Anda di halaman 1dari 13

TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK

I. Akar-Akar Historis Utama

A. Pragmatisme

Dalam pragmatisme, kebenaran sejati tidak ada “di luar sana” di dunia yang nyata;
ia “diciptakan”secara aktif sewaktu kita bertindak di dalam dan ke arah dunia.
Orang mengingat dan mendasarkan pengetahuan mereka tentang dunia pada apa
yang terbukti bermanfaat bagi mereka. Mereka mungkin mengubah apa yang
mungkin tak lagi berfungsi. Kemudian, orang mendefinisikan “objek-objek” sosial
dan fisik yang mereka jumpai di dalam dunia menurut kegunaannya bagi mereka.

Terdapat tiga poin dari pragmatisme terhadap interaksionisme simbolik, yakni


sebagai berikut.

i. Suatu fokus pada interaksi di antara aktor dan dunia

ii. Suatu pandangan mengenai aktor maupun dunia sebagai suatu proses
dinamis dan bukan struktur-struktur statis

iii. Diberi arti yang besar kepada kemampuan aktor untuk menafsirkan
dunia sosial.

Interaksionisme simbolik lebih banyak dipengaruhi oleh pragmatisme nominalisme


yang diasosiasikan dengan Dewey dan James. Figur dari perkembangan
interaksionisme simbolik ke arah nominalisme adalah Herbert Blumer.
Pragmatisme nominalisme adalah bahwa meskipun ada fenomena level makro,
mereka tidak mempunyai “efek-efek yang independen dan menentukan kesadaran
dan perilaku individu. Pandangan tersebut memahami para individu sendiri
sebagai para agen yang bebas yang menerima, menolak, memodifikasi, atau
sebaliknya mendefinisikan norma-norma komunitas, peran-peran
kepercayaan-kepercayaan, dan seterusnya, menurut kepentingan pribadinya
sendiri. Di sisi lain, Mead masuk ke dalam kubu realis.

B. Behaviorisme

Faktanya, Mead menyebut perhatian dasarnya behaviorisme sosial untuk


membedakannya dari behaviorisme radikal dari John B. Watson. Mead mengakui
pentingnya perilaku yang dapat diamati, tetapi ia juga merasa bahwa ada
aspek-aspek tersembunyi perilaku yang telah diabaikan para behavioris radikal.
Mead tidak sekadar ingin berfilsafat tentang fenomena yang tersembunyi. Lebih
tepatnya, ia berusaha memperluas ilmu empiris behaviorisme, yakni pada apa
yang terjadi di antara stimulus dan respons.

C. Di Antara Reduksionisme dan Sosiologisme

Blumer menciptakan istilah interaksionisme simbolik pada 1937. Sementara itu,


Mead berusaha membedakan interaksionisme simbolik yang mulai lahir dari
behaviorisme.
II. Ide-Ide George Herbert Mead

Mead adalah pemikir yang paling penting di dalam sejarah interaksionisme simbolik,
dan bukunya Mind, Self, and Society, adalah karya tunggal yang paling penting
dalam tradisi itu.

A. Prioritas Hal Sosial

Di dalam tinjauannya atas Mind, Self, and Society, Ellsworth Faris berargumen
bahwa bukan pikiran dan kemudian masyarakat, tetapi masyarakat dulu dan
kemudian pikiran-pikiran yang muncul di dalam masyarakat itu… mungkin akan
merupakan preferensi(-nya Mead).

Bagi Mead, keseluruhan sosial mendahului pikiran individual, balik secara logis
maupun secara temporal.

B. Tindakan

Mead menganggap tindakan sebagai unit yang paling primitif di dalam teorinya. Di
dalam menganalisis tindakan, Mead melangkah paling dekat dengan pendekatan
behavioris dan berfokus pada stimulus dan respons. Akantetapi, stimulus tidak
menimbulkan respons otomatis, yang tidak berpikir dari aktor manusia.

Mead mengenali empat tahap dasar dan saling berhubungan di dalam tindakan
dan menggambarkan suatu keseluruhan organik. Tahap-tahap itu saling
berhubungan secara dialektis.

i. Impuls

Impuls melibatkan rangsangan panca indera seketika dan reaksi aktor


terhadap rangsangan, kebutuhan untuk melakukan sesuatu
terhadapnya. Rasa lapar adalah contoh yang baik dari suatu impuls.
Aktor dapat berespons seketika dan tanpa berpikir terhadap impuls itu,
tetapi aktor manusia lebih mungkin untuk memikirkan respons yang
tepat. Dalam memikirkan suatu respons, orang akan
mempertimbangkan bukan hanya situasi seketika, tetapi juga
pengalaman-pengalaman masa lampau dan mengantisipasi hasil-hasil
masa depan tindakan itu.

Rasa lapar mungkin berasal dari perut sang aktor atau mungkin
ditimbulkan oleh adanya makanan di lingkungannya, atau yang paling
mungkin, rasa itu bisa muncul dari kombinasi keduanya. Selanjutnya,
orang yang lapar harus menemukan suatu cara untuk memuaskan
impuls di dalam suatu lingkungan tempat makanan tidak segera
tersedia atau berlimpah.

ii. Persepsi

Persepsi adalah suatu tahap yang mana aktor mencari, dan bereaksi
terhadap, stimuli yang berhubungan dengan impuls, dalam hal ini rasa
lapar serta berbagai alat untuk memuaskannya. Orang mempunyai
kemampuan untuk merasakan atau memahami stimuli melalui
mendengar, membaui, mengecap, dan seterusnya. Persepsi melibatkan
stimuli yang datang, dan juga citra-citra mental yang diciptakannya.
Orang tidak hanya berespons seketika terhadap stimuli eksternal, tetapi
lebih tepatnya memikirkan, menaksirnya melalui penggambaran mental.
Orang tidak hanya tunduk kepada perangsangan luar, mereka juga
memilih secara aktif karakteristik-karakteristik suatu stimulus dan
memilih di antara sekumpulan stimuli. Selanjutnya, orang biasanya
dihadapkan dengan banyak stimuli yang berbeda, dan meraeka
mempunyai kemampuan untuk memilih mana yang harus diperhatikan
dan mana yang diabaikan.

iii. Manipulasi

Ketika impuls telah mewujudkan diri dan objek telah dirasakan, langkah
selanjutnya adalah memanipulasi objek, atau secara lebih umum,
mengambil tindakan berkenaan dengannya. Selain
keuntungan-keuntungan mentalnya, manusia mempunyai tangan yang
memungkinkan mereka menggerakkan (manipulate) objek-objek
dengan cara yang lebih halus daripada hewan-hewan.

Bagi Mead, fase manipulasi merupakan suatu jeda temporer yang


penting di dalam proses itu, sehingga suatu respons tidak diwujudkan
seketika. Seorang manusia yang lapar melihat sebuah cendawan, tetapi
sebelum memakannya, mungkin dia mengambilnya terlebih dahulu,
memeriksanya dan mungkin mencari di dalam buku pedoman untuk
melihat apakah jenis khusus itu dapat dimakan. Sebaliknya, hewan
mungkin langsung memakan cendawan itu tanpa memegang dan
memeriksanya. Dalam memikirkan apakah cendawan akan dimakan,
masa silam maupun masa depan dilibatkan. Orang mungkin berpikir
tentang pengalaman-pengalaman di masa lampau ketika mereka
memakan cendawan tertentu yang membuat mereka sakit.

iv. Penyelesaian

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebelumnya, sang aktor


mungkin memutuskan untuk memakan cendawan itu (atau tidak). Hal
tersebut merupakan fase akhir tindakan, yakni penyelesaian
(consummation).

C. Gerak Isyarat

Tindakan hanya melibatkan satu orang, tetapi tindakan sosial melibatkan dua
orang atau lebih. Gerak isyarat (gesture) dalam pandangan Mead merupakan
mekanisme dasar di dalam tindakan sosial dan di dalam proses sosial secara
lebih umum. Mead mendefinisikan gerak isyarat sebagai gerakan-gerakan dari
organisme pertama yang bertindak sebagai stimuli spesifik yang membangkitkan
(secara sosial) respons-respons yang tepat pada organisme kedua. Tindakan
seorang individu tanpa pikir panjang dan secara otomatis mendatangkan suatu
reaksi oleh individu lain.
Isyarat vokal secara khusus penting di dalam pengembangan gerak isyarat yang
signifikan. Akan tetapi, tidak semua isyarat vokal signifikan. Akan tetapi,
pengembangan isyarat vokal, khususnya dalam bentuk bahasa, itulah faktor yang
paling penting yang memungkinkan perkembangan kehidupan manusia yang
khas. Isyarat vokal dapat mempengaruhi pembicara sebanyak mempengaruhi
para pendengar. Kita mampu dengan jauh lebih baik untuk menghentikan diri kita
di dalam isyarat vokal daripada menghentikan diri sendiri di dalam gerakan isyarat
fisik.

D. Simbol-Simbol Signifikan

Suatu simbol signifikan adalah suatu jenis gerak isyarat, yang hanya dapat dibuat
manusia. Gerak isyarat menjadi simbol signifikan bila ia dibangunkan pada
individu yang sedang membuatnya menjadi jenis respons yang sama, ia dikira
ditimbulkan oleh orang-orang yang menjadi tujuan gerak isyarat itu. Gerak isyarat
fisik dapat menjadi simbol signifikan, tetapi seperti yang telah kita lihat, ia tidak
cocok secara ideal sebagai simbol signifikan karena orang tidak gampang meliihat
atau mendengar gerak isyarat fisiknya sendiri. Oleh karena itu, ucapan-ucapan
vokal adalah yang paling mungkin menjadi simbol signifikan, meskipun tidak
semua vokalisasi adalah simbol-simbol yang demikian. Sekumpulan isyarat
vokal yang paling mungkin sebagai simbol signifikan adalah bahasa. Bahasa
dapat membangkitkan respons yang sama pada individu yang sedang berbicara
seperti yang dilakukannya kepada yang lain.

Fungsi gerak isyarat adalah memungkinkan penyesuaian di kalangan individu


yang bersifat tersirat di dalam setiap tindakan sosial tertentu dengan acuan
kepada objek atau objek-objek yang terkait dengan tindakan itu. Dari sudut
pandang pragmatis, suatu simbol signifikan bekerja dengan lebih baik di dalam
dunia sosial daripada simbol yang tidak signifikan. Dengan kata lain, dalam
mengomunikasikan rasa tidak suka kita kepada orang lain, teguran verbal yang
marah jauh lebih efektif daripada yang dihasikan bahasa tubuh yang menggeliat.

Hal yang sangat penting di dalam teori Mead adlah fungsi lain simbol
signifikan–yang memungkinkan pikiran, proses-proses mental, dan seterusnya.
Pemikiran manusia menjadi mungkin hanya melalui simbol-simbol signifikan,
khususnya bahasa. Mead mendefinisikan berpikir sebagai suatu percakapan
individu yang dibatinkan atau tersirat dengan dirinya sendiri dengan menggunakan
gerak isyarat demikian. Berpikir meliputi berbicara kepada diri sendiri.

Simbol signifikan juga memungkinkan interaksi simbolik, yakni orang yang


berinteraksi satu sama lain bukan hanya melalui gerak isyarat, tetapi juga melalui
simbol signifikan.

E. Pikiran

Pikiran didefinisikan Mead sebagai suatu proses dan bukan suatu benda, sebagai
suatu percakapan batin dengan diri sendiri. tidak ditemukan di dalam individu; itu
bukan intrakranial, tetapi suatu fenomena sosial. Pikiran muncul dan berkembang
di dalam suatu proses sosial dan merupakan bagian integral dari proses itu.
Proses sosial mendahului pikiran; ia bukan produk pikiran, seperti yang banyak
dipercaya. Oleh karena itu, pikiran juga didefinisikan secara fungsional ketimbang
secara substansif. Mead juga melihat pikiran dengan cara lain yang lebih
pragmatik, yakni pikiran melibatkan proses berpikir yang berorientasi ke arah
pemecahan masalah.

F. Diri

Diri adalah kemampuan khas untuk menjadi subjek dan objek. Seperti yang
berlaku pada konsep utama Mead, diri mengandaikan suatu proses sosial:
komunikasi di antara manusia. Bagi Mead, mustahillah untuk membayangkan
suatu diri yang muncul di dalam absensi pengalaman-pengalaman sosial. Akan
tetapi, ketika diri telah berkembang, mungkinlah bagi mereka untuk
berkesinambungan tanpa kontak sosial.

Diri secara dialektis berhubungan dengan pikiran, yakni di satu sisi, Mead
menyatakan bahwa tubuh bukan suatu diri dan menjadi suatu diri hanya bila
pikiran telah berkembang. Di sisi lain, diri, bersama kerefleksifannya, esensial bagi
perkembangan pikiran. Tentu saja, mustahil memisahkan pikiran dan diri, karena
diri adalah suatu proses mental. Akan tetapi, meskipun kita dapat memikirkannya
sebagai suatu proses mental, diri adalah suatu proses sosial.

Mekanisme umum bagi perkembangan diri adalah refleksivitas, atau kemampuan


meletakkan diri kita secara tidak sadar ke tempat orang lain dan bertindak seperti
mereka bertindak. Hasilmya, orang mampu memeriksa dirinya seperti apa yang
akan dilakukan orang lain. Diri juga memungkinkan orang mengambil bagian di
dalam percakapannya dengan orang lain. Yakni, seseorang sadar atas apa yang
sedang dikatakannya dan hasilnya ia mampu memantau apa yang sedang
dikatakannya dan menentukan apa yang akan dia katakan selanjutnya.

Agar dapat mempunyai diri, para individu harus mampu keluar dari dirinya,
sehingga dapat mengevaluasi diri dan dapat menjadi objek bagi diri sendiri. Untuk
melakukan hal itu, para dasarnya orang akan menempatkan dirinya di dalam
medan eksperiensal yang sama sebagaimana mereka menempatkan setiap orang
lainnya. Setiap orang adalah bagian penting dari situasi eksperiensial itu.

G. Perkembangan Anak

i. Tahap Sandiwara

Selama tahap ini anak-anak mengambil sikap orang-orang terentu bagi


dirinya. Hasil sandiwara itu, anak-anak belajar baik menjadi subjek
maupun objek dan mulai menjadi mampu membangun suatu diri. Akan
tetapi, itu adalah diri yang terbatas karena sang anak hanya dapat
mengambil peran-peran yang khas dan orang lain yang terpisah.
Anak-anak mungkin bersandiwara sebagai “mama” dan “papa” dan di
dalam proses itu dikembangkan kemampuan mengevaluasi diri
sebagaimana yang dilakukan orangtuanya, dan para individu khusus
yang lain. Akan tetapi, mereka kekurangan pengertian diri yang lebih
umum dan teratur.

ii. Tahap Permainan

Tahap selanjutnya, tahap permainan, dibutuhkan jika seseorang hendak


mengembangkan suatu diri di dalam arti sepenuhnya istilah itu.
Sementara di dalam tahap bersandiwara sang anak mengambil peran
orang lain, di dalam tahap permainan, anak-anak harus mengambil
peran setiap orang lain yang terlibat di dalam permainan itu.
Selanjutnya, peran-peran yang berbeda tersebut harus mempunyai
hubungan yang jelas antara satu sama lain.

Di dalam tahap permainan itu, anak-anak bukan keseluruhan yang


mengatur (organized wholes) karena mereka bermain pada serangkaian
peran yang berlainan. Hasilnya, dalam pandangan Mead mereka
kekurangangan kepribadian yang nyata. Pengaturan demikian mulai
ada dan suatu kepribadian yang ada mulai muncul. Anak-anak mulai
mampu berfungsi di dalam berbagai kelompok yang teratur dan
menentukan apa yang akan dilakukan dalam suatu kelompok secara
spesifik.

H. Generalized Other

Tahap permainan memberikan salah satu konsep Mead yang paling terkenal,
Generalized Others. Orang lain yang digeneralisasikan adalah sikap seluruh
komunitas. Kemampuan mengambil peran orang lain yang digeneralisasikan
esensial bagi diri. Juga penting sekali bahwa orang itu harus mampu
mengevaluasi diri sendiri dari sudut pandang orang lain yang digeneralisir dan
bukan hanya dari sudut pandang orang lain yang berlainan. Mengambil peran
orang lain yang digenelasiri, ketimbang peran orang lain yang berlainan, juga
memungkinkan terjadinya pemikiran abstrak dan objektivitas.

Untuk mempunyai suatu diri, orang harus menjadi anggota suatu komunitas dan
diarahkan oleh sikap-sikap yang lazim bagi komunitas itu. Sementara sandiwara
hanya memerlukan potongan-potongan diri, permainan memerlukan suatu diri
yang koheren. Mengambil peran orang lain yang digeneralisir tidak hanya esensial
bagi diri, tetapi juga bagi perkembangan kegiatan-kegiatan kelompok yang teratur.

I. Aku sebagai Subjek dan Aku sebagai Objek

“Aku” adalah respons seketika seorang individu kepada orang lain. Ia adalah
aspek diri yang tidak dahpat dihitung, tidak dapat diramalkan, dan kreatif. Orang
tidak tahu sebelumnya apa tindakan “aku” nanti, tetapi apa responsnya nanti dai
tidak tahu dan tidak akan ada yang tahu. Kita mengetahui “aku” hanya sesudah
tindakan dilaksanakan. Oleh karena itu, kita mengetahui “aku” hanya di dalam
ingatan kita. Mead menaruh tekanan yang besar pada “aku” karena empat alasan
berikut.

● Ia adalah suatu sumber kunci bagi kebaruan di dalam proses sosial.


● Nilai-nilai kita yang paling penting bertempat di dalam “aku”

● “Aku” membentuk sesuatu yang dicari oleh kita semua: perwujudan diri.

● Proses evolusioner di dalam ketika orang-orang yang ada di masyarakat


primitif lebih banyak didominasi oleh “diriku” sementara di masyarakat
modern komponen “aku” lebih besar.

“Aku” memiliki suatu dinamisme dan kreativitas yang sangat dibutuhkan. Tanpa
itu, para aktor akan secara didominasi oleh kendari eksternal dan internal. Dengan
adanya “aku”, Mead mampu membahas perubahan-perubahan yang dihasilkan
oleh tokoh-tokoh besar sejarah dan individu dalam sehari-hari. “Aku” lah yang
memungkinkan perubahan-perubahan itu.

“Aku” bereaksi melawan “diriku” yang merupakan sekumpulan sikap orang lain
yang teratur dan diterima diri seseorang. “Diriku” adalah proses pengadopsian
orang lain yang digeneralisasi. Berbeda dengan “aku”, orang atas “diriku”; “diriku”
melibatakan tanggung jawab yang sadar. Sang “diriku” adalah suatu individu
konvensional yang biasa. Para konformis didominasi oleh “diriku”, meskipun
setiap orang mempunyai dan harus mempunyai suatu “diriku” substansial. Melalui
“diriku”lah masyarakat mendominasi individu.

Mead mendefinisikan ide pengendalian sosial sebagai dominasi ungkapan “diriku”


atas ungkapan “aku”. Mead berpendapat bahwa pengendalian sosial
mendesakkan diri sedemikian luas atas perilaku atau kelakuan individu yang
berfunsi untuk menyatukan individu dan berbagai tindakan yang mengacu pada
proses pengalaman dan perilaku sosial yang teratur. Pengendalian sosial bekerja
berdasarkan asal-usul dan dasar sosial seperti kritik diri, yakni kritik sosial dan
perilaku yang dikendalikan secara sosial. Oleh karena itu, pengendalian sosial
jauh dari cenderung menghancurkan individu atau menghapuskan
individualitasnya yang sadar. Sebakujnya, benar-benar konstitutif atas dan terkait
secara tidak terpisahkan dengan individualitas itu.

J. Masyarakat

Masyarakat menurut Mead adalah proses sosial yang terus-menerus yang


mendahului pikiran maupun diri. Oleh karena itu, manfaatnya di dalam
membentuk pikiran dan diri, masyaraakt jelas mempunyai peran sentral bagi
Mead. Pada level lain, masyarakat menggambarkan sekumpulan respons yang
teratur yang diambil alih oleh individu di dalam bentuk “diriku”.

Pada level masyarakat yang lebih spesifik, Mead mempunyai sejumlah hal untuk
dikatakan mengenai lembaga-lembaga sosial. Lembaga didefinisikannya sebagai
respons bersama di dalam komunitas atau kebiasaan-kebiasaan hidup komunitas.
Lebih lanjut lagi, pembentukan lembaga adalah suatu respons identik di pihak
seluruh komunitas dalam bertindak ke arah individu di bawah keadaan-keadaan
tertentu dengan cara yang identik.

Pendidikan adalah proses yang melalui kebiasaan-kebiasaan bersama komunitas


(lembaga) kemudian diinternalisasi kepada sang aktor. Hal itu adalah suatu
proses yang esensial karena orang tidak mempunyai diri atau tidak merupakan
anggota sejati komunitas kalau dia belum dapat merespons dirinya seperti yang
dilakukan komunitas yang lebih besar. Untuk melakukan itu, orang harus
menginternalisasi sikap-sikap komunitas itu. Menurut Mead, lembaga-lembaga
harus menetapkan apa yang harus dilakukan orang di dalam arti yang sangat luas
dan umum dan harus memberikan ruang yang berlimpah-ruah bagia individualitas
dan kreativitas.

III. Interaksionisme Simbolik: Prinsip-Prinsip Dasar

Prinsip-prinsip dari Interaksionisme simbolik adalah sebagai berikut.

● Manusia, tidak seperti hewan-hewan yang lebih rendah. diberkahi dengan


kemampuan untuk berpikir.

● Kemampuan untuk berpikir dibentuk oleh interaksi sosial.

● Dalam interaksi sosial, orang mempelajari makna dan simbol-simbol yang


memungkinkan, mereka melaksanakan kemampuan mereka yang khas untuk
berpikir.

● Makna-makna dan simbol-simbol memungkinkan orang melaksanakan tindakan


dan interaksi manusia yang khas.

● Orang mampu memodifikasi atau mengubah makna-makna dan simbol-simbol


yang mereka gunakan di dalam tindakan dan inteaksi berdasarkan penafsiran
mereka atas situasi.

● Orang mampu membuat modifikasi-modifikasi dan perubahan-perubahan,


sebagian karena kemampuan mereka berinteraksi dengan dirinya sendiri, yang
memungkinkan mereka memeriksa rangkaian-rangkaian yang mungkin,
menaksir keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian relatifnya, dan
kemudian memilih salah satu di antaranya.

● Pola-pola tindakan dan interaksi yang terangkai membentuk kelompok-kelonpok


dan masyarakat-masyarakat.

A. Kemampuan untuk Berpikir

Asumsi kemampuan manusia untuk berpikir dipandang sebagai unit-unit reflektif


atau berinteraksi yang membentuk entitas masyarakat. Kemampuan untuk berpikir
memampukan orang bertindak secara reflektif daaripada hanya berperilaku
secara tidak reflektif. Orang harus sering menyusun dan memandu apa yang
mereka lakukan, daripada sekadar melepaskannya bagitu saja. Kemampuan
untuk berpikir tertanam di dalam pikiran, tetapi para interaksionis simbolik
memandangnya sebagai hal yang berasal dalam sosialisasi keadaan. Mereka
membedakannya dari otak fisiologis. Mereka juga tidak memahami pikiran
sebagai suatu benda, suatu struktur fisik, tetapi sebagai suatu proses yang
berlanjut. Pikiran adalah siati proses yang dirinya sendiri merupakan bagian dari
proses stimulus dan respons yang lebih besar. Pikiran dihubungkan ke hampir
segala aspek interaksionsime simbolik lainnya, termasuk sosialisasi,
makna-makna, simbol-simbol, diri, interaksi, dan bahkan masyarakat.

B. Berpikir dan Interaksi

Orang hanya memiliki kemampuan umum untuk berpikir. Kemampuan itu harus
dibentuk dan diperbaiki di dalam proses interaksi sosial. Pandangan demikian
membawa sang interaksionisme simbolik berfokus pada bentuk spesifik interaksi
sosial–sosialisasi. Kemampuan manusia untuk berpikir dikembangkan sejak dini
dalam sosialisasi masa kanak-kanak dan dipernaiki selama sosialisasi masa
dewasa.

Bagi para interaksionis simbolik, para sosiolog konvensional kemungkinan besar


melihat sosialisasi hanya sebagai proses melalui mana orang mempelajari hal-hal
yang mereka butuhkan agar dapat bertahan hidup di masyarakat. Bagi para
interaksionisme simbolik, sosialisasi adalah proses yang lebih dinamis yang
memungkinkan orang mengembangkan kemampuan untuk berpikir, untuk
berkembang di dalam cara-cara yang khas manusia. Sosialisasi bukan sekadar
proses satu-cara tempat sang aktor menerima informasi, tetapi adalah suatu
proses dinamis ketika sang aktor membentuk dan menyesuaikan informasi bagi
kebutuhan-kebutuhannya.

Interaksi adalah proses ketika kemampuan berpikir dikembangkan dan


diungkapkan. Semua tipe interaksi, bukan hanya interaksi selama sosialisasi,
memperbaiki kemampuan kita berpikir. Di luar itu, berpikir membentuk proses
interaksi. Di dalam sebagian interaksi, para aktor harus memperhitungkan orang
lain dan memutuskan jika dan bagaimana menyesuaikan kegiatan-kegiatan
mereka dengan kegiatan orang lain. Akan tetapi, tidak semua interaksi melibatkan
berpikir. Pertama, interaksi nonsimbolik–percakapan dengan menggunakan gerak
isyarat Mead–tidak meliputi berpikir. Kedua, interaksi simbolik–benar-benar
membutuhkan proses-proses mental.

Pentingnya berpikir bagi interaksionis simbolik tercermin dalam


pandangan-pandangan mereka mengenai objek-objek. Blumer membedakan di
antara tiga tipe objek: objek-objek fisik (kursi, pohon), objek-objek sosial (seorang
siswa, ibu), dan objek-objek abstrak (ide, prinsip moral). Objek-objek dilihat hanya
sebagai benda-benda di luar sana di dunia nyata, apa yang mempunyai
signifikansi terbesar adalah cara mereka didefinisikan oleh para aktor.

C. Mempelajari Makna dan Simbol-Simbol

Makna berasal bukan dari proses mental yang soliter, tetapi dari interaksi.
Manusia mempelajari simbol-simbol dan juga makna-mankna di dalam interaksi
sosial. Sementara manusia merespons tanda-tanda tanpa pikir panjang, mereka
merespons simbol-simbol di dalam cara yang penuh pemikiran.

Simbol-simbol adalah objek-objek sosial yang diguanakn untuk menggambarkan


atau menggantikan atau mengambil tempatnya apa pun yang disetujui orang
untuk digambarkan. Kata-kata, artefak-artefak fisik, dan tindakan-tindakan fisik,
semuanya dapat menjadi simbol-simbol. Orang yang sering menggunakan
simbol-simbol untuk mengomunikasikan sesuatu tentang diri mereka sendiri:
mengendarai Rolls-Royce untuk menyampaikan suatu gaya hidup tertentu.

Para interaksionis simbolik memahami bahasa sebagai suatu sistem luas


simbol-simbol. Kata-kata adalah simbol-simbol karena digunakan untuk
melambangkan benda-benda lain. Kata-kata membuat semua simbol lain menjadi
mungkin. Tindakan-tinakan, objek-objek, dan kata-kata lain ada yang mempunyai
makna hanya karena mereka ada dan dapat dilukiskan melalui penggunaan
kata-kata.

Simbol-simbol sangat penting dalam memungkinkan orang bertindak di dalam


cara-cara manusiawi yang khas. Dengan simbol, manusia tidak merespons secara
pasif realitas yang memaksakan dirinya, tetapi menciptakan secara aktif dan
menciptakan kembali dunia tempatnya beraksi. Simbol-simbol memiliki sejumlah
fungsi sepsifik bagi sang aktor, yakni sebagai berikut.

● Simbol-simbol memampukan manusia untuk berurusan dengan dunia


material dan sosial dan memungkinkan mereka memberi nama,
mengkategorikan, dan secara khusus mengingat jauh lebih efisien
daripada yang dapat mereka lakukan ketika menggunakan jenis simbol
lainnya (contoh: gambar piktorial).

● Simbol meningkatkan kemampuan manusia memahami lingkungan.

● Simbol meningkatkan kemampuan utuk berpikir. Bahasa memperluas


kemampuan tersebut secara besar-besaran. Berpikir, dalam terminologi
ini, dapat dipahami sebagai interaksi simbolik dengan diri seseorang.

● Simbol-simbol meningkatkan secara besar-besaran kemampuan manusia


untuk memecahkan berbagai masalah. Manusia dapat memikirkan
dalam-dalam secara simbolis berbagai tindakan alternatif sebelum
benar-benar mengambil suatu tindakan. Kemampuan itu mereduksi
kesempatan untuk membuat kekeliruan-kekeliruan yang merugikan,

● Penggunaan simbol-simbol memungkinkan para aktor melampaui waktu,


ruang, bahkan pribadi mereka sendiri. Melalui penggunaan
simbol-simbol, para aktor dapat membayangkan seperti apa hidup di
masa silam dan seperti apa di masa depan. Para aktor juga dapat
melampaui pribadi-pribadi merekea sendiri secara simbolis dan
membayangkan seperti apa dunia dari sudut pandang orang lain. Hal itu
adalah konsep interaksionisme simbolik yang sangat dikenal mengambil
peran orang lain.

● Simbol-simbol memungkinkan kita membayangkan suatu realitas


metafisik, seperti langit atau neraka.

● Simbol-simbol memungkinkan orang menghindari diperbudak oeh


lingkungan mereka. Mereka dapat menjadi aktif daripada pasif, yakni
mengarahkan sendiri perbuatan mereka.

D. Tindakan dan Interaksi


Mead membedakan dua perilaku, yakni perilaku tersembunyi dan perilaku
terang-terangan. Perilaku tersembunyi adalah proses berpikir yang meilbatkan
simbol-simbol dan makna-makna. Perilaku terang-terangan adalah perilaku aktual
yang dilakukan oleh seorang aktor. Suatu perilaku terang-terangan tidak meliputi
perilaku tersembunyi (perilaku kebiasaan atau respons tanpa pertimbangan
terhadap stimuli eksternal). Akan tetapi, sebagian besar tindakan manusia meliputi
kedua jenis itu. Perilaku tersembunyi mendapat perhatiaan besar bagi para
interaksionis simbolik, sementara perilaku terang-terangan mendapat perhatian
terbesar oleh para teoritisi pertukaran atau behaviris tradisional pada umumnya.

Makna dan simbol-simbol memberi karakteristik yang khas pada tindakan sosial
(yang meliputi suatu aktor tunggal) dan interaksi sosial (yang meliputi dua atau
lebih aktor yang terlibat di dalam tindakan sosial bersama). Tindakan sosial
adalah tindakan ketika para individu bertindak bersama orang lain yang
dipikirkan. Dalam kata lain, orang berusaha mengukur sekaligus dampaknya
kepada aktor-aktor yang terlibat di dalam melaksanakan suatu tindakan.

Di dalam proses interaksi sosial, orang mengkomunikasikan secara simbolis


makna-makna kepada orang-orang yang terlibat. Orang-orang lain menafsirkan
simbol-simbol itu dan mengorientasikan tindakan mereka, merespons
berdasarkan penafsiran mereka. Dengan kata lain, di dalam interaksi sosial,
para aktor terlibat di dalam suatu proses yang saling mempengaruhi.

E. Membuat Pilihan-Pilihan

Orang dapat membuat pilihan-pilihan di dalam tindakan-tindakan yang melibatkan


mereka. Orang tidak perlu menerima makna-makna dan simbol-simbol yang
dipaksakan pada mereka dari luar. Bagi interaksionis simbolik, setidaknya para
aktor mempunyai otonomi. Mereka tidak sekadar dibatasi atau ditentukan, mereka
mampu membuat pilihan-pilihan yang unik dan independen. Selanjutnya, mereka
mampu mengembangkan suatu kehidupan yang mempunyai gaya yang unik.

Terdapat konsep definisi situasi: jika manusia mendefinisikan situasi sebagai hal
yang nyata, mereka nyata di dalam konsekuensi-konsekuensinya. Sebagian besar
definisi kita atas situasi telah diberikan kepada kita oleh masyarakat.

F. Diri dan Karya Erving Goffman

Diri membentuk bagian paling pusat kegiatan skema intelektual para interaksionis.
Charles Horton Hooley mengembangkan konsep ide diri-cermin sebagai suatu
imajinasi yang cukup pasti mengenai bagaimana diri seseorang tampak di dalam
pikiran khusus dan jenis perasaan-diri yang dimiliki seseorang ditentukan oleh
sikap ke arah ide tersebut yang ditujukan ke pikiran lain.

Ide mengenai diri-cermin dapat dipecah menjadi tiga komponen. Pertama, kita
membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain. Kedua, kita
membayangkan apa yang mereka pertimbangkan atas penampilan kita yang
seharusnya. Ketiga, kita mengembangkan suatu perasaan-diri, seperti
kebanggaan atau rasa malu, sebagai hasil dari imajinasi kita.
Blumer mendefinisikan diri sebagai suatu proses, bukan sebuah benda. Diri
membantu manusia bertindak ketimbang sekadar merespons stimuli eksternal.

G. Karya Erving Goffman

i. Dramaturgi

Pengertian Goffman mengenai diri dibentuk oleh pendekatan


dramaturginya. Goffman menyadari diri bukan milik sang aktor, tetapi
lebih tepatnya sebagai produk interaksi dramatik antara aktor dan
audiens. Diri adalah suatu efek dramatik yang sedang muncul dari suatu
adegan yang disajikan. Karena diri adalah suatu produk interaksi
dramatik, diri rapuh terhadap kekacauan yang terjadi selama
berlangsungnya sandiwara. Dramaturgi Goffman berkenaan dengan
proses pencegahan dan penanggulangan gangguan-gangguan
semacam itu.

Goffman berbicara tentang panggung depan (front page). Bagian depan


adalah bagian dari sandiwara yang secara umum berfungsi dengan
cara-cara yang agak baku dan umum untuk mendefinisikan situasi bagi
orang-orang yang mengamati sandiwara itu. Lebih lanjut, bagian depan
latar (setting front) dan bagian depan-pribadi (personal). Latar mengacu
pada tempat atau situasi (scene) fisik yang biasanya harus ada jika para
aktor hendak bersandiwara. Bagian depan-pribadi terdiri dari item-item
perlengkapan ekspresif yang diidentifikasi audiens dengan para pemain
sandiwara dan mengharapkan mereka membawa hal-hal itu ke dalam
latar.

Goffman kemudian memecah-mecah bagian depan pribadi menjadi


penampilan dan sikap. Penampilan meliputi item-item yang
menceritakan kepada kita status sosial pemain sandiwara itu. Sikap
menceritakan kepada audiens jenis peran yang diharapkan dimainkan
pemain sandiwara di dalam situasi itu.

Goffman berargumen bahwa orang pada umumnnya berusaha


menyajikan suatu gambaran diri yang diidealkan di dalam sandiwara
mereka di panggung bagian depan, mau tidak mau mereka merasa
bahwa mereka harus menyembunyikan berbagai hal di dalam
sandiwara mereka. Aspek-aspek lain dramaturgi di panggung depan
ialah bahwa para aktor sering berusaha menyampaikan kesan bahwa
mereka lebih dekat dengan audiens daripada yang sebenarnya. Teknik
lain yang digunakan oleh para pemain sandiwara adalah mistifikasi.
Mereka sering memistifikasi sandiwara mereka dengan membatasi
kontak di antara mereka dan audiens. Mereka menciptakan jarak sosial
agar menciptakan usatu rasa kagum pada sang audiens.

Goffman juga mendiskusikan panggung belakang (back stage), tempat


fakta-fakta yang tertindas di panggung bagian depan atau berbagai
jenis tindakan-tindakan informal bisa kelihatan.
ii. Manajemen Kesan

Manajemen kesan diorientasikan untuk menjaga serangkaian tindakan


yang tidak diharapkan.

iii. Jarak Peran

Dalam pandangan Goffman, karena ada sangat banyak peran, hanya


segelintir orang yang benar-benar terlibat secara lengkap di dalam
setiap peran. Jarak peran membahas derajat ketika para individu
memisahkan diri dair peran-peran mereka.

iv. Stigma

Stigma berfokus pada interaksi dramaturgis antara orang yang


terstigmatisasi dan orang-orang normal.

Anda mungkin juga menyukai