Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-Nya lah tugas ini

dapat diselesaikan. Serta ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada para pihak yang telah membantu selesainya tugas ini. Di dalam makalah ini,penulis akan membahas mengenai sistem pewarisan ab intestato yang akan dijelaskan lebih lanjut di dalam bab pembahasan. Rangkaian proses pembuatan tugas ini merupakan suatu pembelajaran agar penulis dapat mengerti dan paham mengenai macam macam sistem pewarisan yang berlaku di Indonesia dan salah satunya adalah sistem pewarisan ab intestato. Penulis bertujuan untuk memberi masuka atau pengetahuan kepada pembaca mengenai sistem pewarisan tersebut. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan untuk membuat tugas ini. Semoga tugas ini dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

Hormat saya, Penulis

PENUTUPAN

Demikianlah tugas yang telah kami selesaikan. Kami berharap bahwa tugas ini dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya dan mampu member pengetahuan bagi yang membacanya. Semoga pembahasan penulis kali ini dapat menjadi masukan atau referensi bagi yang memerlukannya. Sebagai seorang manusia maka kami pun tidak luput dari kesalahan, karena itu mohon maaf yang sebesarnya apabila ada kata yang kurang berkenan di hati pembaca. Terima kasih.

Hormat saya, Penulis

1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan seperti rumah atau tanah tidak dilakukan dengan adil. Untuk menghindari masalah, sebaiknya pembagian warisan diselesaikan dengan adil. Salah satu caranya adalah menggunakan Hukum Waris menurut Undang-Undang (KUH Perdata). Banyak permasalahan yang terjadi seputar perebutan warisan, seperti masing-masing ahli waris merasa tidak menerima harta waris dengan adil atau ada ketidaksepakatan antara masingmasing ahli waris tentang hukum yang akan mereka gunakan dalam membagi harta warisan. Oleh karenanya, dalam pembagian warisan harus di lihat terlebih dahulu hokum yang mana yang akan di gunakan oleh para ahli waris dalam menyelesaikan sengketa waris yang terjadi. Disini pemakalah akan sedikit mengupas tentang Hukum waris dipandang dari Hukum Perdata (BW).

I.1 PENGERTIAN HUKUM WARIS

Hukum waris ( erfrecht ) yaitu seperangkat norma atau aturan yang mengatur mengenai berpindahnya atau beralihnya hak dan kewajiban ( harta kekayaan ) dari orang yang meninggal dunia ( pewaris ) kepada orang yang masih hidup ( ahli waris) yang berhak menerimanya. Atau dengan kata lain, hukum waris yaitu peraturan yang mengatur perpindahan harta kekayaan orang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang lain. Menurut Mr. A. Pitlo, hukum waris yaitu suatu rangkaian ketentuan ketentuan, di mana, berhubung dengan meninggalnya seorang, akibat- akibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur, yaitu : akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik di dalam hubungannya antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga. I.2 UNSUR UNSUR PEWARISAN Di dalam membicarakan hukum waris maka ada 3 hal yang perlu mendapat perhatian, di mana ketiga hal ini merupakan unsur-unsur pewarisan : 1. Orang yang meninggal dunia / Pewaria / Erflater Pewaris ialah orang yang meninggal dunia dengan meningalkan hak dan kewajiban kepada orang lain yang berhak menerimanya. Menurut pasal 830 BW, pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Menurut ketentuan pasal 874 BW, segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang undang sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambil setelah ketetapan yang sah. Dengan demikian, menurut Bw ada duamacamwaris: Hukum waris yang disebut pertama, dinamakan Hukum Waris ab intestato (tanpa wasiat). Hukum waris yang kedua disebut Hukum Waris Wasiat atau testamentair erfrecht. 2. Ahli waris yang berhak menerima harta kekayaan itu / Erfgenaam Ahli waris yaitu orang yang masih hidup yang oleh hukum diberi hak untuk menerima hak dan kewajiban yang ditinggal oleh pewaris. Lalu, bagaiman dengan bayi yang ada dalam kandungan ?. Menurut pasal 2 BW, anak yang ada dalam kandungan dianggap sebagai telah dilahirkan bilamanakeperluan si anak menghendaki. Jadi, dengan demikian seorang anak yang ada dalam kandungan, walaupun belum lahir dapat mewarisi karena dalam pasal ini hukum membuat fiksi seakan akan anak sudah dilahirkan.Undang-undang telah menetapkan tertib

keluarga yang menjadi ahli waris, yaitu: Isteri atau suami yang ditinggalkan dan keluarga sah atau tidak sah dari pewaris. Ahli waris menurut undang undang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan darah terdapat empat golongan, yaitu: 1. Golongan I, Merupakan ahli waris dalam garis lurus ke bawah dari pewaris, yaitu anak, suami / duda, istri / janda dari si pewaris. Ahli waris golongan pertama mendapatkan hak mewaris menyampingkan ahli waris golongan kedu, maksudnya, sepanjang ahli waris golongan pertama masih ada, maka, ahli waris golongan kedua tidak bisa tampil. pasal 852 : Seorang anak biarpun dari perkawinan yang berlain lainan atau waktu kelahiran , laki atau perempuan, mendapat bagian yang sama ( mewaris kepala demi kepala ). Anak adopsi memiliki kedudukan yang sama seperti anak yang lahir di dalam perkawinannya sendiri . Berbicara mengenai anak, maka, kita dapat menggolongkannya sebagai berikut : Anak sah, yaitu anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan dengan tidak mempermasalahkan kapan anak itu dibangkitkan oleh kedua suami istri atau orang tuanya. Anak sah mewaris secara bersama sama dengan tidak mempermasalahkan apakah ia lahir lebih dahulu atau kemudian atau apakah ia laki laki atau perempuan. Anak luar perkawinan, yaitu anak yang telah dilahirkan sebelum kedua suami istri itu menikah atau anak yang diperoleh salah seorang dari suami atau istri dengan orang lain sebelum mereka menikah. Anak luar perkawinan ini terbagi atas : Anak yang disahkan, yaitu anak yang dibuahkan atau dibenihkan di luar perkawinan, dengan kemudian menikahnya bapak dan ibunya akan menjadi sah, dengan pengakuan menurut undang undang oleh kedua orang tuanya itu sebelum pernikahan atau atau dengan pengakuan dalam akte perkawinannya sendiri. Anak yang diakui, yaitu dengan pengakuan terhadap seorang anak di luar kawin, timbullah hubungan perdata antara si anak dan bapak atau ibunya tau dengan kata lain, yaitu anak yang diakui baik ibunya saja atau bapaknya saja atau kedua duanya akan memperoleh hubungan kekeluargaan dengan bapak atau ibu yang mengakuinya. Pengakuan terhadap anak luar kawin dapat dilakukan dalam akte kelahiran anak atau pada saat perkawinan berlangsung atau dengan akta autentik atau dengan akta yang dibuat oleh catatan sipil.

Menurut pasal 693, hak waris anak yang diakui; 1/3 bagian sekiranya ia sebagai anak sah, jika ia mewaris bersama sama dengan ahli waris golongan pertama, dari harta waris jika ia mewaris bersama sama dengan golongan kedua, dari harta waris jika ia mewaris bersama dengan sanak saudara dalam yang lebih jauh atau jika mewaris dengan ahli waris golongan ketiga dan keempat, mendapat seluruh harta waris jika si pewaris tidak meninggalkan ahli wari yang sah. Jika anak diakui ini meninggal terlebih dahulu, maka anak dan keturunannya yang sah berhak menuntut bagian yang diberikan pada merka menurut pasal 863, 865. Anak yang tidak dapat diakui, terdiri atas; anak zina ( anak yang lahir dari orang laki laki dan perempuan, sedangkan salah satu dari mereka itu atau kedua duanya berada dalam ikatan perkawinan dengan orang lain ), anak sumbang ( anak yang lahir dari orang lki laki dan perempuan, sedangkan diantara mereka terdapat larangan kawin atau tidak boleh kawin karena masih ada hubungan kekerabatan yang dekat. Untuk kedua anak ini tidak mendapatkan hak waris, mereka hanya mendapatkan nafkah seperlunya. 852 a. : Bagian seorang isteri ( suami ), kalau ada anak dari perkawinannya dengan yang meninggal dunia, adalah sama dengan bagiannya seorang anak. Jika perkawinan itu bukan perkawinan yang pertama, dan dari perkawinan yang dahulu ada juga anak anak, maka bagian dari janda ( duda ) itu tidak boleh lebih dari bagian terkecil dari anak anak yang meninggal dunia. Bagaimanapun juga seorang janda ( duda ) tidak boleh mendapat lebih dari dari harta warisan. Di atas disebut bahwa jika ada anak dari perkawinan yang dahulu, maka bagian dari seorang janda ( duda ) tidak boleh lebih dari bagian terkecil dari anak anak peninggal warisan. Lebih dahulu telah ada ketentuan bahwa bagian dari seorang anak adalah sama, meskipun dari lain perkawinan. Untuk dapat mengerti arti dari kata terkecil itu, perlu diingat bahwa pasal ini adalah pasal yang disusulkan kemudian yaitu dengan Stbld. 1935 No. 486, dengan maksud supaya memperbaiki kedudukan seorang janda ( duda ) yang dengan adanya pasal itu bagiannya dipersamakan dengan seorang anak. 2. Golongan II Merupakan, ahli waris dalam garis lurus ke atas dari pewaris, yaitu, bapak, ibu dan saudara saudara si pewaris. Ahli waris ini baru tampil mewaris jika ahli waris golongan pertama tidak ada sama sekali dengan menyampingkan ahli waris golongan ketiga dan keempat.

Dalam hal tidak ada saudara tiri : 854 : Jika golongan I tidak ada, maka yang berhak mewaris ialah : bapak, ibu, dan saudara. Ayah dan ibu dapat : 1/3 bagian, kalau hanya ada 1 saudara; bagian, kalau ada lebihh dari saudara. Bagian dari saudara adalah apa yang terdapat setelah dikurangi dengan bagian dari orang tua. 855 : Jika yang masih hidup hanya seorang bapak atau seorang ibu, maka bagiannya ialah : kalau ada 1 saudara; 1/3 kalau ada 2 saudara; kalau ada lebih dari 2 orang saudara. Sisa dari warisan, menjadi bagiannya saudara ( saudara saudara ) 856 : Kalau bapak dan ibu telah tidak ada, maka deluruh warisan menjadi bagian saudara saudara. 857 : Pembagian antara saudara saudara adalah sama, kalau mereka itu mempunyai bapak dan ibu yang sama. Dalam hal ada saudara tiri : Sebelum harta waris dibagikan kepada saudara saudaranya, maka harus dikeluarkan lebih dulu untuk orang tua si pewaris, jika masih hidup. Kemudian sisanya baru dibagi menjadi dua bagian yang sama. Bagian yang ke satu adalah bagian bagi garis bapak dan bagian yang kedua adalah sebagai bagian bagi garis ibu. Saudara saudara yang mempunyai bapak dan ibu yang sama mendapat bagian dari bagian bagi gariss bapak dan bagian bagi garis ibu. Saudara saudara yang hanya sebapak atau seibu dapat bagian dari bagian bagi garis bapak atau bagi garis ibu saja. 3. Golongan III Merupakan, keluarga sedarah si bapak atau ibu pewaris, yaitu kakek, nenek baik pancer bapak atau ibu dari si pewaris. Dalam hal ini, ahli waris golongan ketiga baru mempunyai hak mewaris, jika ahli waris golongan pertama dan kedua tidak ada sama sekali dengan menyampingkan ahli waris golongan keempat. 853 : 858 ayat 1. Jika waris golongan 1 dan garis golongan 2 tidak ada, maka warisan dibelah menjadi dua bagian yang sama. Yang satu bagian diperuntukkan bagi keluarga sedarah dalam garis bapak lurus ke atas; yang lain bagian bagi keluarga sedarah dalam garis ibu lurus ke atas. Waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas. Waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas mendapat setengah warisan yang jatuh pada garisnya ( pancernya ). Kalau derajatnya sama, maka waris itu pada tiap

garis pancer mendapat bagian yang sama ( kepala demi kepala ). Kalau di dalam satu garis ( pancer ) ada keluarga yang terdekat derajatnya, maka orang itu menyampingkan keluarga dengan derajat yang lebih jauh. Pasal ini menguraikan keadaan jika anak ( dan keturunannya ), isteri orang tua, dan saudara tidak ada. Maka di dalam hal ini warisan jatuh pada kakek dan nenek. Karena tiap orang itu mempunyai bapak dan ibu, dan bapak dan ibu itu mempunyai bapak dan ibu juga, maka tiap orang mempunyai 2 kakek dan 2 nenek. 1 kakek dan 1 nenek dari pancer bapak dan 1 kakek dan 1 nenek dari pancer ibu. Dengan telah meninggalnya bapak dan ibu maka adalah wajar jika warisan itu jatuh pada orang orang yang menurunkan bapak dan ibu. Di dalam hal ini maka warisan dibelah menjadi dua. Satu bagian diberikan kepada kakek dan nenek yang menurunkan bapak dan bagian lain kepada kakek dan nenek yang menurunkan ibu. Jika kakek dan nenek tidak ada maka warisan jatuh kepada orang tuanya kakek dan nenek. Jika yang tidak ada itu hanya kakek atau nenek maka bagian jatuh pada garisnya, menjadi bagian yang masih hidup. 4. Golongan IV Merupakan, sanak keluarga dalamgaris ke samping dari si pewaris, yaitu paman, bibi. 858 ayat 2. Kalau waris golongan 3 tidak ada maka bagian yang jatuh pada tiap garis sebagai tersebut dalam pasal 853 dan pasal 858 ayat 2, warisan jatuh pada seorang waris yang terdekatpada tiap garis. Kalau ada beberapa orang yang derajatnya sama maka warisan ini dibagi bagi berdasarkan bagian yang sama. 861. Di dalam garis menyimpang keluarga yang pertalian kekeluargaannya berada dalam suatu derajat yang lebih tinggi dari derajat ke 6 tidak mewaris. Kalau hal ini terjadi pada salah satu garis, maka bagian yang jatuh pada garis itu,menjadi haknya keluarga yang ada di dalam garis yang lain, kalau orang ini mempunyai hak kekeluargaan dalam derajat yang tidk melebihi derajat ke 6. 873. Kalau semua orang yang berhak mewaris tidak ada lagi maka seluruh warisan dapat dituntut oleh anak di luar kawin yang diakui. 832. Kalau semua waris seperti disebut di atas tidak ada lagi, maka seluruh warisan jatuh pada Negara.

5. Ahli Waris berdasarkan Penggantian Tempat / Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling / representatie) Adapun syarat syarat untuk menjadi ahli waris pengganti adalah sebagai berikut : Orang yang digantikan tempatnya itu harus telah meninggal dunia terlebih dahulu dari si pewaris. Orang yang sudah meninggal dunia itu meninggalkan keturunan . Orang yang digantikan tempat itu tidak menolak warisan. Bagian anak luar kawin, diakui oleh pasal 862-863 KUHPerdata. Bagian anak luar kawin diakui : Bersama Gol I : satu pertiga dari bagian anak sah

Bersama Gol II : satu perdua dari harta peninggalan Bersama Gol III : tiga perempat dari harta peninggalan

Undang-undang tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan, juga tidak membedakan urutan kelahiran, hanya ada ketentuan bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka akan menutup hak anggota keluarga lainnya dalam dalam garis lurus ke atas maupun ke samping. Demikian pula golongan yang lebih tinggi derajatnya menutup yang lebih rendah derajatnya.

Tugas Hukum Waris

Raden Alisa Murtiningtias 2010200170/kelas Universitas Katolik Parahyangan Bandung

Contoh kasus Menindak lanjuti dari kasus waris dalam kasus keluarga sbb : Di dalam suatu kasus waris BW (Burgerlijk Wetboek) terjadi suatu permasalahan yaitu sebagai berikut : Sepasang Suami istri sebut saja mereka X(suami ) dan Y(istri).Yang mempunyai 5 orang anak yaitu A,B,C,D,E.Anak yang paling berbakti disini adalah A, yang merawat orangtuanya X Setelah si Y mati.Si A merawat si X sampai tua dan akhirnya Karena si A berbakti terhadap X si X menghadap Notaris dan membuat suatu Testamen bahwa jika si X mati tanah dan rumah di serahkan kepada A. Tetapi sang Notaris menyarankan agar diadakan jual beli saja antara si X dan A.Akhirnya di A jadi pemegang Hak atas tanah .Lima tahun kemudian A tidak mempunyai anak dan dia berwasiat sertifikat tanah tersebut di wariskan kepada anak C Yaitu Z.Kemudian si B dan E Protes berat setelah lima tahun .Dia menyatakan keinginannya bahwa ini adalah milik ayah dari B,C,D,E dia ingin membalik nama tanah A itu atas nama berlima.A tidak mau beralasan telah membeli tanah tersebut . Kita dapat memasukkan waris ini dalam BW karena para pihak yang bersangkutan menggunakan Testamen/ pewarisan dengan wasiat dalam pewarisannya.Yang memang di atur dalam Buku Kedua BW(Burgerlijk Wetboek)tentang kebendaaan Bab XIII XIV . Secara singkat kasus ini adalah ada sebidang tanah dan rumah yang merupakan satu kesatuan harta waris yang di perebutkan oleh 5 orang anak dari harta peninggalan orang tua mereka .Dan bermasalah dengan proses pembagian dan wasiatnya. Yang menjadi permasalahan diatas ialah bagaimana dasar hukum yang di gunakan dalam pembagian waris ini ? Dalam kasus di atas akan di lihat dari sudut pandang MEDIATOR : Sebelum kita melangkah tentang pembagian warisnya.Kita lihat dulu Unsur unsur pewarisannya yaitu: 1. PEWARIS : Dalam hal ini yang meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan adalah si Y dalam kasus waris bagian pertama.Kemudian disusul dengan meninggalnya Si X ,kemudian A. 2. AHLI WARIS Orang yang menggantikan pewaris di dalam kedudukannya terhadap terhadap warisan, baik untuk seluruhnya,maupun untuk sebagian adalah A,B,C,D,E. 3. HARTA WARISAN Segala harta kekayaan dari orang yang meninggal dunia di kurangi dengan semua hutangnya.Dalam kasus ini, harta yang ditinggalkan adalah sebidang tanah dan rumah. Setelah kita lihat unsur unsur dari pewarisan tersebut ,dalam kasus ini ada dua macam pewarisan .Yaitu : 1. AB INTESTATO Pewarisan menurut Undang Undang /karena kematian.Hal ini Harusnya terjadi ketika si Y meninggal .Anak anak dari Y yaitu A,B,C,D,E,X ( Golongan I dalam BW) harusnya mendapatkan bagian waris berdasarkan pasal 852 BW.

2.

AD TESTAMENTO Pewarisan dengan surat wasiat /testamenter .Dalam kasus ini terjadi ketika si X memberi wasiat bahwa jika ia meninggal nanti maka tanah dan rumah yang ada diatasnya menjadi milik A.Akan tetapi ,karena pelaksanaannya dirasa akan melanggar bagian mutlak ( Legitieme Portie ) dari ahli waris yang mempunyai bagian mutlak ( Legitimaris ).Maka , di lakukanlah jual beli antara X dan A di hadapan Notaris.Dan juga terjadi ketika si A meninggal nanti,A memberi wasiat bahwa tanah dan rumah yang telah di belinya dari X akan di serahkan kepada anak C yaitu Z. Melihat kasus waris BW diatas kita dapat melihat acuan dalam pasal 852 BW.Yang pembagiannya kepala per kepala. Secara normal bagiannya berdasarkan pasal 852 BW adalah A,B,C,D,E,X masing masing mendapatkan 1/6 dari keseluruhan Harta Warisan tersebut.Sedangkan Z tidak mendapatkan langsung warisan dari Y.Akan tetapi,hanya sebagai pengganti ahli waris C atau saudara saudaranya kesamping apabila golongan I BW dalam pewarisan tidak ada.Maka si Z boleh naik keatas menggantikan Golongan I yang tidak ada. Kasus Waris BW bagian kedua : Setelah Si Y meninggal dunia terlebih dahulu,kini giliran si X yang meninggal dunia yang sebelum meninggal dunia sempat meninggalkan wasiat bahwa tanah dan rumah akan di serahkan seluruhnya kepada A.Akan tetapi, karena sang Notaris sadar bahwa wasiat ini akan melanggar pelaksanaan bagian mutlak ( Legitieme Portie ) dari ahli waris yang mempunyai bagian mutlak ( Legitimaris ) yaitu A,B,C,D,E .Maka, di lakukanlah jual beli antara X dan A di hadapan Notaris. Kemudian si A juga meninggal,A memberi wasiat bahwa tanah dan rumah yang telah di belinya dari X akan di serahkan kepada anak C yaitu Z.Karena si A tidak punya anak.Akan tetapi pelaksanaan wasiat tersebut juga harus memperhatikan Golongan lain dalam BW yang terdiri dari IV Golongan, yang kedudukannya saling menggantikan apabila Golongan diatasnya tidak ada yaitu : Gol I : Anak Istri keturunannya dan janda /Duda. Gol II : Orang tua ( Bapak/ Ibu) saudara saudara /Keturunannya. Gol III : Nenek dan Kakek /Leluhur lainnya di dalam garis lurus keatas. Gol IV : Sanak keluarga di dalam garis kesamping sampai tingkat ke 6. Setelah kita tahu golongan waris BW diatas,kita juga harus mngetahui bagaimana hubungan kekeluargaan tersebut sehingga menjadi beberapa Golongan ini, yaitu :

1. 2. 3. 4.

1.

Hubungan Sedarah ( Pasal 290 BW ) Pertalian keluarga antara mereka, yang mana yang satu adalah keturunan yang lain ,atau yang semua mempunyai nenek moyang yang sama. 2. Hubungan Semenda( Pasal 295 BW ) Pertalian keluarga yang di akibatkan karena perkawinan. Jika kita melihat kasus ini, yang menjadi persoalan ialah ketika si B,C,D,E meminta pembagian harta warisan sesudah lewat lima tahun.Walaupun yang aktif mengemukakan hal ini

adalah si B dan E.Apabila memang si Ahli waris tersebut menuntut Hak pembagian waris setelah lima tahun.Maka, Berdasarkan pasal 1066 BW.Hal tersebut tidak dapat dilakukan.Walupun secara normal, pembagian waris tersebut menggunakan dasar hukum pasal 852 BW yang telah di jabarkan diatas. KESIMPULAN : Pembagian Waris dalam kasus ini menggunakan Waris BW(Burgerlijk Wetboek). Secara normal dalam kasus ini, pembagian warisnya dapat menggunakan pasal 852 BW. Penuntutan atas pembagian waris BW ini yang di lakukan oleh B,C,D,E yang diprakasai B dan E setelah lewat lima tahun tidak dapat dilakukan berdasarkan pasal 1066 BW.

Anda mungkin juga menyukai