Anda di halaman 1dari 5

Agama adalah petunjuk tentang Tuhan ?

Agama adalah petunjuk tentang Tuhan, hanya kitab suci yang membahas tentang
Rohani atau Tuhan. Oleh sebab itu semua agama benar dan memiliki kemuliaan dan
kebenaran jadi tidak benar ada agama yang rendah dan tinggi. Agama adalah petunjuk
tentang Tuhan dan agama bukanlah Tujuan atau Tuhan. Yang hendak dicapai adalah apa
yang dibicarakan dalam Kitab suci atau agama. Jika manusia mencari Tuhan dengan
mempelajari Alkitab maka Tuhanpun akan memberikan berkatnya seperti apa yang
diyakini seseorang di Alkitab. Jika seseorang mencari Tuhan mempelajari AlQur'an maka
Tuhanpun akan memberkati seperti apa yg diyakini seseorang di Alqur'an. Jika seseorang
mencari Tuhan dgn mempelajari Veda maka Tuhanpun akan memberkatinya seperti apa
yg diyakini seseorang Di Veda Dll karna diyakini ada ribuan jalan utk mencapai Tuhan.
Jika jalan ini seperti korek api, jika kita ingin menyalakan api kita cukup menyalakan
sebatang korek, apipun menyala begitu pula agama kita tidak harus mengetahui semua
agama tetapi sudah cukup satu agama kita akan dpt merasakan kemuliaan Tuhan. Oleh
sebab itu Tuhan disebut maha pemurah dan penyayang. Di persilahkan kementarnya.
Jabat erat.

Seseorang yang berpindah agama adalah orang yang tidak paham akan
ajaran agamanya. Apakah anda setuju?

Memang tidak semua seperti itu. Ada juga yang berpindah karena hatinya
memang yakin dan dia mendapatkan ketenangan dari keyakinannya yang sekarang.
Bagaimana cara membedakan orang yang benar2 mendapatkan hidayah atau hanya
mendapatkan sekedar "hidayah"?
Contoh pertama adalah Ali Makrus At Tamimi. Bagi umat Islam yang bijaksana,
tentu hanya tersenyum atau tertawa mendengar kesaksian Ali Makrus bahwa sumur Zam
Zam itu terletak di Madinah, sumur Zam Zam itu airnya impor dari Indonesia, tujuan
shalat subuh untuk menanti bangkitnya Yesus, dsb. Bodoh sekali bagi saudara Kristen
yang mengagumi sosok Ali Makrus. Mau2nya ditipu...
Contoh yang kedua adalah Irene Handono. Mantan biarawati yang ternyata belum
sempat menjadi biarawati ini... Kisah hidupnya penuh kejanggalan. Masuk Islam dan
terus2an melecehkan ajaran Kristen. Padahal dia sendiri tidak lebih dari seorang penipu.
Kesaksiannya gampang dibantah dan terlalu dangkal untuk dikatakan kritis. Bagi muslim
yang mengagumi sosok Irene tidak kalah bodohnya dengan Kristen yang mengagumi
sosok Ali Makrus. Mau2nya ditipu...
Bandingkan dengan kesaksian pak Samsudin, tukang bakso yang tinggal di
sebelah rumah saya. Saat ditanyai mengapa masuk kristen, beliau menjawab bahwa
kristen memberi damai dihatinya, Tuhan Yesus mengobati kesusahan hidupnya dan
menolak membeberkan kejelekan2 agama sebelumnya sebab beliau hanya ingin hidup
damai dalam nama Kristus.
Begitu pula kesaksian2 dari kebanyakan orang tionghoa yang memeluk agama
Islam. Menurut mereka, Islam adalah agama yang membawa kesejukan. al-Ikhlash adalah
firman Allah yang terindah, dsb. Namun mereka enggan membicarakan keburukan agama
sebelumnya sebab mereka berpindah agama bukan karena ada agama yang buruk, namun
Islam membawa damai di hati. Sudah dapat membedakan mana yang mendapat hidayah
dengan mana yang dapat "hidayah" (baca inspirasi) untuk menghasilkan income dengan
cara menipu? Salam..
Rasanya memang begitu. Orang yang sungguh memahami ajaran agamanya
dmenghayati dengan sungguh pastilah akan damai dan mantap dalam imannya itu tanpa
memusuhi orang yang berbeda keyakinan dengannya. Orang Islam yang sejati (paham
dan menghayati betul) akan sungguh menjadi Rahmatan Lil 'Alamin: Islam sebagai
rahmat untuk seluruh alam; orang Kristiani sejati akan mengasihi siapa pun karena yang
memusuhi sekalipun dikasihinya; orang Buddha sejati juga hadir sebagai orang yang
penuh damai dan welas asih. Orang yang demikian tidak akan mudah pindah agama dan
sekaligus tidak pula memusuhi atau menyerang yang beragama lain.
Orang yang pindah agama karena hidayah (dalam terminologi Islam) atau karena
panggilan Tuhan (dalam terminologi Kristen), pastilah ditandai pula dengan hidup baru
yang damai dan penuh kasih. Ia bisa saja menemukan kebenaran baru dalam agama
barunya dan menemukan ketidakcocokan dirinya dengan agamanya yang lama, namun
tidak akan menjelek-jelekkan dan memusuhinya. Ada damai dalam hidup barunya.
Yang pindah agama dengan motif ekonomi, popularitas dan sejenisnya, memang
biasanya akan memusuhi agama yang ditinggalkannya bahkan kadang bukan hanya
menjelek-jelekkan tetapi memfitnah dan memberi gambaran yang salah. Saya pernah
mendapat kiriman video Ali Makrus itu. Saya sendiri memang tidak tahu apakah yang
dikatakan itu benar atau salah, tetapi jujur saya meragukannya. Masa sih seperti itu?
Sepertinya banyak yang tidak benar. Ketika saya melihat video ceramahnya Irene
Handono, saya betul-betul jengkel tapi juga ketawa ngakak. Jengkel karena dia ngawur
sekali menjelaskan iman Katolik (dan anehnya banyak yang percaya begitu saja seolah-
olah itu benar dan seakan-akan dia ahli), tapi juga ketawa karena bagi orang yang tahu
iman Katolik akan langsung melihat bahwa dia itu dangkal sekali pengetahuannya
tentang iman Katolik, banyak salahnya dan banyak ngawurnya. Juga, jelas-jelas ada
kebohongan dalam kesaksiannya (dia mengaku mantan biarawati, padahal baru calon; dia
bercerita tentang kuliah teologi padahal dia jelas-jelas tidak pernah kuliah teologi, dia
bercerita tentang dosen teologi yang menerangkan trinitas dengan gambaran segitiga dan
itu jelas-jelas bukan perkataan dan pemikiran seorang dosen teologi, dll). Bukan hanya
ada banyak kesalahan, namun juga ada yang jelas-jelas kebohongan dalam ceramahnya
itu.
Alangkah baiknya kalau orang beragama itu sungguh mendalami paham
agamanya dan menghayati dengan sebenar-benarnya sehingga yang berbeda-beda ini
hidup dengan rukun damai dan bersaudara. Agama yang benar, pastilah mendatangkan
manfaat bagi seluruh ciptaan, bukan hanya bagi yang sekeyakinan.

Freud (1): Agama adalah neurosis (penyakit mental) kolektif?


Satu lagi tokoh atheis selain Ludwig Feuerbach. Tapi bedanya, Sigmund Freud
berargumentasi dalam ranah psikoanalisis. Dalam pandangannya atas agama, Freud
mengemukakan Tesis: “Praktek agama atau agama itu sendiri tidak lain adalah neurosis
yang dilakukan bersama-sama”. “Neurosis as an individual religiosity and religion as
a universal obsessional neurosis.” (lih. “The Complete Psychological Works of
Sigmund Freud”, standard edition, Vol. IX, hlm. 126).
Sebenarnya ada 4 karya dari Freud ttg pandangannya atas agama, a.l.:
1. “Obsessive Acts and Religious Practices” (1907)
2. “Totem and Taboo” (1913)
3. “The Future of an Illusion” (1927)
4. “Moses and Monotheism” (1940)
Namun, agar tidak kepanjangan, saya ambil sumber no.1 saja.
Alur Logikanya begini:
 Ada kesamaan ciri-ciri antara [1] pasien penderita NEUROSIS OBSESIF
dan [2] pelaku RITUAL KEAGAMAAN (umat beragama).
 (Catatan: Neurosis Obsesif = penyakit mental yang menguasai pasien
untuk melakukan terus-menerus perbuatan2 aneh tanpa ia sendiri sanggup
menghentikannya, misal: setiap kali menengok apakah pintu rumah sudah
terkunci dan terus menerus merasa cemas atasnya)
 Kesamaan itu adalah: kedua-duanya [1] menomorsatukan RITUAL
SAMPAI SEKECIL-KECILNYA dgn kekhawatiran utk [2] melakukan
sesempurna mungkin dan [3] takut ada yang terlupakan. Keduanya pun yakin
bahwa [4] dengan praktik sempurna ritual tsb, orang akan mendapat perlindungan
atau kompensasi dari hukuman. [5] Semua ini dilakukan dalam kondisi
ketidaksadaran terus-menerus (impulsively unconscious).
 Bedanya, perbuatan neurosis dilakukan secara individual, sedangkan ritual
keagamaan dilakukan bersama-sama dalam 1 komunitas.
 Selain itu, dalam perbuatan neurosis terjadi represi atas kecondongan
seksual. Sedangkan, dalam ritual keagamaan yang direpresi adalah kecenderungan
egois dan asosial (=manusia diharuskan terus-menerus cinta sesama dan takut
untuk egois).
Pertanyaan saya:
Apakah pendapat Freud dapat diterima? Masuk akalkah? Atau Anda mengira, tidak ada
yg logis dari tesis dan pendapat di atas?
satu hal saja yang akan saya ungkapkan....
apakah sebuah penelitian psikologi bisa begitu saja diterapkan pada sosiologi agama?
saya yakin bahwa sebagai seorang ilmuwan yang mengindahkan etika berdisiplin ilmu,
freud tidak pernah berpretensi untuk bicara tentang sosiologi agama atau bahkan teologi
sekalipun.agama tidak begitu saja bisa direduksi sebagai fenomena psikoanalitis kolektif.
bahkan ide tentang sebuah keluarga besar yang memakan kepala dari kepala keluarga
(lihatlah dalam totem and taboo..) hanyalah cerita rekaan semata. demikian, terima kasih.

Lihat http://id.answers.yahoo.com/question/ind…

Anda mungkin juga menyukai