Proposal Bab 1 2 3
Proposal Bab 1 2 3
SKRIPSI
Sarjana Ekonomi
Oleh :
A.2017.1.34457
MALANG
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Sumber penerimaan utama bagi Negara saat ini berasal dari pajak, Pajak
menjadi sumber pendapatan terbesar dan juga sebagai sarana redistribusi
kekayaan dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Data dari
kemenkeupada tahun 2021 sekitar 1.743,6 T dana APBN berasal dari penerimaan
pajak. Melalui pajak, pemerintah dapat menjalankan program-programnya dalam
tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infastruktur,
dan fasilitas umum lainnya, serta untuk memenuhi kebutuhan belanja Negara.
Dalam kondisi Negara yang sedang dalam masa pemulihan ekonomi, pemerintah
mengharapkan pajak dapat memberikan kontribusi yang besar dalam pendapatan
Negara. Dengan cara meningkatkan penerimaan pajak secara optimal, maka
deficit anggaran dapat dikurangi.
Penerimaan Negara dari sektor pajak ini salah satunya berasal dari Pajak
Penghasilan (PPh). Pajak Penghasilan adalah salah satu pajak Negara yang
sampai saat ini masih berlaku. Undang-undang nomor 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan juga merubah Undang-undang nomor 36
Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-undang nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan. Mengingat peran pajak begitu besar, maka
pemerintah berupaya untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak.
Pemerintah Indonesia sendiri dari tahun ke tahun semakin gencar melakukan
optimalisasi pajak dengan cara bekerjasama dengan perusahaan perusahaan go
public di Indonesia yang tergolong sebagai subjek pajak badan. Namun
terkadang usaha optimalisasi penerimaan pajak ini juga memiliki beberap
kendala, salah satunya yaitu kesadaran wajib pajak yang rendah akan kepatuhan
dalam menyetor kewajiban perpajakannya.
Pajak penghasilan di Indonesia ini dipungut menggunakan sistem self-
assesment. Sistem self-assesment ini wajib pajak diberi kepercayaan untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak terutangnya. Jadi di sistem
ini lebih membutuhkan kesadaran wajib pajak yang tinggi untuk patuh dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Menurut pendapat (Listiani, 2020)
Sistem Self Assasement adalah sistem dimana wajib pajak diberikan kepercayaan
untuk menghitung dan melaporkan sendiri pajak yang terutang oleh wajib pajak
sedangkan petugas pajak berhutang untuk mengawasinya.
Faktor lain yang juga bisa mempengaruhi penerimaan Negara dari sektor
pajak adalah pemeriksaan pajak. Menurut Rahman, (2018) pemeriksaan pajak
yaitu serangkaian kegiatan yang menghimpun dan mengolah data, keterangan
dan atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan
suatu standar pemeriksaan dan atau tujuan lain dalam melaksanakan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan pajak akan meningkatkan
kepatuhan pajak (Ferdianta & Marlinah, 2017). Pemeriksaan pajak ini dilakukan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak yang
biasanya akan menghasilkan produk hukum yaitu Surat Ketetapan Pajak (STP).
Pemeriksaan pajak dilakukan sebagai bentuk pengawasan dan pembinaan yang
dilakukan oleh Dirjen Pajak agar pemungutan pajak dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan undang-undang perpajakan. Hasil yang diharapkan bahwa dengan
adanya pemeriksaan pajak ini dapat mendorong timbulnya kepatuhan wajib
pajak.
Manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan tentang pengaruh tax consciousness, tax socialization, dan
pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan.
b. Menjadi sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti
secara lebih lanjut pada bidang kajian yang sama.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi wajib pajak, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber
informasi terkait penerapan kesadaran wajib pajak, sosialisasi perpajakan
dan pemeriksaan perpajakan terhadap penerimaan pajak penghasilan.
b. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan bahwa penelitian ini dapat
menambah wawasan pembaca dan menjadi referensi selanjutnya.
c. Bagi investor, penelitian dapat dijadikan sebagai informasi untuk
dijadikan bahan pengambilan keputusan terkait dengan investasi dalam
perusahaan badan usaha milik negara.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Tax Consciousness
Tax Consciousness (kesadaran wajib pajak) merupakan kerelaan yang
muncul dari dalam hati wajib pajak untuk membayar kewajiban perpajakannya
secara ikhlas tanpa adanya paksaan meskipun wajib pajak tidak dapat menikmati
secara langsung atas pajak yang dibayarkannya menurut Arifin, (2015) dalam
Rahayu, (2020). Indikator kesadaran wajib pajak menurut (suwardi,2016)
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Tingkat pengetahuan fungsi pajak untuk pembiayaan Negara.
Kesadaran wajib pajak itu sendiri bisa diartikan sebagai suatu kondisi
dimana wajib pajak mengetahui, mengakui, menghargai, dan menaati ketentuan
perpajakan yang berlaku serta memiliki kesungguhan dan keinginan untuk
memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan memberikan presepsi kepada
seseorang tentang pajak secara detail dan dapat merubah presepsi negatif menjadi
positif tentu hal ini akan mempengaruhi sikap dari Wajib Pajak. Jadi kesadaran
perpajakan yang tinggi dari Wajib Pajak akan mendorong seseorang dalam
melakukan suatu tindakan yaitu membayar kewajiban pajaknya (Venichia, 2020)
dalam Azary, (2022). Oleh karena itu, kesadaran Wajib Pajak diduga akan
berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Semakin tinggi tingkat kesadaran
Wajib Pajak, maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakannya
semakin baik dan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Selain itu,
pemerintah juga harus memastikan bahwa hasil pembayaran pajak rakyat
digunakan untuk membangun fasilitas-fasilitas umum, memberikan pelayanan
yang lebih baik di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Kepatuhan
wajib pajak menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan di Indonesia
menganut sistem self-assessment, dimana dalam prosesnya mutlak memberikan
kepercayaan kepada wajib pajak (Tiraada, 2013) dalam Indrayani, (2022).
Mengingat kepatuhan wajib pajak merupakan faktor penting untuk meningkatkan
penerimaan pajak, maka perlu dikaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak
diantaranya adalah kesadaran wajib pajak, sosialisasi perpajakan, dan
pemeriksaan perpajakan.
Pemeriksaan pajak merupakan salah satu peran dan tugas fiskus dalam
diterapkannya sistem pemungutan self-assessment di Indonesia. Definisi
pemeriksaan menurut pasal 1 ayat (25) UU No. 28 Tahun 2007 adalah
serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau
bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu
standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan
No. 199/PMK.03/2007 menyebutkan, “Ruang lingkup pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu,
beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa masa pajak,
bagian tahun pajak, atau tahun pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun
berjalan.” Terdapat dua jenis pemeriksaan pajak berdasarkan ruang lingkupnya,
pemeriksaan pajak dibedakan menjadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan
kantor. Pemeriksaan lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau seluruh jenis
pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau untuk
tujuan lain yang dilakukan di tempat Wajib Pajak. Pemeriksaan lapangan dibagi
menjadi dua, yaitu pemeriksaan lengkap dengan jangka waktu pemeriksaan dua
bulan dan dapat diperpanjang paling lama menjadi delapan bulan serta
pemeriksaan sederhana dengan jangka waktu pemeriksaan satu bulan dan dapat
diperpanjang paling lama menjadi dua bulan. Pemeriksaan kantor meliputi suatu
jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang
dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan kantor hanya dapat
dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana dengan jangka waktu pemeriksaan
empat minggu dan dapat diperpanjang paling lama menjadi enam minggu.
Pemeriksaan pajak berkaitan erat dengan laporan pemeriksaan pajak, di mana
laporan pemeriksaan pajak merupakan laporan tentang hasil pemeriksaan yang
disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang
lingkup dan tujuan pemeriksaan. Laporan pemeriksaan ini nantinya akan
digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Tagihan
Pajak (STP), atau untuk tujuan lain dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan Tujuan Pemeriksaan pajak dilakukan
untuk memberi efek jera terhadap wajib pajak yang melakukan kecurangan atau
pelanggaran sehingga tidak bisa mengulangi perbuatan yang sama dimasa yang
akan datang.
2.1.4. Penerimaan Pajak
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)/barang dan jasa 28% dari total penerimaan.
Tarif penghasilan yang dimaksud dapat berupa upah atau gaji, keuntungan usaha,
honorarium, penerima uang pesangon, pension dan hadiah. Adapun juga jika ada
wajib pajak yang penghasilannya dibawah Rp.5.000.000,. maka tidak dikenakan
pajak penghasilan, melainkan mereka tetap wajib melakukan pelaporan SPT
Tahunan dengan status nihil.
No Keterangan Penjelasan
.
1. Nama Peneliti (Tahun) Marisa Harryanto dan Agus Arianto Toly (2013).
9. Nama Peneliti (Tahun) Umi Lailtul Izza, Moh Amin, dan Arista Fauzi
Kartika Sari (2020).
10. Nama Peneliti (Tahun) Ayu Kurnia Sari, Hendra Saputra, dan Ulpa
Ramadhani (2021).
Tax Consciousness
(X1)
Pemerikaan Pajak
(X3)
Kegiatan sosialisasi yang baik dan terarah akan terwujud jika petugas
pajak mempunyai pengalaman dan pengetahuan dibidang perpajakan serta dalam
hal perundang-undangan. Mildawati dan Fitria (2019), menyatakan bahwa
sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat dimaksudkan untuk memberikan
pengertian kepada masyarakat akan pentingnya membayar pajak dengan
sosialisasi ini membuat masyarakat menjadi mengerti tentang manfaat membayar
pajak serta sanksi jika tidak membayar pajak sehingga dengan demikian
sosialisasi perpajakan memiliki pengaruh untuk menambah jumlah wajib pajak
dan dapat menimbulkan tingkat kesadaran dan kepatuhan sehingga secara
otomatis dapat meningkatkan jumlah penerimaan negara. Berdasarkan hal
tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
3.2. Variabel
Populasi dari penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi aktif di
KPP Pratama Malang Utara (khususnya wilayah kelurahan mojolangu). Data
yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner.
Sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa sumber data
sekunder yang berupa data kuantitatif. Menurut Sugiyono (2012:93) sumber data
sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul lewat orang lain atau dokumen. Teknik pengumpulan data Yang
dilakukan penulis dalam penelitian ini berupa kuesioner. Kuesioner yang
digunakan jenisnya adalah tertutup. Kuesioner ini skala pengukurannya
menggunakan skala likert 5 poin yang dimulai dari jawaban Sangat Tidak Setuju
( STS) skor 1, Tidak Setuju (TS) skor 2, Netral (N) skor 3, Setuju (S) skor 4,
Sangat Setuju (SS) skor 5. Kuesioner disebarkan berupa daftar pernyataan terkait
dengan objek yang diteliti, disertai surat permohonan izin dan penjelasan
mengenai tujuan dari penelitian yang dilakukan. Selain itu, kuesioner juga
disertai petunjuk pengisian yang jelas, agar responden mudah dalam melakukan
pengisian dan memberikan jawaban secara lengkap.
Uji ini bertujuan untuk menguji dan mengetahui kelayakan atas model
regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian ini juga digunakan untuk
memastikan bahwa model regresi yang digunakan di dalam model ini benar-
benar bebas dari segala adanya heteroskeditas, gejala multikolinearlitas, dan
gejala autokorelasi. Uji ini juga memastikan bahwa data yang dihasilkan
berdistribusi normal (Ghozali, 2005). Uji asumsi klasik yang digunakan adalah
sebagai berikut :
a) Uji Normalitas
b) Uji Autokorelasi
Uji ini digunakan untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu
periode t dengan periode sebelumnya atau dengan kata lain t-1. Analisis regresi
digunakan untuk melihat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel
terikat, jika tidak boleh ada korelasi antara observasi dengan data observasi
sebelumnya (ghozali 2005). Mendeteksi dapat menggunakan metode Uji Durbin
Waston (DW Test). Menurut Singgih Santoso (2001) ada beberapa kriteria
autokorelasi yakni :
- Nilai D-W di bawah -2 dapat diartikan ada autoorelasi positif
- Nilai D-W di antara -2 sampai dengan 2 dapat diartikan tidak ada autokorelasi
c) Uji Multikolinearitas
Uji ini digunakan untuk menguji model regresi dengan melihat ada
atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel bebas (independen). Jika
ditemukan ada hubungan korelasi yang tinggi antar variabel bebas maka dapat
dinyatakan ada multikorlinear pada penelitian. Efek dari multi kolinearitas adalah
menyebabkan tingginya variabel pada sampel. Menurut Ghozali (2016), pada
pengujian ini multikolinearitas bertujuan untuk apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antara variabel independen. Untuk memenuhi kriteria BLUE
tidak boleh terdapat korelasi antara setiap variabel independen. Apabila terjadi
korelasi disebut ortogonal. Cara untuk mendeteksi gejala multikolinearitas
dengan melihat nilai tolerance value atau variance inflation factor (VIF). Kriteria
keputusan tersebut adalah :
- Apabila tolerance value >0,1 dan VIF <10, dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi multikorelinearitas antar variabel independen pada model regresi.
- Apabila tolerance value <0,1 dan VIF >10, dapat disimpulkan bahwa terjadi
gejala multikorelinearitas antar variabel independen pada model regresi.
d) Uji Heteroskedastisitas
1. Jika pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka telah
terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, secara titik menyebar diatas dan dibawah angka
nol, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.