Anda di halaman 1dari 4

Analisis Kebijakan Pembatasan

Sosial Berskala Besar (PSBB) di


Beberapa Wilayah di Indonesia :
“PSBB Kenapa Jadi Ribet sih?”
BY REDAKSIWEB  APRIL 16, 2020 256 VIEWS

Selayang pandang PSBB

Status darurat Covid-19 saat ini pantas diberikan kepada Indonesia. Hal ini dikarenakan semakin
melonjaknya jumlah kasus positif Covid-19 di beberapa wilayah di Indonesia. Bukan hanya itu,
dilansir dari liputan6.com, Fatality rate atau presentase jumlah kasus meninggal yang disebabkan
oleh pandemik ini di wilayah Indonesia tercatat menjadi ranking 1 se-Asia. Secara keseluruhan,
Indonesia berada di ranking 2 dunia dengan persentase tingkat kematian 9,36 persen.[1] ntuk itu,
berbagai upaya terus dikerahkan oleh pemerintah untuk mengurangi penularan penyakit ini.
Salah satunya yaitu mulai diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah
DKI Jakarta. Bukan hanya di wilayah Ibu Kota, kebijakan ini juga akan di terapkan di beberapa
kabupaten/kota lain karena sudah disetujui oleh Kementerian Kesehatan. Beberapa wilayah
tersebut seperti Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, dan Kota
Bekasi.

PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga
terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan penyebaranya. Hal itu sebagaimana tertuang dalam pasal 1 Permenkes No 9 Tahun
2020 sebagai peraturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus
Disease 2019 (Covid-19) yang berbunyi:

“Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam
suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sedemikian rupa
untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid 19).”

PSBB dianggap sebagai upaya yang tepat untuk mengurangi penyebaran penyebaran penyakit
ini. Hal ini karena dengan adanya PSBB berarti akan adanya pembatasan kegiatan tertentu
penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 sedemikian rupa. Kegiatan
tertentu yang dimaksud adalah meliburkan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan
keagamaan, kegiatan di tempat umum, kegiatan sosial budaya, pembatasan moda transportasi,
dan kegiatan lain. PSBB berbeda dengan karantina wilayah atau lockdown yang istilahnya lebih
populer di masyarakat. Dalam karantina wilayah, masyarakat sama sekali tidak diperbolehkan ke
luar rumah.
Kriteria yang sangat birokratis

Pemberlakuan status PSBB di sebuah wilayah tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Banyak kriteria yang harus dipenuhi pemerintah daerah sebelum menetapkan status PSBB di
wilayahnya. Kriteria-kriteria tersebut menurut saya sangat birokratis karena rumitnya mengurus
administrasi. Beberapa kriteria diantaranya; jumlah kasus atau jumlah kematian akibat penyakit
meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah. Jumlah kasus tersebut
harus dibuktikan dengan adanya data pemerintah daerah harus melaporkan data secara rinci
mengenai jumlah kasus Covid-19 yang berada diwilayahnya. Hal ini menurut penulis cukup
berbelit. Karena data diasumsikan ada di daerah. Dengan kata lain, Kemenkes tidak punya sistem
pemantauan dan data sendiri. Seolah-olah ini masalah pemerintah daerah. Seharusnya,
pemerintah pusat harus mempunyai basis data tersendiri guna mengontrol pemerintah-
pemerintah daerah. Karena bagaimanapun data sangat mudah untuk dimanipulasi. Seharusnya,
menurut saya, tidak perlu ada kriteria jumlah kasus minimal suatu daerah untuk bisa menerapkan
PSBB di daerahnya. Karena akan semakin banyak korban dan akan mempersulit pemutusan
rantai penyebaran covid-19. Jika PSBB dilakukan se-dini mungkin tanpa harus memenuhi
kriteria tersebut, maka akan mempermudah pemutusan rantai penyebaran virus ini.

Kriteria selanjutnya yaitu daerah yang mengajukan penerapan PSBB, kasusnya harus terdapat
kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain sebagaimana diatur
dalam pasal 4 ayat (2). Menurut saya, hal tersebut bukan perkara gampang diselesaikan dalam
waktu dekat, sementara di sisi lain daya penyebaran Covid-19 sangat tinggi.

Ketentuan dalam pasal 4 ayat (4) juga akan sulit dipenuhi beberapa daerah. Di sana dijelaskan
bahwa harus ada kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain
sebagaimana tertulis dalam pasal 2 b. serta ditegaskan pula bahwa data transmisi lokal harus
disertai dengan hasil penyelidikan epidemiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan
generasi kedua dan ketiga. Misalnya dalam suatu daerah terdapat banyak penduduk yang positif
covid-19. Sebelum bisa menerapkan PSBB pemerintah daerah harus melakukan contact
tracking terhadap masing-masing orang yang terjangkit. Jika menunggu proses tracking  selesai,
tentunya itu akan sangat memakan waktu. Sementara penyebaran virus ini sangat cepat bahkan
hingga lebih dari 200 kasus positif baru setiap harinya di Indonesia .

Kriteria selanjutnya yaitu pengajuan PSBB juga harus disertai informasi mengenai kesiapan
daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan,
anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan. Hal tersebut
menurut saya tidak bisa dipukul rata di semua wilayah di Indonesia. Misalnya di wilayah
pedalaman seprti papua. Fasilitas kesehatan di sana masih kurang memadai dikarenakan
minimnya pendanaan untuk membangun serta penyediaan jasa pelayanan kesehatan. Selain itu,
jika tanggung jawab pangan ada di daerah miskin, misalnya daerah yang memiliki APBD kecil
tetapi dengan wilayah yang besar, pasti akan membebankan. Menurut saya, sebaiknya
pemerintah pusat sebelum memberikan syarat, harus diimbangi dengan mobilisasi bantuan
terlebih dahulu

Dampak PSBB
Terlepas dari rumitnya kriteria pemerintah pusat terhadap daerah yang ingin menerapkan PSBB,
sebenarnya ada beberapa efek positf akibat pembatasan aktivitas warga tersebut diantaranya
yang pertama dan merupakan tujuan utama diterapkannya kebijakan ini yaitu untuk
meminimalisir penyebaran Covid 19. Hal ini dikarenakan dengan adanya PSBB akan
mengurangi kontak fisik secara langsung antar warga. Sebagaimana yang kita ketahui bersama,
virus Covid 19 ini sangat mudah sekali penularannya, untuk itu kita dihimbau untuk tetap
menjaga jarak dengan orang lain. Hal ini ditakutkan jika seorang yang ternyata positif Covid 19
melakukan kontak fisik dengan kita secara langsung atau berada dengan jarak yang sangat dekat
akan dengan mudah menularkan virus tersebut melalui kegiatan seperti berjabat tangan, terkena
cairan tubuh saat batuk dan bersin dan lain-lain. Dengan adanya PSBB ini setidaknya
mengurangi kemungkinan tertularnya virus ini.

Selanjutnya dampak positif lain yaitu kualitas Udara di daerah Perkotaan lebih baik karena
pembatasan tersebut. Adanya virus corona, membuat warga tetap berada di dalam rumah demi
mencegah menyebarnya virus tersebut. dengan melakukan aktivitas di rumah, ini membuat
kualitas udara di Indonesia lebih baik. Berdasarkan aplikasi pemantau udara IQ Air Visual
menunjukkan peringkat Jakarta dalam polusi udara dengan nilai 42 dalam rentan 0 sampai 500
pada pukul 11.13 WIB per 2 April 2020.

Selain itu, bagi masyarakat perkotaan hal ini akan mempererat keakraban bersama keluarga
karena dalam kehidupan sehari-hari mereka sibuk bekerja dan tidak ada waktu bersama keluarga.
Bagi sebagian orang apalagi di kota-kota besar, selama ini segala kesibukan dan aktivitas di luar
mungkin terasa lebih menyita waktu dibanding menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah.
Namun, dengan pemberlakuan pembatasan fisik dan sosial saat ini tentunya kebersamaan dengan
keluarga semakin intim. Makin seringnya berinteraksi, maka semakin akrab dengan karakter
setiap anggota keluarga. Sesuatu yang sebelumnya mungkin amat jarang dilakukan kecuali di
saat libur atau cuti.

Namun tak hanya dampak positif yang akan didapat jika diterapkannya PSBB, beberapa dampak
negatif juga tak bisa dihindari, salah satu dan yang paling ikut terpengaruh yaitu Perputaran roda
ekonomi akan berhenti sehingga pendapatan nasional akan menurun. Banyak orang-orang yang
bekerja disektor wiraswasta seperti para pedagang khususnya pedagang kali lima akan sepi
pembeli dikarenakan para pembeli akan sangat mengurangi kegiatannya diluar rumah. Bagi
mereka yang menggantungkan hidupnya dengan cara berjualan dengan cara tradisional,
konsep work from home tentunya tidak relevan. Untuk itu, jika kebijakan PSBB resmi di
berlakukan di beberapa wilayah, mereka akan kehilangan banyak penghasilan dan akan sangat
kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Kemudian, jika PSBB ini diterapkan akan terjadi banyak PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)
berskala besar yang akan menimbulkan masalah baru seperti penjarahan sosial. Hal itu
merupakan sebuah keniscayaan. Karena orang-orang korban PHK, otomatis akan kehilangan
mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tentunya bagi sebagian orang yang
mungkin kurang memiliki pendidikan, berbagai cara akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Bukan tidak mungkin mereka akan melakukan tindak criminal seperti pencurian dan
perampokan.
Untuk itu, sebelum diterapkannya PSBB harus diperhatikan beberapa hal yang sudah dijelaskan
diatas. Salah satunya yaitu pemerintah pusat seharusnya tidak memberikan kriteria yang
memberatkan pemerintah daerah dengan sistem administrasi yang rumit. Hal tersebut akan
memakan banyak waktu sementara penyebaran virus ini sagat tidak terkendali. Bisa saja dengan
prosedur yang rumit, akan banyak korban yang berjatuhan sebelum diterapkannya PSBB ini.
Selain itu, penerapan PSBB ini juga memiliki dampak. Salah satu dampak negatifnya,
masyarakat akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu, kembali peran pemerintah
juga sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi hal tersebut.

[1] https://www.liputan6.com/global/read/4218444/data-malaysia-sebut-tingkat-kematian-
corona-covid-19-indonesia-nomor-2-di-dunia

[2] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200402114833-20-489506/imbas-darurat-corona-
kualitas-udara-di-jakarta-membaik

Sumber gambar : Suara.com

Muhammad Taufiq Ramadhan


Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya

Anda mungkin juga menyukai