13 Bab III
13 Bab III
Dalam sejarah ilmu hadits, sikap kritis terhadap rawi menjadi hal yang
(istisyhad) terhadap segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw, Seperti
Sebagai contoh permintaan saksi yang dilakukan oleh shahabat Abu Bakar ra
atas periwayatan al-Mughirah tentang besaran bagian waris seorang nenek, sebab
Hal serupa lebih ditekankan paska masa fitnah yang menimpa umat Islam.
Berlanjut pada masa Tabi’in, ketika masyarakat Islam mulai majemuk dan
kadang terjadi perselisihan, sikap kritis dalam menggali kesaksian serta penilaian
positif dan negatif atas kepribadian rawi menjadi prioritas. Disini kritik lebih
tiga kelompok yaitu : [1] mutasyaddid, yakni kritikus rawi yang sangat keras saat
menilai jarh namun perlu pembuktian saat menilai ‘adalah [2] mutasahhil, yakni
1
Muhammad Muhammad Abu Syuhbah, Fi Riha>b al-Sunnah al-Kutub al-Shihah al-
Sittah atau Di Bawah Naunga al-Kutub al-Sitah terjemahan Hasan Su’aidi, (Pekalongan : STAIN
PRESS, 2007), hlm. 34
2
Syamsuddin Arif, Orientalis & Diabolisme Pemikiran, (Jakarta : Gema Insani
Press,2008), hlm. 218
3
Muhammad bin Mathar al-Zahrani, Ilmu Rija>l Nasy’atuhu wa Tathawwaruhu min al-
Qarni al-Awwal ila> Niha>yat al-Qarni al-Ta>si’, ( : Da>r al-Hudhairi), hlm. 19-20
55
56
kritikus yang sangat mudah dalam penilaian ta’dil dan sangat berhati-hati dalam
menilai jarh [3] mu’tadil ada juga yang menyebut mutawassith, yakni kritikus
dengan kriteria penilaian yang berimbang, kelompok inilah yang lebih dikuatkan
sebagai rujukan4.
Semangat dasar dari laku kritis terhadap pribadi rawi adalah menjalankan
tabayyun agar tidak menyesal dikemudian hari. Namun, apabila laku kritis
dilepas dan dibebaskan menjadi tujuan utama, niscaya tidak satupun tokoh yang
dapat dipicu oleh : [1] hawa nafsu dan ego pribadi, [2] perbedaan keyakinan yang
berujung ta’assub, [3] perselisihan, [4] bicara tanpa dasar, [5] tuduhan semena-
mena berdasar dugaan, sebagaimana dijelaskan oleh Ibn Daqi>q al-‘I<d (w.702H)6.
rawi apabila ditemukan penilaian yang berbeda. Supaya diperoleh i’timad dan
Perbedaan penilaian pribadi rawi ditemukan pula atas rawi Ahmad bin Isa
al-Mishri yang lebih dikenal dengan kunyah Ibn Tustar, beliau dinilai berbeda
antara lain oleh Yahya bin Ma’in dan Ibn Hibban. Untuk itu, penulis akan
4
Umar Iman Abu Bakar, al-Ta’si>s fi Fanni Dira>sat al-Asa>ni>d (Riyadh : Maktabah al-
Ma’arif), hlm. 118-122
5
Syamsuddin Arif, Orientalis & Diabolisme Pemikiran (Jakarta : Gema Insani
Press,2008), hlm. 224
6
Ibn Daqi>q al-I>d, al-Iqtira>h fi Bayan al-Ishthila>h, ed. Qahthan Abdul al-Rahman al-Dauri
(Yordania :Da>r al-Ulum, 2007), hlm. 436-451
57
lebih masyhur nama dan nasab beliau adalah Yahya bin Ma’in bin ‘Aun
beliau lahir tahun 158 H pada masa pemerintahan khalifah Abi Ja’far al-
Mansur, informasi ini dikonfirmasi sendiri oleh Yahya bin Ma’in9. Yahya
‘Isa bin Yunus, Sufyan bin ‘Uyainah, Ghundar, Mu’adz bin Mu’adz,
Murid-murid beliau antara lain Ahmad bin Hanbal, Zuhair bin Harb,
Isma’il al-Bukhari, Abu Daud al-Sijistani, Ibrahim bin al-Junaid dan lain
sebagainya.
muara ilmu dari daerah yang menjadi pusat keilmuan yakni Bashrah,
Kufah dan Hijaz. Ali ibn Al-Madini berkata : ilmu di daerah Bashrah
7
Ahmad Muhammad Nu>r Saif, Yahya bin Ma’i>n wa Kitabuhu al-Tarikh, (Makkah:
Universitas King Abdul Aziz, 1979), hlm. 19
8
Ibid., hlm. 20
9
Khatib Baghdadi, Tarikh Madinati al-Salam ed Dr. Basyar ‘Awwa>d Ma’ruf (Beirut :
Da>r al-Ghorb al-Islami,2001), Juz 16 hlm. 264
10
Ibid., hlm. 275
11
Ibid., hlm. 264
58
bermuara pada Yahya bin Abi Katsir dan Qatadah, ilmu di daerah Kufah
bermuara pada Abi Ishaq dan A’masy sedangkan ilmu di daerah Hijaz
bermuara pada Ibn Syihab dan Amr bin Dinar. Dari keenam ulama
tersebut diwariskan pada dua belas orang antara lain : Sa’i>d bin Abi
bin Sa’id, Ibn Abi> Za>idah, Waki>’, Ibn Muba>rok, Ibn Mahdiy serta Ibn
Adam. Dari kesemuanya ilmu bermuara pada Yahya bin Ma’in12. Khatib
ّ
Baghdadi mensifati Yahya bin Ma’in sebagai " ﻣﺘﻘﻨﺎ, ﺛ ﺘﺎ, ﺣﺎﻓﻈﺎ,ﺎ , ر ﺎﻧﻴﺎ, "إﻣﺎﻣﺎ13
Jumlah hadits yang ditulis Yahya bin Ma’in sebanyak enam ratus
12
Ibid., hlm. 265 - 266
13
Ibid.,
14
Sa’diy Mahdiy al-Hasyimiy, Ikhtila>f Aqwa>l al-Nuqa>d fi> al-Ruwa>t al-Mukhtalaf Fi>him
ma’a Dira>sat Ha>dhihi al-Dhohiroh ‘Inda Ibnu Ma’i>n, (Makkah, Universitas Ummul Qura), hlm.19
15
Ibid.,
16
Khatib Baghdadi, Tarikh Madinati al-Salam ed Dr. Basyar ‘Awwa>d Ma’ruf (Beirut :
Da>r al-Ghorb al-Islami,2001), Juz 16 hlm. 270
17
Program “Jawami’ al-Kalim” ver. 4,5 (Islamweb.net)
59
dari ulama lain, sebagai contoh beliau menggunakan diksi “ ”ﻻﺑﺄس ﺑﻪuntuk
menilai rawi dengan standar “ ”ﺛﻘﺔdan hal ini dikonfirmasi sendiri oleh
beliau.19
dhaif, diksi ini dimaknai beragam oleh beberapa ulama. Ibn Abi
Hatim memahami sama dengan ﻟ ﺲ ﺑﺜﻘﺔ, al-Sa>jiy memahami ﻓﻴﻪ ﺿﻌﻒ
18
Abdul Fatah Abu Ghuddah, Arba’u Rasa>il fi ‘Ulu>m al-Hadits (Alepo : maktabah
mathbuah islamiyah), hlm. 171
19
Muhammad Abdul Hayyi al-Laknawi, al-Raf’u wa al-Takmi>l…., hlm. 221
20
Ibid., hlm. 212
21
Ibid., hlm. 213-215
60
Setiap rawi yang tidak dikomentari oleh Yahya bin Ma’in dinilai
tsiqah.
Nama lengkap beliau adalah Abu Hatim Muhammad bin Hibban bin
bin Ahmad bin Hibban bin Mu’adz bin Ma’bad bin Sa’id bin Syahid bin
Hudbah bin Murrah bin Sa’ad bin Yazid bin Murrah bin Zaid bin
Abdullah bin Da>rim bin Handhalah bin Ma>lik bin Zaid Mana>t bin Tami>m
bin Murri bin Addi bin Tha>bakhah bin Ilya>s bin Mudhor bin Nizar bin
H24. Beliau lahir di kota Busti, salah satu kota antara kota Sijistan dan
Khalifah al-Juhi, Abu Abdurahman al-Nasai, Imran bin Musa, Hasan bin
22
Muhammad Abdullah Abu Sho’ilaik, al-Ima>m al-Ha>fidz Abu Ha>tim Muhammad bin
Hibba>n al-Busti Failusu>f al-Jarh wa al-Ta’dil, (Beirut : Da>r al-Qolam, 1995), hlm. 16
23
Ibid., hlm. 11
24
Ibid., hlm. 17
61
Sufyan, Abu Ya’la al-Maushili, Ahmad bin Hasan al-Shufi, Ja’far bin
dalam hal tertentu Ibn Hibban memilih berbeda dengan Syafi’iyah ketika
Katsirot
Hadits
25
Samsuddin al-Dzahabi, Tadzkirat al-Huffadh, juz 3 (Hyderabad : Dairatul Ma’arif al-
Osmania. 1985), hlm. 920
26
Ibid., hlm. 921
27
Program Jawami al-Kalim ver. 4,5 (Islamweb.net)
28
Muhammad Abdullah Abu Sho’ilaik, al-Ima>m al-Ha>fidz Abu Ha>tim Muhammad bin
Hibba>n al-Busti Failusu>f al-Jarh wa al-Ta’dil, (Beirut : Da>r al-Qolam, 1995), hlm. 30
62
Abdul Fattah Abu Ghuddah yang membenarkan bahwa Ibn Hibban mudah
shahihnya bahwa “sifat dasar rawi itu adalah ‘adil, sedangkan sifat
memandang sifat dasar rawi adalah tsiqah dan adil, sehingga penilaian
dasar rawi adalah adil. Sedangkan sifat tercela (jarh) jika tidak diketahui
keadaanya dalam diri rawi yang dimaksud maka tertolak penilaian jarh-
nya.
dibangun oleh Ibn Hibban dalam mentsiqahkan rawi adalah : ketika tidak
ditemukan hal yang tercela pada diri rawi, maka otomatis rawi tersebut
29
Muhammad Thohir al-Jawabiy, al-Jarh wa al-Ta’di>l bayna al-Mutasyaddidi>n wa al-
Mutasahhili>n ( :Da>r al-‘Arabiyyah lil Kita>b,1997), hlm. 461
30
اﻻﺻﻞ وا ﺮح ﻃﺎرئ اﻟﻌﺪاﻟﺔseperti tercantum dalam mukadimah shahih Ibn Hibban
63
menjadi tsiqah ketika tidak ditemukan darinya hadits yang mungkar dan
dalam mengumpulkan hadits dari guru-gurunya yaitu : [1] ‘adil [2] jujur
dan masyhur dalam hadits, [3] cerdas dalam meriwayatkan hadits [4]
menguasai dan mengerti makna dari apa yang diriwayatkan [5] terbebas
dari tadlis33.
Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin Isa bin Hassa>n, Abu Abdullah
beliau nyaris tidak tercacat dalam kitab-kitab rijal, Informasi mengenai beliau
lebih banyak tentang catatan kualitas dan integritas (Jarh wa ta’dil) saja.
menginformasikan bahwa Ahmad bin ‘Isa bin Hassa>n (Abu Abdullah) al-
31
Sebagaimana dikutip imam Ibn Hajjar al-Asqalani dalam mukadimah lisan al-miza>n,
fashl 5 mengenai manhaj Ibn Hibban dalam hal rawi majhul.
32
Rawi majhul dibagi dua yaitu : 1. majhul ‘ain : rawi yang diketahui namanya,
periwayatannya hanya diriwayatkan oleh seorang murid saja dan tidak ditemukan persaksian
tsiqahnya oleh para kritikus yang dipertimbangkan pendapatnya. 2. Majhul hal : mereka yang
telah diketahui majhul ‘ain nya namun tidak dinilai tsiqah dan tidak diketahui tingkat ‘adalah-
nya baik secara dhahir maupun batin.
‘ada>lah dhohir : sikap dhohir yang tampak dan dapat diamati manusia yakni tidak fasiq, tidak ada
sifat yang mengurangi wara’. Sedangkan yang dimaksud ‘adalah bathiniyah adalah hal-hal yang
tidak tampak dan hanya diketahui dari khabar yang dicantumkan dan ditetapkan oleh ulama Jarh
wa ta’dil (lihat ‘Imaduddin Muhamad Rasyid, Nadhriyat Naqd al-Rijal wa Makanatuha fi Dhou
al-Bahts al-Ilmiy., hlm 165)
33
Muhammad Abdullah Abu Sho’ilaik, al-Ima>m al-Ha>fidz Abu Ha>tim Muhammad bin
Hibba>n al-Busti Failusu>f al-Jarh wa al-Ta’dil (Beirut : Da>r al-Qolam, 1995), hlm. 127
64
daerah Tustar, dan singgah di Baghdad.34 Nama laqabnya adalah Ibn Abi
Ahmad bin ‘Isa meriwayatkan hadits dari Mufadlal bin Fadla>lah al-
Abdullah bin Wahb al-Qurasyi dan Azhar bin Sa’id al-Samma>ni. Hadist
beliau diriwayatkan oleh Abu Zur’ah, Abu Ha>tim dan Muhammad bin Ayyu>b
Isma’il al-Bukhari, Ismail bin Ishaq al-Qadhi, Hanbal bin Ishaq bin Hanbal,
Ibrahim al-Harbi, Abu Bakar bin Abi Dunya, Yusuf bin Ya’qub al-Qadhi,
Berikut kami sertakan tabel guru dan muri dari Ahmad bin Isa al-
murid beliau.
34
Khatib Baghda>di, Tari>kh Madinati al-Sala>m, ed Dr. Basya>r ‘Awwa>d Ma’ruf (Beirut:
Da>r al-Ghorb al-Islam, 2001), Juz 5, hlm. 450
35
Program Jawa>mi’ al-Kalim
36
Khatib Baghda>di, Tari>kh Madinati al-Sala>m, ed Dr. Basya>r ‘Awwa>d Ma’ruf (Beirut:
Da>r al-Ghorb al-Islam, 2001), Juz 5, hlm. 450
37
Ibid., hlm. 453
38
Program Jawami al-Kalim ver.4,5 (Islamweb.net)
65
Abu> Hatim bin Hibba>n al-Bustiy(w. 354 H) : dalam kitab al-tsiqat dinilai
mutqin
Khatib al-Baghdadi (w. 463 H) : Ma> raitu liman takallam fih hujjah,
Dalam shahih Bukhari, ada tiga hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad
bin Isa. Ketiga hadits tersebut ialah :pertama : hadits dari Ibn Wahb dari
‘Amr bin al-Harits dari Abi al-Aswad dari ‘Urwah dari Sayyidah ‘Aisyah ra
yaitu hadits 41
"ﺻ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ اﻟﻄﻮاف ء ﺑﺪأ ﺑﻪ ا "أن اولdalam bab "ا ﻮﺿﻮء "ﻃﻮاف,
40
Program Jawami’ al-Kalim ver.4,5 (Islamweb.net)
ُ َ ُْ ََْ ْ َْ َْ َُ َ َ ْ ﺧ َ َ َ ْﻤ ُﺮو ْ ُﻦ ا ْ َ َْ ُ ْ ََ َ َ ُ ْ ُ َ ْ َ َ َ َ 41
ﻧﻪ، ِ ْﻦ ﻤ ِﺪ ﺑ ْ ِﻦ ﺒ ِﺪ ا ﺮ ِﻦ ﺑ ِﻦ ﻧﻮﻓ ٍﻞ اﻟﻘﺮ،ﺎر ِث
َ
ِ ِ أ: ﻗﺎل،ﺐ ٍ ﺣﺪ ﻨﺎ ا ﻦ وﻫ، ﺣﺪ ﻨﺎ أ ﺪ ﻦ ِﻋ
ُ ْ ْ َ َ ُ َ ََ ُ َ َ َ َ َََ َ ُ َ َ ََْ ُ َ ُ َ َ ْﺧ َ َ ﺗ ْ ََ َْ َ ََ ْ َ ََ
ﻢ،ﺖ ِ ﻢ ﻃﺎف ِﺑﺎ َﻴ،ِﺸﺔ ر ِ َ اﷲ ﻨﻬﺎ أن أول ْ ٍء ﺑﺪأ ِﺑ ِﻪ ِﺣ ﻗ ِﺪم ﻧﻪ ﺗﻮﺿﺄ ِ ﻗﺪ َﺣﺞ ا ِ ﻓﺄ: ﻘﺎل، ِ َ َﺳﺄل ُﻋ ْﺮ َوة ْ َﻦ ا ﺰ
ْ ُ ْ َ ُ َ َ ُ َ ُ ُ ً َ ْ ُ ْ ُ َ ْ َ ُ ْ َْ ُ َ َََ َ َ َ َ ََ َُْ ُ َ ْ َ َُ َ ُ ً ْ ُ ْ ُ َ َْ
اﷲ ﻨﻪ ِﻣﺜﻞ ِ ﻢ ﻤﺮ ر، ﻢ ﻢ ﺗ ﻦ ﻤﺮة،ﺖ ِ ﻢ ﺣﺞ أﺑﻮ ﺑ ٍﺮ ر ِ َ اﷲ ﻨﻪ ﻓ ن أول ْ ٍء ﺑﺪأ ِﺑ ِﻪ اﻟﻄﻮاف ِﺑﺎ ﻴ،ﻢ ﺗ ﻦ ﻤ َﺮة
ُ ُ َُْ َُ َ ُ ُ ًَْ ُ ْ ُ َ َْ ُ ْ ْ ُ َ َََ َ ُ َ َُُْ َ ُْ َ ُ َ ُ َُْ َ ُ َ َ
ﻢ،اﷲ ْ ُﻦ َﻤ َﺮ ِ ﺎو ﺔ َو ﺒﺪ ِ ﻢ ﻣﻌ، ﻢ ﻢ ﺗ ﻦ ﻤﺮة،ﺖ ِ ﻢ ﺣﺞ ﺜﻤﺎن ر ِ َ اﷲ ﻨﻪ ﻓ َﺮأ ﺘﻪ أول ْ ٍء ﺑﺪأ ِﺑ ِﻪ اﻟﻄﻮاف ِﺑﺎ َﻴ،ذ ِﻚ
َ ُ َْ َ َ َْْ َ َ َ ُْ ُ ََْ ُ ً َ ْ ُ ْ ُ َ َْ ُ ْ ْ ُ َ َََ َ َ َ َ ََ َْ ْ َْ َ ََ ُ ْ َ َ
ﺎر ﻔ َﻌﻠﻮن ﺎﺟ ِﺮ ﻦ واﻷﻧﺼِ ﻢ رأﻳﺖ ا ﻤﻬ، ﻢ ﻢ ﺗ ﻦ ﻤﺮة،ﺖ ِ ﺣﺠﺠﺖ ﻣﻊ أ ِ ا ﺰ ِ ﺑ ِﻦ اﻟﻌﻮامِ ﻓ ن أول ْ ٍء ﺑﺪأ ﺑِ ِﻪ اﻟﻄﻮاف ﺑِﺎ َﻴ
ٌ َ َ ُ َ َُ ََ ُ َْ ُ َ َ ً ْ ُ ْ َُْ َ ُ ُ َ َ َ َ ُ ََْ ْ َ ُ ُ ً ْ ُ ْ ُ َ َْ ُ َ َ
َوﻫﺬا ا ْ ُﻦ َﻤ َﺮ ِﻋﻨﺪﻫ ْﻢ ﻓﻼ َ ْﺴﺄ ﻮﻧﻪ َوﻻ أ َﺣﺪ ِ ﻤ ْﻦ، ﻢ ْﻢ ﻨﻘﻀ َﻬﺎ ﻤ َﺮة،ﺖ َﻌﻞ ذ ِﻚ ا ْ ُﻦ َﻤ َﺮ آﺧﺮ ﻣﻦ رأﻳِ ﻢ، ﻢ ﻢ ﺗ ﻦ ﻤ َﺮة،ذ ِﻚ
َ ََْ َ َ َ َْ َ َ َ َ ُ ُ ََْ ْ َ َ َ َ َ ُ ْ َْ ْ َُ ََْ ُ َ َ َ َ َ ََْ ُ َ َ َ َ
ﺎنِ ﻻ ﺗ ﺘ ِﺪﺋ،ﺎن ِ وﻗﺪ رأﻳﺖ أ وﺧﺎﻟ ِ ِﺣ ﻘﺪﻣ،ﺖ ﻢ ﻻ ِ ﻠﻮن ِ ﻣﺎ ﻧﻮا ﺒﺪ ُءون ِ ْ ٍء ﺣ ﻳﻀﻌﻮا أﻗﺪا ﻬﻢ ِﻣ َﻦ اﻟﻄ َﻮ
ِ اف ِﺑﺎ ﻴ
67
Imam Bukhari menyertakan muttabi’ untuk hadits ini dari jalur sanad Asbagh
yang juga meriwayatkan dari Ibn Wahb42. Kedua : dari jalur sanad yang
mendekati sama namun ‘Urwah meriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar ra
dalam bab "ﻞ ا ﻌﺘﻤﺮ "ﻣ. Ketiga : hadits tentang " "اﻫﻼل ﻣﻦ ذي ا ﻠﻴﻔﺔdengan sanad
Ahmad bin Isa dari Ibn Wahb dari Yunus dari Ibn Syihab ibn dari Salim bin
Abdullah dari ayahnya Abdullah bin Umar, hadits ini disertakan muttabi’ dari
2. Penilaian Yahya bin Mai’in dan Ibn Hibban terhadap Ahmad bin Isa al-
Mishri
Dari data jarh wa ta’dil yang ditemukan terkait rawi Ahmad bin Isa
Yahya bin Ma’in dan Ibn Hibban yakni : [1] Penilaian Yahya bin Ma’in
terhadap Ahmad bin Isa adalah kaz\z\a>b. Bahkan Yahya bin Ma’in
Penilaian Ibn Hibban terhadap Ahmad bin Isa al-Mishri atau ibn Tustar
Mishri tersebut patut diteliti dan dianalisis guna mendapatkan data serta
ْ ْ َ َْ ْ َُ َ ْ َ َ َ َ
ُ ﻓَﻠَﻤﺎ َ َﺴ،ﺧﺘُ َﻬﺎ َوا ﺰ َ ْ ُ َوﻓُ َﻼ ٌن َوﻓُ َﻼ ٌن ﺑ ُﻌ ْﻤ َﺮة َ َ ُ َُ ُ َ ْ َْ ْ َ َ َ
ﺤﻮا ٍ ِ َوﻗﺪ أﺧ َ َ ﺗ ِ أ، ﻢ ﻻ ِ ﻼ ِن،ﺎن ِﺑ ِﻪ
ﻬﺎ أﻫﻠﺖ ِ وأ ِ ِ ْ ٍء أول ِﻣﻦ ا ﻴ ِﺖ ﻄﻮﻓ
ْ
" ا ﺮ َﻦ َﺣﻠﻮا
42
Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajar al-‘Asqalaniy, Hadyu al-Sa>ri>y Muqaddimah Fathu al-Ba>riy,
ed Abdul Qadir Syaibah al-Hamd, (Riyadh : ), hlm. 406
43
Ibid.,
44
Khatib Baghdadi…, juz 5, hlm. 451
45
Muhammad Ibn Hibban, Kitab al-Tsiqa>t juz 8, hlm. 15
68
periwayatan beliau.
keshahihan sanad dan matan. Dalam hal keshahihan sanad, poin yang
wajib dikonfirmasi adalah : [1] sifat keadilan rawi meliputi integritas dan