Bab Ii. Kondisi Umum Wilayah
Bab Ii. Kondisi Umum Wilayah
2.1.1. Geografi
c. Sebelah Selatan : Samudera Hindia berupa perairan perairan pesisir sejauh lebih
dari 4 (empat) mil.
Tabel 2.1.
Pembagian Administratif Wilayah Kabupaten Gunungkidul
Gambar 2.1.
Peta Administrasi Kabupaten Gunungkidul
Kondisi tanah berupa perbukitan kapur, kondisi tanah jenis batuan yang tidak
dapat menyimpan air, sehingga air hujan banyak yang lolos melalui celah-celah batu
kapur. Keadaan tanah di Kabupaten Gunungkidul dibagi menjadi 3 (tiga) zona:
1. Zone Utara:
Disebut zone batur Agung dengan ketinggian antara 200–700 m di atas permukaan
laut (dpl) meliputi Kecamatan Patuk, Gedangsari, Nglipar, Ngawen, Semin dan
Ponjong.
2. Zone Tengah:
Disebut Ledoksari dengan ketinggian 150 – 200 m di atas permukaan laut (dpl)
meliputi Kecamatan Playen, Wonosari, Karangmojo, Ponjong bagian tengah dan
Semanu bagian Utara.
3. Zone Selatan:
Disebut zone Gunung Seribu dengan ketinggian 100 – 300 m di atas permukaan laut
(dpl) meliputi Kecamatan Panggang, Purwosari, Paliyan, Tepus, Tanjungsari,
Rongkop, Girisubo, Semanu bagian selatan.
Gambar 2.2.
Kondisi Kemiringan Tanah Kabupaten Gunungkidul
1. Perbukitan Baturagung
Perbukitan Baturagung secara umum tersusun atas satuan bentuk lahan asal
struktural, dilihat proses terjadinya merupakan dataran tinggi (plato) selatan Pulau
Jawa yang telah mengalami pengangkatan dan perlipatan. Perbukitan ini terbentuk
oleh proses diatropisme yang berupa sesar bertingkat (struktural). Bagian utara
mempunyai topografi bergunung dengan igir-igir yang runcing, dan puncak tertinggi
terdapat di Gunung Baturagung dengan ketinggian 700 meter dpal. Di sekitar teras
Oyo merupakan tempat terendah dengan ketinggian 150 meter dpal, topografi
berupa perbukitan rendah dengan igir-igir membulat.
Perbukitan Baturagung mempunyai lereng yang miring, yaitu : di bagian bawah (15-
30%) hingga terjal di bagian atas (30-45%), terdapat igir memanjang dari barat ke
timur di bagian utara dengan lereng sangat curam (>45%) mengarah ke utara yang
merupakan bidang patahan (escarpment). Batuan penyusun berupa bahan-bahan
volkanik tua yang telah banyak mengalami pelapukan tingkat lanjut (Formasi Kebo-
Butak, Semilir, Nglanggran, Sambipitu, dan Oyo), banyak retakan dan patahan,
lapisan tanah relatif tipis, banyak singkapan batuan, dengan curah hujan yang cukup
tinggi, menyebabkan proses erosi dan longsor lahan cukup intensif dan sangat sering
terjadi di wilayah ini, seperti yang terjadi di daerah Gedangsari dan sekitarnya.
Lembah-lembah sempit yang datar hingga landai (8-15%) hanya dijumpai di antara
perbukitan-perbukitan yang ada dan di sekitar aliran Sungai Oyo.
2. Basin Wonosari
Basin Wonosari menurut Pannekoek (1949), merupakan bagian dari zona selatan
Pulau Jawa, yang secara genetik merupakan bagian dari dataran tinggi (plato)
selatan Pulau Jawa, yang berupa dataran nyaris (peneplain) yang telah mengalami
pengangkatan dan perlipatan pada kala Pleistosen Tengah ( 1 hingga 1,8 juta tahun
yang lalu). Peneplain ini tidak hanya mengalami pengangkatan, tetapi juga
mengalami pelengkungan, sehingga membentuk depresi-depresi yang cukup luas.
Batuan induk yang mendasari peneplain ini berupa batu gamping Formasi Wonosari
yang terbentuk pada kala Miosen Atas (16 juta tahun yang lalu).
Karst merupakan suatu bentanglahan yang mempunyai relief dan drainase khas. Hal
tersebut disebabkan oleh tingkat pelarutan batuan lebih tinggi dibanding dengan jenis
batuan lainnya. Salah satu batuan yang sangat mudah mengalami pelarutan adalah
batugamping. Formasi batuan ini dapat membentuk topografi karst dengan syarat:
batuan mudah larut, lapisan tebal, banyak retakan atau diaklas, curah hujan tinggi,
dan terletak pada elevasi yang tinggi. Selain pada batugamping, topografi karst juga
dapat terbentuk pada jenis batuan evaporit, seperti: halit, gipsum, dan anhidrat.
Pembentukan topografi karst melalui proses yang sangat lama, terbagi dalam 4
(empat) tahapan atau stadium, yaitu: stadium muda, dewasa, tua, dan lanjut.
Pada stadium muda, proses yang terjadi adalah pelarutan mineral melalui struktur
diaklas yang ada, semakin lama akan semakin membesar membentuk lubang-lubang
pelarutan (ponor). Perkembangan ponor-ponor dan proses pelarutan yang semakin
intensif, pada akhirnya berkembang ledokan-ledokan berbentuk corong, yang disebut
doline. Beberapa doline dapat bergabung karena proses pelarutan yang terus
berlanjut, sehingga membentuk ledokan yang lebih luas, yang disebut uvala. Pada
dasar uvala dapat berkembang alur sungai pendek yang menyebar ke permukaan.
Sungai-sungai tersebut berasal dari gua, yang kemudian menghilang masuk ke
dalam lorong-lorong gua, sedangkan drainase permukaan menjadi saluran-saluran
bawah tanah. Pada stadium dewasa terbentuk beberapa ledokan, kemudian runtuh
membentuk graben. Pada ledokan sering terjadi konsentrasi aliran air, membentuk
pola polje. Kondisi drainase permukaan masih dapat dilihat jelas pada stadium ini.
Pada stadium tua permukaan tanah asli telah hilang secara menyeluruh, membentuk
permukaan yang tidak rata. Dolin banyak yang mengalami kerusakan,
mengakibatkan permukaan tanah turun, terbentuk lembah-lembah baru, dan batuan
dasar mulai tersingkap. Kondisi demikian menyebabkan drainase bawah tanah tidak
berfungsi dan terbentuk drainase permukaan. Aliran air pada mulanya tidak
membentuk alur yang panjang pada permukaan tanah. Aliran air sering keluar-masuk
dalam sistem gua. Permukaan yang tersisa menjadi tidak teratur, seperti: menara
berlereng curam, atau bentukan sisir memanjang. Ketinggian bentukan tersebut
sangat bervariasi, mulai dari beberapa centimeter hingga 5 meter atau lebih.
Singkapan batuan pada dasar polje semakin meluas membentuk dataran, kecuali
beberapa bukit kecil seperti hum atau butte. Pada stadium lanjut, sistem aliran sungai
permukaan menjadi normal kembali. Batuan yang tersingkap masih dapat ditemukan,
bahkan mendominasi wilayah dengan beberapa bentukan bukit sisa terisolir yang
disebut hum. Pada akhirnya, terbentuk bentang lahan karst, seperti pada Gambar.
Lapisan batugamping sangat tipis, dan tidak semuanya berbatuan batugamping atau
campuran. Proses karstifikasi belum sempurna, dan sedikit sekali terdapat
kenampakan karst yang unik. Batuan tertutup oleh tanah yang subur dengan vegetasi
yang sangat rapat. Gua yang terbentuk umumnya mempunyai pola drainase yang
belum kompleks, dan sistem gua masih sangat jarang. Kedua tipe karst tersebut
mempunyai perbedaan yang mendasar, ditinjau dari sumber CO2 yang
membentuknya. Pada merokarst, kandungan CO2 berasal dari vegetasi yang
menutupinya, sedang pada holokarst CO2 diperoleh dari udara yang larut dalam air
hujan, sehingga bentukan karst yang dihasilkan juga berbeda. Selain kedua tipe karst
tersebut, terdapat tipe karst yang mempunyai ciri gabungan di antara holokarst dan
merokarst, yang disebut dengan karst transisi.
Berdasarkan klasifikasi tipologi karst di atas, maka dapat dikatakan bahwa karst di
Kabupaten Gunungkidul termasuk dalam tipe Holokarst. Karst di wilayah kajian ini
merupakan bagian dari topografi karst Gunung Sewu di bagian barat, yang
didominasi oleh bentuk-bentuk kerucut atau sinoid.
Pendapat tentang tipe geomorfologi karst Gunung Sewu pertama kali digaungkan
oleh Lehmann (1936) yang mendeskripsikan bahwa karst Gunung Sewu bertipe
connical atau kegel yang dicirikan oleh bukit-bukit sinusioidal yang diselingi di
antranya oleh cekungan-cekungan yang saling berhubungan yang jika dilihat dari
atas akan kelihatan seperti bentukan berupa bintang.
Namun demikian secara acak ditemukan juga bentuk-bentuk lain, seperti karst
menara. Walaupun mempunyai bentuk yang hampir sama, secara lebih rinci karst
Gunung Sewu yang terdapat di Kabupaten Gunungkidul dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) sub-tipe, yaitu: tipe polygonal, labyrint, dan tower-cone karst (Haryono, 2000;
Tim Fakultas Geografi, 2002).
Selain ketiga tipe karst seperti telah disebutkan diatas, di Kabupaten Gunungkidul
juga dijumpai bentukan-bentukan karst mikro yang disebut dengan karren atau lapies.
Bentukan karst mikro ini berkembang baik pada batuan yang kompak, yaitu pada
batugamping terumbu yang terletak di bagian selatan topografi karst Kabupaten
Gunungkidul. Karren berkembang baik pada batugamping dengan persentase sparit
besar dan tanpa mikrit, yaitu berkembang pada batuan rudstone atau floatstone.
Satuan litologi tersebut pada umumnya mempunyai kekar yang rapat. Karren yang
ada di Kabupaten Gunungkidul, apabila tersingkap pada suatu tebing dapat diamati
hingga kedalaman >10 meter. Sebaliknya pada litologi dengan kandungan mikrit yang
besar, karren tidak dapat berkembang baik, seperti di daerah Bedoyo Kecamatan
Ponjong. Di Perbukitan Karst Gunung Sewu Kabupaten Gunungkidul, banyak
dijumpai berbagai tipe karren.
2.1.3. Geologi
1. Perbukitan Baturagung
Kondisi ini menyebabkan proses erosi dan longsor lahan cukup intensif dan sangat
sering terjadi di wilayah ini, seperti yang terjadi di daerah Gedangsari dan sekitarnya.
Lembah-lembah yang sempit dengan lereng relatif datar hingga landai (8-15%) hanya
dijumpai di antara perbukitan-perbukitan yang ada dan di sekitar aliran Sungai Oyo
(intermountain basin). Selanjutnya, Perbukitan Baturagung tersusun atas beberapa
formasi batuan, yaitu: Formasi Kebo-Botak, Semilir, Nglanggeran, Sambipitu, Oyo,
dan Formasi Wonosari. Peta geologi Kabupaten Gunungkidul disajikan pada Gambar
2.3.
Gambar 2.3.
Peta Geologi Kabupaten Gunungkidul
b. Formasi Semilir (Tmse) terbentuk pada zaman Miosen Bawah sampai Miosen
Tengah yang tersusun oleh lapisan breksi, batulempung dan tuff. Formasi ini
terdapat di sebelah selatan Formasi Kebo-Botak dan sebelah timur Sungai Opak,
yang menutupi selaras di atas Formasi Kebo-Botak dengan ketebalan mencapai
1.200 meter.
c. Formasi Nglanggran (Tmn) terbentuk pada zaman Miosen Tengah yang terdapat
pada bagian atas zona Perbukitan Baturagung dan tersusun atas breksi volkanik,
konglomerat, lava, dan tuff sebagai peralihan Formasi Semilir, dengan ketebalan
150 meter, dan puncaknya di Gunung Nglanggeran. Formasi Nglanggran
diendapkan selaras di atas Formasi Semilir pada zaman Miosen Bawah pada
lingkungan laut dan selama pengendapannya dipengaruhi oleh kegiatan gunung
api.
berumur Miosen Tengah. Tingkat pelapukan pada formasi ini tingkat sedang, dan
di beberapa tempat dijumpai singkapan batuan yang masih segar dengan
kerapatan kekar sedang. Formasi ini memiliki korelasi dengan Formasi Sentolo di
Kulonprogo, dan seimbang dengan bagian bawah Formasi Wonosari dengan
ketebalan mencapai 350 meter.
f. Formasi Wonosari (Tmpw) terbentuk pada zaman Miosen Atas sampai Pliosen di
bagian selatan Perbukitan Baturagung, seluruh cekungan Wonosari, dan
Pegunungan Sewu. Formasi ini tersusun atas batugamping berlapis (kalkarenit
dan kalsilutit) yang merupakan bekas laguna. Ketebalan lapisan berkisar antara
300 hingga 800 meter.
2. Basin Wonosari
Basin Wonosari secara umum merupakan suatu cekungan yang secara genesis
terbentuk akibat proses pengangkatan dan perlipatan dataran tinggi (plato) selatan
Pulau Jawa yang mengalami planasi (peneplain). Satuan ini mempunyai ketinggian
antara 150 hingga 200 meter dpal, yang tersusun oleh material dasar batugamping
dan lempung Formasi Wonosari, Oyo, dan Kepek.
Formasi Oyo (Tmo) terdapat di sepanjang Sungai Oyo membentuk punggungan bukit
rendah yang membujur dengan arah Timur-Barat. Formasi ini tersusun atas batupasir
tufaan, napal tufaan, marl, lempung, dan batugamping-aglomerat, berumur Miosen
Tengah. Tingkat pelapukan pada formasi ini tingkat sedang, dan di beberapa tempat
dijumpai singkapan batuan yang masih segar dengan kerapatan kekar sedang.
Formasi ini memiliki korelasi dengan Formasi Sentolo di Kulonprogo, dan seimbang
dengan bagian bawah Formasi Wonosari dengan ketebalan mencapai 350 meter.
Formasi Wonosari (Tmpw) terbentuk pada zaman Miosen Atas sampai Pliosen di
bagian selatan Basin Wonosari, seluruh cekungan Wonosari, dan Pegunungan Sewu.
Formasi ini tersusun atas batugamping terumbu yang merupakan bekas laguna.
Ketebalan lapisan berkisar antara 300 hingga 800 meter. Formasi Kepek terbentuk
pada Kala Pliosen yang sedikit menutupi Formasi Wonosari dengan ketebalan
mencapai 200 meter. Formasi ini tersusun atas batugamping dan napal, yang pada
daerah ledokan mengalami pelapukan menghasilkan endapan lempung.
Seluruh batuan pada zone ini didominasi oleh Formasi Wonosari. Menurut Samodra
(2005), sebagian besar Formasi Wonosari yang bertopografi karst tersusun oleh
batugamping yang berfasises terumbu. Secara geologis, selain batugamping terumbu
yang dominan, masih terdapat pula batugamping berlapis bersisipan napal, dan
batugamping konglomeratan. Batugamping terumbu dijumpai berwarna putih kotor
hingga coklat muda, kompak, pejal dan keras, dengan porositas primer cukup besar.
Batuan ini disusun oleh koral, ganggang, foraminifera, moluska dan briozora.
Sementara itu, batugamping berlapis dijumpai berwarna kelabu muda hingga coklat
muda, kompak, keras, bertekstur halus hingga kasar, berfosil dengan kemampuan
meloloskan air cukup, dan akan semakin besar jika telah mengalami pelapukan.
Batugamping berlapis ini kadang disisipi oleh napal berwarna putih kehijauan atau
coklat muda, tipis dan menyerpih yang kaya akan foraminefera kecil, tebal sisipan
napal ini sekitar 10-40 cm. Batuan penyusun Formasi Wonosari yang selanjutnya
adalah batugamping konglomeratan berwarna coklat muda, kompak, keras, dan
disusun oleh butiran batugamping halus dengan posoitas cukup baik. Pengukuran
tebal Formasi Wonosari tidak mudah untuk dilakukan, meskipun jika dihitung dengan
penampang geologi pada peta geologi, dapat diperoleh tebal satuan sekitar 300
meter.
1. Air Permukaan
Air Permukaan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air, adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Dengan demikian maka
air permukaan tersebut adalah air yang berasal dari sumber-sumber : sungai, danau,
waduk, situ, rawa, dan lain sebagainya. Air permukaan yang sering ditemukan dan
merupakan salah satu yang dipergunakan masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan
air bersih adalah Telaga, situ yang terdapat di berbagai wilayah di Gunungkidul.
Air permukaan sering digunakan sebagai sumber air baku untuk keperluan
penyediaan air bersih/air minum dan keperluan sehari-hari dengan pertimbangan
sosial, karena tidak harus membayar. Berdasarkan beberapa data studi terdahulu
berikut disajikan tabel potensi air permukaan di Kabupaten Gunungkidul.
Tabel 2.2.
Potensi Air Permukaan di Kabupaten Gunungkidul
Dengan demikian, alternatif sumber air yang akan digunakan sebagai air baku pada
sistem pelayanan air bersih, khususnya yang berasal dari sumber air permukaan,
diharapkan akan dapat dipenuhi dari potensi di atas.
2. Air Tanah
Air tanah merupakan sumber air penting dalam penyediaan air untuk berbagai
kebutuhan hidup, khususnya untuk air minum. Secara umum, air tanah dari lapisan
jenuh air pada top soil dengan penyebarannya yang sangat luas tidak dapat
direncanakan pemanfaatannya karena cadangan yang relatif kecil dan sangat
tergantung pada curah hujan sehingga sumber air ini sering mengalami kekeringan
pada musim kemarau. Sedangkan air tanah yang berasal dari lapisan akuifer dalam
suatu cekungan air tanah biasanya mempunyai cadangan yang cukup besar dan
tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan musim hujan atau kemarau sehingga
pemanfaatannya dapat direncanakan secara berkelanjutan.
Air tanah bebas ini terdapat pada lapisan akuifer yang terdiri dari endapan
aluvium dan endapan produk gunung api kuarter yang terdapat mulai dari
permukaan tanah sampai pada kedalaman yang mencapai 35 meter dan
Air tanah tertekan terdapat pada lapisan akuifer yang terdiri dari endapan
endapan produk gunung api kuarter berupa rempah gunung api dan lelehan lava
dengan kelulusan sangat beragam dan pada umumnya tinggi pada material
lepas dan leleran lava vesikuler yang merupakan akuifer penting dan produktif.
Kedalaman lapisan akuifer berkisar antara 35 meter sampai lebih dari 85 meter.
1) Air tanah yang berasal dari lapisan penutup (top soil) berupa lapisan jenuh
air yang terdapat pada kedalaman yang mencapai beberapa meter di bawah
permukaan tanah dan tersebar hampir di zona tengah dan sebagian zona
utara wilayah Kabupaten Gunungkidul yang dapat dimanfaatkan melalui
pembuatan sumur gali.
2) Air tanah yang berasal dari lapisan akuifer berupa lapisan akuifer/batuan
dengan porositas dan permeabilitas baik (mampu menyimpan dan
mengalirkan air tanah) yang terdapat pada kedalaman beberapa meter
sampai lebih dari 100 meter di bawah permukaan tanah dan tersebar dalam
suatu cekungan air tanah dalam wilayah terbatas yang dapat dimanfaatkan
melalui sumur bor.
Gambar 2.4.
Peta Potensi Sumber Air Kab. Gunungkidul
3. Iklim
Parameter iklim yang dapat dihimpun dan mempunyai kaitan erat dengan
Perencanaan SPAM Kabupaten Gunungkidul adalah tipe iklim, curah hujan dan suhu
udara
a. Tipe Iklim
b. Curah Hujan
2.2.2. Persampahan
Tabel 2.4.
Data Sarana Prasarana Pengelolaan Persampahan di Kab. Gunungkidul
1 Dump Truck 6 6 0
2 Amroll 3 3 0
3 Truck Tanki Air 1 1 0
4 Pick Up 2 2 0 Beroperasi jika perlu
5 Exavator 1 1 0
6 Bulldouzer 1 0 1 6 bulan tidak beroprasi
2.2.3. Drainase
2.2.4. Irigasi
Sarana sosial dan kesehatan yang ada di Kabupaten Gunungkidul secara rinci
disajikan dibawah ini:
1. Sarana Pendidikan
2. Sarana Kesehatan
2.2.8. Transportasi
2.2.9. Listrik
2.2.10. Telepon
Lindung dan Budidaya merupakan kawasan yang didalamnya berlangsung kegiatan yang
mempunyai pengaruh besar terhadap kepentingan untuk penyelamatan lingkungan hidup.
2.3.1. Demografi
2.3.2. Migrasi
2.3.3. PDRB
meningkatnya PDRB per kapita masyarakat. Selain itu laju pertumbuhan ekonomi yang
dicerminkan dengan angka PDRB seiring dengan dukungan dana pembangunan,
seharusnya mengalami kenaikan dalam keadaan normal. Data menunjukan bahwa kinerja
perekonomian Kabupaten Gunungkidul semakin menguat.
Laju pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang
digunakan oleh pemerintah sebagai asumsi dasar dalam penyusunan RAPBD serta
mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat disuatu wilayah, yang tercermin dari
kenaikan angka PDRB perkapita. Laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah dihitung
berdasarkan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan.
Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gunungkidul memiliki kecenderungan naik.
Berdasarkan data series pada tahun 2009, 2010 dan 2011 diketahui angka pertumbuhan
ekonomi berkisar antara 4,14; 4,15; dan 4,30.
Tabel 2.5.
PDRB Kabupaten Gunungkidul Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2011
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Rp. Jutaan)
Menurut Lapangan Usaha
Tabel 2.6.
PDRB Kabupaten Gunungkidul Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2011
Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 (Rp Jutaan)
Menurut Lapangan Usaha
Budaya rasulan sendiri masih sangat akrab bagi masyarakat yang ada di
Gunungkidul, salah satunya di desa, Paliyan, Planjan, Karangmojo, Tepus, Semanu,
Playen dan di berbagai desa lainnya. Rasulan atau bersih desa merupakan wujud syukur
dari masyarakat kepada Tuhan atas hasil panen yang mereka dapatkan. Dalam tradisi ini
masyarakat biasanya banyak menggelar kegiatan kesenian atau pegelaran budaya
seperti reog, jathilan wayang dsb. Budaya ini memberikan ikatan tersendiri bagi warga
karena adanya ikatan persaudaraan dengan saling berkunjung, serta kuatnya
kebersamaaan antar warga.
Upaya kesehatan menunjukkan kinerja yang fluktuatif, yang dapat dilihat dari
beberapa indikator antara lain Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 10,4 pada tahun 2007
menjadi 14,10 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2011 mengalami kenaikan walaupun
masih lebih baik dibanding target nasional (<26 per 1000 kelahiran hidup) dan Angka
Kematian Ibu (AKI) sebesar 72,90 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007
meningkat menjadi 161,23 (per 100.000 KH). AKI dan AKB walaupun telah melampaui
target nasional, namun capaiannya masih termasuk rendah di kawasan Asia Tenggara
dan cenderung menurun. Sejalan dengan angka kematian bayi dan angka kematian ibu
yang lebih rendah dari angka nasional. Umur Harapan Hidup (UHH) tahun 2009 juga
menunjukkan pencapaian yang lebih baik yaitu 70,88 tahun dan 70,97 pada tahun 2010
(angka nasional mencapai 70,76 tahun).
Tabel 2.7.
Angka Kelahiran Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010
Kelahiran Kelahiran
No Bulan Kelahiran Umum
Terlambat Dispensasi
1 Januari 713 552 172
2 Februari 517 404 128
3 Maret 621 589 173
4 April 606 708 153
5 Mei 504 674 144
6 Juni 572 797 139
7 Juli 597 991 108
8 Agustus 617 823 112
9 September 457 509 122
10 Oktober 614 751 178
11 Nopember 568 946 162
12 Desember 587 1.753 290
Jumlah 6.976 9.497 1.881
penyakit yang ditularkan melalui air kencing tikus ini. Kondisi geografis di Kabupaten
Gunungkidul yang cenderung kering menyebabkan air kencing tikus bisa segera
menguap terkena sinar matahari. Air kencing tersebut tidak sempat menggenang di
saluran irigasi atau lumpur karena mayoritas ladang penduduk berupa tegalan kering.
Media utama penularan dari tikus ke manusia biasanya melalui air. Kami selalu
memantau laporan mingguan wabah dari rumah sakit dan tidak pernah tercatat adanya
serangan penyakit leptospirosis. Akan tetapi, penyakit ini tetap harus diwaspadai karena
bisa berakibat kematian.
2002, jenis penggunaan lahan tegalan seluas 257,58 km2 atau 40,02% dari seluruh luas
Basin Wonosari, kemudian permukiman seluas 176,39 km2 atau 27,41%, dan hutan
seluas 78,66 km2 atau 12,22%. Penggunaan lahan tersempit berupa kebun campuran
seluas 0,09 atau 0,01% dari seluruh luas Basin Wonosari.
Pola pemanfaatan lahan yang relatif kurang produktif dibanding satuan lainnya,
dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi dan tanah yang berkembang pada satuan ini.
Berdasarkan hasil interpretasi data Citra Landsat Komposit TM dan ETM band 457 Tahun
2002, bentuk penggunaan lahan pada Perbukitan Karst Gunung Sewu didominasi oleh
tegalan seluas 642,88 km2 atau 64,84%, yang diikuti oleh permukiman seluas 174,88 km2
atau 17,67%, dan lahan hutan seluas 112,25 km 2 atau 11,34%. Lahan hutan dapat
dijumpai di wilayah bagian Timur, yaitu di Kecamatan Girisubo dan Rongkop, serta di
bagian Barat, yaitu di Kecamatan Panggang dan Playen.
pemerintahan serta pembangunan pada masa yang akan datang, dan untuk
pengembangan sarana serta prasarana pemerintahan dan pembangunan, diperlukan
adanya kesatuan perencanaan pembangunan.
Variasi bentuk penggunaan lahan yang ada ditentukan oleh kondisi geomorfologi
dan jenis tanah yang berkembang. Hampir setengah wilayahnya dipergunakan untuk
ladang atau tegalan seluas 212,97 km2 atau mencapai 50% dari seluruh luas satuan ini.
Jenis penggunaan lahan ini diusahakan pada tanah yang tidak memungkinkan saluran
irigasi, yaitu mulai dari lahan dataran hingga lereng-lereng perbukitan bahkan lereng
pegunungan yang terjal. Ladang-ladang tersebut biasanya ditanami tanaman semusim,
seperti: kacang tanah, jagung, ketela pohon, dan turi. Berdasarkan hasil interpretasi data
Citra Komposit Landsat TM dan ETM 457 tahun 2002, penggunaan lahan untuk tegalan
terluas (tidak termasuk Kecamatan Ponjong), terdapat di Kecamatan Semin (36,92 Km 2)
dari total area seluruh satuan ekosistem.
Secara terinci penggunaan lahan dan tata guna lahan Kabupaten Gunungkidul
dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5.
Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Gunungkidul
Secara alamiah, dalam suatu wilayah akan terdapat banyak perkotaan yang
masing-masing memiliki ukuran tersendiri, baik dari jumlah penduduk, ketersediaan
fasilitas, aktifitas ekonomi, dan lain-lain. Oleh karena itu, tiap-tiap perkotaan dalam
wilayah tersebut akan memiliki peranan masing-masing sehingga perlu adanya suatu
arahan pembangunan dari suatu wilayah agar tiap-tiap perkotaan yang ada dapat
berfungsi sesuai dengan peranannya masing-masing.
Salah satu metode penataan fungsi perkotaan dalam suatu wilayah adalah
model Hirarki perkotaan. Penataan hirarki perkotaan dimaksudkan agar perkembangan
antar satu kota dengan kota lain dapat berjalan dengan sinergis. Dalam suatu wilayah,
perlu ditentukan perkotaan mana yang menjadi pusat kegiatan dalam lingkup regional dan
perkotaan mana yang menjadi pusat kegiatan dalam lingkup lokal. Implikasi dari
penentuan fungsi perkotaan ini adalah adanya perbedaan akan kebutuhan sarana,
prasarana, maupun infrastruktur yang diperlukan oleh masing-masing perkotaan
berdasarkan hirarkinya. Hal ini dikarenakan Hirarki perkotaan disusun dengan kriteria
formal seperti penjelasan di atas yang berdasarkan kriteria formal (pemerintahan,
kesehatan, pendidikan dan sebagainya) dan kriteria fungsional.
Sistem wilayah yang merupakan bagian dari struktur ruang dan pola ruang yang
mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah. Pengembangan sistem
pelayanan wilayah didasari oleh keinginan menjadikan keterpaduan pelayanan dari
masing-masing perkotaan sesuai dengan ruang lingkup pelayanannya. Konsep
pengembangan wilayah di Kabupaten Gunungkidul meliputi PKWp (Pusat Kegiatan
Wilayah Promosi), PKL (Pusat Kegiatan Lokal), PKLp (Pusat Kegiatan Lokal Promosi),
dan PPK (Pusat Pelayanan Kawasan), yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi yang selanjutnya disebut PKWp adalah kawasan
perkotaan yang dipromosikan berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau
beberapa kabupaten. Dalam hal ini dengan mengembangkan perkotaan dengan
hirarki I. Penetapan PKWp merupakan kewenangan Provinsi DIY dengan ketentuan
perkotaan yang akan dijadikan sebagai PKWp merupakan perkotaan yang secara
regional berfungsi sebagai pusat pelayanan dalam lingkup wilayah Provinsi DIY
2. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
Dalam hal ini dengan mengembangkan perkotaan dengan hirarki II. Penetapan PKL
merupakan kewenangan Provinsi DIY dengan ketentuan perkotaan yang akan
dijadikan sebagai PKL merupakan perkotaan berfungsi sebagai pusat pelayanan
pada lingkup lokal, yaitu pada lingkup satu atau lebih kabupaten.
3. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan
perkotaan yang dipromosikan berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten
atau beberapa kecamatan. Penetapan PKLp merupakan usulan Pemerintah
Kabupaten untuk mengangkat perkotaan tertentu yang dipandang dapat berkembang
menjadi perkotaan yang berfungsi sebagai pusat pelayanan pada lingkup lokal, yaitu
pada lingkup satu atau lebih kabupaten.
1. Sarana Pelayanan:
b. Perguruan Tinggi
2. Prasarana:
a. Terminal tipe A
b. Jalan dengan fungsi sebagai jalan kolektor primer, kolektor sekunder dan lokal
primer dan lokal sekunder.
d. Stadion
e. Pergudangan
1. Fasilitas Pelayanan:
a. Kantor Pemerintah Kecamatan
b. SMA
c. Rumah Sakit Tipe C
f. Unit bank
2. Infratruktur:
Purwosari, dan Kecamatan Saptosari. Sementara itu, Perkotaan berhirarki III yang
ditetapkan sebagai PPK meliputi 10 perkotaan dan 2 Satuan Permukiman yaitu Perkotaan
Ponjong, Perkotaan Purwosari, Perkotaan Saptosari, Perkotaan Paliyan, Perkotaan
Tepus, Perkotaan Tanjungsari, Perkotaan Girisubo, Perkotaan Patuk, Perkotaan
Gedangsari, Perkotaan Ngawen, SP Sambipitu dan SP Jepitu mempunyai fasilitas
pelayanan dan infrastruktur standar sebagai berikut:
1. Fasilitas Pelayanan:
b. SMA
d. Puskesmas
e. Pasar
f. Unit bank
Gambar 2.6.
Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul
a. Kawasan strategis nasional koridor jalur lintas selatan- selatan dan pesisir.
b. Kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya; dan/atau
Jenis kawasan strategis, antara lain, adalah kawasan strategis dari sudut
kepentingan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya,
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, serta fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan
keamanan, antara lain, adalah kawasan perbatasan negara, termasuk pulau kecil
terdepan, dan kawasan latihan militer.
Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, antara lain, adalah
kawasan metropolitan, kawasan ekonomi khusus, kawasan pengembangan ekonomi
terpadu, kawasan tertinggal, serta kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas.
Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya, antara lain, adalah
kawasan adat tertentu, kawasan konservasi warisan budaya, termasuk warisan
budaya yang diakui sebagai warisan dunia. Kawasan strategis dari sudut kepentingan
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, antara lain, adalah
kawasan pertambangan minyak dan gas bumitermasuk pertambangan minyak dan
gas bumi lepas pantai, serta kawasan yang menjadi lokasi instalasi tenaga nuklir.
Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup,
antara lain, adalah kawasan pelindungan dan pelestarian lingkungan hidup, termasuk
kawasan yang diakui sebagai warisan dunia. Nilai strategis kawasan tingkat nasional,
provinsi, dan kabupaten diukur berdasarkan aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan
efisiensi penanganan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Pemerintahan Daerah.
6. Kawasan pusat pengembangan budi daya tanaman pangan dan hortikultura pada
lahan kering di Wonosari;
2. Kawasan konservasi Goa arkeologi di kawasan karst Gunung Sewu meliputi: Goa
Seropan, Goa Bentar, Goa Braholo, Tritis, Song Gupuh, Song Keplek dan Goa
Tabuhan.
2.5.4.5. Kawasan Strategis Dari Sudut Kepentingan Fungsi dan Daya Dukung
Lingkungan Hidup
3. Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang
4. Kawasan Wanawisata dan Hutan Penelitian Tahura Bunder di Kecamatan Patuk dan
Kecamatan Playen, serta Hutan Wanagama I di Kecamatan Playen.
Pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya dan kawasan lindung yang berada
pada kawasan perbatasan lintas wilayah kabupaten/provinsi perlu mendapatkan perhatian
khusus karena memiliki potensi menimbulkan konflik penataan ruang. Pemanfaatan ruang
pada kawasan perbatasan diusahakan melalui upaya kerja sama penataan ruang dan
pengembangan pola-pola kerjasama pembangunan yang saling menguntungkan.
Gambar 2.7.
Peta Rencana Kawasan Strategis Kabupaten Gunungkidul
b. Kawasan sempadan sungai seluas kurang lebih 2.300 ha terdiri dari sungai di
luar kawasan perkotaan dan sungai di dalam kawasan perkotaan dengan lebar
sempadan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
c. Kawasan sempadan waduk, embung, telaga dan laguna seluas kurang lebih 743
ha meliputi dataran sepanjang tepiannya yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fisiknya minimum 50 meter dan maksimum 100 meter dari titik
pasang tertinggi ke arah darat.
Kawasan sempadan pantai seluas kurang lebih 770 (tujuh ratus tujuh puluh)
hektar terletak di sepanjang dataran Pantai Selatan Gunungkidul dengan daerah
selebar minimum 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Penetapan batas Sempadan Pantai mengikuti ketentuan:
3) Perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana
alam lainnya;.
5) Pengaturan akses publik; serta pengaturan untuk saluran air dan limbah
Arahan Kawasan yaitu melindungi wilayah pantai dari usikan kegiatan yang
mengganggu kelestarian fungsi pantai
Sempadan pantai yang ditetapkan pada daratan sepanjang tepian yang lebarnya
proporsional disesuaikan dengan:
1) Bentuk dan kondisi fisik pantai yang lebar sempadan pantai dihitung dari titik
pasang tertinggi, termasuk kemungkinan ancaman bahaya tsunami fungsi/
aktifitas yang berada di pinggirannya perlindungan terhadap gempa dan atau
tsunami.
3) Perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana
alam lainnya.
5) Pengaturan akses publik; serta pengaturan untuk saluran air dan limbah.
Kawasan sempadan sungai seluas kurang lebih 2.300 (dua ribu tiga ratus) hektar
terdiri dari sungai di luar kawasan perkotaan dan sungai di dalam kawasan
perkotaan dengan lebar sempadan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Kawasan sempadan waduk, embung, telaga dan laguna seluas kurang lebih 743
(tujuh ratus empat puluh tiga) hektar meliputi dataran sepanjang tepiannya yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisiknya minimum 50 (lima
puluh) meter dan maksimum 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke
arah darat.
3) Pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum.
Goa merupakan kenampakan yang langka, goa hanya terbentuk pada batuan
karbonat seperti batugamping seperti di kawasan karst Gunung Sewu, dan
sangat sedikit pada batuan volkanik.
Goa-goa karst berfungsi sebagai alur sungai bawahtanah, disamping itu dalam
goa-goa karst banyak terdapat ornamen yang indah. Dibeberapa goa, mulut goa
juga berfungsi sebagai jalan masuk atau keluarnya air bawah tanah.
Sempadan jaringan irigasi meliputi seluruh kawasan yang ada di sekitar jaringan
irigasi yang merupakan kawasan lindung yang pemanfaatannya sebagai ruang
terbuka hijau. Sehingga hanya bangunan pengairan saja yang diperbolehkan.
Ketentuan tentang sempadan jaringan irigasi didasarkan pada besar kecilnya
kemampuan aliran/debit air irigasi. Kawasan sempadan jaringan irigasi terletak di
kecamatan yang memiliki saluran irigasi primer dan sekunder dengan lebar
sempadan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ruang terbuka hijau dapat pula direncanakan sebagai ruang evakuasi bencana.
Penempatan ruang evakuasi bencana diletakkan pada ruang aman yang
terdekat dengan kawasan berpotensi terjadi bencana yang disebabkan oleh
alam. Guna menunjang kelancaran proses evakuasi bencana maka perlu
pengaturan jalur evakuasi bencana yang direncanakan berdasarkan kondisi
wilayah.
Rencana penetapan luas ruang terbuka hijau perkotaan hingga akhir tahun
rencana secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9.
Rencana Ruang Terbuka Hijau Perkotaan
Kawasan suaka alam adalah suatu kawasan dengan ciri khas tertentu baik
didarat maupun di perairan yang mempunyai fungsi sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang
juga berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan.
b) Kawasan suaka margasatwa kelelawar dan flora fauna khas goa karst
berada di Kecamatan Panggang, Kecamatan Saptosari, Kecamatan
Semanu, Kecamatan Girisubo dan Kecamatan Ponjong.
Kawasan cagar budaya merupakan tempat serta ruang dan sekitarnya, baik
hasil bentukan alam maupun hasil karya cipta manusia mempunyai manfaat
tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Di Kabupaten Gunungkidul
yang merupakan kawasan cagar budaya terdiri atasKawasan lindung cagar
budaya dan ilmu pengetahuan di Kabupaten Gunungkidul meliputi:
Guna mengurangi resiko bencana pada kawasan rawan gempa bumi maka
dilakukan usaha:
g) Wilayah lain dengan kemiringan lereng lebih dari atau sama dengan
40%.
Guna mengurangi resiko bencana longsor dan erosi maka dilakukan usaha:
jalan primer dan mudah diakses. Serta diletakkan pada ruang terbuka atau
bangunan gedung yang aman dan terdekat dengan kawasan yang
berpotensi terjadi bencana yang secara detail akan diatur dalam Rencana
Detail Tata Ruang.
Pantai Siung, Pantai Krakal, Pantai Kukup, Pantai Sundak, Pantai Drini,
Pantai Baron, Pantai Ngrenehan, Pantai Nguyahan, dan Pantai Gesing;
Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi sebagai tempat
migrasi dan perkembangbiakan satwa penyu laut berada di Pantai Drini Kecamatan
Tepus.
Gambar 2.8.
Peta Rencana Kawasan Lindung Kabupaten Gunungkidul
Jenis penggunaan lahan lainnya yang cukup luas adalah permukiman (159,19
km2 atau 37,38%), sawah tadah hujan (38,11 km2 atau 8,95%), dan hutan (33,27 km2 atau
7,81%). Lahan permukiman yang cukup luas (tidak termasuk Kecamatan Ponjong)
terdapat di Kecamatan Patuk dan Gedangsari, sawah tadah hujan terluas terdapat di
Kecamatan Semin, sedang hutan terluas terdapat di Nglipar, yang berupa hutan negara
dan sebagian hutan rakyat.
Secara terinci penggunaan lahan dan tata guna lahan Kabupaten Gunungkidul
dapat dilihat pada Tabel 2.10.
Jenis Lahan
sawah Bukan Sawah
No Kecamatan Bangunan
Pengairan Pengairan ½ Pengairan Irigasi Non Tadah Tegal/ Kolam/ Hutan Hutan
dan Lainnya
Teknis Teknis Sederhana PU Hujan Ladang Empang Rakyat Negara
Pekarangan
1 Panggang 0 0 0 0 22 623 4.329 1 2.215 2.029 577
2 Purwosari 0 0 70 0 100 447 3.884 0 2.217 320 228
3 Paliyan 0 0 0 0 31 932 2.175 0 403 2.072 195
4 Saptosari 0 0 0 0 0 832 6.950 0 0 755 245
5 Tepus 0 0 0 0 0 487 3.301 2 5.395 0 995
6 Tanjungsari 0 0 0 0 0 518 2.603 0 3.737 0 303
7 Rongkop 0 0 0 0 0 613 2.763 39 4.153 0 779
8 Girisubo 0 0 0 0 0 439 3.196 0 5.397 0 424
9 Semanu 0 0 195 0 0 2.042 7.342 0 312 559 389
10 Ponjong 130 194 42 0 324 1.891 6.535 42 154 0 1.137
11 Karangmojo 0 382 168 24 36 3.397 2.187 16 482 925 395
12 Wonosari 0 35 23 24 0 2.138 4.354 1 242 303 431
13 Playen 0 0 125 0 151 1.651 3.995 0 138 4.066 400
14 Patuk 0 149 185 0 827 2.122 2.717 0 7 691 506
15 Gedangsari 0 30 27 0 1.247 1.914 3.032 1 35 0 490
16 Nglipar 0 31 119 30 100 2.147 2.170 2 203 1.874 711
17 Ngawen 0 13 8 0 1.080 1.265 1.802 0 222 0 269
18 Semin 0 275 76 0 1.592 1.961 3.492 0 117 123 256
Jumlah 130 1.109 1.038 78 5.510 25.419 66.827 104 25.339 13.717 8.730
Sumber: Gunungkidul Dalam Angka, 2012
2.6. KEPENDUDUKAN
Dengan luas wilayah 1.485,36 kilometer persegi yang didiami 677.998 ribu jiwa
maka rata-rata kepadatan penduduk Gunungkidul adalah sebesar 456 jiwa/km2.
Kecamatan yang paling tinggi kepadatannya adalah Kecamatan Wonosari sebesar 1.051
jiwa/km2 sedangkan Kecamatan yang paling rendah kepadatannya adalah Kecamatan
Girisubo sebesar 235 jiwa/km2 sebagaimana disajikan pada Tabel 2.12.
Tabel 2.11.
Rasio Jenis Kelamin Penduduk Menurut Kecamatan
Di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011
Rasio Jenis
No Kecamatan Laki-laki Perempuan
Kelamin (%)
1 Panggang 12.760 13.844 92,17
2 Purwosari 9.331 10.162 91,83
3 Paliyan 14.001 15.153 92,40
4 Saptosari 16.563 17.790 93,10
5 Tepus 15.252 16.714 91,25
6 Tanjungsari 12.397 13.363 92,77
7 Rongkop 13.004 13.963 93,13
8 Girisubo 10.567 11.675 90,51
9 Semanu 24.998 26.866 93,05
10 Ponjong 24.151 25.772 93,71
11 Karangmojo 23.570 25.317 93,10
12 Wonosari 38.814 40.545 95,73
13 Playen 26.488 28.308 93,57
14 Patuk 14.932 15.668 95,30
Rasio Jenis
No Kecamatan Laki-laki Perempuan
Kelamin (%)
15 Gedangsari 17.322 18.029 96.08
16 Nglipar 14.442 15.339 94,15
17 Ngawen 15.453 16.298 94,82
18 Semin 23.796 25.351 93,86
Kabupaten Gunungkidul 327.841 350.157 93,63
Sumber: Gunungkidul Dalam Angka, 2012
Tabel 2.12.
Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan
di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011
Kepadatan
Luas Wilayah Banyaknya
No Kecamatan Penduduk per
(km2) Penduduk (jiwa)
km2
1 Panggang 99.80 26.503 267
2 Purwosari 71.76 19.493 272
3 Paliyan 58.07 29.154 502
4 Saptosari 87.83 34.354 391
5 Tepus 104.91 31.966 305
6 Tanjungsari 71.63 25.760 360
7 Rongkop 83.46 26.967 323
8 Girisubo 94.57 22.242 235
9 Semanu 108.39 51.864 478
10 Ponjong 104.49 49.924 478
11 Karangmojo 80.12 48.887 610
12 Wonosari 75.51 79.359 1051
13 Playen 105.26 54.796 521
14 Patuk 72.04 30.600 425
15 Gedangsari 68.14 35.351 519
16 Nglipar 73.87 29.781 403
17 Ngawen 46.59 31.751 682
18 Semin 78.92 49.147 623
Kab.Gunungkidul 1485.36 677.998 456
Sumber: Gunungkidul Dalam Angka, 2012
Pendapatan daerah selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir selalu mengalami
kenaikan, akan tetapi porsi terbesar dalam pendapatan daerah di Kabupaten Gunungkidul
masih bersumber pada dana perimbangan yang berasal dari Pemerintah Pusat, baik DAU
maupun DAK. Untuk tahun 2013 pendapatan daerah Kabupaten Gunungkidul
diproyeksikan masih didominasi dari dana perimbangan, sehingga tingkat ketergantungan
daerah kepada Pemerintah Pusat masih tinggi. Kondisi ini tentu harus disikapi secara
bijak, serta terus memacu peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah sehingga
secara bertahap akan dapat mengurangi tingkat ketergantungan keuangan daerah
kepada pemerintah. Adapun realisasi dan pendapatan Kabupaten Gunungkidul dalam
kurun waktu tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 2.13.
Jumlah
No Uraian Realisasi Tahun 2010 Realisasi Tahun 2011 Tahun Berjalan 2012
Rp (%) Rp (%) Rp (%)
1 2 3 4 5 6 7 8
1 PENDAPATAN 797.585.111.634 100,00 843.349.755.767 100,00 1.010.100.99.320 100,00
1.1. Pendapatan Asli Daerah 40.963.061.129 5,14 41.985.405.426 4,98 55.600.362.114 5,50
1.1.1 Pajak Daerah 6.646.500.000 0,83 7.128.000.000 0,85 8.328.000.000 0,82
1.1.2 Retribusi Daerah 24.058.383.800 3,02 8.656.638.400 1,03 17.231.673.789 1,71
1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 4.713.845.346 0,59 4.293.412.094 0,51 4.760.475.900 0,47
1.1.4 Lain-lain PAD yang Sah 5.544.331.993 0,70 21.907.354.932 2,60 25.280.212.425 2,50
1.2. Bagian Dana Perimbangan 635.329.110.564 79,66 664.560.733.149 78,80 787.156.403.966 77,93
1.2.1 Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 36.461.208.584 4,57 33.092.029.149 0,92 26.827.494.900 2,83
1.2.2 Dana Alokasi Umum 521.293.704.000 65,36 572.300.004.000 67.86 687.944.489.000 68,11
1.2.3 Dana Alokasi Khusus 77.54.200.000 9,73 59.168.700.000 7,02 70.584.420.000 2,90
1.3. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah 121.292.939.911 15,21 136.803.617.192 16,22 167.343.333.240 16,57
1.3.1 Bagi Hasil Pajak Provinsi 25.627.683.941 3,21 25.003.617.192 2,96 29.281.850.000 2,90
1.3.2 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 65.034.896.000 8,15 100.000.000.000 11,86 126.836.483.240 12,56
1.3.3 Bantuan Keuangan dari Provinsi 16.200.000.000 2,03 11.800.000.000 1,40 11.225.000.000 1,11
1.3.4 Pendapatan Hibah 14.400.000.000 1,81
Sumber: RKPD Kabupaten Gunungkidul, 2012
2. Belanja Tidak Langsung, meliputi Belanja Pegawai, Belanja Bunga, Belanja Subsidi,
Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, Belanja Bantuan Keuangan kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, serta Belanja Tidak Terduga.
3. Belanja Langsung, meliputi Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, serta Belanja
Modal.
Jumlah
NO Uraian Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun Berjalan 2012
Rp (%) Rp (%) Rp (%)
1 2 3 4 5
1 BELANJA DAERAH 854.761.024.034 100,00 929.749.697.769 100,00 1.075.636.625.331 100,00
1.1 Belanja Tidak Langsung 635.026.983.298 74,29 673.744.383.373 72,47 747.060.817.900 69,45
1.1.5 Belanja Bagi Hasil Kepada Pemerintah Desa 3.140.002.632 0,37 3.240.322.572 0,35 3.447.083.200 0,32
1.1.6 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Desa 41.223.790.000 4,82 42.484.206.000 4,57 46.086.349.000 4,28
1.1.7 Belanja Tidak Terduga 1.133.906.414 0,13 1.349.340.000 0,15 3.250.000.000 0,30
1.2 Belanja Langsung 219.734.040.736 25,71 256.005.314.396 27,53 328.575.807.432 30,55
1.2.2 Belanja Barang dan Jasa 79.479.195.061 9,30 84.879.571.260 9,13 104.299.997.719 9,70
Pembiayaan daerah yaitu semua penerimaaan yang perlu dibayar kembali dan
atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran berjalan
maupun tahun-tahun anggaran sebelumnya. Pembiayaan daerah digunakan untuk
menutup defisit anggaran yang terjadi maupun untuk memanfaatkan surplus anggaran.
Tabel 2.15.
Realisasi Pembiayaan Daerah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010 s.d. 2014
Jumlah
No Uraian Realisasi Realisasi Tahun
Tahun 2010 Tahun 2011 Berjalan 2012
1 2 3 4 5
1 PEMBIAYAAN DAERAH 57.175.912.399 86.399.939.002 65.536.526.011
1.1 Penerimaan Pembiayaan 59.263.407.309 91.349.565.912 73.505.852.921
1.1.1 SiLPA 57.667.207.309 89.753.365.912 72.089.852.921
1.1.2 Penerimaan Kembali 1.596.200.000 1.596.200.000 1.416.000.000
Pemberian Pinjmanan
Jumlah
No Uraian Realisasi Realisasi Tahun
Tahun 2010 Tahun 2011 Berjalan 2012
1 2 3 4 5
1.2.1 Penyertaan Modal (Investasi) 1.580.200.000 3.300.000.000 6.500.000.000
Pemerintah Daerah.