Anda di halaman 1dari 42

RESUME MATERI PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 DAN PAJAK

PENGHASILAN PASAL 23

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Semester Mata Kuliah


Seminar Perpajakan

Disusun Oleh :
Hermawan (191011200524)
Husnah Adlyna Wahyuni (191011201268)
Rahmawati (191011200257)
Rencana Laia (191011202105)
Reza Haliza (191011201117)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PAMULANG

TANGERANG SELATAN

2023
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

A. Pendahuluan

Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dikenakan

sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang

impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Dasar hukum PPh Pasal 22 adalah UU no

36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas UU no 7 tahun 1983 tentang pajak

penghasilan, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia no

41/PMK.010/2022 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Keuangan no

34/PMK.010/2017 tentang pemungutan pajak penghasilan pasal 22. Objek pajak

PPh Pasal 22 adalah pembelian barang seperti komputer, mebel, mobil dinas, ATK,

dan barang lainnya oleh Pemerintah kepada wajib pajak rekanan penjual barang.

Pemungutan PPh Pasal 22 ada yang bersifat final dan tidak final, untuk

pemungutan yang bersifat final terhadap wajib pajak yang tidak memiliki NPWP

dikenakan lebih tinggi 100% dibanding wajib pajak yang memiliki NPWP.

Pemungutan yang bersifat final dikenakan atas penjualan bahan bakar minyak, gas

dan pelumas kepada penyalur/agen.

B. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22

Adapun tarif yang dikenakan terdapat dua jenis yaitu tarif umum dan tarif

khusus, tarif umum adalah sebesar 1.5% x Harga beli (tidak termasuk PPN dan

dikenakan 100% lebih tinggi jika rekanan tidak memiliki NPWP), sementara tarif

khusus ditetapkan sebagai berikut:

1. Atas impor
a. Barang tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I PMK no

41/PMK.010/2022 = 10% x nilai impor

b. Barang tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II PMK no

41/PMK.010/2022 = 7.5% x nilai impor

c. Barang berupa kedelai, gandum, dan tepung terigu yang menggunakan

Angka Pengenal Importir (API) = 0.5% x nilai impor

d. Barang selain huruf a, b, dan c yang menggunakan API = 2.5% x nilai impor

e. Barang yang tidak menggunakan API = 7.5% x nilai impor

f. Barang yang tidak dikuasai = 7.5% x harga lelang

2. Pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, dan

BUMN/BUMD = 1.5% x harga beli (tidak termasuk PPN)

3. Penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir

a. Bahan bakar minyak sebesar:

• Penjualan kepada SPBU yang menjual bahan bakar minyak yang dibeli

dari Pertamina atau anak perusahaan Pertamina = 0.25% x harga jual

• Penjualan kepada SPBU yang menjual bahan bakar yang dibeli selain

dari Pertamina atau anak perusahaan Pertamina = 0.3% x harga jual

b. Bahan bakar gas = 0.3% x harga jual

c. Pelumas = 0.3% x harga jual

4. Penjualan hasil produksi kepada distributor dalam negeri oleh badan usaha yang

bergerak dalam usaha:

a. Semen = 0.25% x harga jual

b. Kertas = 0.1% x harga jual


c. Baja = 0.3% x harga jual

d. Semua jenis kendaraan bermotor roda dua atau lebih, selain alat berat =

0.45% x harga jual

e. Semua jenis obat = 0.3% x harga jual

5. Penjualan kendaraan bermotor oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM),

Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum = 0.45% x harga jual

6. Pembelian hasil perkebunan, kehutanan, pertanian, peternakan, dan perikanan

yang belum diolah = 0.25% x harga beli

7. Pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan atau

orang pribadi oleh badan usaha = 1.5% x harga beli

8. Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan = 0.45%

x harga jual

9. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah = 5% x harga jual

C. Pemungut Dan Pemotong Pph Pasal 22

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 ditetapkan

pemungut dan pemotong Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah sebagai berikut:

1. Bank devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas transaksi berikut:

a. Impor barang

b. Ekspor hasil tambang batubara, mineral logam, mineral bukan logam yang

dilakukan oleh eskportir.

2. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai

pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau


Lembaga pemerintahan dan Lembaga-lembaga negara lainnya yang berkenaan

dengan pembelian barang.

3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang

yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP)

4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan pejabat penerbit surat perintah

membayar yang diberikan delegasi oleh KPA, berkenaan dengan pembayaran

atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme

pembayaran langsung (LS)

5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau

Sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara

langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang terdiri dari:

a. PT Pertamina, PT Perusahaan Listrik Negara, PT Perusahaan Gas Negara,

PT Telekomunikasi Indonesia, PT Garuda Indonesia, PT Pembagunan

Perumahan, PT Wijaya Karya, PT Adhi Karya, PT Hutama Karya, PT

Krakatau Steel.

b. Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembelian atas

barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan usahanya.

6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor pertanian, kehutanan,

perkebunan, peternakan dan perikanan atas pembelian bahan-bahan dari

pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau usahanya.

7. Industry atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang

batubara, mineral logam dan mineral bukan logam dari badan atau orang pribadi

pemegang izin usaha pertambangan.


8. Badan usaha yang bergerak dalam usaha industry semen, kertas, baja, otomotif,

farmasi atat penjualan hasil industrinya kepada distributor dalam negeri.

9. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Tunggal Merek (APM), dan

importir kendraan bermotor atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri

10. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan

bahan bakar minyak, gas, dan pelumas

11. Badan usaha yang bergerak dalam usaha industry baja yang merupakan industry

hulu, termasuk industry hulu yang terintegrasi dengan industry antara dan

indutsri hilir

12. Pedangang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang usahanya;

a. Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan

perikanan

b. Menjual hasil tersebut kepada badan usaha dan eksportir yang bergerak

pada sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.

Selain pemungut dan pemotong diatas, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 253/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah terkahir dengan Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.03/2019 juga menetapkan pemungut PPh pasal

22 adalah wajib pajak tertentu yang melakukan penjualan barang yang tergolong

sangat mewah, meliputi:

1. Pesawat terbang pribadi dan helicopter pribadi

2. Kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya


3. Rumah beserta tanah, dengan harga jual atau harga pengalihan lebih dari

Rp30.000.000.000 (tiga puluh miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 400

m2 (empat ratus meter persegi)

4. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau harga

pengalihan lebih dari Rp30.000.000.000 (tiga puluh miliar rupiah) atau luas

bangunan lebih dari 150 m2 (seratus lima puluh meter persegi)

5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkut orang kurang dari 10 orang berupa

sedan, jeep, sport utlilty vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MVP), minibus

dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp2.000.000.000 (dua miliar

rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3000 cc

6. Kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari

Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari

300cc.

D. Pajak Penghasilan Pasal 22 Yang Dikecualikan

Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 34/PMK. 010/2017, pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 adalah sebagai

berikut:

1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh. Harus dinyatakan

dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang

diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan

Nilai. Terkait ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengecualian


pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 diatur oleh Direktur Jenderal Bea

dan Cukai dan/atau Direktur Jendral Pajak.

3. Impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk

diekspor kembali. Terkait ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 diatur oleh Direktur

Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jendral Pajak.

4. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor

kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang

yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian,

yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea

dan Cukai. Pengecualian Pajak Penghasilan Pasal 22 dapat dilakukan tanpa

Surat Keterangan Bebas.

5. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah yang dibebankan

kepada belanja negara/daerah yang jumlahnya paling banyak Rp.

2.000.000,- dan Rp. 10.000.000, juga bukan merupakan pembayaran yang

terpecah-pecah. Pembayaran untuk pembelian BBM, Bahan bakar gas,

pemulas, benda-beda pos, pemakaian air dan listrik. pembayaran untuk

pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/atau produk sampingan dari

kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi. Pembayaran untuk

pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi. Pembelian

bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan,

dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur untuk

keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir.
pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan

atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan Pengecualian Pajak

Penghasilan Pasal 22 dapat dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas.

6. Impor emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang

perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB. Harus

dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22

yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

7. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana

Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pengecualian Pajak Penghasilan Pasal

22 dapat dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas.

8. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri

otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang

Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai

pemungutan Pajak Penghasilan

9. Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan emas

batangan. Pengecualian Pajak Penghasilan Pasal 22 dapat dilakukan tanpa

Surat Keterangan Bebas.

10. Pembelian gabah dan/atau beras oleh bendahara pemerintah (Kuasa

Pengguna Anggaran, pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi

delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran, atau bendahara pengeluaran).

Pengecualian Pajak Penghasilan Pasal 22 dapat dilakukan tanpa Surat

Keterangan Bebas.
11. Pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan

Logistik (Perum BULOG). Pengecualian Pajak Penghasilan Pasal 22 dapat

dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas.

12. Pembelian bahan pangan pokok dalam rangka menjaga ketersediaan pangan

dan stabilisasi harga pangan oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik

(Perum BULOG) atau Badan Usaha Milik Negara lain yang mendapatkan

penugasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengecualian

Pajak Penghasilan Pasal 22 dapat dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas.

E. Perhitungan PPh Pasal 22

1. Cara menghitung PPh Pasal 22 atas kegiatan Impor Barang

a. Menggunakan API ( angka pengenal impor) :2,5% x nilai impor

Contoh perhitungan:

PT Mondstadt mengimpor hasil perkebunan dari USA dengan CIF

sebesar US$ 1200.000. Bea masuk 5% dari CIF dan terkena pungutan

0.5% dari CIF Kurs umum pada saat itu US$ 1 = Rp 14.900

Kurs menurut SK MenKeu US$ 1 = Rp 14.000

Hitung PPh 22 jika PT Mondstadt

a. Memiliki API

b. Tidak memiliki API


Pembahasan:

C.I.F $120.000.00 X Rp14,000.00 = Rp 1,680,000,000.00

Bea masuk 5% = Rp 45,000,000.00

Pungutan resmi 0.50% = Rp 4,500,000.00

Nilai impor = Rp 1,729,500,000.00

Besarnya PPh pasal 22 adalah 2.5% X Rp = Rp 43,237,500.00

1,729,500,000.00

b. Tidak menggunakan API : 7,5% x nilai impor

Seperti soal diatas, tetapi PT. Mondstadt tidak memiliki API

C.I.F $120.000.00 X Rp14,000.00 = Rp 1,680,000,000.00

Bea masuk 5% = Rp 45,000,000.00

Pungutan resmi 0.50% = Rp 4,500,000.00

Nilai impor = Rp 1,729,500,000.00

Besarnya PPh pasal 22 adalah 7.5% X

Rp 1,729,500,000.00 = Rp 129,712,500.00

2. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai

dengan APBN/APBD besarnya 1,5% x harga pembelian. Atas penjualan

hasil produksi atau penyerahan barang oleh:


a. Badan Usaha yang bergerak di bidang industri otomotif : 0,45% dari

dasar pengenaan pajak PPN. Industri rokok : 0,1% dari harga

banderol

b. Pertamina dan badan usaha

- SPBU swastanisasi : 0,3% dari penjualan

- SPBU dari pertamina : 0,25% dari penjualan

c. Badan Urusan Logistik (BULOG)

Contoh perhitungan:

PT Selalu Juara merupakan wajib pajak badan dalam negeri rekanan

pemerintah, pada tanggal 20 Mei 2023 menagih ke BUMN atas pembelian

15 unit AC dengan nilai tagihan sebesar Rp 49,950,000,- sudah termasuk

PPN. Hitung dan jelaskan kewajiban perpajakan terkait transaksi di atas!

Jumlah tagihan + PPN = Rp 49,950,000.00

Tagihan (DPP) = =

100/111 X Rp 49.950.000,- Rp 45,000,000.00

PPh 22 = 1.5% X Rp 45.000.000,- = Rp 675,000.00

PPN = 11% X Rp 45.000.000,- = Rp 4,950,000.00

Jumlah dibayar ke PT Sejuk Segar = Rp 44,325,000.00

Atas transaksi di atas PT Selalu

Juara akan menerima :

a. Uang Kas senilai = Rp 44,325,000.00

b. Bukti potong PPh 22 senilai = Rp 675,000.00


c. SSP PPN ke pemungut = Rp 4,950,000.00

Kewajiban PT Selalu Juara

a. Melaporkan PPN sebagai PPN Keluaran ke = Rp 4,950,000.00

pemungut masa Mei 2023 paling lambat akhir Juni

2023 senilai

b. Melaporkan bukti potong PPh 22 sebagai kredit = Rp 675,000.00

pajak untuk SPT Tahunan 2023 senilai

F. Cara Pelaporan PPh Pasal 22

1. PPh Pasal 22 atas impor barang disetor oleh importir dengan menggunakan

formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas

impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau

bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam

jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP

secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu

penyetoran pajak berakhir.

2. PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran

Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal

22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan

pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa

pajak berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang disetor oleh pemungut atas nama dan

NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari

yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang.

Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :

a. lembar pertama untuk pembeli;

b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor

Pelayanan Pajak;

c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan

dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa

pajak berakhir.

4. PPh Pasal 22 atas pembelian barang disetor oleh pemungut atas nama dan

NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama

tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.

5. PPh Pasal 22 atas pembelian barang disetor oleh pemungut atas nama dan

NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat

tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan

formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua

puluh) hari setelah masa pajak berakhir.

6. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi dan hasil penjualan barang

sangat mewah disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank

persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim

berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan


SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak

berakhir.

7. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi disetor oleh pemungut ke bank

persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya

setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti

pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:

a. lembar pertama untuk pembeli;

b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor

Pelayanan Pajak;

c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.

Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP

setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22

bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,

penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

G. Batas Waktu Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22

Berikut adalah batas waktu penyetoran PPh Pasal 22 sesuai dengan Pasal 2 PMK

242/2014 dan batas waktu pelaporan PPh Pasal 22 sesuai dengan Pasal 10 dan 11

PMK 242/2014.

❖ PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor disetor sendiri. Batas

waktu penyetoran Saat penyelesaian dokumen PIB.


❖ PPh Pasal 22, PPN dan/atau PPnBM atas impor yang dipungut oleh

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Batas waktu penyetoran 1 hari kerja

setelah dilakukannya pemungutan pajak. Batas waktu pelaporan hari kerja

terakhir minggu berikutnya

❖ PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh kuasa pengguna

anggaran atau pejabat penanda tangan Surat Perintah Membayar. Batas

waktu penyetoran hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran.

❖ PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran. Batas waktu

penyetoran 7 hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran. Batas waktu

pelaporan 14 hari setelah masa pajak terakhir.

❖ PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan

tertentu. Batas waktu penyetoran tanggal 10 bulan berikutnya. Batas waktu

pelaporan Tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.


PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

A. Pendahuluan

Di Indonesia pajak penghasilan diatur oleh Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 36 tahun 2008. Dimana di dalamnya memuat pasal pasal yang

mengatur pajak penghasilan, salah satunya PPH pasal 23 yang mengatur pajak

penghasilan atas transaksi yang meliputi penghasilan yang diterima atau diperoleh

wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap, yang berasal dari modal,

penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh

pasal 21. Tarif yang dikenakan pada masing masing objek PPH 23 tentunya berbeda

beda. Umumnya Penghasilan PPH pasal 23 terjadi saat adanya transaksi antara

pihak yang menerima penghasilan (penjual atau pemberi jasa) dan pemberi

penghasilan. Maka saat terjadinya transaksi tersebut PPH 23 harus dipotong oleh

pemungut pajak dari wajib pajak saat terjadinya transaksi tersebut. Transaksi yang

dimaksud adalah transaksi yang berhubungan dengan dividen, royalti, bunga, hadiah

dan penghargaan, sewa dan penghasilan lain yang terkait dengan penggunaan aset

selain tanah atau transfer bangunan atau jasa. Namun wajib pajak bisa dibebaskan

dari pemotongan PPH pasal 23 tersebut jika wajib pajak tersebut sedang mengalami

kerugian fiskal.

B. Pemotong Dan Yang Dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23

Dalam UU pajak penghasilan Pasal 23 No. 36 Tahun 2008 dimana yang

dapat memotong PPh 23 adalah:

1. Badan pemerintah
2. Subjek pajak badan dalam negeri

3. Penyelenggara kegiatan

4. BUT

5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya

6. Orang pribadi sebagai WP DN yang telah mendapat penunjukan dari Dirjen

Pajak untuk memotong pajak PPh pasal 23, yang meliputi:

a. Akuntan

b. Arsitek

c. Notaris

d. PPAT, kecuali PPAT tersebut adalah Camat,pengacara,konsultan

yang melakukan pekerjaan bebas

e. OP yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan

Sesuai UU pajak penghasilan Pasal 23 No. 36 Tahun 2008 yang dipotong

pajak penghasilan pasal 23 adalah yang menerima atau memperoleh penghasilan

yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain

yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21. Seperti:

1. Wajib pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan)

2. BUT

C. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 23

Pajak PPh 23 dengan tarif 15% dikenakan untuk penghasilan bunga, dividen,

royalti dan hadiah. Sedangkan, pajak PPh 23 dengan tarif 2% dikenakan untuk
penghasilan jasa dan sewa. Berdasarkan tarif pajaknya, maka objek PPh pasal 23

dibedakan menjadi dua antara lain sebagai berikut:

1. Objek pajak yang dikenakan tarif 15% dari jumlah bruto. Objek pajak yang

dikenakan tarif tersebut terdiri dari:

a. Deviden dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha

koperasi.

b. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang.

c. Royalti

d. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya, selain yang telah dipotong

pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21.

2. Objek pajak yang dikenakan tarif 2 % dari jumlah bruto, tidak termasuk pajak

pertambahan nilai (PPN). Objek pajak yang dikenakan tarif ini terdiri dari:

a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali

sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah

dikenai pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2).

b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi,

jasa konsultan dan jasa lain, selain jasa yang telah dipotong pajak

penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 jasa lain terdiri dari:

❖ Jasa penilai.

❖ Jasa aktuaris.

❖ Jasa akuntansi, pembukuan dan atestasi laporan keuangan.


❖ Jasa perancang. Jasa pengeboran di bidang penambangan minyak

dan gas bumi, kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap

(BUT).

❖ Jasa penunjang di bidang penambangan gas.

❖ Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan

selain migas.

❖ Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara.

❖ Jasa penebangan hutan.

❖ Jasa pengolahan limbah.

❖ Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services).

❖ Jasa perantara dan/atau keagenan.

❖ Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang

dilakukan oleh bursa efek, KSEI dan KPEI.

❖ Jasa custodian/penyimpanan, penitipan, kecuali yang dilakukan

oleh KSEI.

❖ Jasa pengisian suara.

❖ Jasa mixing film.

❖ Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan,

pemeliharaan dan perbaikan.

❖ Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,

AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang

ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau

sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.


❖ Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan. Listrik.

Telepon. Air. Gas. AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan

dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang

ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau

sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.

❖ Jasa maklon.

❖ Jasa penyelidikan dan keamanan.

❖ Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer.

❖ Jasa pengepakan.

❖ Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media

luar ruang, atau media untuk penyampaian informasi.

❖ Jasa pembasmian hama.

❖ Jasa kebersihan atau cleaning service.

❖ Jasa Catering atau tata boga.

Jika wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak

memiki nomor pokok wajib pajak (NPWP), besarnya tarif pemotongan adalah

lebih tinggi 100% daripada tarif normal.

D. Penghasilan Yang Dikecualikan Dari PPH Pasal 23

Berikut ini adalah penghasilan yang dikecualikan dari PPh pasal 23 baik untuk PPh

pasal 23 yang dikenakan tarif 2% maupun yang dikenakan tarif 15%.

1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.

2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha

dengan hak opsi.


3. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas

sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan

modal pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia dengan

syarat:

❖ Deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan.

❖ Bagi perseroan terbatas serta BUMN dan BUMD yang menerima deviden

kepemilikan saham pada badan yang memberikan deviden paling rendah

25% dari jumlah modal yang disetor.

❖ Deviden yang diterima oleh orang pribadi.

❖ Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,

perkumpulan, firma dan kongsi.

❖ Pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.

❖ Sisa hasil usaha (SHU) koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada

anggotanya dan bunga simpanan yang tidak melebihi sebesar Rp. 240.000

setiap bulannya yang dibayarkan oleh koperasi.

❖ Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa

keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan

yang diatur dengan peraturan menteri keuangan.

E. Penyetoran Dan Bukti Potong Pph 23

1. Untuk penyetoran PPh Pasal 23 yang dipotong atas Dividen menggunakan

a. Kode akun pajak: 411124


b. Kode jenis setoran: 101

2.Untuk penyetoran PPh Ps 23 yang dipotong atas Bunga menggunakan

a. Kode Akun Pajak: 411124

b. Kode Jenis Setoran: 102

3.Untuk penyetoran PPh Ps 23 yang dipotong atas royalty menggunakan

a. Kode Akun Pajak: 411124

b. Kode Jenis Setoran: 103

4.Untuk penyetoran PPh Ps 23 yang dipotong atas hadiah menggunakan

a. Kode Akun Pajak : 411124

b. Kode Jenis Setoran: 100

5.Untuk penyetoran PPh Ps 23 yang dipotong atas Sewa menggunakan

a. Kode Akun Pajak : 411124

b. Kode Jenis Setoran : 100

6.Untuk penyetoran PPh Ps 23 yang dipotong atas Jasa menggunakan

a. Kode Akun Pajak: 411124

b. Kode Jenis Setoran :104


F. Batas Waktu Pelaporan Pph 23

Untuk PPh pasal 23, batas waktu atas pembayaran/penyetorannya adalah

tanggal 10 bulan berikutnya. Sedangkan atas pelaporan SPT Masa adalah tanggal

20 bulan berikutnya.

Contoh:

Pak Adi memotong PPh Ps 23 atas hadiah pada tanggal 10 Maret 2023, maka

Pak Adi paling lambat harus menyetorkan pemotongan atas PPh Ps 23 tersebut

tanggal 10 April 2023. Untuk pelaporan SPT Masa paling lambat adalah tanggal 20

April 2023.Pihak yang memotong PPh Ps 23 wajib membuatkan bukti potong,

menyetorkan dan juga melaporkan PPh Ps 23 yang dipotongnya.

Bukti potong atas PPh Ps 23 saat ini dapat dibuat menggunakan interne/online

menggunakan e-bupot unifikasi

G. Tata Cara Membuat Bukti Potong Pph Pasal 23 Dengan E-Bupot Unifikasi

1. Masuk ke laman djp online, masukan NPWP, kata sandi dan juga keamanan
2. Setelah masuk ke laman djp, klik “Lapor” dan “Pra Pelaporan” dan pilih “e-

Bupot Unifikasi”

3. Setelah itu pilih “Pajak Penghasilan”


4. Pada bagian “Pajak Penghasilan” pilih “PPh Ps 23” dan pilih “Rekam BP

Ps 4(2), 15, 22, 23”

5. Isi tahun pajak, masa pajak dan jenis identitas. Jika memilih NPWP,

masukan nomor NPWP nanti nama WP yang dipotong akan keluar secara

otomatis. Setelah selesai, klik “Berikutnya”


6. Setelah itu kita akan diarahkan untuk mengisi kode objek pajak, untuk PPh

Ps 23 kode objek pajaknya biasanya dimulai dengan angka ‘24’. Tarif akan

terisi otomatis setelah kita memilih jenis “Kode Objek Pajak”. Masukan

Jumlah Penghasilan Bruto, maka jumlah PPh yang dipungut/dipotong juga

akan terisi secara otomatis. Jika PPh Ps 23 yang dipotong/dipungut tersebut

mendapatkan fasilitas PPh, silahkan pilih jenis fasilitas dan isi nomor surat

pada kolom masing-masing.

7. Pada bagian ini, kita harus membuat dokumen dasar pemotongan. Cara

membuatnya dengan mengklik “Tambah”


8. Setelah mengklik “Tambah” akan muncul pop-up jenis dokumen dasar

pemotongan. Pilih sesuai dengan nama dokumen, nomor dokumen dan

tanggal dokumen.

9. Jika sudah selesai mengisi, dokumen dasar pemotongan akan muncul seperti

gambar dibawah ini. Kemudian klik “Berikutnya”


10. Setelah itu, isi identitas pemotong PPh Ps 23 dan centang kotak pernyataan

bahwa data yang diisi dengan benar. Lalu klik “Simpan” pada bagian

bawah.

11. Setelah selesai, akan muncul pop-up bahwa bukti potong sudah berhasil

disimpan. Jika sudah selesai pilih “Tidak”, jika masih ingin membuat bukti

potong yang lain klik “Ya”


H. Tata Cara Penyetoran Dan Pelaporan Pph Ps 23

1. Masuk ke dalam dasbord Pajak Penghasilan dan pilih menu “Posting”

2. Setelah itu masukan tahun pajak dan masa pajak yang ingin di laporkan,

kemudian klik “Cek”


3. Kemudian klik “Oke” pada pop-up yang muncul

4. Nanti akan muncul pop-up notifikasi bahwa kita sudah berhasil

memposting bukti potong

5. Setelah itu masuk ke dalam dashboard “SPT Masa”. Klik “Perekaman

Bukti Penyetoran” dan masukkan tahun pajak dan masa pajak kemudian

pilih “Cek”. Nanti akan muncul list Bukti potong yang sebelumnya
sudah berhasil diposting. Langkah selanjutnya adalah membuat e-billing

otomatis.

6. Setelah itu akan muncul pop-up notifikasi bahwa kode billing berhasil

dibuat dan klik “Oke”


MELAPORKAN SPT

1. Klik “SPT Masa” dan pilih “Perekaman Bukti Penyetoran”. Setelah itu pilih

tahun pajak dan masa pajak dan klik “Cek”

2. Setelah itu akan ada list bukti setor dengan klik “Tambah”
3. Pilih jenis bukti penyetoran “SSP”dan isi NTPN sesuai dengan NTPN pada

bukti penyetoran dan pilih tahun pajak. Dan klik “Cek SSP”

4. Sistem akan mengecek bukti setoran. Jika bukti setoran ditemukan akan

muncul notifikasi berhasil.


5. Sistem akan secara otomatis mengisi data informasi seperti masa pajak,

jenis pajak, jenis setoran, jumlah setoran dan tanggal pajak di setorkan.

Selanjutnya klik “Simpan”

6. Jika bukti setor berhasil diinput, maka akan muncul daftar bukti setor
7. Langkah selanjutnya adalah penyiapan SPT Masa PPh Unifikasi

8. Masukan tahun pajak dan masa pajak dan klik “Cek”


9. Setelah muncul klik “Edit” pada SPT Masa yang akan dilaporkan

10. Maka akan terlihat draft dari SPT yang akan dilaporkan
11. Setelah itu, klik “Penandatangan”

12. Pilih penandatangan sebagai “Pengurus” dan pilih “Penandatangan Bukti

Potong” dan klik “Simpan”


13. Akan muncul notifikasi bahwa data berhasil disimpan

14. Jika sudah berhasil menginput, tampilan SPT Masa PPh Unifikasi adalah

sebagai berikut. Langkah selanjutnya adalah melaporkan SPT Masa tersebut

dengan mengklik tanda “Pesawat Terbang”


15. Klik “Kirim SPT”

16. Isi bagian ‘Passphrase’ dan upload sertifikat elektronik kemudian klik

“Kirim SPT”

17. Akan muncul pop-up notifikasi SPT Masa berhasil dikirim


DAFTAR PUSTAKA

Bahar, A.Aulidya. 2013. Analisis pajak penghasilan pasal 23 atas jasa Freight

Forwarding pada PT. Heat Exchangers Indonesia

https://www.youtube.com/watch?v=FE6xiwm5x90

https://youtu.be/jl7Wv7MWkEg

Indonesia Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 Mengenai Undang-Undang

Pajak penghasilan

Indonesia, B. F. (2022). Pajak terapan BREVET A&B. Bina Fiscal Indonesia.

Mengenal Batas Waktu Pelaporan dan Penyetoran Pajak beserta Sanksinya.


(2023). Retrieved from Sobat Pajak: www.sobatpajak.com
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 34/PMK. 010/2017

Perbendaharaan, D. J. (2023). Pajak Penghasilan Pasal 22.


Djbp.Kemenkeu.Go.Id.https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/kotabumi/id/infor
masi/perpajakan/pph-pasal-22.html

Setiadi, Moch D., and Iman Akhadi. "Perhitungan, Penyetoran, Pelaporan dan

Pencatatan Pph Pasal 23 pada Perusahaan Manufaktur yang Berada di

Karawang." Jurnal Bisnis dan Akuntansi, vol. 19, no. 1a, 2017, pp. 218-225,

doi:10.34208/jba.v19i1a-3.289.

Universitas Pamulang. (2020). Modul Perpajakan. Tangerang Selatan: Univesitas

Pamulang.

Anda mungkin juga menyukai