Anda di halaman 1dari 144

PENDALAMAN MATERI SOSIOLOGI

MODUL 3 : DIFERENSIASI SOSIAL, STRATIFIKASI SOSIAL, MOBILISASI SOSIAL,


AFIRMASI SOSIAL

Nama Penulis:
Abdul Rahman, Ph.D

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan


2022

i
KB 1 Diferensiasi Sosial

1. Pendahuluan
2. Uraian Materi Diferensiasi
3. Faktor yang mempengaruhi kemajemukan masyarakat Indonesia
4. Jenis Kelompok Sosial menurut
5. Forum Diskusi
6. Rangkuman
7. Test Formatif
8. Daftar Pustaka

KB 2 Stratifikasi Sosial

1. Pendahuluan
2. Stratifikasi Sosial
3. Proses Pemerolehan Status
4. Hakekat Stratifikasi Sosial
5. Manfaat Stratifikasi Sosial
6. Dasar-dasatr Stratifikasi Sosial
7. Jenis Stratifikasi Sosial
8. Forum Diskusi
9. Rangkuman
10. Test Formatif
11. Daftar Pustaka

KB 3 : Mobilitas Sosial

1. Pendahuluan
2. Pengertian Mobilitas Sosial

ii
3. Bentuk Mobilitas Sosial
4. Dampak Mobilitas Sosial
5. Hambatan dan Tantangan Mobilitas Sosial
6. Faktor Pendorong Mobilitas Sosial
7. Forum Diskusi
8. Rangkuman
9. Test Formatif
10. Daftar Pustaka

KB 4 Afirmasi Sosial Kelompok Marginal

1. Pendahuluan
2. Konsep Afirmasi
3. Konsep Afirmasi Sosial
4. Konsep Kaum Marginal
5. Kaum Marginal di Perkotaan
6. Kaum Marginal di Wilayah Terpencil
7. Program Afirmasi Sosial
8. Hambatan dan Kendala Afirmasi Kaum Marginal
9. Faktor Pendorong Afirmasi Kaum Marginal
10. Forum Diskusi
11. Rangkuman
12. Test Formatif
13. Daftar Pustaka
14. Test Sumatif
15. Tugas Terstruktur

iii
KEGIATAN BELAJAR 1: DIFERENSIASI SOSIAL

1. Pendahuluan
Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
Memahami pengetahuan sosiologi tentang kelompok sosial dan diferensiasi sosial.

Pokok-Pokok Materi
a. Diferensiasi Sosial
b. Faktor yang Memengaruhi Kemajemukan Masyarakat Indonesia
c. Jenis Kelompok Sosial Menurut Emile Durkheim

1
Diagram 1. Peta Konsep

Perbedaan merupakan satu hal yang lazim kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Ketika
mengajar sambil melakukan pengamatan secara sekilas di ruang kelas, terutama di sekolah negeri,
kita tidak mendapati perbedaan mencolok di antara siswa kita. Semua terlihat sama dengan
seragam yang mereka kenakan. Perbedaan akan mulai tampak bila kita memperhatikan secara
lebih saksama. Sebagian siswa berjenis kelamin laki-laki, sebagian yang lain perempuan. Bila
diamati secara lebih jeli lagi, terlihat bahwa postur dan wajah mereka begitu beragam. Sebagian
berpostur tinggi, berambut ikal, berkulit cerah, bermata lebar, atau sejumlah ciri fisik lain yang
membantu kita dalam menghafal nama-nama mereka.
Perbedaan semakin terlihat pada waktu istirahat dan pulang sekolah. Para siswa berkumpul
pada waktu istirahat dalam kelompok-kelompok kecil yang mereka bentuk secara sukarela.
2
Umumnya mereka berada pada kelompok yang sama setiap hari. Ini berlangsung sekurang-
kurangnya dalam kurun dua semester. Apabila dilakukan pengocokan ulang komposisi siswa
setelah kenaikan kelas, besar kemungkinan akan terbentuk kelompok-kelompok baru. Perbedaan
mulai lebih jelas terlihat pada waktu siswa pulang sekolah. Sebagian siswa naik angkutan umum.
Sebagian dijemput. Ada yang naik kendaraan pribadi, misalnya sepeda dan sepeda motor. Ada
juga yang berjalan kaki karena dekatnya jarak rumah ke sekolah.
Situasi yang kurang lebih serupa dapat kita temui manakala kita hidup bersama dengan
individu-individu lain dalam suatu masyarakat. Ada perbedaan-perbedaan yang secara jelas dapat
kita amati, misalnya berpakaian yang dikenakan, rumah yang dihuni, atau kendaraan yang
digunakan. Ada pula perbedaan yang baru dapat kita ketahui setelah kita membaca data yang
diterbitkan oleh lembaga resmi atau yang berasal dari hasil penelitian. Di antara perbedaan yang
hanya dapat diketahui melalui pembacaan atas data adalah penghasilan, suku bangsa, profesi, dan,
sampai pada batas-batas tertentu, agama.
Pembahasan tentang perbedaan dapat kita lakukan pada pada pelbagai skala, mulai dari
skala mikro (misalnya keluarga), wilayah (misalnya kota), nasional, sampai dengan internasional.
Semakin intensif interaksi yang kita lakukan, dan semakin teliti kita mengamati, maka akan
semakin banyak pula variasi yang dapat kita temui. Pada skala nasional, kita mendapati fakta
bahwa Indonesia merupakan wilayah kepulauan yang merentang dari 95o sampai 141 Bujur Timur
dan 6 Lintang Utara sampai dengan 11 Lintang Selatan ini. Lima ribu di antara 17.000 pulau dihuni
oleh 275 juta penduduk. Mereka terdiri dari beragam ciri fisik, budaya, kondisi ekonomi, latar
belakang pendidikan, agama, dan berbagai aspek lain yang membentuk suatu masyarakat bangsa
yang majemuk. Pertanyaan yang kemudian mengemuka adalah bagaimana perbedaan muncul,
bertahan, dan berkembang? Mengapa ada masyarakat yang majemuk secara ekonomi namun
relatif homogen secara keagamaan?
Keragaman yang terdapat pada masyarakat Indonesia merupakan konsekuensi dari
rangkaian panjang proses historis yang dapat dilacak sejak terjadinya gelombang migrasi besar,
era penjajahan oleh bangsa Eropa, era kemerdekaan, serta beberapa periode yang berlangsung
setelahnya. Wilayah Indonesia telah mengalami empat gelombang migrasi besar. Gelombang
migrasi pertama diperkirakan terjadi pada 50.000 tahun SM, yang merupakan bagian dari migrasi
manusia modern (homo sapiens) dari Afrika. Gelombang ke dua terjadi pada 30.000 tahun SM,
yaitu kedatangan para migran dari wilayah yang kini dikenal sebagai Vietnam. Gelombang ke tiga,

3
terjadi pada 5000 – 6000 tahun SM, yaitu kedatangan orang-orang Austronesia yang berasal dari
Formosa (sekarang dikenal sebagai Taiwan). Gelombang ke empat, terjadi pada 3 sampai dengan
13 Masehi, yaitu kelahiran dan puncak kejayaan Hindu-Budha yang berasal dari anak benua India.
Gelombang ke empat ini juga oleh kedatangan agama Islam dan lahirnya beberapa kerajaan Islam
(Sudoyo 2017).
Kolonialisme menjadi era ketika pelbagai transformasi sosial terjadi. Struktur sosial yang
telah lama terbentuk mengalami perubahan sebagai akibat dari tekanan eksternal dan kebutuhan
akan adaptasi terhadap situasi baru pada era itu. Sistem ekonomi yang telah bertahan selama
beberapa milienia mengalami transformasi seiring dengan masuknya sistem perniagaan yang
menjadikan uang sebagai alat tukar. Perkembangan industri memicu produksi massal komoditas
pertanian dan perkebunan. Petani membutuhkan pedagang perantara agar panen mereka dapat
terserap oleh industri pengolahan. Daya tarik sektor industri mendorong terjadinya urbanisasi.
Masyarakat desa berpindah ke kota. Mereka menjalani mata pencaharian baru. Lahir kelompok
pekerja,
Sistem politik yang dikembangkan untuk merespon konteks lokal pun mengalami
pergeseran seiring dengan masuknya kekuatan politik baru yang semakin dominan perannya.
Kekuasaan raja-raja lokal Nusantara berkurang karena sejumlah perjanjian yang dibuat dengan
bangsa Eropa. Kota-kota tumbuh. Wilayah perdesaan semakin terhubung dengan perkotaan.
Sejumlah profesi baru berkembang mengikuti peningkatan kompleksitas kehidupan di tengah-
tengah masyarakat. Peran-peran baru bermunculan mengikuti perubahan lingkungan, ekonomi,
politik, budaya, dan sosial di dalam masyarakat.
Perbedaan sebagai sebuah fakta semata tidak memiliki arti penting, sehingga menjadi fokus
utama, bagi ilmu sosiologi. Perhatian sosiologi terutama lebih diarahkan kepada sebab
kemunculan, proses dinamis, dan konsekuensi dari perbedaan bagi kehidupan sosial. Perbedaan
dapat berposisi sebagai sebab lahir dan berkembangnya peran baru. Perbedaan dapat juga muncul
karena dinamika pembagian kerja.

Uraian Materi
a. Diferensiasi Sosial
Secara harafiah, diferensiasi berasal dari kata dalam Bahasa Inggris, differentiation.
Akhiran -iasi mengandung makna proses. Collins Dictionary of Sociology menyebutkan bahwa

4
istiilah yang berasal dari ilmu biologi ini bermakna proses semakin tingginya spesialisasi fungsi
di dalam masyarakat (Jary and Jary 1991:581). Sebagai contoh, keluarga pada masa pra-industri
merupakan suatu unit yang menjalankan fungsi reproduksi sekaligus produksi. Fungsi reproduksi
keluarga antara lain mengasuh anak, merawat anggota keluarga, dan menanamkan nilai serta
norma. Sebagai sebuah unit produksi, keluarga adalah tempat dihasilkannya makanan, perkakas,
pakaian, dan pelbagai komoditas lain yang dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga
dan kebutuhan pasar. Karena permintaan pasar yang semakin besar dan tuntutan efisiensi, industri
menciptakan sistem pabrik. Aktivitas produksi dipindahkan dari rumah-rumah ke lokasi yang
secara khusus dipergunakan untuk menghasilkan beragam komoditas. Keluarga kehilangan fungsi
produksi. Diferensi sosial juga disebut sebagai diferensiasi struktural (Parsons 1955, 2005).
Masyarakat dengan mata pencaharian utama pemburu-peramu memiliki spesialisasi yang berbeda
dengan masyarakat agraris dan industri. Semakin kompleks suatu masyarakat, semakin kompleks
pula pembagian kerja yang terdapat di dalamnya.
Diferensiasi masyarakat berdasarkan perbedaan kondisi demografis disebut diferensiasi
sosial. Diferensiasi sosial sering disebut juga agregasi sosial, klasifikasi sosial dan kategorisasi
sosial. Selanjutnya Gambar 1 berikut diharapkan dapat memudahkan kita memahami bagaimana
diferensiasi sosial itu tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Diagram 2 – Diferensiasi Sosial

Marilah kita diskusikan tujuh macam diferensiasi gender, umur, suku, kasta, agama, pendidikan
dan pekerjaan.

5
1) Gender
Gender berbeda dengan jenis kelamin (sex). Jenis kelamin bersifat biologis. Laki-laki dan
perempuan memiliki ciri dan kondisi fisik yang dibawa sejak lahir. Laki-laki memiliki jakun dan
mampu membuahi. Perempuan memiliki payudara, dapat mengandung, mengalami menstruasi,
dan menyusui. Ini berlaku universal. Gender merupakan sifat dan peran yang dilekatkan pada laki-
laki maupun perempuan melalui konstruksi sosial budaya (Nugroho 2011). Proses penanaman
norma gender berlangsung di dalam keluarga, pendidikan, dan masyarakat. Sejak lahir, seorang
bayi telah dipilihkan warna pink untuk bayi perempuan atau warna biru untuk bayi laki-laki. Anak
laki-laki diberi mainan berupa miniatur kendaraan atau miniatur senjata, sementara anak
perempuan diberi mainan berupa boneka dan miniatur rumah serta perabotnya. Anak perempuan
didorong untuk lebih banyak membantu kegiatan domestik, sementara anak laki-laki cenderung
diberi kebebasan untuk mengembangkan keterampilan sosialnya melalui pergaulan dengan teman
sebaya.
Diagram 3. Perbedaan Seks dan Gender

Seks Gender
Biologis Kultural

Universal Relatif

Hasil
Dibawa sejak
Konstruksi
lahir
Sosial

Sumber : (Mosse 2007)

Karena merupakan sebuah produk budaya, gender tidak berlaku secara universal. Suatu
masyarakat mungkin memandang perempuan ideal adalah sosial adalah sosok ibu yang berperan
utama dalam urusan domestik, seperti mencuci piring, memasak, mengasuh anak, dan melayani

6
suami. Peran perempuan pada sektor publik dibatasi. Masyarakat lain mungkin berpandangan
bahwa urusan domestik juga menjadi tanggung jawab laki-laki. Perempuan diberi kebebasan untuk
menjalankan peran secara sukarela.
Persentase populasi laki-laki dan perempuan di Indonesia relatif seimbang. Data Badan
Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 51.24 persen penduduk Indonesia berjenis kelamin
laki-laki, sementara penduduk perempuan 49.76 persen (BPS 2021). Kendati demikian, Survei
Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) tahun 2019 menunjukkan bahwa angka partisipasi
perempuan di dunia kerja cenderung stagnan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, yaitu
berkisar antara 52 persen. Ini berarti bahwa hampir satu di antara dua perempuan tidak bekerja.
Angka tersebut sangat berbeda bila dibandingkan dengan data yang sama untuk jenis kelamin laki-
laki yang mencapai angka 83 persen (KPPA 2021). Diagram 4 menunjukkan perbedaan menyolok
antara laki-laki dan perempuan dalam hal aktivitas mengurus rumah tangga.

Diagram 4. Persentase Penduduk Indonesia Berdasarkan Jenis Kegiatan Seminggu yang lalu

Lainnya 2.99 5.22

Mengurus Rumah Tangga 37.04 3.55

Sekolah 8.08 8.1

Pengangguran Terbuka 2.71 4.41

Bekerja 49.18 78.72

Perempuan Laki-laki

Sumber : (KPPA 2021)

Menyoloknya perbedaan dalam aktivitas mengurus rumah tangga merupakan salah satu
konsekuensi dari nilai gender dalam masyarakat yang lebih cenderung menyerahkan urusan
domestik kepada kaum perempuan. Konsekuensi yang muncul dari ketimpangan gender antara

7
lain marginalisasi, subordinasi, stereotype, kekerasan, dan beban kerja berlebih. Ketimpangan
adalah tingginya ketergantungan finansial perempuan terhadap laki-laki. Akibat negatif lain adalah
ditempatkannya penghasilan perempuan pada status sebagai sekedar “nafkah tambahan”. Data
SAKERNAS juga menunjukkan bahwa rata-rata upah yang diterima perempuan sejumlah Rp 2.5
juta per bulan, sementara laki-laki menerima Rp 3.2 juta per bulan (KPPA 2021). Beban ganda
sering dialami perempuan pekerja yang secara kultural harus diberi kewajiban mengurus urusan
domestik.
Masyarakat tradisional berbeda dari masyarakat modern dalam memberikan makna
terhadap gender sesuai dangan norma dan nilai sosial yang hidup dalam adat istiadat mereka.
Mereka membedakan peran, fungsi, kedudukan, tanggung jawab, dan pekerjaan antara wanita dan
pria sesuai persepsi, harapan, kepercayaan, dan kebiasaan masyarakat.
Contoh:
a) Pada masyarakat tradisional, wanita lebih banyak berperan dalam pekerjaan domestik
atau pekerjaan yang dilakukan didalam internal rumah tangga. Sebaliknya pria lebih
banyak bekerja di luar rumah sebagai penanggung jawab pemenuhan kebutuhan istri
dan anak. Bagi masyarakat tradisional, pria adalah ‘bread winner’ (pencari nafkah).
Sedang wanita adalah ‘caregiver’ (pengasuh anak dirumah).
b) Pada masyarakat modern, wanita dan pria terdidik tidaklagi memisahkan pekerjaan
domestik (dalam rumah) dan pekerjaan publik (luar rumah). Pasangan modern berbagi
pekerjaan setelah musyawarah dan mufakat. Ada empat model keluarga yang
mensinerjikan antara gender dan pekerjaan: (1) wanita dan pria sama-sama mengasuh
anak saja, tidak bekerja di luar rumah, (2) wanita melakukan pekerjaan domestik dan
pencari nafkah, (3) pria bekerja keduanya, domestik dan publik, (4) wanita-pria
keduanya sama-sama bekerja di ranah public, tidak mengasuh anak dan urusan
domestik. Keluarga modern mengutamakan efisiensi dan ketepatan dalam membangun
keluarga dan pekerjaan.
c) Pada masyarakat di era teknologi informasi, peran dan fungsi gender dipengaruhi oleh
teknologi informasi, terutama dalam pelayanan, komunikasi, dan transportasi. Contoh:
Pasangan istri-suami profesional mulai mapan dengan budaya teknologi baru. Go food
dari layanan Gojek/Grab menggantikan peran dan fungsi peran istri atau asisten rumah
tangga dalam kebutuhan makanan. Transportasi anak dari dan ke sekolah dilakukan

8
oleh gojek dan grab. Antar jemput oleh orang tua ke sekolah mulai ditinggalkan.
Ungkapan ‘rumahku bukan lagi syurgaku’ telah berubah. Rumah besar dan mewah itu
kosong siang hari, hanya sebagai terminal diwaktu malam, bak zona wedangan sambil
menikmati liburan weekend (Sabtu-Ahad) saja.
Sosiologi memiliki kontribusi terhadap pelayanan administrasi setiap wargaagar hak
konstitusional tentang gender dilindungi negara. Selain
bermanfaat bagi pernikahan dan keluarga, jenis kelamin juga
menjelaskan identitas diri setiap orang dalam administrasi
kependudukan dan tentu memiliki implikasi sosial, hukum,
ekonomi dan politik dalam kehidupan. Contoh: Mari menelaah
Kartu Tanda Penduduk (KTP) kita masing-masing.Di dalam
KTP, jenis kelamin, hanya pilih satu di antara dua: laki-laki
atau perempuan, terus wajib dicantumkan dalam KTP setiap
warga negara Indonesia.
Pembedaan gender juga berjalan di sekolah. Dalam
Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB), setiap warga sekolah juga menggunakan data Gender.
Data siswa berdasarkan gender dapat diakses data sekolah di aplikasi DAPODIK. Contoh: untuk
mendapatkan ilustrasi lebih lengkap tentang diferensiasi gender di lingkungan sekolah, silahkan
klik laman https://kemdikbud.go.id untuk melihat data terbaru tentang komposisi dan distribusi
guru dan siswa sekolah menurut jenis kelamin.

2) Umur
Umur merupakan indikator atau ‘proxy’ kedewasaan. Kedewasaan menunjukkan
kemampuan biologis, psikologis, dan sosial dalam bertanggungjawab, hak, kewajiban, dan
kewenangan dalam perilakunya. Umur adalah variable penting yang digunakan dalam mempelajari
demografi, sosiologi, politik, ekonomi, pendidikan, hukum, psikologi dan sebagainya. Simaklah
Tabel 1 berikut:

9
Table 1 –Umur dan Ilmu Sosial
Ilmu Pengetahuan Sosial Kontribusi
1) Demografi Piramida Penduduk Menurut umur dan gender
2) Sosiologi Batas usia pernikahan
3) Politik Batas usia peserta pemilu
4) Ekonomi Batas usia produktif dan non produktif
5) Pendidikan Batas usia masuk jenjang dan jenis sekolah
6) Hukum Batas Usia memiliki SIM
7) Psikologi Siklus usia perkembangan kejiwaan

Diferensiasi digunakan untuk mendalami perbedaan perilaku sosial sesuai dengan


kelompok umur. Untuk memahami adanya diferensiasi status sosial ekonomi berdasarkan gender,
maka Grafik1 juga menjelaskantentang rasio ketergantungan (dependency ratio) penduduk
Indonesia tahun 2019 mencapai 45,56%. Artinya, setiap 100 penduduk usia produktif (angkatan
kerja, 15-64 tahun) menanggung 46 biaya kehidupan penduduk tidak produktif atau mereka yang
berusia 0-14 tahun dan usia 65 tahun ke atas.
Contoh: Dengan asumsi bahwa setiap penduduk usia produktif itu memang semua bekerja.
Mereka mendapatkan upah dan gaji tetap per bulan. Mereka membayar pajak dari gaji yang mereka
terima setiap bulan. Atau fihak perusahaan memotong pajak sesuai aturan. Pemerintah melalui
kantor pajak mengumpulkan pajak dan menyetorkan dana hasil pajak kedalam APBN tahunan.
Pemerintah mengalokasikan 20% untuk BOS seluruh sekolah dan madrasah. Pemerintah
mengalokasikan dana untuk membayai BPJS kesehatan, melatih pencari pekerjaan, dan
membagikan kartu harapan dan sebagainya demi terwujudkan kesejahteraan.
Jadi, semakin tinggi rasio ketergantungan semakin berat beban yang harus ditanggung
penduduk usia produktif untuk menghidupi penduduk tidak produktif. Agar memahami lebih rinci
proporsi penduduk belum produktif, usia 0-14 tahun dan penduduk tidak produktif lagi, usia 65
tahun keatas, maka silahkan menghitung persentase:
a) Wanita usia 0-14 tahun
b) Pria usia 0-14 tahun
c) Wanita usia 65 tahun keatas

10
d) Pria usia 65 tahun ke atas.
e) Persentase pria usia 15-64 tahun
f) Wanita usai 15-64 tahun
Hasil perhitungan akan menjadi bukti bahwa masyarakat juga terbagi ke dalam tiga lapisan
menurut umur, yaitu: penduduk aktif secara ekonomi produktif, penduduk secara ekonomi tidak
produktif, dan penduduk secara ekonomi belum produktif.
Indonesia mengalami bonus demografi. Artinya jumlah penduduk aktif secara ekonomi
produktif lebih besar dari penduduk non produktif. Di Indonesia bonus demografi akan terjadi
mulai 2020 hingga 2030 mendatang.
Apa indikatornya? Adapun indikator bonus demografi adalah:
a) Jumlah penduduk usia produktif lebih besar daripada penduduk usia non produktif.
b) Penduduk usia produktif lebih besar meringankan beban menhidupi penduduk usia
non (belum/tidak) produktif
c) Transisi demografi yang nampak dari hasil sensus sebelumnya
Dampak positif yang diharapkan dari bonus demografi adalah kinerja ekonomi Indonesia
tumbuh tinggi, dengan syarat:
a) Pekerja berkualitas
b) Pekerjaan tersedia
c) Keluarga menabung
d) Keluarga berencana berlanjut
e) Wanita berusaha dan bekerja
Diferensiasi sosial berdasarkan umur dalam pandangan sosiologi cukup jelas. Silahkan
memperdalam diferensiasi sosial dalam pandangan ilmu sosial lainnya melalui buku, artikel, atau
laporan penelitian yang tersedia di perpustakaan maupun e-library secara mandiri.
3) Suku Bangsa
Istilah suku bangsa merupakan terjemahan bebas dari istilah ethnic group dalam Bahasa
Inggris. Sebagian ahli menyebutnya kelompok etnik. Definisi suku bangsa adalah sekumpulan
orang di dalam suatu masyarakat yang lebih luas yang memiliki atau mengaku memiliki kesamaan
leluhur, ingatan bersama, hal-hal simbolik, atau ciri-ciri kultural tertentu yang dijadikan sebagai
rujukan untuk membedakan kelompoknya dengan kelompok lain (Ananta et al. 2015; Poerwanto
2005). Para ahli pada masa lampau cenderung memandang etnisitas sebagai sesuatu yang alamiah

11
dan bersifat tetap (Barth 1969). Dewasa ini, gagasan tersebut dipandang tidak relevan. Identitas
kesukuan justru dipandang bersifat dinamis. Ia dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial, budaya,
dan politik (Lan 2006). Ada kalanya identitas kesukuan sengaja ditonjolkan, sementara itu pada
kesempatan lain sengaja tidak diperlihatkan. Ketika meneliti tentang etnisitas di Amerika Serikat,
Mary Walters sampai pada kesimpulan bahwa identifikasi etnis terkait erat dengan perhitungan
untung/rugi secara sosial. Dikatakan bahwa banyak warga Amerika keturunan campuran yang
menggganti atau menghilangkan afilasi etnik primer mereka (Cerulo 1997).
Tidak seperti di Republik Rakyat Cina yang hanya mengakui 56 suku bangsa, atau
Singapura yang mengelompokkan rakyatnya ke dalam empat golongan, masyarakat Indonesia
relatif bebas dalam menyatakan identitas kesukuannya. Pada periode tertentu seseorang dapat saja
mengaku dirinya bersuku Batak. Karena telah merupakan keturunan ke dua atau ke tiga dari
keluarga Batak yang telah lama menetap di sebuah kota kecil di Jawa, misalnya, pada kurun waktu
berbeda yang bersangkutan menyebut dirinya sebagai orang Jawa. Indonesia sebelum era
kemerdekaan pernah mengalami politik segregasi etnis. Pemerintah kolonial kala itu
mengelompokkan penduduk Nusantara ke dalam tiga golongan, yaitu Eropa, Timur Asing, dan
Bumiputera. Hak dan kewajiban yang berbeda melekat pada masing-masing golongan. Muncul
sikap saling curiga yang mengarah kepada kebencian terhadap kelompok lain (Ricklefs 2008).
Dalam sejarah Indonesia, kita menemukan bahwa Pemerintah Belanda pernah
memasukkan suku dalam sensus penduduk 1930. Sayang di era Orde Baru, pengumpulan data ini
dihentikan. Alasannya, ada fenomena `political taboo`, larangan bicara suku dengan alasan politik
sempit. Sebagian elit politik Indonesia memandang bahwa mendidik dan meneliti serta membahas
sukudi ranah publik berarti upaya mengancam serius keutuhan bangsa.
Dewasa ini, secara garis besar, suku bangsa di Indonesia diklasifikasikan menurut mata
pencaharian dan kompleksitas hidupnya (Lihat Diagram 5). Etnisitas juga dipengaruhi oleh faktor
politik. Sebagai contoh, data tentang suku bangsa di Indonesia tidak dapat ditemukan pada sensus
yang dilakukan pada masa orde lama dan orde baru. Pada masa itu, pengungkapan secara terbuka
latar belakang kesukuan individu atau sekelompok individu dipandang dapat memicu konflik. Aris
Ananta dan kawan-kawan mengemukakan contoh tentang kaitan politik dengan identitas kesukuan
etnis Tionghoa di Indonesia. Mereka lahir, tumbuh besar, dan berinteraksi dalam masyarakat yang
mayoritas bersuku Jawa. Tidak dapat berbicara Bahasa Mandarin, mereka bercakap-cakap baik
dengan sesama anggota keluarga maupun dengan anggota masyarakat lain dalam Bahasa Jawa.

12
Diagram 5 Klasifikasi Suku Bangsa di Indonesia Menurut Mata Pencaharian dan
Kompleksitasnya

MATA PENCAHARIAN KOMPLEKSITAS

• Pemburu dan Peramu • Masyarakat rumpun (tribal


• Peternak communities)
• Peladang • Komunitas Kecil (little
• Nelayan communities)
• Petani perdesaan • Komunitas Kompleks
(complex communities)
• Masyarakat Perkotaan
yang Kompleks

Sumber : (Poerwanto 2010)

Selama masa orde baru, mereka mengidentifikasi dirinya sebagai suku Jawa dan
menjalankan sejumlah ritual sebagaimana yang dilakukan orang Jawa.
Diagram 6. Komposisi Suku Bangsa di Indonesia

Batak, 3.58 Melayu, 3.7


Madura, 3.03
Betawi, 2.88
Minangkabau, 2.73

Bugis, 2.71
Banten, 1.96
Banjar, 1.74 Jawa, 40.06
Bali, 1.66
Aceh, 1.44
Sasak, 1.36
Tionghoa, 1.2
Lain-lain , 15.11

Sunda, 15.51

Sumber : (Ananta et al. 2015:80)

13
Era keterbukaan yang diawali pada tahun 1998 mendorong mereka untuk secara lebih
terbuka mengungkapkan identitas Tionghoa yang mereka miliki kepada pihak lain (Ananta et al.
2015). Survei yang dilakukan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 633 suku
bangsa (BPS 2010). Suku bangsa dengan populasi terbesar adalah Jawa, diikuti oleh Sunda,
Melayu, Batak, Madura, Minangkabau, dan Bugis. Sisanya adalah suku bangsa yang meliputi
kurang dari 2 persen dari penduduk Indonesia. Secara keseluruhan, populasi suku-suku dengan
persentase kecil ini mencapai 15,11 persen (baca Diagram 6).
Proses migrasi antar wilayah di Indonesia memunculkan keragaman suku bangsa di
berbagai daerah. Sejumlah daerah terutama di pulau Sumatera dan Kalimantan mengalami
perubahan komposisi penduduk menurut suku bangsa. Sebagai gambaran, populasi suku Jawa di
Sumatera Selatan sebanyak 27,41 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan suku Melayu (20,54
persen). Persentasi populasi suku Jawa bahkan lebih tinggi di provinsi Lampung yang mencapai
64,06 persen, jauh di atas suku Lampung yang meliputi 13,54 persen (BPS 2010). Selain suku
bangsa, Badan Pusat Statistik juga mencatat sub-suku. Dayak adalah salah satu suku bangsa
dengan jumlah sub-suku terbanyak, yaitu 384 (Ananta et al. 2015).

Foto 1. Orang Dayak Iban di Kalimantan Barat

Sumber : https://www.goodnewsfromindonesia.id/2019/06/08/foto-suku-iban-sang-
penjaga-alam

14
Iban adalah salah satu sub suku Dayak. Identitas kesukuan menjadi berkah dan hasanah
bagi masyarakat Indonesia. Identitas suku diwariskan oleh orang tua kepada anak cucu keturunan
mereka. Pewarisan identitas suku biasanya direstui oleh kepala suku, dilembagakan kedalam adat
istiadat lokal, dan dipatuhi oleh komunitas warga masyarakat sekitarnya. Prilaku sosial yang khas
dari suku-suku cenderung dipandang sebagai kekayaan sosial budaya. Kelompok sosial berbasis
suku menjadikannya sebagai inspirasi sumber industri pariwisata. Perbedaan dan pengelompokan
sosial berdasarkan suku melengkapi diaspora karya seni yang siap menjadi komoditas layak jual
kepada pasar domestik maupun manca negara. Selain kekayaan hasil alam,Indonesia kaya ragam
suku, bahasa, agama, kepercayaan, dan adat istiadat. Contoh: Warga Aceh bisa menari Gambyong.
Petani transmigrasi asal Jawa bisa menari poco-poco.
Menurut Ditjen Kebudayaan Kemendikbud, bangsa Indonesia memiliki ribuan nama suku.
Kemajuan teknologi dan kemudahan transportasi antar daerah mendorong perluasan distribusi
suku. Akibatnya, mobilitas penduduk antar daerahberjalan cepat dan perubahan komposisi suku di
suatu wilayah terus mengalami perubahan. Akulturasi inter dan antar etnik atau suku menambah
indahnya diaspora Nusantara.
Foto 2. Suku Ngada di Nusa Tenggara Timur

Sumber : https://www.kompasiana.com/fajarbaru/550d4d3e8133111422b1e3b8/mengenal-
kebudayaan-bajawa-sekilas-pandang

15
Perubahan distribusi dan komposisi suku, bila dikelola dengan elegan, menjadi potensial
keharmonisan sosial, ekonomi, maupun politik. Oleh karena itu mengkaji data suku, ras dan etnis
menjadi bermanfaat. Terlebih sejak tahun 1998, Indonesia mulai melaksanakan proses demokrasi
dan desentralisasi. Keduanya bisa gagal apabila pemerintah dan tokoh masyarakat adat gagal
melakukan adaptasi sosial, adopsi dan elaborasi sosiokultural dalam menjaga ragam diferensiasi
sosial berasarkan suku yang ada di Indonesia.
Dalam sensus ataupun survei, pertanyaan dibuat terbuka. Setiap penduduk dapat
menerapkan metode identifikasi diri. Suku dicatat berdasar pengakuan responden. Selanjutnya,
untuk memudahkan analisis data suku dilakukan koding pada setiap jawaban responden.
Foto 3. – Seni pahat suku Dani di Papua

Sumber : https://kumparan.com/bumi-papua/seni-pahatan-dari-suku-dani-di-wamena-
1552220351492550155/full

Foto 3 di atas menunjukkan pak Nicolas Haluk, seorang seniman pahat dari suku Dani.
Karyanya banyak digemari kolektor seni di dalam negeri maupun manca negara. Diferensiasi
suku perlu diajarkan agar generasi muda dapat memahami kemajemukan suku dan bangsa yang
ada di Indonesia.

16
4) Kasta
Secara etimologis, kasta berasal dari Bahasa Latin, castus, yang berarti murni. Collins
Dictionary of Sociology mendefinisikan kasta sebagai satu bentuk stratifikasi sosial yang di
dalamnya terdapat sistem strata yang berlapis, tertutup, dan endomagis yang ditata secara hirarkis.
Keanggotaan suatu kasta diturunkan dari generasi sebelumnya. Sistem ini juga membatasi kontak
dan perkawinan antar individu dari kasta yang berlainan (Jary and Jary 1991). Para antropolog
mendefinisikan konsep ini secara lebih luas dengan merujuk pada sistem pembagian kerja yang
bersifat tertutup. Dengan definisi yang lebih longgar semacam ini, dapat diketahui bahwa ada
banyak masyarakat yang menjalankan sistem kasta, atau sekurang-kurangnya menyerupai kasta.
Sebagai contoh, antara lain Burakumin di Jepang, Al-Akhdam di Yaman, non-Arab di Somalia,
dan Mande di Afrika Barat (Eno and Kusow 2014; Jansen 1996; Kobayakawa 2021; Seif 2005).
Salah satu sistem kasta yang paling terkenal adalah Warna yang dipraktikkan di negara-
negara Asia Selatan, seperti India, Nepal, dan Srilanka. Karen Armstrong menguraikan bahwa
Warna berakar dari mitos kuno bangsa Arya. Merujuk pada himne ke dua dalam Reg Weda,
manusia pertama mengorbankan diri untuk dimutilasi ke dalam beberapa potongan tubuh. Bagian-
bagian tubuh ini pada gilirannya menjadi sumber dari kelas-kelas dalam masyarakat Arya.
Mulutnya menjadi Brahmana, lengannya menjadi prajurit (Ksatria), pahanya menjadi Waisya
(pedagang), dan kaki bagian bawah melahirkan kelas pekerja (Sudra) (Armstrong 2019).
Berdasarkan penjelasan tersebut, catur warna bukan keturunan. Gelar bagi seseorang yang telah
menguasai keahlian keagamaan. Dengan etika yang begitu melembaga, ke empat warna, ada, peran
dan fungsinya saling membutuhkan sebagai sebuah system sosial. Pembagian tugas dalam
kehidupan sehari-hari telah teruji menjamin keharmonisan sosial bagi masyarakat penganut agama
Hindu.
Di samping empat kasta tersebut, terdapat kelompok non-kasta, yaitu Dalit. Sebagian orang
menyebutnya Harijan. Kelompok Dalit juga disebut “yang tak boleh disentuh”, atau “yang
terbuang”. Mereka hanya boleh menjalani profesi-profesi “rendah”, seperti memberisihkan tinja
atau menggarap kulit binatang. Begitu rendah mereka ditempatkan secara sosial, sehingga anggota
empat kasta harus menghindari kontak dengan kelompok ini (Ferraro and Andreatta 2011).
Karena diturunkan dari generasi sebelumnya, mobilitas sosial pada masyarakat India jauh
lebih sulit terjadi. Ada dua pilihan yang dapat diambil. Pertama adalah melalui reinkarnasi.

17
Pemeluk agama Hindu meyakini adanya proses kelahiran berulang. Individu, dan keanggotaan
dalam kasta, yang hidup saat ini merupakan reinkarnasi dari individu yang pernah hidup di masa
lampau. Agar menjadi individu yang baik dan berada pada kasta yang lebih tinggi pada kehidupan
berikutnya, kita dituntut untuk menjalani kehidupan yang baik dan memberi manfaat serta
kebaikan bagi semesta. Yang ke dua adalah melalui praktik Sanskritisasi, yaitu menirukan cara
dan hidup kasta atas. Cara yang ditempuh antara lain menjalankan vegetarianisme, membayar
dowry (mahar dari keluarga perempuan kepada mempelai laki-laki) yang tinggi, dan mengenakan
pakaian yang identik dengan kelompok Brahmin (Ferraro and Andreatta 2011).

5) Agama
Diferensiasi sosial berdasarkan agama merupakan perwujudan dari pengakuan dan
penghargaan setiap umat beragama, dengan perbedaan keyakinan, kepercayaan, dan nilai dan
norma agama. Pemahaman diferensiasi agama membuka wawasan luas dalam beragama, menjaga
kedamaian antar umat beragama, mendorong pembangunan yang adil dan sejahtera.

Diagram 7 Persentase Pemeluk Agama di Indonesia


Kristen Katolik, Hindu, 1.71 Budha, 0.74 Aliran
3.08 Kepercayaan,
0.05
Konghucu, 0.03

Kristen Protestan,
7.47

Islam, 86.93

Sumber : https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/12/sebanyak-8693-
penduduk-indonesia-beragama-islam-pada-31-desember-2021

18
Diferensiasi agama di Indonesia merupakan keajaiban dunia. Bhinneka tungal Eka menjadi
realitas negara terbesar ke empat di dunia. Pengakuan negara terhadap agama menjadi sumber
inspirasi industri pariwisata. Dunia dapat belajar dengan Indonesia tentang keurukunan umat
beragama. Di samping enam agama, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha,
dan Konghucu, negara juga mengakui aliran kepercayaan. Kelompok aliran kepercayaan ini adalah
prakik agama lokal yang telah dijalankan dari generasi ke generasi. Provinsi dengan jumlah
penganut aliran kepercayaan terbesar menurut Kementerian Agama (Kemenag) adalah Nusa
Tenggara Timur (39.405), Maluku (10.156), Kalimantan Selatan (9.145), Sulawesi Barat (7.147),
Jawa Tengah (6.856), dan Sumatera Utara (5.626). Penganut aliran kepercayaan di provinsi-
provinsi lain berjumlah di bawah 5.000 (Kemenag 2021) .

6) Diferensiasi Pendidikan
Diferensi pendidikan penting dalam membangun sumber daya manusia. Pendidikan yang
dimaksud disini adalah pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh masyarakat Indonesia.
Diferensiasi sosial juga bisa dibedakan sesuai pendidikan -Universitas, Akademi/Diploma 3,
SMU/MA, SMK, SMP/MTs, dan SD/MI

Diagram 8. Profil Pendidikan Penduduk Indonesia

Sumber : (BPS 2021)

19
Diagram 4 menunjukkan bahwatenaga kerja tamatan SLTA (36%) diikuti lapisantamatan
SD/MI 25.21% dan SLTP sebesar 18.08%.Lapisan sosial yang tidak/belum pernah sekolah SD/MI
sebesar 15.48%. Lapisan sosial tamatan universitas hanya 12,18%. Pendidikan merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan mutu tenaga kerja. Semakin tinggi pendidikan masyarakat
diharapkan semakin luas dan mendalam pengetahuan, semakin tinggi ketrampilan bekerja,
semakin tinggi kenerjanya dan semakin mudah akses pekerjaan, dan semakin tinggi
penghasilannya.
Perluasan akses pendidikan sangat diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan lunak (soft skills) dan prilaku kepada 16% pekerja yang dalam dua kategori:
tidak/belum tamat SD dan tidak/belum pernah sekolah. Pendidikan non formal, program literasi
dan paket A dan B masih masih dibutuhkan oleh warga masyarakat.

7) Diferensiasi Pekerjaan
Diferensiasi pekerjaan menjadi penting untuk memastikan bahwa pekerjaan dapat diakses
oleh setiap warga negara. Pekerjaan yang dimaksud dalam menjelaskan diferensisasi sosial adalah
status pekerjaan utama yang digunakan oleh BPS dalam Survei Tenaga Kerja Nasional. Status
pekerjaan utama terdiri dari:
a) Berusaha sendiri
b) Berusaha dibantu buruh tetap tidak tetap/tidak dibayar,
c) Berusaha dibantu buruh tetap/dibayar
d) Buruh, karyawan, dan pegawai
e) Pekerja bebas pertanian
f) Pekerja bebas non pertanian
g) Pekerja keluarga/tidak dibayar
Diagram 8 menyajikan data perbedaan sosial berdasarkan status pekerjaan utama
masyarakat Indonesia. Mayoritas 40% penduduk pekerjaan utamanya sebagai buruh, karyawan
atau pegawai.Besarnya kelompok sosial pekerjaan utama sebagai buruh, karyawan, dan pegawai
mungkin disebabkan pendidikan yang rendah sebagaimana ditunjukan dalam bahasan sebelumnya.
Pemerintah harus perhatian terhadap kelompok sosial ini. Kebijakan tentang perlindungan
keselamatan kerja harus diberikan kepada kaum buruh, karyawan dan pegawai. Program

20
pendidikan kesetaraan Paket B disosialisasikan agar mereka bisa meningkatkan kualifikasi ddan
kompetensi untuk mendapat posisi dan jabatan lebih baik dan penghasilan yang mencukupi
kebutuhan hidup keluarganya.
Wirausaha adalah harapan dalam perluasan kesempatan kerja. Pada tahun 2018, kelompok
sosial yang pekerjaan utamanya wirausaha baru sebanyak 19.05% dari 124 juta orang. Pendidikan
kewirausahaan perlu dimasukkan dalam kurikulum, akses modal usaha dari perusahaaan Bank -
Non Bank perlu membuka akses lebih luas, pendampingan usaha sebaiknya menyertai program
pelatihan kerja di Balai Latihan Kerja yang tersebut di seluruh Kota/Kabupaten di Indonesia.
Diagram 8 – Diferensiasi Pekerjaan Warga usia 15-60 tahun 2018(%)

Masyarakat yang pekerjaan utamanya sebagai pengusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak
dibayar masih besar jumlahnya, 15,76% dan pekerja keluarga/tidak dibayar sebanyak 12,2%.
Kelompok sosial dalam dua katergori ini terdiri dari usaha di sektor informal, usaha mikro dan
usaha kecil termasuk pedagang kaki lima. Perbadingan antara pekerja bebas pertanian dan non
pertanian masing-masing 4,2% dan 5,62%. Hal ini menunjukkan bahwa para pekerja di sektor
pertanian semakin tidak menarik bagi pemuda desa.

2. Faktor Pengaruhi Kemajemukan Masyarakat Indonesia


Kemajemukan itu hakekatnya kenekaragaman. Ada banyak faktor yang mempengaruhi
kemajemukan masyarakat Indonesia, termasuk:
1) Faktor Teknologi – siapa yang mengusai teknologi informasi akan menjadi
pemenang, the winner dalam diferensiasi sosial. Di era digital, lapisan sosial terbelah

21
antara yang ‘gagap’ teknologi dan ‘gegap gempita’ dengan teknologi. Aplikasi
teknologi menjadi ‘driving force’ dinamika masyarakat di seluruh dunia. Jarak jauh
menjadi dekat berkat Google. System pendidikan berubah total. Pekerjaan tradisional
segera hilang. Startup business online menjamur.
2) Faktor sosial budaya – kemajemukan terkait dengan ikatan primordial, solidaritas
suku, loyalitas agama, atau ego sektoralisme, nepotisme, dan kolusi kedaerahan.
Maraknya ide dan pemikiran sempit (myopic) disiarkan media massa telah
memenjara ide dan pemikiran mendalam dan menyeluruh (wholistic, systemic) kaum
elite dan rakyat.
3) Faktor Ekonomi – dinamika hubungan internal lapisan pendidikan, pekerjaan, dan
pendapatan. Damai atau konflik antar kelompok sosial berkaitan dengan kemiskinan
dan kesenjangan. Pembangunan, reformasi, revolusi tidak menjamin pemerataan
hasil pembangunan. Daya beli turun. Harga meroket. Pajak naik. Paradok kehidupan
semakin nyata.
4) Faktor Politik - interaksi sosial ditentukan oleh pemegang kekuasaan, prestise, dan
status sosial. Kompetisi menggusur kolaborasi sosial. Tujuan menghalalkan segala
cara untuk mencapai tiket kekuasaan. Keteladan menghilang bersamaan maraknya
kamuflase kehidupan materialistik.
5) Kepulauan – Indonesia merupakan negara kepulauan, yang disebut archipelago,
terdiri dari pulau sehingga kemajemukan bahasa, adat, struktur sosial bervariasi.
Sebagian pulau belum memiliki penduduk tetap dan belum punya nama yang ini
sering menjadi sumber konflik antar negara.
Bhineka Tunggal Ika. Berbeda tapi tetap satu. Inilah realitas kemajemukan model
Indonesia. Bukan semboyan atau slogan. Kemajemukan telah teruji beberapa decade setelah
Indonesia merdeka. Masyarakat kita memang berbeda suku, agama, dan terirorial kepulauan.
Namun, kita berhasil merawat Indonesia. Kita semua memiliki kesadaran tinggi untuk saling
menghormati antar agama, suku, dan ras karena kemajemukan itu bagian dari pembentukan dan
masa depan negara Indonesia.
Kemajemukan status sosial ekonomi dan budaya Indonesia berkaitan erat dengan aspek
suku, etnik, budaya, dan agama. Dalam kajian sosial budaya, kemajemukan sering diartikan

22
sebagai pluralisme. Bahkan, Indonesia layak menjadi ikon dunia dan barometer kemajuan
pelaksanaan pluralisme.
Sebagai negara kepulauan, masyarakat Indonesiadimanjakan oleh alam yang indah
membentang dari Nanggro Aceh Darussalam sampai Mereauke. Hanya Indonesia yang punya
kepulauan terbanyak di dunia. Inilah kesempatan baik untuk mendayagunakan kemajemukan
sekaligus menghadapi tantangan pelaksanaan pluralisme dalam kehidupan sehari-hari.
Keanekaragaman membutuhkan fikih suku tafsir kekinian. Ethnic taboo berubah menjadi
ramah masyarakat (friendly ethnic group). Anak muda giat memanfaatkan potensi keragaman suku
dan etnik menjadi inspirasi industri kreatif dan inovasi produk budaya suku. Secara sosiologis,
warga masyarakat Indonesia sangat heterogen. Semua bisa berkembang bersama. Tidak ada pola
dominan dari suatu suku tertentu. Yang terjadi adalah ‘melting pot’ bertahan dan berkembang
selama tujuh dekade. Semua lebur menjadi satu. Potensi konflik sosial antar suku masih ada. Tapi
hal itu frekuensinya sangat rendah dan selalu dilakukan penyelesaian secara damai.
Koentjaraningrat menguraikan ada empat faktor yang dapat menghambat persatuan
Indonesia, yaitu

1. Mempersatukan aneka-warna suku bangsa


2. Hubungan antar umat beragama
3. Hubungan mayoritas-minoritas
4. Integrasi Kebudayaan Papua dan dan Timor Timur (Ahimsa-putra 2019; Poerwanto
2010).

3. Jenis Kelompok Sosial Menurut Emile Durkheim


Emile Durkheim menulis disertasi dengan judul ‘De La Division du Travail Social’ yang
diterjemahkan menjadi The Division of Labor in Society oleh William Halls (1984) menganalisa
kelompok sosialyang berkembang dalam masyarakat. Dengan objek utama tentang solidaritas
kelompok,Durkheim membedakan dua kelompok, yaitu Solidaritas Mekanik dan Solidaritas
Organik.

1) Kelompok Solidaritas Mekanik menjelaskan adanya interaksi kelompok atau lapisan sosial
yang sederhana. Solidaritas mekanik tumbuh dan berkembang di pedesaan di

23
Indonesia.Karakteristik diferensiasi masyarakat pedesaan dengan solidatritas mekanik
antara lain:
a) Suatu masyarakat terdiri dari kelompok kecil yang terpisah.
b) Antar kelompok tidak/belum ada pembagian kerja dalam menjalankan dinamika
kehidupan.
c) Dengan rasa kekerabatan dan kerukunan yang kuat, masyarakat menjalankan
pekerjaan secaragotong royong.
d) Hubungan antar anggota masyarakat sangat dekat. Bahkan hampir setiap orang
anggota masyarakat memperlakukan atau diperlakukan seperti saudara kandung
sendiri.
Sebagai contoh, kita dapat menemukan adat masyarakat desa. Apabila ada bayi lahir di
dalam suatu keluarga, tetangga mengetahuinya. Mereka datang kerumahnya.Mereka
mengucapkan selamat, membawa makanan untuk ibu bayinya. Mereka menyumbangkan pakaian.
Mereka meminjami peralatan untuk bayinya.
Begitu juga dalam acara kematian dan pernikahan. Suasana peguyuban dan gotong royong
selalu berjalan baik. Orang yang mempunyai kepentingan pribadi dikalahkan demi menjaga
solidaritas mekanik dilakukan oleh orang banyak, berulang-ulang setiap ada acara sosial.
Kita dapat menemukan ciri-ciri tersebut di daerah pedesaan, yang menunjukkan bahwa
hampir setiap jenis pekerjaan – pertanian, pengairan, perbaikan jalan, mendirikan rumah,
mendirikan sekolah, menjaga keamanan kampung dan lainnya – masih dilakukan secara swadaya
dari, oleh dan untuk masyarakat. Suasana kehidupan bernuansa paguyuban ini masih hidup di
pedesaan atau pinggiran perkotaan.

2) Kelompok Solidaritas Organik merupakan sistem kemasyarakatan modern. Kita dapat


menemukan karakteristik masyarakat dengan solidaritas organik di daerah perkotaan,
terutama kota besar dan metropolitan. Dalam pandangan Durkheim solidaritas organik
menjelaskan prilaku kolektif masyarakat yang bersifat heterogen sehingga hubungan inter
dan antar warganya bersifat variasi yang rumit (complicated). Pola interaksi sosial bukan
berdasarkan nilai paguyuban dan atau norma gotong royong, tetapi didorong kesamaan
kepentingan saling menguntungkan atau transaksional (disepakati) dalam memenuhi
kebutuhan sehingga mempertemukan inter dan antar warga dalam solidaritas organik.

24
Karakteristik masyarakat bersolidaritas organik di perkotaan memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1) Heterogen bagaikan ‘melting pot’
2) Tumbuh dan berkembang pembagian pekerjaan spesifik.
3) Pekerjaan dilakukan secara profesional, sesuai kualifikasi dan kompetensinya.
4) Ikatan moral mulai tergerus oleh kesepakatan kepentingan dan kebutuhan.
5) Interaksi warga nampak dalam pendidikan dan pekerjaan disamping kegiatan
olahraga, seni, hari raya dan keagamaan.
Sebagai contoh, untuk melayani pendidikan, kelompok solidaritas organik di perkotaan
akan melakukan interaksi sosial dengan para guru, kepala sekolah, staff administrasi dan pengawas
sekolah. Mereka juga berinteraksi dengan penjual buku, pakaian seragam sekolah, bimbingan
belajar, transportasi antar jemput siswa, warung makan dan sebagainya.

4. FORUM DISKUSI
Dampak – Mahasiswa merasakan diferensiasi sosial kehidupan bermasyarakat.
Hasil – 5-7 halaman narasi tentang diferensiasi sosial berbasis data Sakernas.
Tujuan – Menjelaskan hubungan antara pendidikan dan pekerjaan masyarakat
Bahan–Data Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) di BPS.
Metode : ‘Pair & Share’ (berpasangan dan berbagi, 1 tim 2 orang)
Alat: Computer dan akses internet
Peran Dosen: group mentoring dan individual coaching.
Tahapan:
1. Bukahttps://www.bps.go.id/subject/6/tenaga-kerja.html#subjekViewTab3
2. Tekan subtopic - Social dan Kependudukan
3. Tekan – Tenaga kerja
4. Tekan – Tabel No 3 Penduduk-berumur-15-tahun-ke-atas-yang-bekerja-
selama-seminggu-yang-lalu-menurut-status-pekerjaan-utama-dan-pendidikan-tertinggi-
yang-ditamatkan-2008-2017
5. Pilih, copy dan save data ke excel di computermu.
6. Pilih 3 variabel

25
7. Buat grafik
8. Copy dan insert grafik ke halaman kosong word.doc
9. Gunakan grafik untuk membuat ide dan sub-ide
10. Tuliskan narasi sesuai ide dan sub-ide
11. Berikan judul narasi lengkapi nama dan NIM
12. Buat 5 slide power point untuk presentasi dan akan didampingi dosen
13. Share Narasi dan PPt di goup WhatApp di kelasmu.
14. Dosen memberikan komentar, pendapat dan saran.
Refleksi – Tuliskan di Group WA. Setelah mempelajari diferensiasi sosial, bagaimana
pendapatmu tentang manfaat materi dalam pembelajaran Sosiologi?

RANGKUMAN

a. Hakekat diferensiasi sosial adalah perbedaan. Diferensiasi terdiri dari dua macam:
diferensiasi keturunan (ascribed) dan pengalaman kehidupan sosial (achieved).
Diferensiasi keturunan termasuk jender, umur, suku, kasta, dan agama. Sedangkan
diferensiasi pengalaman kehidupan sosial termasuk pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan
lainnya.
b. Faktor yang berpengaruh dan menjadi tantangan bangsa Indonesia yang majemuk antara
lain: perubahan norma dan nilai sosial budaya, gerakan politik, dan ketidakadilan dan
kesenjangan sosial ekonomi.
c. Durkheim membedakan diferensiasi sosial berdasarkan solidaritas mekanik – pekerjaan
sederhana, kuat landasan moral, kebersamaan hidup di pedesaan - dan solidaritas organik
–menggambarkan masyarakat heterogen/majemuk, tumbuh spesialisasi pekerjaan, dan
orientasi perkotaan.

26
TES FORMATIF
Petunjuk
a. Kerjakan dalam waktu 15-20 menit.
b. Gunakan lembar jawaban.
c. Pilih hanya 1 (satu) jawaban paling benar dari 5 (lima) pilihan jawaban yang tersedia
dibawah pertanyaan dengan cara melingkari salah satu huruf A, B, C, D atau pada
10 pertanyaan berikut ini.

Pertanyaan

1. Durkheim menjelaskan kelompok solidaritas mekanik dengan ciri utama berikut ini,
kecuali ... .
A. Masyarakat masih tradisional sederhana
B. Kesadaran kolektif tinggi
C.Gotong royong lebih penting daripada profesional
D. Ada pembagian kerja secara rinci
E. Kesadaran bersama menjaga persatuan

2. Solidaritas organik memiliki beberapa karakteristik berikut ini, kecuali ... .


A. Hiterogin
B. Profesional
C. Spesialisasi
D. Kesepakatan
E. Gotong Royong

3. Setiap warga negara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika. Kita menyadari bahwa kita
berbeda tetapi tetap satu. Berikut ini adalah faktor yang mempengaruhi kemajemukan
masyarakat Indonesia yang jumlahnya mencapai lebih dari 265 juta orang, kecuali ... .

A. Ekonomi

27
B. Topografi
C. Sosial budaya
D. Politik
E. Teknologi

4. Saat ini, industri padat karya mulai surut. Sebaliknya bisnis berbasis daring mulai tumbuh.
Kualifikasi (ijazah) tidak lagi menjadi penentu posisi dan gaji. Ketrampilan lunak –
kepemimpinan, inisiatif, team work, dll - lebih diutamakan. Menurut hasil survey BPS,
pekerjaan apakah yang favorit bagi pekerja di Indonesia ... .

A. Usaha sendiri (wirausaha)


B. Pegawai harian lepas di bidang konstruksi
C. Buruh, karyawan dan pegawai
D. Pelayan toko di mall dan supermarket
E. Buruh pabrik garment dan makanan

5. Hasil survei BPS menunjukkan bahwa ada dua jenispekerjaan wargamasyarakat berusia 15
– 60 tahun sebagai mayoritas apabila digabungkan menjadi satu. Berapa jumlah persentasi
kedua pekerjaan tersebut?

A. 58.2%
B. 55.8%
C. 54.9%
D. 51.2%
E. 53.1%

6. Kemajemukan warga masyarakat di negara maju maupun negara berkembang akan


ditentukan oleh banyak faktor. Bagi Indonesia, faktor apakah yang menentukan
kemajemukan masyarakat Indonesia adalah ... .

A. Ekonomidan sosial budaya

28
B. Ekonomi dan politik
C. Kesatuan Geografik dan Kepulauan
D. Anekaragam suku, etnik, agama dan ras
E. Ekonomi, politik, teknologi,sosial budaya dan kepulauan

7. Kelompoksolidaritas ini bentuknya sederhana,lebih berkembang di perdesaan, belum ada


pembagian kerja, lestari dengankesepakatan, merupakan gerakan moral masyarakat, dan
masih dilaksanakan dalam adat istiadat. Solidaritas kelompok sosial seperti ini termasuk ...
.
A. Solidaritas Mekanis
B. Solidaritas Organis
C. Solidaritas Biologis
D. Solidaritas Otomatis
E. Solidaritas Ideologis

8. Indonesia bangga sebagai negara yang memiliki jumlah suku, etnik dan kasta yang
bervariasi dan lestari dari Sabang sampai Merauke. Ada satu nama provinsi yang lebih
terkenal di manca negara daripada nama Indonesia. Di pulau inilah masyarakat berbeda
kasta atau warna mampu melestarikankasta sebagai sistem sosial dan inspirasi industri
pariwisata kelas dunia. Urutan kasta berikut ini adalah salah, kecuali ... .

A. Brahmana, Ksatriya, Sudra dan Waisya


B. Brahmana, Waisya, Sudra dan Ksatriya
C.Brahmana, Sudra, Ksatriya, dan Waisya
D. Brahmana, Ksatriya, Waisya, dan Sudra v
E. Brahmana, Waisya, Ksatriya, dan Sudra

9. Identitas biologis yang diwariskan oleh orang tua kandung kepada anak setiap warga
masyarakat Indonesia dapat dilacak dengan tes genetika. Sebagian dari data tersebut
mudah diketahui dalam Kartu Tanda Penduduk. Data berikut ini tidak termasuk dalam
data KTP, kecuali ... .

29
A. Nama pasangan hidup
B. Status Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender
C. Gender, Umur, dan golongan darah
D. Riwayat pendidikan dan pekerjaan
E. Nomor kendaraan pribadi

10. Kartu Tanda Penduduk merupakan bukti identitas lengkap Saudara sebagai warga negara
Republik Indonesia. Data pribadi saudara yang tertulis dalam KTP anda berikut ini benar,
kecuali ... .

A. Jenis kelamin, alamat tetap, dan golongan darah


B. Umur, agama, dan pekerjaan
C. Status pernikahan, provinsi tempat tinggal dan jumlah anak v
D. Kewarganegaraan, nama kota tempat lahir, dan tanda tangan
E. Foto, NIK, dan Kota tempat tingggal

30
DAFTAR PUSTAKA
Ahimsa-putra, Heddy Shri. 2019. “Koentjaraningrat Dan Integrasi Nasional Indonesia : Sebuah
Telaah Kritis.” Patrawidya 20(2):115–30.
Ananta, Aris, Evi Nurvidya Arifin, M. Sairi Hasbullah, Nur Budi Handayani, and Agus
Pramono. 2015. Demography of Indonesia’s Ethnicity. Singapore: ISEAS.
Armstrong, Karen. 2019. The Lost Art of Scripture. Bandung: Mizan.
Barth. 1969. “Introduction.” in Ethnic Groups and Boundaries, edited by F. Barth. Boston: Little
Brown and Company.
BPS. 2010. Kewarganegaraan Suku Bangsa Agama Dan Bahasa Sehari-Hari Penduduk
Indonesia : Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta: BPS.
BPS. 2021. “Jumlah Penduduk Hasil Proyeksi Menurut Provinsi Dan Jenis Kelamin (Ribu Jiwa),
2018-2020.” Retrieved (https://www.bps.go.id/indicator/12/1886/1/jumlah-penduduk-hasil-
proyeksi-menurut-provinsi-dan-jenis-kelamin.html).
Cerulo, Karen A. 1997. “Identity Construction : New Issues , New Directions.” Annual Review of
Sociology 23:385–409.
Eno, Mohammed, and Abdi M. Kusow. 2014. “Racial and Caste Prejudice in Somalia.” Journal
of Somali Studies 1(2):91–118.
Ferraro, Gary, and Susan Andreatta. 2011. Cultural Anthropology: An Applied Perspective.
Belmont: Wadsworth Cengage Learning.
Jansen, Jan. 1996. “Polities and Political Discourse: Was Mande Already A Segmentary Society
in the Middle Ages?” History in Africa 23:121–28. doi: 10.2307/3171937.
Jary, David, and Julia Jary. 1991. Collins Dictionary of Sociology. Glasgow: HarperCollins.
Kemenag. 2021. “Data Umat Berdasarkan Agama.” Retrieved
(https://data.kemenag.go.id/statistik/agama/umat/agama).
Kobayakawa, Akira. 2021. “Japan’s Modernization and Discrimination: What Are Buraku and
Burakumin?” Critical Sociology 47(1):111–32. doi: 10.1177/0896920520915493.
KPPA. 2021. Profil Perempuan Indonesia 2020. Jakarta.
Lan, Thung Ju. 2006. “Redefinisi Etnisitas Dalam Konteks Kebudayaan Nasional.” Jurnal
Masyarakat Dan Budaya 8(1):123–40.
Mosse, Julia Cleves. 2007. Gender Dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

31
Nugroho, Riant. 2011. Gender Dan Strategi Pengarasutamaannya Di Indonesia. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Parsons, Talcott. 1955. Essays in Sociological Theory. London: Free Press.
Parsons, Talcott. 2005. The Social System. London: Routledge and Kegan Paul.
Poerwanto, Hari. 2005. “Hubungan Antar Suku-Bangsa Dan Golongan Serta Masalah Integrasi
Nasional Di Indonesia.” Jurnal Ketahanan Nasional X(2):17–32.
Poerwanto, Hari. 2010. Kebudayaan Dan Lingkungan Dalam Perspektif Antropologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ricklefs, M. C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200 - 2004. Jakarta: Serambi.
Seif, Huda. 2005. “The Accursed Minority: The Ethno-Cultural Persecution of Al-Akhdam in the
Republic of Yemen: A Documentary & Advocacy Project.” Muslim World Journal of
Human Rights 2(1). doi: 10.2202/1554-4419.1029.
Sudoyo, Herawati. 2017. “Tracing the Origin of Indonesian People through Genetics.” Retrieved
(https://theconversation.com/tracing-the-origin-of-indonesian-people-through-genetics-
85827).

32
KEGIATAN BELAJAR 2: STRATIFIKASI SOSIAL

CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH(CPMK)

Memahami pengetahuan sosiologi tentang pelapisan sosial.

POKOK-POKOK MATERI

Mampu mengidentifikasi Pelapisan Sosial, Stratifikasi Sosial, Dasar-dasar Stratifikasi Sosial, Jenis
Stratifikasi Sosial

1. Pendahuluan

Apa itu stratifikasi sosial? Mengapa stratifikasi sosial dipelajari? Bagaimana stratifikasi
sosial berkembang? Apa dasar stratifikasi sosial itu? Dimana stratifikasi sosial terjadi? Siapa
pemikir stratifikasi sosial? Apa tujuan utama stratifikasi sosial? Siapa memperoleh manfaat apa
dengan adanya stratitikasi sosial? Pertanyaan tersebut membantu kesadaran kita tentang perbedaan
strata sosial yang mempunyai dampak besar terhadap kehidupan masyarakat.
Memahami stratifikasi sosial itu menarik. Terlepas dari pengertian dan indikator yang
digunakan, setiap hari kita melihat orang kaya dan orang miskin. Kita juga mengetahui bedanya
antara tuan tanah dan petani penggarap, antara buruh dan majikan, antara pengangguran dan
pekerja tetap, antara pejabat dan rakyat, antara kaum terdidik dan buta huruf, antara melek
teknologi dengan gagap teknologi, das lain sebagainya. Dengan demikian, stratifikasi sosial berarti
pengelompokan masyarakat dengan asumsi ‘strata, vertical, ranking, level, ordinal’, sehingga suatu
pengelompokan sosial tidak lagi bersifat ‘horizontal’, kesejajaran dan kesetaraan antar kelompok
sosial. Dengan kata lain, diferensiasi sosial merupakan interaksi manusia yang hakekatnya adalah
pemeringkatan, dari bawah ke atas atau sebaliknya. Misalnya, masyarakat dapat diberikan
peringkat sesuai tamatan sekolah dari TK/RA ke SD/MI ke SMP/MTs ke SMU/SMK/MA ke
tamatan perguruan tingggi. Dalam analisis stratifikasi sosial, semakin tinggi pendidikan, semakin
tinggi mutu kehidupan mereka karena peringkat kompetensi, kualifikasi, profesi, vokasi,
penghasilan dan kesejahteraan berjenjang dari tingkatan rendah ke tingkatan tinggi.

33
Stratifikasi mampu menjelaskan sejarah dan perkembangan pemikiran tentang status
sosial, baik yang sifatnya ‘ascribed’ maupun ‘achieved’. Kemudian secara teoritis stratifikasi sosial
bisa menjadi kelanjutan bahkan antithesis dari pemikiran kelompok sosial horizontal sebelumnya.
Contoh, pria dianggap lebih besar badan, kuat tangan, berani kerja di luar rumah (macho) daripada
wanita yang serba halus, santun dan lemah lembut (feminine). Pada saat yang sama, hasil studi
kependudukan membuktikan bahwa wanita lebih kebal dari aneka penyakit ketika usia balita dan
lebih panjang umurnya ketika di kelompok usia lanjut daripada pria. Dialog dari tingkat paradigma
sampai dengan fakta kehidupan ini akan mewarnai perdebatan stratifikasi sosial.
Untuk memahami kondisi stratifikasi sosial lebih mendalam, kegiatan belajar ini akan
membahas beberapa hal penting, yaitu :

1. Stratifikasi Sosial
2. Dasar-Dasar Stratifikasi Sosial
3. Jenis Stratifikasi Sosial

2. Sratifikasi Sosial

Dengan kemajuan dunia industri yang mengakibatkan munculnya stratifikasi


multidimensional, Max Weber (Kerbo, 1991: 107) memberikan batasan bahwa stratifikasi sosial
adalah pengelompokan orang kedalam strata tertentu. Strata bermakna lebih dari sekedar beda,
tapi beda kualitas dan peran sosial. Dengan demikian, Indonesia memiliki banyak bentuk
stratifikasi sosial. Bagaimana strata sosial itu bisa diperoleh seseorang, individual maupun
kolektif?
Diagram 1. Cara dan Tahapan Memperoleh Status Sosial

34
Dari zaman kurno hingga zaman sekarang, Diagram1 menunjukkan tiga pilihan cara orang
memperoleh status sosial: otomatis, usaha, dan gabungan otomatis dan usaha. Dengan
keberhasilan pembangunan sektor pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan, dan ilmu
pengetahuan/teknologi, potensi masyarakat untuk perbaikan status sosial bisa dicapai baik secara
individual maupun kolektif. Dengan usaha kolektif, pembangunan dapat memberdayakan potensi
masyarakat berguna untuk mewujudkan kesejahteraan untuk setiap warga masyarakat.

3. Proses Pemerolehan Status Stratifikasi Sosial


Setelah merangkum pendapat dari para ahli stratifikasi sosial, seperti Kornblum (1988),
Kerbo (1991), Durkheim dalam Halls (1984), Maryati dan Suryawati (2014) kita dapat
menemukan tiga cara dan tahapan strata sosial:

1. Ascribed – tanpa usaha otomatis mendapatkan status sosial. Gelar bangsawan yang
diberikan orang tua dalam sistem stratifikasi tertutup di zaman kerajaan. Contoh,
jabatan Raden, Ratu, Raja dan lainnya.
2. Achieved – dengan usaha yang terencana dan progresif merangkak dari bawah untuk
perbaikan kedudukan melalui perjuangan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan
lainnya dalam sistim stratifikasi terbuka. Contoh, gelar akademik (Sarjana, Master,
Doktor), jabatan struktural (Lurah, Camat, Bupati/Walikota, Gubernur, dan
Presiden) dan jenjang kepangkatan di pegawai negeri, kepolisian dan lingkungan
militer.
3. Assigned – merupakan sinerji antara otomatis dan prestasi. Ini terjadi karena sistim
stratifikasinya bersifat eklektif, campuran terbuka dan tertutup, yang penting
kualifikasi dan kompetensi bersatu dengan kekayaan, kekuasaan dan kewibawaan.
Contoh, Gubernur dan Raja Daerah Istimewa Jogjakarta.

Meskipun indikator dan pengukurannya berbeda-beda antar lokasi dan zamannya,


stratifikasi sosial masih menggunakan komponen kekayaan, kewibawaan, dan kekuasaan. Tiga
komponen tersebut menjadi hakekat pengertian stratifikasi sosial. Wajar apabila ketiga aspek
tersebut terus menjadi objek perhatian para peneliti dan praktisi pembangunan sosial, politik,
ekonomi, dan kebudayaan tentang prilaku masyarakat lokal, regional maupun global. Kita
menyadari bahwa kekayaan, kewibawaan dan kekuasaan hanya dimiliki sebagian kecil warga

35
masyarakat. Sebaliknya, sebagian besar masyarakat tidak punya akses informasi dan jalan untuk
mempunyai kekayaan, kewibawaan dan kekuasaan. Benarkah, setiap orang di setiap negara
mempunyai kesamaan akses terhadap ketiga komponen tersebut?
Ketimpangan sosial ekonomi politik tetap menjadi isu utama kajian stratifikasi sosial.
Harta kekayaan dapat menjadi jurang pemisah antara orang kaya dan orang miskin. Juragan kaya
dihormati karyawan miskin. Tuan tanah kaya disegani petani penggarap miskin. Mandor kebun
sawit ditaati buruh harian lepas diperkenunan milik investors. Sebagai kelompok elite, orang kaya
bisa makan bergizi tinggi, punya pakaian lengkap dan harga mahal, punya rumah mewah, punya
anak tamat pendidikan tinggi, punya kartu asuransi kesehatan ‘all coverage’ (semua ditanggung
bayar), bisa liburan keluar negeri, dan nikmati gaya hidup mewah lainnya.
Berbeda dengan kondisi masyarakat fakir miskin. Mereka makan sekali sehari, pakaian
sekedar menutup aurat, rumah kontrakan, kartu BPJS gratis, Kartu Indonesia Pintar, Masuk
sekolah dengan SKTM, Kartu Keluarga Harapan, dan Kartu Indonesia Sehat. Apakah setiap
mereka semua sama, minta dikasihani? Belum tentu. Sebagian memang ada yang menikmati
kemiskinan. Sebagian besar dari mereka mau dan mampu perbaiki status, dari strata bawah ke
strata ke atas. Stratifikasi sosial menemukan alasan dan bagaimana membantu kelompok
pengangguran dan kemiskinan memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Kewibawaan dapat juga membedakan pejabat, orang
terhormat, dengan rakyat, orang awam, atau ‘lay people’.
Secara psikologi sosial, kewibawaan merupakan kehormatan
(respect), kepercayaan diri (self-esteem) atau kepercayaan
sosial (social trust). Hanya orang terbatas memiliki ‘prestige’
seperti itu, strata atas masyarakat. Contoh, guru dihormati
murid. Dokter dihormati pasien. Lurah dihormati warga. Kyai
dihormati santri, ustadz dan pengikutnya. Masih banyak contoh
lainnya yang saudara bisa menjelaskan sendiri.
Kekuasaan yang dimaksud adalah realisasi hak dan
kontrol atas barang dan jasa atau kemampuan untuk mencapai tujuan dalam mengarungi bahtera
kehidupan. Pengertian tersebut mengandung makna otoritas dan kewenangan sebagai wujud dari
kekuasaan. Dalam kepemimpinan informal, seorang bapak diberikan otoritas untuk mengambil
keputusan oleh istri dan anaknya. Pengawas dan tim auditor mutu sekolah akan dihargai oleh

36
kepala sekolah dan guru sekolah proses Akdreditasi Sekolah. Dalam kepemimpinan birokrasi,
lurah dan kepala desa akan mendengarkan nasehat Camat. Camat akan taat Bupati dan Walikota.
Guberur akan mendengarkan Prosiden dan Menteri terkait. Dalam sistim kepangkatan ASN, baik
structural maupun fingsional, jelas pemeringkatannya.
Stratifikasi telah menjadi tradisi sosiologi, baik sebagai pendekatan dan metode, dalam
pemeringkatan kelompok sosial dan eksplisit menjelaskan interaksi hirarkhis. Pemeringkatan
adalah asumsi dasar untuk menjelaskan interaksi masyarakat secara ‘vertical’ atau ‘ranking’, bukan
sekedar interaksi ‘horizontal’. Terlepas dari jumlah stratanya, setiap strata secara eksplisit punya
makna ‘ordinal’, dari bawah ke atas atau dari rendah ke tinggi.
Dimana stratifikasi sosial terjadi dan berkembang? Stratifikasi sosial mulai ada di dalam
keluarga, baik inti maupun keluarga batih. Hal itu kemudian berkembang sekolah dan lembaga
pelayanan publik. Stratifikasi sosial meluas dalam dunia usaha dan industri, organisasi profesi,
maupun lembaga swadaya masyarakat lainnya. Dalam pandangan global, stratifikasi sosial itu
terjadi di setiap dan antar negara. Unduh dan baca laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa, terutama
Indek Pembangunan Manusia.

4. Hakekat Stratifikasi Sosial


Stratifikasi sosial digunakan oleh orang yang berbeda pandangan dengan menggunakan
istilah yang berbeda. Namun, hahekat stratifikasi sosial dapat dijabarkan kedalam dua istilah
berikut ini:

a) Status sosial adalah pemeringkatan sosial dengan menggunakan beberapa indikator,


termasuk jumlah uang, penghormatan masyarakat, dan pengaruh terhadap
masyarakat (Spencer, 1979: 236). Sebagian ahli sosiologi mendefinisikan status
sebagai posisi sosial yang diduduki seseorang di dalam sebuah jaringan sosial. Status
juga merupakan pengakuan atas kedudukan sosial. Yang dijadikan sebagai dasar
pengakuan tersebut adalah gaya hidup, pendidikan formal, dan keturunan atau jenis
pekerjaan yang dijalani (Lucas 2011). Pada setiap status melekat hak, tugas, dan
beban gaya hidup. Orang dengan status sosial yang tinggi dituntut untuk
menunjukkan gaya hidup tertentu yang identik dengan mereka yang berada pada
status sosial yang tinggi. Setiap orang ingin punya uang banyak, dihormati orang

37
banyak, dan mampu mempengaruhi orang banyak. Tetapi, status sosial tidak terbagi
rata kepada setiap warga masyarakat. Dengan alasan inilah, kita membuat peringkat
sosial dengan menggunakan konsep kehidupan sosial, termasuk pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, status, prestise, atau kekuasaan.
b) Kelas sosial adalah sekelompok orang yang mempunyai status sosial ekonomi yang
sama. Karl Marx menyatakan bahwa masyarakat kapitalis mengalami dikotomi, yaitu
antara kelas majikan, yaitu mereka yang menguasai modal dan pekerja, yaitu mereka
yang tidak menguasai modal. Dikotomi yang mengarah pada konflik kelas ini
berakar dari ketidakadilan yang diterima pekerja. Bekerja menurut Marx adalah
proses penciptaan nilai tambah dari suatu komoditas. Atas diperolehnya nilai tambah
tersebut, pekerja mendapatkan upah. Di bawah sistem kapitalisme yang orientasi
utamanya adalah akumulasi modal, para majikan menikmati lebih banyak
keuntungan dari pertambahan nilai tersebut, dibandingkan dengan pekerja.

Max Weber melihat bahwa kelas muncul karena tiga faktor, yaitu : (1) Kesempatan
bagi adanya suplai barang; (2) Kondisi hidup eksternal; dan (3) kekuasaan sebagai penentu
kondisi. Berbeda dengan Marx yang semata-mata melihat kelas dari kacamata ekonomi, Weber
mengemukakan adanya empat tipe kelas, yaitu : (1) pemilik properti; (2) inteletual, ilmuwan,
manajer, dan administrator terampil; (3) pemnilik usaha kecil; dan (4) pekerja. Di samping kelas
atas dan kelas bawah, Weber mengemukakan adanya kelas menengah yang berkedudukan
independen. Kelas menengah ini dalam perkembanganya seringkali menjadi pemain penting
dalam berbagai perubahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.. Kelas ini Berdasarkan atas
uraian tersebut.. Berkaitan dengan kelas sosial, Spencer (1979) menegaskan bahwa istilah status
dan kelas sosial bisa digunakan saling bergantian. Komponen utama dari status dan kelas sosial
mencakupi tiga hal: hak dan kontrol barang dan jasa (property), kemampuan mencapai satu tujuan
(power), kehormatan (prestige or esteem).

4. Manfaat Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial bisa bermanfaat bagi pendidikan, penelitian dan pemberdayaan


masyarakat, termasuk

38
a) Membantu mengantisipasi konflik sosial, dari perkelahian pemuda antar
kampung/desa, genosida, dan perang
b) Mendeteksi masukan, proses, dan hasil pembangunan sosial, budaya, politik, ekonomi
dan idiologi bangsa secara terpadu, progresif and berkelanjutan
c) Mempercepat pemberantasan kebodohan, pengangguran, dan kemiskinan
d) Merencanakan, melaksanakan kebijakan, program dan anggaran
e) Mengevaluasi hasil pembangunan sosial
f) Menjaga keharmonisan, kohesivitas, dan persatuan bangsa dan negara.
g) Membantu bagaimana masyarakat bisa hidup,
h) Menperluas kesempatan menuju kehidupan lebih baik,
i) Meningkatkan layanan kesehatan mental dan
j) Melayani konseling dan bimbingan manula mencapai harapan panjang umur.
k) Manfaat lain sesuai dengan kondisi dan situasi sosial lainnya.

5. Dasar-Dasar Stratifikasi Sosial

Pada dasarnya stratifikasi sosial mengandung tiga dimensi, yaitu kekayaan, kekuasaan, dan
prestis. Kekayaan adalah akumulasi obyek material yang bernilai dalam suatu masyarakat. Tanah
pada masyarakat agraris merupakan sesuatu yang sangat berharga, sehingga salah satu indikator
untuk menentukan kaya dan tidaknya seseorang adalah luas tanah yang dimilikinya. Pada
masyarakat maritim, salah satu indikator penting kekayaan adalah kepemilikan kapal. Kekuasaan
adalah kapasitas untuk mengendalikan orang lain. Semakin besar kemampuan dan semakin banyak
orang lain yang dapat dikendalikan, semakin tinggi pula kekuasaan yang dimilikinya. Sebagian
orang mencampuradukkan jabatan dengan kekuasaan. Seseorang yang menjabat belum tentu
berkuasa, karena keputusan yang diambilnya mungkin saja dikendalikan oleh pihak lain. Prestis
adalah harkat atau martabat sosial dalam suatu masyarakat. Sebagai contoh, sebagian orang rela
diupah rendah demi dapat menjadi guru honorer, dibandingkan bekerja sebagai buruh bangunan
yang diupah lebih tinggi. Alasannya adalah profesi guru memiliki prestis lebih tinggi terutama
pada masyarakat perdesaan.
Dulu stratifikasi sosial merupakan sesuatu yang sifatnya keturunan, ‘given’- otomatis
diberikan secara urutan sesuai garis keturunan. Orang-orang di strata bawah tidak berani
merubahnya. Terpaksa mereka menerima strata sebagai nasib. Di era kemajuan ilmu pengetahuan

39
dan teknologi informasi, stratifikasi berdasarkan faktor biologi – warisan, keturunan, pemberian
otomatis atau bentuk lainnya yang sifatnya ascribed – masih ada hanya di sebagian kecil
masyarakat. Pandangan demikian sebenarnya mulai luntur. Grafik 1 pada pembahasan sebelumnya
telah menunjukkan dasar dan tahapan untuk meningkatkan dari satu strata ke strata lebih tinggi
kedudukannya dalam masyarakat.
Sebagai inspirasi perjuangan kaum tertindas melawan kaum elite penjajah, kita mengenal
banyak ungkapan di Indonesia. Orang tua kita yang dulu dijajah Enggris, Belanda atau Jepang,
sebenarnya mereka melawan penjajah. Tidak dengan senjata. Tapi dengan provokasi. Misalnya,
‘ayo Londo dibondo’ (ayo orang Belanda kita ikat dengan tali). Lalu, ‘Ayo Wong Inggris dilinggis’
(ayo orang Ingris kita pukul dengan besi Panjang). Juga, ungkapan ‘ayo wong Jepang ditendang’ (
ayo orang Jepang kita tendang). Setiap ungkapan ini ampuh memberikan semangat disaat tantara
dan rakyat bersatu berjuang merebut kemerdekaan. Ini contoh bagaimana politik menggunakan
stratifikasi sosial dalam perang. Jargon rakyat tertindas (proletar) melawan penjajah Belanda atau
Inggris.
Secara politik, stratifikasi sosial karena keturunan biologis mungkin mulai ditinggalkan
seiring sistem kerajaan yang ada di nusantara sudah disepakati dan dilebur menjadi Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Bila kondisi kerajaan itu ingin dilestarikan hanya sampai pada
pengembangan industri pariwisata dan kajian sejarah. Percepatan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dipelajari generasi muda dan mendominasi perubahan prilaku masyarakat era
digital saat ini. Semuanya itu telah ikut andil dalam menurunnya pemikiran stratifikasi keturunan.
Contoh: generasi muda masyarakat Jawa Solo dan Jogjakarta jarang mengenal ungkapan ‘keluarga
darah biru’. Istilah ini merupakan sebutan kelompok elite, keturunan raja, kaya, wibawa, dan
berpengaruh terhadap masyarakat jaman kerajaan. Hal ini sudah semakin redup dari kehidupan
masyarakat umum, kecuali sejumlah kecil generasi tua. Generasi ‘millennials’ tidak mengenal
istilah ini. Masyarakat kelahiran 1980-2005 tidak mengenal lagi strata sosial petani di pedesaan,
misalnya klasifikasi buruh tani menjadi ‘budak, kuli kendo, kuli kenceng, mandor”.

6.1 Lima Dasar Stratifikasi Sosial

40
Perbedaan yang memisahkan status kemanusian. gambar 1 menunjukkan lima dasar
stratifikasi sosial. Kita akan memulasi tiga dasar-dasar stratifikasi sosial, yaitu: Teknologi,
Ekonomi, dan Politik sebagai pendorong mahasiswa melengkapi penjelasan secara madiri.

6.1.1 Teknologi Sebagai Dasar Stratifikasi Sosial

Muhammad Dimyati (2019) Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek-


Dikti mengenalkan stratifikasi teknologi, kelompok cerdas teknologi digital (digital technology
literates) disingkat KCT, dan kelompok gagap teknologi (digital technology illiterates) disingkat
KGT.
Masyarakat cerdas teknologi digital akan menjadi pemilik kekayaan, kekuasaan, dan
kewibawaan karena mereka mampu menguasai dan mensinerjikan fungsi dan manfaat tiga hal
berikut:

i. Cyber-Physical – contohnya adalah mesin otomatis, percetakan 3D, Robots, dan


materials baru
ii. Internet of things - termasuk segala barang yang dipakai, big data, artificial
intelligent, block chain, cryptocurrency, dan virtual reality.
iii. Bio-Technology – Gene sequencing/Edit DNA, Synthetic biology, personalized
medical treatment, dan new neuroscience.

Ketiga hal diatas akan digunakan di setiap sektor pembangunan, misalnya pertanian,
perdagangan, politik, kesehatan, pendidikan, perumahan, perhotelan, kebudayaan, keamanan,
transportasi, dan lainnya. Teknologi akan menciptakan kesenjangan antara kelas atas dan kelas
bawah dalam struktur masyarakat di masa depan. Dua tokoh dalam Gambar 2 berikut ini dapat
menjadi contoh strata kelas atas yang akan mewarnai kondisi sosial eknonomi di masa
mendatang.

41
B. J. Habibie Nadeim Makarim
Bapak Teknologi Indonesia Menteri Pendidikan dan
dan Presiden RI. Kebudayaan dan Pendiri Go-Jek

Menyadari atau tidak menyadari, kelompok masyarakat bawah, yang gagap teknologi
digital, akan disibukkan dengan adaptasi pola kehidupan tradisional dan industri manual atau semi
otomatis. Contoh: siswa di lingkungan KGT masib belajar dan ujian manual berbasis kertas.
Sedangkan, KCT sudah belajar dan ujian berbasis internet. Keluarga KGT sibuk masak di rumah
sendiri. Keluarga KCT memilih go-food, lebih cepat, lebih banyak pilihan, lebih murah dan
mudah. Perusahaan padat karyawan asyik dengan upah minimum daerah (UMD). Mereka menjadi
penonton alat bayar ‘Cash’ maupun Kartu ‘Visa’. Lihat Gambar 3 Alat bayar berikut.

Kaya membayar, Kartu


Miskin membayar, Kertas Kredit
Rupiah
Pelayanan publik berbasis teknologi bukan memudahkan pekerjaan orang banyak tetapi
hal itu juga menciptakan dinding tebal antara orang kaya dan orang miskin. Teknologi
menciptakan nilai baru, cepat, akurat dan mudah. Penciptaan ketimpangan teknologi lebih massal
dan cepat. Penggunaan teknologi menghasilkan alat atau produk tertentu. Jika teknologi diguna-
kan dengan benar dan baik, maka teknologi bermanfaat bagi manusia. Sebaliknya, bila teknologi

42
digunakan dengan salah, maka teknologi menghapuskan prestasi keilmuan dan teknologi
sebelumnya.
Penguasaan teknologi itu bisa dipelajari di sekolah. Sejak SD hingga lulus perguruan
tinggi, anak-anak belajar teknologi. Teknologi dan sekolah menjadi jembatan emas agar peserta
didik agar bisa hidup dan alumni sekolah dapat bekerja sesuai dengan kualifikasi, kompetensi,
sertifikasi, penempatan, dan pendampingan sekolah. Setiap orang seharusnya diberikan akses
untuk mengembangkan teknologi agar naik kelas, bargabung dengan kelompok cerdas teknologi.
Ketertinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang dipelajari sepuluh tahun lalu ke
belakang itu, akan segera dinyatakan sebagai tidak relevan. Kualifikasi dan kompetensi alumninya
dibutuhkan industri yang tumbuh satu decade lalu hingga kini. Kompetensi dasar dan ketrampilan
inti yang diajarkan di sekolah tidak sesuai dengan ketrampilan yang diharapkan oleh pesusahaan
dan industri. ‘Mismatch’ antara kualifikasi dan profesi menjadi masalah bagi masyarakat
Indonesia.
Kajian teknologi menjebatani antar dunia pendidikan dan industri. Para pelaku usaha dan
bisnis dan para pendidik perlu mencari daya ungkit (driving force) yang mempengaruhi bisnis
mereka. Untuk ke depan, bagaimana teknologi, pendidikan dan industri, yang berkembang di
Indonesia dan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, mengurangi pengangguran dengan
menciptakan pekerjaan baru?
Penyiapan tenaga kerja harus mengikuti trend pembangunan terkini. Jika kita tidak melatih
teknologi kita hanya akan menjadi pengangguran. Dunia pendidikan dan pelatihan harus
mengenalkan teknologi supaya bonus demografi bermanfaat mensejahterakan rakyat. Menurut
World Education Forum (2016) faktor penentu perubahan yang akan berdampak penting terhadap
industri menurut para pemimpin bisnis di ASEAN adalah:

1) 40% internet, teknologi cloud


2) 38% Persediaan energi baru dan teknologi
3) 38% processing power, Big data
4) 38% Perubahan kondisi dan fleksibilitas kerja
5) 31% perubahan cuaca, sumber day alam
6) 31% layanan kelas bergerak di pasar yang sedang tumbuh
7) 23% perubahan geopolitik

43
8) 15% etika konsumen, masalah-masalah pribadi
9) 15% penduduk usia lanjut

Pertumbuhan teknologi berjalan lebih cepat daripada pemikiran kita. Kita perlu adopsi dan
adaptasi dalam menggunakan teknologi. Teknologi telah berhasil merubah prilaku massal, yang
belum pernah dibayangkan sebelumnya. Teknologi telah membentuk dua kelompok sosial, antara
pengembang teknologi dan pengguna teknologi.
Pengembang teknologi disebut kelompok kelas atas. Jumlahnya sedikit, produktif.
Masyarakat umum pengguna, konsumtif. Indonesia pasar raksasa jualan aplikasi – WhatsApp,
email, face book, line, dan lainnya. Pengguna cepat nikmati informasi dan data, tapi lambat buka
usaha dan bisnis. Padahal, satu alat Mobile Phone selesaikan banyak urusan. ‘Go food’ dan ‘Go
send’ sebagai direviasi GoJek menjadi contoh dalam stratifikasi teknologi untuk mesyarakat.
Sebagian besar rakyat biasa termasuk petani kecil, tinggal di desa, tidak ada jaringan
internet, gak mampu bayar internet bulanan semua masih dilakukan dengan cara manual dan adat
gotong royong paguyuban desa. Mereka ini gagap teknologi. Mereka kelas sosial rendah. Namun,
akhir-akhir ini, handphone secara luar digunakan oleh kelompok elit maupun ‘kawula alit’.

6.1.2 Ekonomi Sebagai Dasar Statifikasi Sosial

Stratifikasi ekonomi melibatkan banyak faktor ekonomi dalam kehidupan masyarakat.


Faktor ekonomi berikut ini sering digunakan untuk pemeringkatan kelompok masyarakat, yang
kaya dan yang miskin. Perspektif ekonomi yang menganalisa stratifikasi upper class, middle class
dan lower class.

6.1.3 Kepemilikan tanah

Tanah terdiri dari tanah kering (tagalan) dan tanah basah (sawah). Tanah kering biasanya
digunakan untuk industri perkebunan, pertanian, dan kehutanan. Jumlah dan hasil produksi yang
menjadikan pembenaran seorang pemilik lahan disebut tuan tanah, land lord. Kedudukan mereka
di masyarakat dihormati, berulang-ulang, di banyak tempat oleh orang banyak. Di desa tempat kita
lahir dulu menjadi saksi: Kakek nenek kita masih punya 1 ha lahan tanah, pekarangan rumah
tinggal, tegal atau sawah. Orang tua kita punya tanah kurang dari 1000 m2, rumah dan ‘tegalan’.
Anak-anak mereka hanya punya tanah kapling, 100-400- m2. Cucu mereka hanya punya kamar

44
apartment 35m2 tanpa menyentuh tanah (bangunan bersertifikat strata title). Kondisi ini menuntut
negara harus hadir. Land reform perhatikan rakyat kecil. Ungkapan bahwa ‘tanah itu hidup dan
matinya seseorang’ bermakna kritikan dan harapan bahwa pemmerintah perlu mempermudah
akses kepemilikan tanah untuk rakyat. Transmigrasi itu contoh baik, karena berbagi lahan. Awal
perbaikan strata sosial. Jadi, rakyat yang berperan sebagai petani penggarap, petani penyewa,
buruh olah lahan, dan buruh panen akan disebut sebagai kelas bawah. Penghasilannya tergantung
tenaga, waktu dan energi yang mereka buang selama bekerja di tanah tuan tanah. Rakyat petani
harus patuh pada tuan tanah. Tuan tanah boleh menghukum penggarap tanah yang melanggar
aturan. Para petani tidak boleh makan bersama dengan tuan tanah. Rakyat berbicara harus pelan
kepada tuan tanah dan keluarganya.

6.1.4 Kepemilikan barang berharga (Luxury)

yang dimaksud antara lain rumah mewah, mobil mewah, emas dan berlian, deposito, saham
dan insvestasi modern lainnya. Kelompok strata ini tentu sangat elitis karena aset dan benefit
sharingnya sudah berjalan sendiri, mencari uang sendiri. Bisnis antar negara semua dilakukan
dengan aplikasi. Pola kehidupan ini berlaku bagi kaum Borjuis. Sebagian besar rakyat proletar,
buruh tani, penyewa lahan dan lainnya tidak modal usaha, apalagi rakyat proletar. Kesenjangan
sumber demonstasi. Pengusaha harus untung, tapi fair. Buruh harus rasional, tapi jelas tututannya.
Pemerintah harus adil, roda ekonomi harus berjalan.

Gambar 4 – Buruh, Pemerintah dan Pengusaha.


Sumber: https://www.bing.com.

Dari kedua indikator ekonomi tersebut diatas kita dapat menemukan inti pesan ekonomi,
yaitu: bagaimana menciptakan peluang usaha dan pekerjaan. Kerjasama Triple Helix menjadi

45
penting dikembangkan. Pekerjaan menjamin masyarakat kelas bawah, menengah dan atas untuk
mampu memenuhi kebutuhan pokok: makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan kesehatan.
Gambar 4 di atas membantu kita menemukan pertanyaan ktiris sebagai berikut:

1. Mengapa buruh melakukan demonstrasi?


2. Mengapa pengusaha enggan menaikkan upah kepada buruh?
3. Bagaimana Pemerintah mengambil kebijakan yang pro buruh, tapi pengusaha tetap
untung dalam Bisnis?

Sejumlah ahli antropologi meyakini bahwa stratifikasi ekonomi adalah sebuah fenomena
yang relatif baru. Temuan arkeologis dari zaman 7.500 tahun yang lalu mengundikasikan bahwa
pada masa itu masyarakat hidup dalam kesetaraan Masyarakat yang hidup secara nomaden dengan
mata pencaharian utama berburu dan meramu tidak mengenal kepemilikan pribadi. Mereka
mencari binatang buruan dan mengumpulkan makanan dalam kelompok-kelompok kecil. Hasil
yang mereka peroleh lalu dibawa lokasi hunian sementara dan dinikmati bersama dengan anggota
suku yang lain. Stratifikasi secara ekonomi diyakini baru muncul ketika manusia mulai hidup
menetap. Mata pencaharian utamanya adalah petani dan peternak. Di dalam masyarakat agraris,
masyarakat mulai mengenal hak milik. Keluarga yang beranggotakan individu-individu yang kuat
secara fisik dan dalam jumlah yang lebibh banyak cenderung lebih banyak mampu membuka
lahan, bercocok tanam, dan memelihara binatang ternak.
Stratifikasi berbanding lurus dengan tingkat kompleksitas masyarakat. Masyarakat industri
dewasa ini memiliki stratifikasi ekonomi yang sangat tinggi. Rentang kemakmuran yang dapat
ditemukan di sejumlah negara tampak begitu jauh, mulai dari individu-individu dengan kekayaan
trilyunan dollar sampai dengan keluarga-keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal sehigga
harus hidup sebagai tunawisma. Terjadinya stratifikasi semacam ini pada masyarakat industri
adalah karena karakter sistem kapitalisme yang bersandar kepada daya saing. Mereka yang
kompetitif akan semakin makmur. Yang tidak kompetitif akan termarjinalkan dan dapat jatuh
kepada jurang kemiskinan.
Untuk mengurangi kesenjangan antara kelompok kaya, beberapa negara menerapkan
model negara kesejahteraan (welfare state). Pajak progresif diberlakukan berdasarkan atas tingkat
pendapatan wajib pajak. Hasil dari pajak dipergunakan untuk membangun infrastruktur dan
mendanai urusan kesehatan serta pendidikan. Subsidi diberikan kepada kelompok miskin dan

46
marjinal (misalnya anak-anak, lansia, dan kelompok difabel). Penerapan sistem semacam ini
mengurangi kesenjangan ekonomi sekaligus menekan potensi konflik antara golongan kaya
dengan golongan miskin.
Simulasi data statistik nampak indah dalam grafik disajikan oleh pengusaha kelas ‘kakap’
kepada penguasa. Tetapi, ‘tricle down effects’ bagi rakyat di negara berkembang, termasuk
Indonesia, yang oleh pemikir berpandangan kritis terhadap kebijakan pembangunan yang
dikembangkan oleh koalisi penguasa dan pengusaha ‘korporasi internasional’ hanya akan menjadi
‘pepesan kosong’ dalam retorika politk ekonomi dan gagal memberantas pengangguran dan
mencegah kemiskinan. Baca Tabel dan renungkan data BPS tentang pengangguran dan
kemiskinan.
Perubahan fungsi lahan pertanan ke fungsi perumahan merubah eko sistem lingkungan
alam maupun lingkungan sosial. Hal ini terjadi di hampir semua kota dan kabupaten. Gambar 5
berikut menunjukkan sawah produktif dan ruko-ruko yang menjadi bukti banyak perubahan fungsi
lahan menjadi pusat bisnis. Sebenarnya siapa atau strata sosial yang mana yang telah dan akan
terus mendapatkan untung lebih besar? Pemilik modal orang tetap akan mendapat untung lebih
besar dari orang miskin.

47
Gambar 5 Sawah Hijau Produktif dan Ruko Pusat Bisnis

6.1.5 Politik Sebagai Dasar Stratifikasi Sosial

Kamus Merriam-Webster mendefinisikan politik sebagai seni ilmu dalam (1) memerintah;
(2) mengarahkan dan mempengaruhi pemerintah; dan (3) memenangi dan mengendalikan
pemerintah. Pada tahun 1936 Harold Laswell menulis buku Politics : Who Gets What When How.
Judul tersebut menyiratkan bahwa politik adalah soal cara meraih, mempertahankan, dan
memperkuat atau memperluas kekuasaan. Berbeda dengan pandangan para penganut paradigma
fungsionalisme struktural yang menyatakan bahwa masyarakat memiliki kecenderungan ke arah
harmoni dan keseimbangan, Ralf Dahrendorf menyatakan bahwa masyarakat cenderung
didominasi oleh dorongan untuk mengubah status quo. Masyarakat terdiri atas berbagai individu
dan kelompok individu yang sarat akan kepentingan untuk merebut kekuasaan. Sebagian yang lain
berusaha mempertahankan agar kekuasaan yang digenggamnya tidak lepas. Apabila merasa
posisinya telah kokoh, mereka yang berkuasa cenderung untuk memperkuat dan memperluas
jangkauan kekuasaannya.

Kontestasi politik melahirkan stratifikasi dan distribusi dalam kewenangan. Sebagian


individu memiliki otoritas yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang lain, misalnya
dalam hal penegakan hukum, mobilisasi aparatur negara, penggunaan senjata, atau mengatur
distribusi barang dan jasa. Kekuasaan menjadi dasar peringkat dan jabatan dari bawah ke atas
bagaikan piramida. Dalam arena politik, semakin tinggi kedudukannya semakin sedikit orangnya.
Kewenangan punya pola jelas. Dalam kompetisi politik, kualifikasi sering dihiraukan. Namun,
kesamaan kepentingan diutamakan.

48
Max Weber menyatakan ada tiga sumber otoritas, yaitu legal formal, tradisional, dan
karisma. Otoritas yang bersifat legal formal berasal dari mekanisme yang telah disepakati oleh
suatu masyarakat. Contoh yang dapat kita lihat pada masa kini adalah birokrasi. Birokrasi disusun
dengan stratifikasi sedemikian rupa agar distribusi kewenangan dapat berjalan dengan efektif.
Otoritas tradisional didasarkan atas dua hal, yaitu (1) klaim yang diajukan oleh seorang pemimpin;
dan (2) kepercayaan dari para pengikut tentang adanya kesucian yang melekat pada diri seorang
pemimpin (Ritzer 2012).

7. Jenis Stratifikasi Sosial

Pada bagian ini kita akan menjelaskan stratifikasi sosial berdasarkan jender, pengangguran,
pendidikan, kemiskinan dan zonasi desa-kota. Asumsi utama jelas. Pria dianggap memiliki status
sosial lebih tinggi dari wanita. Orang bekerja tetap (full timer) lebih tinggi stratanya daripada
pekerja paroh waktu (part timers) lebih tinggi derajatnya daripada pengangguran. Alumni
perguruan tinggi diasumsikan memiliki kualifikasi lebih tinggi dari tamatan sekolah menengah
lebih tinggi dari tamatan pendidikan dasar dan lebih tinggi dari tidak/belum sekolah. Orang kaya
jelas lebih tinggi status sosialnya daripada kaum miskin, fakir dan dluafa. Warga kota diyakini
lebih terbuka akses informasi pekerjaan dan pilihan karir dari pada warga perdesaan.

7.1. Stratifikasi Gender dan Pengangguran

Stratifikasi sosial berbasis gender terjadi manakala terdapat ketimpangan dalam


penguasaan asset, kekuasaan, dan hak-hak istimewa. Pada sejumlah masyarakat, anak perempuan
menerima warisan setengah dari yang diterima anak laki-laki. Aset yang berhasil dikumpulkan
selama hidup berumah tangga seringkali diatasnamakan suami. Kalaupun atas nama istri, dalam
banyak kasus istri tidak memilih otoritas untuk memutuskan apakah aset tersebut akan
dipertahankan atau dijual. Memiliki secara legal formal tidak serta merta berarti memiliki
kekuasaan atas aset yang dimiliki tersebut.

Diagram 2. Perbandingan Rata-rata Upah Menurut Jenis Kelamin

49
Sumber : (KPPA 2021)

Secara sosial laki-laki diposisikan sebagai pencari nafkah utama, sementara perempuan
sebagai pencari nafkah tambahan. Di samping karena faktor perspesi bahwa perempuan mudah
diatur, tidak banyak menuntut, kurang ambisius, dan tidak berani bersikap terbuka untuk
menyampaikan aspirasi, pandangan bahwa perempuan sebagai pencari nafkah utama menjadi
faktor penting pabrik lebih memilih mempekerjakan perempuan. Terdapat tekanan kuat dari
masyarakat, yang pada gilirannya diterima perempuan sebagai sesuatu yang wajar, agar
perempuan tidak terlalu mengejar karir, karena tanggung jawab utamanya adalah urusan rumah
tangga.

Terdapat ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Industri padat karya
seperti pabrik dan pasar swalayan adalah contoh yang paling kentara. Pekerja perempuan
mendominasi posisi-posisi rendah. Semakin tinggi jabatan, semakin sedikit perempuan yang
mendudukinya. Hal yang sama juga terjadi pada jabatan struktural pemerintah. Diagram 3
menunjukkan kesenjangan yang sangat besar pada semua jabatan eselon. Yang paling senjang
adalah Eselon 1.

Diagram 3. Pemegang Jabatan Struktural

50
Sumber : Badan Kepegawaian Negara (KPPA 2021)

Hal sebagaimana tergambar pada diagram 3 di atas merupakan salah satu akibat dari masih
kuatnya stereotip tentang kurang cakapnya perempuan dalam membuat keputusan-keputusan
strategis pada skala besar (Nugroho 2011). Pandangan tradisional menempatkan badan jasmai laki-
laki lebih kuat daripada perempuan. Pandangan yang bisa ditinjau kembali dari adat istiadat,
pandangan dari pemikiran fisik biologis, dan persepsi bahwa kedudukan itu warisan, keturunan,
dan given.

Prinsip paternalisme yang memberikan peran tanggungjawab kepada suami menafkahi


keluarganya, istri dan anak-anaknya sementara istri pasif diam dirumah sudah terbantahkan di
jaman modern. Dalam kajian demografi telah ditemukan dua hal penting. Bayi wanita lebih tahan
dari segala penyakit daripada bayi pria. Akibatnya, tingkat ‘life survival of rate’ bayi wanita lebih
tinggi dari bayi pria. Begitu juga dalam Gerontologi para peneliti kependudukan telah
membuktikan kebenaran bahwa wanita lebih panjang umurnya daripada pria. Di seluruh dunia,
angka harapan hidup (life expectation) wanita kelompok usia 65 tahun keatas lebih banyak wanita
daripada pria. Rumah jompo lebih banyak kaum Hawa dari pada kaun Adam.

51
Setiap makhluk dilahirkan di dunia, Allah memberikan
kelebihan masing-masing. Agama damai menyatakan manusia,
pria atau wanita, sama derajatnya. Dalam ilmu pendidikan juga
telah ditemukan hasil penelitian bahwa wanita lebih hebat
dalam bekerja dari pada pria. Wanita mampu melakukan dua
tiga atau empat pekerjaan dalam satu waktu. Ini yang dikemas
dalam konsep sofat skill sebagai ‘multi-taking’. Dan ini sulit
dilakukan oleh kaum pria. Ini perlu waktu agar masyarakat mau menerimanya.

Dalam dunia kuliner, pandangan dan adat yang menempatkan wanita sebagai tukang
masak, pekerjaan domestik, tak bergensi, dan hanya pekerjaan manual. Pandangan berubah
mengikuti khasanah keilmuan. Sekarang, ranah dapur dikuasai oleh kaum adam. Memasak itu
profesi penuh gensi. Ilmu kepariwisataan membuka akses pria dan wanita mempejari vokasi
kuliner. Hasilnya mencengkan dunia. Juru masak di hotel berbintang terkenal justru didominasi
kaum pria. Kaum pria nyaman dan bangga sebagai tukang dan juru masak. Pria didapur. Gajinya
besar. Ini berkembang dan masyarakat umum menerimanya. Jaman feodal, hal itu tidak terjadi.
Pria berdasi, luwes mencicipi masakan didepan camera televisi. Inilah bukti bahwa peran dan
fungsi antara wanita dan pria bisa berubah sesuai perubahan makna beda zaman. Kebenaran ilmiah
tentang herarkhi kedudukan, kewibawaan, dan kekuasaan yang berada di balik konsep stratifikasi
jender terus mengalami perubahan untuk menemukan bentuknya.

Pria dihormati dengan harapan seorang bisa melindungi wanita. Sedangkan wanita
dianggap lemah dan perlu dilindungi. Saat ini, keyakinan demikian sudah luntur. Mulai dekade
1980an, wanita dan pria sama-sama sekolah. Empat dekade kemudian, jumlah peserta didik wanita
lebih banyak dari peserta didik pria. Hal ini terbukti kebenaranya, sejak dari SMP, SMA, SMK,
dan perguruan tinggi. Wanita bukan hanya mendominasi secara kuantitas, tetapi juga kualitas.
Dalam kehidupan sehari-hari hasil pengamatan menunjukkan bahwa perempuan lebih disiplin,
lebih rajin, lebih serius belajar di sekolah ketimbang laki-laki.

Bagi masyarakat di Indonesia, saat ini perempuan dan laki-laki cenderung keduanya
bekerja di luar rumah. Adapun data pengangguran terbuka juga berlaku bagi pekerja wanita dan
pria (Tabel 1). Bekerja berarti pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari berguna

52
untuk semua anggota keluarga. Untuk memudahkan pembahasan tentang stratifikasi sosial data
publikasi BPS akan digunakan untuk mempermudah pembelajaran ini.

Tabel 1. Angka Pengangguran Berdasarkan Jenis Kelamin (2018)

Sumber : BPS (2018)

Dengan menggunakan data BPS (2018) tentang pengangguran menurut jenis kelamin, kita
akan diskusikan dengan mendalam untuk membuktikan bahwa stratifikasi sosial berdasarkan
jender bisa menjadi pengetahuan dan pengalaman kolektif bagi bangsa Indonesia ke depan.
Pengangguran terbuka mudah difahami ketika kita sandingkan dengan kata bekerja. Pengangguran
terbuka berarti orang beusia produktif, 15+ tahun, yang benar-benar sedang tidak bekerja dan juga
tidak sedang sekolah. Dengan definisi diatas, stastistik yang dipublikasikan oleh BPS
menunjukkan bahwa

1) wanita dan pria sama-sama menjadi pengangguran


2) angka pengangguran terbuka, wanaita dan pria, cenderung mengalami penurunan
selama empat tahun terakhir, 2015-2018.
3) tahun 2015 angka pengangguran terbuka kelompok wanita lebih besar daripada
kelompok pria
4) mulai 2015 – 2018 angka pengangguran terbuka pada kelompok pria lebih tinggi
daripada wanita

Meskipun tidak dikehendaki, pengangguran terbuka bisa menimpa perempuan dan laki-
laki. Angka pengangguran terbuka di atas meyakinkan kepada masyarakat Indonesia bahwa
stratifikasi sosial yang memahami adanya ‘gender inequality’ ketimpangan jender tidak menjadi

53
persoalan serius. Pengangguran itu masalah lebih serius ketimbang masalah ketimpangan jender
di dunia kerja.

Pekerjaan untuk semua artinya baik perempuan maupun laki-laki berhak dan dilindungi
hukum untuk bekerja. Ditengah glamor kehidupan orang kaya di kota, kita akan menemukan
pemuda tamatan SLTA dan sarjana pengangguran. Untuk mengurangi ketimpangan sosial perlu
membuka pekerjaan baru dan membuka akses lowongan kerja di perusahaan domestik maupun
internasional. Hentikan pekerja asing masuk Indonesia, kecuali kita tidak punya ketrampilan yang
relevan dengan pekerjaannya.

7.1 Stratifikasi Pendidikan dan Pengangguran

Pengangguran menjadi salah satu cara dalam memahami stratifikasi sosial berdasarkan
ekonomi. Sebagian orang tergolong miskin dan sebagian lainnya kaya. Agar pertumbuhan
ekonomi baik, pemerintah perlu menciptakan pekerjaan untu mencegah pengangguran.

Kajian stratifikasi sosial ini berusaha menghubungkan antara faktor pendidikan dan
pengangguran terbuka. Mereka yang paling miskin seharusnya dibantu keluar dari pengangguran.
Kita semua mengetahui bahwa program jangka penjang untuk menghidari pengangguran sehingga
tidak jatuh ke jurang kemiskinan adalah pendidikan. Sekolah untuk semua warga negara.

Agar lebih fokus dan cepat memahami stratifikasi sosial pada masyarakat tenaga kerja,
mari kita gunakan Grafik 2 berikut tentang pengangguran terbuka.

54
Dari grafik tersebut kita dapat memilah dan memilih temuan yang penting sebagai
berikut:

1) Pengangguran terbuka dialami oleh tamatan dari setiap jenis, bentuk, dan jenjang
sekolah.
2) Pengangguran terbuka meningkat seiring dengan tingkatan pendidikan, tamatan dar
SD ke SMP ke SMA.
3) Pengangguran terbuka tamatan SMK lebih banyak daripada tamatan SMA
4) Pengangguran tamatan SMK lebih tinggi dari tamatan Diploma/universitas
5) Pengangguran tamatan SMK empat kali lipat dari tamatan SD
6) Pengangguran terbuka tamatan diploma dan universitas dua kali lipat dari tamatan
SD

Berdasarkan data di atas kita perlu menyadari bahwa pengangguran terbuka merupakan
‘lampu kuning’ lalu lintas dalam setiap perempatan jalan mencari kehidupan. Warga masyarakat,
semua jenjang pendidikan, yang tidak berkerja, sedang mencari perkerjaan, atau sedang
mempersiapkan suatu usaha baru, penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima
bekerja tetapi mulai bekerja mewarnai dinamika sosial, ekonomi dan politik bangsa kita saat ini
dan ke masa depan.

Pengambil kebijakan dan praktisi pelayanan publik, terutama yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan dan pendidikan, perlu mengembankan kebijakan dan prigram yang peduli
pengangguran terbuka. Jumlah mereka besar. Pengangguran terbuka merupakan masalah paling
berat dalam pembangunan sosial, politik dan ekonomi. Bila terjadi kesalahan dalam menciptakan
lapangan kerja, terutama wirausaha, harus digalakkan, baik di desa maupun kota. Agar janji
manisnya ‘mau menciptakan lapangan kerja’ bisa menjadi kenyataan dan dinikmati para pemilih
presiden, gubernur, walikota, bupati, dan kepala desa. Dari bawah ke atas perlu berkolaborasi dan
kemitraan menciptakan pekerjaan.

Stratifikasi sosial berdasarkan pengangguran dan pendidikan memberikan alasan agar


pemerintah dan swasta memperhatikan untuk mencegah dampak buruk pengangguran, antara
lain:

55
1) Menghambat laju pertumbuhan ekonomi nasional
2) Memicu konflik sosial dan keamanan masyarakat
3) Menyebabkan kehilangan pendapatan
4) Menghilangan keterampilan kerja
5) Menimbulkan prilaku kriminal
6) Menimbulkan ketidakpercayaan sosial kepada pemerintah.

Secara umum, kualitasnya rendah karena pendidikan tenaga kerja kita memang masih
rendah.

7.2 Stratifikasi Desa – Kota dan Kemiskinan

Banyak desa yang dibangun oleh pemerintah bersama masyarakat agar desanya maju
seperti kemajuan di kota. Stratifikasi desa – kota bersifat territorial dan geografik. Perbedaan desa
dan kota bukan hanya ditandai gapura demarkasi fisik, tetapi perbedaan kondisi sosial ekonomi
yang mampu membedakan masyarakat kaya dan miskin. Interaksi masyarakat desa dengan
masyarakat kota menjadi proses stratifikasi sosial. Urbanisasi, jaringan transportasi, kolaborasi
produksi, transaksi pasar, dan lain sebagainya akan menjadi bagian dari stratifikasi desa-kota.
Ketergantungan antara masyarakat desa dan kota telah melahirkan stratifikasi sosial dan
memperjelas
angka
kemiskinan.

Grafik 4
berikut ini
menunjukkan
beberapa hal
penting untuk didiskusikan, yaitu:

1) Kemiskinan menurun, baik di perdesaan maupun perkotaan.


2) Kemiskinan di desa menurun selama satu dekade, dari 21.8% menjadi 14.1%.
3) Kemiskinan di kota menurun dari 13,5% menjadi 7.8%.

56
4) Kesenjangan desa-kota tetap dan bahkan berkelanjutan dan menempatkan desa
sebagai kantong kemiskinan daripada kota.

Publikasi statistik BPS terbaru menunjukkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia


mengalami penurunan baik di desa maupun di kota. Dari tahun 2006 sampai 2016 angka
kemiskinan turun dari 21,8% ke 14.8% di pedesaan. Sedangkan di perkotaan, angka kemiskinan
turun dari 13.5% ke 7.8%. Kondisi ini harus dijaga agar harga banyak ragam komoditas tidak
mengalami kenaikan dan perggatian harga. Perhatian khusus harus diberikan oleh pemerintah agar
mampu stabilitas harga kebutuhan pokok masyarakat, terutama beras. Ungkapan rakyat dan
pejabat sama: ‘belum makan bila belum makan nasi’. Masyarakat kita itu konsumen beras di
negara tetangga. Orang miskin juga suka nasi beras. Jika orang miskin digangu perutnya, karena
langka atau tidak mampu beli beras, mereka rentan terhadap masalah sosial, bahkan kriminal. Oleh
karena itu, kebijakan dan program pembangunan sosial perlu menjamin ketersediaan bahan
kebutuhan pokok dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Selain ketimpangan gender, Damsar dan Indrayani (2017) menjelaskan adanya


ketimpangan sosial desa dan kota. Ketimpangan sosial dalam pandangan politik ekonomi tidak
mudah dikendalikan. Laju turunnya kemiskinan mungkin lambat di masa depan. Banyak
kelompok sosial yang posisinya diatas batas kemiskinan dan mereka rentan PHK atau kontrak
kerjanya di stop. Kelompok strata sosial ini hidup di ujung batas miskin. Mereka bukan prioritas
untuk dibantu, tapi terus diperhatikan juga. Strata sosial dibawah batas kemiskinan perlu dibantu
dan didampingi agar mereka bangkit kembali dari kemiskinan.

Damsar dan Indrayani (2016) menjelaskan bahwa masyarakat kelas bawah sebenarrnya
punya keinginan berusaha, tapi sulit akses modal usaha. BPS (2010) melaporkan bahwa jumlah
pekerja kita ternyata sebagai buruh, karyawan, dan pegawai tidak tetap. Gaji mereka hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan minimal atau subsistence, bertahan hidup. Mereka berpendapatan
rendah, sulit akses pelayanan kesehatan, dan tingkat pendidikan juga rendah. Mereka memiliki
akses informasi barang dan jasa sangat terbatas, tinggal di lokasi pinggiran, laki-laki maupun

57
wanita dan tinggal di lingkungan kumuh di perkotaan. Jadi kemiskinan merupakan masalah sosial
yang laten, selalu tumbuh ditengah masyarakat.

Untuk mempercepat pemberantasan kemiskinan, Pemerintah Provinsi perlu kebijakan dan


program sebagai berikut:

1) Perbaikan baseline data untuk perencanaan pembangunan berjenjang dari


Kota/Kabupaten ke Provinsi
2) Pengembangan kebijakan pembangunan masyarakat provinsi dan kota/kabupaten
dikembangkan menjadi RPJMD
3) Menginisiasi sharing program kerja tahunan dan ‘sharing costs’ untuk penelitian dan
pendidikan
4) Membangun kemitraan dan kolaborasi dengan LPMP, PPPPTK, Balai Diklat, dan
PTN/PTs untuk meningkatkan mutu SDM siap pakai di setiap Dinas Teknis lainnya.

Kemiskinan terus menjadi masalah serious bagi pemerintah dan masyarakat. Kemiskinan
berkaitan dengan banyak faktor. Sebagian orang miskin menderita kemiskinan multidimensional.
Selain miskin ilmu pengetahuan dan pengalaman, mereka juga miskin jiwa wirausaha.

Solusi yang bersifat jangka panjang adalah investasi bidang pendidikan, kesehatan dan
sarana-prasarana.

a) Peningkatan mutu SD/MI, SMP/MTs dan Perguruan Tinggi sebagai prioritas utama
dan pertama.
b) Kampanye literasi merupakan kebutuhan mendesak agar peserta didik mau membaca
dan memahami materi pelajaran sehingga angka drop-out turun semakin rendah.
c) Pendampingan peserta didik menjalani transisi melanjutkan dari SMP/MTs ke
SMU/MA/SMK menjadi prioritas kedua agar peserta didik menikmati sekolah, tetap
belajar, tidak dropout, dan lulus dengan baik.

Sedangkan beberapa solusi jangka menengah untuk mengurangi kemiskinan yang mungkin
bisa dikembangkan adalah perluasan akses informasi pekerjaan dan pelatihan kerja. Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi dapat menambah kemampuan layanan pelatihan kerja mengacu

58
pada sapta inovasi: pelatihan, uji kompetensi, sertifikasi, penempatan, permodalan, pasar daring,
dan pendampingan berkelanjutan.

Kesalehan sosial dari strata atas mulai tumbuh di lingkungan masyarakat Indonesia. Suatu
saat akan tiba. Orang kaya soleh muncul di setiap kabupaten dan kota. Mereka sukses bisnis dan
profesi. Jumlahnya semakin banyak di Indonesia. Mereka juga punya generasi penerus mandiri
dan sukses ekonominya juga. Orang tua kaya mencari tempat untuk menghibahkan kekayaan
mereka. Mereka datang ke lembaga sosial dan Yayasan pendidikan. Mereka hibahkan kekayaan
mataerial maupun aset mereka untuk pogram penelitian, pelatihan, dan pemberdayaan masyarakat.
Nama-nama mereka akan diabadikan dalam gedung sekolah, Masjid, pusat pelatihan kerja,
inkubasi bisnis, dan panti sosial lainnya.

59
FORUM DISKUSI

Dampak – Mahasiswa membedakan gaya hidup orang kaya dan miskin

Hasil – 10 halaman narasi Gaya Hidup: Kaya dan Miskin .

Tujuan – Mengidentifikasi perbedaan

Bahan – Data hasil pengamatan di lingkungan RW/RT.

Metode : Observasi, wawancara dan dokumentasi

Alat: Computer dan akses internet

Peran Dosen: Fasilitator.

Tahapan:

1. Browse informasi tentang gaya hidup di website dengan ketik


a. Pakaian orang kaya dan atau miskin
b. Kebiasaan makan orang kaya dan atau miskin
c. Hobi orang kaya dan atau miskin
d. Rumah orang kaya dan atau miskin
e. Kendaraan orang kaya dan atau miskin
f. Belanja orang kaya dan atau miskin
g. Alat komunikasi orang kaya dan atau miskin
h. Sekolah anak orang kaya dan atau miskin
i. Hiburan orang kaya dan atau miskin
j. Dan lainnya.
2. Lakukan observasi di lingkunganmu.
3. Pilih 10 orang sampel, terdiri dari 5 orang kaya 5 orang miskin.
4. Tanyakan 9 komponen gaya hidup yang mereka lakukan?
5. Masukkan data dari Website ke Tabel 1 berikut

60
N Orang Miskin Komponen Gaya Orang Kaya
No Hidup
1 Pakaian
2 Makanan
3 Rumah
4 Hobi
5 Kendaraan
6 Belanja
7 Alat komunikasi
8 Sekolah
9 Hiburan

Masukkan data dari Tetannga ke Tabel 2 berikut

N Orang Miskin Komponen Gaya Orang Kaya


No Hidup
1 Pakaian
2 Makanan
3 Rumah
4 Hobi
5 Kendaraan
6 Belanja
7 Alat komunikasi
8 Sekolah
9 Hiburan

6. Tulis 2-3 paragraph per komponen Gaya Hidup berdasarkan data Tabel 1 dan 2 agar
menghasilkan narasi pendukung RPP.

61
7. Lengkapi foto, gambar, atau grafik sebagai pelengkap, jika perlu
8. Presentasikan dalam kelompok kecil (4-5) orang mahasiswa

Refleksi - Minta setiap anggota kelompok memberikan komentar dan kritikan dan dikirim dalam
group WA kelas.
Tindak lanjut – Simpan dan lampirkan karya ini dalam RPP ketika mengajar Stratifikasi Sosial.

9. RANGKUMAN

Stratifikasi sosial adalah pendekatan dan metode pengelompokan masyarakat dengan


asumsi adanya ranking (peringkat) dalam interaksi sosial. Stratifikasi sosial dijabarkan lebih rinci
menjadi dua, status dan kelas sosial. Keduanya berbagi komponen dalam menganalisa stratisifikasi
sosial, yaitu kekayaan, kewibawaan dan kekuasaan. Ketiga komponen ini masih menjadi objek
kajian dalam stratifikasi sosial dan bisa diperoleh masyarakat secara ascribed, achieved, atau
synergized.

Di era pembangunan industri pemicu (accelerator) roda pemikiran stratifikasi sosial adalah
kepemilikan terhadap kekayaan, kewibawaan dan kekuasaan yang sifatnya fisik dan material
model ontologi. Di era teknologi informasi, penggerak (driving forces) stratifikasi akan bergeser
dari kepemilikan ke pengembangan manfaat dari kualitas dan peran ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam perubahan masyarakat.

Pembahasan tentang dasar-dasar stratifikasi sosial dikaitkan dengan persoalan terkini yang
berkembang di Indonesia, yaitu: gender, pendidikan, pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan
desa dan kota. Kita menyediakan tiga contoh: (1) stratifikasi teknologi digital yang membedakan
orang kaya dan miskin, (2) stratifikasi ekonomi membahas pendidikan, pengangguran,
kemiskinan, polarisasi desa-kota dan stratifikasi politik membahas pemeringkatan otoritas,
kewenangan, dan keputusan politik dari Kelurahan, Kecamatan, Kota/Kabupaten, Provinsi dan
Nasional. Sedangkan stratifikasi sosial tradisional di zaman feudal dan local dijadikan eksplorasi
dan bahasan dalam tugas mandiri.

62
Jenis stratifikasi sosial berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat dan didukung oleh
data kuantitatif untuk membantu penguatan kebijakan dan program yang pro kesetaraan jender,
ekonomi kerakyatan, keseimbangan pembangunan sosial berbasis stratifikasi desa-kota.

Dengan pendidikan dan demokrasi, pemikir dan praktisi stratifikasi wanita dan pria
mendukung perluasan akses mutu pendidikan dan data dan informasi pekerjaan sebagai strategi
keluar (exit strategy) dari jebakan pengangguran dan kemiskinan massa di desa maupun di kota.

Stratifikasi politik menunjukkan otoritas dan kewenangan yang berlapis dari tingkat
kelurahan ke Kecamatan ke Kabupaten/Kota ke Provinsi dan akhirnya ke Pemimpin nasional.
Program untuk mencegah pengangguran dan kemiskinan disediakan sebagai inisiatif awal
pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

63
TES FORMATIF

Petunjuk

a. Kerjakan dalam waktu 10-15 menit.


b. Gunakan lembar jawaban.
c. Pilih hanya 1 (satu) jawaban paling benar dari 3 (tiga) pilihan jawaban yang tersedia
dibawah pertanyaan dengan cara melingkari huruf salah satu hufu A, B, C, D, dan E pada
10 pertanyaan berikut ini:

1. Pembagian kelompok sosial berdasarkan ranking (peringkat) telah memandang kelompok


wanita dengan pria, orang kaya dengan orang miskin, orang desa dengan orang kota.
Pandangan tersebut mempengaruhi persepsi, posisi, kedudukan, kekayaan, kekuasaan, dan
kehormatan yang serba berjenjang. Deksripsi tersebut lebih tepat untuk menjelaskan

A. Kelompok sosial
B. Diferensiasi sosial
C. Stratifikasi sosial
D. Agregasi sosial
E. Peran sosial

2. Fondasi utama dan dampaknya paling dahsyat dalam stratifikasi sosial selama kurun waktu
sepuluh tahun terakhir adalah

A. Politik dan ekonomi


B. Teknologi dan ekonomi
C. Letak Geografis
D. Teknologi, Ekonomi dan Politik
E. Perubahan fungsi lahan pertanian ke lokasi hunian

3. Berbeda dari diferensiasi sosial, stratifikasi sosial mempertajam analisis sosiologi dengan
menambah asumsi dasar dalam menjelaskan prilaku sosial. Asumsi yang benar adalah

64
A. Interaksi ordinal
B. Interaksi komunal
C. Interaksi Horisontal
D. Interaksi interval
E. Interaksi hierarchical

4. Stratifikasi sosial yang menjaga golongan berdarah biru, memelihara kebanggaan


kelompok borjuis, dan melanjutkan norma dan nilai keterikatan sejarah disebut stratifikasi
sosial yang sifatnya

A. Ascribed
B. Achieved
C. Assigned
D. Maintained
E. Sustained

5. Sebagian kelompok masyarakat berfikiran masa depan, lebih mengutamakan pendidikan,


pekerjaan dan pendapatan sebagai upaya memperoleh pengakuan strata sosialnya. Prilaku
sosial ini termasuk stratifikasi yang sifatnya

A. Ascribed
B. Achieved
C. Assigned
D. Maintained
E. Sustained

6. Pernyataan berikut ini salah, kecuali:

A. Semakin tinggi pendidikan semakin sedikit pilihan pekerjaan semakin tinggi


pendapatan yang diharapkan.

65
B. Semakin tinggi pendidikan semakin banyak pilihan pekerjaan semakin tinggi
pendapatan yang diharapkan.
C. Semakin rendah pendidikan semakin mudah pilihan pekerjaan semakin tinggi
pendapatan yang diharapkan.
D. Semakin rendah pendidikan semakin sulit pilihan pekerjaan semakin tinggi
pendapatan yang diharapkan.
E. Semakin tinggi pendidikan semakin mudah pilihan pekerjaan semakin rendah
pendapatan yang diharapkan.

7. Cara mudah membedakan orang kaya dan orang miskin adalah dengan mengamati gaya
hidup mereka. Pilih yang paling benar

A. Makanan
B. Pakaian
C. Semuanya.
D. Rumah
E. Alat transportasi

8. Lihat Grafik berikut ini dan pilih pernyataan yang benar, kecuali

A. Angka pengangguran terbuka tamatan SMK lebih tinggi daripada pengangguran


terbuka tamatan SMA tahun 2018.

66
B. Angka pengangguran terbuka tamatan SMA lebih tinggi daripada pengangguran
terbuka tamatan Universitas
C. Angka pengangguran terbuka tamatan SD lebih rendah dari pada pengangguran
terbuka tamatan Universitas
D. Angka pengangguran terbuka tamatan Diploma lebih tinggi daripada
pengangguran terbuka tamatan SMK
E. Angka pengangguran terbuka tamatan SMK lebih tinggi daripada pengangguran
terbuka setiap jenjang sekolah lainnya.

9. Stratifikasi sosial dan ketidakadilan hanya akan memperluas distribusi kebodohan,


pengangguran, dan kemiskinan antar desa dan kota. Semua itu akan berdampak dalam
pelaksanaan pembangunan sosial, kecuali

A. Menambah kewibawaan strata


B. Menghambat laju pertumbuhan ekonomi nasional
C. Memicu konflik sosial dan keamanan masyarakat
D. Menyebabkan kehilangan pendapatan
E. Menimbulkan prilaku kriminal

10. Untuk memberdayakan kelompok marjinal, miskin dan pengangguran di perkotaan,


program pemberdayaan berikut merupakan model yang terlengkap untuk membantu
penganggur dan orang miskin bangkit ekonominya.

A. Pelatihan kerja
B. Ujian Kompetensi,
C. Sertifikasi vokasi
D. Pelatihan, ujian Kompetensi, sertifikasi, penempatan, dan pendampingan
E. Pilihan D ditambah permodalan usaha, apliksi IT dan pendampingan berkelanjutan
3 tahun.

67
DAFTAR PUSTAKA

KPPA. 2021. Profil Perempuan Indonesia 2020. Jakarta.


Lucas, Debra. 2011. “Rank Status and Role.” in 21st Century Anthropology : A Reference
Handbok, edited by J. H. Birx. Los Angeles: Sage.
Nugroho, Riant. 2011. Gender Dan Strategi Pengarasutamaannya Di Indonesia. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir
Postmodern. Vol. 11. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. (2010). Sensus Penduduk Tahun 2010. Jakarta: Biro Pusat Statistik.

Damsar dan Indrayani (2017) Pengantar Sosiologi Perkotaan. Rawamangun: Kencana.

------- (2016) Pengantar Sosiologi Perdesaan. Rawamangun: Kencana.

Dimyati, M (2019), Kebijakan IPTEK dan DIKTI Dalam Memasuki RI 4.0. Symposium
Nasional Pendidikan. Solo, 16 Februari 2019.

Forsyth, D. R. (2010) Group Dynamics. (Eds) Belmont: California Wadsworth, Cengage Learning.

Giddens, A. Bell, D. Forse, M. at all (1992). Sosiologi: Sejarah dan Berbagai Pemikirannya
(Terjemahan oleh Ninik Rochani Sjam). Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Halls, W. (1984) The Division of Labor in Society (Terjemahan). New York: The Free Press.
Translator.
Kalman, H. (1958). “Compliance, Identification, and Internalization: Processes of Attitude
Changes.” Journal of Conflict Theory, 2: 52-60.
Lucas, Debra. 2011. “Rank Status and Role.” in 21st Century Anthropology : A Reference
Handbok, edited by J. H. Birx. Los Angeles: Sage
.Maryati, K. dan Suryawati, J. (2014) Sosiologi Untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum
13. Jakarta: ESIS Erlangga.
Macionis, J. (1989). Sociology. New Jersey: Prentice-Hall. Inc
Platow, M.J., Grace D. M., and Smithson, M.J. (2012). “Examine the Pre-Condition for
Psychological Group Membership Perceived Social Interdependent as the outcomes of Self
Categorization”. Social Psychological and Personality Science, 3(1)
Rosada, D. (2019). Relasi Pendidikan dan Industri. Symposium Nasional Pendidikan. Solo,
16 Februari 2019.
Seta, A. K (2019). “Teknologi, Industri dan Pendidikan”. Symposium Nasional
Pendidikan. Solo, 16 Februari 2019.
Spencer, M. (1979) Foundations of Modern Sociology. New Jersey: Prentice-Hall. Inc.
Sidik Permana. (2016). Antropologi Perdesaan dan Pembangunan Berkelanjutan,
Yogyakarta: deepublish.

Sztompka, P. (2004). Sosiologi Perubahan Sosial, (Terjemahan). Jakarta: Kencana.

68
Ziller R. C (1965) “Toward a Theory of Opened and Closed Group”. Psychological
Bulletin: 34: 164- 182.

Zid, M, dan Alkhudri, A. (2016). Sosiologi Pedesaan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

69
MODUL 3
KEGIATAN BELAJAR : 3
MOBILISASI SOSIAL

70
KEGIATAN BELAJAR 3:
MOBILITAS SOSIAL

CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH

Mampu menganalisis kurikulum, memahami, mengkritisi konsep materi esesnsial individual


dalam pelapisan sosial dan Mobilitas Sosial Serta Aplikasinya Unyuk Pembelajatran Sosiologi Di
Sma

POKOK-POKOK MATERI

Materi utama yang menjadi fokus kajian dalam mobilitas sosial disajikan dalam Gambar 1 - Peta
Konsep berikut ini.

71
1. Pendahuluan

Mobilitas sosial merupakan kelanjutan dari hasil pemahaman terhadap diferensiasi dan stratifikasi
sosial dalam kegiatan belajar sebelumnya. Kita mendiskusikan bahwa pokok bahasan diferensiasi
sosial telah memberikan sumbangan penting tentang pengelompokan sosial berdasarkan
perbedaan jender, umur, suku, strata, kelas, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan zonasi desa-
kota.
Selanjutnya, dalam pokok bahasan stratifikasi sosial kita tahu bahwa sratifikasi sosial telah
menambahkan konsep strata dan merubah asumsi kesejajaran ke pemeringkatan (ranking dan
hirarkhi) sehingga melahirkan variasi makna dan interpretasi terhadap mobilitas sosial.
Pemeringkatan sosial sebagai prilaku kolektif masyarakat menemukan peringkat sosial berstatus
borjuis - proletar, golongan orang kaya - miskin, posisi pekerja tetap – pengangguran terbuka,
kelompok berfungsi mayoritas – minoritas, dan kelompok sentral – kelompok marjinal, dan strata
lainnya. Contoh stratifikasi dapat dilihat kembali pada https://www.daftarinformasi.com/contoh-
stratifikasi-sosial/. Ini menjadi landasan bagi kajian mobilitas sosial.
Klasifikasi dan pemeringkatan sosial akan bermanfaat dan membantu perbaikan peran dan fungsi
interaksi kohesif dan menjaga keharmonisan hidup bersama. Demikian alasan dan manfaatnya kita
melanjutkan pembahasan tentang mobilitas sosial.
Mobilitas sosial itu universal. Bisa dilakukan oleh siapa, dimana, kapan saja. Kemajuan hasil
pembangunan pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, politik dan teknologi telah mendorong
mobilitas biologis, warisan, keturunan dan kesukuan yang semula tertutup menjadi semakin
terbuka. Seiring pula jalannya perubahan peran, fungsi dan norma sosial, kini mobilitas sosial
terencana dan sistimatis tumbuh bervariasi, berjalan cepat, dan multiarah sehingga mewarnai
kondisi masyarakat yang akan menjalani hidup dinamis masa depan.
Bagaimana seseorang atau sekelompok orang melakukan mobilitas posisi keduanya, vertical atau
horizontal, promosi kenaikan pangkat atau penururun jabatan, semuanya memang menarik untuk
dikaji bersama. Kita juga akan membahas tentang mobilitas jangka pendek yang dialami selama
hidup (lifetime) individual seseorang dan jangka panjang yang dialami kolektif sebuah keluarga
batih antar generasi – dari keluarga kakek/nenek ke keluarga anak kandung ke keluarga cucu.
Mobilitas antar generasi dapat menunjukkan perubahan kondisi pendidikan, pekerjaan, atau
penghasilan suatu keluarga dan masyarakat.

72
Dewasa ini kita menjadi saksi hidup generasi millennials yang kondisi kesehatan jasmaninya lebih
baik dari generasi dua decade lalu. Karena pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga abad
21 jauh lebih tinggi daripada masyarakat generasi abad 20, wajar saja jika gaya hidup, kewibawaan
dan kehormatan generasi sekarang lebih baik daripada generasi tua. Keberhasilan pembangunan
sektor prasarana dan sarana umum, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, urbanisasi, transportasi
desa-kota dan teknologi membantu mobilitas keatas bagi generasi muda.

2. Pengertian Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial berasal dari istilah ‘social mobility.’ Artinya, secara sederhana mobilitas sosial
merupakan proses pergantian dari satu posisi ke posisi yang lain dalam strata sosial tertentu.
Mobilitas sosial merupakan suatu proses perubahan – perpindahan, pergerakan, perbaikan,
penurunan, dan atau istilah lainnya tentang posisi dan status seseorang atau kelompok masyarakat.
Marlah kita mencermati pengertian mobilitas sosial. Dalam buku Paket Sosiologi untuk SMA/MA
Kelas XI, Budiyono (2019) menjelaskan bahwa mobilitas sosial merupakan perpidahan dari satu
strata ke strata sosial lainnya. Mobilitas yang sifatnya naik, disebut ‘climbing’. Dan Mobilitas yang
sifatnya turun, disebut ‘sinking’, dan mobilitas sosial horizontal.
Selanjutnya dalam buku yang diterbitkan mulai 2016, tentang Buku Siswa: Sosiologi SMA/MA
kelas XI, yang ditulis oleh Frits H.S. Damanik dan Badarudin. Penulis ini menjelaskan bahwa
mobilitas sosial merupakan perpindahan individual dan anggota strata sosial tertentu dari satu
kedudukan ke kedudukan lainnya yang sifat dan hakekatnya tidak sederajat.
Untuk memperdalam pemahaman tentang mobilitas sosial, kita sajikan beberaa pendapat dari buku
lainnya. Dalam pembahasan persoalan tentang kasta dan kelas, William Kornblum (1988: 172)
menjelaskan bahwa mobilitas sosial berarti pergerakan individu, keluarga atau kelompok sosial,
termasuk kelompok pekerjaan, dari satu strata ke strata yang lain, baik yang sifatnya spontanitas
atau sifatnya terencana, sistimatis dan progresif.
Ketika membahas tentang transisi dari masyarakat pertanian tradisional ke masyarakat industri,
Metta Spencer (1979: 255) menjelaskan bahwa mobilitas sosial dipandang sebagai upaya
mempelajari pergerakan anggota kelompok yang mengalami perpindahan dari satu peringkat
status ke peringkat status lainnya, baik bersifat vertikal (posisi naik atau turun) maupun horizontal
(kesejajaran status). Ia juga menambahkan adanya mobilitas intergenerasi dan antargenerasi.
73
Kemudian, berangkat dari konsep stuktur sosial, John Macionis (1989: 266) menjelaskan bahwa
mobilitas sosial adalah perubahan posisi sosial karena perubahan masyarakat secara keseluruhan.
Menurut Macionis, mobilitas sosial yang sifatnya individual terjadi karena prestasi personal.
Sebaliknya, mobilitas sosial yang sifatnya kolektif terjadi karena perubahan struktur sosial,
ekonomi, budaya, politik, dan industri dalam masyarakat suatu wilayah tertentu.
Berdasarkan beberapa pengertian mobilitas sosial tersebut, kita dapat menemukan pengertian
mobilitas sosial adalah perpindahan:

a. Dari satu strata ke strata lainnya


b. Dilakukan secara individual atau kolektif
c. Arah perpindahan mungkin ke atas atau ke bawah
d. Satu generasi atau antar generasi
e. Spontanitas atau terencana
f. Territorial, struktural atau horisontal

3. Bentuk Mobilitas Sosial

Setelah kita diskusikan pengertian mobilitas sosial, kita akan membahas bentuk-bentuk mobilitas
sosial yang lebih rinci agar kita mengikuti perkembangan mobilitas sosial vertikal, spatial, dan
generasional.

. 3.1. Mobilitas Sosial Vertikal

Mobilitas sosial vertikal terdiri dari mobilitas ke atas atau ‘upward’ dan ke bawah atau ‘downward’.
Dalam stratifikasi sosial yang tertutup, sulit dan langka terjadi mobilitas vertikal karena
masyarakat menggunakan batasan strata secara ketat. Sebaliknya dalam stratifikasi sosial terbuka,
setiap orang secara individual maupun sosial memperoleh akses, kesempatan, tantangan dan
keuntungan yang relatif sama dan mudah untuk mencapainya.

. Mobilitas sosial ke atas (upward/climbing).

74
Ketika seseorang meningkat kekayaannya dan memenuhi kriteria yang diperlukan dalam strata
diatasnya ia dapat menikmati mobilitas vertikal ke atas dan menjadi anggota kelas diatasnya.
Misalnya, tahun 2015 Abdul Ghani berpenghasilan Rp. 120,000,000,- per tahun. Kemudian tahun
2019 Abdul Ghani memiliki penghasilan 1,200,000,000,- per tahun. Abdul Ghoni menikmati
mobilitas mobilitas sosial vertikal ke atas (climbing/upward) karena kenaikan kekayaan.

3.2. Mobilitas sosial ke bawah (Sinking/downward).

Seseorang kehilangan kekuasaan dan kekayaannya ber akibat fatal. Bukan hanya pimpinannya,
tetapi juga keluarganya ikut turun statusnya menjadi anggota strata sosial dibawahnya. Misalnya,
pada tahun 2010 pejabat ini memarkir mobil Mercy atau BMW di halaman rumahnya. Karena
pensiun 2018, maka tahun 2019 pejabat ini memarkir mobil kijang avansa. Pejabat ini sedang
mengalami mobilitas sosial ke bawah.

Mobilitas sosial vertical telah dianalisis oleh pemikir sosial dan praktisi pendidikan sosiologi
secara meluas dan mendalam. Hasilnya menjelaskan bahwa ada pola umum yang penting kita
ketahui sebagai pendalaman terhadap mobilitas sosial vertikal:

1) Setiap sistim sosial apapun masih ada celah untuk terjadinya perpindahan dari satu posisi
ke posisi yang lain.

Hampir setiap pemikiran sosiologi klasik dan sosiologi modern mengamini bahwa stratifikasi
sosial yang berdasarkan kondisi fisik biologis terkait dengan gender, suku, kasta, agama dan
klasifikasi lainnya dipandang sulit untuk terjadinya mobilitas sosial.

75
Sehubungan dengan hasil analisis tersebut, perlu disampaikan adanya hipohesis baru tentang
mobilitas sosial di kalangan umat Hindu. Mereka sekarang terbuka untuk mobilitas sosial. Mereka
menggunakan indikator, proses dan pengakuan terhadap status anggota kedalam setiap kasta.

Contoh: pengakuan sosial keagamaan di lingkungan penganut agama Hindu Bali bukan lagi karena
keturunan. Penobatan seseorang sebagai salah satu dari empat golongan Brahmana, Ksatria,
Weisya atau Sudra adalah karena seseorang memang teruji keahliannya sebagai ilmuwan dan
agamawan Hindu. Menjadi golongan mana seorang penganut Hindu bukan lagi otomatis diberikan
sejak lahir. Tetapi melalui proses pembelajaran dan pengakuan tokoh agama dan masyarakat
Hindu.

2) Keterbukaan informasi menyebabkan stratifikasi sosial mudah diakses oleh individual


maupun warga kelompok masyarakat. Namun, masyarakat awam tidak mudah melakukan
mobilitas sosial di internal kelompok masyarakat.

Contoh adat pemberian gelar - pemberian pangkat Kanjeng Raden Tumenggung, (KRT),
dilingkungan kerajaan Jawa hanya bisa diberikan kepada anak keturunan dari pernikahan
campuran, antar suami atau istri warga lain, di dalam adat keraton Solo.

Contoh pengangkatan pejabat di era keterbukaan - mulai jaman reformasi, sistim pengangkatan
pejabat publik dilakukan dengan ‘fit and proper test’. Setiap orang punya kemudahan akses
terhadap lowongan jabatan. Kriteria dan prosedur jelas tersedia untuk umum. Seleksi kepemimpian
menjadi transparan dan akuntabel. Hanya calon yang punya kualifikasi, kompetensi, sertifikasi,
reputasi, dan pengalaman praktisi untuk menjabat lembaga tertentu.

3) Mobilitas sosial vertikal bervariasi dan tidak berlaku untuk setiap kelompok masyarakat.
Setiap masyarakat memiliki ciri-ciri khas dalam mobilitas sosial vertikal.

76
Contoh, mobilitas sosial orang berkarir profesional di lingkungan terntara, berbeda dengan mereka
yang berkarir professional di jajaran kepolisian, dan tentu berbeda dengan mereka yang berkarir
sebagai dosen di perguruan tinggi.

4) Laju mobilitas sosial vertikal yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, politik, serta
pekerjaan adalah juga berbeda-beda.

Contoh, promosi jabatan di lingkungan wakil rakyat – DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPR
Kota/Kabupaten tentu berbeda dengan promosi jenjang karir professional di BUMN/BUMD, dan
berbeda dengan promosi profesi konsultan di lembaga-lembaga internasional, seperti ADB, Bank
Dunia, PBB, dan perusahaan multinasional lainnya.

Berdasarkan prinsip umum tersebut, kita menemukan ilustrasi jelas tentang mobilitas vertical
sebagai perpindahan posisi, status, kelas dan jabatan yang dialami oleh individual atau sekelompok
orang, dari satu strata ke strata sosial yang berbeda. Prestasi menjadi alasan adanya promosi yang
otomatis kewenangan, prestise, dan kewibawaan naik. Konskuensi tanggungjawab bartambah
adalah kenaikan status, power dan kehormatan dari masyarakat.

Mobilitas sosial ke bawah ‘downward mobility’ semula bersifat kasuistik bersifat individual.
Namun akhir-akhir ini bersifat kolektif. Contoh, para pelaku kolusi, korupsi dan nepoteisme.
Setelah keputusan memiliki kekuatan hukum tetap, pelaku, kroni dan keluarganya mengalami
penurunan derajat dan mertabatnya. Korupsi memang menguntungkan diri sendiri, merugikan
negara dan merampok hak orang kecil. Hukum ditegakkan agar kekayaan, kekuasaan, dan
kehormatan hasil korupsi diamputasi dengan sanksi pidana dan perdata yang berat sehingga
korupsi, kolusi dan nepotisme yang merugikan rakyat bisa bersih dan tuntas menghilang dari
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kemudian uang hasil korupsi bisa digunakan untuk
pelatihan, uji kompetensi, sertifikasi dan insentif bagi kelompok lapis bawah bekerja,
berpenghasilan dan memenuhi kebutahan pokok hidup mereka.

Mobilitas sosial ke bawah banyak banyak dialami oleh pekerja dengan status sebagai pegawai atau
pekerja kontrak waktu terbatas (PKWT). Tiga dekade terakhir selama ‘model outsourcing’

77
diterapkan dalam perekrutan tenaga kerja, pemutusan hubungan kerja terjadi besar-besaran,
terutama pada industri padat karya. ‘Outsourcing’ telah gagal memberikan jaminan pekerjaan
permanen kepada rakyat Indonesia yang berpendidikan rendah. Dampak sosial ekonominya jelas,
rentan pengangguran meningkatkan jumlah kemiskinan di setiap daerah.

Pada ASN di lembaga pemerintah mobilitas sosial ke bawah itu jarang terjadi kecuali pensiun atau
musibah. Ketika ada kasus korupsi, kolusi dan nepotisme melanda di semua strata masyarakat,
baik dilakukan ASN maupun pegawai swasta, baik menyangkut projek raksaya maupun proyek
mikro di perdesaan, maka kita mudah menemukan pelaku mobilitas ke bawah dalam jumlah
banyak. Bertentangan arah dengan promosi, pemberian sanksi dalam bentuk penurunan pangkat,
pemindahan tugas ke daerah lain, pemberhentian status kepegawaiannya, atau bentuk lainnya
menjadi contoh mobilitas ke bawah.

. Mobilitas Sosial Generasional

Generasi menjadi unit analisa mobilitas sosial. Selanjutnya kita akan membahas dua bentuk
mobilitas sosial intragenerasional dan intergenerasional.

1) Mobilitas Intragenerasional merupakan mobilitas sosial jangka pendek karena mobilitas


sosial ini terjadi hanya dalam kurun waktu sepanjang usia kehidupan seseorang. Jika
seorang berusia 70 tahun, orang tersebut bisa saja mengalami perpindahan strata, status,
posisi dan jabatan. Inilah perhatian mobilitas satu generasi.

Secara teoritis, menurut Macionis (1989:267) mobilitas sosial intragenerasi membahas “a change
in a social position occurring during a person’s lifetime.” Artinya, mobilitas sosial ini membahas
suatu perubahan posisi sosial yang terjadi sepanjang usia seseorang. Seseorang sebagai unit
analisis dalam membahas pergerakan sosial dari satu strata ke strata diatasnya.

Mobilitas intragenerasi membuka peluang bagi individual dalam perbaikan status dan posisi
individual melalui pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan karier seorang selama kehidupannya.

78
Mobilitas sosial ini mempunyai pengaruh, naik atau turun, positif atau negatif, terhadap kekayaan,
kekuasaan, dan kehormatan seseorang dan keluarganya.

2) Mobilitas Intergenerasional merupakan mobilitas sosial jangka panjang karena mobilitas


sosial antar generasi ini membahas perubahan posisi sosial anak-anak (generasi muda)
berkaitan dengan perubahan posisi sosial kedua orangtuanya (generasi tua) atau bahkan
berkaitan dengan perubahan status sosial kakek/nenek mereka. Ada beberapa kemungkinan
mobilitas antar generasi ini muncul dalam kehidupan di negeri ini, termasuk:

a) Generasi pertama, ayah-ibu, buta huruf. Generasi kedua, anak-anaknya, tamat sarjana.
b) Generasi pertama ayah-ibu pekerjaan petani tinggal di desa terpencil dan terisolir, anak-
anaknya generasi kedua bekerja sebagai pengusaha, agen, distributor, dan pengecer produk
pertanian di berbagai pasar tradisional dan mall serta tinggal di perkotaan.
c) Bapak ibunya, generasi pertama, sudah usia 70 tahun dan belum pernah punya Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP), anak-anaknya, generasi kedua, menjadi orang bijak karena
setiap tahun membanyar pajak milyaran rupiah.
d) Bapak ibunya, generasi pertama, berwisata ke lokasi wisata dalam negeri, sedangkan anak-
anaknya, generasi kedua, mengajak bapak ibunya berliburan dengan umroh ke Mekah dan
Medinah.

Beberapa contoh tersebut menjabarkan pemikiran dan pandangan Macionis (1989:267) yang
menggambarkan mobilitas sosial intergenerasional dipandang sebagai “a change in the social
position of children in relation to that of their parents”. Artinya perubahan posisi sosial anak-anak
dalam hubungannya (dibandingkan) dengan posisi sosial kedua orang tuannya.

Pendidik dan peneliti sosiologi lebih tertarik dengan mobilitas intergenerasional daripada
mobilitas intragenerasinal. Alasannya, mobilitas sosial bukan hanya menghubungkan generasi
pertama (ayah-ibu) ke generasi kedua (anak-anak) tetapi juga mampu menggambarkan perubahan
penting di dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi yang digunakan oleh
warga masyarakat. Selanjutnya, mobilitas antar generasi digambarkan dalam Gambar 2 berikut.

79
Dengan ilustrasi diatas, kita menyimpulkan tiga generasi meraih golongan kelas elit dalam beda
profesi dan waktu yang berbeda. Sebuah perubahan dalam pekerjaan dalam satu strata dalam
hierarki sosial. Bermula dari kekayaan fisik (lahan sawah) keluarga dapat menyekolahkan anaknya
tamat sarjana, kemudian orang tua sarjana sangat demokrais mendukung pembinan bakat dan
minat cucunya sehingga dapayt meraih popularitas dan kemewahan kelas elit berbeda jaman.

. Mobilitas Sosial Spatial

Mobilitas Sosial Spatial terdiri dari mobilitas sosial teritorial, mobilitas sosial struktural dan
mobilitas sosial horizontal.

. Mobilitas Sosial Teritorial – secara geografis seseorang atau kelompok orang telah
berpindah dari satu lokasi (wilayah, desa, atau kota) ke lokasi lainnya, namun lokasi
tersebut tidak secara langsung menaikkan atau menurunkan strata sosial mereka
semula.

80
Terkait dengan mobilitas teritorial Kornblum (1988: 193) menjelaskan bahwa mobilitas spatial
dipandang sebagai pergerakan seorang individu atau kelompok dari satu lokasi ke lokasi atau dari
satu komunitas ke komunitas lainnya.
Cermati contoh-contoh berikut untuk memahami mobilitas sosial teritorial. Sejarah mencatat
bahwa penjajah Belanda pernah memindahkan pekerja dari Jawa ke luar Jawa. Mereka bekerja
perkebunan. Mereka punya anak cucu. Di era pembangunan yang dipimpin Presiden Suharto, kita
mengenal program transmigrasi, memindahkan penduduk dari Java ke luar Java. Tapi, tujuan
transmigrasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan. Pemerintah menyediakan lahan bagi
keluarga miskin lahan. Mobilitas territorial ini mayoritas berhasil. Sebagian lainnya menilai gagal
menaikkan kelas warga miskin menjadi tidak tidak miskin, kecuali mereka yang gigih bekerja.
Lihat Surianingsih (2006) Pola Migrasi di repository.usu.ac.id.
Urbanisasi merupakan trending topik masa depan. Orang desa semakin menjadi orang kota. Dua
urbanisasi terus berjalan. Generasi muda berpendidikan rendah meninggalkan desa menemukan
pekerjaan di kota. Atau banyak sarana prasarana perkotaan terus dibangun di perdesaan sehingga
listrik, air bersih, pasar, bank, jalan aspal, gojek, internet, bahkan industri wisata semakin
berkembang di desa-desa semula hanya ada di kota, kini tersedia di perdesaan. Inilah proses
mobilitas sosial secara massal. Arus barang dan jasa dari desa ke kota atau sebalikknya akan
mempercepat mobilitas sosial. BPS (2016) menunjukkan bahwa pembangunan di desa lebih efektif
mengatasai kemiskinan dari pada di kota berdasarkan data bahwa kemiskinan turun 8% dari tahun
2006-2016 di desa dan hanya 6% di kota pada periode yang sama.
Sebagai contoh, dalam dunia pendidikan, terutama di tingkat Kota/Kabupaten, kita mengetahui
adanya rotasi kepala sekolah atau guru senior di setiap jenjang, bentuk dan jenis sekolah, seperti
SD/MI atau SMP/MTs. Perpindahan tersebut tidak mengurangi atau menambah posisi dan jabatan
sosial seorang kepala sekolah atau guru senior.
Rotasi penugasan tenaga kependidikan tersebut bermanfaat untuk memberikan kesempatan kepada
kepala sekolah dan guru senior berbagi pengalaman dan cerita sukses dari sekolah lama ke sekolah
baru .

. Mobilitas Sosial Struktural – adalah suatu pergerakan status sosial karena adanya
perubahan dalam struktur masyarakat, terutama perubahan teknologi, pendidikan,

81
urbanisasi, pertumbuhan ekonomi, peperangan, atau kejadian lain yang mengubah
struktur dan jenis strata masyarakat.

Individu atau kelompok masyarakat akan menyesuaikan diri dalam lingkungan yang lebih
egalitarian sehingga kelas sosial lebih fleksible. Kornblum (1988:193) menjelaskan bahwa
mobilitas struktural adalah pergerakan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dari
satu strata ke strata yang lain disebabkan oleh eliminasi seluruh sistim kelas sosial. Eliminasi
artinya sekat-sekat strata menjadi luwes tidak kaku karena strata itu sendiri juga berubah antar
lokasi dan waktu.

Gambar 3 – CBT Bagi


44 Juta Peserta Didik

(Sumber: Jendela
Pendidikan dan
Kebudayaan)

Misalnya, dalam bidang


teknologi, kita melihat penggunaan Computer Based Test (CBT) dalam pelaksanaan Ujian
Nasional. Terlepas dari tingginya beaya dan jumlahnya teknologi yang akan dibeli, CBT akan
meningkatkan akses, mutu dan tatakelola sekolah di setiap jenjang, jenis dan bentuk sekolah di
Indonesia.

Dari data live streaming di Gambar 3, kita melihat pergerakan sosial yang akan dilakukan oleh 44
juta siswa yang sedang belajar di 217,631 sekolah diasuh oleh 2,701,450 guru. Pendidikan kita
naik kelas dari ujian dengan kertas, mahal, mudah rusak, lambat transportasi di daerah terpencil
ke CBT yang murah, cepat dan aman dan pro lingkungan hidup.

. Mobilitas Sosial Horizontal – merupakan perpindahan status sosial secara


individual atau sekelompok orang yang tidak meningkatkan atau mengurangi
status, posisi, dan strata yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Dengan

82
kata lain, pergerakan kekayaan, kekuasaan dan kewibawaan seseorang atau
kelompok orang berada pada derajat dan kehormatan yang tidak berbeda.

Beberapa contoh berikut ini disediakan untuk pendalaman materi mobilitas sosial horizontal di
bidang pendidikan, olahraga, bisnis retail, konstruksi, dan keamanan:

a) Untuk pemerataan akses pembelajaran bermutu melalui pemberdayaan MGMP, MKKS,


MKKPS, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi melakukan rotasi Pengawas
Sekolah, Kepala Sekolah atau guru senior dari SMA/MA/SMK unggulan (core) ke
SMA/MA/ SMK imbas (satellite) dalam satu zonasi atau beda zonasi tapi strata sosialnya
sejajar.

b) Seorang guru olahraga dari sekolah SMA meminta pindah mengajar di SMA B dengan
alasan agar bisa melatih tim Sekolah Sepak Bola yang dipersiapkan untuk Asean Game
mendatang meskipun tanpa kenaikan pangkat dan tunjangan.

c) Pimpinan perusahaan retail di Jakarta mengadakan rotasi setiap 6 bulan sekali kepada
kepala cabang untuk memantapkan kepemimpinan dan pemasaran produk di daerah yang
berbeda-beda.

d) Di Papua dan Papua Barat, beberapa perusahaan konstruksi yang menggarap proyek besar
bidang sarana prasana juga membawa tenaga kerja dari Jawa yang telah tersertifikasi
kompetensi dan pengalaman kerja untuk menjaga mutu proses dan hasil pembangunan.

e) Mobilitas gabungan antar geografis dan promosi merupakan perpindahan seseorang dan
seluruh keluarga dari satu daerah ke daerah lain. Ini juga terkait dengan promosi jabatan
dan kedudukan seorang prajurit dan Polisi. Mobilitas sosial ini kita sering jumpai pada

83
keluarga TNI dan Polri. Keluaga TNI dan Polri memiliki sistem dan penjenjangan karir
yang rapi dan baku. Untuk bisa naik pangkat, tantara dan polisi diperlukan pengalaman
territorial dan kualifikasi pendidikan formal.

Jadi mobilitas horizontal ini memberi kemungkinan perubahan dalam pekerjaan dan atau
kedudukan yang tidak bersifat sebagai suatu pergeseran dalam hierarki sosial. Ciri utama mobilitas
sosial horizontal adalah lapisan sosial yang ditempati tidak mengalami perubahan.

4. Dampak Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial memiliki bentuk yang bervariasi. Dampaknya tentu juga tergantung bentuk
mobilitasnya. Kita diskusikan dampak positif dan dampak negative mobilitas sosial sebagai
berikut:

a. Dampak positif - Teknologi digital membantu pelayanan publik dengan murah, mudah dan
cepat. Kementerian Komunikasi dan Informasi melaporkan data bahwa pengguna internet
di Indonesia capai 82 Juta (Lihat https://kominfo.go.id). Misalnya siswa menikmati
layanan Computer Base Test. Masyarakat menikmati layanan transportasi Gojek dan Grab.
Orang tua membayar uang kuliah cukup transfer menggunakan sms atau electronik
banking. Telepon Gengam berguna untuk layanan komunikasi, pendidikan, pelatihan,
pekerjaan, dan bisnis online. Dengan katalog makanan dan minuman online, layanan Go-
Food meringankan tugas domestik termasuk masak, mencuci, menggosok pakaian.

Dampak negatif - Teknologi komunikasi dan informasi yang dioperasionalkan dengan Telpun
Gengam telah mematikan peran tilpun konvensional setiap rumah, mematikan bisnis audio aids
berupa radio dan televisi, mematikan koran cetak, buku dan majalah, membangkrutkan warung
foto copy dan kantor pos, menjadikan peralatan pekejaan domestik mubadzir, termasuk
refrigerator, mesin cuci, magic jar, setrika, dan pecah belah lainnya.

b. Dampak positif - Mobilitas ke atas meningkatkan kewenangan bertambah, jabatan naik,


penghasilan naik, kebutuhan pokok tercukupi, bisa menabung, kepercayaan diri naik,

84
menjaga reputasi lembaga, mengayomi bawahan dan kesejahteraan semakin baik. Setiap
orang mau dan ingin mobilitas ke atas.

Dampak Negatif - Mobilitas ke atas berdampak negatif seperti keterbatasan waktu menyelesaikan
pekerjaan bervariasi waktu terbatas sehingga waktu untuk anak-anak kurang. Rumah besar, mobil
mewah, kolam renang, sarana gymnasium lengkap semua, tetapi pemakainya adalah pembantu dan
sopir. Tabungan dan asuransi pendidikan anak telah tersedia, tapi anaknya menjadi korban narkoba
karena kehilangan teladan dan kehangatan dari kedua orang tuanya.

c. Dampak positif - Mobilitas ke bawah tergantung kasusnya, individual atau kolegial.


Kesalahan dan kehilafan individual yang melawan hukum kriminal membawa hikmah
untuk tobat, kembali ke jalan yang benar. Pemberian status pensiun memberi waktu lebih
longgar untuk dekat dengan keluarga dan masjid. Untuk kasus pemutusan kerja massal
melahirkan semangat memperjuangkan hak asasi dan melakukan negosiasi dengan
multifihak dalam mencapai penyelesaian konflik sesuai aturan UU yang ada.

Dampak negatif - Mobilitas ke bawah tidak dikehendaki banyak orang. Selain kehilangan
identitas, kurban mobilitas ke bawah juga menjadikan anggota keluarga malu, kehilangan
pekerjaaan, kehilangan mata pencaharian, tidak dihormati tetangga, bisnisnya ditinggalkan
pelanggan, dan lain sebagainya. Seluruh anggota keluarga harus bangkit dengan merintis usaha
baru.

d. Dampak positif - Mobilitas horisontal intragenerasi memberikan contoh baik dan pelajaran
berharga bahwa setiap orang akan menjalani suka-duka dalam siklus kehidupan dari satu
komunitas ke komunitas lainnya. Dengan bertambahnya teman di setiap lokasi, orang akan
melalui suatu proses adaptasi lingkungan sosial berbeda dan kegiatan mengadopsi hal-hal
baru dari situasi dan kondisi masyarakat baru akan menjadikan seseorang menjadi dewasa
dan bijak. Pengalaman adalah akumulasi kearifan.

Dampak negatif - Mobilitas horisontal menghabiskan banyak waktu, tenaga dan energi hanya
untuk penyesuaian dengan lingkungan, masyarakat, dan prilaku sosial baru.

85
e. Dampak positif - Mobilitas antargenerasi menjadi kakek-nenek sebagai inspirator bagi
ayah ibu dalam satu keluarga yang kemudian menjadi contoh baik bagi anak dan cucunya
dalan keluarga, tetapi guga supaya gigih belajar dan bekerja agar dalam property, power
dan prestige bisa dipertahankan dengan cara yang benar dan berguna jangka panjang.

Dampak negatif - Mobilitas sosial antar generasi akan mewariskan berbagai masalah. Jika
generasi kedua (anak-anak) miskin sedangkan generasi pertama, ayah dan ibu, kaya maka
mereka rentan perebutan warisan. Begitu juga jika bapaknya miskin dan budayanya polos dari
pedesaan, sementara anaknya kayaraya tinggal di perkotaan maka anak kandung dan
pasangannya akan memperlakukan kedua orang tuanya bisa kurang santun. Inilah ‘shock culture’
dan kesenjangan antara generasi tua dan generasi muda.

5. Hambatan dan Tantangan Mobilitas Sosial

Banyak faktor yang menjadi kendala dan menghambat mobilitas sosial, antara lain: buta huruf,
pendidikan rendah, pengangguran, kemiskinan, diskriminasi dan stratifikasi sosial tertutup.

. Pendidikan rendah - menjadi hambatan dan kendala utama dalam mobilisasi sosial
di Indonesia. Di daerah tertinggal, terdepan, dan termarginalkan, kita masih punya
banyak pengangguran yang buta huruf (illiterate) - tidak mampu membaca,
menghitung, dan menulis.

Kemudian, BPS menyajikan data bahwa 2.4% pengangguran terbuka di negeri ini adalah tamatan
SD/MI dan 6% tamatan SMP/MTs. Semakin rendah tingkat pendidikan semakin terbatas
kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, kecuali hanya sebagai kuli bangunan, buruh harian
lepas, atau kuli panggul di beberapa pasar tradisional.

Negara harus hadir membebaskan mereka dari kemiskinan pengetahuan, sikap mmental konsumtif
orang miskin, dan miskin ketrampilan untuk mencukupi kebutuhan pokok kehidupan – sandang,
papan, pangan, kesehatan dan pendidikan.

Kita harus peduli pendidikan. Sebab pendidikan solusi jangka panjang yang tak diragukan
keberhasilannya. Semakin tinggi pendidikan, apaun jenis, jenjang dan bentuknya, kita harapkan

86
semakin mudah akses informasi pekerjaan atau merintis kewirausahaan. Memberikan
pengetahuan, sikap dan ketrampilan memudahkan mobilitas sosial.

. Pengangguran wanita dan pria – inilah faktor penghambat mobilitas sosial keatas,
anter generasi dan structural. BPS melaporkan bahwa 5.4% laki-laki dan 5.2%
perempuan merupakan pengangguran terbuka secara nasional. Glints menyajikan

Angka absolutnya, jumlahnya jutaan. Mereka sulit melakukan mobilitas sosial ke atas maupun
mobilitas generasional. Memutuskan mata rantai pengangguran, bagi wanita maupun pria usia
kerja 15-65 tahun, sebuah prioritas kebutuhan pembangunan sektor sosial. Pengarusutamaan
gender menjadi strategis dalam upaya membebaskan mereka dari pengangguran turunan dari
orangtua ke anaknya hanya dengan sekolah. Pengangguran antar provinsi juga menghambat
mobilitas sosial di daerah.

Gambar 4 -
Sebaran
Pengangguran
Antar Provinsi
2016

(Sumber:

https://glints.com/id).

. Kemiskinan desa dan kota menjadi kendala utama mobilitas sosial di Nusantara.
BPS menyajikan data bahwa 14.1% orang miskin adalah warga pedesaan dan 7.8%
orang miskin hidup di daerah perkotaan. Pembangunan yang sudah berjalan sejak
1969 hingga 2019 belum dapat dinikmati oleh 22% warga miskin berdasarkan data
laporan BPS tersebut. Pemerintah perlu memprioritaskan program pengentasan
kemiskinan pada perdesaan karena angka kemiskinan desa dua kali lipat di
perkotaan. Membangun desa miskin di perdesaan dan kampung kumuh atau slum
areas di perkotaan berarti mengentaskan kemiskinan rakyat di desa maupun di kota.

87
. Diskriminasi kesukuan dan agama Perseteruan antar suku, ras, dan golongan tidak
menguntungkan rakyat dan negara apapun alasannya. Pengetahuan toleransi
sesama warga NKRI dapat mencegah diskriminasi sering dilakukan oleh suku
mayoritas kepada suku minoritas. Kondisi multi ras seperti di Indonesia, yang
semula diharapkan menjadi kekayaan dan modal sosial untuk pembangunan
industri pariwisata berbasis keanekaragaman suku dicederai dengan munculnya
perang antar suku dan kerusuhan masal antar desa/kampung, konflik antara
penduduk asli dan penduduk pendatang telah menjadi penghambat mobilitas sosial.
Diskrimasi bermotif suku, ras, agama dan golongan merupakan penghambat
mobilitas sosial ke atas. Kerusuhan di berbagai daerah akhir akhir wilayah
Indonesia Timur tidak menguntung rakyat kecil, baik warga asli maupun
pendatang.
. Korupsi,
kolusi dan
nepotisme -
Mobilitas sosial
membutuhkan
pelaksanaan
prinsip nilai
yang ada
didalam istilah
meritokrasi.
Meritokrasi bisa berjalan ketika setiap lembaga publik dan swasta sepakat
mencegah dan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme.

Gambar 5 Indek Persepsi Korupsi Urutan 38 Dari 175 Negara

(Sumber: http://idn.times.com).

88
Gambar 5 Indek Persepsi Korupsi urutan 38 dari 175 negara. KPK perlu bekerja keras lagi
memberantas KKN yang menghambat mobilitas sosial. Generasi muda, pelajar dan mahasiswa,
perlu mempelajari kolusi, korupsi dan nepotisme agar bisa menghindari panyakit kronis dan
massal ini.

Penyalahgunaan wewenang untuk mendapatkan kuntungan pribadi yang mewabah dalam layanan
public. Hal ini dapat terus menghancurkan nilai keadilan, mematahkan semangat dan harapan
individu dan menghalangi prestasi kelompok sosial dalam menapaki tangga sosial diatasnya.

. Feudalisme gaya baru – Indonesia telah merdeka dan kerajaan tidak punya peran
formal dalam mengatur negara dan bangsa ini. Tetapi, feudalisme gaya baru dalam
arti sistem pengendalian kekuasaan yang didelegasikan kepada bangsawan untuk
mengatur distribusi kekayaan, kekuasaan dan kehormatan telah merusak norma dan
nilai demokrasi Pancasila sehingga mengganggu mobilitas sosial tidak berjalan.
Sistim pemilu dan pilkada langsung dan serentah tidak serta merta menjadikan
politik sebagai mekanisme mendapatkan pemimpin teladan berkaliber nasional.

Pencalonan calon anggota partai di setiap jenjang tergantung pada besarnya modal keuangan.
Pemenang suara terbesar sebanding dengan berapa uang yang keluar. Ini demogogi sosial. Pilihan
Kepala Desa yang dulu masih jujur, terbuka, dan langsung bisa mengasilkan kepala desa
kharismatik. Kini pilkades terasa menjadi feodalisme gaya baru. Pemimpin formal maupun key
persons membiarkan tumbuhnya feudalisme gaya baru itu menjadi hal normal.

Dalam dunia politik, haruskah seorang ayah pensiunan pejabat tinggi, menyiapkan istri/suami,
anak-anak, cucu, atau saudara kandungnya secara terbuka disiapkan sebagai penerus
kepemimpinannya? Salahkah memelihara dan mempertahankan kekayaan, kekuasaan, dan
kehormatan dilakukan oleh pemimpin bangsa?

Dengan spirit mobilitas sosial, kita akan diskusikan persoalan mendasar rakyat kecil. Beberapa
contoh kasus berikut ini mohon didiskusikan secara ‘Pair-n-Share’ dan fasilitator akan
mendampingi proses diskusi ini.

89
a. Pedagang kaki lima, datang dari desa yang sangat jauh ke metropolitan, merintis warung
Lontong sayur di kota. Ia bernasib malang. Grobagnya disita dan masukkan keatas truk
oleh satpol PP, tim keamanan kota karena menurut mereka berjualan di trotoar adalah
melanggar peraturan.
b. Surat Keterangan Tanda Kemiskinan dipergunakan oleh oknum yang tidak
bertanggungjawab untuk melancarkan PPDB oleh orang yang bukan berhak untuk itu.
Mereka orang terpandang dan mereka membuat Lurah dan Kepala Desa hanya bisa geleng
kepala sambil menandatangani SKTM.

Kita bisa menyaksikan kasus mobilitas sosial horizontal dan mobilitas sosial vertikal di lingkungan
masyarakat. Dengan demikian kita dapat mengidentifikasi usaha bagaimana yang bisa membantu
mereka.

6. Faktor Pendorong Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial adalah hasil dari beberapa kebijakan dan program yang di didukung dengan
anggaran yang tepat. Kita akan membahas faktor pendorong mobilitas sosial dengan melakukan
eliminasi hambatan dan kendala yang didiskusikan sebelumnya.

. PAUD-SD Satu Atap – Penggabungan program pendidikan anak usia dini (PAUD)
dengan SD/MI untuk memperluas akses, memperbaiki mutu, dan tata kelola PAUD
terpadu dengan SD/MI. Hasil yang diharapkan adalah pemberantasan buta huruf di
daerah terpencil, terpinggir dan terdepan. Hal ini akan berguna untuk mobilitas
sosial vertical bidang pendidikan.
. Pemberdayaan Balai Latihan Kerja (BLK) – Balai Latihan Kerja ditingkatkan
fungsinya sebagai koordinator lembaga-lembaga pelatihan dan kursus wiraswasta
yang ada di setiap kecamatan dan perdesaan/perkotaan. Pada tahun 2019
Kemenaker targetkan 1.000 titik Balai Latihan Kerja Komunitas. Lihat
https://ekonomi.kompas.com.
Bekerjasama dengan Desa dan Kecamatan, BLK mengembangkan baseline data
untuk penyusunan program dan anggaran kerja Desa dalam pelaksanaan pelatihan,
uji kompetensi, sertifikasi, penempatan, dan pendampingan bisnis untuk

90
mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Hal ini bermanfaat untuk
mengembangkan softskills yang dibutuhkan pengangguran tamatan SD/MI sampai
dengan SMA/MA dan SMK untuk bisa masuk dunia industri.

. Program pembangunan SDM perdesaan. Relawan dan tokoh masyarakat di


perkampungan dan perdesaan mengalokasikan 70-80% dari dana desa untuk
pelatihan, permodalan, dan pendampingan wirausaha terutama warga usia 16-30
tahun. Penduduk kelompok produktif untuk memiliki pilihan ketrampilan hidup,
baik di kota maupun di perdesaan.

. Pemberantasan KKN – sosialisasi program pemberantasan KKN di setiap kampung


dan desa menjadi awal pencegahan KKN. Memperkuat peran serta tokoh
masyarakat untuk berani melaporkan kasus suap melalui lembaga penegak hukum
atau media sosial yang resmi.

. Pertemuan Rutin dengan Wakil Rakyat. Pendidikan politik perlu digalakkan dan
disponsori oleh anggota dewan. Setiap pimpinan dan tokoh masyarakat mempunyai
akses komunikasi dengan wakil rakyat dan pejabat desa dan kecamatan. Pada tahun

91
2019, ada 14 partai
politik dari 20 partai
di Indonesia yang
lolos seleksi oleh
KPU dan resmi
menjadi peserta
Pemilu 2019

(https://nasional.kompas.com).

Gambar 6 – Delapan Partai Politik Memiliki 5% Suara Keatas Sebagai Wakil Rakyat Yang
diharapkan Membela Kepentingan Rakyat.

Gambar 6 tentang Infografis menunjukkan bahwa delapan partai ini telah memperoleh kartu masuk
Gedung Kura-Kura di Senayan dan memiliki kepercayaan berdasarkan suara rakyat di atas 5%.
Untuk melihat perolehan suara setiap partai, silahkan ditemukan dilaman secara mandiri. Dari hasil
pemilu legislatif ini, kita telah mempunyai 575 anggota DPR RI (15 anggota DPR RI lama masih
terpilih lagi) berasal dari 80 daerah pilihan (dapil) dan 136 anggota DPD RI dari 34 daerah
provinsi. Faktor politik menjadi pendorong mobilitas ke atas (climbing) dan menurunkan status
sosial beberapa calon wakil rakyat yang kalah suara dalam pemilu tahun ini.

Bagaimana harapan rakyat, baik pemilih maupun bukan pemilih, yang mengantarkan anggota
DPR-RI dan DPD-RI ke Senayan? Harapan rakyat adalah

92
1) Kebijakan Nasional - Undang-Undang yang menjamin keadilan untuk setiap warga negara
Republik Indonesia.
2) Kebijakan aggaran yang transparan dan akuntabel untuk percepatan pembangunan di
segala sektor.
3) Pengawasan pelaksanaan pembangunan untuk mencegah kolusi, korupsi dan nepotisme.

Ketiga peran dan fungsi dewan tersebut diharapkan menjamin pelaksanaan program. Rakyat
menagih janji agar mendapatkan kesempatan, akses, mutu dan layanan publik dalam upaya
mencapai prestasi dan diakui oleh strata sosial yang lebih tinggi.
Rakyat miskin membaca dengan jelas bahwa kebijakan, program dan anggaran yang peduli rakyat
dapat mempercepat mobilitas sosial kaum miskin, dari pengangguran ke pekerja full timers, dari
rentan kemiskinan ke pekerjaan dan penghasilan yang layak hidup, dari pendidikan dasar ke
pendidikan menengah dan perguruan tinggi, dari rentan sakit menjadi lebih sehat bekerja, dan
setarusnya.

Memilah dan memilih nilai dan norma baru di era teknologi. Di era informasi ini, masyarakat juga
membentuk nilai-nalai baru dalam tatanan sosial. Contoh tatanan baru adalah kecepatan dan
kemudahan karena bantuan teknologi. Anak-anak yang mempelajari teknologi diharapkan
menguasai konsep dan aplikasi teknologi untuk kehidupan masa depan. Dengan teknologi generasi
mendatang mampu berperan sebagai kelas atas penuh otoritas, bukan hanya sebagai penonton
kemajuan, tapi pelaku utama pembangunan masyarakat. Kemajuan informasi dan teknologi
membukakan peluang dan sekaligus tantangan dalam mobilisasi sosial, baik horisontal maupun
vertical.

Persediaan barang kebutuhan pokok dengan harga terjangkau. Orang kaya bertolak pinggang.
Orang miskin kencangkan ikat pinggang. Kondisi ekonomi dibatasi dengan pemenuhan kebutuhan
pokok, pangan, sandang, dan papan.

93
Gambar 7 - Kebutuhan Pokok Keluarga Lapis Bawah

(https://toko-sembako-123.blogspot.com.)

Bagi orang kaya membeli beras mungkin bukan masalah. Tetapi bagi masyarakat miskin beli beras
masih menjadi masalah. Para petani penggarap, buruh nelayan, pekerja harian lepas, kuli panggul
di pasar tradisional, tukang parkir illegal di jalan umum, dan tukang becak mereka belum tentu
mampu mencukupi kebutuhan pangan, sandang dan papan.

Pemerintah dan pemerintah daerah perlu memberikan perhatian dengan mengembangkan program
yang memperdayakan mereka. Selain program jangka pendek, seperti beras murah, pemerintah
perlu membuat skema kebijakan dan program jangka menengah, misalnya pelatihan ketrampilan
kerja, perluasan akses modal usaha, pendampinan bisnis, insentif pengusaha sektor informal,
pemberdayaan ekonomi mikro, dan inisiatif lokal lainnya. Kartu pintar dan Kartu sehat itu program
jangka Panjang. Dengan data kemiskinan berkisar 10%, Pemerintah belum mampu mengangkat
status warga miskin dan rentan miskin agar bebas dari pengangguran dan kemiskinan. Mereka
adalah korban stuktur ekonomi yang kurang memihak kaum pengangguran dan warga miskin.

Gerakan wirausaha lokal online terpadu. Warga kelas bawah butuh tiga hal: akses informasi
peluang usaha, akses pelatihan usaha, dan akses modal usaha. Marilah warga strata bawah kita
dampingi memulai usaha online dan akses ke
1). https://www.pojokbisnis.com/bisnis-online/bisnis-startup

94
2). https://carainvestasibisnis.com/cara-membuat-startup-bisnis/

3). https://aff.one88game.com

Warga miskin, pendidikan rendah dan pengangguran tidak semuanya minta dikasihani. Mereka
bisa menemukan cara hidup swadaya. Mereka perlu didampingi untuk wirausaha. Inilah pintu
gerbang menuju mobilitas sosial vertical bagi golongan ekonomi lemah. Disaat krisis ekonomi,
orang kaya bingung menyalamatkan keluarga dan harta bendanya. Orang miskin tenang-tenang
saja karena terbiasa mengalami penderitaan.

7. FORUM DISKUSI

1. Hasil: Narasi Mobilitas Antar Generasional


2. Jenis Tugas: individual
3. Manfaat: Alat Peraga mobilitas sosial di kertas A3
4. Waktu: 90 menit
5. Alat dan Media: internet, HP, kertas A3 dan Printer
6. Langkah-langkah:

a. Pilih 1 tokoh pengusaha muda usia dibawah 40 tahun, pria atau wanita.
b. Temukan biodata dan profil lengkapnya di internet
c. Temukan biodata dan profile kedua orang tuanya di internet
d. Temukan biodata dan profile minimal 1 dari anak-anaknya di Internet

7. Fokus kajian – tempat lahir, riwayat pendidikan, pekerjaan, kedudukan dalam organisasi
profesi, penghasilan, jumlah karyawan/mitra usaha, dan perbedaan antara dua generasi.
8. Buat narasi dan gambar dengan ketentuan:

a. Jumlah kata 2500 kata (maksimal)


b. Font size 11, huruf Times New Roman
c. Boleh ditaambah gambar, tabel, infografis atau lainnya

95
d. Layout dan print kertas ukuran A3

9. Mintalah setiap peserta didik menempelkan hasil narasi A3 didinding untuk mengajar
Mobilitas Sosial.
10. Gunakan metode ‘Walk-n-Talk’ – setiap peserta keliling, membaca narasi, dan meminta
penjelasan dari setiap penulis.
11. Mintalah peserta menuliskan pendapat, komentar dan kritikan terhadap narasi yang mereka
pilih dalam HP dan di share ke WA group khusus pelajaran Sosiologi
12. Berikan setiap peserta menanggapi pendapat, komentar dan kritikan yang diterima.
13. Refleksi bersama dipimpin oleh pelatih:

a. Bagaimana pemahaman saudara/I tentang mobilitas sosial antar generasional?


b. Bagaimana hubungan antara pengalaman tokoh pilihan saudara dengan perubahan kondisi
sosial yang berbeda?
c. Bagaimana persamaan dan perbedaan strata sosial antara generasi pertama (Bapak/Ibu)
dengan strata sosial generasi kedua (anak-anaknya)?
d. Bagaimana saudara akan menggunakan hasil pelajaran hari ini ketika anda menjalani
kehidupan nyata 3 tahun setelah lulus dari pelatihan ini?

14. Berikan hadiah 3 buku baru kepada 3 peserta paling aktif dalam pembelajaran.

8. RANGKUMAN

1. Bentuk mobilitas sosial terdiri dari mobilitas vertical, spatial dan generasional. Kemudian
mobilitas vertical dibagi lagi menjadi vertical ke atas (climbing) dan ke bawah (sinking).
Sedang mobilitas spatial terdiri dari mobilitas territorial, structural, dan horizontal.
Terakhir, mobilitas generasional terdiri dari mobilitas intragenerasi dan mobilitas
intergenerasi.
2. Mobilitas sosial terdiri dari dampak positif, antara lain:
a. Teknologi digital membantu pelayanan publik dengan murah, mudah dan cepat.
b. Mobilitas ke atas menambah kewenangan dan kesejahteraan
c. Mobilitas ke bawah biasanya ada kesalahan dan kehilafan individual
d. Mobilitas horisontal intragenerasi memberikan contoh baik dan pelajaran berharga

96
3. Mobilitas sosial juga mempunyai dampak negatif antara lain:
a. Perebutan warisan – kekayaan
b. Penyesuaian lingkungan masyarakat dan prilaku sosial baru.
c. Kecenderungan orang membela diri
d. Berkurang waktu untuk keluarga
4. Kemajuan teknologi mempercepat seseorang atau kelompok orang mendapatkan
kekayaan, kekuasaan, dan kehormatan dari banyak orang dengan pertumbuhan bisnis
berbasis internet. Pada saat yang sama teknologi mematikan fungsi lembaga layanan public
tradisional dan menhentikan fungsi peralatan rumah tangga sampai mesin-mesin industri
tidak berguna lagi.
5. Mobilitas sosial ke atas membawa berkah, menambah kekayaan, kekuasaan, dan
kewibawaan serta kesejahteraan baik individual maupun kolegial, tapi apabila semuanya
itu tidak didapatkan dengan cara dan tujuan yang benar maka semua kenyamanan jabatan
sosial tersebut mungkin berubah menjadi musibah.
6. Mobilitas sosial ke bawah tidak diinginkan banyak orang dan menyadarkan perlunya upaya
bisnis bangkit kembali, merintis pekerjaan dan usaha baru. Apabila usaha baru gagal, maka
mobilitas ke bawah rentan dengan depresi dan frustasi.
7. Mobilitas spatial terdiri dari mobilitas teritorial, struktural dan horisontal. Mobilitas
territorial memungkinkan individu dan kelompok membangun kehidupan baru melalui
urbanisasi atau transmigrasi di wilayah baru.
8. Mobilitas struktural adalah suatu pergerakan status sosial karena adanya perubahan dalam
struktur masyarakat, terutama perubahan teknologi, pendidikan, urbanisasi, pertumbuhan
ekonomi, peperangan, atau kejadian lain yang mengubah struktur dan jenis strata
masyarakat.
9. Mobilitas horizontal merupakan perpindahan status sosial secara individual atau
sekelompok orang yang tidak meningkatkan atau mengurangi status, posisi, dan strata yang
dimiliki seseorang atau sekelompok orang.
10. Pendorong mobilitas sosial berpusat pada aspek teknologi, ekonomi, politik, hukum dan
sosial budaya. Adapun program untuk mendorong mobilitas sosial antara lain:

a. Pendidikan - PAUD-SD Satu Atap

97
b. Pemberdayaan Balai Latihan Kerja (BLK)
c. Program pembangunan SDM pedesaan
d. Pemberantasan KKN
e. Pendewasaan politik lewat pertemuan rutin dengan Wakil Rakyat
f. Memilah dan memilih nilai dan norma baru di era teknologi
g. Persediaan barang kebutuhan pokok dengan harga terjangkau
h. Gerakan wirausaha lokal online terpadu

11. Faktor penghambat mobilitas sosial antara lain:


a. Pendidikan masyarakat rendah
b. Pengangguran wanita dan pria
c. Kemiskinan desa dan kota
d. Diskriminasi kesukuan dan keagamaan
e. Korupsi, kolusi dan nepotisme
f. Feudalisme gaya baru

98
9. TES FORMATIF

Petunjuk

a. Kerjakan dalam waktu 10-15 menit.


b. Gunakan lembar jawaban.
c. Pilih hanya 1 (satu) jawaban paling benar dari 5 (lima) pilihan jawaban yang tersedia
dibawah pertanyaan dengan cara melingkari huruf salah satu hufu a, b, c, d atau e pada 10
pertanyaan berikut ini:

1. Pengertian mobilitas sosial berikut ini benar, kecuali


a. Perpindahan dari satu posisi ke posisi sosial lainya.
b. Penurunan pangkat karena melanggar hukum
c. Upaya meraih status sosial tertinggi
d. Perbaikan kinerja tim berkelanjutan
e. Perpindahan antar kelas sosial
2. Mengapa mobilitas vertical ke atas diinginkan oleh banyak orang? Semua alasan benar,
kecuali:
a. Kedudukan
b. Kewibawaan
c. Kepuasan
d. Kekuasaan
e. Penghasilan
3. Pada tahun 2015 Abdul Ghani dan keluarga berpenghasilan Rp. 120,000,000,- per tahun.
Kemudian tahun 2019 keluarga dan anak-anak dia memiliki penghasilan 1,200,000,000,-
per tahun. Jadi, Abdul Ghoni menikmati
a. Mobilitas Vertikal ke bawah
b. Mobilitas Struktural
c. Mobilitas Spasial
d. Mobilitas Vertikal ke atas
e. Mobilitas intragenerasional

99
4. Mobilitas vertical ke bawah memang menyakitkan karena seseorang diduga telah
melakukan:
a. Kelalaian
b. Kesalahan disengaja
c. Sanksi berat jika ketahuan
d. Keluarga ikut malu
e. Semua benar
5. Teknologi komunikasi dan informasi yang dioperasionalkan dengan Telpun Genggam
telah mematikan peran tilpun konvensional setiap rumah, mematikan bisnis radio dan
televisi, mematikan koran cetak, buku dan majalah, membangkrutkan warung foto copy
dan kantor pos, menjadikan peralatan pekejaan domestik mubadzir, termasuk refrigerator,
mesin cuci, magic jar, setrika, dan pecah belah lainnya. Penulis sedang menjelasan
dampak:
a. Negatif teknologi
b. Positif teknologi
c. Negatif telepon genggam
d. Positif internet
e. Negative kecanduan telepon genggam
6. Mobilitas sosial intragenerasi adalah
a. Pengalaman bekerja diberbagai posisi sosial
b. Suka-duka bekerja dari satu daerah ke daerah lain
c. Cerita sukses mengembangkan usaha/bisnis
d. Perpindahan strata yang dialami seseorang sejak lahir sampai mati
e. Sejarah karir seseorang dengan berbagai jabatan
7. Beberapa program dibawah ini diharapkan mampu mendorong mobilitas sosial, kecuali:

a. Program pembangunan SDM pedesaan


b. Pemberantasan KKN
c. Wajib belajar 12 tahun
d. Persediaan barang kebutuhan pokok dengan harga terjangkau
e. Gerakan wirausaha lokal online terpadu

100
8. Faktor penghambat mobilitas sosial antara lain:
a. Semua jawaban benar
b. Pendidikan masyarakat rendah
c. Kemiskinan desa dan kota
d. Diskriminasi kesukuan
e. Korupsi, kolusi dan nepotisme
9. Suatu pergerakan status sosial karena adanya perubahan dalam sistim masyarakat,
terutama perubahan teknologi, pendidikan, urbanisasi, pertumbuhan ekonomi, peperangan,
atau kejadian lain yang mengubah struktur dan jenis strata masyarakat.
a. Mobilitas spasial
b. Mobilitas struktural
c. Mobilitas horisontal
d. Mobilitas antar generasi
e. Mobilitas vertikal ke bawah
10. BPS menyajikan data bahwa 14.1% orang miskin adalah warga pedesaan dan 7.8% orang
miskin hidup di daerah perkotaan. Pembangunan sudah berjalan sejak 1969 hingga 2019.
Namun kita masih menemukan 22% warga yang status sosialnya miskin. Pernyataan
berikut ini benar, kecuali:
a. Kemiskinan di desa lebih tinggi daripada kemiskinan di kota.
b. Sebanyak 14% orang menjalani kehidupannya di perdesaan.
c. Jumlah orang miskin di kota lebih sedikit daripada orang miskin di pedesaan.
d. Pembangunan berjalan selama 5 dekade namun 22% warga masih miskin.
e. Kemiskinan itu salah orangnya bukan salah pemerintah.

10. DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2010). Sensus Penduduk Tahun 2010. Jakarta: Biro Pusat Statistik.

Budiono. (2009). Buku Paket Sosiologi untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.

Damanik, F, dan Badarudin (2016) Buku Siswa Sosiologi SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Pt. Bumi
Aksara.

101
Kornblum, W. (1988). Sociology in a Changing World. New York: Holt, Rinehart and Winston,
Inc.
Macionis, J. (1989) Sociology 2nd Edition. New Jersey: Prentice Hall.
Spencer, M. (1979). Foundations of Modern Sociology 2 Edition. New Jersey: Prentice Hall
Surianingsih. (2006). “Pola Migrasi Di Provinsi Sumatera Utara Dan Kaitannya Dengan Hukum
Dan Kependudukan”, Jurnal Equaliy, Vol 11. No. 2. Halaman 143-150. Medan: Universitas
Sumatera Utara.

Website:

1. https://sites.google.com/site/raudotulhasanah24/home/materi-sosiologi-kelas-xi-saluran-
mobilitas-sosial

2. https://www.quipper.com/id/blog/mapel/sosiologi/pengertian-mobilitas-sosial/

102
MODUL 3
KEGIATAN BELAJAR : 4
AFIRMASI SOSIAL

KEGIATAN BELAJAR 4:

AFIRMASI SOSIAL KELOMPOK MARGINAL

CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH (CPMK)


Memahami pengetahuan sosiologi dan mampu memahami tentang tentang afirmasi sosial pada
kaum marginal.

POKOK-POKOK MATERI
Konsep Afirmasi, Konsep Afimasi Sosial, Konsep Kaum Marginal, Program Afirmasi Sosial
untuk Kaum Marginal, Hambatan dan Kendala Afirmasi Kaum Marginal, Faktor Pendorong
Afirmasi Kaum Marginal

103
1. Pendahuluan

Pengembangan profesi guru berkelanjutan adalah salah satu strategi yang diharapkan dapat
menjamin mutu para guru dan tenaga kependidikan terutama guru bidang studi Sosiologi di SMA
sederajat. Di sekolah mereka bertanggung jawab menumbuhkan dan mengembangkan para siswa
memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan sosial sehingga alumni SMA memiliki kepribadian
peduli kepada warga masyarakat di sekitarnya.
Kepedulian kepada kelompok marginal bukan hanya penting bagi siswa tetapi juga bagi guru
Sosiologi. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa
“...pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar.” Pengembangan kompetensi sosial guru harus terpadu dengan kompetensi
Pedagogik, Kepribadian, dan Profesional guru secara progresif dan berkelanjutan.
Pendidikan dan pelatihan dipandang sebagai program pencegahan penganguran dan pengentasan
kemiskinan. Ini amanat pembukaan UUD yang menyatakan dengan tegas bahwa tujuan
kemerdekaan salah satunya adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Program afirmasi

104
sosial diharapkan mempercepat terwujudnya keadilan sosial, ekonomi, politik yang masih menjadi
permasalahan masyarakat Indonesia di seluruh tanah air.
Pembangunan nasional maupun daerah bukan hanya meninggalkan jumlah dan sebaran orang
miskin di setiap kota/kabupaten, tetapi juga melahirkan masyarakat kaum marginal akibat
pembangunan politik, sosial ekonomi, baik di desa maupun di kota, yang belum mengangkat
derajat kaum marginal. Paradigma dan fakta sosial tentang kaum marginal perlu disosialisakan di
keluarga, sekolah dan masyarakat. Bersama perguruan tinggi, lembaga pemerintah dan organisasi
swasta lainnya perlu mengembangkan pendekatan dan strategi yang tepat dalam pemberdayaan
kaum marginal. Para guru perlu mengenalkan kebijakan dan program yang dilaksanakan untuk
mendampingi kaum marginal. Semua fihak bergerak terpadu mengembalikan kaum marginal dari
pemikiran ‘perriveral’ (pinggiran) ke ‘centrivugal’ (tengah) kehidupan berbangsa dan bernegara
sehingga kepedulian afirmatif meningkatkan partisipasi kaum marginal menuju ‘social justice for
all’ keadilan untuk setiap warga negara Indonesia.
Dalam konteks pengentasan kaum marginal menjadi masyarakat sejahtera, pengambil kebijakan
dan pelaksana program pembangunan di setiap sektor perlu memiliki kesadaran tinggi terhadap
kaum maeginal. Pemerintah Provinsi, Kota dan Kabupaten perlu mengerahkan program dan
anggaran untuk mendukung pendampingan kaum marginal secara afirmatif. Contoh baik (best
practices) dan belajar dari pengalaman (lessons learnt) banyak dapat kita temukan dan gunakan
untuk rujukan/referensi program sosial yang tepat dalam mengentaskan kaum marginal dari jurang
keterpurukan hidup mereka.
Modul ini dirancang sebagai bahan ajar untuk dapat dipelajari secara mandiri maupun kelompok
oleh peserta PPG Dalam Jabatan Guru Sosiologi SMA. Modul ini berisi materi, metode, batasan-
batasan, tugas, media pembelajaran dan latihan yang disajikan secara sistematis dan analitis untuk
mencapai tingkatan kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat komplesitasnya.

2. Konsep Afirmasi

Pengembangan dan pendalaman materi esensial Stratifikasi Sosial dan Mobilitas Sosial untuk
mahasiswa PPG dalam jabatan diakhiri dengan materi konsep Afirmasi Sosial karena materi kuliah
ini dapat dipandang sebagai bahan analisis untuk mensosialisasikan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan guru dan siswa agar tumbuh sikap simpati dan prilaku empati terhadap kaum marginal
di lingkungan sekolah maupun masyarakat.

105
Pemahaman Afirmasi Sosial lebih mudah untuk dimulai dengan mendalami arti afirmasi. Pada
awalnya afirmasi dianggap sebagai sebuah upaya penegasan atau penguatan yang mengandaikan
adanya pengakuan dari pihak lain terhadap keberadaan seseorang ataupun sekelompok orang
dengan seluruh atribut identitas sosial yang dimilikinya. Penegasan atau penguatan ini dibutuhkan
ketika mendapat ancaman dari pihak lain. Bentuk ancaman tersebut dapat dilihat dalam bentuk
peniadaan, penghinaan, dan pelecehan terhadap atribut identitas primordial, seperti etnis dan
agama, maupun status sosial sebagai proletar.
Menurut Libertella, dkk (2007), affirmative action adalah tindakan positif yang langsung bersifat
konstruktif dan memberikan perlakuan kemudahan bagi kelompok minoritas. Afirmasi bisa berupa
kompensasi atau mendorong kemajuan untuk menciptakan lingkungan yang membuka akses
individu dimana ras dan gender bukan lagi menjadi aspek yang menghalangi kemampuan
seseorang untuk berkembang. Sedangkan konsep afirmasi menyerupai harapan atau cita-cita,
namun afirmasi lebih tersusun dan pribadi dibandingkan dengan harapan dan lebih spesifik.
Dapat disebut pula afirmasi merupakan rumusan pernyataan positif mengenai siapa diri kita di
tengah masyarakat serta siapa diri kita sebagai mahluk individu, mahluk yang relegius dan mahluk
sosial. Afirmasi berguna sebagai pembawa perbaikan untuk bersikap positif atau sebagai sarana
untuk mendorong dan menunjukkan apa yang kita inginkan dalam asbstraksi berfikir dan
pengalaman. Perubahan itu terjadi baik pada tataran keyakinan, kemauan untuk berubah dan
kesadaran akan adanya tanggungjawab terhadap diri sendiri, lingkungan dan Tuhan yang maha
kuasa. Oleh sebab itu afirmasi secara eksplisit biasanya digunakan sebagai penutup atau puncak
dari sebuah proses pembelajaran atau pelatihan.
Dalam substansi afirmasi dapat juga menjadi masalah ketika dalam kondisi terancam atau terhina
orang bisa melakukan apa saja. Pada tataran konsep penegasan identitas ingin menyajikan sebuah
data antropologis lain, dimana telah terjadi kehilangan harga diri identitas, akibat dominasi dan
tekanan dari identitas lain. Dalam kondisi real masyarakat, kekaburan atau kehilangan harga diri
identitas ini terjadi ketika sebuah identitas mendapat penghinaan atau pelecehan dari orang yang
beridentitas lain.

3. Konsep Afirmasi Sosial

106
Afirmasi adalah sebuah kata sifat yang mengacu pada orang atau kelompok orang yang menyetujui
adannya orang, yang semula menghina atau menyepelekan kemudian menerima keberadaan orang
lain dengan seluruh atribut identitas sosialnya. Dengan berbagai alasan, semula warga tetangga
menolak keberadaan tetanggannya, orang dengan HIV-AIDS (ODHA) yang tinggal di desanya.
Setelah mengetahui secara utuh tengang ODHA tersebut, tetangga dapat memakluminya.
Ternyata, ODHA tidak tidak selalu bahaya dan tetanganya hanyalah sebagai korban dari prilaku
orang lain.
Untuk mencapai tahapan afirmasi sosial membutuhkan waktu dan kerelaan pihak-pihak lain untuk
saling mengetahui, menegaskan, mengakui, dan meneguhkan. Untuk itu ada empat tahap yang
harus diakui sebelum mencapai tahap afirmasi sosial yaitu kesadaran, penyesalan, dan perbaikan.
Untuk memelihara dan menjaga berjalannya proses ini dibutuhkan program afirmasi sosial lebih
lanjut.
Jadi, afirmasi muncul dari masyarakat marginal yang merasakan bentuk penolakan dalam urusan
partisipasi publik. Kemudian, sebagian masyarakat merasa hal tersebut harus diperbaiki agar
kehadiran afirmasi dari masyarakat marginal tidak berubah menjadi sebuah ancaman. Kaum
marginal mengancam masyarakat umum lainnya karena masyarakat umum tidak menerima
kehadiran kaum marginal sebagai apa adanya.

4. Konsep Kaum Marginal

Pernahkah kita melihat masyarakat yang terpinggirkan? Dalam artian masyarakat yang
kurang sejahtera, atau mungkin mereka berada di sekitar kehidupan kita. Masyarakat yang
terpinggirkan tersebut dapat disebut dengan kelompok marginal. Kelompok marginal digambarkan
sebagai suatu kelompok sosial tertentu yang keberadaannya dianggap sebagai kelompok
masyarakat yang memiliki status sosial paling rendah dan terpinggirkan. Kaum marginal dapat
didefinisikan sebagai sebuah proses yang mencegah individu atau kelompok untuk berpartisipasi
penuh dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan hak-hak utama marginal yang berasal dari
hubungan eksklusif (Beall dan Piron, 2005: 8).

107
Marginal berasal dari bahasa inggris 'marginal' yang berarti jumlah atau efek yang sangat kecil.
Artinya, marginal adalah suatu kelompok yang jumlahnya sangat kecil atau bisa juga diartikan
sebagai kelompok pra-sejahtera. Marginal juga identik dengan masyarakat kecil atau kaum yang
terpinggirkan. Jadi kaum marginal adalah masyarakat kelas bawah yang terpinggirkan dari
kehidupan masyarakat.

Gambar 3.1 Bentuk pelarangan yang ditujukan kepada pemulung sebagai kaum marginal yang
sering kita temui di pemukiman warga. (Sumber: Kompasiana.com)

Perhatikan gambar 3.1. Pada gambar dapat dipahami bahwa contoh dari kaum marginal antara lain
pengemis, pemulung, anak jalanan, dan orang-orang dengan penghasilan pas-pasan atau bahkan
kekurangan. Bahkan masyarakat telah mempunyai kesatuan norma yang sama untuk memberikan
posisi bagi keberadaan kaum marginal hal tersebut bisa dipahami sebagai benturan antara
kebutuhan kaum marginal dengan kenyamanan masyarakat umum.

Kaum Marginal adalah bagian tak terpisahkan dari negara kita. Istilah tentang kelompok marginal
muncul berdasarkan tolok ukur atau indikator sosial ekonomi. Analisa-analisa kuantitatif yang
digunakan seringkali menggunakan pendekatan ekonomi. Padahal, secara kualitatif kaum
marginal juga perlu dianalisa secara sosialogis karena apa kaum marginal, tetapi siapa kaum

108
marginal. Pendekatan kuantitatif - kualitatif dengan paradigma sosial politik-ekonomi akan dapat
memahami kaum marginal, dengan pertanyaan kritis: Siapa mendapat apa? Sehingga prioritas
kebutuhan menjadi lengkap. Bagaiman kaum marginal mendapat kesamaan akses terhadap
sumber-sumber atau bantuan ekonomi. Bagaimana kaum marginal memperoleh kesempatan untuk
akses terhadap hak dasar seperti kesehatan, pendidikan, atau pekerjaan? Padahal, sehat, seolah dan
bekerja adalah kunci untuk membongkar status ekonomi mereka yang sangat rentan itu.

Secara umum, mereka yang tergolong masyarakat terpinggirkan adalah orang miskin,
gelandangan, pemulung, kaum buruh dengan gaji rendah, anak jalanan, para penyandang cacat,
terjangkit penyakit HIV dan AIDS, masyarakat tradisional, korban perdagangan manusia, korban
kekerasan domestik, remaja yang mengalami konflik dengan hukum, buruh tani, pekerja seks, dan
lainnya. Mereka terpinggirkan karena tekanan ekonomi, sosial, budaya, dan politik, termasuk
kebijakan dan program pemerintah yang tidak berpihak.

Bahkan peranan pendidikan di kalangan kaum yang termarginalkan lebih cenderung pada ranah
pendidikan non formal. Hal ini akan terlihat sebagai ruang pemasalahan yang pelik karena peran
pendidik harus bersentuhan langsung dengan peserta didik (masyarakat) yang terlanda berbagai
masalah, yakni pada aspek ekonomi (kemiskinan), pendidikan (putus sekolah), sosial
(pengangguran), sumber daya manusia (rendahnya ketrampilan yang dimiliki) dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, pendidikan nonformal menitikberatkan pada pemberdayaan “masyarakat
sampah” atau masyarakat yang bermasalah multidimensional secara kolektif.

Mengutip beberapa tulisan yang ada, dinyatakan bahwa keberadaan kaum pinggiran dapat
dikatagorikan sebagai kaum buruh rendahan, kaum imigran kota (pemukinan kumuh dan padat),
masyarakat di daerah perbatasan, maupun masyarakat desa tertinggal karena factor sumber daya
alam yang tidak mendukung.

Keberadaan mereka pelan tapi pasti menjadi penyebab terjadinya akumulasi segala bentuk
penyakit masyarakat seperti pelacuran, gelandangan/pengemis, anak jalanan, pencurian,
perampokan, human trafficking, narapidana, dan lain - lain di suatu negara. Dengan demikian
masyarakat (kaum) marginal ini bila tidak diberdayakan melalui pemberian solusi yang tepat,

109
maka berarti pula ini disiapkan untuk menjadi benih bom waktu yang dahsyat untuk merusak sendi
– sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dengan demikian menurut penulis, bahwa kondisi masyarakat marginal bila dibiarkan berlarut-
larut akan berdampak pada beberapa persoalan :

a. Semakin banyaknya angka putus sekolah (drop out) dan buta huruf di kalangan mereka.
b. Semakin menurunya kualitas SDM
c. Semakin tingginya angka pengangguran.
d. Semakin tingginya penyakit – penyakit social masyarakat dan kerawanan sosial.
e. Indeks kemajuan pendidikan di Indonesia semakin tertinggal dengan negara – negara lain.

Meskipun perencanaan pembangunan sudah menggunakan berbagai pendekatan, strategi dan


program dalam praktek pelaksanaannya selalu muncul dampak negatif. Salah satu dari dampak
yang paling bisa dilihat nyata adalah terpinggirkannya sekelompok kecil orang. Pemerintah
bersama pemerintah daerah perlu menjangkau kaum marginal sebagai penerima manfaat
pembangunan.
Siapapun Presiden-Wakil Presidennya, kebijakan dan program pembangunan nasional selalu
melaksanakan kebijakan dan program kepedulian terhadap kaum marginal. Contoh dapat
disebutkan antara lain: Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras untuk orang Miskin (Raskin),
Biasiswa mahasiswa miskin (Bidikmisi), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Wajib Belajar 9 tahun, dan
lainnya. Program tersebut telah dilaksanakan untuk membantu orang pinggiran, termasuk
kelompok marginal.
Belajar dari pengalaman pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan sosial di tingkat
Kotamadya dan Provinsi, Pemerintah melakukan terobosan baru dengan menggunakan pendekatan
yang berbeda agar dapat menjangkau kaum marginal. Masyarakat marginal sulit mendapatkan
akses terhadap layanan minimal, misalnya pekerjaan, kesehatan dan pendidikan. Oleh karenanya,
Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Keluarga Harapan dan kartu baru
lainnya akan menjadi solusi nasional, diamini oleh 514 Pemerintah Kota dan Kabupaten, untuk
membuka jalur bagi masyarakat marginal. Pemerintah dan Pemerintah Daerah nampaknya bukan
hanya akan melanjutkan program pro-rakyat tetapi juga akan menggunakan teknologi untuk
memperluas akses pelayanan publik terutama kaum marginal.

110
Sumber Daya Manusia Unggul 2019-2024 merupakan komitmen nasional untuk pembangunan
sosial. Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
dan lembaga-lembaga lainnya bermitra dengan dunia industri dan bisnis mau dan mampu
menjabarkan program ramah kaum marginal.
Kaum marginal sebagai kelompok masyarakat pra-sejahtera, berada di lingkungan perkotaan
maupun pedesaan. Di perkotaan, mereka mempertahankan hidupnya dengan menjadi pemulung,
pengemis, gelandangan, atau buruh kasar. Di pedesaan, mereka biasanya adalah golongan petani
miskin atau buruh tani, nelayan, peladang atau pekerja kebun, yang biasanya tinggal di daerah
terpencil, sulit dijangkau, atau minim infrastruktur.
Selain itu, kelompok marginal juga mencakup di dalamnya para penyandang disabilitas, lanjut
usia, masyarakat adat, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), mantan narapidana, tuna sosial, serta
korban kekerasan, eksploitasi dan NAPZA. Untuk kelompok-kelompok semacam ini, intervensi
sosial yang dilakukan juga berbeda dengan kelompok-kelompok yang miskin secara ekonomi.
Jumlahnya tidak sebesar mereka yang terpinggir secara ekonomi, namun secara sosial atau politik
juga perlu mendapatkan perhatian dan perlindungan.
Oleh karena itu, pelaksanaan program Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu
Keluarga Harapan, meskipun masih menghadapi beberapa kendala dan hambatan, merupakan
program populer dengan jumlah penerima manfaat yang sangat besar. Kesuksesan program
tersebut dapat menjangkau kelompok masyarakat terpinggirkan sanagat tergantung pada database
kependudukan dan partisipasi pamong desa, kelurahan, dan kecamatan sebagai ‘front liners’
afirmasi kegiatan kaum marginal. Mampukah satu kartu untuk banyak fungsi dalam pelayanan
kaum marginal? Pemerintah responsive terhadap kaum marginal karena Menteri Koordinator
Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pemerintah menyiapkan 88,4 juta Kartu
Indonesia Sehat dan 17 juta Kartu Keluarga Sejahtera. Bahkan, dari jumlah yang 88,4 juta kartu
tersebut ada 2 juta kartu merupakan penyangga atau buffer terhadap kenaikan penerima manfaat
program ini.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019, pada tahun kelima atau
2019, diharapkan akan terdapat bantuan sosial berbasis keluarga yang komprehensif maupun
temporer, serta tersedia pendampingan dan pelayanan sosial dengan Standar Pelayanan Minimum
(SPM). Selain itu juga terjadi peningkatan jumlah penduduk kurang mampu yang tercakup dalam

111
skema jaminan sosial ketenagakerjaan, peningkatan ketersediaan akses lingkungan dan sistem
sosial bagi kelompok disabilitas, lansia, kelompok marginal, ODHA, sampai dengan korban
penyalahgunaan narkoba. Untuk menjangkau kaum marginal ini, pemerintah daerah perlu
kerjasama dengan relawan yang bekerja di Lembaga Swadaya Masysrakat dan perguruan tinggi.

5. Kaum Marginal di Perkotaan

Eksploitasi di dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik perkotaan banyak menciptakan
kesulitan ekonomi dan hidup dalam gaya hidup yang paling sederhana. Dalam melihat
permasalahan kaum marginal di perkotaan kita dapat mulai memahami dengan memperhatikan
dan menganalisa gambar berikut ini:

Gambar 3.2 Anak jalanan yang sedang mengamen


(Sumber: http://abilkosim.blogspot.com)

Dari gambar 3.1 diatas, permasalahan kaum marginal di perkotaan dapat menimbulkan berbagai
masalah salah satunya adalah kehadiran kaum marginal yang direpresentasikan oleh anak jalanan,
mereka merupakan anak yang tidak mendapatkan hak anak karena berbagai alasan seperti
kesulitan ekonomi, kenyataan hidup yang harus diterima untuk dapat bertahan hidup dijalanan.
mereka juga bisa disebut anak yang putus sekolah yang dengan berbagai alasan sosial tidak dapat

112
belajar dan bermain atau mengikuti pendidikan di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya.
Dan dari segi regulasi Undang – Undang nomor 4 tahun 1979, anak terlantar diartikan sebagai
anak yang orang tuanya karena suatu sebab, tidak mampu memenuhi kebutuhan anak sehingga
anak menjadi terlantar. Menurut Undang – Undang nomor 23 tahun 2002 bahwa anak terlantar
yakni anak yang kebutuhannya tidak terpenuhi secara wajar, baik kebutuhan fisik, mental, spiritual
maupun sosial. Melihat teori dan regulasi banyak faktor yang menyebabkan anak menjadi terlantar
dan berpotensi menjadi anak jalan, faktor pemenuhan kebutuhan dasar dan pengaruh interaksi
lingkungan merupakan salah satu faktor yang mendorong potensi keberadaan anak jalanan.

Faktor paling penting yang harus dipenuhi dari anak adalah masalah pendidikan kurangnya
perhatian anak terhadap pendidikan baik secara formal dan informal membawa anak tersebut ke
kondisi yang rentan.peran orang tua dalam mengoptimalisasikan pemenuhan tersebut menjadi
sangat pentinh, namun hal tersebut lagi-lagi terhantuk pada masalah ekonomi dan kemiskinan.

Laju urbanisasi di Indonesia tidak bisa dihentikan oleh Seperti dapat dipelajari dari pengalaman di
atas, ada kondisi struktural dari marginalisasi multiaspek di wilayah-wilayah perkotaan Indonesia:

a. karakter kebijakan kota, yang memprioritaskan pembangunan ekonomi dan investasi;


b. sedikitnya akses kelompok sosial tertentu terhadap proses pengambilan keputusan, dan
c. kurangnya transparansi dan keterbukaan dalam membuat dan mengimplementasikan
kebijakan-kebijakan kota.

Nasib kelompok-kelompok marginal juga dipengaruhi oleh sikap pejabat pemerintah. Sikap
pemerintah terhadap kaum marginal beragam mulai dari ketidaksukaan ekstrem karena yakin
bahwa keberadaan mereka ilegal hingga menoleransi keberadaan mereka sepanjang tidak
menentang peraturan secara terbuka. Pemerintah menyingkirkan mereka ketika keputusan-
keputusan dibuat dan selanjutnya menolak dan mengabaikan kondisi orang yang tak berdaya.

6. Kaum Marginal di Wilayah Terpencil

Indonesia memang luas secara geografis. Akibatnya, masih banyak orang tinggal di daerah
terpencil, terisolir, dan terdepan di perbatasan antar negara tetangga. Kondisi kaum marginal di

113
wilayah terpencil menjadi salah satu aspek yang perlu diperhatikan. Marginal yang muncul di
daerah terpencil kerap kali dilupakan dalam proses pembangunan fisik maupun psikis. Kehadiran
kaum marginal dianggap sebagai deviasi dari sebuah perhelatan kondisi sosio-ekonomi di daerah
terpencil yang memang berkesulitan. Anggota kelompok di wilayah terpencil mempunyai
karakteristik sebagai berikut:

a. Aset rendah bahkan tanpa aset


b. Tinggal di wilayah yang jauh dari jangkauan infrastruktur sosio-ekonomi
c. Pendapatan minim tetapi tangunggan tinggi
d. Beberapa kasus dapat berasal dari etnis/agama minoritas

Melalui pendekatan struktural, nantinya jumlah kabupaten/kota yang memiliki sistem layanan
sosial terpadu dan regulasi untuk pengembangan akses lingkungan yang inklusif bagi kelompok-
kelompok terpinggirkan di wilayah terpencil. Selain itu, kabupaten/kota juga didorong untuk
memiliki regulasi yang jelas-jelas memberikan perlindungan dan fasilitas bagi kaum marginal.
Intinya, negara hadir untuk kaum marginal seperti yang pernah disampaikan terkait agenda nawa
cita embangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan.

7. Program Afirmasi Sosial untuk Kelompok Marginal

Berikut ini beberapa best practices dan lessons learnt dari program pemberdayaan kaum marginal
yang perlu diperluas jangkauan dan jumlah penerima manfaatnya. Pemerintah Kota/Kabupaten
dapat memodifikasi, mengadaptasi, dan mengadopsi hasil dan dampak terbaik untuk kaum
marginal.

7.1 Perbaikan Jumlah Permukiman Kumuh Bagi Kaum Marginal

114
Dalam pengembangannya, permukiman layak huni telah menjadi kebutuhan dasar bagi
masyarakat. Jauh dari kata layak, di lapangan kita sering mendapati permukiman kumuh dan
kemiskinan dekat dengan kaum marginal, keduanya merupakan entitas sosial yang tidak dapat
dipisahkan. Namun, dalam beberapa kasus, kebijakan pengentasan kemiskinan yang diinisiasi
pemerintah justru lebih terlihat sebagai bentuk pengusiran bagi masyarakat pinggiran. Oleh karena
itu, setiap program harus berbasis data survey langsung ke kampung kumuh. Baseline data
diperlukan untuk perencanaan, penganggaran, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi hasil
dan dampaknya.
Permukiman kumuh masih menjadi masalah serius di perkotaan. Kawasan permukiman kumuh di
perkotaan banyak dijumpai di zona bantaran sungai, pinggiran perlintasan kereta api, bawah
jembatan, dan di sekitar pasar tradisional. Permukiman kumuh identik dengan masalah
kemiskinan. Faktanya, kaum marginal dengan tingkat ekonomi rendahlah yang menghuni
permukiman kumuh tersebut.

Muta’ali dan Nugroho (2016) menyimpulkan bahwa permukiman kumuh memiliki indikator
sebagai berikut:

a. Kurangnya pelayanan dasar,


b. Rumah tidak layak huni,
c. Tingkat kepadatan tinggi,
d. Tingkat kesehatan rendah dan rawan bencana,
e. Ketiadaan jaminan hak bermukim, dan
f. Eksklusi sosial.

Indikator-indikator tersebut menunjukkan bahwa permukiman kumuh dapat dilihat dalam dua hal
yaitu: ketahanan kota (urban resillience) dan ketahanan sosial (social safety).

115
Gambar 4.1. Sejumlah bangunan liar berdiri dipinggir aliran kali Ciliwung, Jakarta Timur pada
tahun 2019. (Sumber: Jawapos.com)
Kindisi rumah kumuh di atas bukan berlokasi di luar negari. Faktanya pemukiman kumuh dapat
menjadi faktor pendorong munculnya berbagai masalah sosial bagi kaum marginal. Perlu adanya
perumusan kebijakan tata ruang permukiman yang inklusif untuk menghapus marginalisasi yang
dialami masyarakatnya. Kebijakan inklusif merupakan sebuah kebijakan yang berpegang teguh
pada prinsip keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan inklusif bekerja dalam
kerangka yang menjamin aksesibilitas, partisipasi, dan kebebasan masyarakat. Dengan
diimplementasikannya kebijakan tersebut, diharapkan tercipta permukiman layak, yang bukan
hanya menjamin kota sebagai ruang kehidupan, tetapi juga ruang penghidupan bagi masyarakat
urban metropolitan. Setelah memahami berbagai permasalahan pelik pemukiman yang dihuni
kaum marginal mari kita pahami berbagai program yang dilakukan pemerintah maupun swasta
untuk mengentaskan kaum marginal dari masalah tersebut.
Kota bukan milik orang kaya saja. Hasil penelitian ini perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah dan
pemerintah daerah. Marpaung (2018) mengusulkan beberapa hal di antaranya menciptakan
kawasan terintegrasi fungsi campuran (mixed use development), kawasan pengembangan sisipan,
titik transit maupun tematikal (infill, tod transit oriented, technological park, urban village, green
development), dan kawasan terintegrasi blok terpadu (super-block development). Program ini
diupayakan mampu mewujudkan permukiman perkotaan berkelanjutan.

Rumah itu kebutuhan pokok setiap keluarga. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) telah melakukan penanganan lahan tanah seluas 23.407 Hektare (Ha) perbaikan
kualitas kawasan permukiman kumuh di perkotaan melalui Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku).
Pada tahun 2019 Program Kotaku ditargetkan akan selesaikan perbaikan kawasan kumuh seluas

116
13.704 Ha. Program-program yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) dapat dianggap sebagai program afirmasi sosial yang ditujukan untuk kaum
marginal terkait dengan permasalahan pemukiman kumuh dan usaha perbaikan menjadi
pemukiman layak bagi kaum marginal.

7.2 Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Perumahan

Inisiatif alokasi dana untuk memenuhi kebutuhan rumah layak huni sangat diharapkan kaum
marginal. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada tahun 2017 telah
mengalokasikan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Perumahan sebesar Rp 1,038
Triliun Rupiah. Pemerintah mentargetkan sebanyak 54.000 unit untuk membantu pemerintah
daerah dalam penanganan backlog dan Rumah Tak Layak Huni (RTLH) yang tersebar di 154
Kabupaten/Kota. Target dan alokasi anggaran tersebut terbagi menjadi DAK Reguler dan DAK
Afirmasi. Untuk DAK Reguler dilaksanakan dalam rangka pencegahan kawasan permukiman
kumuh perkotaan sebanyak 40.000 unit dengan alokasi anggaran Rp. 655 Miliar, sedangkan untuk
DAK Afirmasi dilakukan dalam rangka pembangunan rumah swadaya di daerah tertinggal,
perbatasan negara, dan pulau kecil / terluar sebanyak 14.000 unit dengan alokasi anggaran Rp. 383
Miliar. Jumlah dana ini seakan-akan menjadi angin segar bagi kaum marginal, tapi kita semua
harus jujur bahwa belum tentu setiap arga miskin menikmati hasil pembagunan ini.

Untuk Wilayah Sumatera, alokasi DAK tersebar di 30 Kabupaten/kota sebanyak Rp. 157,26 Miliar
untuk DAK Reguler dan Rp. 48,19 Miliar untuk DAK Afirmasi tersebardi 11 Kabupaten/Kota;
sementara untuk Wilayah Jawa sebanyakRp. 219,82 Miliar untuk DAK Reguler tersebar di 40
Kabupaten/kota dan Rp. 7,60 Miliar untuk DAK Afirmasi tersebardi 2 Kabupaten/Kota. Menurut
data Badan Pusat Statistik (BPS) masih terdapat 3,4 juta rumah yang dinyatakan tidak layak huni,
dilihat dari kualitas atap, lantai dan dinding dalam memenuhi keselamatan bangunan, kecukupan
ruang gerak dan kesehatan bagi penghuni.

Untuk menyelesaikan masalah rumah tidak layak huni Kementerian PUPR saat ini telah memiliki
program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang merupakan bantuan peningkatan
kualitas rumah atau pembangunan baru bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dana

117
alokasi khusus adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu
untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai prioritas
Nasional.

7.3 Afirmasi Pendidikan bagi kaum Marginal

Tingkat pendidikan yang rendah bahkan putus sekolah menjadi dampak kemiskinan. Putus sekolah
dan hilangnya kesempatan pendidikan akan menjadi penghambat rakyat miskin dalam menambah
keterampilan, menjangkau cita-cita dan mimpi mereka. Hal tersebut menyebabkan potensi
munculnya kaum marginal karena kesempatan untuk bersaing menjadi lebih berat untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak. Kebijakan afirmasi merupakan dukungan untuk kaum
minoritas di negeri ini agar mereka mendapatkan akses terhadap pendidikan.
Kuralender & Felts (2008) menjelaskan bahwa affirmative action di pendidikan tinggi adalah
tentang menjamin akses untuk ras atau etnis minoritas agar bisa menduduki kursi di pendidikan
tinggi. Affirmative action merupakan alat untuk meningkatkan partisipasi kaum marginal di
pendidikan tinggi dan ketidaksetaraan ras. Atas dasar pemahaman tersebut, affirmative action
memiliki tujuan eksplisit untuk mencapai tujuan dalam usaha mengentaskan diskriminasi sosial
pada kaum marginal dan membuka keleluasaan bagi kelompok minoritas tersebut dalam posisi
yang horisontal maupun setara.
Tienda & Sullivan (2010) menjelaskan bahwa untuk konteks pendidikan tinggi, affirmative action
diidentifikasi dengan adanya akses dengan memegang prinsip bersama antara prinsip demokratis
dan keperluan basis sistem penghargaan yang baik. Selain itu, kebijakan affirmative action bisa
berhasil apabila diskriminasi bisa dicegah dan ditiadakan.

7.4 Sekolah Afirmasi

Program tersebut dilakukan untuk mengatasi permasalahan kekurangan guru, terutama pada
daerah yang tergolong terdepan, terluar, dam tertinggal (3T). Untuk memenuhi kebutuhan guru
yang ada di daerah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan
layanan Lima program Afirmasi. Program Afirmasi tersebut adalah 1) Program Sarjana Mendidik

118
di Daerah 3T (SM3T); 2) Program Guru Garis Depan (GGD), dan Guru yang bertugas di daerah
khusus; 3) Program Sertifikasi Keahlian dan Sertifikasi Pendidik bagi Guru SMA/SMK (Program
Keahlian Ganda); 4) Program Pemberian Subsidi Bantuan Pendidikan Konversi GTK PAUD dan
DIKMAS; 5) Program Diklat Berjenjang bagi Pendidik PAUD.
Program SM3T adalah program pengabdian sarjana pendidikan untuk berpartisipasi dalam
percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T selama satu tahun. Program tersebut dilakukan
sebagai penyiapan pendidik professional yang akan dilanjutkan dengan program Pendidikan
Profesi Guru. Selanjutnya Program GGD dilakukan sebagai upaya untuk memeratakan akses
pendidikan dengan meningkatkan ketersediaan tenaga pendidik di daerah 3T. Program GGD
angkatan pertama telah mengirimkan 798 guru profesional ke 28 kabupaten di daerah 3T yang
tersebar di empat provinsi. Keempat provinsi tujuan program GGD tersebut yaitu Provinsi Aceh,
Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua Barat.
Tahun ini, Kemendikbud merekrut 6.296 guru hasil dari seleksi program GGD 2016. dan program
GGD 2018 akan melibatkan guru honorer bergelar sarjana yang sudah mengabdi di sekolah-
sekolah 3T. Dengan rencana merekrut 17.000 GGD itu sedang dibahas intensif dengan
kementerian dan lembaga terkait, yaitu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi serta Badan Kepegawaian Negara. Program GGD mendapat dukungan dan
komitmen dari pemerintah daerah. Dimana gaji untuk para GGD berasal dari APBD masing-
masing kabupaten. Guru honorer yang ikut program GGD juga harus lulus Pendidikan Profesi
Guru (PPG). Ketika ikut seleksi GGD, mereka harus mau ikuti PPG. Penempatan GGD juga bisa
di luar daerah 3T.
Pemerintah perlu melanjutkan guru mengajar di 3DT. Ada beberapa desa di Pulau Jawa pun masih
banyak yang berada jauh dari pusat pemerintah kabupaten. Kendati demikian, penempatan di
daerah 3T jadi prioritas. Selanjutnya, Program Keahlian Ganda diinisiasi karena kurangnya guru
produktif di SMK. Berdasarkan data per tahun 2016, Indonesia memiliki kekurangan guru SMK
produktif sebanyak 91.861 guru. Program Keahlian Ganda tahap pertama lalu berhasil menyeleksi
12.741 guru, dan akan bertambah 15.000 di tahap kedua pada tahun ini. Untuk Program Keahlian
Ganda tahap II, ada 53 bidang keahlian yang bisa dipilih calon peserta Program Keahlian Ganda.
Dengan adanya Program Keahlian Ganda, guru normatif bisa mendapatkan sertifikat keahlian
sebagai guru produktif. Mereka akan mengikuti pelatihan yang dibagi menjadi lima tahap, sebelum

119
mendapatkan sertifikat keahlian. Sertifikat tersebut dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi
(LSP) yang telah mendapatkan lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Pemberdayaan kaum marginal membutuhkan dana yang besar. Terkait dengan Program Pemberian
Subsidi Bantuan Pendidikan Konversi GTK PAUD dan DIKMAS, tahun 2017 pemerintah
memberi dana bantuan Pendidikan melalui Konversi kepada 1.819 orang yang tersebar di 36
Perguruan Tinggi seluruh Indonesia dengan jurusan yang sesuai dengan bidang PAUD dan Dikmas
yaitu Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Luar Sekolah (PLS), dan
Bimbingan Konseling (BK). Gerakan mahasiswa untuk berdialog dengan kaum marginal
meningkatkan kepedulian masyarakat akademik dengan realitas kehidupankaum marginal.
Asosiasi guru bisa membantu mendampingi kaum marginal. Terakhir, untuk Program Diklat
Berjenjang bagi Pendidik PAUD, tahun 2017 pemerintah menyelenggarkan program Diklat dasar
yang dilakukan oleh PKG sebagai Organisasi Mitra dan Pelatihan Calon Pelatih (PCP) Dasar yang
dilakukan oleh HIMPAUDI dan IGTKI tingkat Provinsi. Kedua program tersebut di bawah
pembinaan Kemendikbud untuk melayani pendidikan anak-anak dari keluarga miskin.
Pendidikan nonformal bisa mendidik dan melatih tutor untuk kaum marginal. Mereka punya
relawan dan penyuluh sosial di bawah Dinas Sosial. Sasaran Diklat tersebut berjenjang tingkat
dasar adalah Guru PAUD non formal yang berkualifikasi SLTA dan SLTP dan belum
mendapatkan kesempatan mengikuti Diklat berjenjang dan yang sejenis. Untuk memenuhi
kebutuhan pelatih dalam program tersebut, pemerintah memiliki program Pelatihan Calon Pelatih
(PCP) yang dilakukan oleh 40 organisasi mitra diseluruh Indonesia dengan jumlah peserta
sebanyak 2000 orang.

7.5 Afirmasi Kesehatan bagi Kaum Marginal

Pentingnya perhatian pada tingkat kesehatan kaum marginal menjadi kewajiban komunitas,
pemerintah, serta masyarakat luas untuk dapat hadir membantu ketika terjadi masalah tidak
terpenuhinya pola sehat bagi kaum marginal. Melihat dari pola keseharian kaum marginal yang
jauh dari pola hidup sehat, kesehatan menjadi hal yang sulit untuk didapatkan karena kurangnya
pemenuhan gizi sehari-hari akibat kemiskinan membuat rakyat miskin sulit menjaga
kesehatannya. Belum lagi biaya pengobatan yang mahal di klinik atau rumah sakit yang tidak dapat

120
dijangkau masyarakat miskin. Hal ini menyebabkan gizi buruk atau banyaknya penyakit yang
menyebar.
Contoh, Pemerintah melanjutkan program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) untuk penimbangan
bayi, pembagian makanan bergizi, pemeriksaan jentik, penyemprotan lingkungan rumah padat dan
kumuh untuk hindari nyamuk, dan peningkatan fungsi puskesmas pratama dalam pelayanan
kesehatan.

8. Hambatan dan Kendala Afirmasi Kaum Marginal

8.1 Hambatan struktural sosial-ekonomi

Dinamika proses pembentukan struktur-ekonomi dalam masyarakat menimbulkan berbagai


hambatan-hambatan yang diterima oleh kaum marginal. Hambatan yang paling nyata adalah
terkait partisipasi kaum marginal dalam berbagai aktifitas publik. Kelompok pemangku kebijakan
maupun kelompok elit sangat mendominasi keputusan secara universal yang secara nyata tidak
berpihak pada kaum marginal. Peran ketua RT, RW, dan Lurah/Kepala desa menjadi penting
dalam pendataan kaum marginal di wilayah masing-masing untuk memulai program pembedayaan
kaum miskin dan marginal.

Ketidakhadiran kaum marginal dalam proses perencanaan berbagai kebijakan sosial kerap menjadi
salah satu penghambat kaum marginal dapat berpartisipasi di ruang publik untuk mengusahakan
perbaikan perekonomian, kesejahteraan, maupun penerimaan masyarakat luas. masyarakat
marginal kesulitan untuk mendapatkan hak pemenuhan pendidikan.

Terlebih pada kasus kaum marginal seperti kepada anak-anak jalanan yang seharusnya dilindungi
dengan Permen Dikbud No 19 tahun 2016 Tentang Program Indonesia Pintar wajib belajar 12
Tahun.

121
8.2 Hambatan Sosial

Proses pelembagaan di masyarakat seringkali tidak berusaha meningkatkan partisipasi masyarakat


marginal. Kondisi tersebut berlangsung lama, jika tidak diperhatikan dalam proses perencanaan,
pembangunan, maupun pemberdayaan akan menjadi suatu penghambat rendahnya antusiasme
masyarakat luas membantu keberadaan kaum marginal. Maukah setiap kaum marginal, misalnya
ODHA, mau terbuka tentang identitas dirinya didepan keluarga, sekolah dan masyarakat?
Mengapa?

Dalam hal teknis, masyarakat dapat mendorong motivasi para kaum marginal agar dapat menjadi
salah satu solusi yang mendorong mereka kembali mempunyai kepercayaan diri untuk ikut andil
menyesuaikan diri dalam berbagai kepentingan publik. Siapakah yang paling peduli berkelanjutan
mendampingi kaum marginal di daerah kumuh?

Hambatan identitas juga dapat menjadi suatu permasalahan ketika kaum marginal tidak
mendapatkan pelayanan berbagai identitas sebagai warga negara dengan baik. Berbagai kasus
membuktikan kaum marginal harus berjuang karena tidak mudah mendapatkan status identitas.
Siapa dan bagaimana kaum marginal mendapatkan layanan KTP, KIS, KIP dan lain-lain?

9. Faktor Pendorong Afirmasi Kaum Marginal

Ada aspek internal dan eksternal yang mendorong kaum marginal dapat keluar dari keterpurukan
kehidupan, yaitu kesadaran diri sendiri untuk mau berubah dan empati keluarga dan warga sekitar
kaum marginal di setiap lokasi tempat tinggal kaum marginal.

Masalah utama Kaum marginal adalah kepercayaan masyarakat terhadap kehadiran mereka dan
belenggu kemiskinan yang terjadi di lingkungan marginal. Salah satu faktor pendorong yang
menarik untuk dibahas adalah menurut Levitan dalam The Community Action Program: A
Strategy to Fight Poverty (1969), CAP bukan hanya merupakan sebuah program melainkan sebuah
strategi untuk melawan kemiskinan. Menurutnya, CAP merupakan sebuah program yang berarti:

122
a. Memobilisasi dan memanfaatkan sumber daya baik publik atau swasta, atau area geografis
dalam melawan kemiskinan,
b. Menyediakan layanan, bantuan, dan kegiatan lainnya untuk memberikan janji kemajuan
menuju penghapusan kemiskinan,
c. Dikembangkan, dilakukan, dan dikelola dengan partisipasi maksimal yang layak dari
masyarakat dan anggota kelompok yang dilayani, dan
d. Dilakukan, dikelola, atau dikoordinasikan oleh lembaga nonprofit baik publik atau swasta
(selain dari partai politik), atau kombinasi daripadanya.

Pemerintah dan pemerintah daerah sangat terbatas dalam melayani kaum tertinggal. Peran lembaga
swadaya masyarakat dan relawan sosial menjadi penting ketika kebijakan, program dan anggaran
dari pemerintah daerah berubah dan kurang peduli kuam marginal.

10. FORUM DISKUSI

1. Dampak – Mahasiswa menerima kehidupan Penderita AIDS


2. Hasil – Model Pemberdayaan Penderita AIDS
3. Tujuan – Mengidentifikasi pola kehidupan penderita AIDS
4. Bahan – Data penderita AIDS di laman Komite Penanggulangan AIDS
5. Metode - Dokumentasi
6. Alat - Computer dan akses internet
7. Peran Dosen - Fasilitator.
8. Tahapan:
a. Temukan laman Komite Penanggulangan AIDS
b. Unduh data penderita AIDS
c. Buat Grafik atau Tabel
d. Buat Rencana Model Pemberdayaan Penderita AIDS. Gunakan Format berikut:

Judul Model Pemberdayaan Penderita AIDS

123
Jumlah/komposisi
Peserta
Jenis layanan
dibutuhkan Penderita
Peran Puskesmas dan
mitra lembaga terkait
Fungsi Fasilitator
dan Relawan
Materi dan Media
Pemberdayaan
Alokasi waktu

e. Tindak lanjut – Tanya-Jawab Digital:


(1) Share karya di WA group.
(2) Setiap mahasiswa memberikan 1 pertanyaan dan jawaban sesama teman
melalui WA
(3) Anda menjawab setiap pertanyaan
f. Ucapkan terimakasih kepada teman sekelas

11. RANGKUMAN

a. Afirmasi adalah praktik berfikir positif dan pemberdayaan diri (self empowerment)
sehingga kaum marginal mampu memperkuat keyakinan bahwa sikap positif bila didukung
dengan kegiatan afirmatif menjadi kesuksesan hidup seseorang.
b. Konsep afirmasi sosial adalah upaya kolektif dalam memperjuangkan keberadaan, atribut,
dan identitas dan status sosial seseorang pernah dianggap hina oleh kelompok sosial
lainnya.

124
c. Kaum marginal adalah masyarakat minoritas dalam posisi terpinggirkan atau termiskinkan
karena belum dapat menikmati hasil pembangunan sosial, politik, ekonomi dan budaya.
d. Program afirmasi sosial untuk kaum marginal merupakan program yang secara khusus
dilaksanakan untuk mengangkat derajat kaum marginal, terisolir, terpencil, termiskin, tidak
pernah sekolah, tinggal dilokasi kumuh, dan sebagainya.
e. Afirmasi perumahan kumuh dan rumah tidak layak huni sedang menjadi prioritas dengan
alokasi dana besar dan jumlah unit rumah yang akan dilaksanakan di 154 kota/kabupaten.
f. Afirmasi pendidikan terdiri dari banyak program yang berusaha memperluas akses bagi
kaum marginal, meningkatkan mutu pembelajaran, dan menata kembali layanan
pendidikan. Sekolah inklusif gratis pendidikan dasar seharusnya mengelaborasi kebutuhan
kaum marginal. Sarjana Mengajar di 3T masih berlanjut. Bidikmisi masih berjalan. Kartu
Indonesia Pintar memiliki manfaat besar.
g. Afirmasi kesehatan untuk kaum marginal dilakukan dalam berbagai kegiatan, termasuk,
penimbangan bayi, penambahan gizi keluarga, imunisasi gratis, hingga Kartu Indonesia
Sehat.
h. Hambatan dan kendala afirmasi kaum marginal antara lain:
a. Rendahnya partisipasi masyarakat marginal dalam pengambilan keputusan dalam
merumuskan kebijakan public
b. Rendahnya motivasi untuk mandiri dengan belajar ketrampilan hidup
c. Dominasi kaum mayoritas dalam pembuatan kebijakan dan program publik
d. Permendikbud nomor 19 tahun 2016 tentang tentang wajib belajar 12 tahun belum
berjalan lancar
e. Faktor Pendorong Afirmasi Kaum Marginal antara lain:
f. Pemerintah dan pemerintah daerah komitmen melaksamakan program KIP, KIS,
KKH, dan kartu lainnya.
g. Memobilisasi dan memanfaatkan sumber daya baik publik atau swasta, atau area
geografis dalam melawan kemiskinan,
h. Menyediakan pelayanan, bantuan, dan kegiatan lainnya untuk mengurangi
kemiskinan,
i. Meningkatkan partisipasi maksimal yang layak dari masyarakat dan anggota
kelompok yang dilayani, dan

125
j. Mengkoordinasikan program bermitra dengan lembaga publik atau swasta, dan
organisasi relawan.

12. TES FORMATIF

1. TES PILIHAN GANDA

Petunjuk

d. Kerjakan dalam waktu 50 menit.


e. Gunakan lembar jawaban dari lembar soal ini.
f. Pilih hanya 1 (satu) jawaban paling benar dari 5 (lima) pilihan jawaban yang tersedia
dengan cara melingkari salah satu huruf A, B, C, D atau E pada pertanyaan berikut ini:

Pertanyaan – Setiap jawaban benar memiliki bobot nilai 2.

1. Pengertian mobilitas sosial berikut ini benar, kecuali

A. Perpindahan dari satu posisi ke posisi sosial lainya.


B. Penurunan pangkat karena melanggar hukum
C. Upaya meraih status sosial tertinggi
D. Perbaikan kinerja tim berkelanjutan
E. Perpindahan antar kelas sosial

2. Pembagian kelompok sosial berdasarkan ranking (peringkat) telah memandang kelompok


wanita dengan pria, orang kaya dengan orang miskin, orang desa dengan orang kota.

126
Pandangan tersebut mempengaruhi persepsi, posisi, kedudukan, kekayaan, kekuasaan, dan
kehormatan yang serba berjenjang. Deksripsi tersebut lebih tepat untuk menjelaskan

A. Kelompok sosial
B. Diferensiasi sosial
C. Stratifikasi sosial
D. Agregasi sosial
E. Peran sosial
3. Durkheim menjelaskan kelompok solidaritas mekanik dengan ciri utama berikut ini, kecuali
A. Masyarakat masih tradisional sederhana
B. Kesadaran kolektif tinggi
C. Gotong royong lebih penting daripada profesional
D. Ada pembagian kerja secara rinci
E. Kesadaran bersama dapat menjaga persatuan

4. Fondasi utama dan dampaknya paling dahsyat dalam stratifikasi sosial selama kurun waktu
sepuluh tahun terakhir di Indonesia adalah
A. Politik dan ekonomi
B. Teknologi dan ekonomi
C. Letak Geografis
D. Teknologi, Ekonomi dan Politik
E. Perubahan fungsi lahan pertanian ke lokasi hunian

5. Solidaritas organik memiliki beberapa karakteristik berikut ini, kecuali:


A. Hiterogin
B. Profesional
C. Spesialisasi
D. Kesepakatan
E. Gotong Royong

127
6. Setiap warga negara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika. Kita menyadari bahwa kita berbeda
tetapi tetap satu. Berikut ini adalah faktor yang mempengaruhi kemajemukan masyarakat
Indonesia yang jumlahnya mencapai lebih dari 265 juta orang, kecuali
A. Ekonomi
B. Topografi
C. Sosial budaya
D. Politik
E. Tehnologi

7. Berbeda dari diferensiasi sosial, stratifikasi sosial mempertajam analisis sosiologi dengan
menambah asumsi dasar dalam menjelaskan prilaku sosial. Asumsi yang benar adalah
A. Interaksi Kolosal
B. Interaksi Komunal
C. Interaksi Horisontal
D. Interaksi Interval
E. Interaksi Hierakhikal

8. Pada tahun 2015 Abdul Ghani berpenghasilan Rp. 120,000,000,- per tahun. Kemudian tahun
2019 dia memiliki penghasilan 1,200,000,000,- per tahun. Abdul Ghoni menikmati

A. Mobilitas Vertikal ke bawah


B. Mobilitas Struktural
C. Mobilitas Spasial
D. Mobilitas Vertikal ke atas
E. Mobilitas intragenerasional

9. Saat ini, industri padat karya mulai surut. Sebaliknya bisnis berbasis internet mulai tumbuh.
Kualifikasi (ijazah) mungkin tidak lagi menjadi penentu posisi dan gaji seseorang di era digital.
Ketrampilan lunak – kepemimpinan, inisiatif, team work, dll - lebih diutamakan dari kualifikasi.
Menurut hasil survey BPS, pekerjaan apakah yang favorit bagi pekerja di Indonesia.
A. Usaha sendiri (wirausaha)

128
B. Pegawai harian lepas di bidang konstruksi
C. Buruh, karyawan dan pegawai
D. Pelayan toko di mall dan supermarket
E. Buruh pabrik garment dan makanan

10. Mobilitas vertical ke bawah memang menyakitkan karena seseorang diduga telah melakukan:
A. Kelalaian
B. Kesalahan disengaja
C. Sanksi berat jika ketahuan
D. Keluarga ikut malu
E. Semua benar

129
13. DAFTAR PUSTAKA

Beall, J. and L-H. Piron (2005) ‘DFID Social Exclusion Review’. London: Department for
International Development
Kurlaender, Michal. & Felts, Erika. 2008. Bakke Beyond College Access: Investigating
Racial/Ethnic Differences in College Completion. Dalam Realizing Bakke’s Legacy: Affirmative
action, Equal Opportunity, and Access to Higher Education. Editedy by: Patricia Martin &
Catherine L. Horn. Stylus Publisihing. Virginia.

Libertella, Anthony F. Sora, Sebastian A. Natale. & Samuel M. 2007. Affirmative action Policy
and Changing. Views. Source: Journal of Business Ethics, Vol. 74, No. 1 (Aug., 2007), pp. 65-71.
Published by: Springer. Stable URL: http://www.jstor.org/stable/25075444

Tienda, Marta. & Sullivan, Teresa A. 2010. The Promise and Peril of the Texas Uniform
Admission Law. Dalam The Next Twenty-five Years: Affirmative action in Higher Education in
the United States and South Africa. Editor: David L. Featherman, Martin Hall, & marvin Krislov.
The University of Michigan Press. Michigan.

Marpaung, Pangihutan. 2018. Refleksi 20 Tahun Kebijakan Perumahan di Indonesia. Presentasi


disampaikan dalam seminar nasional Refleksi 20 Tahun Kebiajkan Perumahan.
Muta’ali, Luthfi. Dan Nugroho, Arif Rahman. 2016. Perkembangan Program Penanganan
Permukiman Kumuh di Indonesia dari Masa ke Masa. Jogjakarta: UGM Press.
https://ideaspak.org/our-research/social-exclusion-and-marginalization
https://www.pu.go.id/berita/view/12571/kementerian-pupr-salurkan-dak-untuk-atasi-54-000-
rumah-tak-layak-huni
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/11/kemendikbud-siapkan-lima-program-afirmasi-
untuk-pemenuhan-guru-di-daerah

14. TES SUMATIF

TES PILIHAN GANDA

Petunjuk

130
g. Kerjakan dalam waktu 50 menit.
h. Gunakan lembar jawaban dari lembar soal ini.
i. Pilih hanya 1 (satu) jawaban paling benar dari 5 (lima) pilihan jawaban yang tersedia
dengan cara melingkari salah satu huruf A, B, C, D atau E pada pertanyaan berikut ini:

Pertanyaan – Setiap jawaban benar memiliki bobot nilai 2.


1. Hasil survei BPS menunjukkan bahwa ada dua jenis pekerjaan warga masyarakat berusia
15 – 60 tahun sebagai mayoritas apabila digabungkan menjadi satu. Berapa jumlah
persentasi kedua pekerjaan tersebut?
A. 58.2%
B. 55.8%
C. 54.9%
D. 51.2%
E. 53.1%

2. Sebagian kelompok masyarakat sangat visioner dan berpandagan masa depan, mereka
lebih mengutamakan pendidikan, pekerjaan dan pendapatan sebagai upaya memperoleh
pengakuan strata sosialnya. Prilaku sosial ini termasuk stratifikasi yang sifatnya
A. Ascribed
B. Achieved
C. Assigned
D. Maintained
E. Sustained

3. Teknologi komunikasi dan informasi yang dioperasionalkan dengan Telpun Genggam


telah mematikan peran tilpun konvensional setiap rumah, mematikan bisnis radio dan
televisi, mematikan koran cetak, buku dan majalah, membangkrutkan warung foto copy
dan kantor pos, menjadikan peralatan pekejaan domestik mubadzir, termasuk refrigerator,
mesin cuci, magic jar, setrika, dan pecah belah lainnya. Penulis sedang menjelasan
dampak:

131
A. Negatif teknologi
B. Positif teknologi
C. Negatif telepon genggam
D. Positif internet
E. Negative kecanduan telepon genggam

4. Kemajemukan warga masyarakat di negara maju maupun negara berkembang akan


ditentukan oleh banyak faktor. Bagi Indonesia, faktor apakah yang menentukan
kemajemukan masyarakat Indonesia adalah
A. Ekonomi dan sosial budaya
B. Ekonomi dan politik
C. Kesatuan Geografik dan Kepulauan
D. Anekaragam suku, etnik, agama dan ras
E. Ekonomi, politik, teknologi, sosial budaya dan kepulauan

5. Pernyataan berikut ini salah, kecuali:


A. Semakin tinggi pendidikan semakin sedikit pilihan pekerjaan semakin tinggi
pendapatan yang diharapkan.
B. Semakin tinggi pendidikan semakin banyak pilihan pekerjaan semakin tinggi
pendapatan yang diharapkan.
C. Semakin rendah pendidikan semakin mudah pilihan pekerjaan semakin tinggi
pendapatan yang diharapkan.
D. Semakin rendah pendidikan semakin sulit pilihan pekerjaan semakin tinggi
pendapatan yang diharapkan.
E. Semakin tinggi pendidikan semakin mudah pilihan pekerjaan semakin rendah
pendapatan yang diharapkan.

6. Mobilitas sosial intragenerasi adalah

A. Pengalaman bekerja diberbagai posisi sosial

132
B. Suka-duka bekerja dari satu daerah ke daerah lain
C. Cerita sukses mengembangkan usaha/bisnis
D. Perpindahan strata yang dialami seseorang sejak lahir sampai mati
E. Sejarah karir seseorang dengan berbagai jabatan

7. Kelompok solidaritas ini bentuknya sederhana, lebih berkembang di perdesaan, belum


ada pembagian kerja, lestari dengan kesepakatan, merupakan gerakan moral masyarakat,
dan masih dilaksanakan dalam adat istiadat. Solidaritas kelompok sosial seperti ini
termasuk
A. Solidaritas Mekanis
B. Solidaritas Organis
C. Solidaritas Biologis
D. Solidaritas Otomatis
E. Solidaritas Ideologis

8. Cara mudah membedakan orang kaya dan orang miskin adalah dengan mengamati gaya
hidup mereka. Pilih yang paling benar
A. Makanan
B. Pakaian
C. Semuanya.
D. Rumah
E. Alat transportasi

9. Indonesia bangga sebagai negara yang memiliki jumlah suku, etnik dan kasta yang
bervariasi dan lestari dari Sabang sampai Merauke. Ada satu nama provinsi yang lebih
terkenal di manca negara daripada nama Indonesia. Di pulau inilah masyarakat berbeda
kasta atau warna mampu melestarikan kasta sebagai sistem sosial dan inspirasi industri
pariwisata kelas dunia. Urutan kasta berikut ini adalah salah, kecuali:
A. Brahmana, Ksatriya, Sudra dan Waisya
B. Brahmana, Waisya, Sudra dan Ksatriya

133
C. Brahmana, Sudra, Ksatriya, dan Waisya
D. Brahmana, Ksatriya, Waisya, dan Sudra
E. Brahmana, Waisya, Ksatriya, dan Sudra

10. Lihat Grafik berikut ini dan pilih pernyataan yang benar, kecuali

A. Angka pengangguran terbuka tamatan SMK lebih tinggi daripada pengangguran


terbuka tamatan SMA tahun 2018.
B. Angka pengangguran terbuka tamatan SMA lebih tinggi daripada pengangguran
terbuka tamatan Universitas
C. Angka pengangguran terbuka tamatan SD lebih rendah dari pada pengangguran
terbuka tamatan Universitas
D. Angka pengangguran terbuka tamatan Diploma lebih tinggi daripada
pengangguran terbuka tamatan SMK
E. Angka pengangguran terbuka tamatan SMK lebih tinggi daripada pengangguran
terbuka setiap jenjang sekolah lainnya.

134
11. Faktor penghambat mobilitas sosial antara lain:

A. Semua jawaban benar


B. Pendidikan masyarakat rendah
C. Kemiskinan desa dan kota
D. Diskriminasi kesukuan
E. Korupsi, kolusi dan nepotisme

12. Stratifikasi sosial dan ketidakadilan hanya akan memperluas distribusi kebodohan,
pengangguran, dan kemiskinan antar desa dan kota. Semua itu akan berdampak dalam
pelaksanaan pembangunan sosial, kecuali
A. Menambah kewibawaan strata
B. Menghambat laju pertumbuhan ekonomi nasional
C. Memicu konflik sosial dan keamanan masyarakat
D. Menyebabkan kehilangan pendapatan
E. Menimbulkan prilaku kriminal

13. Kartu Tanda Penduduk merupakan bukti identitas lengkap Saudara sebagai warga negara
Republik Indonesia. Data pribadi saudara yang tertulis dalam KTP anda berikut ini benar,
kecuali:
A. Jenis kelamin, alamat tetap, dan golongan darah
B. Umur, agama, dan pekerjaan
C. Status pernikahan, provinsi tempat tinggal dan jumlah anak
D. Kewarganegaraan, nama kota tempat lahir, dan tanda tangan
E. Foto, NIK, dan Kota tempat tingggal

14. Suatu pergerakan status sosial karena adanya perubahan dalam sistim masyarakat,
terutama perubahan teknologi, pendidikan, urbanisasi, pertumbuhan ekonomi,
peperangan, atau kejadian lain yang mengubah struktur dan jenis strata masyarakat.

135
A. Mobilitas spatial
B. Mobilitas structural
C. Mobilitas horizontal
D. Mobilitas antar generasi
E. Mobilitas vertikal ke bawah

15. Untuk memberdayakan kelompok marjinal, miskin dan pengangguran di perkotaan,


program pemberdayaan berikut merupakan model yang terlengkap untuk membantu
penganggur dan orang miskin bangkit ekonominya.
A. Pelatihan kerja
B. Ujian Kompetensi,
C. Sertifikasi vokasi
D. Pelatihan, ujian Kompetensi, sertifikasi, penempatan, dan pendampingan
E. Pilihan D ditambah permodalan usaha, apliksi IT dan pendampingan berkelanjutan 3
tahun.

15. TUGAS TERSTRUKTUR

Petunjuk: Jawab setiap pertanyaan dengan lengkap dan jelas di lembar jawaban yang telah
disediakan fasilitator. Setiap jawaban memiliki bobot nilai maksimum 10%. Lima jawaban soal
uraian ini berbobot 50% dari total nilai sumatif.

Pertanyaan:

1.Jelaskan hakekat, asumsi dan kritik anda terhadap empat konsep dan fakta sosial berikut:

a. Afirmasi sosial
b. Stratifikasi sosial
c. Diferensiasi sosial
d. Mobilitas sosial

136
2. Mengapa masyarakat mengalami diferensiasi sosial multidimensional? Bagaimana persamaan
dan perbedaan antara ascribed, achieved dan assigned strata sosial di Indonesia? Berikan
contohnya masing-masing bentuk diferensiasi sosial?
3. Pilih 2 di antara 3 program afirmasi sosial kaum marginal berikut ini dan jelaskan alasan, tujuan,
manfaat, sasaran (penerima), dan dampaknya terhadap perbaikan hidup kaum marginal?
a. Perbaikan rumah kumuh bagi kaum marginal
b. Perluasan layanan pendidikan bagi kaum marginal
c. Perbaikan layanan kesehatan bagi kaum marginal
4. Sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang berkembang di
Indonesia, jelaskan stratifikasi sosial yang paling dominan akan mempengaruhi kehidupan
kelompok masyarakat pengangguran, warga miskin dan kaum marginal sebagai lapisan sosial
terbawah?
5. Mengapa dan bagaimana bonus demografi di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan kondisi
ekonomi lebih baik sehinga mobilitas sosial ke atas berjalan bagi generasi millennials mendatang?
Jelaskan apa saja langkah bangsa Indonesia untuk dapat memenuhi syarat tercapainya bonus
demografi dan memiliki dampak positif terhadap kemajuan kesejahteraan warga masyarakat
Indonesia?

137
I. KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

KEGIATAN BELAJAR 1

1) D
2) E
3) B
4) C
5) A
6) E
7) A
8) C
9) B
10) C

II. KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

KEGIATAN BELAJAR 2

1) C
2) D
3) E
4) A
5) B
6) B
7) C
8) D
9) A
10) E

III. KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

KEGIATAN BELAJAR 3

138
1) B
2) C
3) D
4) E
5) A
6) D
7) C
8) A
9) B
10) E

IV. KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

KEGIATAN BELAJAR 4

1. B
2. C
3. D
4. D
5. E
6. B
7. D
8. D
9. C
10. D

V. KUNCI JAWABAN TES SUMATIF

1. A

139
2. B
3. A
4. E
5. B
6. D
7. A
8. C
9. D
10. D
11. A
12. A
13. C
14. B
15. E

140
141

Anda mungkin juga menyukai