdiri dari:

a) Kawasan suaka margasatwa burung walet berada di Desa Giripurwo


dan Desa Giricahyo Kecamatan Purwosari, Desa Girikarto Kecamatan
Panggang, Desa Pucung, Desa Songbanyu dan Desa Jepitu Kecamatan
Girisubo.

b) Kawasan suaka margasatwa kelelawar dan flora fauna khas goa karst
berada di Kecamatan Panggang, Kecamatan Saptosari, Kecamatan
Semanu, Kecamatan Girisubo dan Kecamatan Ponjong.

c) Kawasan suaka margasatwa kera ekor panjang berada di Hutan


Sodong, Kecamatan Paliyan seluas 434,60 Ha.

Pada Kawasan Suaka Margasatwa dilakukan upaya untuk melindungi dan


menjaga keberadaan ekosistemnya dilakukan dengan:

a) Merehabilitasi kawasan yang sudah rusak

b) Melarang segala bentuk kegiatan yang mengganggu fungsi lindungnya

c) Melindungi dan mengembangkan satwa endemis.

4) Kawasan Taman Hutan Raya

PT. CEEC II-59


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Kawasan taman hutan raya (Tahura) di Kabupaten Gunungkidul ditetapkan


yaitu Tahura Bunder di Kecamatan Patuk dan Kecamatan Playen seluas 617
Ha. Guna menjaga keberadaannya maka pengelolaan diarahkan dengan:

a) Melarang kegiatan yang mengganggu fungsi lindungnya.

b) Mengembangkan zona-zona pemanfaatan ruang untuk pengembangan


ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi dan pendidikan.

c) Mengembangkan kegiatan yang memadukan kepentingan pelestarian


dan wisata alam di dalam kawasan.

5) Pada Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan

Kawasan cagar budaya merupakan tempat serta ruang dan sekitarnya, baik
hasil bentukan alam maupun hasil karya cipta manusia mempunyai manfaat
tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Di Kabupaten Gunungkidul
yang merupakan kawasan cagar budaya terdiri atasKawasan lindung cagar
budaya dan ilmu pengetahuan di Kabupaten Gunungkidul meliputi:

a) Kawasan konservasi Goa arkeologi di kawasan karst Gunung Sewu


meliputi: Goa Seropan, Goa Bentar, Goa Braholo, Tritis, Song Gupuh,
Song Keplek dan Goa Tabuhan;

b) Kawasan Petilasan Sunan Kalijaga di Kecamatan Girisubo dan


Kecamatan Tepus;

c) Kawasan Petilasan Sunan Giring di Kecamatan Paliyan;

d) Kawasan Situs Klepu dan Situs Karanggebang di Kecamatan Tepus;

e) Kawasan Candi Risan di Desa Candirejo Kecamatan Semin;

f) Kawasan Pesanggrahan Gembirowati di Kecamatan Purwosari;

g) Kawasan Situs Bleberan di Kecamatan Playen;

h) Kawasan Petilasan Gununggambar di Kecamatan Ngawen;

i) Kawasan Petilasan Kembang Lampir dan Cupu Panjolo di Kecamatan


Panggang;

j) Kawasan Situs Paleolitik Semin, Kecamatan Semin;

k) Kawasan Situs Megalitik Sokoliman, Kecamatan Karangmojo;

l) Kawasan Situs Megalitik Gunungbang, Kecamatan Karangmojo;

PT. CEEC II-60


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

m) Kawasan Situs Megalitik Gondang, Kecamatan Karangmojo;

n) Kawasan Situs Megalitik Ngawis dan Wiladeg, Kecamatan Karangmojo;

o) Kawasan Situs Megalitik Beji, Kecamatan Playen; dan

p) Kawasan Situs Megalitik Semanu Kidul, Kecamatan Semanu.

Guna menjaga kelestariannya maka perlu dilakukan:

a) Melarang segala bentuk kegiatan yang mengganggu fungsi lindungnya.

b) Mengembangkan zona-zona pemanfaatan ruang untuk


mengembangkan ilmu pengetahuan, wisata rekreasi dan pendidikan di
dalam kawasan,

c) Mengembangan kegiatan yang memadukan kepentingan


pengembangkan pelestarian budaya bangsa dan pariwisata budaya.

j. Kawasan Rawan Bencana Alam

Kabupaten Gunungkidul mempunyai kawasan-kawasan yang rawan bencana


alam, baik gempa bumi, tanah longsor, banjir dan kekeringan serta gelombang
pasang.

1) Kawasan Rawan Gempa Bumi

Kawasan rawan gempa bumi terletak di seluruh wilayah Kabupaten


Gunungkidul. Tingkat resiko paling tinggi kawasan rawan gempa bumi
terletak pada kawasan yang dilalui oleh sesar-sesar mayor maupun minor.
Sesar mayor yang sangat berpengaruh terhadap kerentanan gempa bumi
adalah sesar Opak, sehingga daerah yang rawan adalah Kecamatan Patuk
dan Kecamatan Gedangsari. Sesar-sesar minor juga banyak di jumpai di
Kecamatan Purwosari, Kecamatan Panggang, Kecamatan Paliyan dan
Kecamatan Playen, sehingga daerah ini juga rentan terhadap gempa bumi.

Guna mengurangi resiko bencana pada kawasan rawan gempa bumi maka
dilakukan usaha:

a) Memetakan kawasan rawan bencana gempa bumi.

b) Mengatur kegiatan kehidupan untuk mitigasi bencana.

c) Menentukan persyaratan teknis tahan gempa pada bangunan yang


didirikan di dalam kawasan rawan gempa bumi.

PT. CEEC II-61


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2) Kawasan Rawan Gerakan Tanah dan Longsor

Kawasan rawan gerakan tanah dan longsor banyak diketemukan pada


daerah dengan kelerengan tinggi (> 40%), materialnya lepas-lepas,
mempunyai bidang gelincir, yang dipicu oleh curah hujan yang tinggi.

Kawasan rawan gerakan tanah dan longsor di Gunungkidul meliputi :

a) Kecamatan Patuk meliputi Desa Patuk, Desa Semoyo, Desa Ngoro-oro,


Desa Terbah, Desa Nglanggeran, Desa Nglegi;

b) Kecamatan Gedangsari meliputi Desa Watugajah, Desa Ngalang, Desa


Mertelu, Desa Tegalrejo, Desa Sampang, Desa Serut, Desa
Hargomulyo.

c) Kecamatan Nglipar meliputi Desa Natah, Desa Pilangrejo, Desa


Kedungpoh, Desa Pengkol, Desa Katongan.

d) Kecamatan Ngawen meliputi Desa Jurangjero, Desa Tancep, Desa


Sambirejo.

e) Kecamatan Semin meliputi Desa Pundungsari, Desa Karangsari, Desa


Rejosari, Desa Candirejo.

f) Kecamatan Ponjong meliputi Desa Sawahan dan Desa Tambakromo.

g) Wilayah lain dengan kemiringan lereng lebih dari atau sama dengan
40%.

Guna mengurangi resiko bencana longsor dan erosi maka dilakukan usaha:

a) Memetakan kawasan rawan longsor dan erosi.

b) Mengendalikan kegiatan budi daya di dalam kawasan bencana longsor


dan erosi.

c) Merehabilitasi lahan dan mengkonservasi tanah kawasan longsor dan


erosi.

d) Meningkatkan kapasitas masyarakat untuk mengantisipasi bencana


longsor dan erosi.

3) Kawasan Rawan Banjir

PT. CEEC II-62


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Kawasan rawan banjir di Kabupaten Gunungkidul terletak di bantaran Sungai


Oyo, khususnya pada saat aliran sungainya lateral (mendatar). Curah hujan
yang tinggi dan lahan yang kritis memicu terjadinya bencana banjir, meliputi:

a) Kecamatan Semin meliputi Desa Karangsari, Desa Semin, Desa


Kemejing dan Desa Kalitekuk;

b) Kecamatan Ngawen meliputi Desa Watusigar;

c) Kecamatan Nglipar meliputi Desa Kedungkeris, Desa Nglipar, dan Desa


Katongan;

d) Kecamatan Karangmojo meliputi Desa Bejiharjo;

e) Kecamatan Wonosari meliputi Desa Gari, dan Desa Karangtengah;

f) Kecamatan Playen meliputi Desa Banyusoco; dan

g) Kecamatan Gedangsari meliputi Desa Ngalang

Guna mengurangi resiko bencana banjir maka dilakukan usaha:

a) Memetakan kawasan rawan banjir.

b) Mengendalikan kegiatan budi daya di dalam kawasan rawan banjir.

4) Kawasan Rawan Angin Topan

Kawasan rawan angin topan secara keruangan lokasinya berpindah-pindah.


Sehingga kawasan rawan angin topan berpotensi di seluruh kecamatan.
Beberapa catatan kejadian bencana angin puting beliung yang pernah terjadi
di Kabupaten Gunungkidul seperti di Kecamatan Ponjong, Kecamatan
Tanjungsari, Kecamatan Ngawen, Kecamatan Patuk. Rencana Pengelolaan
Kawasan Rawan Angin Topan dilakukan dengan menentukan persyaratan
teknis tahan angin topan pada bangunan yang didirikan di dalam kawasan
rawan angin topan. Guna mengurangi resiko bencana rawan angin topan
maka dilkukan usaha:

a) Memetakan kawasan rawan topan terutama pada kawasan-kawasan


yang sering terjadi angin topan.

b) Mengendalikan kegiatan budi daya terutama permukiman pada jalur


perlintasan angin topan yang sering terjadi.

5) Kawasan Rawan Kekeringan

PT. CEEC II-63


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Kawasan rawan kekeringan di Kabupaten Gunungkidul lebih disebabkan


faktor geologis, yaitu litologi batuan yang cepat meloloskan air dan tidak
menyimpannya, sehingga air permukaan sangat sedikit.

Batuan gamping (karst) mempunyai sifat-sifat seperti hal tersebut sehingga


pada daerah karst rawan bencana kekeringan. Kekeringan juga dipengaruhi
oleh hilangnya sumber air akibat dampak gempa bumi. Hal ini disebabkan
akibat terjadinya pergeseran struktur perlapisan akuifernya. Kecamatan yang
rawan akan kekeringan di Kabupaten Gunungkidul meliputi Kecamatan
Purwosari, Kecamatan Panggang, Kecamatan Paliyan, Kecamatan
Saptosari, Kecamatan Tepus, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Girisubo,
Kecamatan Rongkop, Kecamatan Semanu dan sebagian Kecamatan
Wonosari, Kecamatan Patuk dan Kecamatan Gedangsari Guna mengurangi
resiko bencana rawan kekeringan maka dilakukan usaha :

a) Memetakan kawasan rawan bencana kekeringan.

b) Menyesuaikan budi daya tanam dengan kondisi agroekologi dan kondisi


hidrogeologi.

c) Menurunkan laju pertumbuhan penduduk.

6) Kawasan Rawan Gelombang Pasang dan Tsunami

Kawasan rawan gelombang pasang dan tsunami terletak di wilayah pesisir


selatan. Gelombang pasang dapat disebabkan oleh adanya badai dari laut
bebas yang bergerak ke arah daratan. Tsunami dapat diakibatkan oleh
peristiwa gempa bumi di dasar laut sehingga mengakibatkan naiknya
gelombang laut secara cepat dan tiba-tiba. Wilayah yang rawan bencana
gelombang pasang dan tsunami berada pada kawasan pantai di Kecamatan
Purwosari, Kecamatan Panggang, Kecamatan Saptosari, Kecamatan
Tanjungsari, Kecamatan Tepus, dan Kecamatan Girisubo. Guna mengurangi
resiko bencana rawan tsunami maka dilakukan usaha:

a) Memetakan kawasan rawan tsunami;

b) Memetakan jalur penyelamatan (evakuasi) penduduk; dan

c) Mengendalikan kegiatan budi daya di kawasan rawan tsunami.

Rencana penyediaan jalur evakuasi bencana pada kawasan rawan bencana


disesuaikan dengan kondisi wilayah dan diarahkan pada sistem jaringan

PT. CEEC II-64


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

jalan primer dan mudah diakses. Serta diletakkan pada ruang terbuka atau
bangunan gedung yang aman dan terdekat dengan kawasan yang
berpotensi terjadi bencana yang secara detail akan diatur dalam Rencana
Detail Tata Ruang.

Penyediaan ruang evakuasi bencana dilengkapi dengan ruang hunian, ruang


dapur umum, ruang massal, ruang rehabilitasi, ruang logistik, ruang kantor,
ruang utilitas, dan lapangan terbuka.

k. Kawasan Lindung Geologi

Rencana penetapan kawasan lindung geologi terdiri atas :

1) Kawasan Keunikan Bentang Alam

Kawasan keunikan bentang alam meliputi kawasan perbukitan karst


Gunungsewu seluas kurang lebih 80.704 (delapan puluh ribu tujuh ratus
empat) hektar yang terletak di Kecamatan Ponjong, Kecamatan Semanu,
Kecamatan Girisubo, Kecamatan Rongkop, Kecamatan Tepus, Kecamatan
Tanjungsari, Kecamatan Saptosari, Kecamatan Paliyan, Kecamatan
Panggang. Guna melindungi kawasan keunikan bentang alam maka
dilakukan usaha:

a) Mengelola kawasan keunikan bentang alam yang memiliki ciri langka


danbersifat indah untuk pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan
dan pariwisata.

b) Menjaga bentukan keunikan eksokars dan endokars.

c) Melarang kegiatan penggalian dan pemanfaatan batuan selain untuk


kegiatan penelitian geologi pada kawasan-kawasan kars yang masih
berlangsung proses karstifikasinya.

d) Menindak dengan tegas pelaku perusakan kawasan yang memiliki


keunikan bentang alam.

2) Kawasan Keunikan Proses Geologi

Kawasan keunikan proses geologi meliputi:

PT. CEEC II-65


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

a) Kawasan karst sebagai kawasan resapan air berada di kawasan


Ponjong dan sekitarnya.

b) Kawasan telaga doline di Kecamatan Girisubo dan Kecamatan


Purwosari.

c) Kawasan gunung api purba Gunung Nglanggeran di Kecamatan Patuk.

d) Pantai aliran lava berada di Kawasan Pantai Wediombo di Kecamatan


Girisubo, dan aliran lava di Sungai Kali Ngalang di Kecamatan
Gedangsari.

e) Kawasan Gunung Gambar di Kecamatan Ngawen.

f) Kawasan Kalisuci di Desa Pacarejo, Kecamatan Semanu.

g) Kawasan Sungai Bengawan Solo Purba di Kecamatan Girisubo.

Guna melindungi kawasan keunikan keunikan proses geologi dilakukan


usaha:

a) Mengelola kawasan keunikan proses geologi untuk pengembangan ilmu


pengetahuan, pendidikan dan pariwisata berbasis lingkungan.

b) Melarang kegiatan penggalian dan pemanfaatan batuan selain untuk


kegiatan penelitian arkeologi dan geologi.

c) Menindak dengan tegas pelaku perusakan kawasan kawasan keunikan


proses geologi.

l. Kawasan Lindung Lainnya

Rencana penetapan kawasan lindung lainnya meliputi:

1) Kawasan perlindungan plasma nutfah meliputi:

a) Hutan Plasma Nutfah Tanaman Langka Koesnadi Hardjasoemantri di


Padukuhan Danggolo, Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus seluas
kurang lebih 6 (enam) hektar;

b) Hutan Penelitian Wanagama I di Desa Banaran, Kecamatan Playen


seluas kurang lebih 600 (enam ratus) hektar.

2) Kawasan terumbu karang tepi di sepanjang pantai seluas kurang lebih


14.000 (empat belas ribu) hektar meliputi Pantai Krokoh, Pantai Wediombo,

PT. CEEC II-66


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Pantai Siung, Pantai Krakal, Pantai Kukup, Pantai Sundak, Pantai Drini,
Pantai Baron, Pantai Ngrenehan, Pantai Nguyahan, dan Pantai Gesing;

Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi sebagai tempat
migrasi dan perkembangbiakan satwa penyu laut berada di Pantai Drini Kecamatan
Tepus.

Lebih lanjut Peta Rencana Kawasan Lindung Kabupaten Gunungkidul dapat


dilihat pada Gambar 2.8.

PT. CEEC II-67


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Gambar 2.8.
Peta Rencana Kawasan Lindung Kabupaten Gunungkidul

PT. CEEC II-68


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.5.6. Laju Perubahan Tata Guna dan Fungsi Lahan

Jenis penggunaan lahan lainnya yang cukup luas adalah permukiman (159,19
km2 atau 37,38%), sawah tadah hujan (38,11 km2 atau 8,95%), dan hutan (33,27 km2 atau
7,81%). Lahan permukiman yang cukup luas (tidak termasuk Kecamatan Ponjong)
terdapat di Kecamatan Patuk dan Gedangsari, sawah tadah hujan terluas terdapat di
Kecamatan Semin, sedang hutan terluas terdapat di Nglipar, yang berupa hutan negara
dan sebagian hutan rakyat.

Secara terinci penggunaan lahan dan tata guna lahan Kabupaten Gunungkidul
dapat dilihat pada Tabel 2.10.

PT. CEEC II-69


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul
Tabel 2.10.
Luas Lahan Menurut Kecamatan Dan Jenis Lahan Di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011 (Ha)

Jenis Lahan
sawah Bukan Sawah
No Kecamatan Bangunan
Pengairan Pengairan ½ Pengairan Irigasi Non Tadah Tegal/ Kolam/ Hutan Hutan
dan Lainnya
Teknis Teknis Sederhana PU Hujan Ladang Empang Rakyat Negara
Pekarangan
1 Panggang 0 0 0 0 22 623 4.329 1 2.215 2.029 577
2 Purwosari 0 0 70 0 100 447 3.884 0 2.217 320 228
3 Paliyan 0 0 0 0 31 932 2.175 0 403 2.072 195
4 Saptosari 0 0 0 0 0 832 6.950 0 0 755 245
5 Tepus 0 0 0 0 0 487 3.301 2 5.395 0 995
6 Tanjungsari 0 0 0 0 0 518 2.603 0 3.737 0 303
7 Rongkop 0 0 0 0 0 613 2.763 39 4.153 0 779
8 Girisubo 0 0 0 0 0 439 3.196 0 5.397 0 424
9 Semanu 0 0 195 0 0 2.042 7.342 0 312 559 389
10 Ponjong 130 194 42 0 324 1.891 6.535 42 154 0 1.137
11 Karangmojo 0 382 168 24 36 3.397 2.187 16 482 925 395
12 Wonosari 0 35 23 24 0 2.138 4.354 1 242 303 431
13 Playen 0 0 125 0 151 1.651 3.995 0 138 4.066 400
14 Patuk 0 149 185 0 827 2.122 2.717 0 7 691 506
15 Gedangsari 0 30 27 0 1.247 1.914 3.032 1 35 0 490
16 Nglipar 0 31 119 30 100 2.147 2.170 2 203 1.874 711
17 Ngawen 0 13 8 0 1.080 1.265 1.802 0 222 0 269
18 Semin 0 275 76 0 1.592 1.961 3.492 0 117 123 256
Jumlah 130 1.109 1.038 78 5.510 25.419 66.827 104 25.339 13.717 8.730
Sumber: Gunungkidul Dalam Angka, 2012

PT. CEEC II-70


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.6. KEPENDUDUKAN

2.6.1. Jumlah Dan Kepadatan Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Gunungkidul tahun 2011 berdasarkan hasil


Estimasi Sensus Penduduk 2010 berjumlah 677.998 jiwa yang tersebar di 18 kecamatan
dan 144 desa, dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu Kecamatan Wonosari dengan
79.359 jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada
penduduk laki-laki, yang tercermin dari angka rasio jenis kelamin 93,63 sebagaimana
disajikan pada Tabel 2.11.

Dengan luas wilayah 1.485,36 kilometer persegi yang didiami 677.998 ribu jiwa
maka rata-rata kepadatan penduduk Gunungkidul adalah sebesar 456 jiwa/km2.
Kecamatan yang paling tinggi kepadatannya adalah Kecamatan Wonosari sebesar 1.051
jiwa/km2 sedangkan Kecamatan yang paling rendah kepadatannya adalah Kecamatan
Girisubo sebesar 235 jiwa/km2 sebagaimana disajikan pada Tabel 2.12.

Tabel 2.11.
Rasio Jenis Kelamin Penduduk Menurut Kecamatan
Di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011

Rasio Jenis
No Kecamatan Laki-laki Perempuan
Kelamin (%)
1 Panggang 12.760 13.844 92,17
2 Purwosari 9.331 10.162 91,83
3 Paliyan 14.001 15.153 92,40
4 Saptosari 16.563 17.790 93,10
5 Tepus 15.252 16.714 91,25
6 Tanjungsari 12.397 13.363 92,77
7 Rongkop 13.004 13.963 93,13
8 Girisubo 10.567 11.675 90,51
9 Semanu 24.998 26.866 93,05
10 Ponjong 24.151 25.772 93,71
11 Karangmojo 23.570 25.317 93,10
12 Wonosari 38.814 40.545 95,73
13 Playen 26.488 28.308 93,57
14 Patuk 14.932 15.668 95,30

PT. CEEC II-71


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Rasio Jenis
No Kecamatan Laki-laki Perempuan
Kelamin (%)
15 Gedangsari 17.322 18.029 96.08
16 Nglipar 14.442 15.339 94,15
17 Ngawen 15.453 16.298 94,82
18 Semin 23.796 25.351 93,86
Kabupaten Gunungkidul 327.841 350.157 93,63
Sumber: Gunungkidul Dalam Angka, 2012

Tabel 2.12.
Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan
di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011

Kepadatan
Luas Wilayah Banyaknya
No Kecamatan Penduduk per
(km2) Penduduk (jiwa)
km2
1 Panggang 99.80 26.503 267
2 Purwosari 71.76 19.493 272
3 Paliyan 58.07 29.154 502
4 Saptosari 87.83 34.354 391
5 Tepus 104.91 31.966 305
6 Tanjungsari 71.63 25.760 360
7 Rongkop 83.46 26.967 323
8 Girisubo 94.57 22.242 235
9 Semanu 108.39 51.864 478
10 Ponjong 104.49 49.924 478
11 Karangmojo 80.12 48.887 610
12 Wonosari 75.51 79.359 1051
13 Playen 105.26 54.796 521
14 Patuk 72.04 30.600 425
15 Gedangsari 68.14 35.351 519
16 Nglipar 73.87 29.781 403
17 Ngawen 46.59 31.751 682
18 Semin 78.92 49.147 623
Kab.Gunungkidul 1485.36 677.998 456
Sumber: Gunungkidul Dalam Angka, 2012

PT. CEEC II-72


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.6.2. Penyebaran Penduduk

Skenario distribusi penduduk di Kabupaten Gunungkidul, disusun dan ditetapkan


berdasarkan pertimbangan-pertimbangan spasial terkait dengan faktor demografi maupun
terkait dengan faktor-faktor non demografi. Faktor penimbang non demografi tersebut
terkait dengan daya dukung lahan dan lingkungan, skenario pengembangan pola ruang
dan struktur ruang.

2.7. KEUANGAN DAERAH

2.7.1. Penerimaan Daerah

Pendapatan daerah merupakan unsur penting dalam struktur Anggaran


Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), karena besaran pendapatan daerah akan
menentukan kemampuan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan. Kebijakan pendapatan daerah diarahkan pada
optimalisasi sumber-sumber pendapatan yang selama ini menjadi sumber pendapatan
asli daerah, serta tetap berupaya menggali sumber-sumber pendapatan baru dengan
memanfaatkan potensi lokal yang ada di wilayah Kabupaten Gunungkidul.

Pendapatan daerah selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir selalu mengalami
kenaikan, akan tetapi porsi terbesar dalam pendapatan daerah di Kabupaten Gunungkidul
masih bersumber pada dana perimbangan yang berasal dari Pemerintah Pusat, baik DAU
maupun DAK. Untuk tahun 2013 pendapatan daerah Kabupaten Gunungkidul
diproyeksikan masih didominasi dari dana perimbangan, sehingga tingkat ketergantungan
daerah kepada Pemerintah Pusat masih tinggi. Kondisi ini tentu harus disikapi secara
bijak, serta terus memacu peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah sehingga
secara bertahap akan dapat mengurangi tingkat ketergantungan keuangan daerah
kepada pemerintah. Adapun realisasi dan pendapatan Kabupaten Gunungkidul dalam
kurun waktu tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 2.13.

PT. CEEC II-73


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul
Tabel 2.13.
Realisasi Pendapatan Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010 -2012

Jumlah
No Uraian Realisasi Tahun 2010 Realisasi Tahun 2011 Tahun Berjalan 2012
Rp (%) Rp (%) Rp (%)
1 2 3 4 5 6 7 8
1 PENDAPATAN 797.585.111.634 100,00 843.349.755.767 100,00 1.010.100.99.320 100,00
1.1. Pendapatan Asli Daerah 40.963.061.129 5,14 41.985.405.426 4,98 55.600.362.114 5,50
1.1.1 Pajak Daerah 6.646.500.000 0,83 7.128.000.000 0,85 8.328.000.000 0,82
1.1.2 Retribusi Daerah 24.058.383.800 3,02 8.656.638.400 1,03 17.231.673.789 1,71
1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 4.713.845.346 0,59 4.293.412.094 0,51 4.760.475.900 0,47
1.1.4 Lain-lain PAD yang Sah 5.544.331.993 0,70 21.907.354.932 2,60 25.280.212.425 2,50
1.2. Bagian Dana Perimbangan 635.329.110.564 79,66 664.560.733.149 78,80 787.156.403.966 77,93
1.2.1 Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 36.461.208.584 4,57 33.092.029.149 0,92 26.827.494.900 2,83
1.2.2 Dana Alokasi Umum 521.293.704.000 65,36 572.300.004.000 67.86 687.944.489.000 68,11
1.2.3 Dana Alokasi Khusus 77.54.200.000 9,73 59.168.700.000 7,02 70.584.420.000 2,90
1.3. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah 121.292.939.911 15,21 136.803.617.192 16,22 167.343.333.240 16,57
1.3.1 Bagi Hasil Pajak Provinsi 25.627.683.941 3,21 25.003.617.192 2,96 29.281.850.000 2,90
1.3.2 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 65.034.896.000 8,15 100.000.000.000 11,86 126.836.483.240 12,56
1.3.3 Bantuan Keuangan dari Provinsi 16.200.000.000 2,03 11.800.000.000 1,40 11.225.000.000 1,11
1.3.4 Pendapatan Hibah 14.400.000.000 1,81
Sumber: RKPD Kabupaten Gunungkidul, 2012

PT. CEEC II-74


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.7.2. Pengeluaran Daerah

Belanja Daerah sebagaimana ketentuan dalam Permendagri Nomor 13 tahun


2006 jo Permendagri Nomor 59 tahun 2007 terakhir sebagaimana diubah dengan
Permendagri Nomor 21 tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, terdiri dari:

2. Belanja Tidak Langsung, meliputi Belanja Pegawai, Belanja Bunga, Belanja Subsidi,
Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, Belanja Bantuan Keuangan kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, serta Belanja Tidak Terduga.

3. Belanja Langsung, meliputi Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, serta Belanja
Modal.

Realisasi belanja daerah Kabupaten Gunungkidul tahun 2010 dengan tahun


berjalan 2012 disajikan pada Tabel 2.14.

PT. CEEC II-75


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul
Tabel 2.14.
Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010 – 2012

Jumlah
NO Uraian Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun Berjalan 2012
Rp (%) Rp (%) Rp (%)
1 2 3 4 5
1 BELANJA DAERAH 854.761.024.034 100,00 929.749.697.769 100,00 1.075.636.625.331 100,00

1.1 Belanja Tidak Langsung 635.026.983.298 74,29 673.744.383.373 72,47 747.060.817.900 69,45

1.1.1 Belanja Pegawai 559.722.563.304 65,48 601.385.512.551 64,68 675.778.408.450 62,83

1.1.2 Biaya Bunga 77.000.000 0,01 43.500.000 0,00 35.500.000 0,00

1.1.3 Belanja Hibah 9.440.108.698 1,10 1.709.550.000 0,18 3.835.785.000 0,36


1.1.4 Belanja Bantuan Sosial 20.289.612.250 2,37 23.531.952.250 2,53 14.627.692.250 1,36

1.1.5 Belanja Bagi Hasil Kepada Pemerintah Desa 3.140.002.632 0,37 3.240.322.572 0,35 3.447.083.200 0,32

1.1.6 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Desa 41.223.790.000 4,82 42.484.206.000 4,57 46.086.349.000 4,28

1.1.7 Belanja Tidak Terduga 1.133.906.414 0,13 1.349.340.000 0,15 3.250.000.000 0,30
1.2 Belanja Langsung 219.734.040.736 25,71 256.005.314.396 27,53 328.575.807.432 30,55

1.2.1 Belanja Pegawai 31.352.347.255 3,67 27.984.929.900 3,01 33.967.721.600 3,16

1.2.2 Belanja Barang dan Jasa 79.479.195.061 9,30 84.879.571.260 9,13 104.299.997.719 9,70

1.2.3 Belanja Modal 108.902.498.420 12,74 143.140.813.236 15,40 190.308.088.113 17,69

Sumber: RKPD Kabupaten Gunungkidul, 2012

PT. CEEC II-76


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

2.7.3. Pembiayaan Daerah

Pembiayaan daerah yaitu semua penerimaaan yang perlu dibayar kembali dan
atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran berjalan
maupun tahun-tahun anggaran sebelumnya. Pembiayaan daerah digunakan untuk
menutup defisit anggaran yang terjadi maupun untuk memanfaatkan surplus anggaran.

Kebijakan penerimaan pembiayaan yang akan dilakukan terkait dengan


kebijakan pemanfaatan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SiLPA),
pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan,
penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, penerimaan
piutang daerah sesuai dengan kondisi keuangan daerah.

Kebijakan pengeluaran pembiayaan daerah mencakup pembentukan dana


cadangan, penyertaan modal (investasi) daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah, pembayaran pokok utang yang jatuh tempo, pemberian pinjaman daerah kepada
pemerintah daerah lain sesuai dengan akad pinjaman.

Dalam hal ada kecenderungan terjadinya defisit anggaran, harus diantisipasi


kebijakan yang akan berdampak pada pos penerimaan pembiayaan daerah. sebaliknya
jika ada kecenderungan akan terjadinya surplus anggaran, harus diantisipasi kebijakan
yang akan berdampak pada pos pengeluaran pembiayaan daerah, seperti penyelesaian
pembayaran pokok utang dan penyertaan modal. Adapun realisasi pembiayaan daerah
Kabupaten Gunungkidul tahun 2010-2012 disajikan pada Tabel 2.15.

Tabel 2.15.
Realisasi Pembiayaan Daerah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010 s.d. 2014

Jumlah
No Uraian Realisasi Realisasi Tahun
Tahun 2010 Tahun 2011 Berjalan 2012
1 2 3 4 5
1 PEMBIAYAAN DAERAH 57.175.912.399 86.399.939.002 65.536.526.011
1.1 Penerimaan Pembiayaan 59.263.407.309 91.349.565.912 73.505.852.921
1.1.1 SiLPA 57.667.207.309 89.753.365.912 72.089.852.921
1.1.2 Penerimaan Kembali 1.596.200.000 1.596.200.000 1.416.000.000
Pemberian Pinjmanan

1.1.3 Penerimaan Piutang Daerah


1.2. Pengeluaran Pembiayaan 2.087.494.910 4.949.626.910 7.969.326.910

PT. CEEC II-77


Penyusunan RISPAM Kabupaten Gunungkidul

Jumlah
No Uraian Realisasi Realisasi Tahun
Tahun 2010 Tahun 2011 Berjalan 2012
1 2 3 4 5
1.2.1 Penyertaan Modal (Investasi) 1.580.200.000 3.300.000.000 6.500.000.000
Pemerintah Daerah.

1.2.2 Pembayaran Pokok Hutang 507.294.910 69.426.910 69.326.910


1.2.3 Pemberian Pinjaman Daerah - 1.580.200.000 1.400.000.000
Jumlah Pembiayaan Netto 57.175.912.399 86.399.939.002 65.536.526.011
Sumber: RKPD Kabupaten Gunungkidul, 2012

PT. CEEC II-78

Anda mungkin juga menyukai