Anda di halaman 1dari 15

ULUMUL HADIS

Pembangian Hadis ditinjau dari segi kualitas


( Hadis Shahih, Hadis Hasan, Hadis Dhaif )

DOSEN PENGAMPU :
Helfina Ariyanty, M.Ag

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas


Mata Kuliah Ulumul Hadis

OLEH
KELOMPOK 6 :

Annisa Ulfah 180101080837


Azizah 180101080911
Mariatul 180101080911
Nida An Khafiyya 180101080911

TARBIYAH DAN KEGURUAN


PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI BANJARMASIN
2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliahUlumul Hadis, dengan judul: “Pembangian Hadis
ditinjau dari segi kualitas ( Hadis Shahih, Hadis Hasan, Hadis Dhaif )”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus dan doa, saran dan kritik sehingga laporan ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Banjarmasin, 22 Oktober 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 4

A. Latar belakang .................................................................................................... 4

B. Rumusan masalah ............................................................................................... 5

C. Tujuan Penulisan................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 6

A. Klasifikasi Hadis................................................................................................. 6

B. Pengertian Hadis Shahih, Hadis Hasan, dan Hadis Dhaif .................................. 7

1. Hadis Shahih ............................................................................................. 7

2. Hadis Hasan ............................................................................................ 11

3. Hadis Dhaif ............................................................................................ 12

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 14

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada Awalnya Rasulullah Saw melarang sahabat untuk menulis hadis, karena
dikhawatirkan bercampur baur penulisannya dengan Al-Qur’an. Perintah untuk
melukiskan hadis yang pertama kali oleh Khalifah Umar bin Abdul Azis. Beliau penulis
surat kepada gubernur di Madinah yaitu Abu Bakar bin Muhammad bin Amr hazm al-
Alsary untuk membukukan hadis. Sedangkan ulama yang pertama kali mengumpulkan
hadis adalah Arraby bin Sabiy dan Said bin Abi Arabah, akan tetapi pengumpulan hadis
tersebut masih acak (tercampur antara yang shahih dengan dhaif, dan perkataan para
sahabat).
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan
dari Nabi Muhammad Saw yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam.
Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur’an, Ijma dan Qiyas,
dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-
Qur’an.
Dari segi periwayatnya, ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering
dijadikan referensi hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam
Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa’i, dan Imam Ibnu
Majah.
Hadits juga dibagi kedalam berbagai macam pembahagian, diantaranya adalah
hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi dibagi menjadi hadits Mutawatir dan
hadits Ahad. Adapun hadis Ahad dibagi menjadi hadits Shahih, hadits Hasan dan hadits
Dha’if.
Adapun dalam makalah ini, penulis akan mengulas tentang klasifikasi hadis ahad
berdasarkan kualitas. Pembahasan tersebut meliputi hadits Shahih dan pembagiannnya,
hadits Hasan dan pembagiannya, hadits Dhaif dan pembagiannya.

4
B. Rumusan Masalah
1. Penjelasan Klasifikasi Hadis.
2. Pengertian Hadis Shahih, Hadis Hasan, dan Hadis Dhaif .
3. Syarat-syarat, klasifikasi hadis , Martabat , karya-karya yang hanya memuat Hadis
Shahih, dan Kedudukan Hadits Hasan dalam berhujjah.
4. Klasifikasi, Kedudukan Hadis Hasan dalam berhujjah Klasifikasi Hadits Dhaif.

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan atas dibuatnya tulisan ini adalah agar pembaca bisa mengerti dan
memahami, serta memanfaatkan tentang penjelasan yang kami berikan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Klasifikasi Hadis
Hadis itu terdiri dari yang diterima dan yang ditolak. Ini merupakan pembagian
hadis secara garis besar. Tetapi para ahli hadis membagi hadis dalam tiga bagian.
Pertama, hadis sahih. Kedua, hadis hasan. Ketiga, hadis da’if.. setiap hadis tidak bisa
dikeluarkan dari pengelompokan tersebut. Menurut pendapat pertama, hadis hasan jelas
termasuk salah satu kelompok dari kedua bagian tersebut. Adakalanya termasuk hadis
sahih seperti yang dikutip oleh al-Dhahabi dari Imam Bukhari dan Muslim, dan
Adakalanya pula termasuk hadis da’if yang tidak boleh diamalkan begitu saja,
tetapi menurut Ahmad ibn Hanbal lebih layak untuk diamalkan daripada qiyas. Adapun
berdasarkan pendapat yang kedua, hadis hasan adalah otonom yang tidak termasuk hadis
sahih, dan tingkatan lebih tinggi daripada hadis da’if.
Untuk mempermudah pengenalan berbagai macam hadis dilihat dari keadaan
sanad dan matn-nya, maka secara garis besar, hadis diklasifikasikan menjadi dua macam
yaitu klasifikasi hadis ditinjau dari segi kuantitas periwayat dan klasifikasi hadis ditinjau
dari segi kualitas periwayat.
a. Klasifikasi hadis ditinjau dari segi kuantitas periwayat Ditinjau dari segi banyak
sedikitnya (kuantitas) periwayat yang menjadi sumber berita, hadis dibagi
menjadi dua macam yaitu:
1) Hadis Mutawatir
Ditinjau dari segi bahasa, mutawatir adalah isim Fa’il yang diambil dari
kata al-tawatur yang berarti al-tatabu` (berturut-turut), sebagaimana yang
dikatakan oleh al-Lihyani:
Sedangkan menurut istilah, hadis mutawatir adalah:
Hadis yang ternasuk kategori ini dikenakan persyaratan yang ketat. Menurut
ahmad ‘Umar Hasyim, bahwa hadis mutawatir harus memenuhi lima syarat yaitu
dari segi sanad, periwayata harus berjumlah banyak, bersambung dan mustahil
menurut akal berkolusi untuk berbuat dusta, sedangkan dari segi matan, harus

6
hasil tangkapan panca indra seperti dilihat, didengar sendiri oleh periwayat, bukan
melalui nalar akal.
2) Hadis Ahad
Kata Ahad adalah jama’ dari kata ahad yang berarti satu atau tunggal.
Menurut istilah, Hadis Ahad adalah: wajib selama memenuhi ketentuan-
ketentuan hadith maqbul.
b. Klasifikasi Hadis ditinjau dari Segi Kualitas Periwayat
Pada awalnya, hadis hanya dibagi dalam dua kategori yaitu hadis maqbul,
hadis yang diterima dapat dijadikan hujjah yakni hadis sahih dan hadis Mardud,
hadis yang ditolak dan tidak dapat dijadikan hujjah yakni hadis da’if. Pembagian
hadis ditinjau dari segi kualitas periwayat, dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu
hadis sahih, hadis h}asani dan hadis da’if . Hadis hasan merupakan istilah yang
baru dikenal dan sebagai pencetusnya yakni Imam al-Tirmidhi.
Berikut ini adalah penjelasan masing-masing tingkatan hadis sebagai berikut:
 Hadis Shahih
 Hadis Hasan
 Hadis Dhaif

B. Pengertian Hadis Shahih, Hadis Hasan, dan Hadis Dhaif


1. Hadis Sahih

a. Pengertian Hadis Shahih

Shahih menuut lughat adalah lawan dari “saqim”, artinya sehat. Menurut ahli
hadis, hadis sahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, dikutipoleh orang yang
adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulullah SAW, atau
sahabat atau tabiin, bukan hadis yang syadz (kontroversi) dan terkena ‘illat yang
menyebabkan cacat dalam penerimaannya.

Dalam definisi lain hadits shahih adalah,

.ٍ‫َير ُمعلَّ ٍل والشاذ‬ ِ َّ ‫ضب ِْط ُمت‬


َّ ‫ص ُل ال‬
ُ ‫سن ِد غ‬ َ ُ‫ما نَقَلَه‬
َّ ‫عدْ ٌل تا ُّم ال‬

7
Hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi-rawi yang adil, sempurna
ingatannya, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber-'illat, dan tidak janggal.
b. Syarat-syarat hadits shahih

Menurut muhaditsin, suatu hadis dapat dinilai shahih, apabila memenuhi


syarat berikut:

1. Rawinya bersifat adil


Menurut ar Razi keadilan adalah tenaga jiwa yang mendorong untuk selalu bertindak
taqwa, menjauhi dosa-dosa besar, menjauhi kebiasaan melakukan dosa-dosa kecil,
dan meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah yang menodai muru’ah, seperti
makan sambil berdiri di jalanan, buang air di tempat yang bukan disediakan
untuknya, dan bergurau yang berlebihan.
Menurut Syuhudi Ismail, kriteria-kriteria periwayat yang bersifat adil, adalah:
 beragama Islam.
 Berstatus mukalaf (Al-Mukallaf).
 Melaksanakan ketentuan agama.
 Memelihara muru'ah.
2. Rawinya bersifat dhabit
Dhabit adalah bahwa rawi yang bersangkutan dapat menguasai hadisnya dengan
baik, baik dengan hafalan yang kuat atau dengan kitabnya, lalu ia mampu
mengungkapkan nya kembali ketika meriwayatkannya.
Kalau seseorang mempunyai ingatan yang kuat, sejak menerima hingga
menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya itu sanggup dikeluarkan kapan dan
di mana saja dikehendaki, orang itu dinamakan itu dhabtu shadri. kemudian kalau
apa yang disampaikan itu berdasar pada buku catatannya (teks book) ia disebut
dhabtu kitab. Rawi yang adil dan sekaligus dhabit disebut tsiqat.
3. Sanadnya bersambung
Yang dimaksud dengan ketersambungan sanad adalah bahwa setiap perawi hadis
yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang berada di atasnya dan
begitu selanjutnya sampai kepada pembicara yang pertama.

8
Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad, biasanya
ulama hadis menempuh tata kerja penelitian berikut:
- mencatat semua nama rawi dalam sanad yang diteliti.
- mempelajari sejarah hidup masing-masing rawi.
- meneliti kata-kata yang menghubungkan antara para rawi dan rawi yang terdekat
dengan sanad.
Jadi, suatu sanad hadis dapat dinyatakan bersambung apabila:
- seluruh rawi dalam salat itu benar-benar tsiqat (adil dan dhabit).
- antara masing-masing rawi dengan rawi terdekat sebelumnya dalam salat itu
benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan hadis secara sah menurut
ketentuan tahamul wa ada' al-hadits.
4. Tidak ber 'illat
Maksudnya bahwa hadis yang bersangkutan terbebas dari cacat keshahihannya,
yakni hadits itu terbebas dari sifat-sifat samar yang membuatnya cacat, meskipun
tampak bahwa hadits itu tidak menunjukkan adanya cacat tersebut.
5. Tidak Syadz (janggal)
Kejanggalan hadits terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadis yang
diriwayatkan oleh rawi yang maqbul (yang dapat diterima periwayatannya) dengan
hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih kuat (rajih) daripadanya, disebabkan
kelebihan jumlah sanad dalam kedhabitan atau adanya segi-segi tarjih yang lain.
Jadi, hadits shahih adalah hadits yang rawinya adil dan sempurna
kedhabitannya, sanadnya muttasil, dan tidak cacat, matannya marfu, tidak cacat dan
tidak janggal.

c. Klasifikasi hadits shahih

Hadits shahih terbagi menjadi dua, yaitu shahih lidzatihi dan shahih li ghairih.
shahih lidzatihi adalah hadis sahih yang memenuhi syarat-syarat nya secara maksimal,
seperti yang telah disebutkan di atas. Adapun hadits shahih lighairihi adalah hadis
sahih yang tidak memenuhi syarat-syarat nya secara maksimal. Misalnya rawinya yang
adil tidak sempurna kedhabitannya (kapasitas intelektualnya rendah). Bila jenis ini
dikukuhkan oleh jalur lain semisal, ia menjadi shahih lighairihi. Dengan demikian,

9
shahih lighairihi adalah hadits yang keshahihannya disebabkan oleh faktor lain karena
tidak memenuhi syarat-syarat secara maksimal. Misalnya hadits Hasan yang
diriwayatkan melalui beberapa jalur, bisa naik derajat dari Hasan ke derajat shahih.

d. Martabat hadits shahih


Hadits shahih yang paling tinggi derajatnya adalah hadits yang bersanad asah ul
asanid, kemudian berturut-turut sebagai berikut:
1. Hadits yang disepakati oleh Bukhari Muslim.
2. Hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari sendiri.
3. Hadis yang diriwayatkan oleh imam muslim sendiri.
4. Hadits shahih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat Bukhari dan Muslim
sedangkan kedua imam itu tidak mentakhrijnya.
5. Hadits shahih menurut syarat Bukhari, sedangkan imam Bukhari sendiri tidak
mentakhrijnya.
6. Hadits shahih menurut syarat Muslim, sedangkan Imam muslim sendiri tidak
mentakhrijnya.
7. Hadits shahih yang tidak menurut salah satu syarat dari kedua Imam Bukhari dan
Muslim. Ini berarti si pentakhrij tidak mengambil hadits dari rawi rawi atau guru-
guru Bukhari dan Muslim, yang telah beliau sepakati bersama atau yang masih
diperselisihkan. Akan tetapi hadis yang ditakhrij kan tersebut dishahihkan oleh
imam-imam hadis yang kenamaan. misalnya hadits-hadits shahih yang terdapat pada
shahih Ibnu khuzaimah, Shahih Ibnu hibban, dan Shahih Al Hakim.

e. Karya-karya yang hanya memuat hadits Shahih


Di antara karya-karya yang hanya memuat hadits Shahih adalah:
1. Shahih Bukhari
2. Shahih Muslim
3. Mustadrak Al Hakim
4. Shahih Ibnu hibban
5. Shahih Ibnu khuzaimah.

10
2. Hadits Hasan

a. Pengertian hadis Hasan

Hasan, menurut lughot adalah sifat musybahah dari ‘Al Husna’, artinya bagus.

Menurut Ibnu Hajar, hadits Hasan adalah,


.ٍ‫سن ِد غير معلَّ ٍل والشاذ‬
َّ ‫َّبط ُمتَّص ِل ال‬ ِ ‫َخبَ ُر اال َحا ِد بِنَ ْق ِل عد ٍل‬
ِ ‫تام الض‬

Khabar Ahad yang dinukil oleh orang yang adil, kurang sempurna hafalannya,
bersambung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz.

Untuk membedakan antara hadis sahih dan hadis Hasan, kita harus mengetahui
batasan dari kedua hadis tersebut. Batasannya adalah keadilan pada hadis Hasan
disandang oleh orang yang tidak begitu kuat ingatannya, sedangkan pada hadis sahih
terdapat rawi-rawi yang benar kuat ingatannya. Akan tetapi, keduanya bebas dari
keganjilan dan penyakit. Keduanya bisa digunakan sebagai hujjah dan kandungannya
dapat dijadikan penguat.

b. Klasifikasi hadits Hasan

Sebagaimana hadis Shahih‫ و‬hadits Hasan pun terbagi atas Hasan lidzatihi dan
Hasan lighairihi.

Hadits yang memenuhi segala syarat-syarat hadis Hasan disebut hadits Hasan
lidzatihi. Syarat untuk hadits Hasan adalah sebagaimana syarat untuk hadits Shahih‫و‬
kecuali bahwa para rawinya hanya termasuk kelompok keempat (Shaduq) atau istilah
lain yang setaraf atau sama dengan tingkatan tersebut.
Adapun Hasan lighairihi adalah hadits dhaif yang bukan dikarenakan rawinya
pelupa, banyak salah dan orang fasik yang mempunyai mutabi' dan syahid. Hadits
dhaif yang karena rawinya buruk hafalannya (su'u al-hafidzi), tidak kenal identitasnya
atau Mastur dan model Lis atau menyembunyikan cacat dapat naik derajatnya menjadi
hadits Hasan lighairihi karena dibantu oleh hadis hadis selain yang semisal dan makna
atau karena banyak perawi yang meriwayatkannya.

11
c. Kedudukan hadits Shahih dan Hasan dalam berhujjah
Kebanyakan ulama ahli hadits dan fuqaha bersepakat untuk menggunakan hadis
sahih dan hadis Hasan sebagai hujjah. Disamping itu ada ulama yang mensyaratkan
bahwa hadis Hasan dapat digunakan sebagai hujjah, bilamana memenuhi sifat-sifat
yang dapat diterima. Pendapat terakhir ini memerlukan peninjauan yang saksama.
Sebab sifat-sifat yang dapat diterima itu ada yang tinggi menengah dan rendah. Hadits
yang sifat dapat diterimanya tinggi dan menengah adalah hadits Shahih sedangkan
hadis yang sifat dapat diterimanya rendah adalah hadits Hasan.
Hadis-hadis yang mempunyai sifat dapat diterima sebagai hujjah disebut hadis
maqbul, dan hadis yang tidak mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima disebut hadis
mardud.
Yang termasuk hadis maqbul adalah:
1. Hadits Shahih, baik Shahih lidzatihi maupun Shahih lighairihi.
2. Hadits Hasan baik Hasan lidzatihi maupun Hasan lighairihi.
Yang termasuk hadis mardud adalah segala macam hadits dhaif. Hadis mardud tidak
dapat diterima sebagai hujjah karena terdapat sifat-sifat tercela pada rawi-rawi nya atau
pada sanadnya.
d. Kitab-kitab yang mengandung hadits Hasan
Para ulama belum menyusun kitab khusus tentang hadis hadis Hasan secara
terpisah sebagaimana mereka melakukannya dalam hadits shahih, tetapi hadits Hasan
banyak kita dapatkan pada sebagian kitab diantaranya:
- Jami' at Tirmidzi, dikenal dengan sunan at Tirmidzi merupakan sumber untuk
mengetahui hadits Hasan.
- sunan Abu Dawud.
- sunan ad daruquthi.

3. Hadits dhaif
a. Pengertian hadits dhaif

Dhaif menurut logat adalah lemah lawan dari qawi atau yang kuat.

Adapun menurut muhaditsin,

12
.‫الحسن‬
ِ ‫حو‬ َّ ‫صفَةَال‬
ِ ‫صحي‬ ِ ‫العلماء هو مالم يجمع‬
ِ ُ ‫ وقال‬.‫صفاتُ القَبو ِل‬
‫اكثر‬ ٍ ‫ُهو ك ُّل حدي‬
ِ ‫ث لم ت َ ْجت َ ِم ْع فيه‬

Hadits dhaif adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat
bagi hadis yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan ulama; hadits dhaif
adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadits shahih dan Hasan.

b. Klasifikasi hadits dhaif

Para ulama muhadditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadits


dari dua jurusan, yakni dari jurusan sanad dan jurusan matan.

Sebab sebab tertolaknya hadits dari jurusan Sanata adalah:

1. Terwujudnya cacat cacat pada rawinya baik tentang keadilan maupun


kedhabitannya.
2. ketidak persambungannya sanad dikarenakan adalah seorang rawi atau lebih
yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.

Adapun cacat keadilan dan keadilannya rawi itu ada 10 macam yaitu
sebagai berikut.

1. Dusta
2. Tertuduh dusta
3. Fasik
4. Banyak salah
5. Lengah dalam menghafal
6. Menyalahi riwayat orang kepercayaan
7. Banyak waham atau purbasangka
8. Tidak diketahui identitasnya
9. Penganut bid' ah
10. Tidak baik hafalannya.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dari pembahasan makalalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Hadits ditinjau dari segi kualitasnya dibagi menjadi tiga, yaitu hadits shahih, hadits
hasan, dan hadits dha’if.
a. Hadits Shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya (kepada Nabi Saw). Ia
diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi dhabit (kuat ingatannya) hingga akhir
sanadnya, tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih)
dan tidak mu’allal (tidak cacat).
b. Hadits Hasan Adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kurang
sempurna hafalannya, bersambung sanadnya, tidak mengandung ‘illat dan juga
tidak syadz
c. Hadits Dha’if adalahsetiap hadits yang tidak terhimpun padanya ciri-ciri hadits
shahih dan tidak pula hadits hasan.
2. Baik Hadist Shahih maupun hadits hasan terbagi menjadi dua
yaitu lidzatih dan lighairihi.Sedangkan pengklasifikasian hadits dha’if berdasarkan
cacat pada ke-adil-an dan ke-dhabit-an rawi dibagi antara lain: hadits
maudhu’, hadits matruk, hadits munkar, hadits syadz. Klasifikasi hadits dha’if
berdasarkan gugurnya rawi, terbagi menjadi:hadits mu’allaq, hadits mu’dhal, hadits
mursal, hadits munqathi, hadits mudallas.
3. Hadits dha’if dapat naik derajatnya menjadi hadits hasan li ghairih bila satu riwayat
dengan yang lainnya sama-sama saling menguatkan. Namun tidak
bersifat mutlaq bagi perawi lemah hafalannya.
4. Hadist dha’if merupakan hadits yang boleh diamalkan selalam tidak menyangkut
dengan masalaha hukum halal-haram dan masalah yang berkaitan dengan akidah dan
ketika mengamalkannya tidak menyakini bahwa ia berstatus kuat, tetapi hanya
sekedar untuk berhati-hati.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=pembagian+hadis+ditinjau+dari+s

egi+kualitas&oq=&d=gs_qabs&u=%23p%3DMzNwWoqduMAJ tanggal 21 Oktober

2019.

Ulumul Hadis/Solahudin, M,Drs.M,Ag; Agus Suyadi, Lc. M,Ag.—Cet.ke-1—Bandung Pustaka

Setia, 2008.

Pada https://materiilmuku.blogspot.com/2017/09/makalah-hadis-ahad-berdasarkan-kualitas.html

tanggal 20 Oktober 2019.

15

Anda mungkin juga menyukai