Anda di halaman 1dari 12

BROSUR

OLEH :
TIM PENYULUH
KECAMATAN MADAPANGGA

PASCA PANEN JAGUNG

PENDAHULUAN
Pasca panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan
kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca panen dapat
mengakibatkan kerugian yang sangat besar bahkan produk kehilangan nilai
ekonomi. Karena itu penanganan pasca panen secara benar perlu  mendapat
prioritas dalam proses produksi usahatani
Menurut para ahli dalam proses produksi jagung, energi yang dibutuhkan
untuk kegiatan produksi sekitar 32% dari total energi yang dibutuhkan sedangkan
untuk penanganan panen dan pasca panen mencapai 72%. Hal ini menunjukan
bahwa penanganan panen dan pasca panen secara benar membutuhkan curahan
kerja yang cukup besar,  sebagai gambaran energi yang dibutuhkan dalam proses
produksi jagung sebagai berikut:
-                Pembajakan 16%
-                Pemeliharaan dan penanaman 12%
-                Pemanenan 6%
-                Pengeringan 60%
-                Transportasi 6%
 KEGIATAN PASCA PANEN JAGUNG
Pasca panen adalah tahapan kegiatan sejak pemungutan hasil di lapangan
sampai siap untuk dipasarkan, sedangkan penanganan pasca panen merupakan
tindakan yang disiapkan atau dilakukan pada hasil pertanian agar hasil pertanian
siap dan aman untuk dikonsumsi atau diolah lebih lanjut oleh industri.  

PENGARUH KEGIATAN PASCA PANEN


 TERHADAP MUTU JAGUNG
Kerusakan jagung akibat penanganan pasca panen yang salah dapat terjadi
pada setiap tahapan kegiatan karena Jagung membutuhkan penanganan yang
cepat setelah panen. Beberapa kegiatan pasca panen yang berpengaruh terhadap
mutu jagung sbb :
Tabel 1. Kegiatan Pasca Panen yang Berpengaruh Terhadap Kerusakan Jagung
Kegiatan Kadar air Butir Rusak Butir warna Kotoran
lain
Pemanenan V V V V
Pengangkutan - - - V
Pengeringan V V V V
Pemipilan V V - V
Penundaan V V V -
Penyimpanan V V V V
Keterangan:
V = berpengaruh
- = tidak berpengaruh
 BENTUK KERUSAKAN  BIJI JAGUNG
a.  Rusak Fisik
Berupa kerusakan endosferm, terutama disebabkan sering terjadinya
perubahan kadar air, perubahan kadar air disebabkan oleh cuaca seperti panas,
hujan, pergantian siang dan malam. Butir retak dalam proses selanjutnya dapat
menjadi butir pecah, juga dapat disebabkan oleh proses pemipilan dengan
menggunakan alat pemukul atau mesin perontok yang kurang sempurna.
b. Rusak Bilogis
Disebabkan oleh kegiatan selama penyimpanan seperti hama, jamur, dan
mikroba. Padaserangan hama sebagian endosferm dimakan dan sisanya
berupa butir berbetuk biji cacat. Biji cacat mudah mengalami oksidasi asam
lemak, menghasilkan asam lemak bebas dan memberikan bau tidak enak.
Hama tikus merupakan sumber kontaminasi jagung yang berupa bulu dan
kotoran sehingga mutu jagung menjadi rendah
c.   Rusak Kimia
Disebabkan adanya dekomposisi kimia selama penyimpanan, seperti
penurunan kadar karbohidrat, protein, dan lemak karena metabolisme baik oleh
serangga dan mikroba maupun oleh biji-bijian yang disimpan. Rusak kimia tidak
dapat diamati secara visual.

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN JAGUNG


WAKTU PANEN
Umur panen jagung tergantung dari masing-masing varitas yang ditanam,
tetapi biasanya 2 bulan setelah 50% keluar rambut. Umur panen pada beberapa
varietas jagung sbb :
Tabel 2. Umur Panen Potensi Hasil Dan Rata-Rata Hasil Berbagai Varietas
Jagung
Varietas Umur Potensi Hasil Rata- rata
(Ton/ha) Hasil (Ton/ha)
C5 95-105 - 8,0
C6 98-105 - 10-10,3
C7 95-105 10-12,4 8,1
Pioneer 10 93-117 10-11 7,66
Pioneer 11 96-124 10-12 7,66
Pioneer 12 92-120 10-12 8,105
Pioneer 13 90-115 10-11 8,027
Pioneer 14 89-112 10-11 7,578
CPI -1 97 - 6,2
CPI- 2 97 8-9 6,2
IPB 4 100-105 - 6,6
Semar  1 95-100 8-9 5,3-6,4
Semar 2 91 - 5,0-6,1
Semar 3 94 8-9 5,3

Secara visual, jagung sudah siap dipanen bila :


 Batang, daun dan kelobot berubah menjadi kuning atau telah mengering
 Klobot kering berwarna kuning dan bila dikupas biji mengkilap.
 Bila biji ditekan dengan kuku tidak berbekas.
 Terdapat bintik hitam pada bagian biji yang melekat pada tongkol
CARA PANEN
 Panen dilakukan pada kadar air 17-18%
 Sebelum dipanen dapat dilakukan pemangkasan batang bagian atas untuk
menurunkan kadar air tongkol disertai dengan pengupasan klobot sebagian
atau seluruhnya
 Cara panen jagung yang matang fisiologis adalah dengan memutar tongkol
berikut kelobotnya, atau dapat dilakukan dengan mematahkan tangkai
buah jagung. Pada lahan yang luas dan rata pemanenan sangat cocok bila
menggunakan alat mesin

PERLAKUAN HASIL
Pemisahan Tongkol
Pemisahan tongkol dilakukan untuk memisahkan tongkol yang baik dan kurang
baik. Dengan tujuan
 Menghindari Penularan Hama Penyakit
 Menjaga Kualitas Jagung Pipilan Yang Dihasilkan
 Memudahkan penanganan selanjutnya
Pengupasan
Jagung dikupas pada saat masih menempel pada batang atau setelah
pemetikan selesai. Pengupasan dilakukan untuk menjaga agar kadar air di dalam
tongkol dapat diturunkan dan kelembaban di sekitar biji tidak menimbulkan
kerusakan biji atau mengakibatkan tumbuhnya cendawan. Pengupasan dapat
memudahkan atau memperingan pengangkutan selama proses pengeringan.
Pengeringan
Pengeringan merupakan kegiatan kritis selama urutan pemanenan
pengeringan yang kurang baik mengakibatkan turunnya mutu jagung
Tujuan pengeringan
o Menurunkan kadar air biji sehingga aktivitas biologis terhenti dan
mikroorganisme serta serangga tidak bisa hidup di dalamnya
o Meningkatkan daya simpan biji jagung
o Pengangkutan lebih ringan, sehingga biaya pengangkutan dapat dikurangi
o Khusus untuk jagung yang akan digunakan sebagai benih, pengeringan
dapat meningkatkan Viabilitas benih (tingkat pertumbuhan benih)
o Meningkatkan nilai ekonomi jagung
o Menghindari kontaminasi biji jagung dari cendawan Aspergilus flavus yang
dapat meningkatkan aflatoxin ambang batas Aspergilus flavus menurut
FAO 30 (pbb)
Cara pengeringan
1. Pengeringan alami
 Pengeringan dapat dilakukan dengan bentuk tongkol berkelobot, tanpa
kelobot, dan pipilan.
 Untuk menurunkan kadar air dari 38% menjadi 12-14% pada ketiga bentuk
jagung tersebut dibutuhkan waktu masing-masing 91 jam, 87 jam dan 57
jam
 Menggunakan alas atau lantai atau digantung
 Kadar Air berkisar 9-12%
2. Pengeringan melalui Pengasapan
 Dilakukan dengan cara memberikan asap
 Jarak jagung dengan tongkol dari sumber asap 80 cm
 Lama pengasapan 7 hari
 Penurunan kadar air dari 29% menjadi 14%
3. Pengeringan dengan mesin
 Menggunakan mesin pengering
 Panas pengeringan 38-430 C
 Kadar air 12-13%
Keuntungan Penggunaan  Mesin Pengering
1. Mengemat tenaga manusia terutama musim penghuja
2.  Dapat digunakan setiap saat
3. Dapat dilakukan pengaturan suhu sesuai kadar air yang diinginkan
4. Pengeringan dapat dilakukan sekaligus atau bertahap
Pengeringan awal
Tujuan
 Menurunkan Kadar air dari kering panen menjadi 18-20%
 Memudahkan pemipilan
 Mempercepat pemipilan
 Mengurangi butir rusak, terkelupas kulit terluka dan cacat akibat pemipilan
Pengeringan akhir
 Tujuan menurunkan kadar air dari 18-20% menjadi 12-14%
 Dilakukan terhadap jagung yang sudah dipipil
Pemipilan
 Tujuan  Memisahkan biji dari tongkol
 Dilakukan jika Tongkol kering dan setelah dijemur sampai kering ( Kadar air
bji  18%-20%).  jagung dipipill Pemipilan dapat menggunakan tangan atau
alat pemipil jagung bila jumlah produksi cukup besar. Pada dasarnya
“memipil” jagung hampir sama dengan proses perontokan gabah, yaitu
memisahkan biji-biji dari tempat pelekatan. jagung melekat pada tongkolnya,
maka antara biji dan tongkol perlu dipisahkan.
Tradisional
 Kerusakan rendah
 Dapat memilih yang rusak
 Kapasitas rendah
 Mekanis
 Kerusakan biji relatif lebih besar
 Kapasitas produksi relatif  tinggi
 Kehilangan hasil relatif lebih besar

PENYORTIRAN DAN PENGGOLONGAN


Setelah jagung terlepas dari tongkol, biji-biji jagung harus dipisahkan dari
kotoran atau apa saja yang tidak dikehendaki, sehingga tidak menurunkan
kualitas jagung. Yang perlu dipisahkan dan dibuang antara lain sisa-sisa tongkol,
biji kecil, biji pecah, biji hampa, kotoran selama petik ataupun pada waktu
pengumpilan. Tindakan ini sangat bermanfaat untuk menghindari atau menekan
serangan jamur dan hama selama dalam penyimpanan. Disamping itu juga dapat
memperbaiki peredaran udara. Untuk pemisahan biji yang akan digunakan sebagai
benih terutama untuk penanaman dengan mesin penanam, biasanya
membutuhkan keseragaman bentuk dan ukuran buntirnya. Maka pemisahan ini
sangat penting untuk menambah efisiensi penanaman dengan mesin. Ada
berbagai cara membersihkan atau memisahan jagung dari campuran kotoran.
Tetapi pemisahan dengan cara ditampi seperti pada proses pembersihan padi,
akan mendapatkan hasil yang baik.

PENGEMASAN
Tujuan
o Memudahkan penanganan (pemindahan dan penyimpanan)
o Perlindungan dari cuaca diharapkan pengemasan dapat melindungi biji
jagung dari cuaca luar yang merugikan misalnya kelembaban udara yang
tinggi, bocoran hujan.
o Perlindungan dari gangguan hama selama penyimpanan
o Perlindungan dari gangguan  cendawan
Bahan kemasan yang dapat digunakan
o Kantung plastik
o Kertas
o Karung atau wadah yang kaku
Persyaratan Bahan
o Mudah didutup
o Relatif murah
o Dapat digunakan berulang ulang
o Dapat menghemat ruangan

PENYIMPANAN

Tempat Penyimpanan
 Letak gudang strategis, arah bangunan membujur dari barat ke timur
sehingga luas dinding yang tertimpa sinar dapat dikurangi dan gudang tetap
dalam kondisi dingin.
 Guna menghindari serangan  hama, gudang dibersihkan.
 Kontruksi gudang perlu diperhatikan dari kemungkinan kebocoran, sirkulasi
udara yang cukup dan keamanan.
 Ventilasi  gudang harus cukup sehingga suhu dalam tetap stabil dan merata.
 Tempat penyimpanan berlantai dilengkapi lantai palsu dengan tinggi minimal
15 cm, sehingga jagung tidak kontak langsung dengan lantai.
 Hindari celah pada dinding yang dapat dijadikan persembunyian hama.
 Sekeliling gudang bersih dari semak agar tidak dimanfaatkan tikus untuk
memanjat, dan gudang tidak lembab.
Penyimpanan untuk benih :
 Untuk bentuk tongkol berkelobot, gantungkanlah di para-para dengan
pengasapan tiap hari.
 Untuk bentuk pipilan, setelah dicampur dengan abu kering, bungkus rapat-
rapat dengan plastik kedap udara, kemudian simpanlah dalam wadah dan
ditutup. Wadah dapat berupa semacam silo kayu atau drum. Jika kadar air
biji 10%, maka campuran abu tidak diperlikan.
Penyimpanan untuk konsumsi :
Untuk bentuk pipilan dengan kadar air 12%, bungkus secara rapat dengan plastik
kedap udara atau kaleng. Atau bungkus dengan plastik yang dilapisi karung dan
disimpan dalam tempat bersih dan kering.

HAMA JAGUNG PASCA PANEN


a. Kumbang Sitophilus (bubuk gabah).
Imago dari kumbang ini dapat hidup rata-rata 4 atau 5 bulan, dan selama itu
induk dapat meletakkan telur 300-400 butir. Telur diletakkan satu persatu
dalam bulir jagung yang telah digerek dan seluruh perkembangan larva dan
pupa terjadi dalam bulir jagung tersebut. Perkembangan telur, larva dan pupa
membutuhkan waktu 26 hari.
b. Kumbang Rhyzopertha (bubuk gabah).
Imago dari kumbang ini dapat mnyerang bulir jagung yang masih utuh.
Perkembangan larva dan pupa terjadi dalam bulir jagung.
c. Ulat Sitotraga (ngengat gabah)
Ulat ini sudah dapat menyerang jagung di lapang yang kemudian akan
berkembang biak di gudang. Larva muda menggerek bulir dan hidup dalam
bulir tersebut.
d. Ulat Corcyra (ngengat beras kelabu).
Imago dari ulat ini dapat hidup 1 - 2 minggu dengan produksi telur sekitar 400
butir. Larvanya berukuran panjang sampai dengan 17 mm. Pupa berwarna
coklat dan terbungkus dalam kokon.

PENGENDALIAN HAMA JAGUNG PASCA PANEN


 Usahakan  agar jagung yang akan disimpan bebas dari hama dan penyakit.
 Kadar air jagung yang akan disimpan maksimal 12%.
 Usahakan tempat penyimpanan jagung kedap udara.
 Apabila dipandang perlu lakukanlah cara pengendalian dengan menggunakan
insektisida, yaitu untuk :
o Penyemprotan bangunan dan karung tempat penyimpanan.
o Pencampuran dengan insektisida.
o Fumigasi
1) Insektisida yang dapat  untuk menekan hama jagung pasca panen tertera pada
tabel 2
Tabel 2 Insektisida untuk menekan hama jagung pasca panen.
Bahan aktif Formulasi Dosis
Pirimofis metil a Silosan 25 EC 0,5 gr b.a./m2
Metakrifos a Damfin 950 EC 1 gr b.a./m2
Tetraklorvinfos a Gardono 24 EC 1 - 2 gr b.a./m2
Metil bromida + Brom-0-Gas 16 - 32 gr/m3
Klopikrin b Dowfum MC-2 16 - 32 gr/m3
Haltox 16 - 32 gr/m3
Metabrom 980 16 - 32 gr/m3
Methylbrom 16 - 32 gr/m3
Alluminium fosfida b Detia Gas EX-B   3 - 6 gr/m3
Gustixin   3 - 6 gr/m3
Phostoxin tablet   3 - 5 tablet /ton

a          Sasarannya bangunan dan karung


b          Sasarannya karung saja
STANDAR PRODUKSI
Ruang Lingkup
Standar produksi tanaman jagung meliputi: standar klasifikasi, syarat mutu, cara
pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, pengemasan dan rekomondasi.
Diskripsi
Standar mutu jagung di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia
SNI 01-03920-1995.
 
KLASIFIKASI DAN STANDAR MUTU
 Berdasarkan warnanya, jagung kering dibedakan menjadi jagung kuning
jagung putih dan jagung campuran
-                Jagung kuning adalah jagung yang sekurang-kurangnya 90% bijinya berwarna
kuning
-                Jagung putih adalah jagung yang sekurang- kurangnya 90% bijinya berwarna
putih)
-                Jagung campuran yang tidak memenuhi syarat-syarat jagung putih dan jagung
kuning.
a) Syarat Umum
1. Bebas hama dan penyakit.
2. Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya.
3. Bebas dari bahan kimia, seperti: insektisida dan fungisida.
4. Memiliki suhu normal.
b) Syarat Khusus
Persyaratan Mutu (% Maks)
No Komponen
I II III IV
1 Kadar air (%) Maks 14 14 15 17
2 Butir Rusak 2 4 6 8
3 Warna lain 1 3 7 10
4 Butir Pecah 1 2 3 3
5 Kotoran 1 1 2 2

Untuk mendapatkan standar mutu yang disyaratkan maka dilakukan


beberapa pengujian diantaranya:
 Penentuan adanya hama dan penyakit, baru dilakukan dengan cara
organoleptik kecuali adanya bahan kimia dengan menggunakan indera
pengelihatan dan penciuman serta dibantu dengan peralatan dan cara yang
diperbolehkan.
 Penentuan adanya rusak, butir warna lain, kotoran dan butir pecah
dilakukan dengan cara manual dengan pinset dengan contoh uji 100
gram/sampel. Persentase butir-butir warna lain, butir rusak, butir pecah,
kotoran ditetapkan berdasarkan berat masing-masing komponen
dibandingkan dengan berat contoh analisa x 100 %
 Penentuan kadar air biji ditentukan dengan moisture tester electronic atau
“Air Oven Methode” (ISO/r939-1969E atau OACE 930.15). Penentuan kadar
aflatoxin adalah racun hasil metabolisme cendawan Aspergilus flavus,
Aflatoxin disini adalah jumlah semua jenis aflatoxin yang terkandung dalam
biji-biji kacang tanah.

Pengambilan Contoh
Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung
maksimum 30 karung dari tiap partai barang, kemudian dari tiap-tiap karung
diambil contoh maksimum 500 gram. Contoh-contoh tersebut diaduk/dicampur
sehingga merata, kemudian dibagi empat dan dua bagian diambil secara diagonal.
Cara ini dilakukan beberapa kali sampai mencapai contoh seberat 500
gram. Contoh ini disegel dan diberi label untuk dianalisa, berat contoh analisa 100
gram.
PENGEMASAN
Pengemasan dengan karung harus mempunyai persyaratan bersih dan dijahit
mulutnya, berat netto maksimum 75 kg. dan tahan mengalami “handling” baik
waktu pemuatan maupun pembongkaran. Di bagian luar karung (kecuali dalam
bentuk curah) ditulis dengan bahan yang aman yang tidak luntur dan jelas terbaca
antara lain:
a) Produce of Indonesia.
b) Daerah asal produksi.
c) Nama dan mutu barang.
d) Nama perusahaan/pengekspor.
e) Berat bruto.
f) Berat netto.
g) Nomor karung.
h) Tujuan.
PENGENDALIAN AFLATOXIN
Aflatoksin menjadi istilah yang akrab dan selalu terdengar apabila kita berada
di Iingkungan pemasaran  jagung Aflatoxin menjadi salah satu penyebab utama
mengapa jagung tidak dapat dipasarkan  Aflatoxin ditemukan sekitar tahun 1960 di
Inggris dimana lebih dari seratus ribu ekor ayam kalkun mati disebabkan oleh
penyakit misterius Pada tahun 1961, Lancaster dkk menemukan penyebab
kematian tersebut, yang ternyata disebabkan oleh keracunan mikroorganisme
Asperglillus flavus yang mencemari bungkil kacang tanah impor yang merupakan
bahan baku pakan ternak tersebut. Tahun 1962, Nesbitt dkk dapat mengisolasi
dan memurnikan racun Aspergillus flavus dan racun tersebul diberi nama aflatoxin
yang merupakan hasil metrabolisme sekunder dari jamur tersebut.
Penemuan - penemuan selanjutnya menyatakan bahwa Aspergillus flavus
ditemukan juga pada hasil komoditas pertanian lainnya seperti kacang-kacangan,
jagung, padi dan berbagai produk lain bahkan pada jamu. Aflatoxin perlu dihindari
karena akumulasi zat di atas ambang batas normal akan rnenyebabkan toksigenik
(keracunan), mutagenik (mutasi gen), teratogenik (penghambatan pada
pertumbuhan janin) dan karsinogenik (kanker pada jaringan tubuh).
Sebuah studi kasus dilakukan oleh Winamo (1988) pada pengeringan jagung
rakyat di Indonesia. Jagung beserta klobot yang baru dipanen pada kadar air
kering panen ternyata telah mengandung aflatoxin sebesar 3 ppb (sangat rendah).
Penelian lanjut dilakukan pada jagung tersebut setelah disimpan selama l - 14 hari
secara sederhana di lumbung desa/petani. Hasil dan penelitian tersebut
menyatakan bahwa aflatoxin berkembang hingga 21 ppb. Apabila penyimpanan
dilakukan sampai dengan 2 bulan, maka aflatoxin berkembang sampai dengan 73
ppb Pengupasan klobot pada jagung yang telah disimpan selama 2 bulan
menghasilkan jagung dengan aflatoxin 63 ppb. Pada jagung yang telah dikupas
tersebut selanjutnya diperlakukan pengeringan secara mekanis dan
konvensional. Pengeringan secara mekanis menghasilkan jagung pipil kering
dengan aflatoxin sebesar 110 ppb. Hal yang lebih parah terjadi pada pengeringan
yang dilakukan secara konvesional dimana hasil pengeringan tersebut
menghasilkan jagung dengan kadar aflatoxin 187 ppb.
Dari metode pengeringan di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan
aflatoxin tidak dapat dikendalikan oleh metode pengeringan mekanis apabila
jagung tersebut pada awalnya telah mengandung aflatoxin dalam kadar yang
cukup tinggi, Perkembangan aflatoxin lebih ditentukan oleh rentang waktu yang
digunakan untuk pengeringan dimana semakin lambat proses pengeringan akan
semakin tinggi kandungan aflatoxin.
Setelah dipelajari lebih lanjut maka cara yang baik untuk menghasilkan
Jagung pipilan kering yang baik  adalah dengan mempersingkat waktu
pengolahan pasca panen jagung tersebut. Berikut ini dua metode pengeringan
yang berhasil menekan perkembangan aflatoxin sampai ketingkat yang sangat
rendah.
1. Pengeringan Bertahap.
Pengeringan ini dilakukan melalui dua tahap. Pengeringan tahap pertama
dilakukan dalam bentuk tongkol sehingga kadar air turun rnenjadi 18%.
Selanjutnya Jagung tersebut dipipil/dirontok. Pengeringan tahap kedua
dilakukan dalam bentuk biji  hasil pipilan sehingga kadar air menjadi 14%.
Pengeringan bertahap yang rnenghasilkan jagung dengan kadar air 14% dalam
waktu tiga hari hanya menaikkan kadar aflatoxin menjadi 30 ppb.
2. Pengeringan Langsung
Jagung hasil panen langsung dipipil/dirontok. Jagung hasil pemipilan tersebut
langsung dikeringkan selama satu sampai dua hari sehlngga kadar air mencapai
14%. Dengan pengeringan yang demikian akan diperoleh Jagung pipilan kering
dengan kadar aflatoxin < 3 ppb.

Anda mungkin juga menyukai